Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEBIJAKAN DESENTRALISASI KESEHATAN


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Administrasi Kesehatan
Dosen :Ega Egriana Handayani, S.KM., M.PH

Disusun Oleh :

1. Syifa Fadilatul Umah : 62120008

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS SAINS, FARMASI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR BANTEN
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘alamin, segala puji hanya milik Allah SWT. Dialah


yang telah menganugrahkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh manusia
dan rahmat bagi seluruh alam. Dialah yang maha mengetahui makna dan maksud
kandungan Al-Qur’an. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW. Utusan manusia pilihan-Nya.

Saya panjatkan do’a syukur kehadapan Allah SWT atas berkatnya yang
dilimpahkan kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini
sebagaimana mestinya dengan judul KEBIJAKAN DESENTRALISASI
KESEHATAN

Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kelemahan dan


kekurangan,oleh karena itu kritik dan saran untuk kebaikan makalah ini, saya
terima dengan senang hati.

   

Pandeglang, 12 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan ..................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2

A. Pengertian Desentralisasi Kesehatan....................................................4


B. Kebijakan Desentralisasi Kesehatan.....................................................5
C. Daya ungkit desentralisasi kesehatan terhadap pembangunan kesehatan
..............................................................................................................6
BAB III PENUTUP.........................................................................................10
A. Kesimpulan...........................................................................................10
B. Saran.....................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desentralisasi kesehatan merupakan bentuk pembagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan dari
pemerintah pusat ke daerah. makalah ini bertujuan menganalisis tantangan/permasalahan pelaksanaan
desentralisasi kesehatan di Indonesia dan bagaimanakah dampaknya terhadap pembangunan kesehatan di
Indonesia.
Desentralisasi kesehatan merupakan bentuk pembagian urusan pemerintahan di
bidang kesehatan dari pemerintah pusat ke daerah. Selama ini ada pandangan bahwa sistem
sentralisasi cenderung kurang memenuhi kebutuhan masyarakat dan desentralisasi yang
menghasilkan unit pemerintahan yang lebih kecil dianggap serbagai solusi untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.3 Tidak di sadari, sudah 12 tahun
lamanya desentralisasi kesehatan di Indonesia sudah diterapkan. Dibalik tingginya harapan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat ternyata terdapat banyak tantangan dalam
pelaksanaan desentralisasi kesehatan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan desentralisasi kesehatan?
2. Apa saja kebijakan desentralisasi kesehatan?
3. Apa yang terjadi jika desentralisasi kesehatan tidak berjalan dengan semestinya?

C. Tujuan
1. Mengetahui arti kebijakan desentralisasi kesehatam
2. Mengetahui apa saja kebijakan desentralisasi kesehatan
3. Mengetahui dampak yang terjadi jika desentralisasi kesehatan tidak berjalan dengan
semestinya

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Desentralisasi Kesehatan

Desentralisasi kesehatan jika dikaji berdasarkan teori merupakan bentuk


manajemen perubahan pemerintah Indonesia yang sebelumnya menganut sistem
sentralisasi menjadi desentralisasi dengan tujuan utama percepatan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Setiap perubahan selalu diawali dengan kekuatan perubahan.
Di Indonesia kekuatan perubahan terutama berasal dari lingkungan eksternal yaitu adanya
perubahan lingkungan strategis (tuntutan pencapaian MDGs, perubahan tata
pemerintahan) sangat mendukung terjadinya manajemen perubahan. Dalam upaya
perubahan di Indoensia maka “agen of change” yang dimaksud adalah daerah
(provinsi/kabupaten) yang selanjutnya diberi pelimpahan kewenangan (otonomi daerah).

4
B. KEBIJAKAN DESENTRALISASI KESEHATAN

Kekuatan Perubahan : adanya perubahan lingkungan


strategis yaitu pencapaian MDgs dan perubahan tata
pemerintahan

Unfreezing :
Indonesia merupakan negara dengan karakteristik lokal yang
sangat kuat sedangkan sistem yang berkembang adalah
sentralisasi sehingga peluang untuk mengelola daerah agar lebih
optimal sangat terbatas

Changing:

Agen perubahan adalah Pemerintah Daerah (Provinsi dan


Kabupaten)

Refreezing:
Sistem baru : Desentralisasi Kesehatan

Dampak Perubahan: Dampak Perubahan :

Timbulnya resistensi baik individu maupun Tercapainya Pembangunan Kesehatan di


organisasi. Indonesia

Gambar 1. Perubahan sistem sentralisasi manjadi sistem desentralisasi


Berdasarkan gambar 1, maka dampak perubahan tidak hanya tercapainya pembangunan
kesehatan di Indonesia tetapi juga resistensi yang ditimbulkan. Resistensi Individu seperti
kualitas sumber daya manusia kesehatan dan rendahnya insentive provider, persepsi
masyarakat tentang kesehatan.14 Resistensi dari segi organisasi misalnya kapasitas
pemerintah daerah (penyediaan dana, kemampuan melakukan analisis kebijakan,
kemampuan membuat rencana strategis dan operasional).3,22 Jika di telaah lebih jauh
penyebab banyaknya resistensi pelaksanaan desentralisasi kesehatan adalah ketersediaan
sumber daya manusia yang berkualitas di daerah. Menyadari permasalahan tersebut,
pemerintah sadar bahwa perlu keterlibatan pendidikan tinggi untuk ikut andil dalam
menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini ditandai dengan
dikeluarkannya kebijakan kurikulum perguruan tinggi yaitu SK Mendiknas No.

5
232/U/2000 23dan No. 045/U/2002 24serta akreditasi perguruan tinggi oleh BAN Perguruan
Tinggi.
Penyebab lainnya munculnya permasalahan pelaksanaan desentralisasi di
25
daerah adalah perimbangan keuangan pusat dan daaerah terutama sistem tax assignment
yaitu masih didominasi pemerintah pusat. Berdasarkan UU No 33 tahun 2004 bahwa dana
bagi hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil dari sumber daya
alam adalah kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi,
pertambangan gas bumi dan pertambangan gas bumi. Sistem bagi hasil yang sangat
mencolok untuk dikaji adalah sistem bagi hasil pertambangan minyak bumi (84,5% untuk
pemerintah dan 15,5% untuk daerah), gas bumi (69,5% untuk pemerintah, 30,5% untuk
daerah). Dari 15, 5% pendapatan daerah yang berasal dari minyak bumi masih di bagi lagi
yaitu 3% (tiga persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan, 6% (enam persen)
dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan 6% (enam persen) dibagikan untuk
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Sedangkan untuk gas bumi,
dari penerimaan 30,5% untuk daerah diperinci lagi menjadi 6% (tiga persen) dibagikan
untuk provinsi yang bersangkutan, 12% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota
penghasil; dan 12% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi
yang bersangkutan.
C. DAYA UNGKIT DESENTRALISASI KESEHATAN TERHADAP
PEMBANGUNAN KESEHATAN DI INDONESIA
Sistem Kesehatan Nasional merupakan bentuk dan tata cara penyelenggaraan
pembangunan kesehatan di Indonesia.3 Untuk menganalisis dampak desentralisasi terhadap
pembangunan kesehatan digunakan beberapa indikator yaitu upaya kesehatan, sumber
daya manusia kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat. Berikut ini adalah peta analisis
mengenai pembangunan kesehatan di Indonesia baik sebelum era desentralisasi, 5 tahun
setelah era desentralisasi dan 10 tahun setelah era desentralisasi (Berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya)

6
Tabel 2. Pencapaian Pembangunan Kesehatan Sebelum Era Desentralisasi, 5 Tahun
Setelah Desentralisasi dan 10 Tahun Setelah Desentralisasi.

Indikator Pencapaian Pembangunan Kesehatan Keterangan


Sebelum Era 5 tahun setelah 10 tahun
Desentralisasi era setelah era
(tahun 1997) desentralisasi desentralisasi
(2006-2007) (2010-2011)
Upaya Kesehatan a. Rumah pasien a. Pemanfaata a. Cakupan Ada
(Tempat dan tenaga menjadi tempat n sarana pelayanan perubahan
penolong paling dominan kesehatan ante natal
persalinan) sebagai tempat sebagai care tinggi
pelayanan tempat dengan
kebidanan/melah pelayanan cakupan
irkan antenatal terendah
b. Tenaga penolong care tinggi adalah
persalinan : b. Tenaga provinsi
dukun dan bidan penolong gorontalo,
persalinan Maluku
c. Angka kematian dukun utara dan
ibu : (Indonesia Sulawesi
390/100.000 timur), tenggara
c. Pemanfaata b. Persalinan
n bidan desa di tolong
masih oleh nakes
rendah tinggi
d. Angka c. Angka
kematian kematian
ibu : ibu : belum
228/100.000 ada
informasi

SDM Kesehatan Belum ada a. Perbandinga Dokter SDM


informasi n jumlah spesialis : Kesehatan
SDM 16.836 sudah cukup
kesehatan Dokter banyak
dengan umum: tetapi
populasi 32.492 orientasi
penduduk Perawat : perencanaan
masih 220.575 SDM
rendah yaitu Bidan ; cenderung
tidak 124.164 pada upaya
mencapai SKM: kuratif
2,5/1000 45.490 (ada
penduduk Perkelompok : perubahan
(SDM Medis : dalam hal
kurang) 59.492 kuantitas
b. Banyaknya Keperawata tetapi
tenaga n : 234.176 orientasi
kontrak Bidan : perencanaan

7
124.162 kurang
Kesmas: tepat)
61.654
Pemberdayaan Belum ada Keaktifan Keaktifan Tidak ada
Masyarakat informasi kader kader perubahan
posyandu posyandu
rendah rendah

PEMBAHASAN
Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa untuk upaya kesehatan
khususnya antenatal care terjadi pergeseran tenaga penolong persalinan. Pada era sebelum
desentralisasi, yang menjadi tenaga penolong persalinan yang utama di Indonesia adalah
dukun. Seiring dengan perubahan zaman (modernisasi) keberadaan dukun semakin sedikit,
hal ini berpengaruh terhadap pola pencarian pelayanan kesehatan oleh masyarakat.
Disamping itu dengan semakin gencarnya upaya promosi kesehatan melalui media, sedikit
banyak berpengaruh juga terhadap pola pencarian kesehatan masyarakat dalam melakukan
persalinan. Berdasarkan data Bappenas (2010), saat ini Indoensia berhasil menurunkan
angka kematian ibu dari dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2007 (SDKI) sedangkan target Indonesia adalah 102 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015. Demikian juga pertolongan persalinan di fasilitas
kesehatan terus meningkat secara bertahap. Pada tahun 2007, pertolongan persalinan di
fasilitas kesehatan mencapai 46,1 persen dari total persalinan pada tahun 2007. Angka
tersebut meningkat menjadi 59,4 persen pada tahun 2010.21Meskipun secara umum
Indonesia berhasil menurunkan angka kematian ibu, permaslahan yang masih terus
dihadapi Indoensia adalah disparitas yang tinggi antar daerah. Kenyataan ini menimbulkan
kesenjangan pencapaian pembangunan kesehatan di Indonesia. Jika di bandingkan dengan
angka kematian di Negara tetangga lainya seperti Malaysia dan singapura, jauh tertinggal
yaitu 62 per 100.000 kelahiran hidup di Malaysia dan 14 per 100.000 kelahiran hidup di
singapura tahun 2008.
Dari aspek sumber daya manusia juga mengalami perubahan permasalahan. Pada
era 1997 permasalahan sumber daya manusia kesehatan di Indonesia adalah kurangnya
sumber daya manusia kesehatan. Sedangkan pada era desentralisasi tepatnya tahun
2010/2011 permasalahannya adalah pendistribusian, kualitas dan tidak berimbangnya
jumlah sumber daya manusia dari kelompok medis/paramedic dengan kesehatan
masyarakat. Hal ini berakibat terhadap kurang maksimalnya pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan kesehatan masyarakat.20

8
Upaya yang harus dilakukan adalah penguatan sistem kesehatan. Penguatan sistem
kesehatan seperti sistem informasi kesehatan perlu dilakukan. Melalui data dan informasi
yang akurat maka dapat dilakukan perencanaan yang lebih tepat. Di samping itu melalui
data yang akurat dapat dilakukan monitoring dan evaluasi. Desentralisasi juga dianggap
sebagai strategi jitu untuk meningkatkan status kesehatan suatu Negara. Berdasarkan studi
kasus di Liberia, hambatan utama desentralisasi adalah keterbatasan sumberdaya dan
kemampuan untuk mengelola. Jika dibandingkan dengan Amerika serikat khususnya
pelayanan kesehatan masyarakat yaitu salah satunya dari segi pendanaan, infrastruktur.
Sumber pendanaan untuk pelayanan kesehatan masyarakat tidak hanya dari pemerintah
saja namun dari beberapa sumber lain yaitu federal, state, and local governments,
foundations, insurance payments, and patient and regulatory fees. 26

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam upaya pelaksanaan desentralisasi kesehatan di Indonesia terdapat banyak hambatan
baik level individu maupun organisasi (pemerintah daerah) sehingga menyebabkan
disparitas yang tinggi antar daerah dalam upaya pembangunan kesehatan. Terdapat
beberapa perubahan terkait pembangunan kesehatan setelah era desentralisasi yaitu 1)
upaya kesehatan khususnya cakupan pertolongan persalinan dan tenaga penolong
9
persalinan. 2) ada perubahan jumlah kuantitas sumber daya manusia kesehatan namun
perbandingan antara jumlah tenaga medis, perawatan dan kesehatan masyarakat masih
masih seimbang (seharusnya lebih banyak tenaga kesehatan masyarakat) 3) Kurangnya
pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan baik sebelum maupun sesudah
desentralisasi.

SARAN
1. Sebaiknya pemerintah daerah lebih memprioritaskan upaya kesehatan masyarakat
untuk lebih mendorong percepatan pengunan kesehatan di daerah
2. Sebaiknya pemerintah daerah menerapkan human resources management dalam
mengelola sumber daya manusia kesehatan di daerah
3. Adanya capacity building baik pada personel maupun kader untuk meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia yang ada
4. Pembagian kewenangan yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah termasuk
perimbangan keuangan antar pusat dan daerah.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. UU No 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah


2. Haris, Syamsudin (2007). Desentralisasi dan Otonomi Daerah.LIPI Press.Jakarta
3. Thabrany (2006). Human Resources in Decentralized Health Systemsin
Indonesia: Challenges for Equity. Regional Health Forum – Volume 10, Number
1, 2006
4. Depkes RI(2010). Riset Kebijakan Dasar Puskesmas.Jakarta
5. WHO (2009).Systems Thinking For Health Systems Strengthening. Geneva. Switzerland.
6. Gilson, L( 2012).Health policy and systems research: a methodology reader.Publised by
World Health Organization.ISBN 978 92 4 150313 6
7. WHO (2010). Key components of a well functioning health system. Geneva. Switzerland
8. Depkes RI (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta
9. Koontz (1984). Management. Prentice Hall.
10. Yuliani (2005). Decentralization, deconcentration and devolution: what do they
mean.The Interlaken Workshop on Decentralization, Switzerland.
11. Linda K Stroh (2002). Organizational Behavior : A Management Challenge.
Third Edition Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. London
12. Stephen P. Robbins (2002). Essentials of Organizational Behaviour. Seventh Edition.
Prentice Hall.
13. Depkes RI(1997). Riset Kesehatan Dasar.Jakarta
14. Heywood, P & Choi (2010).Health system performance at the district level in
Indonesia after decentralization. BMC International Health and Human Rights 2010,
http://www.biomedcentral.com/1472-698X/10/3
15. Heywood, P& Harahap, NP (2009). Human resources for health at the district level
in Indonesia: the smoke and mirrors of decentralization . Human Resources for
Health 2009, http://www.human-resources-health.com/content/7/1/6
16. Bangsawan,M(2001). Faktor-faktor yang berhubungan dengan keaktifan kader
Posyandu di Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung.Tesis. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
17. Mastuti (2003).Studi Uji Hubungan Beberapa Faktor Kader Yang Berhubungan Dengan
Kelangsungan Kader Posyandu Di Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Bulan Maret 2003. Undergraduate thesis,
Diponegoro University.
18. Depkes RI (2007). Riset Kesehatan Dasar.Jakarta

11
1

Anda mungkin juga menyukai