Anda di halaman 1dari 36

TANGGUNG JAWAB DAN TUJUAN AUDIT

Makalah
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
PENGAUDITAN
Dosen Pengampu oleh Elly Astuti, S.Pd., M.Si.

Kelompok 5 :

1. Aris Ima Febriyanti (1802106016)


2. Febrianti Indah (1802106022)

UNIVERSITAS PGRI MADIUN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam menyelenggarakan kegiatan berbagai usaha, salah satu tantangan yang
dihadapi perusahaan adalah bagaimana untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan
ekonomisasi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus membuat perencanaan yang
tepat dalam mengalokasikan sumber daya yang dimiliki dalam mendukung operasional
yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Perencanaan yang disusun secara tepat dapat memberikan arahan berjalannya
operasi yang efisien dan efektif mampu mencapai tujuan perusahaan. Hal ini yang
mendorong perlu adanya audit manajemen untuk mendukung jalannya suatu usaha. Audit
manajemen adalah pengevaluasian terhadap efisiensi dan efektivitas operasi perusahaan
berupa suatu rancangan sistematis untuk mengaudit aktivitas, program yang digunakan
keseluruhan atau sebagian dari entitas untuk menilai dan melaporkan apakah sumber
daya dan dana telah digunakan secara efisien dan apakah tujuan dari program dan
aktivitas yang telah direncanakan telah dicapai dan tidak melanggar ketentuan dan
kebijakan yang ditetapkan perusahaan. Audit manajemen digunakan untuk memastikan
seberapa baik manajemen, baik dalam hubungan eksternalnya dengan pihak luar maupun
efisiensi internalnya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana tujuan pelakasanaan audit atas laporan keuangan ?
2. Bagaimana tanggung jawab manajemen ?
3. Bagaimana tanggung jawab auditor ?
4. Bagaimana audit siklus laporan keuangan ?
5. Bagaimana menetapkan tujuan audit ?
6. Bagaimana asersi manajemen ?
7. Bagaimana tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi ?
8. Bagaimana tujuan audit yang berkaitan dengan saldo ?
9. Bagaimana tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan ?
10. Bagaimana tujuan audit dipenuhi ?

2
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
1. Mengetahui tujuan pelakasanaan audit atas laporan keuangan
2. Mengetahui tanggung jawab manajemen
3. Mengetahui tanggung jawab auditor
4. Mengetahui audit siklus laporan keuangan
5. Mengetahui menetapkan tujuan audit
6. Mengetahui asersi manajemen
7. Mengetahui tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi
8. Mengetahui tujuan audit yang berkaitan dengan saldo
9. Mengetahui tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan
10. Mengetahui bagaimana tujuan audit dipenuhi

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. TUJUAN PELAKSANAAN AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN


Kata pengantar standar auditing AICPA yang terklarifikasi menyatakan: Tujuan audit
adalah untuk menyediakan pemakai laporan keuangan suatu pendapat yang diberikan oleh
auditor tentang apakah laporan keuangan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material, sesuai dengan kerangka kerja akuntansi keuangan yang berlaku. Pendapat auditor
ini menambah tingkat keyakinan pengguna yang bersangkutan terhadap laporan keuangan.
Fokus utama kita tertuju pada butir yang menekankan penerbitan pendapat tentang
laporan keuangan. Untuk perusahaan publik berukuran besar, auditorium menerbitkan suatu
laporan tentang pengendalian internal atas pelaporan keuangan sebagaimana disyaratkan
oleh Section 404 dari Sarbanes-Oxley Act. Auditori mengumpulkan bukti untuk membuat
kesimpulan tentang apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar dan untuk
menentukan keefektifan pengendalian internal lalu baru menerbitkan laporan audit yang
tepat.
Jika auditor yakin bahwa laporan-laporan itu tidak disajikan secara wajar atau tidak dapat
mencapai kesimpulan karena bukti yang tidak mencukupi, auditor mempunyai tanggung
jawab untuk memberi tahu pemakai melalui laporan auditor. Setelah penerbitan laporan, jika
fakta-fakta yang ada menunjukkan bahwa laporan tersebut tidak disajikan secara wajar,
auditor mungkin harus memberi tahu ke pengadilan atau lembaga pengatur bahwa ia telah
melaksanakan audit dengan cara yang tepat dan menarik kesimpulan yang layak.
B. TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN
Tanggung jawab untuk mengadopsi kebijakan akuntansi yang baik, menyelenggarakan
pengendalian internal yang memadai, dan menyajikan laporan keuangan yang wajar berada
di pundak manajemen, bukan di pundak auditor. Karena menjalankan bisnis sehari-hari,
manajemen perusahaan mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam tentang transaksi
perusahaan serta aktiva, kewajiban, dan ekuitas terkait ketimbang auditor. Sebaliknya
pengetahuan auditor akan masalah ini serta pengendalian internal hanya terbatas pada
pengetahuan yang diperolehnya selama audit.

4
Tanggung jawab manajemen atas integritas dan kewajaran penyajian laporan keuangan
berkaitan dengan privilege untuk menentukan penyajian dan pengungkapan apa yang
dianggap perlu. Jika manajemen bersikeras dengan pengungkapan laporan keuangan yang
menurut auditor tidak dapat diterima, auditor dapat memilih untuk menerbitkan pendapat
tidak wajar atau pendapat wajar dengan pengecualian atau mengundurkan diri dari
penugasan tersebut
Sarbanes-Oxley Act mengharuskan CEO dan CFO perusahaan public untuk meyakinkan
laporan keuangan kuartalan dan tahunan yang akan diserahkan kepada SEC. Dalam
menandatangani laporan-laporan tersebut, manajemen menyatakan bahwa laporan keuangan
tersebut telah sepenuhnya sesuai dengan persyaratan Securities Exchange Act tahun 1934
dan informasi yang terkandung dalam laporan keuangan itu menyajikan secara wajar, dalam
semua hal yang material, kondisi keuangan dan hasil operasinya. Sarbanes-Oxley Act
menetapkan sanksi atas tindakan kriminal, termasuk denda keuangan yang besar atau
hukuman penjara sampai 29 tahun, terhadap setiap orang yang diketahui memalsukan
laporan-laporan tersebut.
C. TANGGUNG JAWAB AUDITOR
Standar auditing AICPA menyatakan Tujuan keseluruhan auditor, dalam melakukan audit
atas laporan keuangan, adalah untuk
(a) memperoleh keyakinan yang layak bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah
bebas dari salah saji yang material, baik karena kecurangan atau kesalahan, sehingga
memungkinkan auditor untuk menyatakan pendapat tentang apakah laporan keuangan itu
disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka kerja
pelaporan keuangan yang berlaku; dan
(b) melaporkan tentang laporan keuangan, dan berkomunikasi seperti yang disyaratkan oleh
standar auditing, sesuai dengan temuan auditor.
Paragraf ini membahas tanggung jawab auditor untuk mendeteksi salah saji yang
material pada laporan keuangan. Bila auditor juga melaporkan tentang keefektifan
pengendalian internal atas pelaporan keuangan, auditor juga bertanggung jawab untuk
mengidentifikasi kelemahan yang material dalam pengendalian internal atas pelaporan
keuangan. Tanggung jawab auditor untuk melakukan audit atas pengendalian internal
dibahas dalam Bab 10.

5
Paragraf ini dan pembahasan yang terkait dengan standar standar tentang tanggung
jawab auditor untuk mendeteksi salah saji yang material mencakup beberapa istilah dan
frasa yang penting.
Salah Saji yang Material versus Tidak Material. Salah saji umumnya dianggap
material jika gabungan dari kekeliruan dan kecurangan yang belum dikoreksi dalam
laporan keuangan kemungkinan akan mengubah atau mempengaruhi keputusan orang
yang menggunakan laporan keuangan tersebut. Walaupun sulit mengukur materialitas,
auditor bertanggung jawab untuk memperoleh kepastian yang layak bahwa ambang batas
materialitas ini telah dipenuhi. Namun diperlukan biaya yang sangat besar (dan mungkin
mustahil) bagi auditor untuk memikul tanggung jawab menemukan kekeliruan dan
kecurangan yang tidak material.
Kepastian yang Layak. Kepastian atau assurance merupakan ukuran tingkat
kepastian yang diperoleh auditor pada saat menyelesaikan audit. Standar auditing (SAS
104) menyatakan bahwa kepastian yang layak adalah tingkat kepastian yang tinggi, tetapi
tidak absolute, bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material. Konsep
kepastian yang layak, bukan yang absolut, mengindikasikan bahwa auditor bkanlah
pemberi garansi atau penjamin atas kebenaran laporan keuangan. Jadi, audit yang
dilaksanakan sesuai dengan standar auditing dapat saja pagal mendeteksi salah saji yang
material.
Auditor bertanggung jawab atas kepastian yang layak, tetapi tidak absolut, karena
beberapa alasan:
1. Sebagian besar bukti audit diperoleh dari pengujian sampel populasi seperti piutang
usaha atau persediaan. Namun penggunaan sampling juga mengandung sejumlah
risiko tidak terungkapnya salah saji yang material. Selain itu, bidang yang diuji jenis,
luas, dan waktu pengujian; serta evaluasi atas hasil pengujian juga membutuhkan
pertimbangan auditor yang penting. Bahkan dengan itikad baik dan integritas, para
auditor dapat membuat kesalahan dan kekeliruan dalam memberikan
pertimbangannya.
2. Penyajian akuntansi mengandung estimasi yang kompleks, yang melibatkan
sejumlah ketidakpastian serta dapat dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa di masa

6
depan. Akibatnya, auditor harus mengandalkan pada bukti audit yang persuasif,
tetapi tidak meyakinkan.
3. Laporan keuangan yang disusun dengan penuh kecurangan sering kali sangat sulit,
bahkan tidak mungkin, untuk dideteksi oleh auditor, terutama bila ada kolusi di
kalangan manajemen perusahaan.
Jika auditor bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua asersi dalam
laporan keuangan telah benar, maka persyaratan bukti audit dan biaya pelaksanaan
fungsi audit ini akan meningkat hingga pelaksanaan audit secara ekonomis tidak praktis
lagi. Bahkan setelah itu, para auditor pun masih tidak dapat mengungkapkan semua salah
saji yang material dalam setiap audit. Pembelaan terbaik yang dapat dilakukan auditor
apabila salah saji yang material tidak terungkap adalah melaksanakan audit sesuai
dengan standar auditing.
Kekeliruan versus Kecurangan SAS 99 (AU 316) membedakan antara dua di salah
saji: kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud). Kedua jenis salah saji ini dapat material
maupun tidak material. Kekeliruan (error) adalah salah saji dalam laporan keuangan
yang tidak disengaja, sementara kecurangan (fraud) adalah salah saji yang disengaja.
Dua contoh kekeliruan antara lain kesalahan perhitungan harga dikalikan dengan
kuantitas pada faktur penjualan dan salah melihat bahan baku yang lama dalam
menentukan nilai persediaan dengan metode yang terendah antara harga perolehan atau
harga pasar.
Untuk kecurangan dapat dibedakan antara misapropriasi aset (misappropriation of
assets), yang sering kali disebut sebagai penyalahgunaan atau kecurangan karyawan,
serta pelaporan keuangan yang curang (fraudulent financial reporting), yang sering
kali disebut sebagai kecurangan manajemen. Contoh misapropriasi aset adalah
pengambilan kas oleh klerk pada saat penjualan yang curang dan tidak memasukkannya
ke dalam register kas, Contoh pelaporan keuangan yang curang adalah dengan sengaja
melebihsajikan penjualan menjelang tanggal neraca untuk meningkatkan laba yang
dilaporkan.
Skeptisisme Profesional Standar auditing mensyaratkan bahwa audit dirancang
sedemikian rupa agar dapat memberikan kepastian yang layak untuk mendeteksi baik
kekeliruan maupun kecurangan yang material dalam laporan keuangan. Untuk

7
mencapainya, audit harus direncanakan dan dilaksanakan dengan sikap skeptisisme
profesional atas semua aspek penugasan.
Aspek-aspek Skeptisisme Profesional Skeptisisme profesional terdiri dari dua
komponen utama: questioning mind dan penilaian kritis terhadap bukal audit. Meskipun
auditor kemungkinan akan percaya bahwa organisasi yang diterima sebagai klien
memiliki integritas dan jujur, menjaga questioning mind akan membantu auditor
mengoffset bias alami terhadap keinginan mempercayai klien. Questioning mindset
berarti auditor menangani audit dengan pandangan mental “percaya tapi verifikasi".
Demikian juga, ketika mereka mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang mendukung
jumlah serta pengungkapan laporan keuangan, skeptisisme profesional juga melibatkan
penilaian kritis tentang bukti yang mencakup pengajuan pertanyaan yang menyelidik dan
perhatian pada inkonsistensi. Ketika menerima tanggung jawab untuk menjaga
questioning mind dan mengevaluasi bukti secara kritis, auditor secara signifikan akan
mengurangi kemungkinan terjadinya kegagalan audit selama proses audit berlangsung.
Unsur-unsur Skeptisisme Profesional Meskipun konsep skeptisisme professional
telah memiliki unsure mendasar dari standar auditing selama bertahun-tahun, namun
masih sulit mengimplementasikannya dalam praktek. Sayangnya, auditor juga manusia
yang tunduk pada bias alami mempercayai orang yang mereka kenal dan yang sering
berinteraksi dengan mereka secara teratur. Dalam lingkungan audit, terkadang auditor
meyakinkan dirinya bahwa mereka hanya akan menerima klien yang dapat dipercaya dan
yang memiliki integritas tinggi. Dengan demikian, sering kali sulit bagi auditor untuk
mengetahui kemungkinan bahwa kliennya kurang memiliki kompetensi atau mungkin
mencoba menipunya selama proses audit berlangsung. Meskipun ada keterbatasan,
auditor harus mengatasi bias pertimbangan (judgment bias) tersebut dan harus terus
diingatkan akan pentingnya menjaga skeptisisme profesional yang sesuai, serta
menyadari adanya risiko salah saji yang material dalam semua audit.
Riset akademis terkini tentang topik skeptisisme profesional menunjukkan enam
karakteristik skeptisisme:
1. Questioning mindset -disposisi untuk menyelidiki sejumlah hal yang dirasa
meragukan

8
2. Penundaan keputusan (suspension of judgment) - penundaan keputusan sampai bukti
yang tepat diperoleh
3. Pencarian pengetahuan-keinginan untuk menyelidiki lebih lanjut demi mempertegas
4. Pemahaman interpersonal-pengakuan bahwa motivasi dan persepsi orang dapat
membuatnya memberikan informasi yang bias atau menyesatkan
5. Otonomi-pengarahan-mandiri (self-direction), independensi moral, dan keyakinan
memutuskan untuk diri sendiri, ketimbang menerima klaim pihak lain
6. Self-esteem-rasa percaya diri untuk melawan persuasi dan untuk menantang asumsi
atau kesimpulan
Pengetahuan akan keenam unsur tersebut selama proses penugasan dapat membantu
auditor memenuhi tanggung jawabnya untuk mempertahankan tingkat skeptisisme
profesional yang sesuai. Mengajukan pertanyaan yang tepat dan menggali lebih dalam
dengan pertanyaan tindak lanjut sampai auditor merasa puas dengan responsnya, sembari
tetap waspada terhadap perilaku yang tidak biasa dari para responden ketika menjawab
pertanyaan, dapat membuat perbedaan antara mendeteksi dan gagal mendeteksi salah saji
yang material dalam laporan keuangan.
Para auditor menghabiskan sebagian besar waktunya untuk merencanakan dan
melaksanakan audit guna mendeteksi kesalahan yang dilakukan secara tidak sengaja oleh
manajemen maupun para karyawan. Auditor menemukan berbagai kesalahan atau
kekeliruan yang berasal dari hal-hal seperti kesalahan kalkulasi, penghilangan,
kesalahpahaman dan misaplikasi standar akuntansi, serta pengikhtisaran dan deskripsi
yang tidak benar. Di bagian selanjutnya buku ini, kita akan membahas bagaimana auditor
merencanakan dan melaksanakan audit untuk mendeteksi kekeliruan maupun
kecurangan.
Standar auditing tidak membedakan antara tanggung jawab auditor untuk mencari
kekeliruan dan kecurangan. Dalam kedua kasus, auditor harus memperoleh kepastian
yang layak tentang apakah laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material.
Standar itu juga mengakui bahwa kecurangan sering kali lebih sulit dideteksi karena
manajemen atau karyawan yang melakukan kecurangan akan berusaha
incnyambunyikan kecurangan itu. Namun, kesulitan mendeteksi kecurangan ini tidak
mengubah tanggung jawab auditor untuk merencanakan dan melaksanakan audit secara

9
layak guna mendeteksi salah saji yang material, baik yang disebabkan oleh keliruan atau
pun kecurangan.
Kecurangan yang Berasal dari Pelaporan Keuangan yang Curang versus
Misspropriasi Aset Pelaporan keuangan yang curang dan misapropriasi asset berpotensi
merugikan para pemakai laporan keuangan, tetapi ada perbedaan penting di antara
keduanya. Pelaporan keuangan yang curang akan merugikan para pemakai karena
menyediakan informasi laporan keuangan yang tidak benar untuk membuat keputusan.
Apabila asset disalahgunakan atau dimisapropriasi, para pemegang saham, kreditor, serta
pihak lainnya akan dirugikan karena aset tersebut tidak lagi menjadi milik pemiliknya
yang sah.
Secara umum, pelaporan keuangan yang curang dilakukan oleh pihak manajemen,
yang terkadang tanpa sepengetahuan para karyawan. Manajemen adalah pihak yang
dapat membuat keputusan akuntansi dan pelaporan tanpa melibatkan para karyawan.
Contohnya adalah keputusan untuk menghapus catatan kaki yang penting tentang kasus
litigasi yang ditunda.
Biasanya, tetapi tidak selalu terjadi, pencurian aset dilakukan oleh para karyawan
bukan oleh manajemen, dan nilainya seringkali tidak material. Namun ada contoh-contoh
kasus populer menyangkut misapropriasi aset yang bernilai sangat material yang
dilakukan oleh para karyawan dan manajemen.
Ada perbedaan penting antara pencurian aset dan salah saji yang diakibatkan oleh
pencurian aset ini. Perhatikan ketiga situasi berikut:
1. Aset dicuri dan pencurian itu ditutupi dengan menyajikan secara salah asset tersebut.
Sebagai contoh, kas yang ditagih dari pelanggan dicuri sebelum dicatat sebagai
penerimaan kas, dan piutang usaha atas nama pelanggan tersebut tidak dikreditkan.
Salah saji tersebut tidak terungkapkan.
2. Aset dicuri dan pencurian tersebut ditutupi dengan menyajikan pendapatan terlalu
rendah atau melebihsajikan beban. Sebagai contoh, uang kas yang diperoleh dari
penjualan tunai dicuri, dan transaksi tersebut tidak pernah dicatat. Atau, pengeluaran
yang tidak diotorisasikan kepada seorang karyawan dicatat sebagai beban rupa-rupa
Salah saji tersebut tidak terungkapkan

10
3. Aset dicuri, tetapi misapropriasi tersebut berhasil diungkapkan. Laporan laba rugi
dan catatan kaki yang terkait mengungkapkan dengan di misapropriasi ini.
Dalam ketiga situasi tersebut, memang ada misapropriasi aset, tetapi salah saji dalam
laporan keuangan hanya terjadi pada situasi 1 dan 2. Dalam situasi 1 neraca
mengandung salah saji, sedangkan dalam situasi 2, pendapatan atau bebannya salah saji.
Dalam memperoleh keyakinan yang layak bahwa laporan keuangan telah bebas dari
salah saji yang material, auditor mempertimbangkan kerangka kerja hukum dan
peraturan yang berlaku terkait dengan klien. Sebagai contoh, ketika mengaudit laporan
keuangan bank, auditor harus mempertimbangkan persyaratan dari regulator perbankan
seperti FDIC, Federal Reserve, atau komisi perbankan negara bagian. Kemampuan
auditor untuk mendeteksi salah saji yang material akibat kegagalin mematuhi UU dan
regulasi dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
 Banyak UU dan regulasi yang terutama terkait dengan aspek operasi bisnis dan
biasanya tidak mempengaruhi laporan keuangan serta tidak terdeteksi oleh sistem
informasi klien berkaitan dengan pelaporan keuangan.
 Ketidakpatuhan (noncompliance) mungkin melibatkan tindakan menyembunyikan,
seperti kolusi, pemalsuan, tidak mencatat transaksi secara sengaja, manajemen
mengesampingkan pengendalian, atau misrepresentasi yang disengaja kepada
auditor.
 Apakah suatu tindakan merupakan ketidakpatuhan akan ditentukan oleh hukum,
seperti oleh pengadilan.
Salah satu kesulitan yang dihadapi auditor adalah menentukan bagaimana UU dan
regulasi itu mempengaruhi jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Jika
dampak dari ketidakpatuhan itu tidak lagi mempengaruhi laporan keuangan, semakin
kecil kemungkinan auditor untuk menyadari atau mengetahui ketidakpatuhan ketika
mengaudit laporan keuangan. Tanggung jawab auditor mengenai ketidakpatuhan
terhadap UU dan regulasi (yang sering disebut sebagai tindakan illegal-illegal act)
tergantung pada apakah UU atau regulasi itu diharapkan memiliki pengaruh langsung
terhadap jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan.
UU dan Regulasi memiliki Pengaruh Langsung terhadap Laporan Keuangan
Provisi dari UU dan regulasi tertentu, seperti UU dan regulasi pajak serta pensiun,

11
umumnya diakui memiliki pengaruh langsung terhadap jumlah dan pengungkapan
dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, pelanggaran atas undang-undang pajak
federal akan mempengaruhi secara langsung beban pajak penghasilan dan utang pajak
penghasilan. Auditor harus memperoleh bukti yang cukup dan tepat tentang jumlah
yang material serta pengungkapan yang secara langsung dipengaruhi oleh UU dan
regulasi tersebut. Sebagai contoh, ketika mengaudit beban pajak penghasilan, untuk
mengidentifikasi apakah ada pelanggaran berat atas UU pajak federal atau negara
bagian, auditor dapat membahasnya dengan personil klien dan memeriksa laporan yang
dikeluarkan oleh Internal Revenue Service setelah selesai memeriksa SPT pajak klien.
UU dan Regulasi yang Tidak Memiliki Pengaruh Langsung terhadap Laporan
Keuangan Provisi dari banyak UU dan regulasi tidak mungkin memiliki pengaruh
langsung terhadap laporan keuangan. Namun, ketaatan terhadap UU dan regulasi
tersebut sangatlah mendasar bagi operasi bisnis serta diperlukan untuk menghindari
pinalti yang material. Contohnya termasuk mematuhi ketentuan lisensi operasi,
persyaratan keselamatan karyawan, dan regulasi tentang lingkungan. Auditor harus
melakukan prosedur berikut untuk mengidentifikasi kasus ketidak-patuhan pada UU dan
regulasi lainnya yang mungkin memiliki pengaruh yang material terhadap laporan
keuangan:
 Menanyakan pihak manajemen dan yang bertanggung jawab atas tata kelola tentang
apakah entitas tersebut telah mematuhi UU dan regulasi semacam itu.
 Memeriksa korespondensi, jika ada, dengan otoritas pemberi lisensi atau regulatori
yang relevan.
Selama proses audit, prosedur audit lainnya mungkin menemukan adanya dugaan
ketidakpatuhan yang menjadi perhatian auditor. Namun, jika tidak ada ketidakpatuhan
yang diidentifikasi atau dicurigai, auditor tidak diharuskan untuk melaksanakan
prosedur audit di luar yang telah dibahas sebelumnya.
Prosedur Audit Ketika Ketidakpatuhan Teridentifikasi atau Diduga Jika
auditor menemukan informasi mengenai kasus ketidakpatuhan atau dugaan
ketidakpatuhan atas UU dan regulasi, auditor harus memahami sifat dan situasi dari
tindakan itu. Harus diperoleh informasi tambahan untuk mengevaluasi pengaruh
potensialnya terhadap laporan keuangan.

12
Auditor harus membahas masalah ini dengan pihak manajemen yang tingkatnya
berada di atas pihak yang diduga terlibat dengan ketidakpatuhan dan, bila perlu, pihak
yang bertanggung jawab atas tata kelola. Jika manajemen atau pihak yang
bertanggungjawab atas tata kelola tidak dapat memberikan informasi yang cukup yang
mendukung bahwa entitas telah menaati UU dan regulasi, dan auditor yakin pengaruh
ketidakpatuhan mungkin material terhadap laporan, maka auditor harus
mempertimbangkan perlunya mendapatkan nasihat hukum. Auditor juga harus
mengevaluasi pengaruh ketidakpatuhan itu terhadap aspek lain dari audit, termasuk
penilaian risiko auditor dan reliabilitas representasi lain dari manajemen.
Pelaporan Ketidakpatuhan yang Teridentifikasi atau Diduga Kecuali masalah
yang terlibat tidak berkaitan, auditor harus berkomunikasi dengan pihak yang
bertanggung jawab atas masalah tata kelola yang melibatkan ketidakpastian terhadap
UU dan regulasi yang menjadi fokus auditor selama audit. Jika masalah yang terlibat
diyakini bersifat disengaja dan material, hal itu harus dikomunikasikan kepada pihak
yang bertanggung jawab atas tata kelola, seperti dewan direksi. Auditor juga harus
mengidentifikasi apakah ada tanggung jawab untuk melaporkan ketidakpatuhan yang
diidentifikasi atau diduga itu kepada pihak di luar entitas, seperti otoritas regulatori.
Jika ketidakpatuhan itu memiliki pengaruh yang material dan belum tercermin
secara memadai dalam laporan keuangan, auditor harus menyatakan pendapat wajar
dengan pengecualian atau tidak wajar terhadap laporan keuangan. Jika auditor dilarang
oleh manajemen atau pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola untuk memperoleh
bukti yang cukup dan tepat demi mengevaluasi apakah ketidakpatuhan yang mungkin
bersifat material terhadap laporan keuangan telah terjadi atau mungkin akan terjadi,
auditor harus menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian atau menolak
memberikan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan pembatas ruang lingkup.
D. SIKLUS LAPORAN KEUANGAN
Audit dilaksanakan dengan membagi laporan keuangan menjadi segmen-segmen atau
komponen yang lebih kecil. Pembagian ini membuat audit lebih mudah dikelola dan
membantu pembebanan tugas kepada setiap anggota tim audit. Sebagai contoh, sebagian
besar auditor memperlakukan aktiva tetap dan wesel bayar sebagai segmen yang berbeda.
Setiap segmen diaudit secara terpisah tetapi bukan atas dasar yang benar-benar independen.

13
(Sebagai contoh, audit atas aktiva tetap dapat mengungkapkan adanya wesel bayar yang
belum tercatat). Setelah audit atas setiap segmen ini selesai, termasuk keterkaitannya dengan
segmen lain, hasilnya lalu digabungkan. Kemudian kesimpulan tentang laporan keuangan
tersebut secara keseluruhan dapat diperoleh.
Ada berbagai cara dalam mensegmentasi audit. Salah satu pendekatanya yaitu
memperlakukan setiap saldo akun dalam laporan keuangan sebagai segmen yang terpisah.
Segmentasi dengan cara seperti itu biasanya tidak efisien. Hal tersebut dapat mengakibatkan
audit yang independen terhadap akun yang saling terkait erat seperti persediaan dan harga
pokok penjualan.
Cara yang umum untuk membagi audit adalah dengan tetap mempertahankan hubungan
yang erat antara jenis (atau kelas) transaksi dan saldo akun dalam segmen yang sama. Cara
ini disebut sebagai pendekatan siklus (cycle approach). Sebagi contoh, penjualan, retur
penjualan, penerimaan kas, dan penyisihan piutang tak tertagih adalah empat kelas transaksi
yang menyebabkan piutang usaha meningkat atau menurun. Karena itu, semua pos tersebut
merupakan bagian dari siklus penjualan dan penagihan. Demikian juga, transaksi penggajian
dan gaji akrual merupakan bagian dari siklus penggajian dan personalia.
 Siklus penjualan dan penagihan adalah siklus pertama yang dicantumkan dan merupakan
focus utama pada sebagian besar audit. Penagihan piutang usaha dalam jurnal penerimaan
kas adalah arus masuk operasi utama dalam kas di bank.
 Siklus akuisisi modal dan pembayaran kembali berkaitan erat dengan siklus akuisisi dan
pembayaran. Transaksi dalam siklus akuisisi dan pembayaran mencakup pembelian
persediaan, perlengkapan, dan barang serta jasa-jasa lain yang berkaitan dengan operasi.
Transaksi dalam siklus akuisisi modal dan pembayaran kembali berkaitan dengan
pembiayaan bisnis, seperti penerbitan saham atau surat utang, pembayaran dividen, dan
pelunasan utang.
Meskipun jurnal yang sama digunakan untuk mencatat transaksi dalam siklus akuisisi
dan pembayaran serta akuisisi modal dan pembayaran kembali akan bermanfaat jika
transaksi siklus akuisisi modal dan pembayaran kembali dipisahkan ke dalam siklus
transaksi yang terpisah. Pertama, siklus akuisisi modal dan pembayaran kembali
berkaitan dengan pembayaran bisnis, bukan operasi. Kedua, sebagian besar akun siklus
akuisisi modal dan pembayaran kembali melibatkan segelintir transaksi, tetapi masing-

14
masing transaksi tersebut sering kali sangat material dan karenanya, harus diaudit secara
eksternal. Dengan mempertimbangkan kedua alas an tersebut, lebih nyaman jika kedua
siklus tersebut dipisahkan.
 Siklus persediaan dan pergudangan berkaitan erat dengan semua siklus lainnya.
Khususnya bagi sebuah perusahaan manufaktur. Biaya persediaan mencakup bahan
baku (siklus akuisisi dan pembayaran), tenaga kerja langsung (siklus penggajian dan
personalia), dan overhead manufaktur (siklus akuisisi dan pembayaran serta
penggajian dan personalia). Penjualan barang jadi melibatkan siklus penjualan dan
penagihan. Karena persediaan bersifat material bagi kebanyakan perusahaan
manufaktur, maka meminjam sejumlah uang dengan menggunakan persediaan sebagai
jaminannya sudah menjadi lazim. Dalam kasus tersebut, siklus akuisisi modal dan
pembayaran kembali juga berkaitan dengan siklus yang terpisah karena berkaitan
dengan siklus lainnya dank arena bagi sebagian besar perusahaan manufaktur serta
perusahaan eceran, persediaan biasanya sangat material dan seringkali rumit untuk
diaudit.
1. Hubungan antara Berbagai siklus

Gambar 6-5 mengilustrasikan hubungan antara lima siklus tersebut dan kas umum.
Perhatikan bahwa siklus-siklus itu tidak meniliki titik awal atau titik akhir kecuali pada
disposisi awal dan akhir perusahaan. Sebuah perusaltaan dimulai dengan memperoleh
modal, yang umumaya berbentuk kas. Dalam perusahaan manufaktur kas digunakan

15
untuk membeli bahan baku, aktiva tetap, dan barang serta jasa yang berkaitan guna
membuat persedian (siklus akuisisi dan pembayaran). Dengan alasan yang sama, kas juga
digunakan untuk memperoleh tenaga kerja (siklus penggajian dan personalia). Akuisisi
dan pembayaran serta pembayaran upah dan personalia mermiliki sifat yang sama, tetapi
fungsi-fungsinya cukup berbeda untuk melakukan pemisahan atas dua siklus itu. Hasil
gabungan dari kedua siklus ini adalah persediaan (siklus persediaan dan pergudangan).
Pada titik berikutnya, persediaan tersebut dijual dan menghasilkan penagihan serta
peralehan kas (siklus penjualan dan penagihan). Kas yang dihasilkan lalu digunakan
untuk membayar deviden dan bunga atau membiayai perluasan modal serta memulai
kembali siklus-siklus tersebut. Dalam sebuah perusahaan jasa, siklus-siklus itu saling
berkaitan dengan cara yang hampir sama, di mana terdapat penagihan dan perolehan kas,
meskipun tidak ada persediaan.
Siklus transaksi merupakan cara yang penting untuk menata audit. Pada umumnya,
para auditor akan memperlakukan setiap siklus tersebut secara terpisah selama proses
audit. Meskipun auditor harus mempertimbangkan keterkaitan diantara siklus itu, mereka
biasanya memperlakukan siklus itu secara independen sampai ke batas praktis dalam
rangka mengelola audit yang rumit secara efektif.
E. MENETAPKAN TUJUAN AUDIT
Para auditor melaksanakan audit atas laporan keuangan dengan menggunakan pendekatan
siklus, yaitu melakukan pengujian audit atas transaksi-transaksi yang menghasilkan saldo
akhir dan juga melaksanakan pengujian audit atas saldo akun serta pengungkapan yang
terkait. Gambar 6-6 mengilustrasikan konsep ini dengan menyajikan empat kelas transaksi
yang menentukan saldo akhir piutang usaha. Hitsburg Hardware Co, Asumsikan bahwa
saldo awal sebesar $17.521 (ribuan) telah diaudit pada tatun sebelumnya sehingga dianggap
dapat diandalkan. Jika auditor benar-benar merasa yakin bahwa masing-masing dari
keempat kelas transaksi tersebut telah dinyatakan dengan benar, auditor juga merasa yakin
balwa saldo siklus sebesar $20.197 tribuan) telah disajikan dengan benar. Namun hampir
selalu tidak pratis bagi auditor untuk memperoleh kepastian 100 tentang kebenaran setiap
kelas transaksi, yang mengakibatkan kepastian yang lebih kecil tentang saldo akhir piutang
usaha. Dalam hampir semua audit, kepastian secara keseluruhan dapat ditingkatkan dengan
juga mengaudit saldo akhir piutang usaha. Secara umum, auditor telah menemukan bahwa

16
cara yang paling efisien dan efektif untuk melakukan audit adalah dengan memperoleh
beberapa kombinasi kepastian bagi setiap kelas transaksi dan saldo akir pada akun yang
terkait.
Untuk setiap kelas transaksi, beberapa tujuan audit yang harus dipenuhi sebelum auditor
dapat menyimpulkan bakwa transaksi-transaksi tersebut telah dicatat dengan tepat. Tujuan
ini disebut sebagai tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi (transaction-related
audit objectives) pada pembahasan selanjutnya di buku ini.

Sebagai contoh, terdapat tujuan audit khusus yang berkaitan dengan transaksi penjualan
serta tujuan audit khusus yang berkaitan dengan transaksi retur dan pengurangan harga
penjualan.
Demikian pula, beberapa tujuan audit harus dipenuhi untuk setiap saldo akun yang
disebut sebagai tujuan audit yang berkaitan dengan saldo (balance related audit
objectives). Sebagai contoh, ada tujuan audit khusus yang berkaitan dengan saldo piutang
usaha dan tujuan audit khusus yang berkaitan dengan saldo utang usaha. Nanti akan
diperlihatkan bahwa tujuan audit yang berkaitan dengan trransaksi dan yang berkaitan
dengan saldo agak berbeda, tetapi berkaitan erat.
Kategori ketiga tujuan audit berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan informasi
dalam laporan keuangan yang disebut tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan
pengungkapan (presentation and disclosure related audit informasi objectives). Sebagai
contoh, ada tujuan audit khusus yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan untuk
piutang usaha serta wesel bayar.

17
F. ASERSI MANAJEMEN
Asersi manajemen (management assartions) adalah representasi pernyataan yang tersirat
atau diekspresikan oleh manajemen tentang kelas transaksi dan akun serta pengungkapan
yang terkait dalam laporan keuangan. Dalam kebanyakan kasus asersi manajemen bersifat
tersirat. Pelajari Gambar 6-4. Manajemen Hillburg Hardware Co. menegaskan bahwa kas
sebesar $827.568 tercatat dalam rekening bank perusahaan pada tanggal neraca. Kecuali
diungkapkan sebaliknya dalam laporan keuangan, manajemen juga menegaskan bahwa kas
tidak dibatasi dan tersedia untuk penggunaan normal. Manajemen juga menegaskan bahwa
semua pengungkapan yang diperlukan terkait dengan kas sudah akurat dan dapat dipahami.
Asersi serupa juga berlaku untuk setiap pos aset, kewajiban, ekuitas pemilik, pendapatan dan
beban dalam laporan keuangan. Asersi-asersi ini berlaku bagi kelas transaksi, saldo akun,
dan penyajian serta pengungkapan.
Asersi manajemen berkaitan langsung dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum (GAAP/PSAK), karena asersi ini merupakan bagian dari yang digunakan manajemen
untuk mencatat dan mengungkapkan informasi dalam laporan keuangan. Definisi auditing
dalam Bab 1, sebagian menyatakan bahwa auditing adalah pembandingan informasi (laporan
keuangan) dengan kriteria yang telah ditetapkan (asersi yang ditetapkan sesuai dengan
standar akuntansi). Karena itu, auditor harus memahami asersi-asersi ini untuk
melaksanakan audit yang memadai.
Standar auditing Internasional dan standar auditing AICPA mengklasifikasikan asersi ke
dalam tiga kategori :
1. Asersi tentang kelas transaksi dan peristiwa selama periode yatig diaudit
2. Asersi tentang saldo akun pada akhir periode
3. Asersi tentang penyajian dan pengungkapan
Asersi khusus yang termasuk dalam setiap kategori disajikan pada Tabel 6.2. Asersi-
asersi itu dikelompokan sehingga asersi yang berkaitkan diantara kategori aserai
dimasukkan ke dalam baris tabel yang sama.

18
1. Asersi tentang kelas transaksi dan peristiwa
Manajemen menyatakan beberapa asersi tentang transaksi. Asersi-asersi tersebut berlaku
pada peristiwa lain yang dicerminkan dalam catatan akuntansi, seperti pencatatan
penyusutan dan pengakuan kewajiban pensiun.
Keterjadian Asersi keterjadian bersangkutan dengan apakah transaksi yang dicatat
dalam laporan keuangan benar-benar terjadi selama periode akuntansi itu. Sebagai contoh,
manajemen menegaskan bahwa transaksi penjualan yang dicatat merupakan pertukaran
barang atau jasa yang benar-benar terjadi.
Kelengkapan Asersi ini menyatakan apakah semua transaksi yang harus dimasukkan
dalam laporan keuangan sudah dimasukkan seluruhnya. Sebagai contoh, manajemen
menegaskan bahwa semua penjualan barang dan jasa telah dicatat dan dimasukan dalam
laporan keuangan.
Asersi kelengkapan mengemukakan hal-hal yang berlawanan dengan asersi keterjadian.
Asersi kelengkapan berkaitan dengan kemungkinan penghilangan transaksi yang harus
dicatat, sementara asersi keterjadian berkaitan dengan Pencatatan transaksi yang seharusnya

19
tidak boleh dicatat. Jadi, pelanggaran atas asersi keterjadian berkaitan dengan lebih saji
akun, sedangkan pelanggaran atas asersi kelengkapan berkaitan dengan kurang saji akun.
Pencatatan transaksi penjualan yang sebenarnya tidak dilakukan merupakan pelanggaran
atas asersi keterjadian, sementara kegagalan mencatat suatu transaksi penjualan yang terjadi
merupakan pelanggaran atas asersi kelengkapan.
Keakuratan asersi keakuratan menyatakan apakah transaksi telah dicatat pada jumlah
yang besar. Pengguanaan harga yang salah untuk mencatat transaksi penjualan dan
kekeliruan atau kesalahan dalam menghitung perkalian harga dengan kauntitas merupakan
contoh pelanggaran asersi keakuratan.
Klasifikasi Asersi klasifikasi menyatakan apakah transaksi telah dicatat pada periode
akuntansi yag benar. Pencatatan gaji bagian administrasi pada harga pokok penjualan
merupakan satu contoh pelanggaran atas asersi klasifikasi.
Cutoff Asersi cutoff menyatakan apakah transaksi telah dicatat pada periode akuntansi
yang benar. Mencatat transaksi penjualan pada bulan Desember sementara barang belum
dikirimkan sampai bulan Januari melanggar asersi cutoff.
2. Asersi tentang saldo akun
Asersi tentang saldo akun pada akhir tahun menyatakan eksistensi, kelengkapan,
penilaian dan alokasi, serta hak dan kewajiban.
Eksistensi Asersi eksistensi bersangkutan dengan apakah aktiva, kewajiban, dan
kepentingan ekuitas yang dicantumkan dalam neraca benar-benar ada pada tanggal neraca.
Sebagai contoh, manajemen menegaskan bahwa persediaan barang yang dimasukkan dalam
neraca ada dan tersedia untuk dijual pada tanggal neraca.
Kelengkapan Asersi ini menyatakan apakah semua akun yang harus disajiikan dalam
laporan keuangan pada kenyataannya sudah dicantumkan. Sebagai contoh, manajemen
menegaskan bahwa wesel bayar di neraca mencakup semua kewajiban entitas seperti itu.
Asersi kelengkapan menyatakan hal-hal yang berlawanan dengan aseesi eksistensi.
Asersi kelengkapan bersangkutan dengan kemungkinan penghilangan pos-pos dari laparan
keuangan yang sebenarnya harus dicantumkan, sedangkan asersi eksistensi bersangkutan
dengan pencantuman jumlah yang seharusnya tidak boleh dimasukkan. Jadi, pelanggaran
atas asersi eksistensi berkaitan dengan labih saji akun, sedangkan pelanggaran atas asersi
kelengkapan berkaitan dengan kurang saji akun. Pencantuman piutang dari pelanggan fiktif

20
melanggar asersi eksistensi, sedangkan kelalaian untuk mencatat piutang dari seorang
pelanggan melanggar asersi kelengkapan.
Penilaian atau Alokasi Asersi penilaian dan alokasi berkaitan dengan apakah akun
aset, kewajiban, dan kepentingan ekuitas telah dimasukkan dalam laporan keuangan pada
jumlah yang tepat, termasuk setiap penyesuaian penilaian untuk mencerminkan jumlah aset
pada nilai realisasi bersih. Sebagai contoh, manajenen menegaskan bahwa properti dicatat
pada biaya historis dan biaya seperti itu secara sistematis dialokasikan ke periode akuntansi
yang tepat melalui penyusutan. Demikian pula, manajemen menegaskan bahwa piutang
usaha yang dicantumkan di neraca dinyatakan pada nilai realisasi bersih.
Hak dan Kewajiban Asersi ini membahas tentang apakah aset merupakan hak entitas
dan apakah kewajiban merupakan kewajiban entitas pada tanggal tertentu. Sebagai contoh,
manajemen menegaskan bahwa aset yang dimiliki oleh perusahaan atau jumlah yang
dikapitalisasi untuk lease dalam neraca merupakan biaya atas hak entitas untuk meleasekan
properti dan kewajiban lease yang terkait dengat aset tersebut merupakan kewajiban entitas.
3. Asersi tentang penyajian dan pengungkapan
Dengan semakin kompleksnya transaksi dan kebutuhan untuk memperluas pengungkapan
atas transaksi-transaksi tersebut, asersi tentang penyajian dan pengungkapan menjadi
semakin penting. Asersi ini meliputi asersi keterjadian dan hak serta kewajiban,
kelengkapan, keakuratan dan penilaian, serta kualifikasi dan dapat dipahami.
Keterjadian serta Hak dan Kewajiban Asersi ini menyatakan apakah peristiwa-
peristiwa yang diungkapkan telah terjadi dan merupakan hak serta kewajiban entitas.
Sebagai contoh, jika klien mengungkapkan bahwa ia telah mengakuisisi perusahaan. hal ini
menegaskan bahwa transaksi bersangkutan telah selesai.
Kelengkapan Asersi ini bersangkutan dengan apakah semua pengungkapan yang
dipeerlukan telah dicantumkan dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, manajemen
menegaskan bahwa semua transaksi yang material dengan pihak terkait telah diungkapkan
dalam laporan keuangan.
Keakuratan dan Penilaian Asersi keakuratan dan penilaian serta alokasi bersangkutan
dengan apakah informasi keuangan diungkapkan secara wajar dan pada jumlah yang tepat.
Pengungkapan manajemen atas jumlah kewajiban pensiun yang didanai dan asumsi-asumsi
yang mendasari jumlah tersebut merupakan contoh asersi ini.

21
Klasifikasi dan Dapat Dipahami Asersi ini berkaitan dengan apakah jumlah telah
diklasifikasikan secara tepat dalam laporan keuangan dan catatan kaki, serta apakah uraian
saldo dan pengungkapan yang bertalian dapat dipahami. Sebagai contoh, manajemen
menegaskan bahwa klasifikasi persediaan sebagai barang jadi, barang dalam proses, dan
bahan baku sudah tepat, dan pengungkapan metode yang digunakan untuk menilai
persediaan dapat dipahami.
Auditor dapat menggunakan istilah yang berbeda untuk menyatakan asersi manajemen
sejauh semua aspek yang terdapat dalam Tabel 6-2 dilibatkan. Auditor harus
mempertimbangkan relevansi setiap asersi untuk setiap kelas transaksi, saldo akun, dan
penyajian serta pengungkapan yang signifikan. Asersi yang relevan mempunyai pengertian
menyangkut apakah akun tersebut disajikan secaca wajar dan digunakan untuk menilai
risiko salah saji yang material serta merancang dan melaksanakan prosedur audit. Sebagai
contoh, penilaian mungkin merupakan asersi yang relevan untuk piutang usaha, tetapi tidak
relevan untuk kas.
Setelah asersi yang relevan diidentifikasi, kemudian auditor dapat mengembangkan
tujuan audit untuk setiap kategori asersi. Tujuan audit yang dilakukan auditor akan
mengikuti dan berhubungan erat dengan asersi manajemen. Ini tidak mengherankan karena
tanggung jawab utama auditor adalah menentukan apakah asersi manajemen tentang laporan
ketangan dibenarkan. Alasan menggunakan tujuan audit, dan bukan asersi, adalah
menyediakan kerangka kerja untuk membantu auditor mengumpulkan bukti yang cukup dan
tepat serta memutuskan jumlah bukti yang tepat berdasarkan situasi penugasan. Tujuannya
tetap sama dari audit ke audit. tetapi jumlah buktinya bervariasi tegantung pada keadaan.
G. TUJUAN AUDIT YANG BERKAITAN DENGAN TRANSAKSI
Tujuan audit yang berkaitan dengan asersi manajemen tentang kelas transaksi. Ada
perbedaan antara tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi dan tujuan audit
khusus yang berkaitan dengan transaksi bagi setiap kelas transaksi. Keenam tujuan audit
umum yang berkaitan dengan transaksi yang dibahas di sini dapat diterapkan pada setiap
kali transaksi, dan dinyatakan dalam istilah yang luas. Tujuan audit khusus yang berkaitan
dengan transaksi juga diterapkan pada setiap kelas transaksi, tetapi dinyatakan dalam istilah
yang disesuaikan untuk kelas transaksi khusus, seperti traksaksi penjulan. Setelah auditor
menetapkan tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi hal itu dapat digunakan

22
untuk mengembangkan tujuan audit khusus yang berkaitan dengan transaksi bagi setiap
kelas transaksi yang akan diaudit.
1. Tujuan Audit Umum yang berkaitan dengan transaksi
a. Keterjadian-Transaksi yang Dicatat Memang Ada Tujuan ini berkenaan dengan
apakah transaksi yang tercatat memang benar benar terjadi. Pencatatan transaksi
penjualan ke dalam jurnal penjualan padahal transaksi itu tidak terjadi merupakan
pelanggaran atas tujuan keterjadian. Tujuan ini merupakan padanaan auditor atas asersi
manajemen tentang keterjadian untuk kelas transaksi.
b. Kelengkapan-Transaksi yang Terjadi Telah Dicatat Tujuan ini bersangkutan dengan
apakah semua transaksi yang harus dimasukkan dalam jurnal benar-benar telah
dicatatkan. Kelalaian untuk memasukkan transaksi penjualan ke dalam jurnal penjualan
dan buku besar ketika transaksi penjualan itu terjadi melanggar tujuan kelengkapan.
Tujuan ini merupakan padanan bagi asersi manajemen tentang kelengkapan untuk kelas
transaksi.
Tujuan keterjadian dan kelengkapan menekankan kepentingan audit yang
berlawanan. Keterjadian bersangkutan dengan kemungkinan lebih saji sementara
kelengkapan bersangkutan dengan kemungkinan transaksi tidak dicatat (kurang saji).
c. Keakuratan-Transaksi yang Dicatat Dinyatakan pada Jumlah yang Benar Tujuan
ini membahas keakuratan informasi tentang transaksi akuntansi dan merupakan salah satu
bagian dari asersi keakuratan untuk kelas transaksi. Untuk transaksi penjualan, tujuan ini
dilanggar jika jumlah barang yang dikirimkan ternyata berbeda dengan jumlah yang
tercantum dalam faktur penagihan. Harga jual yang salah digunakan dalam faktur
penagihan, terjadi kesalahan penjumlahan atau perkalian dalam faktur penagihan, atau
jumlah yang salah dimasukkan jurnal penjualan.
Jadi, penting untuk membedakan antara : keakuratan dan keterjadian
kelengkapan. Sebagai contoh, jika transaksi penjualan telah dicatat padahal belum boleh
dicatat karena pengiriman barang itu dilakukan atas dasar konsinyasi, tujuan keterjadian
telah dilanggar, meskipun jumlah dalam faktur telah dihitung dengan tepat. Jika transaksi
penjualan yang dicatat itu telah dikirimkan tetapi jumlahnya dihitung secara salah, ada
pelanggaran terhadap tujuan keakuratan tetapi tidak melanggar keterjadian. Hubungan
yang sama juga ada antara kelengkapan dan keakuratan.

23
d. Posting dan Pengikhtisaran-Transaksi yang Dicatat Dimasukkan ke dalam File
Induk dan Diikhtisarkan dengan Benar Tujuan ini berkaitan dengan keakuratan
transfer informasi dari transaksi yang dicatat dalam jurnal ke buku besar pembantu dan
ke buku besar. Ini merupakan bagian dari asersi keakuratan untuk kelas transaksi.
Sebagai contoh, jika transaksi penjualan dicatat dalam catatan pelanggan yang salah atau
jumlah yang salah dicatat dalam file induk, jumlah semua transaksi penjualan yang
diposting dari jurnal penjualan ke buku besar tidak akurat, maka tujuan ini telah
dilanggar. Karena posting transaksi dari jurnal ke buku besar pembantu, buku besar, dan
file induk lain yang berkaitan umumnya dilaksanakan secara otomatis oleh sistem
akuntansi yang terkomputerisasi, maka risiko kesalahan manusia dalam melakukan
posting ini sangat kecil. Setelah auditor dapat menetapkan bahwa komputer telah
berfungsi dengan baik, maka perhatian atas kesalahan proses posting akan berkurang.
e. Klasifikasi-Transaksi yang Dicatat dalam Jurnal Klien telah Diklasifikasikan secara
tepat Tujuan ini menyatakan apakah transaksi telah dimasukkan dalam akun yang tepat,
dan merupakan padanan auditor atas asersi klasifikasi manajemen untuk kelas transaksi.
Contoh misklasifikasi penjualan adalah mencatat penjualan sebagai penjualan kredit,
mencatat penjualan aktiva tetap operasi sebagai pendapatan, dan salah
mengklasifikasikan penjualan komersial sebagai penjualan residensial
f. Penetapan Waktu-Transaksi Dicatat pada Tanggal yang Benar Tujuan penetapan
waktu transaksi merupakan padanan auditor atas asersi cutoff manajemen. Kesalahan
penetapan waktu terjadi jika suatu transakai tidak dicatat pada hari terjadinya. Sebagi
contoh, transaksi penjualan harus dicatat pada tanggal perngiriman barang.
2. Tujuan Audit Khusus Yang Berkaitan Dengan Transaksi
Sesudah tujuan audit umum yang berkaitan dengan transaksi ditentukan, tujuan audit
khusus yang berkaitan dengan transaksi untuk setiap kelas transaksi yung material dapat
dikembangkan. Kelas transaksi semacam itu umumnya mencakup penjualan. penerimaan
kas, akuisisi barang dan jasa, penggajian, dan sebagainya. Setidaknya satu tujuan audit
khusus yang berkaitan dengan transaksi harus disertakan puda setiap tujuan audit umum
yang berkaitan dengan transaksi, kecuali auditor yakin bahwa tujuan audit umum yang
berkaitan dengan transakai tidak relevan atau tidak penting dalam situasi tersebut.

24
3. Hubungan antara Asersi Manajemen dan Tujuan Audit yang Berkaitan dengan
Transaksi Tabel 6-3 mengilustrasikan hubungan antara asersi manajemen, tujuan audit
umum yang berkaitan dengan transaksi, dan tujuan audit khusus yang berkaitan dengan
transaksi sebagaimana diterapkan untuk penjualan Hillsburg Hardwace Co. Perhatikan
bahwa ada hubungan satu-untuk-satu antara asersi dan tujuan, kecuali untuk asersi
keakuratan. Asersi keakuratan mempunyai dua tujuan karena harus menyediakan bagi
auditor pedoman untuk menguji keakuratan transaksi.
H. TUJUAN AUDIT YANG BERKAITAN DENGAN SALDO
Tujuan audit yang berkaitan dengan saldo serupa dengan tujuan audit yang berkaitan
dengan transaksi yang baru saja dibahas. Tujuan-tujuan itu juga mengikuti asersi manajemen
dan memberikan kerangka kerja guna membantu auditor mengumpulkan bukti yang tepat
yang mencukupi berkaitan dengan saldo akun. Juga ada tujuan audit umum dan khusus yang
berkaitan dengan saldo.
Ada dua perbedaan antara tujuan audit yang berkaitan dengan saldo dan audit yang
berkaitan dengan transaksi. Pertama, seperti yang tersirat dalam istilahnya, tujuan audit yang
berkaitan dengan saldo diterapkan pada saldo akun piutang usaha dan persediaan, bukan
kelas transaksi seperti transaksi dan pembelian persediaan. Kedua. ada delapan tujuan audit
yang berkaitan dengan saldo dibandingkan dengan enam tujuan audit yang berkaitan dengan
transaksi.
Menurut cara audit dilaksanakan, tujuan audit yang berkaitan dengan saldo hampir selalu
diterapkan pada saldo akhir dalam akun-akun neraca, seperti piutang usaha, persediaan, dan
wesel bayar. Akan tetapi, beberapa tujuan audit yang berkaitan dengan saldo juga diterapkan
pada akun-akun laporan laba-rugi tertentu. Ini biasannya melibatkan transaksi nonrutin dan
beban yang tidak dapat diprediksikan, seperti beban hukum atau perbaikan dan
pemeliharaan. Akun-akun laparan laba-rugi lainnya berkaitan erat dengan akun-akun neraca
dan diuji secara serentak, seperti beban penyusutan dengan akumulasi penyusutan dan beban
bunga dengan wesel bayar.
Apabila digunakan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo untuk mengaudit saldo
akun, auditor akan mengumpulkan bukti untuk memverifikasi rincian yang mendukung
saldo akun, bukan memverifikasi saldo akun itu sendiri. Sebagai contoh dalam mengaudit
piutang usaha, auditor mendapatkan daftar file induk piutang usaha yang cocok dengan

25
saldo buku besar umum. Tujuan audit yang berkaitan dengan saldo piutang usaha diterapkan
pada akun pelanggan dalam daftar tersebut.
1. Tujuan Audit Umum yang Berkaitan dengan Saldo
Dalam pembahasan berikut tentang delapan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo,
kami menyediakan skedul pendukung, yaitu skedul yang disiapkan klien atas file
elektronik, seperti daftar piutang usaha.
a. Eksistensi- Jumlah yang Tercantum Memang Ada
Tujuan ini bersangkan dengan apakah jumlah yang tercatat dalam laporan keuangan
memang harus dicantumkan. Sebagai contoh, pencantuman piutang usaha pelanggan
dalam neraca saldo piutang usaha padahal sebenarnya piutang itu tidak ada melanggar
tujuan eksistensi. Tujuan ini adalah padanan auditor atas asersi manajemen tentang
eksistensi saldo akun.
b. Kelengkapan-Jumlah yang Ada Telah Dicantumkan
Tujuan ini bersangkutan dengan apakah semua jumlah yang harus tercatat pada suatu
akun benar-benar telah dicatat. Kelalaian untuk mencantumkan piutang usaha
pelanggan dalam neraca. Saldo piutang usaha apabila piutang usaha itu memang ada
merupakan pelanggaran terhadap tujuan kelengkapan. Tujuan ini adalah padanan
auditor terhadap asersi manajemen tentang kelengkapan untuk saldo akun. Tujuan
ekststensi dan kelengkapan menekankan masalah audit yang saling berlawanan.
Eksistensi berkaitan dengan lebih saji yang potensial sementara kelengkapan
bersangkutan dengan jumlah yang tidak tercatat (kurang saji).
c. Keakuratan Jumlah yang Tercantum telah Diyatakan dengan Benar
Tujuan keakuratan mengacu pada jumlah yang tercantum secara aritmetika sudah
benar. Pors-pos persediaan dalam daftar persediaan klien dapat saja salah karena
jumlah unit persediaan fisik salah saji, harga per unit salah, atau totalnya dihitung
secara tidak benar. Setiap hal tersebut melanggar tujuan keakuratan. Keakuratan
merupakan salah satu bagian dari asersi penilaian dan alokasi untuk saldo akun.
d. Klasifikasi Jumlah yang Tercantum dalam Daftar Klien Telah Di klasifikasikan
dengan Tepat
Klasilikasi melibatkan penentuan apakah pos-pos ada dalam daftar klien telah
dicantumkan dalam akun-akun buku besar yang tepat. Sebagai contoh, dalam daftar

26
piuting usaha, piutang tersebut harus dipisahkan antara pituang jangka pendek dan
jangka panjang, serta jumlah piutang yang berasal dari afilitiasi, para pejabat, dan
direksi harus diklasifikasikan secara terpisah dengan jumlah piutang dari pelanggan
lainnya. Klasifikasi juga merupakan bagian dari asersi penilaian dan alokasi.
Klasifikasi tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian berhubungan erat dengan
tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan pengangkapan, yaitu bagaimana
saldo-saldo itu diklasifikasikan dalam akun buku besar sehingga dapat disajikan serta
diungkapkan secara tepat pada laporan keuangan.
e. Cutoff Transaksi yang Mendekati Tanggal Neraca telah Dicatat pada Periode yang
Tepat
Dalam menguji cutoff atas saldo akun, tujuan auditor adalah menentukan apakah
transaksi-transaksi telah dicatat dalam saldo akun pada periode yang tepat. Saldo
akun itu mungkin saja salah saji karena transaksi dicatat menjelang akhir periode
akuntansi. Untuk audit tahunan, akhir periode akuntansi adalah sama dengan tanggal
neraca. Pengujian cutoff dapat dipandang sebagai bagian dari pemeriksaan akun
neraca atau transaksi yang berkaitan, tetapi demi kemudahan, biasanya auditor
melaksanakannya sebagai bagian dari audit akun neraca. Karena alasan ini, kami juga
menyertakan cutoff sebagai tujuan yang berkaitan dengan saldo, yang berhubungan
dengan asersi penilaian dan alokasi untuk saldo akun. Tujuan penetapan waktu untuk
transaksi bersangkutan dengan penetapan waktu yang tepat untuk mencatat transaksi
selama tahun berjalan, sentara tujuan cutoff untuk tujuan audit yang berkaitan dengan
saldo hanya bersangkutan dengan transaksi menjelang akhir tahun. Sebagai contoh,
pada audit tahun per 31 Desember, transaksi penjualan yang dicatat pada bulan Maret
barangnya dikirimkan pada bulan Februari merupakan kekeliruan tujuan audit yang
berkaitan dengan transaksi, tetapi bukan kekeliruan tujuan audit yang berkaitan
dengan saldo.
f. Hubungan yang Rinci (Detail Tie-In)-Rincian Saldo Akun Sesuai dengan jumlah pada
File Induk yang Berkaitan, Sesuai dengan Total Saldo Akun, dan sesuai dengan Total
Buku Besar
Saldo aku dalam laporan keuangan didukung oleh rincian pada file induk dan skedul
yang dibuat oleh klien. Tujuan hubungan yang rinci ini memastikan rincian dalam

27
daftar telah disiapkan secara akurat, ditanbahkan dengan benar, dan sesuai dengan
buku besar. Sebagai contoh, setiap piutang usaha yang tertera dalam daftar piutang
usaha harus sama dengan yang ada dalam file induk piutang usaha, dan totalnya harus
sama dengan akun pengendalian buku besar. Hubungan yang rinci juga merupakan
bagian dari asersi penilaian dan alokasi untuk saldo akun.
g. Dapat Direalisasi-Aset yang Telah Dicantumkan dalam Jumlah yang Diestimasi Akan
Direalisasi
Tujuan ini terkait dengan apakah saldo akun telah dikurangi untuk memperhitungkan
penurunan biaya historis ke nilai realisasi bersih. Contoh-contoh penerapan tujuan ini
antara lain mempertimbangkan kecukupan penyisihan piutang tak tertagih dan
penghapusan persediaan yang usang. Tujuan ini hanya diterapkan pada akun aset
serta merupakan bagian duri asersi penilaian dan alokasi untuk saldo akun.
h. Hak dan Kewajiban Selain eksistensi, sebagian besar aset juga harus dimiliki sebelum
dapat dicantumkan dalam laporan keuangan. Demikian pula, utang harus merupakan
kewajiban entitas. Hak selalu berkaitan dengan aset dan kewajiban dengan utang.
Tujuan ini adalah padanan auditor terhadap asersi manajemen tentang hak dan
kewajiban untuk saldo akun.
2. Tujuan Audit Khusus Yang Berkaitan Dengan Saldo
Seperti halnya tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi, setelah tujuan umum
yang berkaitan dengan saldo ditentukan, tujuan audit khusus yang berkaitan dengan saldo
untuk setiap saldo akun dalam laporan keuangan dapat dikembangkan. Sedikitnya satu
tujuan audit spesifik yang berkaitan dengan saldo harus disertakan untuk masing-masing
tujuan audit umum yang berkaitan dengan saldo tidak relevan atau tidak penting bagi
saldo akun yang yang dipsertimbangkan. Mungkin terdapat lebih dari satu tujuan audit
umum yang berkaitan dengan saldo. Sebagai contoh, tujuan andit khusus yang berkaitan
dengan saldo untuk hak dan kewajiban atas persediaan Hillsburg hardware Co dapat
mencakup (1) perusahaan memiliki hak atas semua item persediaan yang terdapat dalam
daftar dan (2) persediaan itu tidak dijaminkan sebagai agunan kecuali hal tersebut
diungkapkan.

28
3. Hubungan Antara Asersi Manajemen dan Tujuan Audit yang Berkaitan dengan
Saldo
Tabel 6-4 mengilustrasikan hubungan antara asersi manajemen, tujuan audit umum yang
berkaitan dengan saldo, dan tujuan audit khusus yang berkaitan dengan saldo yang
diterapkan pada persediaan Hillsburg Hardware Co. Perhatikanlah bahwa terdapat
hubungan satu-satu antara asersi dan tujuan audit, kecuali untuk asersi tentang penilaian
atau alokasi. Asersi tentang penilaian atau alokasi memiliki tujuan audit yang banyak
karena kerumitan dari isu penilaian itu sendiri dan adanya kebutuhan untuk menyediakan
tambahan panduan bagi para auditor untuk pengujian penilaian.

29
30
I. TUJUAN AUDIT YANG BERKAITAN DENGAN PENYAJIAN DAN
PENGUNGKAPAN
Tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan biasanya identik
dengan asersi manajemen untuk penyajian dan pengungkapan yang telah dibahas
sebelumnya. Konsep yang sama, yang diterapkan pada tujuan audit yang berkaitan dengan
saldo, juga berlaku untuk tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian den pengungkapan.
Tabel 6-5 menyajikan asersi manajemen tentang penyajian dan pengungkapan, diterapkan
pada tujuan audit umum yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan serta tujuan
audit khusus yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan untuk wesel bayar
Hillsburg Hardware Co.
J. BAGAIMANA TUJUAN AUDIT DIPENUHI
Auditor harus memperoleh bukti audit yang mencukupi guna mendukung semua
manajemen dalam laporan keuangan. Hal ini dilakukan dengan mengumpulkan untak
mendukung beberapa kombinasi yang tepat dari tujuan audit yang berkaitan dengan
transaksi dan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo. Jika kita bandingkan Tabel 6-3 dan
Tabel 6-4 akan terlihat tumpang-tindih yang signifikan antara tujuan audit yang berkaitan
dengan transaksi dan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo. Hak dan kewajiban
merupakan satu-satunya asersi yang berkaitan dengan saldo tanpa melibatkan asersi yang
berkaitan dengan transaksi yang serupa. Tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan
pengungkapan berhubungan erat dengan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo. Auditor
sering kali mempertimbangkan tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan
pengungkapan ketika menetapkan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo.
Auditor harus memutuskan tujuan audit yang tepat dan bukti yang harus dikumpulkan
untuk memenuhi tujuan tersebut pada setiap audit. Untuk melakukan hal ini, auditor
mengikuti suatu proses audit yaitu metodologi yang telah didefinisikan dengan baik untuk
menata audit guna memastikan bahwa bukti yang diperoleh sudah mencukupi serta tepat,
dan bahwa semua tujuan audit yang diisyaratkan sudah ditetapkan dan dipenuhi. Jika klien
merupakan sebuah perusahaan publik, auditor juga harus membuat rencana untuk memenuhi
tujauan-tujuan yang berkaitan dengan pelaporan tentang keefektifan pengendalian internal
atas keuangan. PCAOB Auditing Standards 5 mengharuskan bahwa audit atas keefektifitas

31
pengendalian internal dipadukan dengan audit atas laporan keuangan. Proses audit tersebut
mempunyai empat fase antara lain :
1. Merencanakan dan merancang pendekatan audit berdasarkan prosedur penilaian
risiko
Ada dua pertimbngan utama yang mempengaruhi pendekatan yang akan digunakan
auditor :
1) Bukti audit yang mencukupi dan tepat harus dikumpulkan agar de memenuhi tanggung
jawab profesional auditor.
2) Biaya pengumpulan bukti audit ini harus ditekan serendahi mungkin.
Perhatian atas pengumpulan bukti audit yang cukup dan tepat serta pengendalian bukti
audit membutuhkan perencanaan penugasan. Rencana ini harus menghasilkan pndekatan
audit yang efektif dengan biaya yang masuk akal. Auditor melaksanakan prosedur ini
untuk menilai risiko bahwa salah saji yang material mungkin telah ada dalam laporan
keuangan. Prosedur penilaian risiko tersebut merupakan komponen penting bagi
perencanaan dan perancangan pendekatan audit, yang dapat dipecah menjadi beberapa
bagian. Tiga aspek kunci akan diperkenalkan yaitu :
1) Memperoleh Pemahaman tentang Entitas dan Lingkungannya
Agar dapat menilai dengan layak risiko salah saji dalam laporan keuangan dan
mengiterpretasikan informasi yang diperoleh selama audit, auditor harus mempunyai
pemahaman yang menyeluruh atas bisnis klien dan lingkungan yang terkait, meliputi
pengetahuan tentang strategi dan proses. Auditor harus mempelajari model bisnis
klien, melakukan prosedur analitis, dan membuat perbandingan dengan pesaing.
Aiditor juga harus memahami setiap persyaratan akuntansi yang unik dari industri
klien. Sebagai contoh, ketika mengaudit sebuah perusahaan asuransi jiwa, auditor
harus memahami bagaimana polis kerugian dihitung.
2) Memahami Pengendalian Internal dan Menilai Risiko Pengendalian
Risiko salah saji dalam laporan keuangan akan berkurang bila klien memilliki
pengendalian yang efektif atas pengoperasian komputer dan pemrosesan transaksi.
Menilai risiko pengendalian adalah proses di mana auditor mengidentifikasi
pengendalian internal dan mengevaluasi keefektifannya. Jika pengendalian internal
dianggap efektif, risiko pengendalian yang ditetapkan dapat dikurangi dan jumlah

32
bukti audit yang harus dikumpulkan secara signifikan dapat menjadi lebih sedikit
ketimbang pengendalian internal yang tidak memadai.
3) Menilai Risiko Salah Saji yang Material
Auditor menggunakan pemahamannya atas industri klien dan strategi bisnisnya, serta
keefektifan pengendalian internalnya, untuk menilai risiko salah saji dalam laporan
keuangan. Penilaian ini kemudian akan mempengaruhi rencana dan sifat audit.
penetapan waktu, dan rentang prosedur audit. Sebagai contoh, Jika klien memperluas
penjualan dengan merangkul pelanggan baru yang memiliki peringkat kredit yang
buruk, auditor akan menilai risiko salah saji yang lebih tinggi atas nilai realisasi bersih
piutang usaha dan merencanakan untuk memperluns pengujian di bidang ini.
2. Melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substansif atas transaksi
Sebelum dapat memutuskan untuk mengurangi penilaiannya atas risiko pengendalian
yang direncanakun apabila pengendalian internal dianggap efektif, pertama auditor harus
menguji keefektifan pengendalian tersebut. Prosedur untuk jenis pengujian ini umunya
disebut sebagai pengujian pengendalian (tests of controla). Sebagai contoh, anggaplah
bahwa pengendalian internal klien membutuhkan penanding dengan komputer atas semua
syarat pesanan penjualan pelanggan yang relevan, dokumen pengiriman, đan faktur
penjualan sebelum faktur penjualan dikirimkan kepada para pelanggan. Pengendalian ini
berkaitan secara langsung dengan keakuratan tujuan audit yang berkaitan dengan dengan
transaksi untuk penjualan. Auditor dapat menguji keefektifan pengendalian ini dengan
membandingkan sampel faktur atau dengan melaksanakan pengujian atas pengendalian
terkomputerisasi terkait dengan proses ini.
Auditor juga mengevaluasi pencatatan transaksi oleh klien dengan memverfikasi
jumlah moneter transaksi itu. Proses ini disebut sebagai pengujian substantif atas
transaksi (substantive tests of transactions). Sebagai contoh, auditor dapat
membandingkan harga jual per unit pada salinan faktur penjualan dengan daftar harga
resmi sebagai pengujian atas tujuan keakuratan transaksi penjualan. Seperti pengujian
pengendalian yang dibahas dalam paragraf sebelumnya, pengujian ini memenuhi tujuan
audit keakuratan yang berkaitan dengan transaksi. Demi efsiensi, auditor sering kali
melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian subtansif atas transaksi ini pada
waktu yang bersamaan.

33
3. Melaksanakan Prosedur Analitis dan Pengujian Rincian Saldo
Ada dua kategori umum prosedur pada fase III ini. Prosedur analitis (analytici
procedures) menggunakan perbandingan dan hubungan untuk menilai saldo akun atau
data lainnya telah masuk akal. Sebagai contoh, untuk memberikan beberapa kepastian
bagi tujuan keakuratan atas transaksi penjualan (tujuan yang berkaitan dengan transaksi)
maupun piutang usaha (tujuan audit yang berkaitan dengan saldo), auditor dapat
memeriksa transaksi penjualan dalam jurnal penjualan menyangkut jumlah yang secara
tidak biasa besar dan juga membandingkan penjualan bulanan dengan penjualan tahun-
tahun sebelumnya. Jika perusahaan terus menggunakan harga jual yang tidak benar atau
mencatat penjualan secara tidak tepat, perbedaan yang signifikan mungkin akan terjadi.
Pengujian atas rincian saldo (tests of details of balances) merupakan prosedur
spesifik yang ditujukan untuk menguji salah saji moneter pada saldo-saldo dalam laporan
keuangan. Suatu contoh yang berkaitan dengan tujuan ketepatan untuk piutang usaha
(tujuan audit yang berkaitan dengan saldo) adalah komunikasi tertulis secara langsung
dengan para pelanggan klien guna mengidentifikasi jumlah yang salah. Pengujian atas
rincian saldo akhir merupakan hal yang esensial dalam pelaksanaan audit karena sebagian
besar bukti diperoleh dati sumber yang independen terhadap klien sehingga dianggap
bermutu tinggi.
4. Menyelesaikan Audit dan Menerbitkan Laporan Audit
Setelah menyelesaikan semua prosedur bagi setiap tujuan audit dan bagi setiap
laporan keuangan serta pengungkapn yang terkait, auditor harus menggabungkan
informasi yang diperoleh guna mencapai kesimpularn menyeluruh tentang apakah
laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Proses yang subjektif ini mengandalkan
pada pertimbangan profesional auditor. Apabila audit telah selesai dilakukan, akuntan
publik harus menerbitkan laporan audit untuk melengkapi laporan keuangan yang
dipublikasikan oleh klien.

34
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tujuan audit adalah untuk menyediakan pemakai laporan keuangan suatu pendapat yang
diberikan oleh auditor tentang apakah laporan keuangan disajikan secara wajar, dalam semua hal
yang material, sesuai dengan kerangka kerja akuntansi keuangan yang berlaku. Tujuan audit
adalah untuk menyediakan pemakai laporan keuangan suatu pendapat yang diberikan oleh
auditor tentang apakah laporan keuangan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material,
sesuai dengan kerangka kerja akuntansi keuangan yang berlaku.
Standar auditing AICPA menyatakan Tujuan keseluruhan auditor, dalam melakukan audit atas
laporan keuangan adalah untuk memperoleh keyakinan yang layak bahwa laporan keuangan
secara keseluruhan telah bebas dari salah saji yang material, baik karena kecurangan atau
kesalahan, sehingga memungkinkan auditor untuk menyatakan pendapat tentang apakah laporan
keuangan itu disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka
kerja pelaporan keuangan yang berlaku dan melaporkan tentang laporan keuangan, dan
berkomunikasi seperti yang disyaratkan oleh standar auditing, sesuai dengan temuan auditor.
Siklus transaksi merupakan cara yang penting untuk menata audit. Pada umumnya, para
auditor akan memperlakukan setiap siklus tersebut secara terpisah selama proses audit. Asersi
manajemen (management assartions) adalah representasi pernyataan yang tersirat atau
diekspresikan oleh manajemen tentang kelas transaksi dan akun serta pengungkapan yang terkait
dalam laporan keuangan. Dalam menetapkan tujuan audit yaitu dibagi menjadi 3 antara lain :
tujuan audit yang berkaitan dengan transaksi, tujuan audit yang berkaitan dengan saldo, dan
tujuan audit yang berkaitan dengan penyajian dan pengungkapan.

35
DAFTAR PUSTAKA
Elder, Randal J.dkk.2014. Auditing & Jasa Assurance.Erlangga: Jakarta

36

Anda mungkin juga menyukai