Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI DASAR PERLINDUNGAN


TANAMAN

PENGENALAN NEMATODA

RIA AGUSTINA SIPAYUNG


2030204010437
KELOMPOK III

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2021

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI DASAR


PERLINDUNGAN TANAMAN
PENGENALAN NEMATODA

Telah diperiksa dan disetujui oleh Asisten Praktikum pada


Hari :……………...
Tanggal :………………

ASISTEN PRAKTIKUM

REYAS RAKHASIWI
193010401025

ii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. iv
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2. Tujuan Praktikum.......................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perbedaan Nematoda Jantan dan Betina....................................... 4
2.2. Cara Nematoda Menyerang Akar................................................. 4
2.3. Teknik Ekstraksi Nematoda Menggunakan Corong Baerman...... 5
2.4. Gejala Serangan Nematoda........................................................... 7
2.5. Teknik Pengendalian Nematoda................................................... 7
2.6. Hubungan Nematoda dengan Patogen Lain dan Pengaruhnya
Terhadap Tanaman........................................................................ 8
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat........................................................................ 9
3.2. Bahan dan Alat.............................................................................. 9
3.3. Cara Kerja..................................................................................... 9
IV. HASIL DAN PEMBAHASAAN
4.1. Hasil Pengamatan.......................................................................... 10
4.2. Pembahasaan................................................................................. 12
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan................................................................................... 15
5.2. Saran............................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Nematoda Jantan (Meloidogyne sp).......................................... 11
Gambar 2. Nematoda Betina (Meloidogyne sp).......................................... 12

iv
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Secara garis besar pengertian dari nematoda adalah mikroorganisme yang
berbentuk seperti cacing, bentuk tubuhnya bilateral simetris, dan kebanyakan
spesiesnya bersifat parasit pada tumbuhan, berukuran sangat kecil yaitu antara
300- 1000 mikron, panjangnya sampai 4 mm dan lebar 15-35 mikron. Karena
ukurannya yang sangat kecil ini menyebabkan nematode ini tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang, akan tetapi hanya bisa dilihat dengan mikroskop.
Nematoda berasal dari bahasa Yunani yang berarti benang, berbentuk memanjang
seperti tabung, kadangkadang sebagai kumparan yang dapat bergerak seperti ular.
Nematoda ini ada yang hidup bebas dan ada yang sebagai parasit. Umumnya
perkembangan nematoda parasit tanaman terdiri dari tiga fase yaitu fase larva I
sampai larva IV dan nematoda dewasa. Siklus hidup nematoda puru akar sekitar
18–21 hari atau 3–4 minggu dan menjadi lama pada suhu yang dingin. Jumlah
telur yang dihasilkan seekor betina tergantung pada kondisi lingkungannya. Pada
kondisi biasa betina dapat menghasilkan 300-800 telur dan kadang-kadang dapat
menghasilkan lebih dari 2800 telur. Larva tingkat II menetas dari telur yang
kemudian bergerak menuju tanaman inang untuk mencari makanan, terutama
bagian ujung akar di daerah meristem, larva kemudian menembus korteks
akibatnya pada tanaman yang rentan terjadi infeksi dan menyebabkan pembesaran
sel-sel. Di dalam akar larva menetap dan menyebabkan perubahan sel-sel yang
menjadi makanannya, larva menggelembung dan melakukan pergantian kulit
dengan cepat untuk kedua dan ketiga kalinya, selanjutnya menjadi jantan atau
betina dewasa yeng berbentuk memanjang di dalam kutikula, stadium ke empat
muncul dari jaringan akar dan menghasilkan telur secara terus menerus selama
hidupnya. Nutrisi yang tersedia serta jumlah larva per unit area jaringan inang.
Larva jantan lebih banyak jika akar terserang berat dan zat makanan kurang, jika
sedikit larva pada jaringan inang maka hampir semua menjadi betina, tetapi
reproduksinya kebanyakan partenogenesis, walaupun exudat akar mampu
memacu penetasan telur, tetapi senyawa tersebut tidak diperlukan untuk
2

keberhasilan siklus hidupnya (Riani, 2019).


Secara umum filum dari nematoda dikelompokkan ke dalam tiga ordo yaitu:
Ordo Tylenchida, Ordo Dorylaimida, dan Ordo Rhabditida. Nematoda parasit
tanaman biasanya terdiri dari Ordo Tylenchida dan Dorylaimida. Sedangkan
nematoda yang saprofitik dan beberapa jenis yang bertindak sebagai parasit
serangga merupakan kelompok Ordo Rhabditida. Gejala yang ditimbulkan
nematoda di bawah permukaan tanah diantaranya: puru akar (root knot) akibat
adanya nematoda endoparasit yg masuk ke dalam akar tanaman, sehingga akar
bereaksi membentuk puru/gall (Meloidogyne sp.); Busuk akar (root rot) akibat
serangan nematoda yangg diikuti serangan sekunder dari bakteri/cendawan
(Ditylenchus sp., diikuti bakteri Pseudomonas sp.); Luka akar (root lesion) akibat
jalan masuk nematoda pada kortek akar yg menimbulkan luka berwarna gelap
kecoklatan di sekitarnya (Pratylenchus sp.). Sedangkan gejala yang ditimbulkan
nematoda di atas permukaan tanah diantaranya: kerdil, klorosis, layu, daun gugur
dan ujung tanaman mati akibat rusaknya akar sehingga penyerapan unsur hara
berkurang (Aphelenchoides sp.); Daun keriting, mengerut, membengkok dan
membelit akibat serangan nematoda pd titik tumbuh (Anguina sp.); Puru pada biji
atau daun (Anguina sp.); Nekrosis akibat nematoda hidup dan makan di dalam
jaringan tanaman (Ditylenchus sp.); Bercak, pembengkakan, distorsi pada daun
akibat nematoda masuk ke dalam jaringan daun melalui stomata dan merusak
parenkim daun (Aphelenchoides sp.) (Anggraini, 2020).
Nematoda ketika dilihat di bawah mikroskop terlihat berupa cacing-cacing
mikroskopis dengan ukuran tubuh yang sangat kecil dan berwarnah bening.
Secara umum karena ukuran tubuh nemtoda sangat kecil, para petani sangat sulit
membedakan dengn penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri. Nematoda
dapat berperan sebagai hama dan juga sebagai penyakit, dikatakan sebagai hama
karena nematoda dapat menyerang tanaman dari permukaan tanah dan
digolongkan sebagai penyebab penyakit karena dapat masuk kedalam jaringan
pembuluh pada akar tanaman. Nematoda Meloidogyne spp. menyerang tanaman
melalui akar dan menyebabkan akar tanaman yang terserang menjadi puru akar.
(Andriani, 2012)
3

Manfaat yang didapatkan dalam mempelajari materi pengenalan ordo


nematoda adalah mendapatkan ilmu dan pengetahuan tentang mengenal dan
mengetahui gejala serangan nematode. Dan mampu mengekstraksi nematoda dari
contoh tanah dan akar, untuk kemudian mengidentifikasi.

1.2. Tujuan Praktikum


Tujuan praktikum Dasar Perlindungan Tanaman dengan materi Pengenalan
Nematoda yaitu :
1. Agar mahasiswa mengenal dan mengetahui gejala serangan nematoda.
2. Agar mahasiswa mampu mengekstraksi nematoda dari contoh tanah dan
akar, untuk kemudian mengidentifikasi.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perbedaan Nematoda Jantan Dan Betina


Nematoda dibedakan menjadi 2 sesuai alat reproduksinya yaitu nematoda
jantan dan nematoda betina. Nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang
bergerak lambat di dalam tanah, panjangnya bervariasi dan maksimum 2 mm
kepalanya berlekuk dan panjang stiletnya hampir 2 kali panjang stilet betina
(Anafzhu, 2009). Pada cacing jantan terdiri dari satu atau kadang-kadang dua
testis tubuler. Secara berturutan setelah testis, vas eferens, vesikulum seminalis
(sebagai tempat menyimpan sperma), vas deferens dan terakhir kloaka. Disebelah
dorsal kloaka ditemukan kantung spikulum yang biasanya ditemukan 1 atau 2 atau
tidak spikula (alat untuk kopulasi). Disekeliling anus ditemukan beberapa papila
yang kadang-kadang bertangkai serta susunan berbeda pada setiap jenis cacing.
Ekor cacing jantan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu yang berupa sayap
yang terbentuk dari kutikula sepanjang ekor cacing dan tidak terlalu melebar
disebut ala caudal sedangkan yang melebar membentuk bentukan yang disebut
bursa (berfungsi untuk memegang cacing betina saat kopulasi (Subagia, 2008).
Sedangkan nematoda betina dewasa berbentuk seperti buah pir bersifat
endoparasit yang tidak berpindah (sedentary), mempunyai leher pendek dan tanpa
ekor. Panjang lebih dari 0,5 mikron dan lebarnya antara 0,3-0,4 mm, stiletnya
lemah dan panjangnya 12–15 mm melengkung kearah dorsal, serta mempunyai
pangkal knot yang jelas. Sistem reproduksi cacing betina terdiri dari 2 atau 1
ovarium tubuler, berikutnya masing-masing oviduks, uterus (bagian uterus ada
yang meluas membentuk Reseptakulum Seminalis yaitu kantung sperma), vagina
dan terakhir vulva (Sartika, 2016).

2.2. Cara Nematoda Menyerang Akar Tanaman


Serangan nematoda menimbulkan gejala yang beragam tergantung pada jenis
nematoda, jenis tumbuhan yang terserang dan keaadaan lingkungan , menurut
Anafzhu (2009), nematoda yang menyerang akar akan menimbulkan gejala
terutama pada akar, tetapi gejala ini biasanya disertai dan munculnya gejala
5

pada bagian atas tanaman, yaitu berupa gejala tanaman kerdil, daun menguning,
dan layu yang berlebihan dalam cuaca panas. Puru akar merupakan ciri khas dari
serangan nematoda Meloidogyne spp. Puru akar tersebut terbentuk karena
terjadinya pembelahan sel-sel raksasa pada jaringan tanaman , selsel ini membesar
dua atau tiga kali dari sel-sel normal. Selanjutnya akar yang terserang akan mati
dan mengakibatkan pertumbuhan tanamn terhambat. Respon tanaman terhadap
nematoda puru akar merupakan respon dari seluruh bagian tanaman dan respon
dari sel-sel tanaman, seluruh bagian tanaman memberikan respon terhadap infeksi
dan menurunnya laju fotosintesis, pertumbuhan dan hasil (Prengki, 2017).

2.3. Teknik Ekstraksi Nematoda Menggunakan Corong Baerman


Teknik ekstraksi Corong Baermann : Susun berturut-turut dari bawah nampan
plastik, nampan saringan, kasa dan tissue. Ambil sampel kemudian ratakan pada
tissue yang telah disiapkan tersebut di atas. Tuangkan air pada nampan secara
perlahan, sampai tanah yang telah diratakan tersebut basah/air menyentuh tissue
dan permukaan air tidak melebihi permukaan sampel. Inkubasikan selama 2 x 24
jam. Saringan diangkat dan ditiriskan. Air yang tertampung pada nampan disaring
dengan menggunakan saringan 200 mesh. Cuci saringan dengan air bersih
menggunakan botol semprot. Kemudian masukkan suspensi nematoda ke dalam
botol dan disimpan dalam lemari pendingin untuk pengamatan. Tuang suspensi
dalam papan hitung untuk pengamatan nematoda sekaligus menghitung populasi
nematoda di bawah mikroskop stereo. Nematoda dipancing menggunakan kait
nematoda dan diletakkan diatas gelas benda yang telah ditetesi air untuk diamati
dibawah mikroskop compound. Catatan untuk pengerjaan sampel tanah ditimbang
sebanyak 100 g, untuk pengerjaan sampel akar atau jaringan tanaman, dibersihkan
dari tanah atau kotoran yang menempel. Dipotong-potong menggunakan gunting
tanaman hingga berukuran 0,5 cm dan ditimbang. Kemudian sampel diblender
selama 3 detik. Metode yang digunakan dalam melakukan ekstrasi adalah metode
Baermann dan metode ekstrasi dengan pengkabutan. Metode Baermann
digunakan untuk mengekstrasi nematoda dari tanah sedangkan metode ekstrasi
dengan pengkabutan digunakan untuk mengekstrasi akar tanaman, baik itu
6

tanaman tahunan maupun tanaman setahun. Prinsip kerja kedua metode ini sama
yaitu gerakan aktif dari nematoda dan gaya gravitasi bumi yang menyebabkan
nematoda bergerak ke bawah. Langkah awal pada pengambilan sampel untuk
ekstrasi tanah dan akar sama yaitu dengan membuat lingkaran selebar diameter
tajuk kemudian membuat gambar bintang di dalam lingkaran tersebut. Enam
sudut dari bintang yang dibuat dipilih sebagai titik pengambilan sampel. Sampel
yang diambil berasal dari kedalaman 5-20 cm dari pemukaan tanah. Massa sampel
tanah yang diambil adalah 100 gram sedangkan massa sampel akar adalah 5 gram.
Tanah yang berasal dari enam sudut kemudian disatukan dan dibagi menjadi
empat. Dua bagian dari sudut kiri atas dan sudut kanan atas disatukan dan yang
lainnya dibuang. Lakukan hal yang sama pada perlakuan tanah yang kedua.
Contoh tanah yang terakhir kemudian diletakkan di atas kertas tissu pada wadah
saringan. Wadah saringan kemudian diletakkan pada gelas plastik berisi air. Air
ini harus selalu menyentuh sampel tanah. Nematoda kemudian akan bergerak ke
bawah dan terkumpul di gelas plastik. Sampel akar yang telah diambil kemudian
dicuci untuk menghilangkan tanah yang melekat pada akar. Akar yang digunakan
adalah akar muda yang berukuran kecil. Akar tersebut kemudian dipotong dengan
ukuran ±1 cm dan ditimbang sebanyak 5 gram. Akar diletakkan di atas wadah
saringan yang diletakkan di atas corong berpipa. Corong berpipa kemudian
didudukkan di atas gelas plastik. Alat ekstraksi kemudian dimasukkan ke dalam
ruang pengkabutan selama satu minggu. Setelah satu minggu, gelas plastik yang
berisi air ekstrasi nematoda akar dan tanah dituang ke saringan dengan sudut
±450. Saringan tersebut kemudian disemprotkan dengan air dari arah bawah
sebanyak kurang lebih lima kali untuk menghilangkan sisa kotoran tanah. Setelah
yakin sudah tidak ada sisa tanah yang terperangkap, hasil ekstrasi tersebut
kemudian dituang ke tabung ukur sambil disemprotkan air dengan tekanan yang
kecil agar tidak ada nematoda yang terperangkap di saringan. Jumlah ekstrasi
yang diambil sebanyak 10 ml. Hasil ekstrasi nematoda ini kemudian dituang ke
cawan sirakus. Langkah selanjutnya adalah menghitung jumlah nematoda di
bawah mikroskop stereo. Caranya dengan memipet 1 ml hasil ekstrasi ke cawan
sirakus lainnya kemudian menghitungnya. Langkah ini dilakukan sebanyak tiga
7

kali. Jumlah dari ketiganya dirata-ratakan kemudian hasilnya dikali 10 ml,


sebanyak hasil ekstrasi awal. Hasil ini menunjukkan jumlah nematoda dalam 10
ml ekstrasi awal. Setelah menghitung jumlah, nematoda dipancing dengan jarum
pengait kemudian diletakkan di gelas objek yang berisi air. Gelas objek kemudian
ditutup dengan gelas penutup dan diletakkan di mikroskop compound. Hal ini
dilakukan untukm mengamati ciriciri morfologi nematoda yang diperoleh (Fauzi,
2014).

2.4. Gejala Serangan Nematoda


Serangan nematoda menimbulkan gejala yang beragam tergantung pada jenis
nematoda, jenis tumbuhan yang terserang dan keaadaan lingkungan (Suryadi,
2006), nematoda yang menyerang akar akan menimbulkan gejala terutama pada
akar, tetapi gejala ini biasanya disertai dan munculnya gejala pada bagian atas
tanaman, yaitu berupa gejala tanaman kerdil, daun menguning, dan layu yang
berlebihan dalam cuaca panas. Puru akar merupakan ciri khas dari serangan
nematoda Meloidogyne spp. Puru akar tersebut terbentuk karena terjadinya
pembelahan sel-sel raksasa pada jaringan tanaman , selsel ini membesar dua atau
tiga kali dari sel-sel normal. Selanjutnya akar yang terserang akan mati dan
mengakibatkan pertumbuhan tanamn terhambat. Respon tanaman terhadap
nematoda puru akar merupakan respon dari seluruh bagian tanaman dan respon
dari sel-sel tanaman, seluruh bagian tanaman memberikan respon terhadap infeksi
dan menurunnya laju fotosintesis, pertumbuhan dan hasil (Anafzhu, 2013).

2.5. Teknik Pengendalian Nematoda


Pada akar dan titik tumbuh Pengendalian nematoda dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti cara bercocok tanam, sanitasi, kimia dan pengendalian
hayati. Pengendalian dengan bercocok tanam melalui pengaturan waktu tanam
yaitu menanam tanaman pada waktu yang tidak sesuai dengan perkembangan
nematoda, membajak tanah agar nematoda yang berada pada lapisan dalam tanah
akan naik kepermukaan tanah sehingga terjadi pengeringan oleh panas matahari,
kelembaban tanah, perbaikan dan komposisi tanah dengan pemupukan (Sinaga,
2006). Pengendalian hayati terhadap patogen tanaman umumnya terjadi
8

mekanisme secara antagonis. Antagonis yaitu peristiwa dimana organisme yang


satu menghambat perkembangan dan pertumbuhan organisme yang lain, hal ini
dapat terjadi dengan beberapa cara seperti kompetisi, antibiosis, dan parasitisme.
Dalam hal ini dapat terjadi persaingan dan perebutan ruang, makannan (nutrisi),
oksigen dan pembentukan toksin (Afifah, 2013).

2.6. Hubungan Nematoda Dengan Patogen Lain Dan Pengaruhnya Terhadap


Tanaman
Pengaruh nematoda terhadap tanaman adalah : a) Puru akar, gejala ini tampak
apabila tanaman terserang nematoda puru akar, yaitu Meloidogyne spp.,
Naccobus, dan Ditylenhus radicicola. Serangan nematoda tersebut akan
membentuk puru pada akar tanaman, seperti pada tanaman kentang, tomat dan
jenis tanaman lain; b) Busuk akar/umbi, gejala busuk akar terjadi apabila luka
pada akar akibat gigitan/tusukan nematoda terinfeksi organisme lain, yaitu jamur
atau bakteri patogen. Gejala ini sering terjadi pada tanaman kentang, yaitu busuk
umbi dan akar yang disebabkan oleh Ditylenchus destructor; c) Nekrosis pada
permukaan akar, nematoda yang menyerang akar dari luar akan menyebabkan
matinya sel-sel dipermukaan jaringan. Keadaan ini selanjutnya akan
mengakibatkan terjadinya perubahan warna pada bagian tersebut. Apabila
populasi nematoda yang menyerang tinggi dapat menyebabkan matinya sel-sel
epidermis, sehingga akarakar yang masih muda akan berubah warnanya menjadi
kekuningan sampai kecoklat- coklatan; d) Luka pada akar, ini merupakan gejala
yang terjadi akibat tusukan/gigitan nematoda pada akar yang menyebabkan luka
berukuran kecil sampai sedang. Contohnya luka pada akar pisang yang
disebabkan oleh Radopholus similis; e) Percabangan akar yang berlebihan
(excessive root branching), selain menyebabkan luka, serangan nematoda juga
kadang-kadang memacu terbentuknya akar-akar kecil disekitar ujung akar. Gejala
ini terjadi pada serangan Naccobus dan Trichodorus; f) Ujung akar mati, akibat
serangan nematoda pertumbuhan ujung akar terhenti, dan pertumbuhan cabang-
cabang akar juga terhenti (Respati, 2013)
9

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum Dasar Dasar Perlindungan Tanaman dengan materi Pengenalan
Nematoda dilaksanakan pada hari Jumat, 29 Oktober 2021 pukul 07.30-08.20
WIB. Bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Palangka Raya.

3.2. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan pada Praktikum Dasar Dasar Perlindungan Tanaman
dengan materi Pengenalan Nematoda adalah tanah dari perakaran tanaman yang
terinfeksi nematoda, akar tanaman yang terinfeksi nematoda. Sedangkan alat yang
dipakai adalah mikroskop, preparat, cover glass, jarum pentul, pisau, pipet tetes,
Gelas aqua 4 buah, lem korea, kain kasa, facial cutton, karet gelang dan alat tulis.

3.3. Cara Kerja


Cara kerja yang digunakan pada Praktikum Dasar Dasar Perlindungan
Tanaman dengan materi Pengenalan Nematoda yaitu :
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Membuat ektraktor cawan yang pertama adalah cawan plastik (dari gelas
aqua), cawan plastik seperti yang pertama tetapi dasarnya dipotong dan
diganti kain kasa, kertas saring, kain kasa, lapisan kapas setebal 0,5 cm,
tanah dan akar yang terkena nematoda, lalu diberi air sampai
permukaannya, lalu ditutup dengan kain kasa.
3. Menyimpan ekstraktor cawan tadi pada tempat yang gelap selama 1 x 24
jam.
4. Mengamati suspensi nematoda pada akar dan tanah yang terkena nematoda.
5. Menuliskan pada lembar hasil kerja
10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pada Tanah dan Akar yang Terserang Nematoda
No Bagian yang diamati Ciri ciri tanaman Gambar
yang terserang
1. Akar yang diserang Pertumbuhan lambat,
Nematoda Akar daun menguning,
Pepaya (Carica layu pada cuaca
papaya) kering / panas,
tanaman tidak dapat
berproduksi dan
(akhirnya mati)

2. Tanah disekitar akar Tanah menjadi


tanaman Akar kasar dan berpasir
Pepaya(Carica (Melodegyne sp.)
papaya)
11

4.2. Pembahasan
4.2.1. Nematoda Jantan Meloidogyne sp

Gambar 1. Nematoda Jantan (Meloidogyne sp)


Sumber : Dokumentasi Peibadi)

Klasifikasi dari nematoda jantan


antara lain: Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Thylenchina
Famili : Heteroderidae
Genus : Meloidogyne
Spesies : Meloidogyne spp.
Daur hidup nematoda jantan dimulai dari fase telur ini mengalami
pergantian kulit menjadi juvenile I. Setelah itu, telur menetas, ganti kulit kedua
dan memasuki fase juvenile II. Kemudian berkembang, ganti kulit ketiga
memasuki fase juvenile III. Juvenile terus berkembang, ganti kulit keempat dan
memasuki fase juvenile IV. Dari fase juvenile IV memasuki fase dewasa jantan
dan betina. Meloidogyne spp. jantan dan betina dewasa tubuhnya membesar
sehingga aktivitas geraknya terbatasi, jantan dewasa akan kembali ke ukuran
ramping seperti semula. Pada fase hidup bebas, larva stadium kedua infektif
melakukan migrasi melalui tanah untuk menemukan akar tanaman yang sesuai,
kecuali jika telur-telur dihasilkan didalam puru atau didalam umbi tanaman,
dimana saat telur telah menetas dapat berpindah ke sisi makanan yang lain tanpa
harus muncul ke atas permukaan tanah
Morfologi nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang bergerak lambat
di dalam tanah. Panjangnya bervariasi maksimum 2 mm, sedangkan perbandingan
12

antara panjang tubuh dan lebarnya mendekta 45. Kepalanya tidak berlekuk,
panjang stiletnya hampir dua kali panjang stilet betina. Bagian posterios berputar
1800 memiliki 1-2 testis.
Cara pengendalian dari nematoda jantan ini dapat dilakukan beberapa cara :
a). Sanitasi, meliputi penggunaan bibit / benih yang bebas dari nematoda.
Penyiangan gulma berdaun lebar / inang nematoda, membongkar dan
mengumpulkan akar – akar yang diduga terserang nematoda; b). Kultur teknis,
meliputi pengolahan tanah dengan jalan mencangkul tanah sedalam 20 – 30 cm,
tanah bagian bawah dibalik ke atas, akar – akar dikumpulkan dan dibakar. Rotasi
tanaman yaitu dengan menanam jenis tanaman yang tidak menguntungkan
perkembangan nematoda. Dapat juga dilakukan pemberaan tanah selama kurang
lebih 3 bulan pada musim kemarau dapat mengurangi populasi / kerapatan
nematoda; c). Penggunaan nematisida yang sesuai dengan dosis rekomendasi
dapat menekan populasi nematoda; d). Menanam tanaman antagonistik seperti
Shorgum; King grass; Nevia grass (Famili Gramineae), atau Chlotalaria (cover
crop / kacang – kacangan).

4.2.2. Nematoda Betina (Meloidogyne sp)

Gambar 2. Nematoda Betina (Meloidogyne sp)


Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Klasifikasi dari nematoda betina antara lain :


Kingdom : Animalia

Filum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Ordo : Thylenchina
13

Famili : Heteroderidae

Genus : Meloidogyne

Spesies : Meloidogyne spp.

Daur hidup nematoda betin dimulai satu daur hidup telur sampai telur
generasi berikutnya dapat diselesaikan dalam waktu 2-4 minggu pada kondisi
lingkungan optimum, khususnya suhu, tetapi akan berlangsung lebih lama pada
suhu yang lebih dingin. Stadia telur berlangsung selama 5 hari, telur disimpan di
dalam kantung telur nematoda betina yang didalamnya terdapat matriks gelatin.
Jumlah telur yang dihasilkan oleh nematoda dalam satu kelompok telur mencapai
400-1000 telur atau lebih, bahkan apabila tanaman inang dan lingkungan cocok
bisa mencapai 2800 telur. Telur berbentuk elip dengan ukuran 67-128 µm x 30–35
µm (Winarto, 2008). Pergantian kulit untuk pertama kalinya (larva stadia I) terjadi
di dalam telur, biasanya jika setelah menetas dari telur (larva stadia II) masuk ke
dalam akar dengan menembus akar dengan stiletnya (Agrios, 2004). Pergantian
kulit kedua dalam waktu 18 hari diikuti dengan pergantian kulit ketiga dan
keempat antara 18-24 hari. Nematoda betina tumbuh dengan cepat antara hari ke-
24 hingga hari ke-30. Massa telur tampak setelah hari ke-27 sampai hari ke-30.
Telur-telur ini mulai tersimpan pada hari ke-30 sampai pada hari ke-40.
Morfologi nematoda betina berwarna transparan, berbentuk seperti seperti
botol, botol atau buah pear bersifat endoparasit yang tidak terpisahkan.
Panjangnya lebih dari 0,5 mm dan lebarnya antara 0,3-0,4 mm. Stiletnya lemah,
panjang stilet 12-15 µm, melengkung kearah dorsal. Memiliki pangkal knop yang
jelas. Nematoda betina dewasa mempunyai leher pendek dan tanpa ekor.
Nematoda betina ususnya tidak jelas bentuknya dan tidak dihubungkan dengan
rektum. Uterus kedua gonadnya bertemu pada suatu tempat sedikit di depan
vulva. Telur-telurnya diletakkan di dalam kantung telur yang terdapat di luar
tubuh betina dan disekresikan oleh sel-sel kelenjar rektum. Memiliki pola yang
jelas pada stiasi yang terdapat di sekitar vulva dan anus disebut pola perineal yang
dapat dipergunakan untuk identifikasi jenisnya.
14

Cara pengendalian dari nematoda betina ini dapat dilakukan beberapa cara :
a). Sanitasi, meliputi penggunaan bibit / benih yang bebas dari nematoda.
Penyiangan gulma berdaun lebar / inang nematoda, membongkar dan
mengumpulkan akar – akar yang diduga terserang nematoda; b). Kultur teknis,
meliputi pengolahan tanah dengan jalan mencangkul tanah sedalam 20 – 30 cm,
tanah bagian bawah dibalik ke atas, akar – akar dikumpulkan dan dibakar. Rotasi
tanaman yaitu dengan menanam jenis tanaman yang tidak menguntungkan
perkembangan nematoda. Dapat juga dilakukan pemberaan tanah selama kurang
lebih 3 bulan pada musim kemarau dapat mengurangi populasi / kerapatan
nematoda; c). Penggunaan nematisida yang sesuai dengan dosis rekomendasi
dapat menekan populasi nematoda; d). Menanam tanaman antagonistik seperti
Shorgum; King grass; Nevia grass (Famili Gramineae), atau Chlotalaria (cover
crop / kacang – kacangan).
15

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dalam praktikum dengan materi  “melihat bentuk nematoda” dapat di
simpulakan bahwa nematoda jantan dewasa berbentuk memanjang bergerak  di
dalam tanah, panjangnya bervariasi dan maksimum 2 mm kepalanya berlekuk dan
panjang stiletnya hampir 2 kali panjang stilet betina sedangkan nematoda betina
dewasa berbentuk seperti buah pir bersifat endoparasit yang tidak berpindah
(sedentary), mempunyai leher pendek dan tanpa ekor.gejala umum penyakit yang
disebabkan nematoda tanaman yang terserang menjadi layu, daun bercak-bercak
kecoklatan dan terdapat bintil-bintil pada akar. Pengendalian nematoda dapat
dilakukan dengan berbagai cara seperti cara bercocok tanam, sanitasi, kimia dan
pengendalian hayati.
Pengendalian yang dilakukan yaitu dengan disinfeksi tanaman mencelupkan
bibit tanaman ke dalam air panas yg mengandung nematisida, Pergiliran tanaman
ketidaksesuaian nematoda dg tanaman inang. Pengaturan waktu tanam,
penanaman tanaman perangkap, penanaman tanaman tahan nematoda ,
penggunaan bibit bebas nematoda, membakaran tanaman yang terserang
nematoda, mencelupan benih ke dalam air panas sebelum melakukan penanaman,
penggunaan musuh alami dan Nematisida sistemik (granular) Diazinon, furadan,
nemacide, temik.

5.2. Saran
Diharapkan pada praktikum selanjutnya, sebelum melakukan praktikum harus
menguasai materi terlebih dahulu agar kita tidak bingung apa saja yang kita
lakukan. Pada saat praktikum, kita juga harus fokus dan teliti supaya tidak terjadi
kesalahan yang fatal agar praktikum berjalan dengan lancar.
16

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, F. (2012). Efektivitas Nematoda Entomopatogen (Steinernema spp.)


Isolat Lokal Kabupaten Hulu Sungai Utara terhadap Pengendalian
Ulat Grayak (Spodoptera litura F.). Rawa Sains: Jurnal Sains STIPER
Amuntai, 2(2), 47-52.

Afifah, L., Rahardjo, B. T., & Tarno, H. (2013). Eksplorasi nematoda


entomopatogen pada lahan tanaman jagung, kedelai dan kubis di
Malang serta virulensinya terhadap Spodoptera litura Fabricius.
Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan, 1(2), pp-1.

Anggraini, D. A., Fahmi, N. F., Solihah, R., & Abror, Y. (2020). Identifikasi
Telur Nematoda Usus Soil Transmitted Helminths (STH) Pada Kuku
Jari Tangan Pekerja Tempat Penitipan Hewan Metode Pengapungan
(Flotasi) Menggunakan NaCl. Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Husada:
Health Sciences Journal, 11(2), 121-136.

Fauzi, B. A. (2014). Uji Efektivitas Nematoda Entomopatogen Pada Hama


Bawang Merah Spodoptera exigua (Doctoral dissertation, Universitas
Negeri Semarang).
Hartingingsih, L. H. F. (2013). Pengaruh filtrat bakteri endofit terhadap penetasan
telur nematoda sista kuning (Globodera rostochiensis
(Wollenweber)) (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim).

Respati E, WB Komalassari, M Manurung & Widyawati. 2013. Buletin Triwulan


ekspor impor komoditas pertanian. 5(3):1-20.

Sunarto, T. (2018). Pelatihan Pembuatan Ekstrak Tumbuhan Untuk Ketahanan


Tanaman Padi Terhadap Nematoda dan Pengendalian Hama dengan
Biopestisida. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(6), 474-477.

Wati, C., Arsi, A., Karenina, T., Riyanto, R., Nirwanto, Y., Nurcahya, I., &
Nurul, D. (2021). Hama dan Penyakit Tanaman. Yayasan Kita
Menulis.
17

LAMPIRAN
18

Anda mungkin juga menyukai