Anda di halaman 1dari 4

HUKUM ISLAM DAN PERBEDAAN MAZHAB

Dalam bab ini akan disajikan: a) Hukum Islam, b) Sumber Hukum Islam,
c) Perbedaan Mazhab dan Penyikapannya, d) Akomodasi Kearifan Lokal
dalam Hukum Islam. Penjelasan masing-masing disajikan berikut ini. A.
Hukum Islam Merupakan aturan-aturan kepada pemeluk agama islam
agar hidup mereka dapat berjalan dengan baik sehingga dapat
melahirkan kesejahteraan, kedamaian dan kebahagiaan dunia dan
akhirat. Sebelum adanya istilah hukum islam sudah ada istilah syariah
dan fiqih. Syariah merupakan segala ketentuan Allah yang ditetapkan
kepada hamba-Nya yang menyangkut aqidah, ibadah, akhlak dan
mu’amalah. Fiqih merupakan rumusan hukum yang dihasilkan para
ulama melalui pengkajian yang mendalam terhadap ketentuan syariah
yang terhimpun dalam al-Qur’an dan hadist. Ragam pendekatan Hukum
Islam antara lain: tekstuali atau transkripturalis, rasionalis dan
kontekstual. B. Sumber Hukum Islam Sumber hukum islam secara
keseluruhan ada tiga, yakni: al-Qur’an, hadist dan ijtihad. Dua sumber
pertama merupakan sumber pokok dan yang ketiga adalah sumber
pelengkap. Al-quran sebagai sumber pokok hukum islam memberikan
landasan hukum yang terbatas dan hal ini tidak sebanding dengan
banyaknya persoalan yang semakin hari semakin bertambah sehingga
perlu adanya penafsiran terhadap Al-Qur’an yang disesuaikan dengan
konteks perkembangan jaman untuk memberikan justifikasi hukum
terhadap berbagai persoalan umat. Hubungan hadist dan Al-Qur’an
sebagai penjelas dan penafsir Al-Qur’an. Karena itu, bagi umat Islam
keberadaan hadist dalam proses penetapan hukum tidak bisa diabaikan.
Hadist yang dapat digunakan sebagai pijakan hukum adalah hadis
shahih dan hasan, sementara hadis dha’if tidak bisa digunakan. Ijtihad
sebagai pelengkap hukum islam hanya dipergunakan pada suatu hal
dimana ada beban berat dan kesulitan. Ijtihad diklasifikasikan menjadi
ijtihas fardhi dan ijtihad jama’i. Dalam masalah yang tidak melibatkan
kepentingan publik ijtihad fardhi bisa diterima sedangkan ijtihad jama’i
dapat mengkaji suatu persoalan dari berbagai sudut pandang sehingga
peluang terjadinya kesalahan dalam menentukan kesimpulan akhir suatu
hukum bisa dieliminir. C. Perbedaan Mazhab dan Penyikapannya 1.
Bermazhab dan Urgensinya. Mazhab merupakan sebuah tema yang
selalu menarik untuk didiskusikan. Mazhab dalam pengertian sederhana
dapat diartikan dengan aliran. Sementara itu, dalam kamus fikih, Qal’ah
Jie (1996:389) menyatakan bahwa mazhab adalah metode tertentu
dalam menggali hukum syariah yang bersifat praktis dari dalil-dalilnya
yang bersifat kasuistik. 2. Ragam Mazhab Fikih Mazhab terdiri dari,
mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i, dan mazhab Hambali. a.
Mazhab hanafi Mazhab Hanafi merupakan mazhab tertua yang bertahan
sampai sekarang. penganut mazhab hanafi banyak terdapat di asia
selatan. Karakteristik yang paling menonjol dari mazhab ini adalah
penggunaan rasio yang dominan. b. Mazhab Maliki Mazhab ini didirikan
oleh imam malik, seorang ulama yang lahir dan besar di kota madinah.
Awal mulanya mazhab Maliki tersebar di Madinah, kemudian mazhab ini
banyak dianut oleh penduduk tunisia, maroko, al-Jazair, Bahrain, kuwait,
mesir atas dan beberapa daerah afrika. Berbeda dengan mazhab Hanafi
yang bercorak rasional, mazhab Maliki justru sebaliknya, mazhab ini
cenderung tradisional.

c. Imam Syafi’i Mazhab ini dibangun oleh Muhammad bin Idris asy-
Syafi’i, seorang keturunan Hasyim bin Abdul Muthalib. Mazhab Syafi’i
sering dianggap sebagai mazhab tengah. Artinya tidak terlalu rasional
seperti yang dikembangkan mazhab Hanafi, tetapi juga tidak tradisional
seperti yang dikembangkan mazhab Maliki. Mazhab Syafi’i hingga kini
dianut oleh umat islam di Libia, Mesir, Indonesia, Filipina, Malaysia,
Somalia, Arabiya Selatan, Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Hijaz,
Pakistan, India, Jazirah Indo Cina, Sunni-Rusia dan Yaman. d. Imam
Hambali Pendiri mazhab Hanbali ialah Imam Abu Abdillah Ahmad bin
Hanbal bin Hilal az-Zahili asySyaibani. Ahmad bin Hanbal adalah seorang
imam yang banyak berkunjung ke berbagai negara untuk mencari ilmu
pengetahuan, antara lain Syiria, Hejaz, Yaman, Kufah dan Basrah. 3.
Mengarifi perbedaan mazhab Berikut cara menyikapi perbedaan
mazhab: a. Membekali diri dan mendasari sikap sebaik-baiknya dengan
ilmu, iman, amal dan akhlak secara proporsional. b. lebih
memprioritaskan perhatian dan kepedulian terhadap masalah masalah
besar ummat daripada masalah kecil seperti masalah khilafiyah.
c.memahami perbedaan dengan benar. d. meneladani etika dan sikap
para ulama salaf dalam ber-ikhtilaf. e. mengikuti pendapat ulama
dengan mengetahui dalilnya. f. setiap orang berhak mengikuti dan
mengamalkan pendapat. g. kita memilih sikap toleransi. h. menghindari
sikap ghulluw(berlebihan) atau tatharruf(ekstrem) dalam masalah
furu’(cabang) i. tetap mengutamakan dan mengedepankan masalah
masalah yang telah disepakati. j. menjadikan masalah masalah
ushul(prinsip) yang disepakati(masalah masalah ijma’) dan bukan
masalah masalah furu’ ijtihadiyah(masalah masalah khilafiyah) sebagai
standar dan parameter komitmen. k. menjaga agar ikhtilaf dalam
permasalahan furu’ ijtihadiyyah tetap berada diwacana pemikirandan
wawasan keilmuan. D. AKOMODASI KEARIFAN LOKAL DALAM HUKUM
ISLAM 1. Urf Dalam Bingkai Hukum Islam. Islam merupakam agama
terakhir yang diturunkan Allah SWT di jazirah Arab melalui Nabi
Muhammad SAW. Sebagai agama terakhir, islam sengaja diperuntukkan
bagi umat manusia dan menjadi agama penyempurna bagi agama-
agama yang telah diturunkan Allah SWT sebelumnya. Kedatangan Islam
di jazirah Arab sesungguhnya bukan datang dalam ruang hampa.
Artinya, ketika islam diturunkan, masyarakat Arab sebagai masyarakat
awal penerima ajaran agama kala itu telah memiliki budaya dan adat
istiadatnya(urf) nya sendiri. 2. Menyandingkan hukum Islam dengan
tradisi lokal Sebelumnya sudah disajikan bahwa Islam hadir di tengah-
tengah masyarakat Arab dengan semua kebiasaan dan tradisi yang telah
berlaku sebelum datangnya Islam. Nabi Muhammad SAW sebagai
pembawa misi Islam pun diutus untuk memperbaiki apa yang sudah ada
menjadi lebih baik dan bukan menghapus yang sudah ada kemudian
menciptakan semuanya menjadi baru. Fakta sejarah inilah yang meng-
ilhami para pejuang Islam generasi awal ketika menyebarkan Islam di
Nusantara. Para Wali Songo misalnya, mereka mendakwahkan islam di
tanah jawa dengan cara yang begitu akomodatif dengan budaya jawa.
Prinsip yang selalu dipegang oleh Wali Songo dan penyebar agama
Islam lainnya bahwa agama Islam tidak anti terhadap budaya lokal
apabila budaya tersebut tidak bertentangan dengan tuntutan Al-Qur’an
dan hadist.

Anda mungkin juga menyukai