Kti Lendi 2021
Kti Lendi 2021
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irefersibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Smeltzer &
Bare 2010).
Sedangkan menurut Tucker (1998) dalam Padila (2012), penyakit gagal ginjal kronis
adalah penyakit ginjal yang tidak dapat pulih ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
Chronik Kidney Disease (CKD) menyebabkan gangguan regulasi cairan dan elektrolit
dan memicu terjadinya kondisi overload cairan pada penderita. pemantauan TD pada pasien
CKD sangat penting untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya overload pada pasien.
Tanda kelebihan volume cairan pada klien dengan chronic kidney disease adalah mengalami
Penyebab gagal ginjal kronik yang dari tahun ke tahun semakin meningkat dapat
disebabkan oleh kondisi klinis dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal. Penyakit dari ginjal
seperti penyakit pada saringan ( glomerulus), infeksi kuman, batu ginjal. Sedangkan
penyakit dari luar ginjal seperti penyakit diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi,
infeksi di badan seperti Tuberculosis, sifilis, malaria, hepatitis, obat-obatan, dan kehilangan
banyak cairan yang mendadak seperti pada luka bakar. ( Muttaqin, 2011)
Berdasarkan data dari WHO, secara global lebih dari 500 juta orang mengalami
penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus menjalani hidup bergantung pada
cuci darah (hemodialisis) (Ratnawati, 2014). World Health Organization (WHO) tahun 2012
penderita gagal ginjal baik akut maupun kronik mencapai 50%. The United States Renal
Data System (USRDS) mencatat bahwa jumlah pasien yang dirawat karena End Stage Renal
Disease (ESRD) secara global diperkirakan 3.010.000 pada tahun 2012 dengan tingkat
pertumbuhan 7% dan meningkat 3.200.000 pada tahun 2013 dengan tingkat pertumbuhan
6%.
Di Indonesia Prevalensi penyakit Gagal Ginjal Kronik berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk umur ≥15 tahun di tahun 2013 sebanyak 2.0‰ dan meningkat di tahun 2018
sebanyak 3.8 ‰ atau sekitar satu juta penduduk. Sedangkan pada pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani hemodialisa di tahun 2015 sebanyak 51.604 pasien, kemudian meningkat
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskedas, 2013), gagal ginjal kronis masuk
dalam daftar 10 penyakit tidak menular tetapi mematikan. Prevalensi gagal ginjal di
Indonesia sekitar 0,2%, prevalensi pada kelompok umur 35-44 tahun (0,3%), diikuti umur
45-54 tahun (0,4%), dan umur 55-74 tahun (0,5%) dan tertinggi pada kelompok umur >75
tahun (0,6%). Prevalnesi gagal ginjal kronis tertinggi di tiga provinsi yaitu provinsi Sulawesi
Tengah yaitu 0,5% kemudian provinsi Aceh, Sulawesi Utara, Gorontalo yaitu 0,4% dan
kemudian provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, DIY, Jawa Timur, Banten yaitu sebesar 0,3%.
2 Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia,
jumlah pasien gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk, 60
% adalah usia dewasa dan usia lanjut. Menurut Depkes RI 2009, pada peringatan hari ginjal
sedunia bahwa hingga saat ini di Indonesia terdapat sekitar 70 ribu orang pasien gagal ginjal
kronik yang memerlukan penanganan terapi cuci darah dan hanya 7.000 pasien gagal ginjal
kronik atau 10% yang dapat melakukan cuci darah yang dibiayai program Gakin (Depkes
RI, 2009).
Menurut dinkes kepri 2013 menunjukkan prevalesi gagal ginjal kronis berdasarkan di
diagnosis dokter di provinsi kepulauan riau sebesar 0,1%, masih lebih rendah dari prevalensi
rata-rata nasional (0,2%). Prevalensi gagal ginjal di kabupaten bintan, kabupaten lingga,
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tahun 2019 mencatat
dalam kurun waktu delapan tahun terakhir (2011-2019) jumlah penderita penyakit gagal
ginjal di wilayah setempat meningkat 10 kali lipat. "Pada 2011 penderita gagal ginjal hanya
85 orang, pada 2019 terjadi penimgkatan sekitar 800 orang. Berdasarkan data pada rumah
sakit kota batam tahun 2015 jumlah tertinggi pada penderita gagal ginjal kronik yang
dirawat jalan, dirawat inap dan yang menjalani hemodialisa sebanyak 2386 orang dimana
jumlah tertinggi pada rsud embung fatimah kemudian disusul rs budi kemuliaan.
Masalah keperawatan yang sering timbul pada gagal ginjal kronik cukup kompleks,
yang meliputi, Hipervolemia, defisit nutrisi, ansietas, kerusakan integritas kulit, gangguang
pertukaran gas, dan intoleransi aktivitas. Dari beberapa masalah yang muncul dapat
Asuhan keperawatan ini sejalan yang dilakukan Lailiyah Nur Safitri Tahun 2019.
Tujuan studi kasus ini adalah untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) dalam pemenuhan kebutuhan cairan. Jenis penelitian ini
adalah deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan studi kasus. Subjek dalam studi
kasus ini adalah satu orang pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) dengan kelebihan
volume cairan di Ruang HCU. Hasil studi menunjukkan bahwa pengelolaan asuhan
keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD) dalam pemenuhan kebutuhan
cairan dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan yang dilakukan tindakan
keperawatan pemantauan dan pembatasan intake dan output cairan selama 3x24
menjadi +25 cc.Rekomendasi tindakan pemantauan dan pembatasan intake dan output cairan
Hanifah Naim Ayu Assahra 2020 melakukan studi kasus dengan tujuan adalah
untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pasien CKD dalam pemenuhan kebutuhan
cairan. Jenis pengambilan kasus ini adalah deskriptif dengan studi kasus. Subjek studi adalah
satu pasien CKD yang mengalami kelebihan volume cairan di HCU RSUD Karanganyar.
Hasil studi kasus pada pasien CKD dengan masalah hipervolemia setelah dilakukan tindakan
dari +810 cc menjadi +560 cc. Terjadi penurunan hasil balance cairan juga dilakukan
bartocar dan batasi asupan cairan efektif pada pasien CKD dengan kelebihan volume cairan.
Adapun dampak pada pasien yang mengalami CKD secara Fisiologis, mencakup:
Penyakit tulang. Dan adapun dampak Psikologis yaitu: mudah emosi, dan merasa harga diri
rendah, Gaya hidup yang berkurang dan Fungsi Seksual akan menurun. Smeltzer (2000) di
pengendalian Penyakit Ginjal Kronis dengan perilaku ''CERDIK'', yaitu Cek kesehatan
secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin olahraga, Diet seimbang, Istirahat cukup dan
Kelola stres dan PATUH yaitu Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter, Atasi
penyakit dengan pengobatan yang tetap dan teratur, Tetap diet sehat dengan gizi seimbang,
Upayakan beraktivitas fisik dengan aman dan Hindari Rokok, alkohol dan zat karsinogenik
lainnya.
Selain itu pencegahan dan pengendalian penyakit Ginjal dilakukan dengan meningkatkan
pencegahan dan pengendalian Penyakit Ginjal Kronis berbasis masyarakat dengan ''Self
Awareness'' melalui pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan gula darah secara rutin atau
minimal 1 kali dalam setahun di Posbindu PTM. Pemerintah telah pula meningkatkan akses
Hipervolemia
1.4. Manfaat
Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
masukan bagi petugas kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
Hasil dari asuhan keperawatan dapat dijadikan masukan tentang pasien yang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan dalam intervensi