Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gagal ginjal kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi

renal yang progresif dan irefersibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Smeltzer &

Bare 2010).

Sedangkan menurut Tucker (1998) dalam Padila (2012), penyakit gagal ginjal kronis

adalah penyakit ginjal yang tidak dapat pulih ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang

progresif, mengarah pada penyakit ginjal tahap akhir dan mematikan.

Chronik Kidney Disease (CKD) menyebabkan gangguan regulasi cairan dan elektrolit

dan memicu terjadinya kondisi overload cairan pada penderita. pemantauan TD pada pasien

CKD sangat penting untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya overload pada pasien.

Tanda kelebihan volume cairan pada klien dengan chronic kidney disease adalah mengalami

penurunan frekuensi BAK (2-3 kali/hari), (Anggraini dan Putri, 2016).

Penyebab gagal ginjal kronik yang dari tahun ke tahun semakin meningkat dapat

disebabkan oleh kondisi klinis dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal. Penyakit dari ginjal

seperti penyakit pada saringan ( glomerulus), infeksi kuman, batu ginjal. Sedangkan

penyakit dari luar ginjal seperti penyakit diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi,

infeksi di badan seperti Tuberculosis, sifilis, malaria, hepatitis, obat-obatan, dan kehilangan

banyak cairan yang mendadak seperti pada luka bakar. ( Muttaqin, 2011)
Berdasarkan data dari WHO, secara global lebih dari 500 juta orang mengalami

penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus menjalani hidup bergantung pada

cuci darah (hemodialisis) (Ratnawati, 2014). World Health Organization (WHO) tahun 2012

penderita gagal ginjal baik akut maupun kronik mencapai 50%. The United States Renal

Data System (USRDS) mencatat bahwa jumlah pasien yang dirawat karena End Stage Renal

Disease (ESRD) secara global diperkirakan 3.010.000 pada tahun 2012 dengan tingkat

pertumbuhan 7% dan meningkat 3.200.000 pada tahun 2013 dengan tingkat pertumbuhan

6%.

Di Indonesia Prevalensi penyakit Gagal Ginjal Kronik berdasarkan diagnosis dokter pada

penduduk umur ≥15 tahun di tahun 2013 sebanyak 2.0‰ dan meningkat di tahun 2018

sebanyak 3.8 ‰ atau sekitar satu juta penduduk. Sedangkan pada pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisa di tahun 2015 sebanyak 51.604 pasien, kemudian meningkat

ditahun 2017 menjadi 108.723 pasien.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskedas, 2013), gagal ginjal kronis masuk

dalam daftar 10 penyakit tidak menular tetapi mematikan. Prevalensi gagal ginjal di

Indonesia sekitar 0,2%, prevalensi pada kelompok umur 35-44 tahun (0,3%), diikuti umur

45-54 tahun (0,4%), dan umur 55-74 tahun (0,5%) dan tertinggi pada kelompok umur >75

tahun (0,6%). Prevalnesi gagal ginjal kronis tertinggi di tiga provinsi yaitu provinsi Sulawesi

Tengah yaitu 0,5% kemudian provinsi Aceh, Sulawesi Utara, Gorontalo yaitu 0,4% dan

kemudian provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, DIY, Jawa Timur, Banten yaitu sebesar 0,3%.

2 Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia,

jumlah pasien gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk, 60

% adalah usia dewasa dan usia lanjut. Menurut Depkes RI 2009, pada peringatan hari ginjal
sedunia bahwa hingga saat ini di Indonesia terdapat sekitar 70 ribu orang pasien gagal ginjal

kronik yang memerlukan penanganan terapi cuci darah dan hanya 7.000 pasien gagal ginjal

kronik atau 10% yang dapat melakukan cuci darah yang dibiayai program Gakin (Depkes

RI, 2009).

Menurut dinkes kepri 2013 menunjukkan prevalesi gagal ginjal kronis berdasarkan di

diagnosis dokter di provinsi kepulauan riau sebesar 0,1%, masih lebih rendah dari prevalensi

rata-rata nasional (0,2%). Prevalensi gagal ginjal di kabupaten bintan, kabupaten lingga,

kepulauan anambas dan kota batam masing-masing 0,1%.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tahun 2019 mencatat

dalam kurun waktu delapan tahun terakhir (2011-2019) jumlah penderita penyakit gagal

ginjal di wilayah setempat meningkat 10 kali lipat. "Pada 2011 penderita gagal ginjal hanya

85 orang, pada 2019 terjadi penimgkatan sekitar 800 orang. Berdasarkan data pada rumah

sakit kota batam tahun 2015 jumlah tertinggi pada penderita gagal ginjal kronik yang

dirawat jalan, dirawat inap dan yang menjalani hemodialisa sebanyak 2386 orang dimana

jumlah tertinggi pada rsud embung fatimah kemudian disusul rs budi kemuliaan.

Masalah keperawatan yang sering timbul pada gagal ginjal kronik cukup kompleks,

yang meliputi, Hipervolemia, defisit nutrisi, ansietas, kerusakan integritas kulit, gangguang

pertukaran gas, dan intoleransi aktivitas. Dari beberapa masalah yang muncul dapat

dilakukan intervensi berdasarkan NANDA (2015).

Asuhan keperawatan ini sejalan yang dilakukan Lailiyah Nur Safitri Tahun 2019.

Tujuan studi kasus ini adalah untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada pasien

Chronic Kidney Disease (CKD) dalam pemenuhan kebutuhan cairan. Jenis penelitian ini
adalah deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan studi kasus. Subjek dalam studi

kasus ini adalah satu orang pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) dengan kelebihan

volume cairan di Ruang HCU. Hasil studi menunjukkan bahwa pengelolaan asuhan

keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD) dalam pemenuhan kebutuhan

cairan dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan yang dilakukan tindakan

keperawatan pemantauan dan pembatasan intake dan output cairan selama 3x24

jamdidapatkan hasil terjadinya penurunan balancecairan dari yang sebelumnya +217 cc

menjadi +25 cc.Rekomendasi tindakan pemantauan dan pembatasan intake dan output cairan

efektif dilakukan pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD)

Hanifah Naim Ayu Assahra 2020 melakukan studi kasus dengan tujuan adalah

untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pasien CKD dalam pemenuhan kebutuhan

cairan. Jenis pengambilan kasus ini adalah deskriptif dengan studi kasus. Subjek studi adalah

satu pasien CKD yang mengalami kelebihan volume cairan di HCU RSUD Karanganyar.

Hasil studi kasus pada pasien CKD dengan masalah hipervolemia setelah dilakukan tindakan

implementasi bartocar selama 3x 24 jam menunjukkan adanya penurunan balance cairan

dari +810 cc menjadi +560 cc. Terjadi penurunan hasil balance cairan juga dilakukan

tindakan pembatasan cairan. Rekomendasi: pemantauan cairan intake output dengan

bartocar dan batasi asupan cairan efektif pada pasien CKD dengan kelebihan volume cairan.

Adapun dampak pada pasien yang mengalami CKD secara Fisiologis, mencakup:

Hiperkalemia, Perikarditis efusi pericardial dan temponade jantung, Hipertensi,, Anemia,

Penyakit tulang. Dan adapun dampak Psikologis yaitu: mudah emosi, dan merasa harga diri

rendah, Gaya hidup yang berkurang dan Fungsi Seksual akan menurun. Smeltzer (2000) di

dalam (Haryono, 2013)


Kementerian Kesehatan sesungguhnya telah memiliki upaya pencegahan dan

pengendalian Penyakit Ginjal Kronis dengan perilaku ''CERDIK'', yaitu Cek kesehatan

secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin olahraga, Diet seimbang, Istirahat cukup dan

Kelola stres dan PATUH yaitu Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter, Atasi

penyakit dengan pengobatan yang tetap dan teratur, Tetap diet sehat dengan gizi seimbang,

Upayakan beraktivitas fisik dengan aman dan Hindari Rokok, alkohol dan zat karsinogenik

lainnya.

Selain itu pencegahan dan pengendalian penyakit Ginjal dilakukan dengan meningkatkan

pencegahan dan pengendalian Penyakit Ginjal Kronis berbasis masyarakat dengan ''Self

Awareness'' melalui pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan gula darah secara rutin atau

minimal 1 kali dalam setahun di Posbindu PTM. Pemerintah telah pula meningkatkan akses

ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP); optimalisasi sistem rujukan; dan

meningkatkan mutu pelayanan.(Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian

Kesehatan RI tahun 2018).

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pasien CKD dengan Hipervolemia Di Ruang

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Harapan Bunda Batam ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Tujuan umum penulisan ini adalah penulis dapat memberikan asuhan

keperawatan pasien CKD dengan Hipervolemia Di Ruang Instalasi Gawat Darurat

Rumah Sakit Harapan Bunda Batam

1.3.2. Tujuan Khusus


Secara khusus penulisan ini bertujuan agar mahasiswa dapat:

1. Melakukan pengkajian pada pasien CKD dengan Hipervolemia

2. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien CKD dengan Hipervolemia

3. Menyusun intervensi keperawatan pada pasien dengan CKD dengan Hipervolemia

4. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan CKD dengan

Hipervolemia

5. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan CKD dengan Hipervolemia

1.4. Manfaat

1.4.1. Bagi Penulis

Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai

masukan bagi petugas kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien

CKD dengan Hipervolemia.

1.4.2. Bagi Tempat Penelitian

Hasil dari asuhan keperawatan dapat dijadikan masukan tentang pasien yang

mengalami CKD CKD dengan Hipervolemia.

1.4.3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan dalam intervensi

keperawatan daalam mengatasi masalah CKD dengan Hipervolemia.

Anda mungkin juga menyukai