Anda di halaman 1dari 17

CRITICAL JOURNAL REVIEW

MK. Etika Profesi dan Estetika

Skor Nilai:

NAMA MAHASISWA : Reynaldo Adri Nyoman


Elcha Agitha Sembiring

KELAS : C (P.Tata Boga)

DOSEN PENGAMPU : Dra. Lelly Fridiarty, M.Pd

MATA KULIAH : Etika profesi dan Estetika

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TATA BOGA


FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
10 Oktober 2021
Excecutive Summary

Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-
masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat
manusia. Sedangkan Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana,
estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan
bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai
estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang
dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang
yang sangat dekat dengan filosofi seni. Estetika yang membahas masalah keindahan.
Bagaimana keindahan bisa tercipta dan bagaimana orang bisa merasakannya dan
memberi penilaian terhadap keindahan tersebut. Maka filsafat estetika akan selalu
berkaitan dengan antara baik dan buruk, antara indah dan jelek. Filsafat estetika
membahas tentang refleks kritis yang dirasakan oleh indera dan memberi penilaian
terhadap sesuatu, indah atau tidak indah. Agar mendapatkan pengertian yang jelas
mengenai etika dan estetika, makalah dalam makalah ini akan membahas tentang
“Etika Dan Estetika”.
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,karena atas berkat dan
Rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas kuliah ini yaitu “CRITICAL JURNAL
REVIEW” dalam mata kuliah Etika profesi dan Estetika.
Saya berterimakasih kepada Ibu dosen yang sudah membimbing saya dalam
menyelesaikan tugas ini,kepada semua yang sudah memberikan saran dan
kritik,dan semua yang sudah membantu saya dalam menyelesaikan tugas ini.Saya
mengharapkan agar tugas ini tidak hanya agar terpenuhinya tugas kuliah, tetapi
juga dapat bermanfaat bagi semua pembacanya,dan semoga juga dapat menambah
pengetahuan bagi saya dan pembaca.
Saya sadar bahwa saya masih dalam proses belajar, dan tugas ini pun tidak luput
dari kesalahan.saya mohon maaf jika ada terdapat kesalahan pada penulisan dan
tata bahasa dalam makalah ini, dan saya mohon kritik dan saran membangun
makalah yang saya buat ini.

Salak, 05 Oktober 2021

Elcha Agitha Sembiring Reynaldo Adri Nyoman


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CJR


Dalam Critical Journal Review ini mahasiswa dituntut untuk mengkritisi sebuah
Atikel/Journal, dan meringkas menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga dapat dipahami
oleh mahasiswa yang melakukan Critical Journal Review ini, termasuk didalamnya
mengerti akan kelemahan dan keunggulan dari Atikel/Journal

B. Tujuan CJR Critical Journal Review


ini dibuat dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas Sejarah Seni Rupa Indonesia,
menambah pengetahuan kita dalam mengkritik Atikel atau Journal, meningkatkan daya
fikir kita tentang bagaimana cara mengkritik sebuah Atikel atau Journal dan menguatkan
kita tentang cara mengkritik Atikel atau Journal yang baik dan benar.

C. Manfaat CJR
1. Membantu pembaca mengetahui gambaran dan penilaian umum dari sebuah jurnal atau
hasil karya tulis ilmiah lainnya secara ringkas.
2. Mengetahui kelebihan dan kelemahan jurnal yang dikritik.
3. Mengetahui latar belakang dan alasan jurnal tersebut dibuat.
4. Mengetahui kualitas jurnal dengan membandingkan terhadap karya dari penulis yang
sama atau penulis lainnya.
5. Memberi masukan kepada penulis jurnal berupa kritik dan saran terhadap cara
penulisan, isi, dan substansi jurnal.

D. Identitas Jurnal Yang direview


JURNAL 1
Judul : IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN NILAI-NILAI ETIKA DAN ESTETIKA DALAM
PEMBENTUKAN POLA PRILAKU ANAK USIA DINI
Jurnal : Jurnal RISALAH ( Jurnal Penerapan Etika Profesi dan estetika)
Download : https://media.neliti.com/media/publications/128157-ID-implementasi-
pengembangan-nilai-nilai-et.pdf
Volume dan Halaman : Vol 26, No 2, 86-93
Tahun : Juni 2015
Penulis : Vera Sardila
Reviewier : Reynaldo Adri Nyoman
Kota Terbit : Pekanbaru.
No ISSN :-

JURNAL II
Judul : NILAI-NILAI ESTETIKA DALAM PENATAAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN ANAK
USIA DINI
Jurnal : Penerapan Etika dan estetik
Download : https://www.researchgate.net/publication/333997004_Nilai-
Nilai_Estetika_Dalam_Penataan_Lingkungan_Pendidikan_Anak_Usia_Dini_Di_Kabupaten_Kudus
Volume dan Halaman : -
Tahun : 2019
Penulis : Riza Zahriyal Falah
Reviewier : Elcha Agitha Sembiring
Kota Terbit : Jawa tengah, Indonesia
No ISSN :-
Latar Belakang Masalah
Karakter manusia tidak terlepas dari permasalahan tingkah laku manusia. Pembahasan
mengenai tingkah laku manusia selalu berkaitan dengan etika dan moral. Etika berarti ilmu
tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
1 Pengertian lain menyebutkan, etika berarti ilmu tentanng apa yang baik dan buruk,
tentang hak dan kewajiban moral(akhlak).
2 Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan etika merupakan ilmu tentang
suatu yang baik dan buruk yang menjadi kebiasaan atau budaya yang dianut oleh suatu
golongan atau masyarakat tertentu. Sedangkan moral menurut Imam Sukardi merupakan
suatu kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran-ukuran tindakan yang diterima oleh
umum, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
3 Moral menjadi tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk menentukan baik buruknya
tindakan manusia sebagai orang dengan jabatan tertentu atau profesi tertentu.
4 Dengan demikian, moral adalah tolok ukur yang digunakan oleh masyarakat untuk
memenentukan baik buruknya tindakan Untuk menjalankan keduanya, diperlukan
karakter kuat dalam diri manusia yang mampu melakukan semuanya dengan penuh
kesadaran, bukan dengan paksaan.
5 Karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan
seseorang individu. Karena itu jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat
diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana ia akan bersikap pada kondisi-kondisi
tertentu. Hubungan antara karakter, etika, dan moral tidak dapat dilepaskan dalam upaya
mencetak generasi yang bertanggung jawab dan kondisi masyarakat yang sejahtera.
Permasalahan tentang moral bukanlah hal yang tidak asing lagi untuk dibicarakan oleh
beberapa media massa di Indonesia. Angka kriminalitas yang semakin lama semakin
bertambah mulai dari kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara, kasus tawuran
pelajar, kasus penyalahgunaan narkoba, dan kasus kriminal yang lain. Hal ini dapat dilihat
dari catatan kriminalitas selama tahun 2011 hingga tahun 2014. Indonesia Corruption
Watch (ICW) mengeluarkan hasil penelitian, mereka mencatat data vonis putusan dari
bulan Januari hingga Desember 2013, ada 185 kasus korupsi dengan 295 terdakwa.
BAB 2
RINGKASAN ISI ARTIKEL

JURNAL 1
Abstrak
Usia dini merupakan masa peka bagi anak, pada masa ini anak mulai sensitif menerima
berbagai upaya perkembangan seluruh potensi mereka, maka dari itulah pada usia
demikian merupakan masa yang tepat memberi dan meransang kepekaan mereka dengan
stimulus dan kondisi yang sesuai dengan kebutuhannya agar perkembangan anak tercapai
secara optimal, terutama dalam tahap pembentukan perilaku. Di Indonesia dewasa ini
pengembangan dan pembinaan potensi anak usia dini dan prasekolah tidak hanya sebatas
tanggung jawab orang dan keluarga, namun lebih luas dari itu sudah mendapat perhatian
serius dari sejumlah pihak, khususnya pemerintah. Hal ini tergambar pada kepedulian
pemerintah dalam mensosialisasikan pendidikan anak usia dini melalui Program
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Berdasarkan kenyataan ini, maka perlu pemikiran
jernih tentang perumusan suatu pedoman materi pengembangan nilai etika dan estetika ini
dalam program pendidikan anak usia dini yang akan dirumuskan dalam sebuah kurikulum
pembelajaran. Di samping itu juga dapat menjadi acuan, pedoman bagi calon pendidik,
terutama bagi mahasiswa calon guru dalam menanamkan dan mengembangkan sikap serta
kepribadian bagi anak-anak didiknya, mengingat pendidikan pada anak usia dini
merupakan dasar dari peletakakan sikap
1. Pendahuluan
Tulisan ini diilhami dari sebuah Pernyataan bijak Erich Fromm ingin membangun bangsa,
bangunlah masyarakatnya; jika ingin membangun masyarakat, bangunlah keluarganya; jika
ingin membangun keluarganya, bangunlah manusianya, jika ingin membangun
manusianya, bangunlah hatinya Penggalan pernyataan di atas tidaklah terlalu berlebihan
dalam membangun generasi muda sebagai estafet bangsa untuk mengisi pembangunan ini,
jika dibandingkan dengan membangun gedung pencakar langit di muka bumi, maka kita
merasa bangga dengan hasilnya, sementara dalam prosesnya mungkin saja menyalahi
nurani manusia itu sendiri. Ini hanya sebagian kecil dari fenomena emperikal perilaku yang
teramati. Analogi ini memberi persepsi bahwa kita perlu mengkaji ulang kembali dasar-
dasar pembentukan diri seorang manusia. Perlu merenung kembali apakah kita sudah
terlahir sebagai manusia yang disentuh oleh muatan etika dan dihiasi nuansa estetika.
Keadaan ini menyadarkan manusia pada esensi penanaman dan pembentukan perlaku
tentunya sudah dimulai sejak dini. Usia dini merupakan masa peka bagi anak, pada masa
ini anak mulai sensitif menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi mereka,
maka dari itulah pada usia demikian merupakan masa yang tepat memberi dan meransang
kepekaan mereka dengan stimulus dan kondisi yang sesuai dengan kebutuhannya agar
perkembangan anak tercapai secara optimal, terutama dalam tahap pembentukan perilaku.
Setiap anak dipandang sebagai individu yang unik, meskipun pola perkembangan dan
pertumbuhannya berbeda satu sama lainnya. Keunikan mereka akan terlihat dari perilaku
dalam mengenal lingkungannya. Keunikan ini adalah sebuah gambar yang terus diamati
dalam rangka pembentukan generasi sehat dan berdaya guna. Pengamatan secara
berkesinambungan mulai masa prenatal hingga anak tumbuh menjadi remaja adalah
langkah tepat untuk memahami pertumbuhan dan perkembangan anak hingga menjadi
pribadi yang matang sesuai kebutuhannya, baik anak dalam pertumbuhan dan
perkembangan individual maupun kelompok sosial. Di Indonesia dewasa ini
pengembangan dan pembinaan potensi anak usia dini dan prasekolah tidak hanya sebatas
tanggung jawab orang dan keluarga, namun lebih luas dari itu sudah mendapat perhatian
serius dari sejumlah pihak, khususnya pemerintah. Hal ini tergambar pada kepedulian
pemerintah dalam mensosialisasikan pendidikan anak usia dini melalui Program
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Program PAUD direalisaskan melalui pendidikan
formal, semi formal dan informal. Secara formal, program diwujudkan dalam jenjang
pendidikan Taman Kanak-kanak, sedangkan secara semi formal diarahkan pada
pendidikan taman bermain atau play group. Sementara secara informal direalisasikan
dalam lingkungan keluarga dan masyarakat sekitarnya. Asumsi di atas didasari oleh
pentingnya anak sebagai generasi penerus bangsa yang mewujudkan negara menjadi lebih
maju KLQJJD GDQ PHQMDGL OHELK ³0$1,6¥
Manusia Indonesia Seutuhnya), sesuai tujuan pendidikan anak usia dini yang termaktub
dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Prasekolah.
Undang-undang ini menekankan tujuan pendidikan anak prasekolah, yakni
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang
bermartabat dan berkepribadian, serta memfasilitasi pertumbuhan anak dan
perkembangannya secara jasmani, rohani agar tumbuh-kembang secara optimal sesuai
nilai dan norma harapan masyarakat. Selain itu, Undang-undang tersebut juga memberi
batasan tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dimulai dari rentang usia 0 sampai 6
tahun. Di samping itu, masih banyak pendapat yang beragam tentang pengkategorian
rentang usia pada anak usia dini dan anak usia prasekolah.
2. Visi
Implementasi dari materi ini diharapkan mampu mewujudkan generasi penerus bangsa
dalam rangka mempersiapkan anak sedini mungkin dalam mengembangkan sikap dan
perilaku yang didasari oleh nilai-nilai moral Pancasila dan agama sehingga memiliki
kepribadian kreatif, cakap, bermoral serta mampu berkompetensi menghadapi masa depan
sesuai dengan norma yang dianut oleh masyarakat.
3. Misi
1. Memasukkan Pengembangan Nilai Etika dan Estetika dalam Pembentukan Prilaku bagi
Anak Usia Dini sebagai Intra Kurikulum Pembelajaran PAUD
2. Membina sikap dasar yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak
3. Melatih dan membiasakan anak dalam berperilaku, disiplinan, beretika
4. Menyiapkan anak mampu berkompetensi dalam menghadapi masa depan.
5. Membangkitan kretivitas seni anak.

4. Konsep Etika dan Estetika


Pada dasarnya setiap individu anak telah diwarisi berbagai kecerdasan. Pernyataan ini
diperkuat oleh Howard Gardner melalui teori Multiple Intelegensi dengan membagi
kecerdasan atas beberapa hal. Berdasarkan pengembangannya secara garis besar,
kecerdasan tersebut diklasifikasikan menjadi kecerdasan intelektual dan kecerdasan
emosional. Keduanya ini saling bertemali satu sama lain, dan sekaligus merupakan esensi
dalam pembentukan kepribadian anak menjadi manusia seutuhnya berprilaku
berdasarkan muatan nilai etika sesuai harapan orang tua. Pembahasan mengenai
implementasi nilai-nilai etika dan estetika dalam pembentukan perilaku atau moral
merupakan dasar pengembangan pada kecerdasan emosional dari diri seorang manusia.
Jika diibaratkan pada sebuah tanaman, maka etika dan estetika adalah akar dari tanaman
yang terus tumbuh, berkembang menjadi tanaman yang kokoh. Etika diartikan sebagai
suatu studi mengenai norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia, termasuk
tingkah laku spesifik dalah hal ±hal tertentu (Wantah: 2005:45) adalah ilmu yang mengkaji
tentang apa yang seharusnya. Secara sederhana etika merupakan pemikiran sistematis
tentang moral. Dalam hal ini berarti etika adalah apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia tentang benar- salah, baik-buruknya suatu yang dilakukan manusia. Dengan
demikian manusia berusaha lebih mengerti mengapa mereka harus hidup menurut norma-
norma tertentu. Dalam hal ini penalaran moral yang dikenal dengan moral reasoning
merupakan aktivitas penting untuk mencapai hal tersebut. Selanjutnya, satu hal yang tidak
kalah pentingnya dalam moral reasoning adalah sistematika pemikiran tentang suatu
ukuran norma dan nilai yang tidak terlepas dari nilainilai keindahan., Di sinilah kita
mengenal istilah kindahan moral dalam arti estetika. Estetika dalam hal ini menjadi suatu
kebenaran universal untuk membentuk keseimbangan yang mengantarkan manusia pada
kehidupan lebih harmionis.

5. Permasalahan Etika dan Estetika


Bersyukurlah jika para orang tua memiliki anak berprilaku baik sesuai norma etika dan
memiliki kreativitas yang telah tertanam sejak dini. Sebaliknya, bagaimana dengan
sebagian para orang tua yang merasa sulit dan kewalahan dengan prilaku anak yang
kurang menyenangkan, maka ini merupakan sebuah persoalan bagi orang tua. Kalau kita
amati dari setiap perjalanan hidup manusia, masalah perilaku atau budi pekerti telah lama
menjadi persoalan bagi manusia dengan disebabkan oleh berbagai faktor. Pembahasan
mengenai budi pekerti, khususnya dari segi pendidikan moral seperti dikemukakan
Kilpatrik belakangnya. Beliau juga menambahkan, penanaman dan pengembangan budi
pekerti atau norma moral mengalami krisis kewibawaan yang juga menyeret kewibawaan
pendidik. Hal ini disebabkan oleh hal yang mendasar yakni, pengembangan nilai moral atau
budi pekerti diajarkan dalam bentuk himpunan perintah dan larangan semata, sehingga
anak tidak percaya lagi kepada nilai moral yang ternyata tidak dapat mengatasi masalah
kemasyarakatan yang terus berkembang. Kecendrungan yang sering kita amati misalnya,
perilaku yang dinilai menyimpang pada seorang anak sering diselesaikan dengan sanksi
atau ancaman hukuman, baik dalam tatanan keluarga maupun dalam masyarakat.
Sepertinya, sanksi dan hukuman telah identik dalam penyimpangan perilaku dan moral.
Lebih jelas lagi dinyatakan bahwa pemberian hukuman biasanya didasari atas balas
dendam, pelindungan untuk menghapus kesalahan, unsur mendidik. Ketiga alasan
tersebut, pada umumnya cendrung didominasi oleh faktor dendam atau kesal. Secara
umum sulit memotivasi anak dalam mengembangkan nilainilai etika dan estetika, apalagi
menjadikan mereka lebih kreativitas dalam mengembangkan nilai-nilai etika dan estetika
tersebut. Dari berbagai pengamatan, kita perhatikan bahwa pembentukan dan pendidikan
perilaku antara di lingkungan keluarga dan masyarkat memberikan kontribusi yang sangat
penting. Di samping itu, pendidikan moral atau budi pekerti antara lingkungan keluarga
dengan lingkungan masyarakat juga tidak sama. Sebagai contoh, pembentukan prilaku atau
budi pekerti dalam lingkungan keluarga yang menjadikan kejujuran sebagai fondasi,
tentunya melahirkan bibit-bibit yang baik. Sebaliknya jika kekerasan sebagai fondasi,
tentunya perbedaan yang cukup menunjukan perbedaan. Lebih lanjut Kilpatrik
menyatakan bahwa budi pekerti dapat dikembangkan dengan menggunakan landasan
kemampuan dan kebiasaan hidup seseorang itu berdasarkan (1948:470-478), sulitnya
pengembangan budi pekerti baik menyangkut perkembangannya maupun latar norma
masyarakat tempat hidupnya. Norma masyarkat tertentu menjadi acuan bagi sekelompok
orang tersebut dalam mengembangkan nilai moral atau pembentukan perilaku.
6. Pengembangan Nilai Etika dan Estetika dan Implementasinya
Dalam Pembentukan Perilaku Anak Usia Prasekolah Pendidikan anak usia dini adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun,
sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya. Pada usia ini secara terminologi disebut
sebagai anak usia prasekolah, artinya pada usia tersebut pendidikan sudah ditanamkan
karena perkembangan kecerdasan anak mengalami peningkatan dari 50 % menjadi 80 %.
Pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu perkembangan jasmani dan rohani
dilakukan baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pada bagian sebelumnya juga
telah diuraikan tentang Program Pendidikan Anak Prasekolah atau Anak Usia Dini (PAUD)
yang sudah direalisasikan pemerintah dalam bentuk pendidikan formal, semi formal dan
informal. Salah satu bentuk program pendidikan anak usia dini yang kita kenal adalah
Taman Kanak-kanak. Taman Kanak-kanak merupakan bentuk satuan pendidikan anak usia
dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak
usia empat tahun hingga enam tahun. Selain itu, Raudhatul Athfal juga merupakan satuan
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program
pendidikan umum dan pendidikan keagamaan Islam bagi anak berusia empat sampai enam
tahun. Pelaksanaan pembelajaran pembinaan nilai etika, moral di usia prasekolah dalam
rangka menstimulus berbagai aspek perkembangan memerlukan penanganan serius, oleh
karena itu, perlu beberapa hal yang diperhatikan, sebagai berikut;
A. Tujuan Pengembangan Nilai Etika dan Estetika
bagi Anak Usia Prasekolah Telah dijelaskan dalam Kurikulum TK dan RA bahwa pada
dasarnya tujuan pengembangan nilai etika dalam Program Pendidikan Anak Usia Dini
adalah membantu anak anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik
yang meliputi beberapa ruang lingkup (akan dibahas pada bagian berkutnya). Sejalan
dengan ini, Adler (1974) juga menjelaskan bahwa pendidikan dan pengembangan moral
bertujuan dalam rangka pembentukan kepribadian yang harus dimiliki manusia. Secara
terinci dapat dijelaskan bahwa penanaman dan pengembangan etika dapat juga berfungsi
untuk; (1) mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin anak; (2) mengenalkan anak
dengan dunia sekitarnya; (3) menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik; (4)
mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi; (5) Mengembangkan
keterampilan, kreativitas, dan kemampuan ang dimiliki anak; (6) menyiapkan anak untuk
memasuki pendidikan dasar. Dilihat dari kenyataan sekarang, Program Pendidikan PAUD
nampaknya sudah mulai menapak kearah demikian. Hal ini terbukti dari laporan data di
lapangan dimana sudah menjamur TK dan hasil kajian yang dilakukan Pusat Kurikulum,
Balitbang Diknas tahun 1999 yang menunjukkan bahwa hampir pada seluruh
perkembangan anak yang masuk TK mempunyai kemampuan lebih tinggi dari pada anak
yang tidak masuk TK.
B. Ruang Lingkup Pengembangan Nilai Etika dan Estetika
Pada Anak Usia Prasekolah menurut Kurkulum Pembelajaran Apresiasi penanaman dan
pengembangan nilai moral anak usia dini dan anak prasekolah sesuai dengan tahap
perkembangan dan kebutuhan anak dengan melihat aspek usia, fisik dan psikis anak.
Pernyataan ini selaras dengan pemikiran Pieget (Hidayat: 2005: 2.4) yang menyimpulkan
bahwa anak berpikir tentang moralitas tergantung pada tingkat perkembangannya.
Kemudian Beliau juga membagi tahap tersebut atas, tahap moralitas heteronomous dan
autonomous. Perkembangan moral dan etika anak prasekolah (Taman Kanak-kanak) dapat
diarahkan pada pengenalan kehidupan pribadi sehari-hari dalam kaitannya dengan orang
lain; mengenal dan menghargai perbedaan di lingkungan tempat tinggal; mengenalkan
peran jenis (role of gender) dan orang lain; mengembangkan kesadaran hak dan tanggung
jawab. Kegiatan ini mendukung peran perkembangan kecerdasan emosional serta sosial
yang sejalan dengan perkembangan intelegtual anak. Berdasarkan uraian tersebut di atas,
dapat disimpulkan bahwa moralitas anak Taman Kanak-kanak dan perkembangnnya
dalam kehidupan dunia mereka meliputi; (a ) Sikap dan cara berhubungan dengan orang
lain (sosialisasi)
(b) Cara berpakaiandan berpenampilan
(c) Sikap dan kebiasaan makan
(d) Sikap dan perilaku anak yang memperlancar hubungannya dengan orang lain Telah
dijelaskan sebelumnya, kendatipun sulit menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai etika
dan esteika pada anak, bukan berarti dapat ditolerir. Namun hal ini merupakan bagi para
orang tua, guru bahkan masyarakat untuk lebih berusaha dalam menciptakan strategi
tertentu mengingat pentingnya penanaman etika dan estetika tersebut. Strategi tertetu
dinilai mampu mencapai tujuan pendidikan sesuai misi dan visi sistem pendidikan nasional
dalam undangundang sistem pendidikan nasional. Ki hajar Dewantara memandang bahwa
penananam perilaku perlu dilakukan sejak anak berusia dini. Fenomena tersebut
memberikan gambaran akan pentingnya penanaman nilai etika, moral serta serta
pengembangan nilai estetika dalam rangka membentuk anak lebih kreatif, baik
pengembangan kreativitas bidang seni maupun bidang lainnya.
C. Mengimplementasikan dalam Kegiatan Pembelajaran
Bicara masalah anak usia dini, program pendidikan prasekolah membatasi anak usia dini
dalam kategori usia antara 0 hingga 8 tahun. Pada saat usia ini mereka berada dalam masa
perkembangan awal yang cukup peka. Oleh karena itu, orang golden DJH¥ artinya masa
perkembangan emas karena mulai mengalami perkembangan pesat dalam setiap aspek
yang dimiliki. Perkembangan ditandai dengan pertumbuhan jaringan tubuh, organ tubuh,
bahkan pada tingkat kematangan sel syaraf. Kematangan sel syaraf otak ini nantinya akan
melahirkan berbagai kecerdasan pada anak. Dari berbagai pengamatan, cendrung kita
perhatikan bahwa pembentukan dan pendidikan perilaku antara di lingkungan keluarga
dan masyarkat memberikan kontribusi yang sangat penting. Misalnya saja, pembentukan
dalam lingkungan menunjukkan perbedaan yang cukup menunjukan perbedaan Keadaan
anak Taman Kanak-kanak pada tahun-tahun awal tentunya sangat berbeda dalam
kehidupannya, dan ini membutuhkan perhatian serius, terutama dalam pembentukan dan
pengembangan moralitas dan kepribadian mereka. Mereka adalah anak-anak polos yang
belum tahu tentang beragam aturan kehidupan. Untuk mewarnai kepolosan mereka, maka
dibutuhkanlah peran orang dewasa yang memahami norma-norma etika untuk
menjelaskan kepada mereka baik, baik secara verbal sederhana maupun non verbal. Dalam
hal ini komunikasi dan interaksi orang dewasa sangat pentng keberadaannya. Dengan
demikian penanaman nilai moral kepada anak usia prasekolah dapat dilakukan dengan
berbagai cara, baik dari segi pendekatan ataupun metode dan teknik pengembangnnya.

D. Asesmen Penanaman dan Pengembangan Nilai Etika dan Estetika


Evaluasi sebagai bagian dari proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan untuk
memantau kemajuan perkembangan anak secara sistematis guna memahami keefektifan
suatu program yang diberikan guru. Evaluasi pada dasarnya bersifat menyeluruh tentang
performans dan perkembangan anak. Dalam kegiatan pembelajaran, guru mengamati
secara seksama perilaku anak dari apa yang sudah disosialisasikan. Perilaku anak
diobservasi dari setiap kegiatannya, baik meliputi kualitas maupun interaksi kegiatannya.
Misalnya berupa catatan anekdot, checklist, portofolio, interview, laporan.
7. Penutup
Impelementasi penanaman dan pengembangan nilai etika dan estetika diupayakan sesuai
karakteristik semua aspek perkembangan dan potensi anak. Semua aspek perkembangan
harus distimulus secara proporsional dan melibatkan kecerdasan majemuk. Perkembangan
anak tersebut ditandai dengan adanya perubahan pada anak yang bersifat sistematis,
progresif dan berkesinambungan. Hal ini berarti ketika tidak ada keseimbangan stimulasi
dalam satu aspek perkembangan, dapat mempengaruhi aspek prkembangan yang lain.
Sementara kita sadari bahwa prinsip perkembangan anak dimasa dewasa sangat
dipengaruhi oleh masa sebelumnya. Fenomena tersebut memberikan gambaran akan
pentingnya penanaman nilai etika, moral serta serta pengembangan nilai estetika dalam
rangka membentuk anak lebih kreatif, baik pengembangan kreativitas bidang seni maupun
bidang lainnya. Berkenaan dengan hal di atas, tentunya para guru perlu mencari solusi
dalam mensosialisasikan nilai-nilai moral secara maksimal dan berkesinambungan dengan
melakukan tugas-tugas bermakna bagi anak didik yaitu dengan melibatkan semua sek
perkembangn yang meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan kata lain,
untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut dan dalam rangka menyiapkan anak
menjadi pembelajar yang bermotivasi tinggi, maka anak perlu dibekali kompetensi menjadi
individu yang kritis, religius, kreatif memiliki kepekaan terhadap lingkungan dan
masyarakatnya. Disamping itu, guru pun diharapkan memiliki kualifikasi khusus yang
dapat menunjang pencapaian kompetensi lulusan anak didik. Guru sebagai pendidik harus
memandang anak sebagai makhluk/ individu yang unik dan memiliki latar belakang
pengalaman, keluarga, sosialbudaya yang berbeda. Selanjutnya, guru memiliki kemampuan
dalam meramu dan memanajemen pembelajaran di kelas.

Daftar Pustaka
Firdaus. 2005. Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Raudlatul Athfal. Jakarta: Departemen
Agama. Hidayat, Otib Satibi. 2005.
Metode Pengembangan Moral dan Nilai-nilai Agama. Jakarta: Pusat Penerbit Universitas
Terbuka Pranowo. 2009.
Berbahasa Secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Santoso, Suegeng 2002. Pendidikan
Anak Usia Dini.
Jakarta: Citra Pendidikan Indonesia (CPI). Sjarkawi. 2006. P
embentukan Kepribadian Anak. Jambi: Wantah, Maria J. 2005.
Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.
JURNAL 2
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan berupa pemahaman guru
pendidikan anak usia dini di kabupaten Kudus tentang pemikiran estetika dalam
pendidikan, penerapan nilai-nilai estetika dalam lingkungan pendidikan anak usia dini di
kabupaten kudus, dan hambatannya. Hal ini perlu dilakukan karena ada beberapa PAUD di
Kudus yang kurang memperhatikan nilai nilai estetika dalam lingkungan belajar, sehingga
hal ini dapat menguramngi semangat peserta didik dalam belajar Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Data
diperoleh dengan melakukan wawancara para guru dari beberapa lembaga pendidikan
anak usia dini di kabupaten Kudus. Hasil penelitian ini para guru sudah melakukan
penataan berdasarkan prinsip-prinsip estetika dalam praktik penataan lingkungan.
Penerapan nilai estetika dalam penataan lingkungan pendidikan ditunjukkan dengan
pemilihan warna cerah untuk pengecatan dinding, pintu, pagar, wahana bermain, dan lain-
lain. Kemudian hiasan di dalam dan di luar kelas dibuat dengan semenarik mungkin, baik
berbentuk hiasan tempel maupun gantung. Hambatan yang muncul dalam penerapan nilai
estetika di lingkungan pendidikan antara lain karena ketiadaan/kurangnya biaya.
Kemudian rasio guru dan siswa yang melebihi standar.
Kata kunci: Estetika, Penataan Lingkungan, Pendidikan Anak usia Dini
A. Pendahuluan
Praktik pendidikan merupakan praktik yang tidak pernah kosong dari inovasi, artinya
praktik pendidikan bukanlah praktik yang stagnan, namun akan selalu mengikuti
perkembangan zaman sebagaimana halnya ilmu pengetahuan. Melihat kondisi tersebut,
pendidikan membutuhkan pemikiran filosofis tentang problemproblem yang muncul
dalam pelaksanaannya atau untuk melakukan inovasi dalam praktiknya yang sesuai
dengan tuntutan zaman. Berbagai komponen pendidikan, seperti tujuan pendidikan,
metode pembelajaran, pendekatan pembelajaran, Riza Zahriyal Falah Vol. 7 | No. 1 |
Januari-Juni 2019 67 kurikulum, media pembelajaran, lingkungan pendidikan, konsep
pendidik dan peserta didik, akan selalu membutuhkan pemikiran yang mendalam untuk
merumuskan definisi yang tepat dan sesuai dengan konteks yang sedang berjalan. Hasil
pemikiran itu yang kemudian akan diimplementasikan dalam praktik-praktik pendidikan.
Pemikiran mendalam dalam masalah metafisika, epistemologi, dan aksiologi mempunyai
kaitan erat dengan dunia pendidikan (George, 2007:58). Pemikiran mendalam tentang
realitas, aspek-aspek pengetahuan, etika dan estetika pada akhirnya akan memberikan
arahan tujuan pendidikan yang sesuai dengan pemikiran tersebut. Pendidikan yang tidak
mempunyai dasar pemikiran filosofis akan bimbang menentukan tujuan pendidikannya
atau praktik pendidikannya tidak akan berjalan dengan baik. Anak dalam usia prasekolah
berada dalam situasi genting dalam kehidupannya, masa prasekolah merupakan masa yang
sangat urgen selain menentukan keberlangsungan pendidikannya kedepan. Dalam masa ini
anak berada dalam situasi yang peka dengan informasi yang ada disekitarnya.Kepekaan ini
diwujudkan dengan daya ingat yang baikdan hasrat mencontoh yang kuat dari sikap dan
perilaku orang-orang disekitarnya.Masa ini juga bisa disebut masa keemasan bagi anak
karena kepekaannya tersebut. Dengan demikian, sangat penting memberikan perhatian
khusus terhadap anak dalam usia pra sekolah ini, yang mana merupakan fase sebelum anak
menjadi orang dewasa. Apa yang dialami di masa kanak-kanak, akan berdampak secara
psikologis yang kemudian menjadi karakter tertentu ketika anak dewasa nanti (Sriti, 2004:
22–36.). Sehingga diperlukan pemikiran yang mendalam dalam proses pembelajarannya,
baik dari segi metode, sarana dan lingkungannya. Anak merupakan pribadi yang kesulitan
untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru baginya. Sikap ini biasanya ditemukan
ketika anak baru memasuki dunia pendidikan di luar rumahnya. Pada hari pertama dan
beberapa selanjutnya, mayoritas anak akan didampingi oleh orang tuanya dalam proses
pembelajaran. kegiatan pembelajaran akan mengalami kegagalan apabila ternyata guru
kurang matang dalam mempersiapkan lingkungan dan suasana yang sesuai dengan
psikologi anak. Karena selain pendekatan psikis, lingkungan fisik seperti sekolah dan
lingkungan di sekitar tempat tinggal juga ikut mempengaruhi pendidikan anak. Sehingga
kebutuhan lingkungan bagi anak-anak harus lebih kreatif dan inovatif apabila
dibandingkan dengan orang dewasa, misalnya dalam pemilihan warna dan sarana yang
lebih memberikan rasa nyaman sehingga anak akan betah berada dilingkungan tersebut.
B. Pembahasan
1. Esatetika dan Pendidikan
Secara teoritis, pemahaman guru pendidikan anak usia dini terkait dengan pemikiran
aksiologis, lebih mendalam pada kajian etika. Sedangkan kajian estetika belum begitu
mendalam walaupun dalam praktiknya, nilai-nilai estetika yang diintegrasikan dalam
penataan lingkungan sekolah sudah berjalan dengan baik. Namun begitu, pengetahuan
implementasi nilai-nilai estetika dalam lingkungan pembelajaran meningkat dengan
adanya kegiatan gugus sekolah KB-PAUD.) Alasan kurangnya pemahaman ini menurut ibu
Mu’awanah yang merupakan kepala salah satu PAUD di Kudus adalah karena memang
kualifikasi para guru lebih ke pendidik, Pemahaman yang detail tentang nilai-nilai etika
lebih dipahami oleh para guru, dibanding estetika. Sebagaimana diungkapkan ibu
Nurmiyati yang merupakan salah satu guru di PAUD yang menyatakan kurang memahami
nilai estetika, para guru lebih menekankan nilai etika disbanding estetika (Nurmiyati,
2018) Pemahaman guru yang rendah tentang kajian estetika dikarenakan dalam proses
kuliah S1 atau D4 tidak begitu mendalam mempelajari nilai-nilai estetika. Ikawati
Abdiyaningrum mengungkapkan bahwa Kajian estetika hanya sedikit yang didapatkan
ketika masa kuliah. Sehingga kalau ditanya pemahaman mendalam tentang nilai-nilai
estetika, kurang begitu memahaminya. Kalau kajian etika mungkin bisa dijelaskan secara
mendalam. Namun untuk praktik penerapan estetika dalam penataan lingkungan belajar
sudah dilakukan dengan baik. Artinya padu-padan warna, dekorasi ruangan, pemilihan alat
peraga pembelajaran selalu kami jaga kualitas dan keindahannya.
2. Metode Petelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh
sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau
kemanusiaan. Peneliti yang menggunakan metode penelitian kualitatif, harus menerapkan
cara pandang penelitian yang bergaya induktif, berfokus pada makna individual, dan
menerjemahkan kompleksitas pada suatu permasalahan (John, 2014:5). Penelitian ini
dilaksanakan di kabupaten Kudus dengan fokus pada lembaga pendidikan anak usia dini.
Lembaga pendidikan anak usia dini yang dijadikan tempat penelitian diwakili olehKB-
PAUD At Tazkiya yang terletak didesa Dersalam Kecamatan Bae, KB-PAUD Darul Ulum
didesa Ngembalrejo Kecamatan Bae, KB-PAUD Naneymi didesa Gondangmanis Kecamatan
Bae, KB-PAUD Ibnu Sina di desa Sadang Kecamatan Jekulo, dan KB-PAUD Basyirul Anam di
Desa Jati Wetan Kecamatan Jati. Responden yang menjadi subyek penelitian dalam
penelitian ini berjumlah sepuluh orang, yaitu Subyek penelitian pertama adalah ibu Lilis
Rahayu Wardhani dari KB-PAUD At Tazkiya yang terletak di desa Dersalam Kecamatan
Bae, ibu Sutimah dan ibu Lia Fitri Rahmawati dari KB-PAUD Darul Ulum di desa
Ngembalrejo Kecamatan Bae, ibu Mu’awanah, ibu Iis Hariyani dan ibu Ikawati
Abdiyaningrum dari KB-PAUD Naneymi di desa Gondangmanis Kecamatan Bae, ibu
Sumiah, ibu Nurmiyati dan ibu Endang Lestari dari KB-PAUD Ibnu Sina di desa Sadang
Kecamatan Jekulo, dan ibu Nailun Nidhom KB-PAUD Basyirul Anam di Desa Jati Wetan
Kecamatan Jati.
3. Nilai-Nilai Estetika Dalam Penataan Lingkungan
Pendidikan Anak Usia Dini Di Kabupaten Kudus Penataan lingkungan pendidikan anak
usia dini, selain membutuhkan kreatifitas guru, juga membutuhkan kajian mendalam
tentang kecenderungan anak dalam belajar. Dalam masalah ini, sebagian besar guru
mempunyai pengertian sama, utamanya dalam pemilihan warna, bahwa warna yang
dominan digunakan di lingkungan sekolah adalah warna-warna yang cerah. Pemilihan
warna untuk dinding, kursi, meja, media pembelajaran sampai seragam guru dan siswa,
lebih kepada warna-warna cerah seperti kuning, hijau muda, biru muda, merah muda.
Menurut kami, warna cerah itu lebih menarik dari warna warna gelap seperti cokelat,
hitam, abu-abu dan lainnnya. (Sumiah, 2018) Selain pewarnaan yang cerah, guru juga
mendesain kelas dan halaman dengan berbagai hiasan yang menarik. Seperti kertas
gantung warna-warni, bola-bola warna-warni, payung, dan lain sebagainya. Penggunaan
hiasan gantung ini akan diganti dengan rutinhiasan tersebut tidak hanya pada tembok,
kursi, meja, lemari, tapi juga langit-langitnya dengan hiasan yang menarik. Hiasan gantung
itu akan diganti kalau sudah brganti semester atau ketika sudah usang/rusak. Hiasan yang
ditampilkan akan disesuaikan dengan tema yang sedang dibahas pada saat itu. Tema
pembelajaran kita biasanya berlangsung antara 1,5 bulan sampai 2 bulan. Penataan
ruangan disesuaikan dengan tema yang sdang berlangsung. Seumpama tema memasak,
maka desain ruangan dan hiasannyanya juga akan kami atur sesuai tema memasak
tersebut. Misalnya gambar nasi, paha ayam, dan sayuran. Bisa ditempel atau digantung.
Nanti kalau tema memasak sudah selesai, maka desain dan hiasan ruangan akan diganti
menyesuaikan tema selanjutnya.
C. Simpulan
Dari penelitian yang sudah peneliti lakukan, didapatkan kesimpulan pemahaman guru
dalam penerapan nilai-nilai estetika di lingkungan pendidikan Anak Usia Dini di kabupaten
Kudus sudah berjalan dengan baik, walaupun secara teoritis, pemahaman guru tidak begitu
mendalam tentang aspek-aspek estetika. Namun dengan adanya kegiatan perkumpulan
Gugus Sekolah di setiap kecamatan, guru dapat menambah pengetahuannya tentang
penataan lingkungan belajar yang baik. Selain kegiatan perkumpulan Gugus Sekolah, para
guru PAUD di Kabupaten Kudus juga berimprovisasi dengan referensi dari internet serta
media sosial. Penerapan nilai-nilai estetika dalam penataan Lingkungan Pendidikan Anak
Usia Dini yang dilakukan oleh guru terlihat dalam pewarnaan lingkungan belajar dengan
pemilihan warna yang cerah, memadukan berbagai warna, menghiasi lingkungan belajar
dengan hiasan dinding dan gantung yang disesuiakan dengan tema pembelajaran,
menyesuaikan perabot kelas sesuai dengan tubuh siswa, dan juga membuat seragam yang
berwarna-warni. Hambatan yang muncul dalam penerapan nilai-nilai estetika dalam
penataan Lingkungan Pendidikan Anak Usia Dini antara lain adalah masalah pembiayaan,
kompetensi guru, dan rasio guru dan siswa yang tidak seimbang

DAFTAR PUSTAKA
Chandrawati, Yufiarti dan Titi.(2016) ProfesionalItas Guru PAUD. Tangerang: Universitas
Terbuka. Creswell, John W. (2013) Qualitative Inquiry & Research Design. New York: SAGE
Publication. ——— (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches. 4th ed. New York: SAGE Publication. Daryanto.(2015) Pengelolaan Budaya
Dan Iklim Sekolah. Yogyakarta: Gava Media. Dkk, R. Mariyana.(2010) Pengelolaan
Lingkungan Belajar. Jakarta: Kencana Prenada Group. Knight, George R. (2007). Filsafat
Pendidikan. Edited by Mahmud Arief. 1st ed. Yogyakarta: Gama Media,. Mohammad, Ali.
(2009). Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional. Jakarta: Imtima. Nasional, Menteri
Pendidikan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2007
TANGGAL 4 MEI 2007. Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional
Pendidikan Anak usia Dini, Pub. L. No. 137 Prastowo, Andi. (2013) Pengembangan Bahan
Ajar Tematik: Panduan Lengkap Aplikatif. Yogyakarta: DIVA Press

Anda mungkin juga menyukai