Anda di halaman 1dari 29

CRITICAL BOOK REVIEW

Etika Profesi dan Estetika

Dosen Pengampu :
Dra.Lelly Fridiarty, M.Pd

Oleh :
ELCHA AGITHA SEMBIRING (5213342048)
REINALDO ADRI NYOMAN (5213142024)

PROGRAM STUDI TATA BOGA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Critical Book Review (CBR) mata
kuliah Etika profesi dan estetika . CBR ini mengulas tentang cara beretika
sebagai pemimpin. Kami berterimakasih kepada seluruh pihak yang membantu
penyelesaian CBR ini dan kepada dosen pengampu mata kuliah etika estetika
yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan tugas ini .
Adapun tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas CBR mata kuliah etika estetika.
Kami berharap makalah ini bisa menjadi salah satu referensi bagi pembaca bila
mana hendak memilih buku sebagai panduan bahan ajar belajar mengenai
berwirausaha.
Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan agar
CBR ini dapat menjadi lebih baik. Akhir kata kami ucapkan terima kasih semoga
dapat bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan bagi pembaca.

Pakpak Bharat, 12 September 2021

Elcha Agitha Sembiring Reynaldo Adri Nyoman


(5213342048) (5213142024)

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1
A. Rasionalisasi Pentingnya CBR
B. Tujuan Penulisan CBR
C. Manfaat CBR
D. Identitas Buku
BAB 2 RINGKASAN ISI BUKU
Bab 1. ETIKA PROFESI DAN PERKEMBANGANNYA
Bab 2. PROFESIONALISME DAN ETOS KERJA
Bab 3. PERANAN KECERDASAN DALAM PROFESI
Bab 4. NILAI NORMA DAN SANKSI ETIK
Bab 5. LINGKUP ESTETIKA
Bab 6. PERKEMBANGAN ESTETIKA
BAB 7. PEMAHAMAM ESTETIKA
Bab 8. ESTETIKA TIMUR
BAB 3 PEMBAHASAN DAN KRITIK BUKU
A. PEMBAHASAN
B. KELEBIHAN dan KEKURANGAN BUKU
BAB 4 PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. REKOMENDASI

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CBR


Kita sering bingung memilih buku referensi untuk dibaca dan di pahami sebagai
kebutuhan pengetahuan. Ada saatnya ketika kita buku yang kita miliki atau kita baca
tidak sesuai dengan apa yang kita butuhkan atau bahkan penataan isi buku yang kurang
baik, misalnya dari segi analisis bahasa atau penulisan. Oleh karena itu, penulis
membuat Critical Book Report ini untuk mempermudah pembaca dalam memilih buku
referensi, terkhusus pada pokok bahasan tentang pendidikan dalam keluarga.

B. Tujuan Penulisan CBR


- Penyelesaian tugas CBR etika profesi dan estetika yang telah ditetapkan
- Menambah pengetahuan dalam memilih buku yang tepat dan benar sesuai kebutuhan
melalui referensi dan kritikan pada buku dalam CBR
- Meningkatkan minat baca dan sikap kritis seseorang dalam menganalisis buku
- Menguatkan kemampuan kritik seseorang dan kemampuan menilai buku
C. Manfaat CBR
- Mempermudah pembaca dengan adanya referensi dalam memilih buku
- Menambah wawasan tentang cara beretika yang baik
D. Identitas Buku I

3
1. Judul : Etika Pendidikan
2. Penulis : Dr. Rukiyati, Dr Andriani Purwastuti
3. Penerbit: Andi
5. Kota terbit : Yogyakarta
6. Tahun terbit : -
7. ISBN :978-979-29-7103-3

BAB 2
RINGKASAN ISI BUKU

BAB 1
Etika Profesi dan Perkembangannya

4
1 Pengertian Etika
Secara etimologi, kata etika atau etik berasal dari kata ethos (bentuk jamaknya
“ta etha”) bahasa Yunani, yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika berkaitan
dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri sendiri maupun kepada masyarakat atau
kelompok masyarakat. Ini berarti bahwa etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang
baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
Etika juga dimengerti sebagai “filsafat moral”, yaitu ilmu yang membahas dan mengkaji
nilai dan norma yang diberikan oleh moralitas. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan
pada pendekatan kritis dalam melihat dan mengkaji nilai dan norma moral serta permasalahan-
permasalahan moral yang timbul ditengah-tengah kehidupan manusia (bermasyakat). Ini
menunjukkan bahwa etika dapat dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional tentang (Sonny
Keraf, 2005):
a. nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia hidup yang baik sebagai manusia, dan
b. masalah-masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma-norma
moral yang umum diterima.
Kata etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai 3 (tiga) arti, yaitu:
 sebagai sistem nilai atau sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi
pedoman bagi seseorang atau kelompok untuk bersikap dan bertindak;
 sebagai kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau moral; 
sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk yang diterima dalam suatu masyarakat, menjadi
bahan refleksi yang diteliti secara sistematis dan metodis. Ada banyak pengertian tentang etika
diantaranya adalah:
 sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik (O.P.
Simorangkir),
 sebagai teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan
buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal (Sidi Gajalba) dan
 sebagai cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan prilaku manusia dalam hidupnya (Burhanudin Salam).
Jadi, etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara
sesama yang menegaskan mana yang baik dan mana yang buruk sebagai hasil kajian secara
kritis dan mendalam dari masalah-masalah kehidupan manusia yang mendasarkan pada nilai
dan norma moral yang umum diterima.

1.1.1 Jenis Etika


Secara umum etika dapat dibagi menjadi dua, yaitu etika umum dan etika khusus. Etika Umum
berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak atau mengambil
keputusan secara etis dengan berpegang pada teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar
yang menjadi tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan.

5
Etika umum dapat dianalogikan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai
pengertian umum dan teori-teori.
Sedangkan Etika Khusus merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam
bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berupa: bagaimana sesorang mengambil
keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang dilakukan
berdasarkan cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Penerapan dapat juga berupa:
bagaimana seseorang menilai perilakunya sendiri dan perilaku orang lain dalam bidang
kegiatan/kehidupan khusus secara etis.
Pengelompokan etika berdasarkan jenjangnya Etika khusus dibagi menjadi dua, yaitu: etika
individual dan etika sosial. Etika individual memuat kewajiban manusia terhadap diri sendiri
sedangkan etika sosial membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota
kelompok/umat manusia. Etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan
mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara
khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian diwujudkan dalam bentuk
aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip prinsip moral
yang ada pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi
segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang
dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “kendali diri”
(“self control”), karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan
kelompok sosial (profesi)

1.1.2 Fungsi dan Tujuan Etika


Sebagai norma-norma dasar bagi kelakuan manusia, etika mempunyai fungsi untuk: 1) memberi
petunjuk yang harus dilakukan dalam situasi konkrit yang sedang dihadapi.
2) memberi petunjuk bagaimana mengatur pola konsistensi dengan orang lain.
3) membimbing tingkah laku manusia agar dalam mengelola kehidupan tidak sampai bersifat
tragis.
Selain fungsi seperti yang diuraikan di atas, etika juga mempunyai tujuan sebagai berikut:
1) agar orang dalam bertindak sesuai dengan nilai dan norma moral yang berlaku dan dapat
dipertanggungjawabkan secara moral.
2) etika sebagai ilmu menuntut orang untuk berperilaku moral secara kritis dan rasional.
3) etika membantu manusia untuk bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggungjawabkan.
Apakah Etika = Etiket? Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi
norma dari perbuatan itu sendiri. Contohnya: Dilarang mengambil hak orang lain tanpa izin
karena sama halnya dengan mencuri. Di sini tidak dipersoalkan bagaimana seseorang tersebut
mencuri. Sedangkan Etiket hanya berlaku dalam situasi di mana kita tidak seorang diri atau ada
orang lain di sekitar kita. Contohnya: Saya belajar di perpustakaan bersama orang lain sambil
meletakkan kaki saya di atas meja belajar, maka saya dikatakan melanggar etiket. Tetapi kalau

6
saya sedang belajar sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket walaupun
saya belajar dengan menaikkan kaki di atas meja.

1.2 Pengertian Profesi


1.2.1 Apakah profesi?
Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah
hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian dan keterampilan yang tinggi dan melibatkan
komitmen pribadi (moral) yang mendalam (R. T. De George, 1986). Sebagai pokok mata
pencaharian mengandung makna bahwa profesi itu merupakan wadah di mana seseorang
berkiprah mencari nafkah untuk kebutuhan hidupnya. Keahlian merupakan suatu aspek yang
dibutuhkan untuk dapat melakukan pekerjaan itu. Tanpa keahlian kita tidak bisa melaksanakan
tugas dengan baik. Dikatakan ahli di sini berarti memerlukan ilmu pengetahuan yang mendalam,
keterampilan dan pengalaman yang matang. Oleh karena itu, profesi membutuhkan pendidikan,
pelatihan dan pengalaman secara memadai untuk menjadi seorang profesional. Namun, apakah
seseorang yang profesional termasuk kategori orang yang memiliki profesi? Profesional adalah
orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu
dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Seorang profesional adalah seseorang yang
hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau terlibat dalam suatu kegiatan
tertentu yang menurut keahlian.
1.2.2 Ciri-ciri Profesi Secara umum
ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu:
1) Adanya keahlian dan keterampilan khusus. Untuk dapat menjalankan pekerjaannya dengan
baik seorang profesional harus memiliki keahlian dan keterampilan. Para profesional memiliki
keahlian dan keterampilan yang lebih tinggi dari orang dari profesi lain. Kemampuan ini
biasanya diperoleh dari pendidikan, dan pelatihan serta pengalaman yang bertahun-tahun.
Bahkan pendidikan dan pelatihan biasanya dilakukan dengan tingkat seleksi yang sangat ketat.
2) Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Kaidah dan standar moral ini
dituangkan dalam satu dokumen yang disebut kode etik profesi. Sebagai contoh: kode etik
insinyur, kode etik dokter, kode etik arsitek, dan lain-lain. Kode etik ini berupa aturan sebagai
kaidah moral atau aturan main dalam menjalankan profesinya.
3) Mengabdi pada kepentingan masyarakat. Setiap insan pelaksana profesi harus mendahulukan
kepentingan masyarakat luas di atas kepentingan pribadi.
4) Para profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi. Sebagai profesional, seseorang
hidup dari profesinya. Sebagai imbalan terhadap keahlian, tenaga, pikiran dan keterampilan
mereka dibayar mahal. Di samping itu, profesi juga akan membentuk identitas seseorang.
5) Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi selalu menyangkut
kepentingan orang banyak dan selalu berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan berupa

7
keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu
profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.

1.2.3 Pengembangan Profesi


Profesi harus dikembangkan secara berkelanjutan sebagai jawaban terhadap tuntutan zaman.
Untuk mengembangkan profesi, menurut pendapat Tatty S.B. Amran, memerlukan hal-hal yang
terkait dengan “KASAH” sebagaimana yang dijelaskan berikut ini.
1) Knowledge (Pengetahuan): sesuatu yang didapat dari membaca dan pengalaman.
Pengetahuan dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu:
a. Pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan tentang hal – hal biasa, kejadian sehari – hari
yang selanjutnya disebut pengetahuan.
b. Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang mempunyai sistem dan metode tertentu
yang selanjutnya disebut ilmu pengetahuan.
c. Pengetahuan filosofis, yaitu semacam ilmu istimewa yang mencoba menjawab hal-hal
yang tidak terjawab oleh ilmu – ilmu biasa yang sering disebut dengan filsafat.
d. Pengetahuan teologis, yaitu pengetahuan tentang keagamaan, pengetahuan tentang
pemberitahuan dari Tuhan.
2) Ability (Kemampuan): meliputi kemampuan yang bisa dipelajari, yaitu pengetahuan dan
keterampilan, dan yang alamiah yaitu bakat.
3) Skill (Keterampilan): merupakan keahlian yang diperoleh dari latihan/melakukan secara
terus menerus dan bermanfaat untuk jangka panjang.
4) Attitude (Sikap diri): sikap diri merupakan suatu konsep yang tertanam pada diri seseorang
yang dibentuk oleh suasana lingkungan.
5) Habit (Kebiasaan diri): kegiatan yang harus terus menerus dilakukan yang tumbuh dari dalam
pikiran yang dilandasi dengan kesadaran bahwa usaha membutuhkan proses yang panjang.

1.2.4 Integritas Dalam Menjalankan Sebuah Profesi


Integritas menunjuk pada suatu pengertian sifat dasar yang harus dimiliki seseorang yang utuh
kepribadiannya, bersikap dan bertindak sebagai diri sendiri, konsekwen dalam berbagai
dimensi kehidupan menurut suatu pola kepribadian yang tidak dibuat – buat baik dalam
pergaulan, pekerjaan, maupun dalan segala hal. Adapun dalam menjalankan profesinya, seorang
dituntut memiliki integritas meliputi:
1) Integritas Intelektual: keterlibatan dalam kebenaran, artinya tidak berlaku bohong, dan
mempunyai perasaan jijik terhadap ketidakjujuran intelektual.
2) Integritas Moral: tidak main kotor, tidak berkhianat, memiliki keadilan dasar, jujur, tidak

8
munafik, tidak kejam, rendah hati, tidak sok pintar, dst.
3) Integritas Religius: agama bukan salah satu sektor terpisah dari kepribadiannya tetapi turut
menentukan sikap orang dalam semua bidang (Benny Tengker, 1994)

1.2.5 Syarat-syarat suatu Profesi


1) Melibatkan kegiatan intelektual.
2) Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3) Memerlukan persiapan profesional yang dalam dan bukan sekedar latihan.
4) Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
5) Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
6) Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7) Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8) Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.

1.3 Pengertian Etika Profesi


1.3.1 Peranan Etika dalam Profesi
1) Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang saja, tetapi
milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai
dengan kelompok yang sangat besar, yaitu suatu bangsa. Dengan nilainilai etika tersebut,
kelompok tersebut diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.
2) Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam
pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama
anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena
adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu: kode etik profesi) dan akan
menjadi pegangan para anggotanya.
3) Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para
anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama
(tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi
tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, pada
profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di daerah mewah dan mahal, sehingga
masyarakat miskin tidak mungkin bisa berobat ke sana.

1.3.2 Prinsip-prinsip Etika


Profesi Prinsip adalah sesuatu sikap yang dipegang kokoh sebagai suatu pedoman. Prinsip-
prinsip etika profesi meliputi: tanggung jawab, keadilan dan otonomi.
1) Tanggung jawab Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya. Terhadap

9
dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2) Keadilan Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi
haknya.
3) Otonomi Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan diberi kebebasan
dalam menjalankan profesinya.

1.4 Kode Etik Profesi


1.4.1 Pengertian Kode Etik Profesi
Kode etik profesi adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas
menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional.
Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus
dilakukan dan apa yang harus dihindari oleh para profesional dalam rangka memberikan jasa
sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi
masyarakat dari perbuatan yang tidak profesional. Kode etik profesi sebetulnya bukanlah hal
yang baru. Ini dibuat untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam
masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh
seluruh anggota kelompok itu.

1.4.2 Tujuan dan Fungsi Kode Etik Profesi


Tujuan kode etik profesi adalah untuk:
1) menjunjung tinggi martabat profesi;
2) menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota;
3) meningkatkan pengabdian para anggota profesi;
4) meningkatkan mutu profesi;
5) meningkatkan mutu organisasi profesi;
6) meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi;
7) mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat;
8) menentukan baku standarnya sendiri.

Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah:


1) memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang
digariskan;
2) sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan;
3) mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam
keanggotaan profesi;
4) etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang
1.4.3 Pelanggaran Kode Etik

10
Yang dimaksud dengan pelanggaran kode etik adalah pelanggaran terhadap nilai-nilai yang
seharusnya dijunjung tinggi oleh segenap anggota profesi seperti: nepotisme (kolusi),
menaikkan harga secara tidak wajar (mark-up), meminta jasa (kick-back fee). Selain itu
pelanggaran juga bisa berupa layanan jasa, yaitu layanan yang tidak sesuai dengan standard
kualitas kinerja profesional. Di dunia kerja/industri sering terjadi pelanggaran etika profesi
seperti:
 penyuapan, pemalsuan;  ketidak-adilan, ketidak-amanan produk;  ketidak jujuran dalam
pengujian;  ketidak pedulian dalam perlindungan kesehatan dan lingkungan;  kelalaian,
kelambanan, pelanggaran ketentuan.
1.4.4 Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Kode etik profesi adalah aturan dan sistem nilai yang dirumuskan dan diterapkan oleh dan pada
profesi itu sendiri. Kode etik ini sifatnya mengikat bagi semua anggotanya. Oleh karena itu, bila
terjadi pelanggaran terhadap kode etik, maka akan ada sanksi bagi yang bersangkutan. Secara
umum sanksi pelanggaran terhadap kode etik ini dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: sanksi
moral dan sanksi dikeluarkan dari organisasi. Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak
dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu.

BAB 2
PROFESIONALISME DAN ETOS KERJA

2.1 Profesionalisme
2.1.1 Pengertian Profesionalisme
Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau suatu rangkaian kualitas yang
menandai atau melukiskan coraknya suatu “profesi”. Profesionalisme mengandung pula
pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber penghidupan.
Profesi sering kita artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari-hari. Tetapi dalam kata
profession yang berasal dari perbendaharaan Angglo Saxon tidak hanya terkandung pengertian
“pekerjaan” saja.
Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan
latihan, tetapi dalam arti “profession” atau “panggilan”. Dengan begitu, maka arti “profession”
mengandung dua unsur. Pertama unsur keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang
“profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk
menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik sebagai ekspresi panggilan.
Dengan demikian, jika berbicara tentang profesionalisme tidak dapat kita lepaskan dari masalah
kepemimpinan dalam arti yang luas. Profesi masih sering dikaitkan dengan tingkat lulusan
perguruan tinggi: institut/ universitas, politeknik, sekolah tinggi, dan lain-lain. Suatu profesi

11
tidak mutlak harus dijalankan oleh seorang sarjana. Sebagai contoh, di Indonesia kita juga telah
mengenal profesi-profesi yang tidak bersifat akademik, seperti: pemain sepak bola, atau petinju
“professional
2.1.2 Ciri-ciri profesionalisme
Berikut ini adalah beberapa ciri profesionalisme:
1) Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect result), sehingga
kita dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas kerja.
2) Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh
melalui pengalaman dan kebiasaan.
3) Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah puas atau putus
asa sampai hasil tercapai.
4) Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh “keadaan
terpaksa” atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup.
5) Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan fikiran dan perbuatan, sehingga terjaga
efektivitas kerja yang tinggi.
Ciri-ciri di atas menunjukkan bahwa tidaklah mudah menjadi seorang pelaksana profesi yang
profesional, banyak kriteria yang harus dipenuhinya. Lebih jelas lagi dikemukakan oleh Tjerk
Hooghiemstra bahwa seorang yang dikatakan profesional adalah mereka yang sangat kompeten
atau memiliki kompetensi-kompetensi tertentu yang mendasari kinerjanya.
2.2 Etos Kerja
2.2.1 Prinsip Etos Kerja
Prinsip etos kerja adalah harapan yang ingin diciptakan melalui kerja. Ada tiga prinsip etos kerja
yang penting untuk dibangun, baik bagi individu maupun organisasi, yaitu:
 Mencetak prestasi (motivasi)
 Membangun masa depan (visioner)
 Mencipta nilai baru (inovasi)
2.2.2 Formulasi Etos Kerja
Kerja bukanlah sekedar upaya untuk menghasilkan suatu produk yang kemudian dikonversi
dalam bentuk gaji, honor atau bentuk imbalan lain. Hasil kerja bisa diartikan secara pendek,
seperti sehabis menyelesaikan pekerjaan kita akan dapat upah, atau secara jangka panjang,
yakni bekerja bisa membawa seseorang pada posisi yang sangat mulia. Berikut ini adalah
formulasi etos kerja yang mengandung nilai-nilai yang sangat luas dan mulia.
 Kerja adalah rahmat, bekerja dengan tulus dan rasa syukur.
 Kerja adalah amanah, bekerja dengan benar dan tanggung jawab.
 Kerja adalah panggilan, bekerja secara tuntas dan penuh integritas.
 Kerja adalah aktualisasi diri, bekerja keras dan penuh semangat.
 Kerja adalah ibadah, bekerja serius dan penuh kecintaan.
 Kerja adalah seni, bekerja cerdas dan kreatif.

12
 Kerja adalah kehormatan, bekerja tekun dan mengutamakan keunggulan.
 Kerja adalah pelayanan, bekerja dengan sempurna dan kerendahan hati.

BAB III
PERANAN KECERDASAN DALAM PROFESI
3.1 Pengertian Kecerdasan
Apakah Kecerdasan? Kecerdasan didefinisikan sebagai kumpulan kapasitas seseorang untuk
bereaksi searah dengan tujuan, berpikir rasional dan mengelola lingkungan secara efektif (David
Wechsler, 1939). Lalu bagaimana kita bisa mengukur kecerdasan ini. Terkait dengan ini, David
Wechsler mengembangkan alat ukur uji kecerdasan seseorang yang sampai saat ini digunakan
dan dipercaya sebagai skala kecerdasan yang disebut Wechsler Intelligence Scale. Sebelumnya
telah ada beberapa konsep tentang kecerdasan ini. JL. Stockton (1921) mendefinisikan bahwa
kecerdasan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi proses memilih yang berprinsip pada
kesamaan (similarities). Menurut Kamus Psikologi (2000) memberi uraian bahwa kecerdasan
merupakan:
a. Kemampuan menggunakan konsep abstrak.
b. Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri dengan situasi baru.
c. Kemampuan mempelajari dan memahami sesuatu.
Sedangkan Gardener (2002) menjelaskan bahwa pengertian kecerdasan (intelligence)
mencakup tiga kemampuan, yaitu:
a. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia.
b. Kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan.
c. Kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang akan memunculkan penghargaan dalam budaya
seorang individu. Kemudian disimpulkan bahwa bahwa kecerdasan merupakan potensi dasar
seseorang untuk berpikir, menganalisis dan mengelola tingkah lakunya di dalam lingkungan dan
potensi itu dapat diukur.
Ciri-ciri dasar kecerdasan adalah:
 To judge well (dapat menilai dengan baik)
 To comprehend well (memahami secara menyeluruh dengan baik).
 To reason well (memberi alasan dengan baik). Ciri-ciri perilaku cerdas:
 Masalah yang dihadapi merupakan masalah baru bagi yang bersangkutan.
 Serasi tujuan dan ekonomis (efesien).
 Masalah mengandung tingkat kesulitan.
 Keterangan pemecahannya dapat diterima.
 Sering menggunakan abstraksi.

13
 Bercirikan kecepatan.
 Memerlukan pemusatan perhatian.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan:


 Pembawaan: kapasitas / batas kesanggupan.
 Kematangan: telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya, erat kaitan dengan umur.
 Pembentukan: pengaruh dari luar.
 Kebebasan; terutama dalam memecahkan masalah. Pengertian bahwa kecerdasan itu bersifat
tunggal seperti yang kita kenal selama ini. Sampai menimbulkan dampak negatif atas persepsi
ini. Sebagai contoh seseorang yang rendah kecerdasan “akademik tradisionalnya”, yakni
matematik dan verbal (kata-kata), dianggap bodoh dan kurang dihargai oleh masyarakat.
3.2 IQ (Intellegence Quotient)
IQ (Intelligence Quotient) merupakan ukuran kapasitas seseorang yang berhubungan
dengan kemampuan penalaran (berfikir)nya untuk mengerjakan atau melakukan sesuatu secara
efektif. Kecerdasan dipercayai bersifat tunggal dan dapat diukur dalam satu angka (Alfred Bined
1964). Ukuran yang digunakan untuk IQ adalah sebagai berikut:
 ≥ 130 : Very Superior  120-129 : Superior  110-119 : Bright normal  90 -109 : Average  80-
89 : Dull Normal  70-79 : Borderline  ≤ 69 : Mental Defective Ciri-ciri IQ adalah: Logis, Rasional,
Linier, dan Sistematis. IQ merupakan pusat rasional dalam kepribadian manusia.
Dengan memiliki IQ yang baik berarti memiliki kemantapan pemahaman tentang potensi
diri dan pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif dalam
kehidupan sehari-hari maupun untuk peranannya sebagai pelaksana / pelaku profesi. Berarti IQ
memiliki peranan yang sangat penting untuk dapat mengembangkan kemampuan kreativitas
dan produktivitas seseorang. 3.3 EQ (Emotional Quotient)

3.3.1 Pengertian EQ
Kata emosi merupakan sebuah kata yang sangat melekat pada manusia. Banyak peristiwa yang
tidak terpuji dikatakan sebagai akibat emosi yang tidak terkendali. Apakah hanya sebatas itukah
emosi sebagai sesuatu yang selalu negatif? Lalu bagaimana keterkaitannya dengan EQ
(kecerdasan emosi)? Penjelasan berikut ini diharapkan bisa memberikan pemahaman tentang
kecerdasan emosi ini. Suatu hasil penelitian yang dianggap sangat monumental dan cukup
mengejutkan bagi banyak kalangan adalah yang dilakukan oleh Daniel Goleman pada tahun
1996 (Emotional Quotion, 1966). Dalam hasil penelitian tersebut dinyatakan bahwa faktor yang
menentukan keberhasilan seseorang dalam karirnya bukan oleh Intellegence Quotient (IQ), tapi
lebih oleh Emotional Quotient (EQ), yaitu: 15% IQ dan 85% EQ.
Orang yang memiliki IQ tinggi tapi dengan EQ yang rendah lebih banyak mengalami
kegagalan dari pada keberhasilannya. Ini menunjukkan bahwa faktor EQ jauh lebih berperan

14
dari pada IQ dalam penentuan keberhasilan seseorang. Emosi adalah ekspresi letupan perasaan
seseorang. Lalu bagaimana dengan EQ (Emotional Quotient) / kecerdasan emosi. Banyak ahli
yang memberikan batasan tentang EQ ini, di antaranya adalah seperti yang dimuat berikut ini.
 Daniel Goldman: Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan sendiri,
perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, mengelola emosi dengan baik, dan berhubungan
dengan orang lain.
 Peter Salovely & John Mayer: Kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk mengerti dan
mengendalikan emosi.
 Cooper & Sawaf: Kecerdasan emosi merupakan kemampuan mengindra, memahami dan
dengan efektif menerapkan kekuatan, ketajaman, emosi sebagai sumber energi, informasi, dan
pengaruh.  Seagel: Kecerdasan emosi merupakan sifat bertanggung jawab atas harga diri,
kesadaran diri, kepekaan sosial, dan adaptasi sosial.

3.3.2 Aspek EQ
Aspek EQ ada 5 (lima), yaitu:
1) Kemampuan mengenal diri (kesadaran diri).
2) Kemampuan mengelola emosi (penguasaan diri).
3) Kemampuan memotivasi diri.
4) Kemampuan mengendalikan emosi orang lain.
5) Kemampuan berhubungan dengan orang lain (empati).
3.3.3 Prilaku Cerdas Emosi:
 Menghargai emosi negatif orang lain.
 Sabar menghadapi emosi negatif orang lain.
 Sadar dan menghargai emosi diri sendiri.
 Emosi negatif untuk membina hubungan.
 Peka terhadap emosi orang lain.
 Tidak bingung menghadapi emosi orang lain.
 Tidak menganggap lucu emosi orang lain.
 Tidak memaksa apa yang harus dirasakan.
 Tidak harus membereskan emosi orang lain.
 Saat emosional adalah saat mendengatkan
3.3.4 EQ Tinggi
Yang dimaksud dengan EQ yang tinggi adalah sifat-sifat yang terkait dengan hal-hal berikut ini: 
Berempati.
 Mengungkapkan dan memahami perasaan.
 Mengendalikan amarah.
 Kemandirian.
 Kemampuan menyesuaikan diri.

15
 Disukai.
 Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi.
 Ketekunan.
 Kesetiakawanan.
Beriktu ini adalah cara membangun kecerdasan emosional (Patricia Patton) sebagai berikut.
1) Memahami pentingnya peran emosi dan memahami yang memungkinkan anda merasakan
perbedaan besar dalam bagaimana kita mengendalikan emosi. Seperti ketika merasakan
kegembiraan yang luar biasa yang membuat seseorang tidak mampu mengontrol perasaannya.
Pemahaman ini sangat diperlukan untuk mencegah agar keinginan ingin berbagi dan rasa
menghormati perasaan orang lain tidak terkorbankan.
2) Menyadari kenyataan bahwa tidak seorangpun memiliki perasaan yang sama tentang satu hal
yang sama. Dengan dimikian akan mengapresiasi adanya perbedaan pandangan, perbedaan
pendapat, dan lain-lain.
3) Mengekang emosi bukanlah tindakan tepat karena akan mengarahkan kita pada
tindakantindakan yang tidak baik. Yang paling tepat adalah menyalurkan emosi secara wajar
dan bertahap.
4) Mempertajam kemampuan intuisi dalam memecahkan masalah ketika menghadapi suatu
masalah besar yang kita tidak mungkin dapat mengontrolnya. Ini penting untuk memahami
perbedaan antara pengaruh dan pengendalian (kontrol). Ada kemungkinan kita dapat
mempengaruhi masyarakat dan situasi, tetapi dapat juga terjadi kemungkinan sebaliknya,
masyarakat yang ingin mengendalikan segalanya.
5) Mengetahui keterbatasan diri sendiri dan tahu kapan kita perlu mengubah strategi.
6) Memungkinkan orang lain menjadi diri sendiri, tanpa memaksakan harapan kita pada
mereka.
7) Mengetahui diri sendiri dan menghargai potensi yang kita miliki bagi pertumbuhan pribadi.
8) Mengetahui pentingnya kasih sayang, perhatian dan berbagi bagi sesama.
3.4 SQ (Spiritual Quotient)
3.4.1 Pengertian SQ
Spiritual adalah inti dari pusat diri sendiri. Kecerdasan spiritual adalah sumber yang
mengilhami, menyemangati dan mengikat diri seseorang kepada nilai-nilai kebenaran tanpa
batas waktu (Agus N. Germanto, 2001). Kecerdasan spiritual sering disebut SQ (Spiritual
Quotient) diperlukan bagi setiap hamba Tuhan untuk dapat berhubungan dengan Tuhannya.
Melibatkan kemampuan dan menghidupkan kebenaran yang paling dalam. Dalam arti
mewujudkan hal yang terbaik dan paling manusiawi dalam batin. Gagasan, energi, nilai, visi,
dorongan, dan arah panggilan hidup, mengalir dari dalam dari suatu keadaan kesadaran yang
hidup bersama cinta (Danah Zohar, Lan Marshal, 2000).
3.4.2 Ciri-ciri Kecerdasan Spiritual yang tinggi
Ciri-ciri kecerdasan ada 4 (empat) (Agus Nggermanto, 2001), yaitu:
 Memiliki prinsip dan visi yang kuat.

16
 Mampu melihat kesatuan dalam keanekaragaman.
 Mampu memaknai setiap sisi kehidupan.
 Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan.
1) Memiliki Prinsip dan Visi yang Kuat Prinsip adalah suatu kebenaran yang hakiki dan
fundamental serta berlaku secara universal bagi seluruh umat. Prinsip merupakan pedoman
dalam bertindak atau berperilaku, yang berupa nilainilai yang permanen dan mendasar.
2) Mampu Melihat Kesatuan dalam Keanekaragaman Isinya beraneka ragam, tapi mempunyai
tujuan yang sama. Sebagai contoh dalam proses belajar mengajar, guru menginginkan agar
siswanya belajar dengan semangat agar mendapatkan hasil yang baik. Sementara siswanya
menginginkan suasana belajar yang menyenangkan. Ini menunjukkan adanya perbedaan
kepentingan, tetapi tujuannya adalah sama, yaitu kebaikan.
3) Mampu Memaknai Setiap Sisi Kehidupan Semua kejadian yang menimpa seseorang di dunia
ini selalu mengandung makna. Baik itu yang berupa kesenangan maupun kesedihan. Ketika
berhasil kita bersyukur dan tidak lupa diri. Sebaliknya kita akan mendapat banyak pelajaran
yang akan meningkatkan kecerdasan spiritual kita. Jadi, setiap kejadian di muka bumi ini selalu
ada hikmahnya.
4) Mampu Bertahan dalam Kesulitan dan Penderitaan Untuk menjadi besar dan sukses tidak
mungkin bisa dikerjakan dengan santai-santai saja. Semua pasti perlu perjuangan dan
pengorbanan. Orang yang sukses hampir dapat dipastikan diawali dengan cobaan dan ujian.
Berkat ujian dan cobaan itulah seseorang menjadi kuat dan tangguh sehingga mampu meraih
kesuksesannya.
3.4.3 Kecerdasan Spiritual Seorang Profesional
Seorang profesional dengan dengan tingkat kecerdasan spiritual (SQ) yang tinggi bukanlah
sekedar pemimpin yang beragama, tetapi beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa.
Seorang profesional yang baik harus selalu memegang amanah, konsisten dan tugas yang
diembannya adalah ibadah kepada Tuhan. Oleh karena itu, semua sikap, ucapan dan
tindakannya selalu mengacu pada nilai-nilai moral dan etika agama, selalu memohon taufiq dan
hidayah kepada Allah swt, berpijak kepada sikap amar am’ruf nahi munkar (mengajak pada
kebaikan dan mencegah kejahatan).
3.5 CQ (Creativity Quotient) Kecerdasan kreativitas adalah potensi seseorang untuk
menghasilkan penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi atau pun lainnya.
Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk mencipta dan berkreasi. Walaupun belum ada
teori yang secara komprehensif tentang faktor-faktor pendukung ide kreatif ini, tapi yang jelas
ide kreatif banyak dirangsang oleh adanya usaha perbaikan kualitas hidup atau karena
timbulnya berbagai permasalahan dalam hidup ini.
Adapun ciri-ciri kreativitas menurut Guil Ford ada 5, yaitu:
a. Kelancaran: Kemampuan memproduksi banyak ide.
b. Keluwesan: Kemampuan untuk mengajukan bermacam-macam pendekatan jalan pemecahan

17
masalah. c. Keaslian: Kemampuan untuk melahirkan gagasan yang orisinal sebagai hasil
pemikiran sendiri.
d. Penguraian: Kemampuan menguraikan sesuatu secara terperinci.
e. Perumusan Kembali: Kemampuan untuk mengkaji kembali suatu persoalan melalui cara yang
berbeda dari kebiasaan.

BAB IV
NILAI NORMA DAN SANKSI ETIK
A. Pengertian Nilai etika
Aksiologi sebagai cabang filsafat membedakan nilai etik(moral) dan Nilai Estetika. Nilai sebagai
sesuatu yang bersifat abstrak sangant sulit untuk di jelaskan. Nilai secara umum sering diartikan
dengan keberhargaa/ mutu/ kualitas. Bernilai mempunyai arti berharga,Bermutu, Berkualitas.
Menulai berarti membandingkan sesuatu fakta dengan acuan yang dipakai untuk menilai.
Scheler berdasarkan (Uhi, 2016:68-70), Membagi nilai dalam empat tingkatan. Tingkatan
pertama, Nilai Kenikmatan. Bilai kenikmatan dalam urutan tingkatan nilai dianggap sebagai
tingkatan paling bawah karena siapapun yang meletakkan nilai ini sebagai orientasi utama maka
dapat dinilai sebagai kurang luhur perbuatannya. Oleh sebab itu, orang mencari kenikmatan
jasmani dalam hidupnya, misalnya mabuk maka masyarakat cenderung akan menilai pemabuk
merupakan orang yang tidak baik. Tingkat kedua, nilai nilai kehidupan(vittalitas). Nilai-nilai
kehidupan merupakan nilai yang penting untuk manusia, misalnya kesehatan, kebugaran,
kesejahteraan, keamanan, kebersihan. Tingkat ketiga, Nilai-nilai kejiwaan. Nilai ini lebih penting
dari 2 tingkat nilai sebelumnya karena nilai ini tidak tergantung pada kejasmanian dan
lingkungan. Contoh nilai kejiwaan, seperti kebaikan keindahan dan keberanian. Tingkat yang
keempat, Nilai kerihanian. Nilai ini memiliki tingkat nilai tertinggi karena terkait dengan nilai
yang ada hubungannya dengan tuhan yang maha esa. Misalnya kesucian, keimanan, ketaqwaan.
Hierarki nilai ini didasarkan atas berbagai pertimbangan.
Oleh karena itu nilai dapat dipakai sebagai rujukan dan keyakinan untuk perbuatan. Nilai
yang terkait dengan perbuatan manusia adalah nilai etika atau nilai etik. Nilai etik selalu
berkaitan dengan perbuatan moral. Nilai etik tidak dapat berdiri sendiri dan selalu terkait
dengan nilai yang lain.
Berteun (2007:143-147) mengatakan ada 4 ciri-ciri etik sebagai berikut:

1. Berkaitan dengan tanggung jawab


2. Berkaitan dengan Hati Nurani
3. Mewajibkan

18
4. Bersifat formal
B. HUBUNGAN NILAI ETIK DAN NORMA ETIK
Nilai etik bersifat konsepsi/abstrack sehingga dijabarkan dalam norma etik. Norma etik
dalam bahasa indonesia, artinya sama dengan kata asalnya, yaitu dari bahasa latin. Norma
berarti Carpenter’s square, siku-siku di pakai tukang kayu untuk mencetak apakah benda yang
dibuatnya sungguh-sungguh lurus. Norma juga sering diartikan (Purwodarminto, 1986:678).
Flew (kaelan, 2013:443) mengatakan norma adalah aturan yang di jadikan ukuran arau standart
kebenaran
Norma yang terkait dengan perbuatan manusia juga banyak macamnya, misalnya seperti norma-
norma terkait dengan perbuatan umum dan aspek khusus perbuatan manusia.
Norma umum perbuatan manusia dapat di kelompokkan menjadi 3 yaitu etika, norma hukum,
dan norma moral. Etika merupakan tolak ukur yang berkaitan dengan kesopanan. Norma
hukum merupakan norma yang disepakati oleh sepkati oleh sebuah kelompok atau masyarakat.
Norma etik tidak dapat dilepaskan dari pandangan hidup suatu masyarakat tertentu. Pandangan
hidup masyarakat inilah yang menjadi dasar dari norma etik yang ditentukan oleh sebuah
masyarakat.norma etik menjadi penggambaran dari pandangan hidup masyaraka. Norma etik
merupakan deduksidari pandangan hidup atau nilai hidup yang diyakini kebenaran dan
kebaikannya.
C. SANKSI ETIK
Sanksi hukum merupakan ganjaran paling jelas dan tugas jika dibandingkan dengan
sanksi kesopanan maupun sanksi etik. Ganjaran dari pelanggaran norma hukum sudah diatur
dalam aturan hukum yang berlaku yaitu denda dan kurungan. Bahkan dalam kasus pelanggaran
hukum yang dianggap luar biasa sanksi yang diberikan sampai hukuman mati. Hukuman mati
sebagai hukum terberat menjadi pro dan kontra, sampai saat ini. Hukuman mati menjadi pro
dan kontra salah satu alasan yang menolak hukuman mati terkait dengan sanksi etik.
Sanksi etiket berupa perasaan tidak nyaman sampai dengan dikucilkan. Pelanggaran
terhadap kesantunan kebiasaan dan adat biasanya pelaku akan merasa malu sampai dengan di
kucikan dalam antropologi budaya perasaan malu ini disebut dengan shame culture atau budaya
malu. Budaya malu terkait dengan perasaan hilangnya kehormatan, reputasi, nama baik atau
gengsi. Apabila sesorang melakukan pelanggaran norma etik seharusnya tidak hanya merasa
malu tetapi merasa bersalah. Perasaan bersalah terkait dengan sanksi etik. Perasaan bersalah
menjadi salah satu ciri sanksi etik. Sanksi etik merupakan ganjaran bagi seseorang yang telah
melanggar etik. Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa nilai maupun norma etik terkait utamanya
dengan hati nurani. Perbuatan perbuatan yang melanggar kemanusiaan diberi sanksi etik.
D. HUBUNGAN NORMA-NORMA: Etik, etiket, dan hukum
Norma etik, etiket dan hukum memiliki kaitan yang sangat erat. Norma etik menjadi
acuan dan etiket dan hukum. Keterkaitan antara norma etik, dan etiket dapat dijelaskan sebagai

19
berikut. Etiket merupakan aturan baik dan buruk yang terkait dengan sopan santun pergaulan,
didalam pergaulan didalam masyarakat terdapat banyak aturan tentang yang boleh dilakukan
dan yang tidak boleh dilakukan aturan aturan atau etiket ini dilaksanakan secara terus menerus
maka menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang dilakukan ini jika dilaksanakan secara turun temurun
akan menjadi adat istiadat.
E. HUBUNGAN ETIKA DENGAN AGAMA
Moral dan agama saling berkaitan.sebab, ajaran agama juga syarat dengan ajaran moral.
Contohnya dalam ajaran islam. Dalam sebuah hadis saaih dikatakan bahwa nabi muhammad
saw di utus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia

BAB V
LINGKUP ESTETIKA
1 Pengertian estetika
Berdasarkan pendapat umum, estetika diartikan sebagai suatu cabang filsafat yang
memperhatikan atau berhubungan dengan gejala yang indah pada alam dan seni.
- Estetika berasal dari bahasa Yunani kuno “Aisthtetika” yang berarti hal-hal
yang dapat di serap oleh panca indra.
- Estetika adalah segala sesuatu dan kajian terhadap hal-hal yang terkait dengan kegiatan seni
(Kattsoff, Elementof philosophy, 1953).
- Estetika merupakan suatu telaah yang berkaitan dengan penciptaan, apresiasi, dan kritik
terhadap karya seni dalam konteks keterkaitan seni dengan kegiatan manusia dan peranan seni
dalam perubahan dunia (Van Mater Ames, Colliers Encylopedia, Vol. 1)
- Estetika adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan,
mempelajari semua aspek yang di sebut keindahan
( AA. Djelantik, Estetika Suatu Pengantar, 1999).
- Estetika adalah filsafat yang membahas esensi dari totalitas kehidupan estetik dan artitistik
yang sejalan dengan jaman ( Agus Sachari, Estetika
Terapan, 1989).
2 Estetika, Filsafat, Ilmu dan Seni
Filsafat, terutama Filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat
muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan
lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul

20
di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau
Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta
pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
3. Nilai Estetis (Keindahan)
Keindahan berasal dari bahasa Latin bellum, Beau (Prancis), bello (Itali ,Spanyol), beauty
(Inggris) yang berarti kebaikan dan kebenaran. Dalam artian ini pengertian keindahan menjadi
sangat luhur dan universal. Pengertian keindahan dalam tradisi pemikiran yunani tidak
dikhususkan kepada soal pengamatan visuallitas semata, tetapi juga mencakup pikiran dan
tingkah laku. Bahkan keindahan itu juga dipahami berdimensi spiritual ketika manusia
menemukan keharmonisan jiwanya dalam “pertemuan” dengan sesuatu yang transenden.
Sementara Sumardjo (2000:26) berpendapat: “Estetika adalah bagian dari filsafat. Dalam studi
filsafat, estetika digolongkan dalam persoalan nilai...”. Nilai kehindahan memiliki orientasinya
sendiri.
4. Sejarah penilaian keindahan
Keindahan seharusnya sudah dinilai begitu karya seni pertama kali dibuat. Namun rumusan
keindahan pertama kali yang terdokumentasi adalah oleh filsuf Plato yang menentukan
keindahan dari proporsi, keharmonisan, dan kesatuan. Sementara Aristoteles menilai keindahan
datang dari aturan-aturan, kesimetrisan, dan keberadaan.
Nilai estetik Bersifat mendasar (inti) murni dan abstrak.
Nilai seni Berkaitan dengan bentuk visual dan auditif (pendengaran suara) dari
manusia.
Nilai estetik terdapat pada:
1. Seni rupa : garis, bentuk, warna, tekstur, ruang,cahaya.
2. Seni tari : gerak, tempo, irama.
3. Seni musik : suara, metrum, irama.
4. Seni drama: dialog, ruang, gerak.
Nilai seni terdiri dari nilai instrinsik, ekstrinsik, dan makna.

5.Nilai estetik dalam seni rupa


Unsur-unsur dasar:
1. Garis adalah titik-titik yang tersambung
2. Bentuk adalah gabungan dari beberapa bidang
3. Warna adalah lapisan terluar dari suatu material

21
4. Tekstur adalah kualitas atau sifat suatu permukaan material
5. Ruang adalah rongga yang terbatas
6. Cahaya adalah suatu kualitas gelap terang

BAB VI
PERTUMBUHAN ESTETIK

2.1 Periode Platonis atau Dogmatis


Masa pertumbuhan periode dogmatis berlangsung sejak sokrates hingga Baumgarten. Sokrates
adalah perintis, Aristoteles ialah penerus Plato yang terkenal dengan dewa estetika. Ketiga
orang besar diantara ahli filsafat Yunani yang meletakkan fondamen pertama tentang estetika
yaitu Sokrates, Plato, dan Aristoteles.
Jika istilah estetika diartikan fisafat keindahan, maka sejarah keindahan berarti sejarah filsafat
keindahan. Jika sejarah filsafat seni digambarkan sebagai pohon filsafat, maka filsafat Plato
sebagai batang dari segala akar estetika. Filsfat seni bagi Plato sebenarnya merupakan gagasan
idealisme itu sendiri: The man who only loves beautiful is wide awake. “ Orang yang hanya
mencintai barang cantik adalah bermimpi dan hanya orang yang mengetahui keindahan mutlak
yang benar-benar memiliki”. Aristoteles berbeda dengan gurunya, dalam beberapa hal, estetika
merupakan penyusunan/pengorganisasian unsur-unsur sistematik terhadap filsafat Plato.
Dalam kata lain bahwa estetika merupakan pengejawantahan dari ide Plato, yang diterjemahkan
dalam bentuk terstruktur dan tersistematik. Plato belum berhasil memberi definisi keindahan
dengan tepat, sedangkan Aristoteles telah memberikan batasan tersendiri atas keserasian
bentuk yang setingi-tinginya. Ia sudah mementingkan pandangan manusia seperti apa adanya di
dalam kenyataan dan bagaiman seharusnya. Ciri khas seni yang mengupas alam dari hakekat
yang sebenarnya : ia merupakan imitasi, yang membawa pada kebaikan yang berarti juga
mengubah. Plato dan Aristoteles sependapat bahwa karakter seni harus mewujudkan kenyataan
sehingga Karena keindahan yang berlebihan, menjadi seolah-olah tidak nyata. Keduanya
menginginkan keteladanan,ritme, harmonis, persenyawaan, gradasi, unity. Semuanya dapat
dikembalikan pada keindahan yaitu pengaturan/pengorganisasian. Kalau Plato berjalan tanpa
menggunakan metode untuk menuju keindahan terbatas, sedangkan Aristoteles bertolak pada
simbolisme keindahan.

2. 2 Periode Kritika (Revolusi Kopernik dalam Filsafat Kant)


Estetika pernah mengalami krisis dan terancam kehancuran tak kala mucul penggemar ilmu seni
yang mengarah pada estetika sebagai bahasan teknis. Apa bila periode dogmatis yang masa

22
pertumbuhannya berlangsung sejak sokrates hingga Baumgarten (1714-1762), yang kemudian
dikenal dengan istilah “estetika” sebagai filsafat keindahan. Peride kritika berangkat sesudah
baumgarten sampai wafatnya Kant (1904) dan berimbas setelah Kant.
2.3 Periode Positif
Pemikiran filsafat membedakan antara dua macam ilmu pengetahuan; ilmu positif yang
mempelajari fenomena alam dengan menafsirnya menurut cara tertentu. Ilmu normatif
mempelajari nilai-nilai kemanusiaan seperti kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Ilmu positif
bersandar pada eksperimental dan ilmu normatif menggunakan akal murni dan spekulasi.
Ilmu normatif terbagi menjadi tiga , yaitu:
1. Logika dengan objek kebenaran
2. Etika dengan objek kebaikan,
3. Estetika dengan objek keindahan.
Estetika tidak hanya terbatas mengenai keindahan dan kecantikan tetapi juga menyangkut
filsafat seni secara umum.

BAB VII
PEMAHAMAN ESTETIK

Pemahaman estetik dalam seni, bentuk pelaksanaannya merupakan apresiasi. “Istilah apresiasi
berasal dari kata latin appretiatus yang merupakan bentuk past participle yang artinya to value
at price atau penilaian pada harga. Dalam bahasa inggris disebut appreciation atau artinya
penghargaan” (Bahari, 2008: 175) Apresiasi seni merupakan proses sadar yang dilakukan
penghayat dalam menghadapi dan menghayati karya seni. Apresiasi tidak sama dengan
penikmatan, mengapresiasi adalah proses untuk menafsirkan sebuah makna yang terkandung
dalam karya seni. Seorang pengamat yang sedang memahami karya sajian maka sebenarnya ia
harus terlebih dahulu mengenal struktur organisasi atau dasar-dasar penyususunan dari karya
yang di hayati.

2.1 Antara Pemahaman dan Penikmatan


Kajian apresiasi seni atau pemahaman, sering dikacaukan dengan pemakaian istilah dan
pengertian yang terjadi antara apresiasi atau pemahaman dengan penikmatan karya estetik.
Pemahaman atau apresiasi memiliki dimensi logis, sedangkan penikmatan sebagai proses
psikologis, kurang memiliki asfek logis. Apresiasi menuntut keterampilan dan kepekaan estetik
untuk memungkinkan seseorang mendapatkan pengalaman estetika dalam mengamati karya

23
seni. Pengalamam estetik bukanlah sesuatu yang mudah muncul atau mudah diperoleh, karena
untuk semua itu memerlukan pemusatan atau perhatian yang sungguh-sungguh.pengalaman
estetika dari seseorang adalah persoalan psikologis. Seseorang tidak hanya membahas sifat-sifat
yang merupakan kualita dari benda estetik, melainkan juga menelaah kualitas abstrak dari
benda estetik, terutama menguraikan dan menjelaskan secara cermat, dan lengkap dari semua
gejala psikologis yang berhubungan dengan karya seni.

2.2 Tolstoy dalam Estetika Seni


Keindahan perlu untuk dipahami dan punya arti penting terhadap perasaan. Aktifitas tersebut
dilakukan untuk menguji aktivitas itu sendiri. Keindahan dapat ditangkap bergantung atas kesan
yang ditangkap, dan tidak semata-mata adanya hubungan dengan kesenangan kita untuk
mendapatkan sesuatu dari keindahan itu sendiri. Jika tujuan semua aktivitas semata-mata untuk
menggambarkan kesenangan itu sendiri, maka definisi seni akan menjadi sulit dimengerti.
Tetapi kenyataan yang terjadi bahwa seni merupakan usaha untuk menggambarkan sesuatu.
Untuk menggambarkan seni dengan tepat, pertama-tama harus berhenti dalam
mempertimbangkan keindahan sebagai makna dari kesenangan. Aktivitas seni dalam
membangun diri merupakan sesuatu perasaan yang pernah di alaminya, dan setelah itu dengan
perantaraan bentuk, warna, bunyi atau bentuk-bentuk yang diekspresikan dengan kata-kata
dapat mengubah keberadaan tersebut sedemikian rupa sehingga orang lain dapat mengalami
hal yang sama. Seni adalah aktivitas manusia yang di dalamnya mengandung kenyataan tersebut
bahwa seseorang dengan sadar lewat pertolongan simbol-simbol eksternal tertentu. Dia
menyatakan perasaan yang pernah di alaminya kepada orang lain tersebut lalu timbul oleh
perasaan tersebut dan juga mengalaminya. Derajat tingkat keterlibatan perasaan dalam seni
tergantung pada kondisi masing-masing. Tingkat pemindahan perasaan dalam seni bergantung
pada tiga kondisi, yaitu:

1. Semakin besar ciri khas pribadi, lebih sedikit perasaan yang di pancarkan.
2. Semakin besar kerapian pribadi, lebih sedikit perasaan yang dipancarkan.
3. Kejujuran seniman, yaitu kekuatan seniman yang merasa emosinya terpancar.

Kekuatan individu perasaan dalam memancarkan, dapat diartikan sebagai sesuatu yang
sudah dapat mengungkapkan sesuatu kepada penghayat. Totalitas merupakan sesuatu yang
dapat diterima dan dirasakan oleh penghayat secara total.

BAB VIII

24
ESTETIKA TIMUR
perkembangan estetika di negara-negara timur tampaknya sudah berkembang mulai zaman
primitif hingga munculnya berbagai agama besar sampai era modern. Estetika pada dasarnya
sangat dinamis dengan filosofis dan pemikiran baru, tetapi di timur sangat statis dan dogmatis,
sehingga lambat dan bahkan tidak berkembang. Meskipun demikian sulit mengatakan
keunggulan masing-masing pihak. Hal tersebut karena pijakan dan latar belakang yang berbeda.

Estetika Timur Tengah


Estetika yang berkembang di negara-negara timur tengah berbeda dengan perkembangan
estetika di belahan Negara lain. Hal ini karena masyarakat timur tengah sebelum Islam
menyembah patung berhala yang berwujud makhluk hidup dan bentuk keindahan lainnya.
Namun setelah Islam masuk, mereka yang menyembah patung berhala dianggap bertentangan
dengan agama, demikian juga semua yang berkaitan dengan hal tersebut seperti patung dan
gambar yang melukiskan makhluk hidup. Akibatnya suatu bentuk yang mirip dengan berhala,
atau suatu bentuk yang bernyawa hampir tidak terdapat di Negara-negara ini. Tetapi ketatnya
larangan tersebut justru memunculkan dimensi estetik simbolik yang non-naturalis. Karya-
karya semacam kaligrafi, ornament geometric, arsitektur, masjid, permadani bemotif tumbuh-
tumbuhan yang di stilisasi dan sejenisnya tumbuh subur serta memberi ciri khas kesenian timur
tengah.

Estetika India
Konsep dasar estetika adalah naturalisme-spiritualis, bahwa pusat dan sumber keindahan
terletak pada alam semesta, dan seniman harus mampu berkontemplasi untuk memahami
kebesaran dan kedahsyatan alam untuk meraih nilai keindahannya. Sumardjo (2006:18)
mengatakan bahwa secara filosofis, kemajuan filsafat sebagai dasar estetika India tidak sesubur
di Barat dikarenakan manusianya lebih menyukai laku daripada ilmu. Pikiran-pikarannya
ditujukan untuk memasuki pengalaman transenden, yaitu menyatu dengan Tuhan.
Orientasi estetika India terwujud dalam dewa-dewa
Ada tiga karakter konsep estetika India, yaitu:
1. spiritualistik, semua karya seni melambangkan nilai keagamaan dan mencintai alam sebagai
kesatuan kosmos. Apa yang diciptakan bukan menggambarkan sesuatu apa adanya, tetapi
menggambarkan sifat-sifat ketuhanan yang melingkupi dirinya. Oleh karena itu representasi
tubuh Budha dipandang sebagai gumpalan masa yang cemerlang yang tidak ada bedanya dengan
pikiran.
2. simbolistik, setiap bentuk yang hadir memiliki nilai-nilai. Adanya makna-makna dan sifat
sugestif yang melebihi ungkapan artistik atau anatomis, seperti patung Budha dengan sikap
mudra yang penuh perlambang, dewa Syiwa atau Wishnu, semuanya menyimbolkan adanya
supra-human, energi spiritual, kekuasaan atau visi-visi ilahi.

25
3. naturalistik, keindahan adalah alam, maka penggambaran dewa beserta atributnya di ambil
dari benda-enda yang terdapat pada alam, seperti gunung, matahari, binatang, dan sebagainya.

Estetika Jepang
Pandangan Budha terhadap benda-benda pada prinsipnya adalah segala sesuatu yang bersifat
fana; segala sesuatu itu mengandung penderitaan dan segala sesuatu itu tanpa ego. Bagi Budha
benda-benda itu tidak kekal, selalu berubah. Indera kita selalu saja salah dalam mengamati
benda sekitarnya. Hal ini membuat manusia hanya menatap illusi belaka, dengan demikian
segala sesuatu mengandung penderitaan. Oleh karena itu pergunakan konsep kesederhanaan”
mintalah segala sesuatu secukupnya”. Konsep ini mempengaruhi estetika Budhisme yang lebih
menekankan pada estetika kesederhanaan. Segala sesuatu buatlah seminimal mungkin dan
bersahaja.

26
BAB III
PEMBAHASAN DAN KRITIK BUKU
Kelebihan Buku
Kelebihan dari buku adalah isi buku sangat menarik karena buku ini digunakan untuk
memperindah dalam desain seni . Desain cover buku sangat menarik karena di bubuhi dengan
gambar yang berwarna.

Kekurangan Buku
Dalam buku etika profesi dan estetika yang saya rangkum memiliki kekurang antar bab namun
tidak banyak kekurangan dari buku ini bahkan nyaris tidak ada kesalahan karena buku ini
benar-benar di susun secara teliti oleh para ahli di bidangnya, Jadi dari beberapa bab hanya saya
simpulkan kekurangannya menjadi satu bahasan tidak melalui penglihatan setiap bab,
kekurangannya yaitu kurangnya rangkuman sebagai inti dalam setiap bab itu, dan juga masih
kurang lebih banyak contoh lagi dalam setiap materi walaupun memang sudah ada contoh setiap
bab tetapi menurut saya masih kurang banyak dalam memberikan wawasan tentang materinya.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan
Dari pemjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa buku ini menjelaskan
tentang apa-apa saja yang berhubungan dengan profesi kependidikan. Sehingga buku
ini sangat bermanfaat bagi siapa saja yang membaca terutama bagi seorang pendidik,
tenaga kependidikan dan pendidik, tenaga kependidikan dan mahasiswa calon guru.
Manfaat setelah kita membaca buku ini sangatlah besar karena kita dapat mengetahui
tentang apa itu profesi kependidikan dan apa-apa saja hal yang harus dipelajari dalam
profesi pendidikan.

27
B.Saran
Penulis menyarankan dalam melakukan pencetakan buku ini sebaiknya pengarang
mencantumkana sub-bab ke semua judul kecil agar memudahkan pembaca dalam
membaca isi buku. Selain itu, pengarang juga dapat menambahkan gambar-gambar
yang menarik minat pembaca dari semua kalangan.

28

Anda mungkin juga menyukai