Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH

ASUHAN INTRANATAL BERDASARKAN EVIDENCE BASED PRATICE

Disusun Oleh :

Kelompok II

1. Diyan kurniasih (52021092)

2. Yusmelinda (52021096)

3. Nova mierlisa anggraini (52021090)

4. Intan Oktafiyani (52021095)

5. Sumarsih (52021093)

6. Ika Milya Wati (52021089)

7.endang Wiranti ( 52021091)

8. Ulfa isabela (52021025)

9. Grenida Rospita Rini (52021088)

10. Cyndi pratiwi (52021094)

11. Pratiwi kusuma wardani (52021099)

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
STIKES ESTU BUDI UTOMO BOYOLALI
2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia

dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Asuhan

Intranatal Berdasarkan Evidence Based Partice “

Alhamdulliah tugas makalah ini telah selesai tidak lupa kami ucapkan kepada dosen

pembimbing kami Bu “Raudhatul Munawarah, S.ST, M.Kes” dan semua pihak yang ikut

membantu.

Kami menyadari makalah ini belum sempurna, oleh karenya kritik dan saran yang

bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan tugas tugas di hari esok.

Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan

penulis khususnya.

Semoga Allah SWT memberikan kebaikan dan kemudahan kepada kita. Amin.

Boyolali, 08 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul...............................................................................................i
Kata Pengantar...............................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................1
B. Tujuan............................................................................................2
C. Manfaat..........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................4
A. Evidence Based Midwifery (Partice) ............................................4
B. Asuhan Persalinan Normal............................................................4
C. Dukungan Persalinan Berdasarkan Evidence Based Midwifery (EBM) 6
D. Penggunaan Oksitosin Pada Manajemen Aktif Kala III ...............14
E. Memberikan Asuhan Pada Ibu Bersalin Fisiologi Kala III ...........16
BAB III PENUTUP 17
A. Saran..............................................................................................17
B. Penutup..........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ilmu kebidanan adalah ilmu yang mempelajari tentang kehamilan, persalinan, dan
kala nifas serta kembalinya alat reproduksi ke keadaan normal. Tujuan ilmu kebidanan
adalah untuk mengantarkan kehamilan, persalinan, dan kala nifas serta pemberian ASI
dengan selamat dengan kerusakan akibat persalinan sekecil-kecilnya dan kembalinya alat
reproduksi kekeadaan normal. Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan
dengan perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian
perinatal. Dikemukakan bahwa angka kematian perinatal lebih mencerminkan
kesanggupan suatu negara untuk memberikan pelayanan kesehatan. Indonesia, di
lingkungan ASEAN, merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal
tertinggi, yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan segara untuk
memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat
menyeluruh dan lebih bermutu.
Dengan perkiraan persalinan di Indonesia setiap tahunnya sekitar 5.000.000 jiwa
dapat dijabarkan bahwa: Angka kematian ibu sebesar 19.500-20.000 setiap tahunnya atau
terjadi setiap 26-27 menit. Penyebab kematian ibu salah satunya adalah perdarahan
30,5 %.
Dukungan sosial sangatlah penting diberikan kepada ibu dalam proses persalinan.
Dukungan yang diberikan dapat dilakukan oleh suami, keluarga, teman dekat, atau
tenaga profesional kesehatan. Salah satu prinsip asuhan sayang ibu yaitu
mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi
(Depkes RI, 2004). Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan
mengkampanyekan program “Suami Siaga” pada tahun 1999 – 2000 dalam rangka
meningkatkan peran suami dalam program “Making Pregnancy Safer”. Tujuan dari
program ini untuk meningkatkan pengetahuan, keterlibatan, dan partisipasi suami
terhadap pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Depkes RI, 2001). Dukungan yang
terus menerus dari seorang pendamping persalinan kepada ibu selama proses persalinan
dan melahirkan dapat mempermudah proses persalinan dan melahirkan, memberikan rasa
nyaman, semangat, membesarkan hati ibu dan meningkatkan rasa percaya diri ibu, serta
mengurangi kebutuhan tindakan medis (Nakita, 2004). Di negara berkembang, beberapa
RS besar terlalu dipadati oleh persalinan resiko rendah sehingga dukungan personal dan
privasi tidak dapat diberikan. Di Indonesia, tidak semua RS mengizinkan suami atau

iv
anggota keluarga lainnya menemani ibu di ruang bersalin. Hampir seluruh persalinan
berlangsung tanpa didamping oleh suami atau anggota keluarga lainnya. Pendamping
persalinan hanya dapat dihadirkan jika ibu bersalin di beberapa RS swasta, rumah dokter
praktik swasta atau bidan praktik swasta.
Dalam upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu, selain dukungan sosial,
Kementerian Kesehatan telah menekankan pentingnya Manajemen Aktif Kala III pada
setiap asuhan persalinan normal. Saat ini, Manajemen Aktif  Kala III telah menjadi
prosedur tetap pada asuhan persalinan normal dan menjadi salah satu kompetensi dasar
yang harus dimiliki setiap tenaga kesehatan penolong persalinan (dokter dan bidan).
Sebuah studi analisis telah dilakukan oleh Begley CM dkk melalui The
CochraneCollaboration, sebuah sumber referensi ilmu kedokteran berbasis bukti
(evidence-based medicine) terpercaya. Begley dkk mereview lima buah penelitian yang
melibatkan 6486 ibu bersalin. Seluruh penelitian itu bertujuan membandingkan antara
manajemen aktif versus manajemen pasif pada kala III persalinan.
Dari hasil review penelitian tersebut, disimpulkan bahwa Manajemen Aktif Kala III
terbukti efektif mengurangi risiko perdarahan dan menyelamatkan lebih dari 1 liter darah
selama proses persalinan.
Pada studi analisis lain, Cotter dkk, juga melalui The Cochrane Collaboration, juga
melakukan review terhadap 14 penelitian yang melibatkan 3000 ibu bersalin. Keempat
belas penelitian tersebut bertujuan meneliti manfaat pemberian oksitosin profilaksis pada
kala III persalinan. Cotter dkk menyimpulkan bahwa pemberian oksitosin profilaksis
pada kala III persalinan terbukti bermanfaat untuk mencegah perdarahan pasca
persalinan dan dapat menyelamatkan lebih dari 500 ml darah pada persalinan.
Dengan demikian, Manajemen Aktif Kala III, termasuk pemberian injeksi oksitosin
profilaksis pasca lahirnya bayi, telah terbukti secara ilmiah dapat mencegah perdarahan
pasca persalinan. Seluruh tenaga kesehatan penolong persalinan (dokter, bidan)
diharapkan dapat melaksanakan Manajemen Aktif  Kala III pada setiap asuhan
persalinan normal dalam upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu di Indonesia.

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui informasi tentang evidence based kebidanan
2. untuk mengetahui informasi asuhan intranatal dalam evidence based kebidanan.
3. Untuk mengetahui informasi evidence based pada penggunaan oksitosin kala III
persalinan

v
C. MANFAAT
1. Untuk meningkatkan pengetahuan pada mahasiswa tentang evidence based
kebidanan
2. untuk meningkatkan pengetahuan asuhan intranatal dalam evidence based kebidanan.
3. Untuk meningkatkan pengetahuan pada mahasiswa tentang evidence based pada
penggunaan oksitosin kala III persalinan

vi
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Evidence Based Midwifery (Practice)
EBM didirikan oleh Royal College of Midwives (RCM) dalam rangka untuk
membantu mengembangkan profesionalisme dan ilmiah atas dasar untuk
perkembangan bidan untuk berorientasi secara akademis. RCM Bidan Jurnal telah
dipublikasikan sejak 1887 (Rivers, 1987), dan telah lama berisi bukti yang telah
menyumbang untuk kebidanan pengetahuan dan praktek. Pada awal abad ini,
peningkatan jumlah bidan terlibat dalam penelitian dan dalam mengeksploitasi baru
kesempatan untuk kemajuan akademik. Sebuah kebutuhan yang berkembang diakui
untuk platform yang paling ketat dilakukan dan melaporkan penelitian.  EBM secara
resmi diluncurkan sebagai sebuah jurnal mandiri untuk penelitian murni bukti pada
konferensi tahunan di RCM Harrogate, Inggris pada tahun 2003 (Hemmings et al,
2003).  Itu dirancang untuk membantu bidan dalam mendorong maju yang terikat
pengetahuan kebidanan dengan tujuan utama meningkatkan perawatan untuk ibu dan
bayi (Silverton, 2003).
EBM mengakui nilai yang berbeda jenis bukti harus berkontribusi pada praktek
dan profesi kebidanan. Jurnal kualitatif mencakup aktif serta sebagai penelitian
kuantitatif, analisis filosofis dan konsep serta tinjauan pustaka terstruktur, tinjauan
sistematis, kohort studi, logis dan transparan, sehingga bidan benar dapat menilai arti dan
implikasi untuk praktek, pendidikan dan penelitian lebih lanjut.

B.  Asuhan Persalinan Normal
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin (Saifuddin,10)
Sedangkan persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai
secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama
proses persalinan. Bayi dilahirkan secara spontan dalam presentasi belakang kepala pada
usia kehamilan antara 37 hingga 42 minggu lengkap. Setelahpersalinan ibu maupun bayi
berada dalam kondisi sehat.

vii
Di dalam asuhan Persalinan terdapat 5 (lima) aspek disebut juga sebagai 5 (lima)
benang merah yang perlu mendapatkan perhatian, ke 5 aspek tersebut yaitu:
1. Aspek Pemecahan Masalah yang diperlukan untuk menentukan Pengambilan
Keputusan   Klinik (Clinical Decision Making).
2. Aspek Sayang Ibu yang Berarti sayang Bayi
3. Aspek Pencegahan Infeksi
4. Aspek Pencatatan (Dokumentasi)
5. Aspek Rujukan
Angka kematian ibu dan bayi merupakan tolak ukur dalam menilai derajat
kesehatan suatu bangsa. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan
angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut SDKI terdapat
sebanyak 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2013). Penyebab
langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah perdarahan,
infeksi, dan eklampsia (Saifuddin, 2009). Selain itu faktor penting lainnya yang
berpengaruh terhadap kematian ibu melahirkan antara lain pemberdayaan perempuan
yang tidak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan
masyarakat dan politik. Tingginya angka kematian ibu di Indonesia salah satunya juga
dikarenakan kurangnya perhatian dari laki – laki terhadap ibu hamil dan melahirkan
(Depkes RI, 2007).
Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami sebagian
besar negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha yang sangat penting
untuk dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan yang menyeluruh dan bermutu
yaitu dilaksanakannnya praktek berdasar pada evidence based. Dimana bukti secara
ilmiah telah dibuktikan dan dapat digunakan sebagai dasar praktek terbaru yang lebih
aman dan diharapkan dapat mengendalikan asuhan kebidanan sehingga mampu
memberikan pelayanan yang lebih bermutu dan menyeluruh dengan tujuan menurunkan
angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.
Persalinan merupakan masa yang cukup berat bagi ibu, dimana proses melahirkan
layaknya sebuah pertaruhan hidup dan mati seorang ibu, terutama pada ibu primipara,
dimana mereka belum memiliki pengalaman melahirkan. Rasa cemas dapat timbul akibat
kekhawatiran akan proses kelahiran yang aman untuk dirinya dan bayinya (Bobak,
Jensen & Lowdermilk, 2004).

viii
C. Dukungan Persalinan berdasarkan Evidence Based Midwifery (EBM)
1. Definisi
Dukungan persalinan adalah asuhan yang sifatnya mendukung yaitu asuhan yang
bersifat aktif dan ikut serta dalam kegiatan selama persalinan merupakan suatu
standar pelayanan kebidanan, dimana ibu dibebaskan untuk memilih pendamping
persalinan sesuai keinginannya, misalnya suami, keluarga atau teman yang mengerti
tentang dirinya.
2.  Macam – macam Dukungan Persalinan
1) Dukungan fisik
Dukungan fisik adalah dukungan langsung berupa pertolongan langsung yang
diberikan oleh keluarga atau suami kepada ibu bersalin.
Dukungan emosional
2) Dukungan emosional adalah dukungan berupa kehangatan, kepedulian maupun
ungkapan empati yang akan menimbulkan keyakinan bahwa ibu merasa dicintai
dan diperhatikan oleh suami, yang pada akhirnya dapat berpengaruh kepada
keberhasilan.
Persalinan adalah saat menegangkan dan menggugah emosi bagi ibu dan
keluarga. Persalinan menjadi saat yang menyakitkan dan menakutkan bagi ibu,
karena itu pastikan bahwa setiap ibu mendapatkan asuhan sayang ibu selama
persalinan dan kelahiran. Asuhan ibu yang dimaksud berupa dukungan emosional
dari suami dan anggota keluarga lain untuk berada di samping ibu selama proses
persalinan dan kelahiran.
Suami dianjurkan untuk melakukan peran aktif dalam mendukung ibu dan
mengidentifikasi langkah – langkah yang mungkin untuk kenyamanan ibu.
Hargai keinginan ibu untuk menghadirkan teman atau saudara untuk
menemaninya (Depkes RI, 2002). Dukungan suami dalam proses persalinan akan
memberi efek pada sistem limbic ibu yaitu dalam hal emosi, emosi ibu yang
tenang akan menyebabkan sel – sel neuronnya mensekresi hormon oksitosin yang
reaksinya akan menyebabkan kontraktilitas uterus pada akhir kehamilan untuk
mengeluarkan bayi (Guyton, 1997).
3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Peran Pendamping Persalinan
Menurut Hamilton (1995) faktor – faktor yang mempengaruhi peran pendamping
persalinan antara lain :

ix
1) Sosial ekonomi
Keadaan sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi proses pendampingan
suami ketika istri melahirkan, suami yang mempunyai tingkat sosial ekonomi
yang mapan akan lebih cenderung memperhatikan dan mendampingi istrinya
pada saat melahirkan, hal ini berbeda dengan suami yang mempunyai status
sosial ekonomi yang kurang mampu, suami lebih cenderung untuk kurang
memperhatikan istri pada saat bersalin, suami lebih sibuk untuk mencari biaya
persiapan persalinan bagi istrinya.
3) Budaya
Keadaan budaya mempengaruhi psoses pendampingan suami pada saat istri
melahirkan, ada beberapa budaya dan sistem religi yang tidak memperbolehkan
suami melihat istri melahirkan karena bertentangan dengan nilai budaya dan
sistem religi yang dianut oleh individu.
4) Lingkungan
Keadaan lingkungan mempengaruhi psoses pendampingan suami pada saat istri
melahirkan, individu yang berada pada lingkungan pedesaan, kebiasaannya suami
tidak mau untuk mendampingi istri pada saat persalinan, suami merasa takut dan
tidak tega melihat istrinya melahirkan.
5) Pengetahuan
Pengetahuan individu akan mempengaruhi pelaksanaan pendampingan suami
terhadap istri pada saat melahirkan, suami yang mempunyai pengetahuan yang
baik akan berusaha semaksimal mungkin memberikan dukungan pendampingan
pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan dukungan pendampingan akan
memberikan motivasi yang besar kepada istri pada saat melahirkan, begitu pula
sebaliknya suami yang mempunyai pengetahuan yang kurang, biasanya tidak
mendampingi pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan ketidaktahuan
akan manfaat pendampingan suami terhadap istri pada saat melahirkan
6) Umur
Suami yang mempunyai usia yang muda, biasanya tidak mendampingi pada saat
istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan suami merasa takut dan tidak tega
melihat istrinya melahirkan. Kategori umur suami dalam pendampingan
persalinan < 20 tahun dikategorikan dalam usia muda, diatas 20 tahun atau
kurang dari 35 tahun dapat dikategorikan dalam usia dewasa dan suami yang
memiliki usia > 35 tahun dikategorikan dalam usia matang/ tua yang akan

x
mempengaruhi pelaksanaan pendampingan suami terhadap istri pada saat
melahirkan, suami yang mempunyai usia matang (dewasa) akan berusaha
semaksimal mungkin memberikan dukungan pendampingan pada saat istrinya
melahirkan, hal ini dikarenakan kematangan usia untuk berusaha mengerti
tentang psikologis istri pada saat persalinan.
7) Pendidikan
Pendidikan juga dapat dikatakan sebagai proses pendewasaan pribadi. Pendidikan
kesehatan merupakan proses yang mencakup dimensi dan kegiatan intelektual,
psikologi dan social yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan individu
dalam pengambilan keputusan secara sadar dan yang mempengaruhi
kesejahteraan diri, keluarga, masyarakat. Individu yang berpendidikan akan
mempunyai pengetahuan tentang pentinganya pendampingan pada saat persalinan
dan mereka cenderung melakukan pendampingan pada saat persalinan,
sebaliknya individu yang tidak berpendidikan pengetahuannya akan kurang dan
mereka cenderung tidak melakukan pendampingan saat persalinan.
4. Bentuk Dukungan Persalinan
1) Dukungan Bidan
a. Memanggil ibu sesuai namanya, menghargai dan memperlakukannya dengan
baik.
b. Menjelaskan proses persalinan kepada ibu dan keluarganya.
c. Mengajurkan ibu untuk bertanya dan membicarakan rasa takut atau khawatir.
d. Mendengarkan dan menanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu.
e. Mengatur posisi yang nyaman bagi ibu
f. Memenuhi asupan cairan dan nutrisi ibu
g. Keleluasaan untuk mobilisasi, termasuk ke kamar kecil
h. Penerapan prinsip pencegahan infeksi yang sesuai
i. Pendampingan anggota keluarga selama proses persalinan sampai kelahiran
bayinya
j. Menghargai keinginan ibu untuk memilih pendamping selama persalinan.
k. Penjelasan mengenai proses/ kemajuan/ prosedur yang akan dilakukan
l.  Mengajarkan suami dan anggota keluarga mengenai cara memperhatikan dan
mendukung ibu selama persalinan dan kelahiran bayinya seperti :
a) Mengucapkan kata – kata yang membesarkan hati dan memuji ibu.
b) Membantu ibu bernafas dengan benar saat kontraksi.
xi
c) Melakukan massage pada tubuh ibu dengan lembut.
d)  Menyeka wajah ibu dengan lembut menggunakan kain.
e) Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.
2) Dukungan Keluarga
Salah satu yang dapat mempengaruhi psikis ibu adalah dukungan dari suami atau
keluarga.  Dukungan minimal berupa sentuhan dan kata –kata pujian yang
membuat nyaman serta memberi penguatan pada saat proses menuju persalinan
berlangsung hasilnya akan mengurangi durasi kelahiran.
a) Pendampingan
Pendamping merupakan keberadaan seseorang yang mendampingi atau
terlibat langsung sebagai pemandu persalinan, dimana yang terpenting adalah
dukungan yang diberikan pendamping persalinan selama kehamilan,
persalinan, dan nifas, agar proses persalinan yang dilaluinya berjalan dengan
lancar dan memberi kenyamanan bagi ibu bersalin (Sherly, 2009).
Menurut Lutfiatus Sholihah (2004) selama masa kehamilan, suami juga
sudah harus diajak menyiapkan diri menyambut kedatangan sikecil, karena
tidak semua suami siap mental untuk menunggui istrinya yang sedang
kesakitan.
Pendampingan persalinan yang tepat harus memahami peran apa yang
dilakukan dalam proses persalinan nanti. Peran suami yang ideal diharapkan
dapat menjadi pendamping secara aktif dalam proses persalinan. Harapan
terhadap peran suami ini tidak terjadi pada semua suami, tergantung dari
tingkat kesiapan suami menghadapi proses kelahiran secara langsung. Ada
tiga jenis peran yang dapat dilakukan oleh suami selama proses persalinan
yaitu peran sebagai pelatih, teman satu tim, dan peran sebagai saksi (Bobak,
Lowdermilk dan Perry, 2004).
Peran sebagai pelatih diperlihatkan suami secara aktif dalam membantu
proses persalinan istri, pada saat kontraksi hingga selesai persalinan. Ibu
menunjukkan keinginan yang kuat agar ayah terlibat secara fisik dalam proses
persalinan (Smith, 1999; Kainz dan Eliasson, 2010). Peran sebagai pelatih
ditunjukkan dengan keinginan yang kuat dari suami untuk mengendalikan diri
dan ikut mengontrol proses persalinan. Beberapa dukungan yang diberikan
suami dalam perannya sebagai pelatih antara lain memberikan bantuan teknik
pernafasan yang efektif dan memberikan pijatan di daerah punggung. Suami

xii
juga memiliki inisiatif untuk lebih peka dalam merespon nyeri yang dialami
oleh ibu, dalam hal ini ikut membantu memantau atau
mengontrol  peningkatan nyeri. Selain itu suami juga dapat memberikan
dorongan spiritual dengan ikut berdoa.
Hasil penelitian Kainz & Eliasson 2010 terhadap 67 ibu primipara di
Swedia menunjukkan bahwa peran aktif suami yaitu membantu bidan untuk
memantau peningkatan rasa nyeri, mengontrol adanya pengurangan nyeri, dan
mengontrol kontraksi. Selain peran tersebut, para suami juga memberikan
bantuan untuk menjadi advokat ketika ibu ingin berkomunikasi dengan bidan
selama proses persalinan. Pada persalinan tahap satu dan tahap dua, sering
kali fokus bidan ditujukan kepada bayi, sehingga ibu merasa kesulitan untuk
berbicara dengan bidan. Dalam kondisi ini, kehadiran suami akan sangat
membantu jika suami peka dengan apa yang ingin dikatakan istrinya dan
berusaha menyampaikannya kepada bidan.
Tingkatan peran yang kedua adalah peran sebagai teman satu tim,
ditunjukkan dengan tindakan suami yang membantu memenuhi permintaan
ibu selama proses persalinan dan melahirkan. Dalam peran ini suami akan
berespon terhadap permintaan ibu untuk mendapat dukungan fisik, dukungan
emosi, atau keduanya (Bobak, Lowdermilk, & Perry, 2004). Peran suami
sebagai teman satu tim biasanya sebagai pembantu dan pendamping ibu, dan
biasanya suami dingatkan atau diberitahukan tentang perannya oleh bidan.
Smith (1999) dan Kainz Eliasson (2010) menjelaskan bentuk dukungan fisik
yang dapat diberikan yaitu dukungan secara umum seperti memberi posisi
yang nyaman, memberikan minum, menemani ibu ketika pergi ke kamar
kecil, memegang tangan dan kaki, atau menyeka keringat yang ada di dahi
ibu, dan membantu ibu dalam pemilihan posisi yang nyaman saat persalinan.
Bentuk dukungan fisik yang menggunakan sentuhan, menunjukkan ekspresi
psikologis dan emosional suami yaitu rasa peduli, empati, dan simpati
terhadap kondisi ibu yang sedang merasakan nyeri hebat dalam proses
persalinan (Smith, 1999).
Sementara itu, dukungan emosional yang dapat diberikan oleh suami
antara lain membantu menenangkan ibu dengan kata – kata yang memberikan
penguatan (reinforcement) positif seperti memberi dorongan semangat
mengedan saat kontraksi serta memberikan pujian  atas kemampuan ibu saat

xiii
mengedan. Ibu dapat merasakan ketenangan dan mendapat kekuatan yang
hebat ketika suaminya menggenggam tangannya (Kainz & Eliasson, 2010).
Pengaruh psikologis inilah yang menjadi salah satu nilai lebih yang mampu
diberikan oleh suami kepada istrinya. Oleh karena itu, kehadiran suami dalam
proses persalinan perlu diberikan penghargaan yang tinggi dan perlu
mendapat dukungan dari bidan yang menolong persalinan.
Suami yang hanya berperan sebagai saksi menunjukkan keterlibatan yang
kurang dibandingkan peran sebagai pelatih atau teman satu tim. Dalam
berperan sebagai saksi, suami hanya memberi dukungan emosi dan moral saja
(Bobak, Lowdermilk, & Perry, 2004). Biasanya suami tetap memperhatikan
kondisi ibu bersalin, tetapi sering kali suami hanya menunggu istri di luar
ruang persalinan, dan melakukan aktivitas lain seperti tertidur, menonton tv,
atau meninggalkan ruangan dalam waktu yang agak lama. Perilaku ini
ditunjukkan suami karena mereka yakin tidak banyak yang dapat mereka
lakukan, sehinga menyerahkan sepenuhnya pada penolong persalinan. Alasan
suami memilih peran hanya sebagai saksi karena kurangnya kepercayaan diri
atau memang kehadirannya kurang diinginkan oleh istri.
Ketiga peran suami dalam proses persalinan dapat diidentifikasi dari
keinginan dan pengetahuan suami tentang peran utamanya sebagai
pendamping persalinan. Sikap suami untuk menjadi pendamping persalinan
dapat ditunjukkan dengan tindakannya dalam antisipasi persalinan. Suami
dapat mempersiapkan sendiri sebelum hari persalinan, seperti mempersiapkan
segala kebutuhan selama mendampingi istri di rumah sakit atau tempat
bersalin. Suami dapat meminta informasi atau mengajukan pertanyaan kepada
dokter, bidan, atau perawat untuk mengatahui apa yang dapat diterima,
dipertimbangkan atau ditolak.
b) Manfaat Pendampingan
Bagi suami yang siap mental mendampingi istrinya selama proses persalinan
dapat memberikan manfaat seperti :
 Ikut bertanggung jawab mempersiapkan kekuatan mental istri dalam
menghadapi persalinan

xiv
 Memberi rasa tenang dan penguat psikis pada istri
suami adalah orang terdekat yang dapat memberikan rasa aman dan
tenang yang diharapkan istri selama proses persalinan. Ditengah kondisi
yang tidak nyaman, istri memerlukan pegangan, dukungan dan semangat
untuk mengurangi kecemasan dan ketakutannya.
 Selalu ada bila dibutuhkan
Dengan berada di samping istri, suami siap membantu apa saja yang
dibutuhkan istri.
  Kedekatan emosi suami – istri bertambah
Suami akan melihat sendiri perjuangan hidup dan mati sang istri saat
melahirkan anak sehingga membuatnya semakin sayang kepada istrinya.
 Menumbuhkan naluri kebapakan
 Suami akan lebih menghargai istri
Melihat pengorbanan istri saat persalinan suami akan dapat lebih
menghargai istrinya dan menjaga perilakunya. Karena dia akan mengingat
bagaimana besarnya pengorbanan istrinya.
 Membantu keberhasilan IMD
IMD merupakan Inisiasi Menyusui Dini yang akan digalakkan oleh
pemerintah untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi. IMD akan
tercapai dengan adanya dukungan dari suami terhadap istrinya.
 Pemenuhan nutisi
 Nutrisi ibu saat melahirkan akan terpenuhi karena tugas pendamping
adalah memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan tubuh ibu yaitu dengan
cara pemberian makan dan minum saat kontraksi rahim ibu mulai
melemah.
 Membantu mengurangi rasa nyeri saat persalinan
Dengan adanya  pendamping maka akan memberikan rasa nyaman dan
aman bagi ibu yang sedang mengalami persalinan karena adanya
dukungan dari orang yang paling di sayang sehingga mampu mengurangi
rasa sakit dan nyeri yang dialami.
 Ibu yang memperoleh dukungan emosional selama persalinan akan
mengalami waktu persalinan yang lebih singkat, intervensi yang lebih
sedikit, sehingga hasil persalinan akan lebih baik.

xv
5.  Faktor Penghambat Peran Pendamping
Bila suami tidak bersedia mendampingi saat proses persalinan, ibu sebaiknya jangan
berkecil hati, mungkin suami tidak tega melihat istrinya kesakitan, jadi jangan paksa
suami karena hal ini berakibat fatal. Kehadiran suami tanpa tekanan dari luar, pada
proses persalinan akan sangat penting dalam membantu istri terutama jika suami tahu
banyak tentang proses melahirkan. Para suami sering mengeluh betapa tertekannya
mereka karena sama sekali tidak tahu apa yang harus dikerjakan untuk menolong
istrinya. (Lutfiatus Sholilah, 2004).Situasi atau kondisi dimana suami tidak bisa
mendampingi selama proses persalinan seperti:
1) Suami tidak siap mental
Umumnya suami tidak tega, lekas panik, saat melihat istrinya kesakitan atau tidak
tahan bila harus melihat darah yang keluar saat persalinan. Tipe suami seperti ini
bukanlah orang yang tepat menjadi pendamping diruang bersalin. Faktor
penyebab ketakutan dan kecemasan suami terhadap proses persalinan menurut
Martin, 2008; Sapkota, Kobayashi & Takase, 2010) diantaranya : 
a. Takut dengan ancaman kematian istri dan bayinya
b. Cemas dengan proses persalinan yang penuh tekanan
c. Kurang keyakinan dan percaya diri menjadi pendamping persalinan
d. Kurangnya dukungan sosial
2) Tidak diizinkan pihak RS
Beberapa RS tidak mengizinkan kehadiran pendamping selain petugas medis bagi
ibu yang menjalani proses persalinan, baik normal maupun caesar. Beberapa
alasan yang diajukan adalah kehadiran pendamping dapat mengganggu
konsentrasi etugas medis yang telah membantu proses persalinan, tempat yang
tidak luas dan kesterilan ruang operasi menjadi berkurang dengan hadirnya orang
luar.
3) Suami sedang dinas
Apabila suami sedang dinas ketempat yang jauh sehingga tidak memungkinkan
untuk pulang untuk menemani istri bersalin tentu istri harus memahami kondisi
ini. Walaupun tidak ada suami masih ada anggota keluarga lain seperti ibu yang
dapat menemani. Momen persalinan pun dapat di filmkan dalam kamera video,
sehingga saat kembali dari dinas suami dapat melihat kelahiran buah hatinya

xvi
D. Penggunaan Oksitosin Pada Manajemen Aktif Kala III
Manajemen aktif  kala III (tiga) sangat penting dilakukan pada setiap
asuhan persalinan normal dengan tujuan untuk menurunkan angka kematian ibu. Saat
ini, manajemen aktif kala III (tiga) telah menjadi prosedur tetap pada
asuhan persalinan normal dan menjadi salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki
setiap tenaga kesehatan penolong persalinan (dokter dan bidan).
1. Pengertian
Kala III merupakan tahap ketiga persalinan yang berlangsung sejak bayi lahir sampai
plasenta lahir. Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
2. Tujuan Manajemen Aktif Kala III
Tujuan manajemen aktif kala III (tiga)
Tujuan manajemen aktif kala III (tiga) adalah untuk Menghasilkan kontraksi uterus
yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan
mengurangi kehilangan darah kala III (tiga) persalinan jika dibandingkan dengan
penatalaksanaan fisiologis. Penatalaksanaan manajemen aktif kala III (tiga) dapat
mencegah terjadinya kasus perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia
uteri dan retensio plasenta.
3. Keuntungan Manajemen Aktif Kala III
Keuntungan manajemen aktif kala III (tiga) adalah:
1) Persalinan kala tiga lebih singkat.
2) Mengurangi jumlah kehilangan darah.
3) Mengurangi kejadian retensio plasenta.
4. Langkah Manajemen Aktif Kala III
Langkah utama manajemen aktif kala III (tiga) ada tiga langkah yaitu:
1) Pemberian suntikan oksitosin.
2) Penegangan tali pusat terkendali.
3) Masase fundus uteri
5. Pemberian suntikan oksitosin
Pemberian suntikan oksitosin dilakukan dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
Namun perlu diperhatikan dalam pemberian suntikan oksitosin adalah memastikan
tidak ada bayi lain (undiagnosed twin) di dalam uterus.

xvii
Mengapa demikian? Oksitosin dapat menyebabkan uterus berkontraksi yang dapat
menurunkan pasokan oksigen pada bayi. Panduan  asuhan intrapartum NICE
merekomendasikan penggunaan 10 IU syntocinon melalui injeksi IM. Meskipun
tidak ada lisensi untuk cara pemberian semacam ini, suatu kajian sistematik yang
memeriksa kegunaaan oksitosin sebagai profilaktit selama persalinan kala III.
Menyimpulkan bahwa oksitosin bermanfaat dalam pencegahan PPH.
Suntikan oksitosin dengan dosis 10 unit diberikan secara intramuskuler (IM) pada
sepertiga bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis). Komponen syntocinon
dari syntometrine bekerja dalam waktu 2 hingga 3 menit dan bertahan hanya selama
5 menit hingga 15 menit. Tujuan pemberian suntikan oksitosin dapat
menyebabkan uterus berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu
pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah.
6. Penegangan tali pusat terkendali
Klem pada tali pusat diletakkan sekitar 5-10 cm dari vulva dikarenakan dengan
memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah evulsi tali pusat.
Meletakkan satu tangan di atas simpisis pubis dan tangan yang satu memegang klem
di dekat vulva.Tujuannya agar bisa merasakan uterus berkontraksi saat plasenta
lepas. Segera setelah tanda-tanda pelepasan plasenta terlihat dan uterus mulai
berkontraksi tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada
dinding abdomen) menekan uterus ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial).
Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri. Lahirkan
plasenta dengan peregangan yang lembut mengikuti kurva alamiah panggul
(posterior kemudian anterior). Ketika plasenta tampak di introitus vagina,
lahirkan plasenta dengan mengangkat pusat ke atas dan menopang plasenta dengan
tangan lainnya.Putar plasenta secara lembut hingga selaput ketuban terpilin menjadi
satu.
7. Masase fundus uteri
Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri dengan tangan kiri
sedangkan tangan kanan memastikan bahwa kotiledon dan selaput plasenta dalam
keadaan lengkap. Periksa sisi maternal dan fetal. Periksa kembali uterus setelah satu
hingga dua menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Evaluasikontraksi uterus
setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama
satu jam kedua pasca persalinan.

xviii
E. Memberikan Asuhan Pada Ibu Bersalin  Fisiologi Kala III
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak
lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas
pusat beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit – 15 menit setelah bayi lahir dan
keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta, disertai
dengan pengeluaran darah. Komplikasi yang dapat timbul pada kala III adalah
perdarahan akibat atonia uteri, ratensio plasenta, perlukaan jalan lahir, tanda gejala tali
pusat.
Tempat implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat pengosongan kavum
uteri dan kontraksi lanjutan sehingga plasenta dilepaskan dari perlekatannya dan
pengumpulan darah pada ruang utero-plasenter akan mendorong plasenta keluar.
Otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga
uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan
ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas,
plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau kedalam vagina (Depkes RI 2007). Pada
kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti  penyusutan volume rongga
uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semkin kecil, sedangkan
ukuran plasenta tidak berubah maka pasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas
dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atauke
dalam vagina.Setelah janin lahir, uterus mengadakan kontraksi yang mengakibatkan
penciutan permukaan kavum uteri, tempat implantassi plasenta. Akibatnya, plasenta akan
lepas dari tempat implantasinya.

xix
BAB III
PENUTUP

.     
A. Kesimpulan
Paradigma baru(aktif) yang disebutkan sebelumnya yang berdasarkan evidence
based terkini, terbukti dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi.
Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka
kematian ibu dan bayi baru lahir. salah satu bentuk evidence based dalam asuhan
persalinan adalah dukungan persalinan. Jika dahulu di Indonesia, tidak semua RS
mengizinkan suami atau anggota keluarga lainnya menemani ibu di ruang bersalin, saat
ini telah dikembangkan asuhan kebidanan dalam pemberian dukungan persalinan salah
satunya adalah pendampingan suami/anggota keluarga karena terbukti bermanfaat baik
untuk ibu maupun pendamping selama persalinan. Bererapa faktor penghambat peran
pendamping adalah suami tidak siap mental, suami sedang dinas dan tidak diizinkan
pihak RS
Sebuah studi analisis telah dilakukan oleh Begley CM dkk dan Cotter dkk melalui
The Cochrane Collaboration, sebuah sumber referensi ilmu kedokteran berbasis bukti
terpercaya. yang disebutkan sebelumnya yang berdasarkan evidence based, terbukti
dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi
manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan angka kematian ibu. Karena
sebagian besar  angka kematian ibu disebabkan oleh perdarahan yang terjadi setelah
persalinan yang berhubungan dengan manajemen aktif kala III yaitu penggunaan
oksitosin. Jika semua penolong persalinan dilatih agar kompeten untuk melakukan upaya
pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi yang mungkin
terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya
rujukan yang optimal maka semua upaya tersebut dapat secara bermakna menurunkan
jumlah kesakitan atau kematian ibu.
B. Saran
1. Selama proses persalinan sebaiknya seorang ibu didampingi oleh suami atau
seseorang yang yang dipercayainya.
2. Sebaiknya RS yang tidak mengizinkan pendamping berada selama proses persalinan
membuat kebijakan tentang hal ini.

xx
3. Mengingat besarnya manfaat seorang pendamping selama proses persalinan
sebaiknya sebelum persalinan ibu sudah memutuskan siapa yang akan
mendampinginya nantiselama persalinan.
4. Diharapkan adanya peningkatan jumlah bidan terlibat dalam penelitian, akan
pengetahuan berdasar bukti mengenai asuhan kebidanan khususnya dalam
memberikan pelayanan kesehatan pada ibu dalam upaya penurunan AKI.

xxi
DAFTAR PUSTAKA

Admin.2011. Manajemen Aktif Kala III Terbukti Efektif Dalam Pencegahan Perdarahan


Pasca persalinan. kesehatanibu.depkes.go.id/ Depkes RI. 2008.

Http://www.kesehatan.depkes.go.id/archives/255Artikel, Hot News, Kesehatan Ibu Bersalin


dan Nifas, Kesehatan Maternal dan Pencegahan Komplikasi Kebidanan

http://kakaanggry.wordpress.com/2013/04/24/evidence-based-kebidanan-dalam-asuhan-
persalinan/

https://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/05/makalah-evidence-based-kebidanan-
dalam.html
https://rohanihasanuddin.blogspot.com/2016/06/asuhan-internal-berdasarkan-evidence.html
https://diahsarlita.blogspot.com/2014/05/dukungan-persalinan-berdasarkan.html

xxii

Anda mungkin juga menyukai