USHUL FIQH
Asal (al-ashlu) secara bahasa adalah sesuatu yang menjadi sandaran. Seperti akar yang menjadi
dasar tumbuhnya sebuah pohon dan ushul al-fiqh yang menjadi pondasi fiqh.
Sedangkan cabang (al-far`) adalah sesuatu yang dididrikan diatas sesuatu yang lain. Seperti cabang-
cabang pohon (batang dan lainnya) yang berdiri diatas akarnya, dan fiqh yang berdiri diatas ushul-
nya.
Menurut istilah asal adalah dalil dan kaidah kulliyat. Seperti perkataan ulama` bahwa dasar wajibnya
shalat adalah al-Kitab (al-Quran). Maksudnya dalil yang mewajibkan shalat adalah al-Quran. Allah
berfirman dalam QS. al-Baqarah (2): 43.
َّ َوأَقِيمُوا ال
صاَل َة
Pendapat ulama` yang menyatakan diperbolehkannya memakan bangkai dalam kondisi darurat
(emergency), adalah bertentangan dengan kaidah kulliyat yang berbunyi; ``kullu mayyitah harām``
artinya : setiap bangkai haram hukumnya. Kaidah ini bersumber dari firman Allah SWT. Yang
berbunyi :
Ushul fiqh merupakan dalil fiqh global. Seperti kemutlakan amr (perintah) menunjukkan makna
wajib, mutlaknya nahi (larangan) menunjukkan keharaman, mutlaknya perbuatan Nabi (af`al al-
Nabi), mutlaknya ijma`, dan mutlaknya qiyas yang kesemuanya itu merupakan hujjah.
lafal ``fiqh`` dalam bahasa Arab mempunyai arti faham (al-fahm). Sedangkan dalam terminologi
syar`iy, fiqh ialah mengetahui hukum-hukum syari`at yang diperoleh dengan jalan ijtihad. Seperti
mengetahui bahwa niat dalam wudhu merupakan suatu kewajiban, dan berbagai permasalahan lain
yang masuk dalam ranah ijtihadiyah.
Fiqh, berbeda dengan hukum-hukum syari`at yang diketahui tanpa menggunakan metode ijtihad.
Seperti mengetahui bahwa shalat lima waktu adalah wajib, perbuatan zina adalah haram, dan
berbagai permasalahan lain yang ditetapkan dengan dalil qath`iy. Ilmu seperti ini tidak dinamakan
fiqih.
Sedangkan ilmu ( )العلمadalah sifat yang dengannya sesuatu yang di kehendaki bisa diketahui dengan
sempurna.
Dzan ( )الظنadalah menilai sesuatu yang lebih kuat dari dua perkara.
Wahm ( )الوهمadalah menemukan sesuatu yang kurang kuat dari dua perkara.
Keraguan yang timbul tentanga antara apakah seseorang bernama Zaid sedang berdiri atau tidak
yang sama-sama kuat dinamakan syak, jika lebih unggul salah satunya dinamakan dzan, dan ketika
mengunggulkan salah satu antara keadaan Zaid sedang berdiri atau tidak sedang berdiri dinamakan
wahm. Dalam kaitan ini, ilmu dalam pengertian fiqih mengandung pengertian dzan (prasangka).
Maksudnya, sebagaimana dalam pembahasan selanjutnya, akan diketemukan adanya kaidah yang
menyatakan bahwa produk ijtihad sebagai salah satu mekanisme metode penggalian hukum dalam
islam masuk dalam kategori zdanniy (prasangka) dan bukannya qath`iy (pasti).
PEMBAGIAN HUKUM SYARI`AT
Al-Ahkam al-Syar`iy (hukum-hukum syariat) dibagi menjadi sembilan, yaitu: wajib, mandub, mubah,
haram, makruh, sahih, bathil, rukhshah dan `azimah. Adapun definisi masing-masing sembilan
hukum tersebut adalah sebagai berikut:
1. Wajib, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan ketika ditinggalkan akan
disiksa. Seperti shalat lima waktu dan puasa Ramadhan.
2. Mandub, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan apabila ditinggalkan tidak
akan disiksa. Seperti shalat tahiyat masjid.
3. Haram, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan akan diberi pahala dan apabila dikerjakan akan
disiksa. Seperti riba dan melakukan kerusakan.
4. Makruh, yaitu sesuatu yang diberi pahala apabila ditinggalkan, tapi tidak disiksa apabila
dikerjakan. Seperti mendahulukan bagian yang kiri dalam wudhu.
5. Mubah, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan dan dikerjakan tidak mendapat pahala dan siksa.
Seperti tidur siang hari.
7. Bathil, yaitu sesuatu yang didalamnya tidak mencakup rukun dan syarat.
Rukun adalah sesuatu yang menyebabakan sahnya sesuatu (pekerjaan) dan ia merupakan bagian
(juz) dari sesuatu (pekerjaan) itu. Seperti membasuh wajah dalam berwudhu dan takbiratul ihram
dalam shalat. Adapun syarat adalah sesuatu yang menyebabkan sahnya sesuatu (pekerjaan), namun
ia bukanlah bagian (juz) dari sesuatu (pekerjaan) tersebut.
8. Rukhshah, yaitu perubahan hukum dari berat menjadi ringan, sedangkan sebab hukum asalnya
masih tetap. Seperti diperbolehkannya membatalkan puasa bagi musafir meskipun ia tidak merasa
keberatan untuk melanjutkan puasanya. Dan diperbolehkan memakan bangkai bagi orang yang
terpaksa.
9. `Azimah, yaitu hukum seperti kewajiban shalat lima waktu dan haramnya memakan bangkai bagi
yang tidak terpaksa.
Pembahasan Ke - 1
AL-AMR
Al-Amr (perintah) yaitu tuntutan untuk mengerjakan dari atasan kepada bawahannya. Dalam
pembahasan amr ini terdapat beberapa kaidah sebagai berikut :
1. Perintah (amr) pada dasarnya menunjukkan wujub, kecuali ada dalil yang menunjukkan selainnya.
َّ َوأَقِيمُوا ال
َّ صاَل َة َوآ ُتوا
الز َكا َة
2. Perintah (amr) pada dasarnya tidak memiliki konsekuensi pengulangan, kecuali ada dalil yang
menunjukkan selainnya.
3. Perintah (amr) pada dasarnya tidak memiliki konsekuensi untuk segera dikerjakan. Tujuan amr
(perintah) adalah terwujudnya suatu pekerjaan tanpa adanya pengkhususan dengan waktu awal.
4. Perintah (amr) terhadap sesuatu berarti juga perintah kepada hal-hal yang menjadi wasilah
(medium) timbulnya sesuatu tersebut.
5. Perintah terhadap sesuatu berarti larangan (nahi) terhadap hal-hal yang berlawanan dengan
sesuatu tersebut.
6. Ketika suatu perintah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuannya maka orang yang dikenai
perintah telah terbebas dari ikatan (perjanjian) amr tersebut. seperti ketika seseorang yang tidak
menemukan air (untuk wudhu) kemudian tayamum dan mengerjakan shalat, maka ia tidak wajib
qadha (mengulang) shalat ketika menemukan air.
Pembahasan Ke - 2
AL-NAHY
Al-Nahy (larangan) adalah tuntutan untuk meninggalkan (suatu pekerjaan) dari atasan kepada
bawahannya. Pembahasan larangan (al-nahy) meliputi beberapa kaidah sebagai berikut:
1. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan keharaman (sesuatu yang dilarang), kecuali
adanya petunjuk (dalil) sebaliknya.
2. Larangan (al-nahy) akan suatu hal (dapat diartikan sebagai) perintah akan hal-hal yang berlawanan
atau kebalikan dari yang dilarang. Allah berfirman QS. al-Baqarah (2):188.
Artinya: ``Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan
jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu
dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui.``
3. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan rusaknya sesuatu yang dilarang dalam ibadah.
Seperti shalat dan puasanya perempuan yang haidh.
4. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan rusaknya sesuatu yang dilarang dalam muamalah.
Hal ini terjadi ketika larangan itu dikembalikan kepada kondisi akad (nafs al-`aqd), seperti bai` al-
hashot (jual beli dengan cara melemparkan batu kecil atau spekulasi).
Namun ketika larangan itu dikembalikan kepada sesuatu yang keluar dari transaksi (faktor eksternal)
yang tidak tetap, maka sesuatu yang dilarang tersebut tidak rusak. Seperti hanya jual beli pada
waktu adzan jum`at.
َ صاَل ِة مِن َي ْو ِم ْال ُجم َُع ِة َفاسْ َع ْوا إِلَ ٰى ِذ ْك ِر هَّللا ِ َو َذرُوا ْال َبي َْع ۚ ٰ َذلِ ُك ْم َخ ْي ٌر لَّ ُك ْم إِن ُكن ُت ْم َتعْ لَم
ُون َ َيا أَ ُّي َها الَّذ
َ ِين آ َم ُنوا إِ َذا ُنود
َّ ِي لِل
Artinya : ``Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum`at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui``. (QS. al-Jum`ah 9).
Pembahasan Ke - 3
AL-`AM
Al-`Aam ( )العامadalah sesuatu yang meliputi dua hal atau lebih tanpa adanya batasan. Lafazd-lafazd
yang digunakan untuk menunjukkan makna `am ada empat, yaitu:
1. Isim wahid (mufrod) yang di-ma`rifat-kan dengan huruf lam. Seperti QS. al-Ashr (103): 2-3.
Artinya : ``Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian kecuali mereka yang beriman…``
2. Isim jama` yang di-ma`rifat-kan dengan huruf lam. Contoh QS. al-Baqarah (2):195.
َ يل هَّللا ِ َواَل ُت ْلقُوا ِبأ َ ْيدِي ُك ْم إِلَى ال َّتهْلُ َك ِة ۛ َوأَحْ سِ ُنوا ۛ إِنَّ هَّللا َ ُيحِبُّ ْالمُحْ سِ ن
١٩٥﴿ ِين ِ ﴾ َوأَنفِقُوا فِي َس ِب
Artinya : ``Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik.``
3. huruf la yang me-nafi-kan pada isim nakiroh. Contoh QS. al-Baqarah(2): 48.
4. Isim-isim mubham
a) Lafal `` ``منbagi sesuatu yang berakal. Contoh firman Allah QS. al-Zalzalah (99): 7.
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya.``
b) Lafal ماbagi yang tidak berakal. Contoh firman Allah QS. al-Hujarat (49): 18.
Artinya: ``Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan.``
d) Lafal اَي َْنyang menunjukkan tempat. Contoh QS. al-Nisa` (4): 78.
ت طالق
ِ ت فان
ِ متى سفر
Pembahasan ke 4
Al-khas ( )الخاصadalah sesuatu yang tidak mengandung dua makna atau lebih tanpa adanya batasan.
Sedangkan al-takhshish ( )التخصيصadalah mengeluarkan sebagian yang ditunjukkan `am. Takhshis
dibagi menjadi dua, yaitu; takhshis muttashil (bersamaan) dan takhshis munfashil (terpisah).
َ … إِاَّل الَّذ
ِين آ َم ُنوا
Artinya: ``Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian kecuali mereka yang beriman…``
2) Pembatasan (al-taqyid) dengan sifat. Contoh firman Allah SWT dalam QS. al-Nisa` (4): 92.
3) Pengecualian dengan dengan batas (ghayah). Contoh QS. al-Baqarah (2): 222.
Artinya: ``Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah...``
1) Pengecualian al-kitab (al-Qur`an) dengan al-kitab (al-Qur`an). Firman Allah SWT dalam QS. al-
Baqarah (2): 221.
Vِ َواَل َتن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر َكا
َّت َح َّت ٰى ي ُْؤمِن
ayat ini ditakhsis dengan Firman Allah SWT dalam QS. al-Maidah (5): 5,
Artinya: `` Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang
diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan
mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-
wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu,…``
2) Pengecualian al-kitab (al-Qur`an) dengan al-sunah (al-Hadits). Firman Allah dalam QS. al-Nisa`
(4):11.
ُ
ِ يُوصِ ي ُك ُم هَّللا ُ فِي أَ ْواَل ِد ُك ْم ۖ ل َِّلذ َك ِر م ِْث ُل َح ِّظ اأْل ن َث َيي
ْن
Artinya: ``Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pustaka untuk) anak-anakmu, yaitu
bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan…``
Ayat diatas mengandung pengertian bahwa yang mendapat waris termasuk anak kafir tapi ayat
tersebut ditakhsis dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim:
3) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Kitab (al-Qur`an). Seperti hadits riwayat Bukhari
Muslim yang menerangkan bahwa Allah SWT tidak akan menerima shalat seseorang yang masih
dalam keadaan hadats sampai dia berwudhu.
Artinya : Allah tidak menerima shalat kalian, ketika berhadast sehingga kalian berwudhu.
ِيدا َط ِّيبًا
ً صعَ ض ٰى أَ ْو َعلَ ٰى َس َف ٍر أَ ْو َجا َء أَ َح ٌد مِّن ُكم م َِّن ْالغَائِطِ أَ ْو اَل َمسْ ُت ُم ال ِّن َسا َء َفلَ ْم َت ِجدُوا َما ًء َف َت َي َّممُوا
َ َْوإِن ُكن ُتم مَّر
Artinya: ``Dan jika kamu sakit –sampai pada firman Allah- kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah…``
4) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Sunnah (al-Hadits). Contoh hadits Riwayat Bukhari
dan Muslim:
Artinya: ``Setiap (zar`) yang disirami dengan air hujan zakatnya sebesar seper sepuluh.``
Artinya: ``Setiap (zar`) yang kurang dari lima wasaq tidak ada zakat.``
5) Pengecualian al-kitab (al-Qur`an) dengan Qiyas. Contoh QS. al-Nur (24):3.
Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
Ayat tersebut di takhsis dengan ayat yang menerangkan hukum derap/jilid terhadap budak
perempuan (amat) yang hanya dijilid separuh dari ketentuan ayat. Allah SWT. berfirman QS. al-Nisa`
(4):25.
Artinya: ``Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo
hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami…``
Adapun untuk seorang budak (`abd) di-qiyas-kan kepada amat yaitu setengah dari ketentuan yang
telah disebutkan diatas.
Artinya: ``Orang kaya yang berpaling dari membayar hutang maka halal kehormatan dan
keperwiraannya `` (HR. Ahmad dan Ibn Majjah.)
Dikecualikan dari ketentuan hadits diatas, yaitu orang tua yang menunda-nunda membayar hutang
pada anaknya meskipun sudah mampu untuk membayarnya. Maka bagi orang tua yang berpaling
dari membayar hutang tidak dihalalkan kehormatan dan keperwiraannya karena dengan memakai
qiyas awla tidak diperbolehkannya mengucapkan kata-kata kasar kepada mereka yang telah
ditetapkan dalam QS. Al-Isra` (17):23.
Artinya: ``…Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ``ah``…``
Pembahasan Ke 5
Al-Nãsikh ( )الناسخsecara bahasa berarti menghilangkan, menghapus, atau memindah. Dalam tinjauan
syara`, al-nãsikh adalah menghilangkan atau membatalkan hukum syara` yang telah ditetapkan
terdahulu dengan dalil syara` yang baru. Al-Nãsikh menurut sebagian ulama` terbagi menjadi:
Sahabat `umar RA berkata bahwa sesungguhnya kami telah membaca hadits dan bahwasanya nabi
SAW telah memberlakukan hukum ranjam terhadap dua orang yang berzina muhshon. Maksud lafal
محصنينdalam hadits diatas adalah الشيخ والشيخجة
2) Menghapus hukum dan menetapkan tulisan (al-rasm).
اج ۚ َفإِنْ َخ َرجْ َن َفاَل ُج َنا َح َعلَ ْي ُك ْم فِي َما َف َع ْل َن فِي ْ َ ً أِّل َ َ ِين ُي َت َو َّف ْو َن مِن ُك ْم َو َي َذر
َ َوالَّذ
ٍ ُون أ ْز َواجً ا َوصِ يَّة ْز َوا ِج ِهم َّم َتاعًا إِلَى ال َح ْو ِل َغي َْر إِ ْخ َر
ٌ هَّللا
ف ۗ َو ُ َع ِزيز َحكِي ٌم ٍ أنفسِ ِهنَّ مِن مَّعْ رُو ُ َ
Artinya: Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri,
hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak
disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa
bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma`ruf terhadap
diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Hadits yang menerangkan bahwa yang dapat menyebabkan haramnya sebuah pernikahan sepuluh
kali susushan yang diketahui ini kemudian dinasikh dengan hadits yang menerangkan lima kali
susuan yang mengharamkan:
بخمس معلومات يحرمن
Me-nasikh al-Kitab (ayat Al-Quran) dengan al-Kitab (ayat al-Quran lain) juga diperbolehkan, seperti
dalam ayat tentang `iddah perempuan sebagaimana yang diterangkan diatas.
Seperti menghadap Baitul maqdis dalam shalat yang ditetapkan dengan sunah fi`liyah (perbuatan
Nabi). Dalam hadits riwayat Bukhori Muslim disebutkan ``bahwasahnya Nabi SAW menghadap baitul
maqdis dalam shalatnya selama 16 bulan ``. Hadits kemudian dinasikh dengan firman Allah QS. al-
Baqarah (2): 144.
Artinya: ``Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langi, Maka sungguh kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan
dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke
Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang
mereka kerjakan.``
Artinya: ``(dulu) Aku (Nabi) melarang kalian ziarah kubur. Maka (sekarang) Berziarahlah kalian. ``
Sebagian ulama` juga ada yang berpendapat tentang diperbolehkannya menasikh al-kitab dengan al-
sunah. Seperti firman Allah QS al-Baqarah :(2) 180,
Artiny: ``Tidak ada wasiat bagi ahli waris.`` (HR. al-Tirmidzi dan Ibn Majjah.)
Pembahasan Ke - 6
Mujmal ( )المجملadalah sesuatu yang membutuhkan penjelasan. Contoh seperti lafal قروءpada ayat:
karena ada persekutuan makna dalam lafal al-quru` maka memungkinkan lafal tersebut mempunyai
arti haidh dan suci.
Bayan ( )البيانadalah mengeluarkan sesuatu dari kondisi musykil kepada kondisi jelas. Bayan dibagi
menjadi:
1) Bayan (penjelas) dengan ucapan (bi al-qawl) seperti pada firman Allah SWT. yang menerangkan
puasa tamatu` QS. Al-Baqarah (2): 196.
َ َف َمن لَّ ْم َي ِج ْد َفصِ َيا ُم ثَاَل َث ِة أَي ٍَّام فِي ْال َح ِّج َو َس ْب َع ٍة إِ َذا َر َجعْ ُت ْم ۗ ت ِْل
ك َع َش َرةٌ َكا ِملَ ٌة
Artinya: ``…Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kalian semua telah
pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna...``
2) Bayan dengan perbuatan atau pekerjaan. seperti pekerjaan Nabi yang menjelaskan tata cara
shalat dan lainnya.
3) Bayan dengan tulisan (kutub). Seperti bayan akan kadar zakat, dan diyat anggota badan
sebagaimana yang telah dijelaskan Nabi SAW. melalui hadits-haditsnya.
4) Bayan dengan isyarat, seperti isyarat nabi SAW sambil menunjukkan semua jari tangan dalam satu
isyarat ``satu bulan adalah seperti ini, seperti ini dan seperti ini.
Maksudnya 30 hari. Kemudian nabi memebrikan isyarat lagi dengan telapak tangannya sampai tiga
kali, dan pada urutan ketiga beliau tidak menunjukkan ibu jarinya sebagai isyarat bahwa dalam bulan
terkadang ada yang hanya sejumlah 29 hari.
Pembahasan Ke - 7
Mutlaq ( )المطلقadalah lafal yang menunjukkan hakikat sesuatu hal tanpa adanya batasan.
Muqoyyad ( )المقيدadalah lafal yang menunjukkan suatu hal dengan adanya batasan (taqyid).
Penting diketahui bahwa apabila terdapat perintah (khithab) yang bersifat mutlak atau umum, maka
ia harus diberlakukan seperti keumumannya.
Begitupun ketika terdapat perintah yang dibatasi (muqoyyad) atau bersifat khusus, maka ia harus
diberlakukan berdasarkan kadar pembatasan atau kekhususannya tersebut. Namun ketika perintah
itu bersifat mutlak pada satu sisi dan muqoyyad pada sisi yang lain, maka sisi kemutlakannya harus
ditangguhkan dan diberlakukan sisi kekhususannya.
Contohnya seperti lafal ``roqobah`` (budak) yang dibatasi dengan sifat beriman dalam hal kafarat
membunuh. Allah SWT berfirman QS. al-Nisa` (4): 96.
Dalam bagian lain, lafal roqobah berlaku umum seperti pada kafarat zhihar dalam firman Allah SWT
QS. al-Mujadalah )58): 3.
Artinya: Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, Kemudian mereka hendak menarik kembali apa
yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami
isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.``
Pembahasan Ke - 8
Pembagian Mantuq
1. Al-Nash. Yaitu lafal yang tidak mengandung takwil. Seperti firman Allah SWT. QS. al-Baqarah
(2):196.
َ َف َمن لَّ ْم َي ِج ْد َفصِ َيا ُم ثَاَل َث ِة أَي ٍَّام فِي ْال َح ِّج َو َس ْب َع ٍة إِ َذا َر َجعْ ُت ْم ۗ ت ِْل
ك َع َش َرةٌ َكا ِملَ ٌة
Artinya: ``…Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kalian semua telah
pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna.``
2. Al-Zahir. Yaitu lafal yang mengandung takwil atau perlu takwil. Contohnya seperti firman Allah QS.
al-Dzariyat (51):47.
َ ء َب َن ْي َنا َها ِبأ َ ْي ٍد َوإِ َّنا لَمُوسِ عVَ َوال َّس َما
ُون
Artinya: ``Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami benar-benar
berkuasa.``
Lafal ايدadalah bentuk jamak dari lafal يدyang berarti tangan, dan hal itu (tangan) mustahil bagi Allah
SWT. Maka dari itu lafal ايدdalam ayat tersebut dipalingkan ke makna القوةyang berarti kekuatan.
Pembagian Mafhum
1. Mafhum muwafaqoh. Yaitu penunjukan hukum yang tidak disebutkan mempunyai kesamaan
dengan hukum yang diucapkan. Seperti pencegahan atau larangan memukul kedua orang tua yang
dapat dipahami dari firman Allah QS. al-Isra` (17):23.
ندَك ْال ِك َب َر أَ َح ُد ُه َما أَ ْو ِكاَل ُه َما َفاَل َتقُل لَّ ُه َما أُفٍّ َواَل َت ْن َهرْ ُه َما َوقُل لَّ ُه َما َق ْواًل ِ ُّك أَاَّل َتعْ ُبدُوا إِاَّل إِيَّاهُ َو ِب ْال َوالِدَ ي
َ ِْن إِحْ َسا ًنا ۚ إِمَّا َيبْلُغَ نَّ ع َ ض ٰى َرب
َ َو َق
َك ِريمًا
Artinya: ``Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ``ah`` dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.``
Larangan membakar (atau hal-hal yang sifatnya merusak) harta anak yatim yang dapat dipahami dari
firman Allah QS. al-Nisa` (4): 10.
Artinya: ``Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-
nyala (neraka).``
2. Mafhum mukholafah. Yaitu lafal yang disebutkan tidak sama dengan yang diucapkan. Contohnya
antara lain adalah sebagai berikut:
1) Tidak adanya kewajiban zakat bagi hewan yang digunakan untuk bekerja yang dipahami dari
sabda Nabi SAW:
فى ساْيمة الغنام زكاة
2) Tidak adanya haji kecuali pada bulan-bulan tertentu yang telah masyhur dari pemahaman firman
Allah QS. al-Baqarah (2):197.
ث َواَل فُسُوقَ َواَل ِجدَ ا َل فِي ْال َح ِّج ۗ َو َما َت ْف َعلُوا مِنْ َخي ٍْر َيعْ لَ ْم ُه هَّللا ُ ۗ َو َت َز َّودُوا َفإِنَّ َخي َْر
َ ِيهنَّ ْال َح َّج َفاَل َر َف
ِ ضف ٌ ْال َح ُّج أَ ْش ُه ٌر مَّعْ لُو َم
َ ات ۚ َف َمن َف َر
ُ
ِ ون َيا أولِي اأْل َ ْل َبا
ب ِ ُالزا ِد ال َّت ْق َو ٰى ۚ َوا َّتق َّ
Artinya: ``Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam
bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di
dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah
mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah
kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.``
3) Diperbolehkannya jual beli pada hari Jum`at sebelum dikumandangkannya azdan yang dipahami
dari firman Allah QS. al-Jum`ah (62): 9.
َ صاَل ِة مِن َي ْو ِم ْال ُجم َُع ِة َفاسْ َع ْوا إِلَ ٰى ِذ ْك ِر هَّللا ِ َو َذرُوا ْال َبي َْع ۚ ٰ َذلِ ُك ْم َخ ْي ٌر لَّ ُك ْم إِن ُكن ُت ْم َتعْ لَم
ُون َ َيا أَ ُّي َها الَّذ
َ ِين آ َم ُنوا إِ َذا ُنود
َّ ِي لِل
Artinya: ``Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum`at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui.``
Pembahasan ke 9
Perbuatan Nabi SAW. terkadang bersifat qurbah (ibadah taqorrub) dalam artian taat dan kadang
juga tidak bersifat demikian. Ketika perbuatan Nabi bersifat taqorrub atau taat serta adanya dalil
yang menunjukkan kekhususan pada diri Nabi maka hal itu berlaku khusus untuk Nabi SAW. Seperti
memiliki istri lebih dari empat. Allah berfirman QS al- Nisa` (4): 3.
Artinya: ``Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu sengangi dua, tiga, atau empat…``
Namun ketika perbuatan Nabi SAW. tidak disertai dalil yang menunjukkan kekhususannya pada diri
Nabi SAW. maka perbuatan tersebut tidak berlaku khusus pada Nabi SAW., tetapi juga meliputi
umatnya. Alllah berfirman QS. al-Ahzab (33): 21.
Artinya: ``Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.``
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa hukum asal semua perbuatan Nabi SAW. itu untuk
diikuti kecuali ada dalil yang menunjukkan kekhususan pada Nabi SAW. saja dalam suatu perbuatan.