Pelaksanaan Kegiatan:
Salah satu kegiatan pada Bidang Peningkatan Dan Pengembangan Permukiman adalah
Kegiatan Sosialisasi Sosialisasi Penataan Dan Peningkatan Jalan Permukiman Pada Kawasan
Kumuh Perkotaan. Kegiatan ini dibuka pada hari Senin tanggal 18 September 2017, dimulai
pada pukul 16.00 WITA oleh MC selanjutnya dilakukan pembacaan doa oleh Bapak As’adi,
ST. Kemudian dilanjutkan dengan Laporan Panitia Penyelenggara oleh Ibu A. Dioe H, ST,.....
yang memaparkan maksud, tujuan, sasaran serta hal lainnya sehubungan pelaksanaan
kegiatan. Setelah itu dilanjutkan Sambutan dan pembukaan acara secara resmi oleh Bapak
Ir. H. Andi Bakti Haruni, CES selaku Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Pertanahan yang memberikan arahan tentang penataan dan peningkatan jalan di kawasan
kumuh perkotaan. Selanjutnya acara pembukaan ditutup lalu diambil alih oleh MC untuk
dilanjutkan keesokan harinya.
Materi Kegiatan :
A. Selasa, 19 September 2017
1. Kebijakan Umum Pengembangan Permukiman Pada Kawasan Kumuh Perkotaan
Narasumber : Yosep Sulle, S.Sos, M.Si
Moderator : Zubhan Adjeng, ST, M.Si
Pada materi ini dipaparkan latar belakang yang mendorong terjadinya permukiman
kumuh ; kebijakan pengembangan permukiman ; karakteristik perumahan dan
permukiman kumuh ; kriteria permukiman kumuh ; prinsip percepatan penanganan
kumuh ; pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan dan
permukiman kumuh ; serta tipologi perumahan dan permukiman kumuh. Adapun
sesi diskusinya sebagai berikut :
a. Pak Nuzul, Bappeda Kabupaten Jeneponto
Terkait dengan yang disampaikan tadi oleh Pak Yosep terkait permukiman kumuh
dalam konteks kebijakan tentu kita sependapat, pada awal materi merupakan isu
klasik yang dialami oleh bangsa ini dan setiap kota dan kabupaten terkait
penanganan kawasan kumuh ini. Tetapi saya sangat sependapat dengan
narasumber sesungguhnya kita punya RTRW dalam rangka penataan kawasan
kumuh. Karena ini merupakan isu klasik dan sampai saat ini memang Pemerintah
mulai dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Kabupaten/Kota sepertinya
melakukan trial dan error terkait permukiman kumuh. Kita tidak pernah tetap
konsisten untuk setiap kebijakan yang terintegrasi dengan penanganan kawasan
permukiman kumuh. Saya masih ingat di RPJM 2014 – 2018 dalam penanganaan
kumuh isunya adalah bagaimana mensinergikan perencanaan penanganan
permukiman kumuh antara pemerintah pusat dan daerah. Dalam RPJM ini masih
tetap isunya ditekankan bagaimana sinergi perencanaan itu. Tetapi saampai saat
ini isunya tetap seperti itu. Oleh karena itu mungkin ada hal yang mungkin perlu
sesungguhnya kalau pendekatan penanganan masih pada orientasi fisik spasial
mungkin tidak akan pernah selesai permasalahan permukiman kumuh ini. Karena
persoalan fisik spasial tidak pernah menyentuh dengan akar permasalahan yaitu
kemiskinan. Dimana ada kemiskinan maka disitu juga akan ada kantong-kantong
kemiskinan dikawasan kumuh. Oleh karena itu mungkin ada 2 (dua) pendekatan
yang perlu dilakukan sekaligus selain fisik spasial perlu juga menyentuh disisi
kesejahteraan masyarakat di kawasan kumuh itu. Sehingga ini kadang tidak
berjalan beriringan, ketika kita membedah masalah fisik tapi kita tidak
membedah peningkatan kesejahteraan di kawasan kumuh tersebut. Sehingga
menjadi pincang penanganannya. Oleh karena itu mungkin perlu di elaborasi,
saya sependapat kita punya komitmen bersama yaitu RTRW yang tidak sinkron
pelaksanaannya. Oleh karena itu kita harus menyudahi trial dan error selanjutnya
yangperlu ditingkatkan koordinasi yang baik dan kita perlu konsisten atau
komitmen dengan dokumen perencanaan maupun kebijakan yang telah kita
lahirkan sendiri. berganti pemimpin berganti kebijakan. Oleh karena itu perlu
komitmen kita bersama sekian komentar saya.
Tanggapan Narasumber :
Saya sepakat memang kegiatan pembangunan tidak selamanya pembangunan
fisik. Kalau pembanguan fisik untuk yang terlihat saja, misalnya di suatu kawasan
terjadi genangan, dibuatkan proyek drainase sehingga air bisa dialirkan, namun
bila masyarakat tidak disadarkan fasilitas tersebut harus dipelihara akan terjadi
genangan kembali. Saya sepakat disentuh juga dari sisi masyarakatnya dan
terjadinya kekumuhan juga punya keterkaitan erat dengan kemiskinan. Kadang
bisa benar kadang juga tidak, idealnya kawasan permukiman sejahtera/tidak
miskin. Disebut kumuh karena kesadaran masyarakat akan lingkungan sangat
kurang. Maka pemerintah harus menyentuh sisi lainnya. Seperti peningkatan
pendapatan sehingga masyarakatnya dapat hidup layak, tapi bisa saja kawasan
tersebut tetap kumuh karena kurangnya kesadaran masyarakatnya. Jadi
semuanya harus sinergi dan penanganan kawasan kumuh harus berorientasi
dengan kebijakan yang telah disepakati dan diwujudkan. Bila belum selesai
dilanjutkan di periode berikutnya.
b. Pak Syaharuddin, Dinas Perumahan Kota Makassar
Sehubungan dengan pemaparan tadi, kalau dilihat dari variabel yang
menyebabkan kumuh, memang ditinjau dari gedung berarti bagaimana
penanganan gedung/rumahnya begitu pula dengan penanganan drainase.
Terkadang hal ini memicu kekumuhan, terkadang dari sisi drainase sulit
ditangani walaupun kita tau karena kondisi ketidakteraturan bangunan,
contohnya pembuangan air dari hulu ke hilir tidak terkoneksi. Yang menjadi
masalah bagaimana kebijakan ini bila terjadi di lapangan. Sementara di dalam
undang-undang setiap warga berhak untuk hidup sejahtera, sedangkan menurut
masyarakat sudah merasa sejahtera walaupun berada di kawasan kumuh.
Selanjutnya bahwa penanganan kumuh istilahnya 100 0 100, yaitu air bersih,
kumuh dan persampahan. Pemicunya kembali ke masyarakat, terkadang tidak
tersosialisasi pada masyarakat bagaimana penanganan sampah. Walaupun
partisipasi masyarakat ingin melakukan pembersihan dalam lingkungannya,
namun bila tidak disediakan tempat pembuangan sampah, akan berserakan
sampahnya. Yang menjadi masalah adalah tidak tersedia TPA, bagaimana bila
kita menghadapi masalah tersebut.
Tanggapan Narasumber :
Saya kira Pemda punya tanggung jawab yaitu RTRW sehingga tidak terjadi
ketidakteraturan bangunan. Bila terjadi pelanggaran tata ruang kita harus
sampaikan pelanggaran tersebut. Kalau kita ingin mengikuti rencana tata ruang
maka akan terjadi keteraturan tata ruang. Mengikuti perencanaan sempadan dan
drainase. Penanganan sampah dilakukan identifikasi, disiapkan anggaran untuk
penyediaan sarana-sarana. Jadi merupakan bagian yang harus kita rencanakan.
Kalau perlu dilakukan sosialisasi kepada warga untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat akan lingkungan.
Setelah materi kedua dilanjutkan Ishoma, acara dilanjutkan kembali pada pukul 13.00
WITA.
Tanggapan Narasumber :
Menurut pengalaman saya, BKM itu dibentuk 1 (satu) tiap kelurahan, dibentuk
secara resmi oleh masyarakat. Semua program yang ada dimasukkan dalam BKM
tersebut. Boleh banyak pelaksana kegiatan namun cuma 1 (satu) BKMnya. Mau
proyek air bersih, atau proyek lainnya dilaksanakan oleh 1 (satu) BKM saja. Di
Sulawesi Selatan harus membuat readiness kriteria untuk dilaksanakan oleh
Kabupaten/Kota. Program Kotaku harus berkoordinasi di Bappeda, biasanya
berkantor di Bappeda.
Tanggapan Ibu Putri :
Untuk Pamsimas ada juga BKMnya. Biasanya pusat mengirimkan tembusan ke
kami bila ada dana pendamping. Kami ingin mengetahui misskomunikasinya
dimana. Kami juga tidak diundang di Rapat Koordinasi Awal Tengah Tahun.
Setahu kami dari kegiatan di Yogyakarta ada MOU sepakat Pemda
Kabupaten/Kota merupakan nahkoda, yang kedua ada klinik di Makassar setelah
itu tidak ada lagi koordinasi ke bawah sampai penggantian fasilitator kami tidak
ketahui.
Tanggapan Narasumber :
Nanti kami akan komunikasikan ke Randal atau yang terkait.
Tanggapan Ibu Eva :
Terkait yang ibu Putri sampaikan kami sependapat seperti itu, terkait BKM kami
tidak akan menerima usulan tanpa ada usulan Bupati/Walikota tetap akan kami
verifikasi.
Tanggapan Narasumber :
Perlu dicari dimana teknisnya, P2KP menjadi KOTAKU. Perubahan ini karena
kebijakan nasional. Satker PBL ke Bangkim. Koordinasi dengan kabupaten sangat
bagus karena berkantor di Bappeda. Nanti akan kami coba komunikasikan
dengan teman-teman di Bangkim.
Dengan berakhirnya pemaparan materi ke-4 (empat), MC mengambil alih untuk menutup
rangkaian acara pada hari Selasa. Materi selanjutnya di laksanakan pada keesokan
harinya pada hari Rabu.
B. Selasa, 19 September 2017
Tanggapan Narasumber :
Gambaran program kerja Satker PKP bukan di Provinsi tapi di Pusat satuan
vertikal tapi berkedudukan di Provinsi. Jadi SatkerPKP tetap mengacu Undang-
Undang No. 1 Tahun 2011 untuk sementara bergerak di 2 (dua) kegiatan yaitu
perkotaan dan perdesaan,namun perdesaan yang potensial. Dasar hukumnya di
kumuh perkotaan adalah ada SK bupati atau SK Walikota agar menjadi program
prioritas satker PKP. Kalau pengembangan permukiman perdesaan potensial
harus ada SK perdesaan potensial misalnya agropolitan, pariwisata atau industri
kerajinan lainnya. Perencanaan kumuh perkotaan ada 30 (tiga puluh) kota besar
di seluruh Indonesia, beberapa kota besar, sedang dan kecil. Untuk
penganggaran dilihat dari sektor-sektor yang prioritasnya paling tinggi.
Luasannya besar dan banyak masyarakatnya berlaku di 19 (sembilan belas)
kabupaten yang memiliki SK kumuh.
Untuk program Kotaku diatur oleh Dirjen Cipta Karya, bukan satker PKP yang
atur. Berdasarkan dari luasan kawasan kumuh. Jadi di program Kotaku ada di 14
(empat belas) Kabupaten/Kota. Tetap semua Kabupaten pasti ada kedepannya,
terkait untuk rumah kumuh ada di SNVT Perumahan namun tetap kami lakukan
sinergi.
Tentang aturan penanganan kumuh, serah terima hibah apakah ada aturan,
sampai sekarang tidak ada. Di Provinsi hanya memfasilitasi perencanaan saja.
Sedangkan penanganan drainase penyebab utama kekumuhan, sama dengan
hirarki lainnya. Drainase juga memiliki struktur yaitu primer, sekunder maupun
tersier.
Wahyuningsih Achmad, ST