Buku Penuntun Pemeriksaan THT FK Unpatti
Buku Penuntun Pemeriksaan THT FK Unpatti
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2021
1|Page
KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIK TELINGA, HIDUNG DAN
TENGGOROKAN
A. PENDAHULUAN
Pemeriksaan fisik telinga, hidung dan tenggorokan adalah salah satu pemeriksaan
yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan-kelainan pada telinga, mulai
dari telinga bagian luar sampai telinga dalam yang dapat memberikan gangguan fungsi
pendengaran dan keseimbangan. Kelainan-kelainan pada hidung dan tenggorokan yang
dapat memberikan gangguan penghidu dan percakapan. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi) dan melakukan tes-tes untuk melihat sifat dan
jenis gangguan pendengaran dan keseimbangan serta gangguan penghidu dan
pengecap.
2|Page
2. Pen light
3|Page
- Sejak kapan
- Didahului oleh apa
- Apakah menderita penyakit lain seperti DM, hipertensi, hiperkolesterolemi -
Diagnosis banding tinitus :
1. Cerumen atau corpus alienum
2. Otitis eksterna
3. Otitis media akut & kronis
d. Keluar cairan(otorrhea):
- Sejak kapan
- Didahului oleh apa (trauma, kemasukan benda asing, pilek)
- Deskripsi cairan (jernih/ keruh, cair/ kental, warna kuning/ kehijauan/ kemerahan;
berbau/ tidak).
- Apakah keluar cairan disertai dengan darah.
- Disertai oleh gejala yang lain (demam,telinga sakit, pusing, dll).
- Diagnosis banding otorrhea:
1. MT perforation
2. Granulasi, polip, liang telinga
3. Infeksi pada otitis media
Pemeriksaan Hidung
Berikut adalah anamnesis yang dapat ditanyakan sesuai keluhan pasien datang berobat
ke RS atau dokter, antara lain : a. Pilek :
- Sejak kapan
- Apakah disertai dengan keluhan-keluhan lain (bersin-bersin, batuk, pusing,
panas, hidung tersumbat)
b. Sakit :
- Sejak kapan
- Adakah riwayat trauma
- Apakah disertai keluhan-keluhan lain : tersumbat, pusing, keluar ingus (encer,
kental, berbau/ tidak, warna kekuning-kuningan, bercampur darah)
c. Mimisan (epistaksis) :
- Sejak kapan,
- Banyak/ sedikit,
- Didahului trauma/ tidak,
- Menetes/ memancar,
- Bercampur lendir/ tidak,
4|Page
- Disertai bau/ tidak,
- Disertai gejala lain/ tidak (panas, batuk, pilek, suara sengau).
d. Hidung tersumbat (obstruksi nasi) :
- Sejak kapan
- Makin lama makin tersumbat/ tidak
- Disertai keluhan-keluhan lain/ tidak (gatal-gatal, bersin-bersin, rinorrhea,
mimisan/ tidak, berbau/tidak)
- Obstruksi hilang timbul/tidak
- Menetap, makin lama makin berat
- Pada segala posisi tidur - Diagnosis banding :
1. Rhinitis (akut, kronis, alergi
2. Benda asing
3. Polyp hidung dan tumor hidun
4. Kelainan anatomi (atresia choana, deviasi septum)
5. Trauma (fraktur os nasal)
e. Rhinolalia :
- Sejak kapan
- Terjadi saat apa, pilek/tidak
- Disertai gejala-gejala lain/tidak
- Ada riwayat trauma kepala/tidak
- Ada riwayat operasi hidung/tidak
- Ada riwayat operasi kepala/tidak
5|Page
Posisi duduk antara pemeriksa dengan pasien
Pemeriksa dan pasien masing-masing duduk berhadap dengan sedikit menyerong
kedua lutut pemeriksa dirapatkan dan ditempatkan berdampingan dengan kaki
penderita. Bila diperlukan posisi-posisi tertentu, penderita diarahkan ke kiri atau kanan.
Kepala penderita difiksasi dengan bantuan seorang perawat. Pada anak kecil yang
belum koperatif selain diperlukan fiksasi kepala, sebaiknya anak dipangku oleh orang
tuanya pada saat dilakukan pemeriksaan. Kedua tangan dipeluk oleh orang tua,
sementara itu kaki anak difiksasi diantara kedua paha orang tua.
E. PROSEDUR PEMERIKSAAN
I. PEMERIKSAAN TELINGA
NO LANGKAH KLINIK
A MELAKUKAN PEMERIKSAAN FISIK TELINGA
1 Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan.
2 Mencuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan.
6|Page
3 Lakukan inspeksi dan palpasi aurikula:
a. Pasien dipersilahkan duduk di kursi periksa.
b. Pemeriksa duduk di samping pasien dengan posisi mata pemeriksa setinggi
telinga pasien yang akan diperiksa
c. Pemeriksa menggunakan lampu kepala. Pemeriksaan telinga dilakukan satu
per satu, dimulai dari telinga kanan.
d. Arahkan lampu kepala ke arah telinga yang akan diperiksa.
e. Lakukan pemeriksaan dimulai dari preaurikula, aurikula dan retroaurikula.
f. Pada preaurikula lakukan inspeksi adanya kelainan kongenital, tanda-tanda
inflamasi atau kelainan patologis lain.
g. Lalu lakukan palpasi untuk menilai adakah nyeri tekan tragus atau benjolan di
depan tragus yang berhubungan dengan kelainan kongenital.
h. Aurikula yang normal diliputi oleh kulit yang halus, tanpa adanya kemerahan
atau bengkak.
i. Bila didapatkan kelainan seperti diatas, pemeriksa mempalpasi daerah
kemerahan tersebut dengan punggung jari tangan untuk menilai apakaharea
tersebut lebih hangat dibandingkan dengan kulit sekitarnya.
j. Bila terdapat bengkak, maka pemeriksa menggunakan jempol dan telunjuknya
untuk menilai konsistensi dan batas benjolan. Saat melakukanpemeriksaan ini,
amati wajah pasien untuk menilai adanya nyeri.
k. Bila didapatkan anting atau pearcing di aurikula atau MAE, palpasi juga area
tersebut.
l. Pemeriksa kemudian menginspeksi MAE. Normalnya bersih atau mungkin
didapatkan sedikit serumen berwarna kuning kecoklatan di tepi MAE. Nilai pula
adakah cairan atau pus yang keluar dari MAE.
m. Pegang puncak aurikula pasien dengan jempol dan jari telunjuk dan tarik ke
arah postero superior agar pars kartilago MAE dan pars oseus MAE berada
dalam satu garis lurus.
n. Nilai MAE. Normalnya terdapat sedikit rambut dan kadang serumen kuning
kecoklatan. Perhatikan bila ditemukan pembengkakan, kemerahan, atau
terdapat lapisan selain serumen pada MAE.
o. Tidak seperti pada pasien dewasa, pada anak, daun telinga ditarik ke arah
anteroinferior untuk melihat MAE karena adanya perbedaan anatomi.
7|Page
4 Inspeksi dan palpasi prosesus mastoideus (retroaurikula):
8|Page
h. Saat memeriksa membran timpani, pertama-tama pemeriksa menginspeksi
refleks cahaya (pantulan cahaya). Karena membran timpani merupakan suatu
struktur berbentuk kerucut, maka saat disorot cahaya dari sudut yang miring,
pantulannya berupa bentuk segitiga. Apabila membran timpani retraksi ke arah
medial, maka pantulan cahaya semakin menyempit. Apabila permukaan
membran timpani semakin datar (bulging), pantulan cahayanya semakin lebar
atau menghilang.
j. Warna membran timpani normalnya abu-abu seperti mutiara. Bila terjadi iritasi,
karena inflamasi atau pada anak yang menangis, membran timpani dapat
berwarna kemerahan. Sedangkan pada inflamasi berat, membran timpani
dapat berwarna merah terang.
l. Membran timpani juga dapat ruptur akibat peningkatan tekanan yang hebat
dari telinga tengah (barotrauma) atau akibat trauma dari luar (saat
membersihkan telinga) atau akibat otitis media akut atau kronik. Hal ini disebut
perforasi. Saat terjadi penyembuhan dapat terbentuk jaringan ikat. Baik
perforasi maupun jaringan ikat ini dapat mempengaruhi getaran gendang
telinga sehingga menyebabkan gangguan pendengaran.
9|Page
Gambar 1. Cara menarik aurikula (gambar kanan), Pemeriksaan Otoskop (gambar kiri)
1. Telinga luar:Kelainan yang mungkin dapat ditemukan pada pemeriksaan aurikula antara
lain:
a. Kista brakialis kongenital.
b. Mikrotia
c. Tophus, akibat deposit kristal asam urat.
d. Keloid, masa jaringan hipertrofi yang keras, berbentuk nodular, yang terjadi pada
area yang pernah mengalami luka.
e. Hematoma
f. Karsinoma sel skuamosa
g. Karsinoma sel basal
Nyeri saat aurikula dan tragus digerakkan (nyeri tekan tragus) menunjukkan adanya
otitis eksterna akut (inflamasi pada liang telinga), namun tidak terjadi pada otitis
media. Nyeri di belakang telinga dapat terjadi pada otitis media.
10 | P a g e
a. Pada otitis eksterna akut, kanalis auditorius edem, kemerahan, tampak sedikit
sekret, pucat dan nyeri.
b. Pada otitis eksterna kronis, kulit dalam kanalis auditorius menebal, merah dan gatal.
Dapat pula disertai debris pada otomikosis.
c. Pada otitis media akut stadium hiperemis, membran timpani tampak hiperemis,
refleks cahaya berkurang.
d. Pada otitis media akut stadium purulen, membran menonjol dan berwarna merah,
sedangkan pada efusi serosa berwarna pucat, refleks cahaya menghilang.
e. Perforasi membran timpani dapat terjadi akibat tekanan di dalam telinga tengah yang
meningkat pada otitis media akut atau adanya trauma akibat benda asing dari luar.
f. Adanya perforasi membran timpani tipe atik, merupakan ciri adanya pertumbuhan
kolesteatoma pada telinga tengah (otitis media supuratif kronik tipe bahaya)
sehingga harus segera dirujuk.
11 | P a g e
Gambar 5. Perforasi membran timpani tipe atik
g. Timpanosklerosis: adanya bercak putih, luas pada bagian inferior membran timpani,
dengan batas ireguler. Ciri khasnya berupa deposisi membran hialin pada lapisan
membran timpani.
Gambar 6. A. Perforasi membran timpani tipe marginal; B. Retraksi pars tensa dengan
timpanosklerosis; C. Grommet pada pars tensa MT; D. Otitis media akut stadium hiperemis; E.
MT Bulging; F. Otitis media efusi dengan air fluid level (kiri ke kanan)
12 | P a g e
B PEMERIKSAAN PENDENGARAN
1 Tes Suara:
a. Pemeriksaan dilakukan pada salah satu telinga secara bergantian dimulai dari
telinga kanan. Pasien diminta menutup telinga kirinya dengan tangan.
b. Gesekkan jari-jari pemeriksa di depan telinga pasien yang tidak ditutup dengan
cepat dan lembut. Tanyakan apakah pasien mendengar suara tangan
13 | P a g e
2 Pemeriksaan Garpu Tala
- Menerangkan cara dan tujuan pemeriksaan
- Mempersiapkan alat yang akan digunakan untuk pemeriksaan
- Mengatur posisi duduk dengan pasien
Pemeriksaan Rinne
a. Pemeriksa memegang garpu tala pada bagian pangkal (column handle).
b. Getarkan garpu tala (512 Hz) dan letakkan dasarnya di prosesus mastoideus
pasien.
c. Minta pasien memberi tanda (misal dengan mengangkat tangan) bila ia sudah
tidak lagi mendengar suara garpu tala.
d. Kemudian segera pindahkan garpu tala sehingga ujung garpu tala berada di
depan kanalis auditorius (tidak bersentuhan).
e. Tanyakan apakah pasien mendengar suara garpu tala.
f. Pemeriksa juga dapat memulai pemeriksaan ini dari lubang telinga kemudian ke
prosesus mastoideus
g. Lakukan prosedur yang sama pada telinga lainnya.
h. Tes Rinne dikatakan abnormal bila konduksi tulang lebih baik dari konduksi
udara.
Pemeriksaan Weber
a. Pemeriksa memegang garpu tala pada bagian pangkal (column handle).
b. Getarkan garpu tala (512 Hz) dan letakkan di tengah kening atau puncak kepala
pasien dengan perlahan.
c. Minta pasien menyebutkan dimana ia lebih baik mendengar suara (kanan atau
kiri).
Pemeriksaan Schwabach
a. Pemeriksa memegang garpu tala pada bagian pangkal (column handle).
b. Getarkan garpu tala (512 Hz) dan letakkan dasarnya pada prosesus
mastoideus pasien.
c. Minta pasien memberi tanda (misal dengan mengangkat tangan) bila ia sudah
tidak lagi mendengar suara garpu tala.
d. Pindahkan dasar garpu tala ke prosesus mastoideus pemeriksa. Bila pemeriksa
masih dapat mendengar suara, maka test Swabach abnormal.
14 | P a g e
Gambar 7. Pemeriksaan Rinne (gambar kanan), Pemeriksaan Schwabach (gambar
Pemeriksaan Weber:
Pemeriksaan Swabach:
15 | P a g e
Tujuan pemeriksaan ini adalah membandingkan hantaran udara telinga pasien dengan
telinga normal (telinga pemeriksa= normal). Evaluasi tes schwabach :
menarik tragus dengan satu tangan dan tangan lain memegang otoskop
- dipangku oleh orang tua, posisikan kedua tungkai anak diantara tungkai orang
tua. Orang tua dapat membantu memegangi anak dengan cara memeluknya
meggunakan salah satu tangan dan tangan lain memegangi kepala anak
16 | P a g e
6 Pemeriksaan pendengaran pada anak < 12 bulan (acoustic blink reflex)
- Pemeriksa membuat suara yang tajam secara cepat seperti menjentikkan jari,
membunyikan bel atau alat penghasil suara lain pada jarak kurang lebih 30 cm
dari telinga anak.
- Pastikan tidak ada aliran udara atau angin yang melewati daerah sekitar wajah
anak yang dapat membuatnya berkedip.
- Perhatikan respon dan adanya refleks berkedip pada anak.
Pada bayi baru lahir, pemeriksaan telinga dengan otoskop hanya dapat mendeteksi Deteksi
kanalis aurikularis karena membran timpani tertutup oleh akumulasi vernix kaseosa pada
beberapa hari kehidupan. Acoustic blink refleks dapat sulit dinilai pada 2-3 hari pertama
kehidupan. Jangan melakukan pemeriksaan ini berulang kali dalam satu waktu karena dapat
terjadi habituasi sehingga refleks ini tidak akan muncul.
17 | P a g e
Banyak anak dengan defisit pendengaran yang tidak terdiagnosa sampai dengan usia 2
tahun. Tanda-tanda defisit pendengaran pada anak antara lain keterlambatan bicara dan
gangguan perkembangan yang berhubungan dengan pendengaran.
7 Inspeksi vestibula untuk melihat adanya inflamasi, deviasi septum anterior, atau
perforasi.
8 Inspeksi mukosa hidung. Nilai warna mukosa hidung. Lihat adanya eksudat,
bengkak, perdarahan, tumor, polip, dan trauma. Mukosa hidung biasanya berwarna
lebih gelap dibanding mukosa mulut.
18 | P a g e
9 Jika terjadi epistaksis, periksa daerah little yang terletak kurang lebih 0,5 - 1 cm dari
tepi septum untuk menilai adanya krusta dan hipervaskularisasi.
10 Ekstensikan kepala pasien untuk menilai deviasi atau perforasi septum posterior.
Nilai ukuran dan warna konka inferior.
11 Inspeksi ukuran, warna, dan kondisi mukosa konka media. Lihat apakah terdapat
tanda-tanda inflamasi, tumor atau polip.
12 Inspeksi pengembangan cuping hidung apakah simetris. Periksa patensi tiap lubang
hidung dengan meletakkan satu jari di tiap ala nasi dan minta pasien untuk menarik
napas melalui hidung.
13 Palpasi sinus maksilaris dan frontalis. Palpasi sinus frontalis dengan mengetuk
tulang di daerah alis, hindari menekan mata. Kemudian lakukan ketukan pada sinus
maksilaris. Lihat respon wajah pasien, apakah pasien terlihat kesakitan.
1. Menggunakan otoskop.
19 | P a g e
2 Menggunakan spekulum hidung.
a. Alat dipegang oleh tangan kiri pemeriksa dengan posisi jempol berada pada
sendi spekulum nasal dan jari telunjuk kiri pemeriksa diletakkan di ala nasi
pasien untuk memfiksasi. Spekulum dimasukkan ke lubang hidung pasien
o
dengan posisi membentuk sudut 15 terhadap bidang horizontal.
20 | P a g e
Analisis Hasil Pemeriksaan
Gambar 9. Rhinophyma
2. Pada palpasi:
Bengkak atau nyeri pada palpasi di ujung hidung atau alae menandakan infeksi lokal
seperti furunkel.
3. Pada rhinoskopi anterior, dapat ditemukan:
a. Deviasi septum
b. Polip
c. Epistaksis
d. Kelainan warna mukosa
e. Tumor
f. Sekret
g. Benda asing
B PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI
1 Memberi salam dan memperkenalkan diri
2 Menjelaskan tentang prosedur pemeriksaan kepada penderita dan meminta
persetujuan pemeriksaan
21 | P a g e
7 Menempelkan lampu Heyman pada margo inferior orbita
8 Mengarahkan lampu kearah inferior
9 Meminta pasien membuka lebar mulut
10 Membandingkan iluminasi sinus maksilaris dekstra – sinistra pada sisi homo-lateral
palatum durum
Kelemahan pemeriksaan ini adalah nilai subjektivitasnya yang tinggi tergantung interpretasi
dan pengalaman pemeriksa.
III. INDERA PENGECAPAN
A PENILAIAN PENGECAPAN
1 Siapkan alat dan bahan.
2 Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan.
22 | P a g e
7 Pemeriksa menyentuhkan beberapa bahan makanan satu per satu pada lidah
pasien pada beberapa tempat dengan menggunakan cotton bud. Pasien tidak boleh
menarik lidahnya ke dalam mulut, karena jika hal ini dilakukan maka bubuk akan
tersebar ke bagian lainnya seperti sisi lidah lainnya atau ke bagian belakang atau
depan lidah yang dipersarafi oleh saraf lain.
8 Minta pasien mengenali jenis bahan makanan tersebut dengan mengangkat tangan
menggunakan kode yang telah disepakati sebelumnya.
9 Pasien boleh meminum air putih pada jeda pemeriksaan sebelum mencoba bahan
makanan lainnya.
Analisis Pemeriksaan
Fungsi pengecapan dipersarafi oleh N.VII pada 2/3 lidah bagian depan dan oleh N.IX pada
1/3 bagian belakang. Adanya gangguan pada kemampuan mengenali rasa disebabkan oleh
lesi pada saraf tersebut atau pada taste bud yang berisi reseptor - reseptor untuk fungsi
pengecapan.
Gambar
11. Fungsi
Pengecapan Lidah
F. DAFTAR PUSTAKA
1. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan ketrampilan klinis bagi dokter di
fasilitas kesehatan primer. Edisi 1;2017.h. 122-43
2. Willms J.L, Scheiderman H, Algranati PS. Diagnosisi fisik : evaluasi diagnosis dan
fungsi di bangsal. Jakarta : EGC;2005
3. Bickley LS. Bates : guide to physical examination and history taking. 10 th ed. New
York :Lippimcott Williams Wilkins;2009
4. Le blond RF, brown D, DeGowin . Diagnostic examination. 9th ed. New York :
McGraw – Hill;2009
23 | P a g e
24 | P a g e