Anda di halaman 1dari 15

Makalah Manajemen Resiko Kerja di Ruang Operasi

RSUD Dr. SOSODORO DJATIKOESOEMO BOJONEGORO

DOSEN PEMBIMBING : Eko Ari Bowo., S,km M.kk


NAMA : Nurul Fadhila
KELAS : 3A Keperawatan
NIM : 2002013008

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
TAHUN AJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah S.W.T. karena berkat Rahmat dan Karunia-nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan kumpulan makalah ini. Shalawat beserta salam
semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW,
kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada pengikutnya hingga akhir zaman, Amin
Yaa Rabbal’alamin.

Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keselamatan
Pasien Dan Keselamatan Kesehatan Kerja Dalam Keperawatan (K3) tahun ajaran 2021/2022.
Dalam penyusunan dan penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesepakatan ini penulis dengan
senang hati menyampaikan terima kasih.

Semoga Allah S.W.T. memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semuanya. Demi
perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang
hati. Akhirnya, hanya kepada Allah S.W.T. penulis serahkan segalanya. Mudah-mudahan
dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi kita semua.

Lamongan, 10 November 2021

Penulis
[NURUL FADHILA]

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2

BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................4

1.3 Tujuan....................................................................................................................................4

BAB 2 LANDASAN TEORI..........................................................................................................5

2.1 Definisi Manajemen Risiko...................................................................................................5

2.2 Pengertian K3 Di Ruang Operasi...........................................................................................5

2.3 Risiko Kerja di ruang bedah sentral.......................................................................................6

2.4 Identifikasi Bahaya................................................................................................................8

2.5 Evaluasi Risiko......................................................................................................................8

2.6 Pengendalian Risiko...............................................................................................................9

2.7 Contoh Daftar Resiko Di Kamar Operasi............................................................................10

BAB 3 PENUTUP.........................................................................................................................14

3.1 KESIMPULAN....................................................................................................................14

3.2 SARAN................................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................15

BAB 1

PENDAHULUAN

3
1.1 Latar Belakang
Setiap tahun di dunia terjadi 270 juta kecelakaan kerja, 160 juta pekerja menderita
penyakit akibat kerja, kematian 2.2 juta dan kerugian finansial sebesar 1.25 triliun USD.
Sedangkan di Indonesia menurut data PT. Jamsostek (Persero) dalam periode 2002-2005
terjadi lebih dari 300 ribu kecelakaan kerja, 5000 kematian, 500 cacat tetap dan konpensasi
lebih dari Rp. 550 milyar. Kompensasi ini adalah sebagian dari kerugian langsung dan 7.5
juta pekerja sektor formal yang aktif sebagai peserta Jamsostek. Diperkirakan kerugian tidak
langsung dari seluruh sektor formal lebih dari Rp. 2 triliun, dimana sebagian besar
merupakan kerugian dunia usaha. (DK3N, 2007).

Pelaksanaan Keselamatan dan kesehatan kerja pada setiap perusahaan tidak hanya perusahaan
besar namun juga pada industri-industri kecil guna meningkatkan produktivitas pekerja.

Rumah Sakit adalah salah satu perusahaan yang pekerjaannya mengandung potensi bahaya
yang besar, berupa infeksi, kebakaran, pencemaran serta potensi-potensi bahaya lainnya.
Dengan besarnya bahaya kecelakaan kerja yang dapat terjadi pada Dokter Bedah di kamar
operasi maka di perlukan suatu manajemen risiko untuk dapat meminimalisirkan kejadian
kecelakaan kerja.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Manajemen Resiko?


2. Apa pengertian dari K3 di ruang operasi?
3. Bagaimana resiko kerja diruang bedah sentral?
4. Bagaimana Identifikasi Bahaya diruang bedah?
5. Bagaimana evaluasi dan pengendalian resiko diruang bedah/ruang operasi?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Manajemen Resiko


2. Mengetahui apa itu K3 diruang operasi
3. Mengrtahui resiko yang terjadi di ruang bedah sentral
4. Mengetahui Identifikasi bahaya diruang bedah
5. Mengetahui evaluasi dan cara pengendalian resiko diruang bedah/ ruang operasi

BAB 2
LANDASAN TEORI

4
2.1 Definisi Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah penerapan secara sistematis dari kebijakan manajemen,
prosedur dan aktivitas dalam kegiatan identifikasi bahaya, analisa, penilaian, penanganan dan
pemantauan serta review risiko.

The Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO)


memberikan pengertian manajemen risiko sebagai aktivitas klinik dan administratif yang
dilakukan oleh rumah sakit (HCO) untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan
risiko terjadinya cedera atau kerugian pada pasien, personil, pengunjung dan rumah sakit itu
sendiri.

2.2 Pengertian K3 Di Ruang Operasi


Ruang Operasi Rumah Sakit merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pelayanan medik di sarana pelayanan kesehatan. Dalam rangka mendukung
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maka perlu disusun persyaratan
teknis fasilitas ruang 4 operasi rumah sakit yang memenuhi standar pelayanan, keamanan,
serta keselamatan dan kesehatan kerja. Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah
sakit, tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut, yang
membutuhkan keadaan suci hama (steril).

1. Faktor hazard yang dialami petugas instrumen di ruang bedah Menurut hasil laporan dari
Natonal Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS
41% lebih besar dari pekerja pada industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk
jarum, tergores/terpotong, dan penyakit infeksi lain. Salah stu contoh kecelakaan kerja yang
paling sering adalah Luka jarum suntik yang umum terjadi di kalangan petugas di ruang
bedah. Sehingga peningkatan strategi pencegahan dan pelaporan diperlukan untuk
meningkatkan keselamatan kerja bagi petugas bedah tersebut.

2. Alat kerja yang dapat digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas instrumen di
ruang operasi Alat kesehatan yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas
instrumen diruang operasi adalah benda-benda tajam seperti skalpel dan jarum suntik yang
dapat memberikan resiko terjadinya kecelakaan kerja.

3. Alat pelindung diri (APD) yang digunakan petugas instrumen diruang operasi Selain
membersihkan tangan yang harus selalu dilakukan petugas kesehatan juga harus mengenakan
alat pelindung diri sesuai dengan prosedur yang mereka lakukan dan tingkat kontak dengan
pasien yang diperlukan untuk menghindari kontak dengan darah dan cairan tubuh. APD
untuk keperluan kewaspadaan standar terdiri atas sarung tangan, gaun pelindung, pelindung
mata, dan masker bedah. Peralatan tambahan, seperti penutup kepala untuk melindungi
rambut, tidak dianggap APD, tetapi dapat digunakan demi kenyamanan petugas kesehatan.
Begitu pula, sepatu bot juga dapat digunakan untuk keperluan praktis, misalnya bila
diperlukan 5 sepatu yang tertutup rapat dan kuat untuk menghindari kecelakaan akibat benda
tajam. Bila digunakan dengan benar, APD akan melindungi petugas kesehatan dari pajanan
terhadap jenis penyakit menular tertentu.

4. Ketersediaan obat P3K di tempat kerja petugas P3K merupakan pertolongan pertama yang
harus segera diberikan kepada korban yang mendapatkan kecelakaan atau penyakit mendadak
5
dengan cepat dan tepat sebelum korban dibawa ke tempat rujukan. P3K sendiri ditujukan
untuk memberikan perawatan darurat pada korban, sebelum pertolongan yang lebih lengkap
diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya

5. Pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum kerja, berkala,
berkala khusus)
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) yaitu upaya untuk menemukan
gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit
akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan
pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerjaitu sendiri maupun
terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih
cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas
masyarakat pekerja. Disini diperlukan sistem rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit
akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment).

6. Peraturan pimpinan di rumah sakit tentang K3 di tempat kerja Upaya K3 di RS


menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja.
Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. RS harus membuat
perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan
sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan K3 di RS dapat mengacu pada standar
Sistem Manajemen K3 di RS diantaranya self assesment akreditasi K3RS dan SMK3.

7. Upaya K3 lainnya yang dijalankan.


Misalnya ada penyuluhan/pelatihan, pengukuran/pemantauan lingkungan tentang hazard yang
pernah dilakukan. Bahaya potensial di RS dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan
akibat kerja. Yaitu disebabkan oleh faktor biologi (virus, bakteri dan jamur), faktor kimia
(antiseptik, Gas anastesi), faktor ergonomi (cara kerja yang salah), faktor fisika
(suhu,cahaya,bising, getaran dan radiasi), dan faktor psikososial (kerja bergilir, hubungan
sesama atau atasan).

2.3 Risiko Kerja di ruang bedah sentral


Risiko adalah sesuatu yang lazim di kedokteran, bahkan sebagian risiko tersebut memang
harus diterima sebagai risiko yang inheren di dalam misi. Dari segi medis risiko-risiko
tersebut adalah (a) risiko yang tingkat probabilitas dan keparahannya minimal sehingga telah
dapat diterima, risiko tersebut foreseeable tetapi unavoidable,

(b) risiko yang cukup bermakna tetapi harus dihadapi karena merupakan risiko dari tindakan
yang merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan pasien, dan

(c) risiko yang tidak dapat diprediksikan sebelumnya (unforeseeable) yang dapat menuju ke
untoward results.

Ruang Bedah Sentral adalah suatu interaksi kompleks dari perangkat keras (hard ware),
perangkat lunak (software), sumber daya manusia (brainware) dan lingkungan (environment).
Pasien pun tidak bisa dikatakan hanya sebagai obyek pembedahan oleh karena dia juga
berperan dan berkontribusi dalam menentukan keberhasilan tindakan pembedahan. Kesalahan
dapat muncul dari setiap faktor, namun pada umumnya faktor manusia merupakan pembuat
6
kesalahan yang terbanyak, meskipun latar belakang sebenarnya adalah manajemen yang tidak
adekuat.

Ruang operasi harus dibangun sesuai dengan persyaratan administratif dan teknis.
Setiap komponen dari bangunan tersebut dapat saja memiliki risiko yang potensial, seperti
bentuk atap atau plafon, bahan dinding dan lantai, sistem aliran dan pendinginan udara,
sistem pembuangan, dan tata letak peralatan di dalamnya. Demikian pula sistem gas sentral,
sterilisator, serta perlistrikan dan gen-set yang merupakan pendukung Ruang Bedah Sentral
dapat berpotensi menimbulkan risiko.

Berbagai prosedur dan standar yang merupakan pedoman bagi para profesional yang
terlibat di dalamnya harus cukup lengkap dan selalu disesuaikan dengan situasi-kondisi
terkini, sehingga tidak ada aktivitas yang tidak memiliki prosedur dan atau standarnya serta
tidak ada prosedur yang sudah ketinggalan jaman. Perangkat lunak ini juga berkaitan dengan
tersedianya sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan komunikasi yang layak
(reasonable competence and communication) yang siap melakukan pengelolaan pasien
dengan adekuat (reasonable care).

Kegagalan dalam memenuhi hal-hal di atas dapat merupakan risiko terjadinya suatu
kecelakaan ataupun kerugian. Memang harus diakui bahwa risiko tersebut tidak selalu terjadi
dan tidak selalu berbahaya, tergantung kepada tingkat probabilitas dan keparahannya. James
Reason dalam teorinya tentang kecelakaan menyatakan bahwa kecelakaan terjadi oleh karena
adanya beberapa latent failure yang berurutan di tingkat manajemen yang kemudian
dicetuskan oleh adanya unsafe act oleh faktor manusia. Satu latent failure saja atau unsafe act
saja berdiri sendiri belum tentu dapat menghasilkan suatu kecelakaan.

Penilaian diri dapat dilakukan terhadap layanan utama dalam Ruang Bedah Sentral,
yaitu dari segi kesiapan ruang bedah sentral, layanan anestesia, layanan bedah dan layanan
obstetri-ginekologi.

Kesiapan ruang operasi dapat dinilai dari berbagai unsur sebagaimana telah diuraikan
di atas, sesuai dengan kebutuhan operasi yang akan dilakukan. Pengelola ruang bedah sentral
harus memastikan bahwa bangunan, peralatan bedah dan anestesi, serta peralatan
pendukungnya berada dalam keadaan siap pakai dan berfungsi dengan baik. Selain itu harus
dipastikan bahwa upaya pencegahan infeksi nosokomial telah dilakukan dengan layak. Berita
acara tentang sterilisasi peralatan bedah, penyiapan gas sentral, pemeliharaan alat, dan upaya
pencegahan infeksi nosokomial harus berada dalam posisi yang dapat diakses oleh para
personil kamar bedah.

Dari segi layanan anestesi dapat kita ajukan pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah
dokter spesialis anestesi selalu hadir dalam setiap operasi, apakah perawat anestesi berperan
sebagai asisten saja ataukah justru berperan sebagai pelaksana utama, apakah perawat
anestesi terlatih dengan penanganan kegawat-daruratan medis, apakah seluruh staf anestesia
terlatih untuk menggunakan peralatan yang digunakan, apakah terdapat pelatihan untuk itu,
apakah mereka terlatih untuk menghadapi keadaan atau situasi yang tidak lazim (unusual
situation), apakah terdapat koordinasi antara dokter operator dengan dokter anestesi perihal
7
metode anestesi yang akan digunakan, apakah anestesia didukung oleh peralatan yang
diperlukan seperti pulse oximetry dan tidal CO2 atau capnogram , apakah peralatan
monitoring memadai, apakah di dalam rekam medis terdapat check-list peralatan, apakah
pengelola anestesi memperoleh salinan atau tembusan tentang pemeliharaan peralatan
anestesi dan penyiapan gas anestesi, apakah tersedia dan dipatuhi standar dan prosedur di
bidang anestesia, apakah dilakukan pre-operative visit dan perencanaan anestesia, apakah
dilakukan penjelasan tentang anestesia kepada pasien atau keluarganya, dan masih banyak
lagi pertanyaan lain.

Dari segi pelayanan bedah dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan: apakah


kewenangan melakukan tindakan operatif spesifik sudah diatur berdasarkan kompetensi
masing-masing staf dan terdokumentasi, apakah operator memenuhi aturan tersebut, apakah
perawat bedah telah memperoleh pelatihan khusus sesuai dengan tugasnya, apakah prosedur
menghitung pra dan post operasi diberlakukan bagi peralatan bedah, jarum dan sponges,
apakah perawat bedah memiliki kewenangan untuk menghentikan operator apabila terdapat
ketidak-cocokan perhitungan, apakah pemeriksaan pra-operasi tercatat dalam rekam medis,
apakah terdapat mekanisme untuk mencegah operasi apabila tidak terdapat catatan pra-
operasi dalam rekam medis, apakah terdapat prosedur untuk memastikan identitas pasien,
apakah terdapat prosedur keselamatan pada penggunaan sinar laser, dan lain-lain.

2.4 Identifikasi Bahaya


Ada beberapa sumber yang dapat menimbulkan bahaya/ cedera pada ruang bedah.
Setiap komponen dari bangunan tersebut dapat saja memiliki risiko yang potensial, seperti
bentuk atap atau plafon, bahan dinding dan lantai, sistem aliran dan pendinginan udara,
sistem pembuangan, dan tata letak peralatan di dalamnya. Demikian pula sistem gas sentral,
sterilisasi, serta perlistrikan dapat berpotensi menimbulkan risiko. Selain itu resiko kontak
dengan benda tajam yang digunakan, pasien dan zat-zat kimia yang digunakan juga dapat
menimbulkan resiko

2.5 Evaluasi Risiko


Dari analisa risiko yang telah dilakukan yang menjadi prioritas risiko adalah
terjadinya Musculosceletal disorders. Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian terhadap
risiko tersebut.

2.6 Pengendalian Risiko


Hal yang dapat dilakukan untuk mengendalikan risiko terjadinya Musculosceletal
disorders pada dokter bedah di ruang operasi adalah dengan melakukan perubahan posisi
tubuh secara teratur setiap 2 jam. Selama melakukan tindakan operasi, dokter bedah dalam
posisi berdiri. Diperlukan bantuan kursi dengan ukuran tinggi disesuaikan kebutuhan yang

8
bersangkutan untuk proses relaksasi otot selama tetap bekerja. Untuk hasil jangka panjang
perlu dilakukan training bagaimana ergonomi yang baik untuk menghindari dari risiko
terjadinya Musculosceletal disorders.

2.7 Contoh Daftar Resiko Di Kamar Operasi

DAFTAR RISIKO DI RSUD Dr. SOSODORO DJATIKOESOEMO BOJONEGORO

Unit Kerja/Area : Kamar  


Operasi
Tanggal 10  
Penilaian November
2021
9
Keterangan Pelaksanaan Identifikasi Risiko dilakukan dengan melihat potensi adanya suatu kejadian yang
berdampak negatif dan mempengaruhi pencapaian tujuan yang ingin dicapai . Kemudian ditentukan
prioritas risiko untuk membantu proses pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis risiko.
Analisis risiko dilakukan dengan menghitung asumsi probabilitas kejadian (PELUANG) , besaran
dampak (AKIBAT) dan asumsi frekuensi terjadi (FREKUENSI) serta score/tingkat risiko adalah hasil
perkalian P x F x A.
                     
IDENTIFIKASI BAHAYA PENILAIAN RISIKO   PENETAPAN
No. Unit Risiko Dampak Penilaian Risiko Kriteria Keterangan PENGENDALIAN
kerja/Are P F A NR Risiko RISIKO
a

1 Ruang Insiden Kerugian 3 2 7 42 Menengah Resiko dapat Melakukan prosedur


Operasi kesalahan pada diterima sesuai dengan SPO
posisi pasien
operasi
2 Ruang Resiko Kesehata 6 2 15 180 Substantial Selalu Kedisiplinan tim medis
Operasi jatuh pada n pasien memperhatikan untuk pengawasan
pasien peralatan agar pasien post anestasi,
post pasien post selalu menggunakan
anestesi anastesi tetap pengaman/sabuk
safety saat pengaman dekat
melakukan pasien, mencantumkan
operasi atau label stiker resiko jatuh
tindakan bedah dekat bed pasien.
edukasi pasien
akibat dari efek
samping
anastes.
3 Ruang Resiko Kesehata 6 3 7 126 Substantial Edukasi pasien Edukasi terhadap
Operasi IDO n pasien tentang efek pasien tentang diet
(Infeksi samping tinggi protein,
daerah setelah operasi monitoring instrument
operasi) dan apa saja 3 hari sekali sesuai
yang harus batas kesterilan,
dihindari pasca kedisiplinan, tenaga
operasi. medis dalam cuci
tangan steril, dilakukan
pembersih berkala dan
bongkar besar tiap 1
bulan sekali.
4 Ruang Mesin Kesehata 6 3 15 270 Tinggi Pengecekan Keterlibatan
Operasi diatermi n pasien berkala alat ATEM/teknisi saat
dan alat yag operasi berlangsung,
suction digunakan pengecekan sebelum
macet saat untuk operasi dimulai,
operasi melakukan pengajuan kalibrasi
operasi. terhadap alat,
pemantauan alat/mesin
tiap 1 bulan sekali
sesuai SPO

10
5 Ruang Insiden Kerugian 6 3 7 42 Menengah Perbaikan dan Lebih teliti dan lebih
Operasi kesalahan pada penanganan memahami diagnosis
diagnosis pasien yang lebih yang akan diberikan
pasca teliti dan sesuai kepada pasien karena
operasi SPO yang ada jika terjadi kesalahan
maka akan fatal.

                     
Peluang ( P ) Pajanan ( Konsekuensi Nilai Risiko (NR) Di buat oleh :
F) (K) NURUL FADHILA
10 - Hampir 10- Terus 100 - Malapetaka >400 - Sangat tinggi  
pasti menerus
6 - Mungkin 6 - 40 - 200-400- Tinnggi  
terjadi Sering Bencana
3 - Tidak biasa namun dapat 3- 15 - Sangat serius 70-199 - Substantial  
terjadi Kadang-
kadang
1 - Kecil kemungkinanya 2 - Tidak 7 - 20-69 – Menengah Disetujui oleh :
sering Serius
0,5 - Sangat kecil 1 - 3 - Ringan <20 - Rendah  
kemungkinanya Jarang
0,1 - Secara praktek tidak 0,5 - 1 - Sangat Ringan  
mungkin terjadi Sangat
jarang
  0 - Tidak  
terpapar

DAFTAR RISIKO DI RSUD Dr. SOSODORO DJATIKOESOEMO BOJONEGORO

Unit Kerja/Area : Kamar  


Operasi
Tanggal Penilaian 10  
November
2021
Keterangan Pelaksanaan Identifikasi Risiko dilakukan dengan melihat potensi adanya suatu kejadian yang berdampak
negatif dan mempengaruhi pencapaian tujuan yang ingin dicapai . Kemudian ditentukan prioritas risiko
untuk membantu proses pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis risiko. Analisis risiko
dilakukan dengan menghitung asumsi probabilitas kejadian (PELUANG) , besaran dampak (AKIBAT)
dan asumsi frekuensi terjadi (FREKUENSI) serta score/tingkat risiko adalah hasil perkalian P x F x A.
11
                     
IDENTIFIKASI BAHAYA PENILAIAN RISIKO   PENETAPAN
No. Unit Risiko Dampak Penilaian Risiko Kriteria Keterangan PENGENDALIAN
kerja/Are P F A NR Risiko RISIKO
a

1 Kamar Penggunaan Tertular 6 3 15 270 Tinnggi Harus selalu Menggunakan APD


Operasi APD yang penyakit pasien safety dalam secara lengkap dan
kurang yang dioperasi melakukan benar sesuai SOP
tepat saat penanganan keperawatan seperti
melakukan di ruang pengguanan
operasi operasi handscoon steril
terutama dan masker.
pada
pengguanan
APD
2 Kamar Perawat Kerugian pada 6 3 15 270 Tinnggi Penggunaan Mengganti
Operasi terpapar perawat, peralatan abbocath dengan
cairan tertular yang aman yang lebih aman,
anastesi penyakit pengawasan
pelaksanaan SOP
dan pemeriksaan
kesehatan berkala
3 Kamar Risiko Menimbulkan 6 2 7 84 Substantial Melakukan Penggunaan APD
Operasi paparan efek kerusakan SOP dengan (Alat Pelindung
radiasi sinar haemopoetik benar dapat Diri) atau peralatan
x pada (kelainan menangani proteksi radiasi dan
petugas darah) pengendalian personal monitor
operasi terpapar radiasi dapat
sinar radisai mengurangi dan
melindungi perawat
dari paparan sinar
radiasi diruang
operasi.
4 Kamar Sikap kerja Kerugian pada 3 2 7 42 Menengah Harus Membuat kebijakan
Operasi tidak perawat mendapatkan atau regulasi untuk
ergonomis tindakan memperhatikan hal
atau tersebut dan
perhatian menjalankan
dari rekan regulasi

5 Kamar Kelelahan Cedera 6 3 3 54 Menengah Melakukan Sebelum melakukan


Operasi postur muskuloskeletal penanganan operasi istirahat
tubuh supaya tidak yang cukup agar
terjadi hal tidak lelah, menjaga
tersebut kestabilan tubuh,
dan selalu menjaga
higiene di tempat
operasi.
                     
Peluang ( P ) Pajanan ( F) Konsekuensi Nilai Risiko (NR) Di buat oleh
(K) NURUL
FADHILA
10 - Hampir pasti 10- Terus 100 - Malapetaka >400 - Sangat tinggi  
menerus

12
6 - Mungkin terjadi 6 - Sering 40 - 200-400- Tinnggi  
Bencana
3 - Tidak biasa namun dapat terjadi 3 - Kadang- 15 - Sangat serius 70-199 - Substantial  
kadang
1 - Kecil kemungkinanya 2 - Tidak 7 - 20-69 - Menengah Disetujui oleh :
sering Serius
0,5 - Sangat kecil kemungkinanya 1 - Jarang 3 - Ringan <20 - Rendah  
0,1 - Secara praktek tidak mungkin 0,5 - Sangat 1 - Sangat Ringan  
terjadi jarang
  0 - Tidak  
terpapar

BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Manajemen Resiko Dalam Pelayanan Kesehatan perlu dilakukan guna meminimalisir


kejadian tak diharapkan (KTD) dalam rumah sakit yang kejadiannya dapat menjadikan beban
berat jika tidak segera ditangani. Resiko tersebut perlu dianalisis dan dilakukan pengatasan
guna pelayanan yang lebih bermutu. Dalam pencegahan menempatkan resiko KTD secara
prorposional beberapa pendekatan dapat dilakukan pada sumber penyebab itu sendiri, baik
pada sistem manusianya (pasien dan tenaga kesehatannya), maupun dari sisi organisasinya.
Dari sisi organisasi, konsep intervensi organisasi-pendekatan pada sistem (sarana) pelayanan
13
kesehatan memerlukan penanganan khusus namun akan jauh lebih antisipatif dalam
mengelola resiko kemungkinan terjadinya KTD. Sistem analisis resiko dapat dilakukan dari
sisi man, metode, pendanaan, sarana dan prasarana, kebijakan, dan standar operasional.
Perlunya komunikasi, kolaborasi, monitoring dan konsolidasi dalam mencegah
terjadinya resiko kembali juga perlu dilakukan sebagai bahan evaluasi apakah standar sudah
berjalan dangan baik. Namun di banyak hal, peran manusia perlu di perhatikan lebih utama
karena sagala bentuk pelayan faktor manusia memiliki peran penting.

3.2 SARAN
Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat hendaknya menerapkan kesehatan dan
keselamatan kerja sebagai landasan dalam melaksanakan tindakan operasi pada pasien agar
mendapatkan pelayanan keperawatan yang bermutu dan professional sehingga dapat
memberikan pelayanan yang aman, komprehensif demi tercapai derajat kesehatan pasien
yang optimal

DAFTAR PUSTAKA

(1) Buletin Integrasi Disnakertransduk Jawa Tengah, Edisi Bulan Januari 2008

(2) Balsamo RR and Brown MD. Risk Management. In: Sanbar SS, Gibofsky A, Firestone
MH, LeBlang TR. (eds) Legal Medicine. Fourth ed, St Louis (Mosby), 1998.

(3) World Medical Association (1992): an injury occurring in the course of medical
treatment which could not be foreseen and was not the result of any lack of skill or
knowledge on the part of the treating physician is an untoward result, for which the physician
should not bear any liability.

14
(4) Budi Sampurna, Manajemen Risiko Pada Ruang Bedah Sentral, Departemen IKF FKUI,
Jakarta, 2007

(5) Tresnaningsih, Erna, Materi Kuliah K3RS di Stikes Hang Tuah, Pekanbaru, 2011

15

Anda mungkin juga menyukai