Matematika Kontemporer
Matematika dalam bahasa Yunani disebut dengan mathema yang dapat diartikan
sebagai pengetahuan/pemikiran/pembelajaran. Matematika dapat dikatakan ilmu yang
mempelajari tentang bilangan dengan segala macam aturan operasi bilangan yang ada di
dalamnya.
Kontemporer artinya modern, sehingga matematika kontemporer yaitu
matematika modern. Artinya matematika kontemporer yang sudah berkembang sejak
tahun 1850 hingga sekarang ini telah terpengaruh oleh dampak-dampak modernisasi.
Penamaan matematika modern dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Modern
Mathematic”. Sedangkan di Amerika dikenal dengan “New Mathematics”.
Abad ke 20
Pada abad ke 20 para ilmuwan sudah mulai mengarah pada eksplorasi matematika
yang lebih mendalam karena pada abad ini matematika lebih fokus kepada postulat dan
penyelidikan landasan asal mula matematika dikembangkan.
Kasus selanjutnya yaitu pada Teorema Empat Warna (TEW). TEW adalah teori
yang berhubungan dengan penggambaran peta. Guthrie (1852) berpendapat bahwa dalam
penggambaran peta hanya ada empat warna yang dibutuhkan untuk menggambar peta
untuk membedakan daerah satu dengan daerah lainnya. Namun, ia bertanya kepada De
Morgan apakah TEW ini berlaku untuk semua peta atau tidak.
Pada tahun 1976 Apple dan Haken membuktikan TEW untuk pertamakalinya
dengan menggunakan komputer. Ini adalah pertamakalinya dalam dunia matematika
membuktikan suatu teorema menggunakan komputer. Walau pada hakikatnya
matematika adalah ilmu yang mempelajarai konsep-konsep abstrak sehingga apabila
dibuktikan dengan komputer banyak kontra antara gagasan dari matematikawan dan
pembuktian dari komputer. Sampai saat ini TEW masih menjadi perdebatan dikalangan
para ilmuwan.
Abad ke 21
Peran matematika pada masa ini sangatlah luas dan berperan penting untuk ilmu-
ilmu yang lain. Seperti sains, IT, astronomi, arsitektur, teknik, ekonomi, penentuan cuaca,
penentuan arah kiblat, penentuan jadwal sholat, dan lainnya. Dalam hal ini matematika
berkolaborasi dengan ilmu.
Max A Sobel dan Evan M. Maletsky, 2003 memberikan gambaran terkait materi
pembelajaran matematika kontemporer sebagai berikut :
1. Materi matematika tradisional diajarkan lebih awal dalam pembelajaran matematika
kontemporer. Seperti materi geometri ruang dan trigonometri yang awalnya diajarkan
untuk program kelas 12. Sedangkan pada matematika kontemporer ini materi
tersebut dimasukan pada mata pelajaran kelas 11. Sehingga tidak heran jika materi
pelajaran matematika yang dipelajari anak SD, SMP, SMA sekarang sudah beda
dengan materi kita pada waktu itu.
2. Pada matematika kontemporer ini lebih menekankan pada pemahaman konsep dari
materi yang dipelajari. Seperti materi-materi pada matematika kontemporer
menyusun suatu asal mula suatu rumus didapatkan dari proses penurunan rumus dan
relasi dengan yang lainnya.
3. Terdapat materi baru yang dimuat kedalam kurikulum seperti basis hitungan,
geometri non-Euklides. Sebelumnya materi ini tidak terdapat dalam kurikulum
tradisional.
Mengintergrasikan TIK kedalam pembelajaran di sekolah merupakan salah satu upaya mencapai
tujuan pendidikan abad 21. Namun, pengintegrasian ini memiliki tantangan bagi sekolah daerah
terpencil. Oleh karena itu, pembelajaran abad 21 di daerah terpencil memerlukan perhatian
khusus pemerintah.
Hasil analisis sekolah daerah terpencil di Kalimatan Barat, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara
diperoleh hambatan untuk menerapkan pembelajaran abad 21. Hambatan tersebut berupa: (1)
fasilitas sarana dan prasarana, hambatan selain belum terpenuhinya fasilitas TIK adalah
perpustakaan. Beberapa sekolah belum memiliki ruang khusus dan kekurangan buku serta buku
yang tersedia tidak terbarukan. Buku terbarukan adalah solusi mendapatkan informasi tanpa
internet dan memotivasi siswa belajar mandiri; (2) keprofesionalan guru, tidak meratanya
sebaran guru ataupun kurangnya guru pelajaran tertentu menyebabkan guru mengajar bukan
berdasarkan disiplin ilmu. Mengganti kekosongan guru mengurangi fokus guru melahirkan ide-
ide kreatif dalam pelajaran yang diampunya; dan (3) kurikulum, menyamakan standar dan
perlakuan pembelajaran nasional tanpa menyamakan fasilitas sekolah memerlukan pengkajian
kembali. Informasi ini memberi titik terang apa yang harus dilakukan pemerintah dan guru
dalam mendukung pembelajaran abad 21.
Kegiatan pembelajaran yang disusun menganut empat prinsip pokok pembelajaran abad 21
sebagaimana yang dirumuskan Jennifer Nichols dalam Rohim, Bima dan Julian (2016). Adapun
keempat prinsip tersebut yakni (1) pembelajaran berpusat pada siswa; (2) siswa mampu
berkolaborasi dengan teman ataupun orang lain; (3) pembelajaran diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari; dan (4) sekolah terintegrasi dengan masyarakat.
Keempat prinsip pembelajaran abad 21 tersebut diadaptasikan kedalam pembelajaran oleh guru
dengan: (1) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang menggambarkan aktivitas
siswa, guru, pemanfaatan media pembelajaran dan proses penilaian; (2) memperbarui
pengetahuan sesuai perkembangan zaman; (3) menerapkan berbagai strategi pembelajaran
untuk memberi variasi pengalaman belajar; dan (4) meningkatkan kreatifitas untuk menciptakan
proses pembelajaran yang menyenangkan sehingga siswa selalu tertarik ke sekolah.
Mengembangkan keempat kegiatan pembelajaran tersebut mendorong guru menciptakan
pembelajaran berasaskan prinsip pembelajaran abad 21. Namun, para guru tetap perlu untuk
menguasai teknologi yang terkait langsung terhadap pembelajarannya. Hal ini dikarenakan
perubahan adalah sebuah kepastian sekarang ataupun nanti. Oleh karena itu, pemerintah
secara bertahap dan berkesinambungan mengupayakan pemerataan bantuan TIK yang
menjangkau seluruh daerah di Indonesia.
Oleh: Dr. Muhammad Noor Kholid, Kaprodi Pendidikan Matematika FKIP UMS-Ketua
Panitia ICOMER 2021
KETIKA saya bertemu orang untuk pertama kalinya dan memberi tahu mereka bahwa saya
merupakan seorang pendidik matematika, sebagian besar reaksi mereka yaitu “Oh, saya
tidak menyukai matematika di sekolah, dan saya bukan orang yang pandai matematika!”.
Sejujurnya, reaksi ini sangat membuat saya sedih. Tetapi saya tidak bisa menghakimi
pandangan dan pengalaman mereka terhadap matematika. Pengalaman mereka selama
bertahun-tahun mempelajari matematika di sekolah, secara otomatis membuat paradigma
pada kognitifnya bahwa matematika identik dengan materi sulit dan tidak menyenangkan.
Padahal fakta dan keterampilan berjalan seiring dengan pemahaman konseptual siswa.
Pendapat ini sejalan dengan Wathall (2014) yang menyatakan bahwa dalam
mengembangkan kecerdasan dan meningkatkan motivasi belajar siswa, kurikulum dan
pembelajaran harus didesain untuk menciptakan sinergi antara tingkat berpikir yang lebih
rendah (faktual) dan tingkat berpikir yang lebih tinggi (konseptual). Sinergi ini dapat dicapai
dengan memanfaatkan proses inkuiri.
Covid-19 dapat mendorong adopsi otomatisasi yang lebih cepat, terutama di arena kerja
dengan kedekatan fisik yang tinggi. Untuk itu, kita harus membekali keterampilan sumber
daya manusia agar dapat bekerja dan berkompetisi secara global di abad ke-21.
Untuk itu, pendidikan perlu fokus pada pengajaran kepada siswa tentang apa yang harus
dilakukan dengan pengetahuan, dan bagaimana menerapkan serta mentransfer
pengetahuan siswa ke berbagai situasi.
Kolaborasi merupakan kegiatan kerja sama antara dua pihak atau lebih guna mencapai
tujuan yang sama. Keterampilan kolaborasi perlu ditanamkan pada siswa sejak dini guna
mencetak generasi sumber daya yang siap menerima perbedaan pendapat.
Dalam pembelajaran matematika, siswa pemikir reflektif cenderung lebih mudah dalam
menggali informasi dan pengalaman yang bermakna dalam proses pembelajaran
matematika.
Implikasi yang muncul, yaitu siswa terlatih dalam menghadapi tantangan. sedangkan
manfaat jangka Panjang yaitu siswa terlatih menjadi sumber daya unggul dan berkualitas
dalam menghadapi tantangan global.
Berpikir kreatif dalam pemecahan masalah matematis yaitu suatu proses menghasilkan
solusi yang inovatif atas suatu permasalahan dan atau menjadikan solusi lama menjadi
sebuah pendekatan solusi baru.
Berpikir kreatif juga dapat dimaknai sebagai proses menggabungkan ide-ide atau konsep
matematis yang belum disatukan (konseptualisasi). Dengan menguasai berpikir kreatif
siswa terbiasa menghasilkan ide-ide baru, hubungan baru antara konsep-konsep
matematika, serta mampu memandang suatu permasalahan dari berbagai perspektif yang
berujung pada berbagai ide kemungkinan jawaban atau solusi dalam menghadapi suatu
masalah.
Keempat keterampilan tersebut perlu dikuasai oleh siswa agar menjadi bekal untuk
menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi ke luar negeri. Bahkan keterampilan
tersebut dapat menjadi bekal bagi siswa sebagai sumber daya kerja dengan taraf
internasional. Untuk itu, pembelajaran matematika sangat direkomendasikan untuk
membentuk keterampilan-keterampilan tersebut. (*)
Kelemahan Pembelajaran Matematika Modern
Matematika modern banyak ditentang oleh beberapa ahli matematika. Diantara
penentang itu misalnya adalah Prof. Moris Kline, yang dengan tegas mengatakan bahwa
matematika modern pada dasarnya memiliki banyak kelemahan-kelemahan,
misalnya:selanjutnya :
1. Matematika modern (New Math) terlampau deduktif, maksudnya adalah bahwa
dalam struktur atau sistematika, matematika modern terlalu banyak yang diawali
dengan aksioma atau postulat atau aturan yang bersifat yang kemudian diambil
contoh-contoh dan soal-soalnya.
2. Matematika modern kurang bersifat kongkret. Siswa sulit memahaminya klarena
siswa pada umumnya memerlukan konsep yang dapat ditarik pada dua kongkret.
3. Matematika modern dianggap kurang ada hubungan dengan bidang studi yang lain.
Bagaimana penerapan matematika pada ilmu-ilmu lain kurang mendapat perhatian.
Akibatnya tidak mengetahui bagaimana kedudukan antara matematika dengan bidang
studi lain.
4. Kline juga menyebutkan bahwa matematika modern terlalu banyak mengandung
topik-topik yang kurang berfaedah, misalnya topik sistem bilangan kurang ada
gunannya.
5. Masalah lain seperti juga dialami oleh masyarakat di negara kita adalah adanya
keluhan yang muncul dari pihak keluarga. Mereka hampir sepakat berpendapat
bahwa mereka tak mampu memberi bantuan dalam hal belajar matematika pada
anak-anaknya, karena apa yang sedang dipelajari anaknya itu sama sekali tidak
dikenal oleh mereka dan tak pernah mereka temui disepanjang saat-saat belajar
disepanjang sekolah.
6. Matematika modern nampaknya sangat membantu bagi anak yang tergolong pandai
sedangkan untuk anak-anak yang lemah semakin terseret dan amat lemah dalam
kemampuan berhitung. Keadaan ini mengakibatkan munculnya ketidak seimbangan
antara penemuan, struktur, bahasa atau notasi yang akurat disatu pihak dengan
keterampilan dasar dipihak lain.
F. Kesimpulan
Matematika patut dikatakan sebagai warisan budaya karena sesuai dengan definisi
warisan budaya yaitu merupakan peninggalan yang diwariskan dari generasi ke generasi
dan sudah berkembang pesat dalam kehidupan. Oleh karena itu kita sebagai generasi
harus menjaga matematika sebagai warisan budaya dengan menjaga sejarah matematika,
mempelajari ilmu dengan sungguh-sungguh, mengenalkan matematika kepada
masyarakat, mengembangkan matematika agar dapat berperan dalam membantu dalam
kehidupan sehari-hari.