Anda di halaman 1dari 4

Critical Success Factors Pelaksaaan Proyek EPC Gas Engine

Power Plant (PLTMG)

Setelah hampir menyelesaikan pengalaman pertama mengerjakan proyek


EPC Gas Engine Power Plant yang begitu luar biasa, dicoba untuk
dirumuskan faktor-faktor kritis (CSF’s) pelaksanaannya sebagai lesson learn
pada pelaksanaan proyek berikutnya.

Secara sederhana, faktor-faktor kritis pelaksanaan proyek atau dikenal


dengan istilah critical success factors (CSF’s) atau project success factor
(lihat success factor terlampir) adalah sejumlah faktor-faktor yang dianggap
terpenting dan paling menentukan dalam keberhasilan pelaksanaan proyek.
Menentukan CSF’s sebelum pelaksanaan proyek adalah sangat penting
dalam menunjang pelaksanaan proyek. Lalu setelahnya, perlu evaluasi
sebagai langkah validasi atas CSF’s yang telah ditentukan di awal proyek.

Berdasarkan pengalaman memimpin proyek EPC pada Gas engine power


plant project yang seringkali dituntut harus dapat diselesaikan dalam waktu
yang singkat, saya merumuskan 13 faktor-faktor kritis tersebut hasil
perencanaan awal dan evaluasi akhir proyek dalam penjelasan di bawah ini:

1. Tersedianya WBS yang lengkap dan komprehensif untuk jenis


proyek EPC Power plant. WBS pada proyek ini menjadi sangat vital
lantaran proses EPC menyebabkan adanya beberapa perubahan design
dalam proses engineering dimana proses procurement juga harus tetap
jalan dalam rangka proses percepatan.

2. Tersedia Master schedule yang benar dan dapat diandalkan


sebagai alat perencanaan dan pengendalian waktu pelaksanaan.
Dengan batas waktu yang sangat terbatas, peran master schedule
sebagai alat penting perencanaan dan pengendalian waktu menjadi
sangat penting. Terutama dalam hal percepatan semua proses pada
item critical.

3. Design yang detil, berkualitas dan memiliki kehandalan cukup


baik namun cepat diselesaikan. Design yang detil, berkualitas tinggi

SN001
dan memiliki kehandalan yang cukup baik akan berperan besar dalam
kesuksesan dan kelancaran proses commissioning. Dalam EPC, puncak
dari segala aktifitas adalah tahap commissioning dimana banyak sekali
permasalahan design baru muncul saat mulai proses commissioning.
Sulitnya, mengubah design yang keliru saat proses commissioning
adalah sangat sulit dan jelas memakan waktu yang lama sehingga
menimbulkan kterlambatan yang banyak jika terjadi.

4. Percepatan proses procurement dan construction Engine +


auxiliaries dan transformator. Kedua item ini adalah item yang tiap
prosesnya adalah paling lama pada proyek EPC Gas engine power plant.
Sehingga harus menjadi prioritas sejak awal proyek pada tiap
prosesnya.

5. Percepatan proses pekerjaan sipil. Pekerjaan sipil sering menjadi


penghambat utama yang berdampak pada keterlambatan proyek EPC.
Harus dilakukan langkah khusus pada semua proses pekerjaan ini yang
berupa proses design, procurement, dan pelaksanaan.

6. Metode dan persiapan pengiriman engine yang tepat. Dimensi dan


berat gas engine sangat besar dan berat. Memperhatikan keterbatasan
infrastruktur yang ada, maka sangat diperlukan metode dan persiapan
pengiriman engine yang tepat dan detil serta antisipatif terhadap segala
permasalahan yang terjadi didalam prosesnya.

7. Sistem procurement dengan schedule dan standart kontrak yang


baik. Walaupun item critical ada pada engine, trafo, dan pekerjaan sipil,
namun dalam proses item yang lain diperlukan sistem procurement
yang memadai agar tidak terlambat sedemikian menggeser jalur kritis
pada item yang seharusnya tidak kritis. Problem umum pada sistem
procurement yaitu pada perencanaan waktu dan tersedianya standart
kontrak yang sesuai.

8. Pemilihan vendor yang tepat pada item pekerjaan kritis. Pada


item pekerjaan kritis seperti engine, trafo ,dan pekerjaan sipil perlu
dipilih vendor yang sudah terbukti mampu menyelesaikan pekerjaannya

SN001
dengan baik. Hal ini diperlukan dalam rangka menunjang proses
percepatan proyek yang sangat terbatas.

9. Risk Management yang memadai terutama pada aspek


kontraktual dan financial risk. Risiko proyek EPC sangat besar
terutama pada besarnya denda akibat keterlambatan dan tidak
terpenuhinya target output dengan nominal yang besar. Besarnya
denda tersebut tidak dapat ditransfer sepenuhnya kepada vendor.
Sehingga perlu langkah-langkah antisipatif yang kuat. Disamping itu
nilai kontrak pembelian import engine+auxiliaries yang mencapai 70%
terhadap nilai kontrak, sangat rentan terhadap risiko selisih kurs.

10. Kemampuan tim proyek atas aspek teknis, perencanaan, dan


problem solving  yang tinggi. Tingkat kompleksitas dan target waktu
yang umumnya sempit pada proyek ini, mensyaratkan tim proyek yang
memiliki kemampuan teknis, perencanaan, dan problem solving yang
tinggi. Hal ini karena proyek tidak memiliki ruang yang cukup banyak
jika terjadi kesalahan perencanaan. Kalaupun ada kesalahan, harus
dengan cepat diatasi dengan solusi yang tepat pula.

11. Semangat juang dan kebersamaan tim proyek yang kuat. Harus
bekerja dengan high skill-competence dan high speed sejak awal
proyek, membuat tim harus memiliki semangat juang tinggi yang
pantang menyerah jika terjadi masalah yang beruntun dalam jangka
waktu yang panjang. Sehingga perlu membina kebersamaan yang saling
isi diantara anggota tim.

12. Kompleksitas yang manageable. Ini termasuk variabel umum proyek


EPC yang sudah diakui memiliki kompleksitas tertinggi (klik disini).
Perencanaan proyek harus memperhatikan konsep bahwa segala
keputusan haruslah membentuk kondisi kompleksitas proyek yang
masih dapat dikelola. Contoh keputusan yang menyalahi konsep ini
adalah memecah pekerjaan elektrical dalam beberapa vendor apalagi
dengan cara procurement “make” yang begitu ribet.

SN001
13. Terlaksananya program project smart efficiency. Aspek ini adalah
aspek yang menjadi penyelamat ketika terjadi risiko yang tidak
terkendali atau yang sulit dikendalikan seperti risiko kurs.

SN001

Anda mungkin juga menyukai