Contoh Makalah Agama Tentang Filsafat Sumber Dan Metode Penetapan Hukum
Contoh Makalah Agama Tentang Filsafat Sumber Dan Metode Penetapan Hukum
TENTANG
SUMBER DAN METODE PENETAPAN HUKUM ISLAM
OLEH : KELOMPOK 4
NAMA : ------------------
MUHAMMAD AWALUDIN
(152. 102. 014)
ROHANIS
(152. 102.0 )
JURUSAN : AS – A
SEMSTER : III ( TIGA )
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat
taufik dan hidayahnya kepada kita semua. Dan tak lupa pula salawat serta salam
kami haturkan kepangkuan baginda nabi besar Muhammad Saw, karena berkat
perjuangan dan usaha beliau kita semua dapat menikmati islam dengan sebaik-
baiknya agama.
Syukur alhamdulillah makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya.
Didalam makalah ini kami akan membahas tentang “Sumber dan Metode
Penetapan Hukum Islam”. Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak
Dosen Mata Kuliah Filsafat Hukum Islam ( Muh. Harfin Juhdi ) yang telah
memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada kami untuk membuat makalah
ini. Dengan rendah hati, kami ingin menyampaikan beribu maaf apabila terjadi
kesalahan dan kekeliruan pada penulisan makalah ini. Kami juga mohon kritik
dan sarannya dalam penyempurnaan makalah ini, karena kami masih dalam tahap
belajar.
Akhirul kalam jazakumullahu khairon ,wassalam.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
a) Al-Qur’an al-karim
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
dengan bahasa Arab dengan perantaraan malaikat Jibril, sebagai hujjah
(argumentasi) bagi-Nya dalam mendakwahkan kerasulan-Nya dan sebagai
pedoman hidup bagi manusia yang dapat dipergunakan untuk mencari
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat serta sebagai media untuk bertaqarrub
(mendekatkan diri) kepada Tuhan dengan membacanya. Wahyu Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw ini terwujud dalam bahasa arab dan
secara autentik terhimpun dalam mushaf.2
* Dalil : alqur’an menjadi sumber Hukum Islam (an-nisa : 59 )
3
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
1 Jamil, Fathurrahman. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997
2 Azyumardi Azra, Buku Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, cet. III.Direktorat Perguruan Agama Islam, Jakarta, 2002,
hlm. 61.
3
Al-qur’an surat An-nisa’:59
Nama-Nama Al-Qur’an, adapun nama –nama al Qur’an yaitu :
2. Az-zikr,artinya peringatan,
Keistimewaan yang di miliki Al-Qur’an sebagai wahyu Allah ini ada banyak
sekali, di antaranya yaitu:
a. Lafadh dan maknanya berasal dari Tuhan.
Lafadh yang berbahasa Arab itu dimasukkan ke dalam dada Nabi
Muhammad, kemudian beliau membaca dan terus menyampaikannya
kepada umat. Sebagai bukti bahwa Al-Qur’an itu datang dari sisi Allah
ialah ketidaksanggupan (kelemahan) orang-orang membuat tandingannya
walaupun mereka sastrawan sekalipun.
b. Al-Qur’an sampai kepada kita secara mutawatir
Cara penyampaian yang menimbulkan keyakinan tentang kebenarannya,
karena disampaikan oleh sekian banyak orang yang mustahil mereka
bersepakat bohong.
c. Tidak ada yang bisa memalsukan Al-Qur’an karena ia terjaga
keasliannya.
Firman Allah dalam surat Al-Hijr ayat 9
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya”.
Fungsi Al-Qur’an :
1.Petunjuk bagi Manusia.
Allah swt menurunkan Al-Qur’ansebagai petujuk umar manusia,seperti yang
dijelaskan dalam surat (QS AL-Baqarah :2)
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.
Bagi kita,umat uyang akan datang kemudian rentu harus pandai mengambil
hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-Qur’an.
Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi
Muhammad saw.
b) Al-Hadits
Hadits (bahasa Arab: الحديث,) adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi
Muhammad. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/
mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad.
Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga
disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda),
perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang
dijadikan ketetapan ataupun hukum. Hadits menurut ahli hadits adalah sesuatu
yang didapatkan dari Nabi SAW yang terdiri dari ucapan, perbuatan,
persetujuan.
80. Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa
yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi
mereka.
o Hadits Mu’allal : hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits
yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi.
c) Ijtihad
Ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk
mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara’, yaitu Al-Qur’an dan hadits.
Orang-orang yang mampu menetapkan hukum suatu peristiwa dengan jalan
ini disebut mujtahid.
Peristiwa-peristiwa yang dapat diijtihadkan yaitu:
a. Peristiwa-peristiwa yang ditunjuk oleh nash yang zhaniyulwurud
(haditshadits ahad) dan zhaniyud dalalah (nash Al-Qur’an dan hadits yang
masih dapat ditafsirkan dan dita’wilkan)
b. Peristiwa yang tidak ada nashnya sama sekali.
Syarat-syarat seorang mujtahid :4
a) Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-
Qur’an, baik menurut bahasa maupun syariah.
b) Menguasai dan mengetahui hadis-hadis tentang hukum, baik menurut
bahasa maupun syariat.
4
Jamil, Fathurrahman. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997
c) Mengetahui nasakh dan mansukh dari Al-Qur’an dan sunnah, supaya tidak
salah dalam menetapkan hokum.
d) Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma’ ulama,
sehingga ijtihad-nya tidak bertentangan dengan ijma’.
e) Mengetahui qiyas dan berbagai persyaratannya serta meng-instimbat-nya,
karena qiyas merupakan kaidah dalam berijtihad.
f) Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan
bahasa, serta berbagai problematikanya.
g) Mengetahui ilmu fiqih yang merupakan fondasi dari ijtihad.
h) Mengetahui maqashidu asy-syariah (tujuan syariat) secara umum.
*macam-macam tingkatan Ijtihad
1. Ijtihad Muthlaq/Mustaqil,
Ijtihad Muthlaq yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara menciptakan
sendiri norma-norma dan kaidah istinbath yang dipergunakan sebagai
sistem/metode bagi seorang mujtahid dalam menggali hukum.
2. Ijtihad Muntasib
Ijtihad Muntasib yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dengan
mempergunakan norma-norma dan kaidah- kaidah istinbath imamnya (mujtahid
muthlaq/Mustaqil).
3. Ijtihad mazhab atau fatwa
Ijtihad mazhab atau fatwa yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid
dalam lingkungan madzhab tertentu.
4. Ijtihad tarjih
Ijtihad tarjih yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara mentarjih dari
beberapa pendapat yang ada.
*Ijtihad di bagi menjadi beberapa bagian ( macam- macam) yaitu sebagai berikut:
1. Ijma’
Ijma’ menurut bahasa arab berarti kesepakatan atau sependapat dengan
suatu hal, menurut istilah ijma’ adalah kesepakatan mujtahid tentang hukum
syara’ dari suatu peristiwa setelah Rosul wafat.
2. Qias
Qias menurut bahasa berarti menyamakan , membandingkan atau
mengukur. Secara istilah qias adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau
peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkan dengan
suatu kejadian yang telah ditetapakan hukumnya berdasarkan nash karena ada
persamaan illat/sifat diantara kejadian atau peristiwa itu.
3. Istihsan
Istihsan menurut bahasa berarti menganggap baik atau mencari yang baik,
menurut istilah istihsan adalah meninggalkan hukum yang telah ditetapkan pada
suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasarkan dalil syara’ menuju
hukum lain dari peristiwa itu juga. karena ada suatu dalil syara’ yang
mengharuskan untuk meninggalkanya.
4. Maslahah mursalah
Maslahah mursalah adalah suatu kemaslahatan dimana syar;i tidak
mensyariatkan sutau hukum ntuk merealisir kemaslahatan itu dan tidak ada dalil
yang menunjukkan atas pengakuanya atau pembatalanya.
5. Urf
Urf menurut bahasa adalah kebiasaan sedangkan menurt istilah sesuatu
yang telah dikenal orang banyak dan menjadi tradisi mereka dan tentunya tradisi
disini adalah kebiasaan yang tidak dilarang.
6. Istishab
Istishab menurut bahasa adalah pengakuan adanya perhubungan. secara
istilah adalah menetapkan hokum terhadap sesuatu berdasar keadaan sebelumnya
sehingga ada dalil yang menyebutkan atas perubahan keadaan tersebut.
5
Effendi, Satria. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana. 2005.
6
http://ruqi86.blogspot.com/2011/04/metode-istinbat-hukum-islam-1.html?
zx=87615352c9140354#uds-search-results
metode substansial (at-turuq al-ma’nawiyah), yaitu metode penetapan
hukum yang bertumpu kepada pengertian implisit nash dengan menggali
substansi-substansi hukum islam (al-iltifatila al-ma’aniwa al-maqasid).
Ketiga
Metode kontemporer yaitu suatu cara yang ditempuh pada masa kini
(modern) untuk mencapai atau menetapkan Hukum Islam.
Seorang Fazlur Rahman memaparkan tentang metode kontemporer ini ke
dalam Istilah “Double Movement” yaitu :
_Gerakan pertama; kembali kepada teks dan kondisi sosio-historis yang
meliputi teks.
_Gerakan kedua; melihat kondisi sosio-cultural pembaca atau tempet teks
itu akan diterapkan.
Ada pula yang merinci metode pendekatan menjadi tiga pola yaitu :
1. Metode bayani
Metode bayani adalah suatu penjelasan secara komprehensif terhadap teks
nas untuk mengetahui bagaimana cara lafal nas menunjukkan kepada hukum
yang dimaksudkannya.
2. Metode ta’lili
Metode ta’lili adalah upaya penggalian hukum yang bertumpu pada
penentuan ‘illat-‘illat hukum yang terdapat dalam suatu nas. Penalaran ini
didukung oleh kenyataan bahwa penuturan suatu masalah dalam nas diiringi
dengan penyebutan ‘illat-‘illat hukumnya.
Muhammad Salam Madkur mendefinisikan “Upaya seorang faqih dalam
menggali hukum yang tidak dijelaskan oleh nas} baik secara qat’i maupun
zanni dan tidak pula terdapat dalam ijma’, di mana untuk mencapainya dengan
melihat amarat (‘illat) yang sudah diletakkan oleh Syari’ untuk menunjukkan
pada hukumnya”.
3. Metode al-istislāhī
Metode Istislahi adalah penalaran untuk menetapkan hukum Syar‘ atas
sesuatu perbuatan berdasarkan kemaslahatan dengan menggunakan ayat-ayat
al-Qur’an atau Hadith mengandung konsep umum sebagai dalil sandarannya.
Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan yang berupaya menetapkan hukum
suatu masalah atas dasar pertimbangan kemaslahatan karena tidak ada ayat al-
Qur’an dan Hadith khusus yang dapat digunakan.
Sedangkan Abu ishaq Ibrahim ibn Musa ibn Muhammad Al-Lakhmi Al
Garnati merumuskan sebuah konsep al_istiqra’, yaitu penelitian terhadap
partikular-partikular makna nash, hukum-hukum spesifik (far’iyah), dan realitas
sejarah (tradisi) untuk di tetapkan suatu hukum umum, baik sifatnya pasti (qot’i)
maupun dugaan kuat (zhanni). Al_istiqra’ al-Man’nawi merupakan suatu metode
penetapan hukum yang tidak saja menggunakan satu dalil tertentu, melainkan
dengan sejumlah dalil yang digabungkan antara satu dengan yang lain yang
mengandung aspek dan tujuan berbeda, sehingga terbentuklah suatu perkara
hukum berdasarkan gabungan dalil-dalil tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Islam mempunyai dua sumber hukum yang utama yaitu Al-Qur’an dan
Hadits, sedangkan untuk merumuskan suatu hukum baru yang tidak terdapat pada
keduanya diperlukanlah ijtihad yang tetap mendasarkan pada Al-Qur’an dan
hadits. Sehingga dapat dikatakan bahwa ijtihad merupakan sumber hukum islam
yang ke-tiga.