Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

EKONOMI INTERNASIONAL
(LIBERALISASI PERDAGANGAN)

DISUSUN OLEH:

 NIRMALA SARIDEVI (105721144418)

KELAS: MANAJEMEN 18 K
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Assallamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.

Dengan selesainya makalah ini, tidak lepas dari bantuan banyak pihak
yang telah memberikan banyak masukan kepada kami.

Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini.


Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan demi
tercapainya kesempurnaan dari makalah ini.

Wassallamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 10 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

COVER ...........................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................

A. Latar Belakang..........................................................................

B. Rumusan Masalah ....................................................................

C. Tujuan Penulisan ......................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................

A. Liberalisasi Perdagangan dan Proteksi ....................................

B. Konsep Liberalisasi dan Partisipasi Indonesia .........................

C. Teori Aplikasi Free Trade (Liberalisasi Perdagangan) ...........

D. Globalisasi Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan ................

E. Indoesia Waspadai Liberalisasi Perdagangan .........................

BAB III PENUTUP ....................................................................................

A. Kesimpulan...............................................................................

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Liberalisasi perdagangan mulai berkembang dari
pemikiran Adam Smith yang mengusung perdagangan bebas
dan intervensi pemerintah yang seminimal mungkin.
Liberalisasi perdagangan mulai mengalami fragmentasi pada
tahun 1914 karena menghadapi berbagai distorsi sebagai
akibat diterapkannya larangan impor, subsidi dan peningkatan
tarif. Sehingga pada tahun 1930 berbagai upaya dilakukan
untuk menghidupkan kembali sistem perdagangan yang lebih
terbuka, hingga pada akhirnya terbentuklah General
Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang kemudian
bertransformasi menjadi World Trade Organization (WTO),
yang diprakarsai oleh Amerika Serikat dan Inggris.

B. Perumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Liberalisasi Perdagangan dan
Proteksi ?
2. Bagaimana konsep Liberalisasi dan Privatisasi Indonesia ?
3. Bagaimana Teori Liberalisasi Perdagangan Internasional ?
4. Bagaimana Keadaan Globalisasi Ekonom Liberalisasi
Perdagangan ?
5. Kenapa Indonesia harus waspadai Liberalisasi Perdagangan ?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk Mengetahui Liberalisasi Perdagangan dan Proteksi.
2. Untuk Mengetahui Konsep Liberalisasi Indonesia.
3. Untuk Mengetahui Teori Liberalisasi Perdagangan
Internasional.
4. Untuk Mengetahui Keadaan Globalisasi Ekonomi &
Liberalisasi.
5. Untuk Mengetahui Indonesia Waspadai Liberalisasi
Perdagangan ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Liberalisasi Perdagangan dan Proteksi


Analisa kebijakan perdagangan internasional (tarif dan nontarif)
merupakan penyimpangan dari perdagangan bebas. Memang banyak alasan
(apakah karena internasional maupun kelompok) mengapa diberlakukan
kebijaksanaan tarif maupun nontarif meskipun disadari bahwa keuntungan
akan banyak diperoleh apabila perdagangan itu bebas. Dalam bab ini akan
dianalisa keadaan di mana perdagangan itu dilakukan dengan bebas atas
dasar nondiskriminasi atau global.
Depresi dunia tahun 1930-an telah menyebabkan banyak negara
melakukan tindakan proteksi. Dalam bukunya, Ekonomi Intermasional &
Globalisasi Ekonomi, Prof. Dr. R. Hendra Halwani, M.A. (2005)
mengatakan bahwa proteksi adalah upaya pemerintah mengadakan
perlindungan pada industri-industri domestik terhadap masuknya barang
impor dalam jangka waktu tertentu. Proteksi bertujuan melindungi,
membesarkan, atau mengecilkan kelangsungan industri dalam negeri yang
berlaku dalam perdagangan umum. Setiap negara berjuang untuk
mengurangi pengaruh jelek perkembangan ekonomi dunia dengan
mengurangi ketergantungan dengan luar negeri melalui tindakan-tindakan
yang bersifat protektif. Amerika Serikat merupakan negara yang paling
berpengaruh pada waktu itu, melalui Smoot-Howley tariff mengenakan tarif
terhadap ekspornya (sebanyak ± 25.000 jenis barang). Tindakan ini tentu
saja kemudian diikuti oleh negara lain sehingga perdagangan dunia menjadi
tidak bebas.
Namun selang beberapa tahun, Amerika Serikat memulai dengan
Reciprocal Agreement Act yang membolehkan Presiden mengadakan
perundingan tentang penurunan tarif. Setelah berakhirnya perang dunia II,
usaha ke arah liberalisasi perdagangan makin mendapat angin segar.
Tahun 1948 dalam Havana charter dikandung maksud untuk
membentuk International Trade Organization (ITO) yang bertujuan
mengurangi hambatan dalam perdagangan serta mendorong pertumbuhan
ekonomi. Namun usaha ini banyak mendapat tantangan politik sehingga
Amerika Serikat menolaknya. Sebagai usaha sementara, maka pada saat itu
diciptakan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Karena
kegagalan ITO maka GATT menjadi badan penyangga yang penting dalam
badan dunia untuk membangun kembali sesudah perang dunia II. Dua badan
dunia lainnya adalah IMF dan IBRD (World Bank). GATT adalah suatu
persetujuan multilateral yang menentukan peraturan-peraturan bagi
pelaksanaan perdagangan internasional. Tujuannya adalah untuk
menciptakan suatu perdagangan internasional yang terbuka, bebas dan
kompetitif. Jumlah anggota sampai dengan tahun 1988 ada 94 contracting
parties yakni peserta penandatangan penuh dengan lebih dari 30 anggota
luar biasa yang menerapkan peraturan-peraturan GATT dalam perdagangan
mereka.
Prinsip dasar yang utama dari GATT tersebut adalah apa yang disebut
dengan Most Favoured Nation (MFN) yakni mengharuskan setiap
contracting parties memberikan perlakuan yang sama dalam kebijaksanaan
perdagangan internasional kepada negara penandatangan yang lain.
Kelonggaran yang diberikan kepada negara lain atas dasar perjanjian
bilateral haruslah diberikan pula kepada semua anggota yang lain tanpa
perjanjian terlebih dahulu. Di samping itu, GATT sejauh mungkin
menggunakan tarif sebagai hambatan perdagangan dan bukan nontarif.
Apabila terjadi perselisihan dapat diselesaikan melalui proses
konsultasi/konsiliasi secara terus-menerus. Dengan demikian GATT di
samping merupakan kumpulan peraturan juga merupakan forum untuk
mencapai konsiliasi/menyelesaikan perselisihan perdagangan.
Perubahan-perubahan yang besar tidak terjadi dalam perdagangan
internasional semenjak GATT berdiri dan ini memberikan tekanan terhadap
bekerjanya mekanisme GATT sehingga perlu perubahan di sana-sini.
Masalah yang dirasa sangat mendesak adalah prosedur penyelesaian
perselisihan (dispute settlement) dan pengawasan (surveilance), dan
mungkin diperlukan satu badan internasional yang mengawasi bekerjanya
mekanisme GATT serta menjamin bahwa contracting parties memenuhi
kewajibannya.
Perundingan pertama di Jenewa tahun 1947 ditandatangani oleh
negara-negara yang ikut merumuskan Havana charter berisi pemotongan
tarif di mana pada saat itu tarif merupakan hambatan yang cukup besar
dalam perdagangan internasional. Negara-negara yang selanjutnya di
Annecy, Torquay dan Jenewa terutama menyangkut masalah pengurangan
tarif dengan negara-negara yang telah menyatakan minatnya bergabung
dalam GATT. Dillon Round tahun 1961/1962 berisi keharusan Customs
Union dan daerah perdagangan bebas (free trade area) diperiksa oleh
GATT untuk menjamin bahwa pendiriannya tidak menimbulkan proteksi
bagi negara di luar anggota customs union dan free trade area. Bersamaan
ini diusulkan oleh Douglas Dillon, Wakil Menlu AS tentang penurunan
tarif.
Kennedy Round mencakup pemotongan tarif yang bersifat multilateral
dan berlaku bagi semua pihak (across the board) untuk produk-produk
industri. Di samping itu dibicarakan pula tentang anti dumping code yang
berisi tentang arti dumping dan faktor-faktor yang harus diperhitungkan
dalam menilai akibat negatif dumping terhadap industri dalam negeri. Untuk
itu suatu negara diperkenankan mengenakan bea khusus (anti dumping) atas
barang impor. Tokyo Round menghasilkan serangkaian codes tentang
berbagai masalah, seperti tentang standar teknis, lisensi impor, dumping,
subsidi serta beberapa komoditi (seperti daging dan susu). Kode-kode ini
hanya merupakan tambahan dari general agreement sehingga setiap negara
contracting bebas untuk menganut/memilih kode mana yang akan diikuti.
Pada bulan September 1986, putaran GATT diselenggarakan di
sebuah kota bernama Punta del Este di Uruguay, yang kemudian dikenal
dengan Uruguay Round. Deklarasi yang dihasilkan meliputi dua bagian.
Pertama, deklarasi yang menyangkut tentang barang yang menjamin tidak
akan ada tindakan proteksionis. Kedua, deklarasi yang menyangkut
perdagangan jasa (trade in services). Banyak negara berkembang yang tidak
menyetujui liberalisasi di dalam perdagangan jasa, mengingat sektor jasa
mereke belum kuat. Perundingan ini diawasi oleh Trade Negotiations
Committee (TNC). Di bawah TNC ini, ada dua komite sesuai dengan isi
deklarasi Punta del Este, yakni Group of Negotiations on Goods (GNG) dan
Group of Negotiations on Services (GNS).
Akhirnya, dapat disebutkan bahwa tujuan utama perundingan GATT,
seperti juga yang telah disepakati di Punta del Este adalah :
1) Untuk mencapai liberalisasi dan perluasan perdagangan dunia demi
kepentingan semua negara, khususnya negara berkembang.
2) Memperkuat dan meningkatkan peranan GATT dan mengusahakan
jangkauan perdagangan dunia yang lebih luas di bawah peraturan-
peraturan multilateral yang telah disepakati.
3) Meningkatkan daya tanggap sistem GATT terhadap lingkungan
ekonomi dunia yang selalu berubah melalui koordinasi yang lebih erat
antara GATT dengan badan-badan internasional.
4) Memupuk kerja sama yang sudah ada pada tingkat nasional maupun
internasional untuk memperkuat hubungan antara kebijaksanaan
perdagangan dengan kebijaksanaan ekonomi lainnya.
Disepakati bahwa perundingan-perundingan dilaksanakan dengan cara
sejelas mungkin (transparan) dan semua contracting parties sepakat tentang
prinsip-prinsip perlakuan khusus dan berbeda bagi negara berkembang
(Differential and Most Favourable Treatment Reciprocity and Fuller
Participation of Developing Countries).

B. Konsep Liberalisasi dan Privatisasi di Indonesia dalam Pasar Global


Liberalisasi perdagangan (trade liberalization) adalah konsep ekonomi
yang mengacu kepada berlangsunganya penjualan produk antar Negara
dengan tanpa dikenai pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan
lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya
hambatan buatan (hambatan atas dasar regulasi yang diterapkan dalam satu
negara) dalam perdagangan antar individual dan antar perusahaan yang
berbeda di Negara yang berbeda. Liberalisasi bisa dikatakan juga pelepasan
campur tangan pemerintah dalam pasar keuangan, pasar modal dan
hambatan perdagangan.

C. Teori Aplikasi Free Trade (Liberalisasi Perdagangan Internasional)


Menurut David Ricardo, pada dasarnya perdagangan internasional
didorong oleh adanya comparative advantange dimana produk di suatu
negara tidak dapat diproduksi negara lain dan competitive advantange
dimana negara dapat mengambil keuntungan dari spesialisasi produk yang
memiliki opportunity cost lebih kecil dari negara mitra dagangnya.
Perdagangan internasional juga menguntungkan baik bagi produsen maupun
konsumen, dimana adanya keuntungan dari economic of scale yaitu
penurunan average fixed cost dari produksi dalam jumlah yang besar serta
spesialisasi produk yang membuat pilihan produk menjadi beragam.
Adanya hambatan atas impor untuk memproteksi industri dalam
negeri baik tarif ataupun kuota, telah membuat distorsi terhadap harga pasar
internasional baik produk lokal maupun impor. Terdapat penurunan
consumer surplus dimana untuk kuantitas yang sama, konsumen harus
membayar lebih mahal. Berdasarkan analisa makroekonomi, walaupun
terdapat producer surplus dari kenaikan harga pasar global dan tax revenue
buat pemerintah, namun jumlahnya lebih kecil daripada penurunan
consumer surplus. Hal inilah yang menjadi net loss bagi seluruh masyarakat.
Atas dasar itulah, terdapat gagasan untuk melakukan liberalisasi
perdagangan (free trade) dimana tarif diminimalkan bahkan dihapuskan
untuk meningkatkan consumer surplus. Peningkatan consumer surplus ini
dapat meningkatkan investasi maupun pajak penghasilan serta memperbesar
volume perdagangan.
Penghapusan tarif yang berlaku selama ini didasari atas free trade
agreement antar negara maupun antar beberapa negara. Namun karena
hanya beberapa negara saja yang menyepakati penghapusan tarif maka pasar
masih belum seefisien dan senetral mungkin membentuk harga.
Kemungkinan negara dengan biaya produksi tinggi bebas tarif namun
adanya negara dengan biaya produksi rendah namun terkena tarif karena
tidak terlibat dalam free trade agreement dapat menyebabkan trade diversion
(pengalihan perhatian konsumen). Hal ini dapat menyebabkan potential loss
bagi consumer surplus karena seharusnya konsumen dapat membayar
dengan harga yang lebih murah. Karena itu perlu adanya penetapan tarif
bersama yang lebih global agar tercipta pasar yang lebih efisien.
Atas dasar itulah dibentuk organisasi internasional yang bertujuan
mensupervisi dan meliberalisasi perdagangan internasional secara global
yaitu General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang dibentuk 1947
yang dilanjutkan oleh World Trade Organization (WTO) yang dibentuk
tahun 1994. WTO mempunyai 153 anggota dan merepresentasikan 93% dari
perdagangan internasional sehinnga kebijakannya memungkinkan
terciptanya pasar dunia yang efisien.
Setelah berjalan, WTO mendapat banyak kritik dari para ekonom
terutama adanya indikasi keberpihakannya terhadap negara-negara maju
yang menekan negara-negara berkembang dengan negotiation power yang
kurang. Martin Khor dari The Third World Network (2007) menyatakan
indikasi tersebut sebagai berikut :
Beberapa negara maju masih dapat mengenakan bea masuk yang
tinggi pada produk tertentu, contoh: bea masuk pada tekstil di AS.
Banyaknya hambatan non tarif baru seperti Anti-Dumping (bila harga
produk yang diekspor dan dijual di pasar domestik berbeda), Safeguard
(lonjakan barang kompetitor impor yang mengancam industri dalam negeri),
dan Counterveilling (adanya subsidi yang dasarnya tidak jelas terhadap
barang ekspor) dimana negara berkembang banyak dituntut oleh negara
maju.
Proteksi terhadap produk agrikultur dari negara berkembang di negara
maju dengan persyaratan kualitas barang. Banyaknya negara berkembang
yang kurang mempunyai kapasitas bernegosiasi dan berpartisipasi aktif di
Uruguay Round.
TRIP Agreement (Trade-Related Aspects of Intellectual Property
Rights) yang membatasi negara berkembang untuk mengembangkan
teknologi yang berasal dari luar negeri pada sistem lokal.
Hal inilah yang membuat banyak negara mempertanyakan transparasi
dari WTO dalam pengambilan keputusan. Kecenderungan WTO terhadap
negara maju memungkinkan adanya trade diversion baru yang membuat
inefisiensi pasar. Berdasarkan fakta tersebut, sebaiknya dilakukan hal
sebagai berikut :
1. Pemerintah negara berkembang harus lebih aktif dalam melakukan
negoisasi dalam WTO terutama masalah proteksi negara maju
terhadap impor agrikultur dan bea masuk yang masih tinggi.
2. Kebijakan WTO atas anti-dumping, counterveiling, safeguard, dsb
harus direvisi kembali terutama bila pembuktiannya sulit dilakukan
terutama untuk counterveilling karena industri negara berkembang
masih sangat memerlukan subsidi pemerintah untuk berkembang.
3. Kebijakan WTO mengenai TRIP Agreement sebaiknya dihapuskan
saja karena bukan merupakan kewenangan WTO dalam mengurusi
Intellectual Property Rights.

D. Globalisasi Ekonomi & Liberalisasi Perdagangan


1. Globalisasi Ekonomi
Globalisasi merupakan satu proses untuk meletakkan dunia
dibawah satu unit yang sama tanpa dibatasi oleh sempadan dan
kedudukan geografi sesebuah negara. Melalui proses ini, dunia
akhirnya tidak lagi mempunyai sempadan dengan ruang udara dan
langit sesebuah negara itu terbuka luas untuk dimasuki oleh pelbagai
maklumat yang disalurkan menerusi pelbagai perantaraan media
komunikasi seperti internet,media elektronik,dan teknologi siber.
Perkembangan ini memungkinkan perhubungan diantara sesebuah
negara dengan negara yang lain dan perhubungan sesama manusia
dapat dilakukan dalam tempoh yang singkat.
Proses globalisasi ekonomi adalah perubahan perekonomian
dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan proses ini akan
berlangsung terus dengan laju yang akan semakin cepat mengikuti
perubahan teknologi yang juga akan semakin cepat dan peningkatan
serta perubahan pola kebutuhan masyarakat dunia.
Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-
batas geografi dari kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau
regional, tetapi semakin mengglobal menjadi “satu” proses yang
melibatkan banyak negara. Globalisasi ekonomi biasanya dikaitkan
dengan proses internasionalisasi produksi,perdagangan dan pasar
uang. Globalisasi ekonomi merupakan suatu proses yang berada diluar
pengaruh atau jangkauan kontrol pemerintah, karena proses tersebut
terutama digerakkan oleh kekuatan pasar global, bukan oleh kebijakan
atau peraturan yang dikeluarkan oleh sebuah pemerintah secara
individu.
Globalisasi Di Bidang Ekonomi terdiri dari :
a) Globalisasi Produksi
Di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara,dengan
sasaran agar biaya produksi menjadi lebih rendah. Hal ini
dilakukanbaik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk
yang murah, infrastrukturyang memadai ataupun karena iklim
usaha dan politik yang kondusif.
b) Globalisasi Pembiayaan
Di mana perusahaan global mempunyai akses untukmemperoleh
pinjaman atau melakukan investasi di semua negara di dunia.
contoh, PT. Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan
telepon, atau PT. Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan
tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan polaBOT
(Build-Operate-Transfer) bersama mitrausaha dari manca
negara.
c) Globalisasi Tenaga Kerja
Di mana perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga
kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf
professional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki
pengalaman internasional atau buruh diperoleh dari negara
berkembang.
d) Globalisasi Jaringan Informasi
Masyarakat suatu negara dengan mudahdan cepat mendapatkan
informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan
teknologi, antara lain melalui: TV, radio, media cetak, Dengan
jaringankomunikasi yang semakin maju telah membantu
meluasnya pasar ke berbagaibelahan dunia untuk barang yang
sama. Sebagai contoh, KFC, celana jeans Levis, hamburger
e) Globalisasi Perdagangan
Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman
tarif serta penghapusan berbagai hambatan non tarif. Dengan
demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi
semakin ketat dan fair. Bahkan, transaksi menjadi semakin cepat
karena ³less papers/documents´ dalam perdagangan, tetapi dapat
mempergunakan jaringan teknologi telekomunikasi yang
semakin canggih.
2. Liberalisasi Perdagangan
Liberalisasi perdagangan adalah kebijakan mengurangi atau
bahkan menghilangkan hambatan perdagangan (tarif maupun non
tarif) dalam rangka meningkatkan kelancaran arus barang dan jasa.
Dasar Liberalisasi Perdagangan, Kerangka Paradigma Neoklasik yg
dianjurkan untuk melawan restriksi perdagangan.
Alasan yg digunakan :
a) Liberalisasi Perdagangan diharapkan mampu mendorong
berlangsungnya proses rasionalisasi industri bersamaan dgn
proses alokasi manajemen ekonomi yg optimal.
b) Menghindari atau meminumkan ketidakstabilan ekonomi
makro. Kebijakan proteksi yg disertai oleh adanya kurs mata
uang yg tidak realistis.
c) Mendorong berlangsungnya proses produksi dalam skala penuh
dgn perluasan produksi untuk ekspor.
Perekonomian dunia mengalami proses liberalisasi perdagangan
ditandai dengan mulai terbentuknya General Agreement on Tariffs
and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang perannya sekarang telah
digantikan oleh World Trade Organisation (WTO). Tujuan liberalisasi
perdagangan untuk meningkatkan volume dan nilai perdagangan yang
pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat. Karena Menurut Baier dan Bergstand,
perdagangan dunia dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu pertumbuhan
pendapatan (income), penurunan hambatan perdagangan dan semakin
murahnya biaya transportasi (Coughlin, 2003).

3. General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)


Perjanjian umum tentang tarif-tarif dan perdagangan didirikan
pada tahun 1948 di Genewa, Swiss. Pada waktu didirikan, GATT
beranggotakan 23 negara, tetapi pada saat sidang terakhir di Marakesh
pada 5 April 1994 jumlah negara penandatangan sebanyak 115 negara.
Kesepakatan dalam GATT yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1948
a) Tiga prinsip GATT, yaitu :
1) Prinsip resiprositas, yaitu perlakuan yang diberikan suatu
negara kepada negara lain sebagai mitra dagangnya harus
juga diberikan juga oleh mitra dagang negara tersebut.
2) Prinsip most favored nation, yaitu negara anggota GATT
tidak boleh memberikan keistimewaan yang menguntungkan
hanya pada satu atau sekelompok negara tertentu.
3) Prinsip transparansi, yaitu perlakuan dan kebijakan yang
dilakukan suatu negara harus transparan agar diketahui oleh
negara lain.
b) Misi GATT
Sebagai lembaga yang selalu mengupayakan terciptanya Pasar
Bebas. Dengan senantiasa mengedepankan konsep Keunggulan
Komparatif atau memaksimalkan potensi (David Ricardo-
1772/1823). Keunggulan Komparatif : Negara menjadi makmur
melalui konsentrasi terhadap produk apa yang bisa diproduksi
oleh negara dengan sebaik-baiknya.
c) Tujuan GATT
1) Meningkatkan Taraf Hidup Umat Manusia
2) Meningkatkan Kesempatan Kerja
3) Meningkatkan Pemanfaatan Kekayaan Alam Dunia, Dan
4) Meningkatkan Produksi Dan Tukar Menukar Barang.
d) Prinsip-prinsip GATT
1) Most Favoured Nation
Suatu kebijakan perdagangan harus dilaksanakan atas dasar
non-diskriminatif. Semua negara terikat untuk memberikan
negara2 lainnya perlakuan yang sama dlm pelaksanaan dan
kebijakan impor dan ekspor serta biaya lainnya.
2) Nasional Treatment
Produk dari suatu negara anggota yang diimpor ke dalam
suatu negara harus diperlakukan sama seperti halnya produk
dalam negeri.
3) Larangan Restriksi Kuantitatif
Larangan RK terhadap ekspor atau impor dalam apapun
(misalnya penetapan kuota exim, restriksi penggunaan
lisensi exim).
4) Perlindungan Melalui Tarif
Pada prinsipnya GATT hanya memperkenankan tindakan
proteksi terhadap industri domestik melalui tarif (menaikan
tarif bea masuk)
5) Resipositas
Perundingan tarif yang didasarkan atas dasar timbal balik
dan saling menguntungkan kedua belah pihak.
4. World Trade Organization (WTO)
World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan
Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara
khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem
perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang
berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil
perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara
anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-
anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam
pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Walaupun ditandatangani
oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para
produsen barang dan jasa, eksportir dan importer dalam kegiatan
perdagangan. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO
dan telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU
NO. 7/1994.

E. Indonesia Waspadai Liberalisasi Perdagangan


Perdagangan yang lebih liberal memang menjadi tujuan hampir
sebagian besar negara di dunia, dengan harapan liberalisasi dapat
meningkatkan volume dan nilai perdagangan yang pada akhirnya dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Saat ini
Pemerintah sedang melakukan proses liberalisasi perdagangan yang lebih
komprehensif, yaitu lewat Comprehensive Econornic Partnership
Agreement (CEPA).
Semua perjanjian tersebut berkaitan dengan tujuan'untuk mendapatkan
keuntungan, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui
surplus neraca perdagangan. Namun perlu diingat, bahwa proses liberalisasi
perdagangan itu sendiri berhubungan erat dengan pembukaan akses pasar
produk ekspor Indonesia ke dunia.
Begitu sebaliknya, terbukanya akses pasar dunia, dalam arti bahwa
pasar domestik Indonesia juga akan semakin terbuka bagi produk dari
negara lain, alias dibanjiri produk impor. Bagi para pengusaha liberalisasi
perdagangan yang sudah berjalan melalui China-ASEAN Free Trade
Agreement (CAFTA) merupakan mimpi buruk untuk industri. Sebab,
mengakibatkan produksi industri nasional menurun hingga 50% karena
kalahnya persaingan, khususnya pada produk usaha kecil dan menengah di
pasar dalam negeri.
Akibatnya adalah sektor industri terpaksa memangkas jumlah tenaga
kerja hingga 20%, bahkan ada beberapa pelaku usaha mengalami kerugian
dan harus menutup usahanya. Peneliti dari Lembaga Pengkajian Penelitian
dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri Ina
Primiana mengatakan, tujuan negara-negara maju melakukan liberalisasi
perdagangarf adalah melihat peluang akses pasar karena akibat krisis yang
melanda negara-negara tersebut.
Liberalisasi perdagangan salah satunya ditandai dengan penurunan
atau bahkan penghapusan hambatan perdagangan, baik berupa tarif maupun
non tarif. Hambatan perdagangan penting untuk dihapuskan karena tanpa
hambatan dapat mendorong arus pergerakan barang dan jasa. Dampak
CAFTA memperlihatkan secara jelas bahwa neraca perdagangan Indonesia
semakin memburuk dalam 5 tahun ter akhir, disebabkan pertumbuhan impor
2-3 kali lebih tinggi dari pertumbuhan eks
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Liberalisasi perdagangan (trade liberalization) adalah konsep ekonomi yang
mengacu kepada berlangsunganya penjualan produk antar Negara dengan tanpa dikenai
pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga
didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan atas dasar regulasi yang
diterapkan dalam satu negara) dalam perdagangan antar individual dan antar perusahaan
yang berbeda di Negara yang berbeda. Liberalisasi bisa dikatakan juga pelepasan
campur tangan pemerintah dalam pasar keuangan, pasar modal dan hambatan
perdagangan.
Liberalisasi perdagangan salah satunya ditandai dengan penurunan atau bahkan
penghapusan hambatan perdagangan, baik berupa tarif maupun non tarif. Hambatan
perdagangan penting untuk dihapuskan karena tanpa hambatan dapat mendorong arus
pergerakan barang dan jasa. Dampak CAFTA memperlihatkan secara jelas bahwa
neraca perdagangan Indonesia semakin memburuk dalam 5 tahun ter akhir, disebabkan
pertumbuhan impor 2-3 kali lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor.
Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas-batas geografi
dari kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin
mengglobal menjadi “satu” proses yang melibatkan banyak negara. Globalisasi
ekonomi biasanya dikaitkan dengan proses internasionalisasi produksi,perdagangan dan
pasar uang. Globalisasi ekonomi merupakan suatu proses yang berada diluar pengaruh
atau jangkauan kontrol pemerintah, karena proses tersebut terutama digerakkan oleh
kekuatan pasar global, bukan oleh kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh
sebuah pemerintah secara individu.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z,. 2000, Dampak Liberlasasi Perdagangan terhadap Keragaan Industri Gula
Indonesia: Suatu Analisis Kebijakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Chacoliades M, 1978, International Trade Theory and Policy, Mc Graw Hill.

Chaves RE, JA Frankel dan RW Jones, 1978, World Trade and Payment: An Introduction,
6th Edition, Harper Collins, New York.

Erwidodo, 1999, Effect of Trade Liberalization on Agriculture in Indonesia: Institutional


and Structural Aspects, The CGPRT centre, Working Paper no. 41.

Erwidodo,dan PU Hadi, 1999, Effect of Trade Liberalization on Agriculture in Indonesia:


Price Aspects, The CGPRT centre, Working Paper no. 48.

Ilham, Nyak, 2003, Dampak Liberalisasi Ekonomi terhadap Perdagangan dan


Kesejahteraan Negara-negara di Dunia, Jurnal Ekonomi Pembangunan XI no 2
tahun 2003, LIPI, Jakarta.

Kaimiya, M, 2002, 1990s: A Decade for Agricultural Policy Reform in Japan: Breakaway
from the Postwar policies, Food and Agricultural Policy Research, IPB, Bogor.

Kariyasa, K, 2003, Dampak Tarif Impor dan Kinerja Kebijakan Harga Dasar serta
Implikasinya terhadap Daya saing Beras Indonesia di Pasar Dunia. Analisis
Kebijakan Pertanian vol 1(4) Desember 2003 Puslitbang Sosial Ekonomi
Pertanian, Bogor.

Mulyani, SM, 1995, Liberalisasi dan Pemerataan dalam Liberalisasi Ekonomi:


Pemerataan dan Kemiskinan, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai