Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Inkontinensia urine merupakan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi
urine. Inkontinensia urine dapat berupa pengeluaran urine yang terkadang
hanya sangat sedikit (beberapa tetes) atau sangat banyak. Inkontinensia urine
berarti pengeluaran urine secara spontan pada sembarang waktu di luar
kehendak (involunter). Keadaan ini umum dijumpai pada manula (Agoes dkk,
2013).

Sering mengompol tanpa disadari ( inkontinensia urine) merupakan salah satu


keluhan utama pada orang lanjut usia. Inkontinensia urine dapat terjadi karena
adanya faktor pencetus yang mengiringi perubahan pada organ perkemihan
akibat menua (Untari, 2019).

Angka kejadian inkontinensia urine bervariasi antara satu Negara dengan


Negara lainnya. WHO menyebutkan bahwa sekitar 200 juta penduduk di
dunia mengalami inkontinensia urine, tetapi angka sebenarnya tidak diketahui
karena banyak kasus yang tidak dilaporkan. Lebih dari 12 juta orang
diperkirakan mengalami inkontinensia urine di Amerika, hal ini dapat dialami
pada semua usia oleh pria dan wanita dari semua status sosial. Sekitar 15-
30% individu yang mengalami inkontinensia urin diperkirakan berusia lebih
dari 60 tahun (Agoes dkk, 2013).

Saat ini di seluruh dunia, jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari 629 juta
jiwa (satu dari 10 berusia lebih dari 60 tahun), dan pada tahun 2025, lanjut
usia akan mencapai 1,2 miliyar (Nugroho, 2014).

Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66


juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk
lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95
juta) dan tahun 2035 (48,19 juta) (Kemkes RI, 2017).

Di provinsi Kalimantan Selatan jumlah penduduk pada tahun 2019 adalah


4.244.096 jiwa sedangkan pada tahun 2020 tercatat sebanyak 4.303.979 jiwa
yang berarti terjadi pertambahan penduduk selama 1 tahun terakhir (BPS
Kalsel, 2020). Angka pertumbuhan lansia di provinsi Kalsel yang berusia
antara 45-49 tahun sebanyak 208.231 orang, yang berusia antara 65-69 tahun
sebanyak 54.436 sedangkan yang berusia >70 tahun sebanyak 39.120 orang
(BPS Kalsel, 2020). Fenomena ini jelas mendatangkan jumlah konsekuensi,
antara lain timbulnya masalah fisik, mental, sosial, serta kebutuhan pelayanan
kesehatan dan keperawatan, terutama kelainan degeneratif (Nugroho, 2014).

Pada lansia terjadi perubahan fisiologis tubuh seperti perubahan pada sistem
perkemihan. Pengeluaran kemih diatur oleh otot-otot yang disebut sfingter
(terletak di dasar kandung kemih dan dinding saluran kemih) sehingga
mengakibatkan inkontinensia urine yang merupakan pengeluaran urine secara
spontan yang mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan sosial (Agoes
dkk, 2013).

Pada keadaan normal, sfingter akan mengalami pengeluaran urine dengan


menutup kandung kemih dan salurannya. Pada saat yang sama, otot dinding
kandung kemih akan berkontraksi dan mendorong urine keluar. Frekuensi
berkemih yang normal adalah tiap 3 jam sekali atau tak lebih dari 8 kali
sehari. Inkontinensia dapat terjadi akibat gangguan kontrol dari otak karena
penyakit-penyakit. Ada golongan obat, makanan dan minuman yang dapat
menimbulkan inkontinensia (Agoes dkk, 2013).

Masalah inkontinensia urine merupakan masalah yang sering terjadi pada


lansia. Pravalensi Inkontinensia urine pada perempuan lansia berkisar antara
35-45%. Menurut Asia Pasific Continence Advisor Board (APCAB),
pravalensi inkontinensia urine pada perempuan Asia adalah 14,6%, dimana
sekitar 5,8% berasal dari Indonesia dan pravalensi inkontinensia urine pada
laki-laki Asia adalah 6,8%, dimana sekitar 5% berasal dari Indonesia. Data
prevalensi inkontinensia di Indonesia didapatkan angka inkontinensia urin
pada tahun 2018 mengalami peningkatan sebesar 30%. Pravalensi
inkontinensia urin cenderung meningkat seiring meningkatnya usia (Depkes,
2018).

Inkontinensia memiliki implikasi medis, psikologis, sosial, dan ekonomi. Dari


segi medis, inkontinensia mempermudah timbulnya ulkus dekubitus, infeksi
saluran kemih, sepsis, gagal ginjal, dan peningkatan angka kematian.
Implikasi psikologis-sosial antara lain kurang percaya diri, hambatan
pergaulan dan aktivitas seksual, depresi dan ketergantungan orang lain
(Agoes dkk, 2013).

Inkontinensia urine merupakan keluhan utama yang seringkali kita temukan


pada lansia. Seringkali penderita inkontinensia urine menarik diri dari
aktivitas sosial, pekerjaan atau aktivitas fisik yang berdampak terhadap
kualitas hidup lansia. (Tjokroprawiro, 2015).

Inkontinensia urine sering kali tidak dilaporkan oleh pasien atau keluarganya
karena malu atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan, dan menganggapnya
sebagai hal yang wajar pada lansia sehingga tidak perlu diobati (Setiati dan
Pramantara dalam Sunarti dkk, 2019).

Kondisi medik dari usia lanjut sendiri seringkali memungkinkan timbulnya


gangguan fungsi berkemih secara langsung, gangguan mobilitas serta
perubahan baik dari ekskresi ataupun volume urine. Keadaan depresi sering
dihubungkan dengan keadaan inkontinensia urine di masyarakat. Depresi
merupakan masalah mental yang paling banyak ditemui pada lansia
(Tjokroprawiro, 2015).
Inkontinensia urine banyak terjadi pada lansia berusia lebih dari 60 tahun dan
dialami oleh sebagian besar penghuni panti werdha. Inkontinensia dianggap
sebagai alasan utama penempatan lansia di panti werdha. Lansia yang
mengalami inkontinensia akan merasa malu dan terisolasi secara sosial.
Lansia akan menarik diri dari interaksi sosial dan selanjutnya mereka berisiko
mengalami depresi (Dewi, 2014).

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru merupakan tempat


penitipan lansia. Jumlah lansia yang tinggal di tempat tersebut pada bulan
Februari 2021 sebanyak 111 orang dengan jumlah lansia laki-laki yaitu 52
orang dan jumlah lansia perempuan yaitu 59 orang. Berdasarkan studi
pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 11 Februari 2021 di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru diperoleh data yaitu dari 10
lansia diantaranya 5 orang lansia laki-laki dan 5 orang lansia wanita, terdapat
2 orang lansia laki-laki dan 3 orang lansia wanita yang mengalami
inkontinensia urine. Tiga orang lansia wanita dan satu orang lansia laki-laki
yang mengalami inkontinensia urine tersebut juga mengatakan hal-hal yang
terkait dengan gejala depresi akibat inkontinensia yang dialami oleh mereka,
seperti menurunnya harga diri dan hilangnya minta serta rasa senang dalam
beraktivitas mereka.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dapat dirumuskan sebagai
berikut : adakah hubungan tingkat depresi dengan kejadian inkontinensia
urine pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru?

3. Tinjauan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat
depresi dengan kejadian inkontinensia urine pada lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat depresi pada lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.
2. Mengetahui inkontinensia urine pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.
3. Menganalisis hubungan tingkat depresi dengan kejadian
inkontinensia urine pada lansia di Panti Sosial Tresna
Werda Budi Sejahtera Banjarbaru.

4. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Profesi Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi
profesi kesehatan dalam menambah informasi dan wawasan
tentang tingkat depresi dengan kejadian inkontinensia urine pada
lansia.
2. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan
kepustakaan terkait tentang hubungan tingkat depresi dengan
kejadian inkontinensia urine pada lansia bagi seluruh mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
3. Untuk Peneliti
Adapun manfaat penelitian ini sendiri sebagai sarana untuk
mendapatkan wawasan dan pengetahuan tentang tingkat depresi
dengan kejadian inkontinensia urine pada lansia serta memberikan
pengalaman dalam penerapan ilmu yang sudah didapat ke dalam
kondisi yang nyata. Selain itu, juga dapat sebagai bahan
pertimbangan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti
permasalahan yang sama dengan variabel berbeda.
5. Penelitian Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Desak Made Cittarasmi Saraswati Seputra
2019 mengenai Hubungan Tingkat Inkontinensia Urin Dengan Derajat
Depresi Pada Pasien Lanjut Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werda Wana
Seraya Denpasar. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan
23 orang lanjut usia sebagai sampel (total sampling). Inkontinensia urine
ditentukan dengan menggunakan kuesioner International Consultation on
Incontinence Questionnaire-Urinary Incontinence (ICIQ-UI) Short From dan
depresi ditentukan melalui skoring kuisioner Geriatric Depression Scale
(GDS) Short From. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pravalensi
inkontinensia urine pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya
sebesar 46%. Pada penelitian ini didapkan hasil lansia yang mengalami
inkontinensia urine dan depresi sebanyak 60,9% sedangkan lansia yang
mengalami inkontinensia urine tetapi tidak mengalami depresi sebanyak
39,1%. Berdasarkan uji kolerasi sprearman, dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi tingkat inkontinensia urin, maka semakin tinggi pula derajat
depresi (r = 0,637, P = 0,01).

Penelitian ini dilakukan oleh Wisti 2019 mengenai The Correlation Of


Inconsistency Urine To Depression On Elderly In Wredha Dharma Bhakti
Nursing Home Of Pajang Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua lanjut usia di Panti Werdha Dharma Bhakti
Pajang Surakarta yang berjumlah 86 orang. Sampel penelitian 65 orang
diambil dengan rumus Slovin. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini menggunakan Purposivesampling. Intrumen penelitian berupa kuesioner
Inkontinensia urine Sandvix Severity Indeks (SSI) dan kuesioner depresi
Geriatric Depression Scale (GDS). Teknik analisis data menggunakan uji
univariat dengan ruus persentase dan uji bivariat dengan Uji Chi Square. Dari
hasili penelitian didapatkan lansia paling banyak mengalami inkontinensia
urine kategori parah yaitu terdapat 27 lansia (41,54%) dan yang paling
banyak mengalami depresi kategori ringan yaitu terdapat 23 lansia (35,38%).
Terdapat hubungan yang signifikan antara inkontinensia urine dengan depresi
pada lansia di Panti Werdha Dharma Bhakti Pajang surakarta.

Penelitian ini dilakukan oleh Angeline Mediatrix Wilson 2017 mengenai


Hubungan Inkontinensia Urine Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Panti
Werdha Brthania Lambean. Penelitian menggunakan metode penelitian
deskriptif analitik dengan menggunakan desain penelitian cross sectional.
Teknik pengambilan sampel menggunakan Total Sampling dengan jumlah
sampel sebanyak 39 orang. Analisa data menggunakan uji Chi Square dengan
tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05) Hasil penelitian didapatkan lansia yang
tinggal di Panti Werdha Bathania Lambean sebagian besar mengalami
inkontinensia urine ringan. Sebagian besar lansia berada pada tingkat depresi
ringan. Hasil analisis yang diperoleh dengan menggunakan uji chi square
menunjukkan nilai yang signifikan sehingga ada hubungan inkontinensia
urine dengan tingkat depresi pada lansia dan diperoleh p value 0,004 yang
berarti p < 0,05.

Penelitian ini dilakukan oleh Dian Kurniasari 2016 mengenai Pengaruh


Antara Inkontinensia Urin Terhadap Tingkat Depresi Wanita Lanjut Usia Di
Panti Wherda Catur Nugroho Kaliori Banyumas. Penelitian ini menggunakan
metode non eksperimen dengan rancangan Cross Sectional. Pengambilan
sampel menggunakan teknik Purposive Sampling, jumlah sampel sebanyak
73 lansia, instrumen penelitian menggunakan kuesioner yang terdiri atas
kuesioner diagnosa inkontinensia urin skala SSI (Sandvix Severity Index)
untuk menilai inkontinensia urin, skala L-MMPI (Skala Lie Minnesota
Mutiphasik Personality) untuk menilai kejujuran dari jawaban yang diberikan
oleh subjek penelitian dan terakhir adalah skala HRSD untuk menilai derajat
depresi. Analisis bivariate menggunakan uji Kolerasi Spearman. Hasil uji
bivariate membuktikan bahwa inkontinensia urine berpengaruh terhadap
tingkat depresi pada wanita usia lanjut dengan nilai Z lebih besar dari Z 0,975
(5,235 > 1,96). Dari hasil ini diketahui bahwa baik inkontinensia urine
maupun derajat depresi keduanya memiliki hubungan yang signifikan

Penelitian ini dilakukan oleh Amelia, R 2020 mengenai Pravalensi Dan


Faktor Risiko Inkontinensia Urine Pada Lansia Panti Sosial Tuna Werdha
(PSTW) Sumatera Barat. Penelitian ini merupakan penelitian observasi
analitik dengan pendekatan cross sectional. Derajat inkontinensia urin
ditentukan dengan menggunakan alat ukur diagnosis inkontinensia uring,
berupa kuesioner yang berpedoman pada Sandvix Severity Index (SSI) dan
The Three Incobtinence (3 IQ). Penelitian ini menggunakan total sampling
pada lansia ≥ 45 tahun. Hasil dari penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa
lansia yang tinggal di panti werdha Sabai Nan Aluih yang mengalami
inkontinensia urin sebanyak 23.73% dari 59 orang lansia yang diteliti dan
mayoritas adalah laki laki (85.71%) dengan rentang usia terbanyak 65-75
tahun dengan status BMI Normowight, memiliki riwayat penyakit hipertensi
dan pada lansia wanita yang mengalami inkontinensia urin seluruhnya
memiliki riwayat melahirkan normal (partus pervaginam).

Penelitian ini dilakukan oleh Isnaeni 2018 mengenai Hubungan Inkontinensia


Urine Dengan Depresi Pada Lanjut Usia. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif abalitik, dengan rancangan kolerasi dan pendekatan cross sectional.
Populasi dari penelitian ini adalah usia lanjut di Panti Sosial Tresna Werdha
Budhi Dharma Bekasi dan yang masuk kriteria inklusi sebanyak 50 orang,
dengan sampel sebanyak 50 responden yang diambil secara total sampling,
pengambilan data menggunakan survei, dengan instrumen berupa kuesioner.
Teknik analisis data menggunakan analisis chi square. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
inkontinensia urine dengan depresi pada usia lanjut di Panti Sosial Tresna
Werdha Budhi Dharma Bekasi, yang ditujukan dengan nilai hasil uji statistik
diperoleh P value = 0,012 berarti p < 0,05. Responden yang mengalami
inkontinensia urine mempunyai resiko 7.733 kali untuk mengalami depresi
dibandingkan dengan usia lanjut yang tidak mengalami inkontinensia urine.

Penelitian ini dilakukan oleh Young-Mee Lim dkk 2018 Inkontinensia Urine
Sangat Terkait Dengan Depresi Pada Wanita Korea Paruh Baya Dan Lebih
Tua: Data Dari Studi Longitudinal Korea Tentang Penuaan. Pada penelitian
ini sebanyak 1116 peserta didiagnosis dengan inkontinensia urine di
antaranya 7486 responden dilibatkan dalam penelitian ini, menggunakan data
dari survei mapan yang menyelidiki populasi yang mewakili secara
nasional.Wawancara pribadi dengan bantuan komputer digunakan untuk
menilai status inkontinensia urine dan depresi. Depresi dinilai dengan
menggunakan skala 10 item Center for Epidemiological Studies-Depression
(CES-D 10). Hasil proposi pasien dengan depresi secara signifikan lebih
tinggi pada wanita dengan inkontinensia urine (9,1%) dibandingkan pada
wanita tanpa inkontinensia urine (6,3%) (P < 0,0001). Dari hasil penelitian
tersebut inkontinensia urine tidak terkontrol dan sering sangat terkait dengan
depresi pada wanita Korea paruh baya dan lebih tua. Pengelolaan
inkontinensia urine yang memburuk mungkin bermanfaat sebagai bagian dari
penelitian dari penilaian dan pengelolaan depresi.

Anda mungkin juga menyukai