Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HUKUM SHOLAT BAGI SESEORANG YANG MENGGUNAKAN


DOWER CATETER ( DC )

Disusun Oleh : Kelompok 2

1. Hanifah Adila Fauziyyah


2. Hasna Faras Fatih
3. Okta Alfatihalya Gustin
4. Oktavian Kuncoro Aji
5. Oktya Miftahul Jannah
6. Pristi Yudyastanti

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, dengan petunjuk dan rahmat-
Nya sehingga kami dapat membuat makalah dan dapat terselesaikan. Kami
membuat makalah tentang “HUKUM SHOLAT BAGI SESEORANG YANG
MENGGUNAKAN DOWER CATETER (DC)” bertujuan untuk memenuhi tugas
Kajian Keislaman.

Kami sadar bahwa ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan


keterbatasan pengetahuan penulis. Dengan demikian, kritik maupun saran sangat
dibutuhkan demi kemajuan kami.

Penyelesaian naskah ini tidak lepas dari motivasi dan jasa dari beberapa
pihak. Oleh sebab itu kami ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak yang
meluangkan waktunya untuk membimbing kami dalam menyelesaikannya..

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan para
pembaca pada umumnya dan dapat menambah wawasan tentang teori
keperawatan khususnya. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb
KASUS
Seorang perempuan umur 60 th datang ke RSU Purbowangi Gombong
dengan keluhan Nyeri pada bagian abdomen. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan: kesadaran compos mentis. BB 45 kg, tinggi badan: 149 cm.
Tekanan darah:130/90 mmHg. Nadi: 90x/menit, Respirasi: 24x/menit. S :
36,5 º C. Mata: conjunctiva anemis+/+, sclera ikterik -/-. Tidak
mempunyai riwayat penyakit sebelumnya. Pemeriksaan laboratorium
didapatkan: Hb: 11,25 L. Ureum 239. Cratinin 6,1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam ilmu


kedokteran didorong oleh keinginan manusia untuk mempertahankan eksistensi
dan pemenuhan akan kebutuhannya. Ilmu dan teknologi kedokteran menurut
pandangan Islam mestinya dikembangkan dalam rangka mengaktualisasikan
potensi diri yang bersifat insan, kekhalifahan, kerisalahan dan pengabdian kepada
Allah dan kepada sesama manusia.
Kini, produk ilmu teknologi dan kedokteran seperti pemasangan kateter
menimbulkan permasalahan jika ditinjau dari hukum Islam. Memvoniskan hukum
yang bersifat hitam putih (boleh-tidak-boleh) dalam menanggulangi permasalahan
tersebut dapat menghambat perkembangan ilmu dan ternologi kedokteran itu
sendiri.
Di samping itu, pemasangan kateter dapat dilakukan apabila memang benar-
benar dibutuhkan. Hal itupun tidak sembarang di pasang, harus ada intruksi dari
dokter. Apabila memang terdapat pasien yang diharuskan menggunakan selang
kateter maka tenaga kesehatan harus memasangnya. Keadaan itulah yang perlu
ditentukan status hukumnya atas dasar kajian ilmiah.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah:


1. Untuk mempelajari tentang pengertian pemasangan kateter
2. Untuk mengetahui hukum sholat bagi pasien yang terpasang Kateter
3. Untuk mengetahui cara sholat orang yang terpasang kateter
C. Manfaat

Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi


penulis sendiri dan bagi pembaca lainnya. Kita sebagai umat beragama
menjadi tahu apa saja yang dapat kita lakukan untuk menambah keimanan kita
sebagai umat beragama, kita akan lebih memahami batasan- batasan kita.
Tentang apa saja yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan untuk
mencari ridho Allah SWT.

D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Untuk mempelajari tentang pengertian pemasangan kateter
2. Untuk mengetahui hukum sholat bagi pasien yang terpasang Kateter
3. Untuk mengetahui cara sholat orang yang terpasang kateter
.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Pemasangan Kateter

Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara


memasukkan kateter kedalam kandung kemih melalui uretra yang
bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan eliminasi pada pasien
yang tidak mampu eliminasi secara normal.

B.  Hukum Sholat bagi pasien yang berkateter


Salat merupakan salah satu rukun Islam, sebagaimana dalam sebuah hadis
disebutkan, “Tegaknya Islam pada lima perkara: Bersaksi bahwa tiada
Tuhan yang disembah melainkan Allah dan bersaksi bahwa Nabi
Muhammad itu adalah utusan Allah, mendirikan salat lima waktu,
membayar zakat, Puasa di bulan Ramadhan, serta naik haji bagi yang
kuasa” (HR. Bukhari/Sahih Bukhari, hal. 19, juz 1, Maktabah
Syamilah). Salat merupakan rukun Islam yang kedua setelah syahadat.
Islam didirikan atas lima sendi yang salah satunya adalah salat. Maka,
siapa yang mendirikan salat, ia telah mendirikan agama, dan barang siapa
yang meninggalkan salat, ia meruntuhkan agama.

Shalat selamanya akan menjadi kewajiban manusia selama di jasadnya


masih ada ruh dan akal. Hanya saja, syariat memberikan keringanan,
dimana manusia boleh melaksanakan shalat sesuai kemampuannya.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
‫ فإن لم تستطع فعلى جنب‬،ً‫ فإن لم تستطع فقاعدا‬،ً‫صل قائما‬
“Kerjakanlah shalat dengan berdiri, jika tidak mampu maka dengan
duduk, dan jika tidak mampu juga maka dengan berbaringa.” (HR.
Bukhari).

Setiap orang yang sudah akil balig tidak boleh meninggalkan salat dalam
kondisi apa pun, baik sehat maupun sakit. Selama orang itu masih
dikategorikan sehat pikirannya (tidak gila), kewajiban melakukan salat
tetap masih dituntut sekalipun cara salatnya berbeda dengan orang sehat.
Salat orang sakit tidak sama dengan salat orang yang sehat. Islam banyak
memberi kemudahan bagi umatnya. Sebagaimana firman Allah, “Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya” (Al-Baqarah ayat 286). Allah Taala juga
memerintahkan kaum muslimin untuk melaksanakan ketakwaan menurut
kemampuan mereka, “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu” (At-Taghaabun ayat 16). Syariat Islam dibangun di atas
dasar ilmu dan kemampuan orang yang dibebani. Tidak ada satu pun
beban syariat yang diwajibkan kepada seorang di luar kemampuannya.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa salah satu syarat sah salat adalah suci
badan, pakaian, dan tempat. Orang sakit serta ada terpasang kateter (selang
kencing) jelas bersambung dengan najis yang tidak dimaafkan.

Penggunaan kateter dibolehkan bila termasuk keadaan terpaksa jika kateter


harus terpasang dan tidak boleh dilepas (sesuai dengan arahan dokter).
Seandainya dilepas, akan bertambah rasa sakit atau dapat melambatkan
proses penyembuhan serta membahayakan orang sakit. Maka, salat orang
tersebut dengan keadaan kateter tetap terpasang tidak ada masalah, salat
tetap wajib dilakukan sebagaimana keterangan yang telah kami sebutkan
di atas.

Kebolehan salat dalam kondisi berkateter adalah semacam dispensasi yang


bersifat kondisional dari Islam. Maka, salat orang yang terpasang kateter
tidak dianggap sah karena ternafinya syarat suci pada mereka. Kewajiban
mereka hanya sebatas pada penghormatan waktu saja sebagaimana
disebutkan dalam sebuah hadis, “Apabila aku perintahkan akan kalian
dengan sesuatu, kerjakanlah bagaimana yang sanggup kalian
kerjakan” (H.R. Bukhari dan Muslim). Seandainya ia meninggal masih
dalam kondisi memakai kateter, salatnya dimaafkan. Namun, bila nanti
sembuh dan dapat melepaskan kateter yang bernajis, dia harus mengulangi
salatnya. (Lihat al-Majmu’ juz 3 hal 136 / Program Maktabah Syamilah)

Namun demikian, jika memungkinkan untuk dilepas meskipun diupayakan


dalam waktu yang minimal, bisa atur agar kateter dilepas ketika mendekati
waktu salat asar dan waktu salat isya. Ketika kateter dilepas mendekati
waktu asar, kemudian dia bisa salat zuhur di akhir waktu, disambung
dengan salat asar setelah masuk waktunya. Ini semua harus
dikonsultasikan dulu dengan dokter yang merawatnya. Wallahu ‘alam bi
al-tsawab.[]

C. Bagaimana mengetahui cara sholat orang yang terpasang kateter

Ia tetap sholat sesuai keadaannya jika telah masuk waktu sholat,


sebagaimana orang yang berpenyakit beser dan wanita yang istihadhoh.
Atau ia bertayammum jika ia TIDAK SANGGUP menggunakan air,
namun wajib baginya berwudhu menggunakan air jika ia mampu,
berdasarkan Firman Allah Ta’ala:

﴿ ‫﴾ فَاتَّقُوا هَّللا َ َما ا ْستَطَ ْعتُم‬

“Bertaqwalah sesuai kemampuan mu…” [Q.S. At Taghobun ayat 16].


Adapun jika keluar sesuatu (kencing) setelah itu maka hal itu TIDAK
MENGAPA, dengan syarat ia tidaklah berwudhu kecuali SETELAH
MASUKNYA WAKTU SHOLAT, kemudian ia mendirikan sholat
meskipun keluar sesuatu selama masih dalam waktu sholat, karena ia
TIDAK BISA MENGONTROL  yang demikian.
Sebagaimana orang yang berpenyakit beser maka ia shalat pada waktunya
meskipun air seninya terus keluar.

Demikian juga wanita yang istihadhoh, ia tetap shalat pada waktunya


meskipun  keluar darah dalam waktu lama dan ia shalat sesuai keadaan-
nya.
Akan tetapi bagi orang yang berhadats terus-menerus maka tidaklah ia
berwudhu KECUALI sudah masuknya waktu shalat. Berdasarkan perintah
Nabi ‫ ﷺ‬ kepada wanita yang istihadhoh:

« ‫» توضئي لــوقت كــــل صـــالة‬

“Berwudhulah setiap kali masuk waktu(mau) shalat”.


Bagi yang berpenyakit beser, wanita istihadhoh dan yang berpenyakit
seperti yang ditanyakan, maka ia tetap shalat di setiap waktu shalat, baik
shalat wajib maupun shalat sunnah, dan juga membaca Al Qur’an dengan
mush-haf, thawaf kalau ia berada di Makkah, selama masih berada pada
waktunya.
Maka apabila telah keluar waktu sholat, maka ia menahan diri untuk tidak
melakukan hal-hal tadi sampai ia berwudhu kembali untuk waktu yang
sudah masuk. Wallahu waliyyut-taufiiq.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kateterisasi perkemihan adalah tindakan memasukkan selang karet atau


plasrtik, melalui uretra atau kandung kemih dan dalam kateterisasi ada dua
jenis kateterisasi yaitu menetap dan intermiten, sedangkan alat untuk
kateterisasi dinamakan selang kateter, selang kateter adalah alat yang
berbentuk pipa yang terbuat dari karet, plastik, metal woven slik dan silikon
yang fungsi dari alat kateter tersebut ialah memasukkan atau mengeluarkan
cairan. Kandung kemih adalah sebuah kantong yang berfungsi untuk
menyimpan atau menampung airseni yang berubah-ubah jumlahnya yang
dialirkan oleh sepasang ureter dari sepasang ginjal. Pemasangan kateter
adalah pemaukkan selang yang terbuat dari plastik atau karet  melalui uretra
menuju kandung kemih (vesika urinaria) Islam membolehkan hal-hal yang
makruh dan yang haram bila berhadapan dengan hajat dan darurat. Dengan
demikian pemasangan kateter untuk menyelamatkan seorang pasien
dibolehkan karena hajat dan keadaan darurat.
Namun jika seseorang tidak dapat melaksanakan sholat bukan karena tidak
mampu berdiri, tetapi ada penghalang terhadap keabsahan sholat karena
tubuhnya bersambung dengan benda najis, sebagaimana pasien yang lobang
alat vitalnya dipasang selang air seni atau bagian tubuhnya dipasang selang
untuk trasfusi darah, maka orang tersebut sudah masuk katagori sedang
menghadapi situasi dharurat, yang membolehkan dia melakukan shalat
Lihurmatil Waqti, karena kalau diwajibkan melepas selang setiap hendak
melakukan shalat, maka ada kesulitan untuk melakukannya. Dan jika nanti dia
sudah sembuh dan selang seni sudah dilepas maka dia wajib mengulang (
‫)اعادة‬ atau meng-qodlo’ shalat telah dilakukan dengan cara Lihurmatil Waqti.

B. Saran
Dalam melakukan proses kateterisasi diharapkan masyarakat yang
beragama Islam dapat mengetahui kaidah-kaidah yang ada dalam syariat
islam. Memperhatikan kondisi badan saat akan melakukan pemasangan
kateter
DAFTAR PUSTAKA

http://chatheternursing.blogspot.com/p/blog-page.html

http://bahrulmaghfiroh99.blogspot.com/2013/09/permasalahan-aurat-ketika-
memasang.html

http://portalsatu.com/read/oase/-1982

https://www.atsar.id/2015/05/cara-shalat-pasien-yang-menggunakan-urine-
bag.html

    

Anda mungkin juga menyukai