Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN SKENARIO A BLOK XIV

“KEDOKTERAN JIWA DAN FUNGSI LUHUR”

KELOMPOK 1
Dosen Pembimbing : dr. Liza Chairani, Sp.A., M. Kes

Clara Claudio Zeplin 702017034


Ahmad Muchlisin 702018003
Medalion Belano 702018016
Shinta Kusuma Putri 702018044
Camelia Panache 702018046
Sabrina Dwi Annisa 702018061
Dinda Nafatilana 702018068
Coni Barokah 702018091
Mona Regita Utami 702018095
Selvi Triami 702015096

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul
“Laporan Tutorial Kasus Skenario A Blok XIV” sebagai tugas kompetensi
kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi
besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada:
1. dr. Liza Chairani, Sp.A., M. Kes selaku Tutor kelompok 1.
2. Semua pihak yang membantu penulis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan
tutorial ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita
selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 23 September 2020

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................. iii
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................ 1
BAB II : Pembahasan
2.1 Data Tutorial .......................................................................... 3
2.2 Skenario Kasus ........................................................................ 3
2.3 Klarifikasi Istilah ..................................................................... 4
2.4 Identifikasi Masalah ................................................................ 5
2.5 Prioritas Masalah ...................................................................... 7
2.6 Analisis & Sintesis Masalah....................................................... 7
2.7 Kesimpulan ............................................................................... 48
2.8 Kerangka Konsep ....................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………. 50
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu strategi pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) ini adalah Tutorial. Tutorial merupakan pengimplementasian dari metode
Problem Based Learning (PBL). Dalam tutorial mahasiswa dibagi dalam
kelompok-kelompok kecil dan setiap kelompok dibimbing oleh seorang tutor/dosen
sebagai fasilitator untuk memecahkan kasus yang ada.
Pada blok XIV yaitu Kedokteran Jiwa dan Fungsi Luhur dilaksanakan
tutorial studi kasus skenario yang memaparkan Ny.Bella, 36 tahun, seorang ibu
rumah tangga, diantar oleh suaminya ke Rumah Sakit dengan keluhan susah
konsentrasi, berdebar-debar dan sering berkeringat dingin tanpa sebab yang jelas.
Satu tahun yang lalu Ny.Bella mengeluh kepalanya terasa pusing, tegang yang
berkepanjangan, berkeringat, gelisah, mudah tersinggung, merasa mudah lelah,
gemetaran dan nyeri ulu hati. Ny.Bella juga mengkhawatirkan dirinya atau
keluarganya akan menderita sakit atau kecelakaan dalam waktu dekat. Khawatir
tentang masa depannya dan keluarganya akan bernasib buruk, perasaan gelisah
seperti diujung tanduk. Ny.Bella juga mengalami gangguan tidur seperti susah
untuk memulai tidur. Keluhan tersebut terjadi hampir sepanjang hari. Kemudian
Ny.Bella sudah berobat ke beberapa dokter tetapi belum ada perbaikan sama sekali.
Karena kekhawatiran dan perasaan yang kurang menyenangkan tersebut membuat
ia mulai menarik diri dari pergaulan. Pada autoanamnesis pasien kelihatan gelisah,
raut muka tampak tegang, sewaktu bersalaman telapak tangan terasa dingin, dan
sulit untuk menjawab pertanyaan. Jawaban hanya sepatah dua kata saja masih dapat
dimengerti, kadang menolak untuk bicara sama sekali. Tidak ada gejala-gejala
psikopatologi, cukup realistik.Terdapat riwayat perkawinan yang baik, riwayat
gangguan cemas dalam keluarga tidak diketahui, dan premorbid terdapat ciri
kepribadian menghindar. GAF scale sekitar 60-51 saat pemeriksaan.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
2. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Liza Chairani Sp.A., M.Kes
Moderator : Dinda Nafatilana
Sekretaris Meja : Mona Regita Utami
Sekretaris Papan : Camelia Panache
Waktu : Senin, 21 September 2020
Pukul 08.00 – 11.00 WIB
Rabu, 23 September 2020
Pukul 08.00 – 11.00 WIB

Peraturan Tutorial:
1. Saling menghormati antar sesama peserta tutorial.
2. Menggunakan komunikasi yang baik dan tepat.
3. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan pendapat.
4. Tidak mengaktifkan alat komunikasi selama proses tutorial berlangsung.
5. Tepat waktu.

2.2 Skenario
“Debaran di Dada”
Ny. Bella, 36 tahun, seorang ibu rumah tangga, diantar oleh suaminya ke
Rumah Sakit dengan keluhan susah konsentrasi, berdebar-debar dan sering
berkeringat dingin tanpa sebab yang jelas. Satu tahun yang lalu Ny. Bella mengeluh
kepalanya terasa pusing, tegang yang berkepanjangan, berkeringat, gelisah, mudah
tersinggung, merasa mudah lelah, gemetaran dan nyeri ulu hati. Ny. Bella juga
mengkhawatirkan dirinya atau keluarganya akan menderita sakit atau kecelakaan
dalam waktu dekat. Khawatir tentang masa depannya dan keluarganya akan
bernasib buruk, perasaan gelisah seperti diujung tanduk. Ny. Bella juga mengalami
gangguan tidur seperti susah untuk memulai tidur. Keluhan tersebut terjadi hampir
sepanjang hari. Kemudian Ny. Bella sudah berobat ke beberapa dokter tetapi belum
ada perbaikan sama sekali. Karena kekhawatiran dan perasaan yang kurang
menyenangkan tersebut membuat ia mulai menarik diri dari pergaulan.
Pada autoanamnesis pasien kelihatan gelisah, raut muka tampak tegang,
sewaktu bersalaman telapak tangan terasa dingin, dan sulit untuk menjawab
pertanyaan. Jawaban hanya sepatah dua kata saja masih dapat dimengerti, kadang
menolak untuk bicara sama sekali. Tidak ada gejala-gejala psikopatologi, cukup
realistik.
Terdapat riwayat perkawinan yang baik, riwayat gangguan cemas dalam
keluarga tidak diketahui, dan premorbid terdapat ciri kepribadian menghindar. GAF
scale sekitar 60-51 saat pemeriksaan.
Pemeriksaan fisik
Kesadaran: Compos mentis
Tanda vital: TD 120/80 mmHg, Nadi 98x/menit, RR 24x/menit, suhu 36.8oC.
Kepala: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Spesifik:
Jantung dan paru dalam batas normal
Pemeriksaan penunjang: EKG dalam batas normal
Pemeriksaan Psikiatrik:
- Roman muka: tampak cemas, tegang
- Kontak: ada/kurang adekuat
- Perhatian: mudah beralih
- Persepsi: halusinasi dan ilusi tidak ada
- Pikiran: bentuk Pikiran realistic, jalan Pikiran koheren, isi pikiran waham
tidak ada
- Emosi: hipertimi
- Tingkah laku: gelisah
- Bicara: tegang
- Kemampuan menilai realita (RTA): baik/tidak terganggu

2.3 Klarifikasi Istilah


1. Konsentrasi : Pemusatan perhatian atau pikiran pada suatu hal (KBBI,
2015)
2. Gelisah : Perasaan cemas, was-was dan selalu merasa khawatir (KBBI,
2011)
3. Psikopatologi : Aktivitas mental atau perilaku maladaptif abnormal
(DORLAND, 2015)
4. Premorbid : Terjadi sebelum berkembangnya penyakit (DORLAND,
2015)
5. GAF scale : GAF scale atau Global Assesment Of Functioning adalah scala
numerik yang digunakan untuk menilai secara subjektif fungsi sosial,
pekerjaan, dan psikologis individu
6. Khawatir : Takut terhadap sesuatu yang belum terjadi atau belum diketahui
secara pasti (KBBI, 2015)
7. Berkeringat dingin : Suatu kondisi yang tidak normal, yang ditandai keluar
keringat dan tubuh merasa kedinginan
8. Hipertimi : Emosionalisme yang berlebihan (DORLAND, 2015)
9. Halusinasi : Persepsi sensorik atau penglihatan, sentuhan, pendengaran,
pengecapan tanpa adanya stimulus internal (KBBI, 2015)
10. Waham : Keyakinan atau pikiran yang salah karena bertentangan dengan
dunia nyata serta dibangun atas unsur kelogikaan (KBBI, 2015)
11. Persepsi : Tanggapan atau penerimaan langsung dari sesuatu (KBBI, 2015)
12. Koheren : Berhubungan atau bersangkut paut (KBBI, 2011)
13. Ilusi : Kesan mental akibat kesalahan penafsiran kejadian yang sebenarnya
14. Berdebar-debar : Denyut jantung yang tidak teratur bersifat subjektif
15. Emosi : Keadaan perasaan yang meluap dan berkembang lalu surut dalam
waktu singkat (KBBI, 2015)

2.4 Identifikasi Masalah


1. Ny.Bella, 36 tahun, seorang ibu rumah tangga, diantar oleh suaminya ke
Rumah Sakit dengan keluhan susah konsentrasi, berdebar-debar dan sering
berkeringat dingin tanpa sebab yang jelas.
2. Satu tahun yang lalu Ny.Bella mengeluh kepalanya terasa pusing, tegang
yang berkepanjangan, berkeringat, gelisah, mudah tersinggung, merasa
mudah lelah, gemetaran dan nyeri ulu hati. Ny.Bella juga mengkhawatirkan
dirinya atau keluarganya akan menderita sakit atau kecelakaan dalam waktu
dekat. Khawatir tentang masa depannya dan keluarganya akan bernasib
buruk, perasaan gelisah seperti diujung tanduk. Ny.Bella juga mengalami
gangguan tidur seperti susah untuk memulai tidur. Keluhan tersebut terjadi
hampir sepanjang hari.
3. Kemudian Ny.Bella sudah berobat ke beberapa dokter tetapi belum ada
perbaikan sama sekali. Karena kekhawatiran dan perasaan yang kurang
menyenangkan tersebut membuat ia mulai menarik diri dari pergaulan.
4. Pada autoanamnesis pasien kelihatan gelisah, raut muka tampak tegang,
sewaktu bersalaman telapak tangan terasa dingin, dan sulit untuk menjawab
pertanyaan. Jawaban hanya sepatah dua kata saja masih dapat dimengerti,
kadang menolak untuk bicara sama sekali. Tidak ada gejala-gejala
psikopatologi, cukup realistik.
5. Terdapat riwayat perkawinan yang baik, riwayat gangguan cemas dalam
keluarga tidak diketahui, dan premorbid terdapat ciri kepribadian
menghindar. GAF scale sekitar 60-51 saat pemeriksaan.
6. Pemeriksaan fisik
Kesadaran: Compos mentis
Tanda vital: TD 120/80 mmHg, Nadi 98x/menit, RR 24x/menit, suhu
36.8oC.
Kepala: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Spesifik:
Jantung dan paru dalam batas normal
Pemeriksaan penunjang: EKG dalam batas normal
Pemeriksaan Psikiatrik:
- Roman muka: tampak cemas, tegang
- Kontak: ada/kurang adekuat
- Perhatian: mudah beralih
- Persepsi: halusinasi dan ilusi tidak ada
- Pikiran: bentuk Pikiran realistic, jalan Pikiran koheren, isi pikiran waham
tidak ada
- Emosi: hipertimi
- Tingkah laku: gelisah
- Bicara: tegang
- Kemampuan menilai realita (RTA): baik/tidak terganggu

2.5 Prioritas Masalah


Identifikasi masalah no 1.
Alasan : Karena merupakan keluhan utama, apabila tidak di tatalaksana dapat
menganggu aktivitas dan menimbulkan komplikasi lain.

2.6 Analisis Masalah


1. Ny.Bella, 36 tahun, seorang ibu rumah tangga, diantar oleh suaminya ke
Rumah Sakit dengan keluhan susah konsentrasi, berdebar-debar dan sering
berkeringat dingin tanpa sebab yang jelas.
a. Bagaimana anatomi, fisiologi yang terlibat pada kasus?
Jawab :
NEUROANATOMI
Sistem Saraf
Gambar 1. Sistem Saraf
Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan
sistem saraf tepi (PNS). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan
medula spinalis. Sedangkan sistem saraf tepi terdiri dari neuron
aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf
autonom. (Snell, 2012)
SSP (sistem saraf pusat) dilindungi oleh tulang tengkorak
dan tulang belakang, SSP juga dilindungi oleh suspensi dalam cairan
serebrospinal yang di produksi oleh ventrikel otak. SSP juga diliputi
oleh tiga lapis jaringan yang disebut sebagai meninges (duramater,
araknoid, pia mater). (Snell, 2012)
Otak dibagi menjadi otak depan, otak tengah dan otaka
belakang berdasarkan perkembangan embriologik. Otak dibagi lagi
berdasarkan susunan anatomi otak dewasa yang terdiri dari
telensefalon, diensefalon, mesensefalon, metensefalon, dan
mielensefalon. (Snell, 2012)

Gambar 2. Medula Spinalis


Medula spinalis merupakan struktur yang memanjang dari
medula oblongata melalui foramen magnum dan terus kebawah
setinggi L1 pada orang dewasa. Medula spinalis terbagi menjadi 31
segmen. Segmen-segmen tersebut diberi nama sesuai vertebra
tempat keluarnya radiks saraf yang bersangkutan. Sehingga dibagi
menjadi servikal, torakal, lumbal, dan sakral. (Snell, 2012)
Sistem Limbik

Gambar 3. Sistem Limbik


Sumber : Snell, 2012

Gambar 4. Sistem Limbik


Sistem limbik merupakan sekelompok struktur yang terletak
di area perbatasan antara cortex serebri dan hypothalamus yang
berfungsi untuk mengendalikan emosi, perilaku, dorongan /
motivasi serta memori (Snell, 2012).
Secara anatomi, struktur limbic meliputi gyrus subcallosus,
gyrus cinguli, gyrus parahippocampalis, formation hippocampi,
nucleus amygdaloid, corpus mammillare, dan nucleus anterior
thalami. Alveus, fimbria, fornix, tractor mammillothalamicus, serta
stria terminalis merupakan jaras-jaras penghubung system limbik.
Di bagian tengah struktur-struktur ini terletak hipothalamus yang
sangat kecil, yang bila dipandang dari segi fisiologis merupakan
salah satu elemen pusat sistem limbik. (Snell, 2012).
1. Hipotalamus
Hipotalamus mempunyai jaras komunikasi dua arah yang
berhubungan dengna semua tingkatan sistem limbik. Berbagai
mekanisme hipotalamik untuk pengaturan beragam fungsi tubuh
bersifat sangat penting, beberapa diantaranya adalah membantu
mengatur tekanan arteri, rasa haus dan penyimpanan air,
pengaturan suhu dan pengaturan endokrin.
Hipotalamus terbagi atas:
• Hipotalamus anterior merupakan pusat yang mengatur rasa
haus , aktifitas seksual yg di aktifasi oleh hormon seks , dan
keringat yang disebabkan panas.
• Hipotalamus posterior merupakan pusat yang mengatur ketika
kita merasa dingin dan mencium bau.
• Hipotalamus lateral merupakan pusat yang mengatur rasa
lapar, respon ketika kita merasa takut atau berani. Di bagian
hipotalamus inilah terdapat banyak neuron yang berhubungan
langsung dengan bagian inti sel hipotalamus tengah.
• Hipotalamus ventral berfungsi mensintesis beberapa hormon
untuk dikirim ke bagian tonjolan akson yang akan dilepaskan
ke dalam darah dan disampaikan di hipofisis anterior.
• Hipotalamus Ventromedial merupakan pusat yang mengatur
ketika kita merasa kenyang.
2. Thalamus
Thalamus terdiri dari sejumlah pusat syaraf dan berfungsi
sebagai pusat penerimaan untuk sensor data dan sinyal-sinyal
motorik.Contohnya adalah masuknya informasi ke talamus dari
mata, telinga dan organ panca indra lainnya akan mengirim
isyarat ke talamus yang kemudian dihantarkan ke wilayah
neokorteks (otak rasional) yang akan memproses penderita
tersebut.
Saluran neuron dari talamus ke neokorteks adalah saluran
yang besar dan panjang (jauh), kajian neurologi mendapati
hadirnya gumpalan saluran neuron yang lebih halus (kecil dan
pendek) yang menghubungkan talamus ke wilayah amigdala.
Isyarat ini oleh amigdala memberi reaksi atau respon emosi.
Isyarat ke dua dari talamus di salurkan ke neokorteks untuk
proses berfikir. Percabangan ini akan menyebabkan Amigdala
(emosi) akan bertindak lebih cepat sebelum Neokorteks (sempat
berfikir). Maka ini menjelaskan mengapa ada saatnya emosi
bertindak lebih cepat sebelum otak rasional sempat berfikir.
3. Hipokampus
Hipokampus merupakan bagian korteks serebri yang
memanjang, melipat ke dalam untuk membentuk lebih banyak
bagian dalam ventrikel lateralis. Salah satu ujung hipokampus
berbatasan dengan nuklei amigdaloid, serta sepanjang perbatasan
lateralnya bersatu dengan girus parahipokampal, yang merupakan
korteks serebri pada permukaan luar ventromedial lobus
temporalis (Guyton, 2008).
Hippocampus berfungsi sebagai kegiatan mengingat dan
navigurasi ruangan. hippocampus juga bertanggung jawab untuk
menyimpan kenangan, biasanya bagian ini akan mengalami
atrophy rata-rata pada usia 55-60 tahun.
4. Amigdala
Amigdala Berfungsi dalam pengolahan data sensorik dan
ingatan atas emosi. Tubuh akan bereaksi menggunakan amigdala
sebagai pusat emosi lebih cepat daripada tubuh menyadari apa
yang dilakukannya. Emosi yang ditangkap oleh amigdala akan
dirasionalisasikan oleh salah satu komponen dari system limbic
yang lain yang dinamakan korteks prefrontal. Ketika amigdala
mengontrol emosi, korteks prefrontal mengendalikannya dalam
proporsi seimbang.
Amigdala maupun Hipotalamus (yang juga menerima sinyal
dari amigdala) memiliki fungsi ganda yang saling berlawanan,
artinya perubahan yang akan dihasilkan dari perangsangan ini
dapat memicu kompoen pembentuk stres maupun juga komponen
pembentuk ketentraman jiwa. Komponen perilaku ini berada
pada nucleus-nukleus berbeda sehingga pemunculannya pun
tergantung pada bagian mana yang mengalami perangsangan.
Jika emosi timbul, hal ini akan terjadi umpan balik dimana
rangsangan ini akan terjadi ppeningkatan keresahan sehingga
situasi panic yang akhirnya akan timbul. Karena rangsangan ini
terjadi pengembalian melalui hipotalamus ke system limbik
kemudian ke korteks prefrontal. Di korteks prefrontal akan terjadi
peningkatan kadar katekolamin (sekelompok hormone yang
memiliki gugus kotekol yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal
dalam menanggapi stress (University of California, San
Diego,Health Library)) sehingga membuat orang yang sedang
emosi tidak terkendali secara keseluruhan termasuk tidak
terkontrol dalam perbuatan (Guyton, 2008).
NEUROTRANSMITER

Tabel 1. Contoh Neurotransmiter Utama dan Neuromodulator di Sinaps


Neuromediator Fungsi Meekanisme Mekanisme Lokasi
reseptor Ionik
Naeurontransmiter
utama
Asetilkolin, Eksitasi Reseptor Membuka Sensorik
L-glutamat cepat saluran ion saluran utama dan
GABA kation sistem
Inhibisi Membuka motorik
cepat saluran
anion Cl
Neuromodulator
Asetilkolin, Modulasi Reseptor G- Membuka Sistem-
serotonin, histamin, dan protein- atau sistem yang
adenosin modifikasi coupled menutup mengontrol
aktivitas saluran- homeostasis.
saluran K+
atau Ca2+
Sumber: Snell, Richard S. 2012. Neuroanatomi Klinik. Edisi 7. Jakarta: EGC.
Hal 53.

Ada tiga neurotransmiter utama yang berkaitan dengan kecemasan


berdasarkan penelitian pada binatang dan respon terhadap terapi
obat, yaitu:
a. Norepinefrin
Gejala-gejala kronik yang dialami oleh pasien dengan
kecemasan, misalnya serangan panik, insomnia, ketakutan, dan
peningkatan aktivitas otonomik, ditandai dengan peningkatan
fungsi noradrenergik. Teori umum tentang peranan epinefrin
dalam gangguan kecemasan adalah bahwa pasien mungkin
memiliki sistem noradrenergik yang tidak teregulasi dengan baik
disertai ledakan aktivitas pada saat-saat tertentu.
b. Serotonin
Penelitian terhadap fungsi 5-hydroxytryptamine (5-HT)
dalam gangguan kecemasan memberikan hasil yang berbeda-
beda sehingga pola abnormalitasnya belum dapat dijelaskan.
c. Gamma-aminobutyric acid (GABA)
Peranan GABA dalam gangguan kecemasan didukung kuat
oleh efikasi benzodiazepin yang tidak diragukan lagi dalam
mengatasi gangguan kecemasan. Obat-obatan tersebut
meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA tipe A. Para
peneliti berhipotesis bahwa beberapa pasien dengan gangguan
kecemasan memiliki reseptor GABA tipe A yang abnormal,
meskipun hubungan langsung di antara keduanya belum dapat
dijelaskan (Elvira, S. D. 2010)

b. Apa makna Ny.Bella, 36 tahun, seorang ibu rumah tangga, diantar


oleh suaminya ke Rumah Sakit dengan keluhan susah konsentrasi,
berdebar-debar dan sering berkeringat dingin tanpa sebab yang
jelas?
Jawab :
Makna dari keluhan susah konsentrasi, berdebar-debar dan sering
berkeringat dingin tanpa sebab yang jelas adalah adanya gejala-
gejala dari gangguan kecemasan dan adanya hiperaktivitas saraf
otonom (Kaplan & Sadock, 2010).
Maknanya Ny. bela mengalami gangguan anxietas.
Dimana berdasarakan PPDGJ III gejala dari gangguan cemas
menyeluruh yakni sebagai berikut :
Kecemasan (kekhawatiran akan nasib nuruk, merasa seperti diujung
tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb).
Ketegangan motorik (gelisah sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai).
Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb)

c. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin dan pekerjaan pada kasus?


Jawab :
Usia : hampir 50 % diantara usia 20-50 tahun
Jenis Kelamin : perempuan dua kali lipat lebih besar dibanding laki-
laki. Diduga adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan,
perbedaan stresor psikososial antara laki-laki dan perempuan, dan
model perilaku (Kaplan & Sadock, 2010).
Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah kira kira 2:1,
usia onset sukar untuk ditentukan, karena sebagian besar pasien
melaporkan bahwa mereka mengalami kecemasan selama yang
dapat mereka ingat. Pasien biasanya datang untuk mendapatkan
perawatan dokter pada usia 20 tahunan, walaupun kontak pertama
dengan klinisi dapat terjadi pada hampir setiap usia.
Angka prevalensi untuk gangguan anxietas menyeluruh 3-
8% , dengan prevalensi pada wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio
antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Onset penyakit biasanya
muncul pada usia pertengahan hingga dewasa akhir, dengan insidens
yang cukup tinggi pada usia 35-45 tahun. GAD merupakan
gangguan kecemasan yang paling sering ditemukan pada usia tua
(American Psychiatric Assosiation, 2010).

d. Apa saja etiologi keluhan utama ?


Jawab :
Etiologi dari gangguan kecemsan yaitu stress, kondisi fisik
seperti diabetes atau penyakit penyerta lainnya seperti depresi,
genetik, berhubungan dengan gangguan kecemasa, faktor
lingkungan (Munir et al, 2019)
Stress psikis yang menyebabkan adanya respon dari sistem
neurotransmitter dan sistem endokrin berupa aktivasi sistem
noradrenergik di otak, tepatnya di locus ceroleus, menyebabkan
pelepasan katekolamin dari sistem saraf otonom. Epinefrin dan
norepinefrin akan berpengaruh terhadap sistem kardiovaskular,
sistem metabolik, dan saraf simpatik (Sherwood, 2014).
Pada sistem endokrin, dalam keadaan stress CRH akan
mengaktifkan ACTH yang merangsang pembuatan dan pelepasan
glukokortikoid di korteks adrenal. Glukokortikoid yaitu kortisol
mempunyai efek berupa peningkatan aktifitas metabolik dan
mempunyai efek permisif terhadap katekolamin. Hal ini lah yang
menyebabkan terjadinya keluhan berdebar debar dan berkeringat
dingin tanpa sebab yang jelas (Sherwood, 2014).
• Jantung berdebar-debar dan kedua telapak tangan dan kaki
berkeringat dingin
- Gangguan hormone
- Gangguan metabolism
- Gangguan kecemasan (anxietas)
- Depresi
- Penyakit hipertiroid (Sudoyo, 2009)
• Susah berkonsentrasi
- Kelelahan
- Kondisi dengan beban ansietas dan tegangan yang berlebihan
- Kondisi-kondisi depresi
- Penyalahgunaan alkohol, kopi, obat perangsang
- Ansietas
- Stres
- Gangguan hormon dan irama sirkandian (Sudoyo, 2009)
e. Apa saja kemungkinan penyakit pada kasus?
Jawab :
Gangguan cemas menyeluruh (anxietas), Penyalahgunaan obat
tertentu (amphetamin, caffein), Penghentian obat: alkohol, obat
sedatif hipnotik dan anxiolitika, Gangguan panik, gangguan fobik,
atau gangguan obsesif kompulsif, & gamgguan depresif berat (Idrus,
2016).
Penyakit Gangguan Jiwa: gangguan ansietas, gangguan cemas
akibat penyakit umum.
Penyakit Kardiovaskular: anemia, angina, gagal jantung kongestif,
hipertensi, infark miokardium.
Penyakit Paru: asma, hiperventilasi, embolus paru
Penyakit Neurologis: Epilepsi, penyakit huntington, migrain, tumor
Penyakit Endokrin: hipertiroidisme, sindrom cushing,
hipoparatiroidisme (Kaplan & Sadock, 2010).

f. Bagaimana mekanisme keluhan utama ?


Jawab :
1. Susah berkonsentrasi
Faktor prediposisi (premorbid : cemas menghindar) ® Diterima
oleh hipotalamus ® Pelepasan CRH ® Pelepasan ACTH ®
Dikirim ke korteks adrenal ® Pengeluaran kortisol ®
Penurunan kerja insulin ® Glukosa tidak sampai ke sel ® Sulit
berkonsentrasi (Price, 2013).
Susah berkonsentrasi disebabkan adanya hambatan pada proses
fisiologis berfikir (aspek biologis) dan distorsi persepsi serta
kebingungan (aspek psikis). Kemampuan berpikir atau
konsentrasi dipengaruhi oleh korteks serebri (terutama area
asosiasi prefrontal) dan dipengaruhi oleh system limbik. Area
asosiasi prefrontal penting untuk melakukan proses berpikir
dalam benak pikiran, dibantu oleh area asosiasi limbik, terutama
Hippocampus sebagai pusat memori dan Amygdala sebagai pusat
emosi (Guyton, 2008).

2. Berdebar-debar
Faktor prediposisi (premorbid : cemas menghindar) ® Stress
psikologis ® Tegang psikis ® Respon homonal terhadap stress
® Aktivasi sistem saraf otonom ® Pelepasan hormone dari
medulla adrenal (epinefrin dan norepinefrin) ® Kontraktilitas
jantung ­ ® Aliran darah ­ ® Curah jantung meningkat ®
Tekanan darah ­ ® Jantung berdebar-debar (Price, 2013).
Palpitasi disebabkan oleh peningkatan kerja Sistem Saraf
Otonom (Simpatis). Berdebar-debar menunjukkan respon
kardiovaskular yang diatur oleh Sistem saraf otonom simpatik
(Guyton, 2008)

3. Sering berkeringat dingin


Faktor prediposisi (premorbid : cemas menghindar) ® Stress
psikologis ® Tegang psikis ® Respon homonal terhadap stress
® ­ stimulasi hipotalamus ® ­ pelepasan CRH ® stimulasi
koteks adrenal ® ­ Pelepasan kortisol ® Kadar kortisol tinggi
® Metabolisme ­ ® Suhu tubuh ­ ® Sering berkeringat dingin
(Price, 2013).

g. Bagaimana faktor resiko dari keluhan utama?


Jawab :
Faktor resiko meliputi riwayat keluarga, kejadian yang
menegangkan, khawatir yang berlebihan, overprotektif, wanita yang
tidak menikah atau bekerja, serta kesehatan mental/fisik yang buruk
(Vildayanti,Hilda, dkk. 2018)
1. Faktor Predisposisi
Beberapa teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal
kecemasan.
a. Dalam pandangan psikoanalisis, kecemasan adalah konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, id dan
super ego. Id mewakili dorongan instingdan implus primitif,
sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan
dikendalikan oleh norma budaya.
b. Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari
perasaan takut terhadap ketidak setujuan dan penolakan
interpesonal. kecemasan juga berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang
menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri
rendah sangat rentan mengalami kecemasan yang berat.
c. Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk
frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan
individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori
perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan
yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk
menghindari kepedihan. Ahli teori konflik memandang
kecemasan sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang
berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik
antara konflik dan kecemasan; konflik menimbulkan cemas, dan
cemas menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada
gilirannya meningkatkan konflik yang dirasakan.
d. Kajian keluarga, menunjukan bahwa gangguan kecemasan
biasanya terjadi dalam keluarga.
e. Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung reseptor
khusus yakni benzodiazepin, obat-obatan meningkatkan
neuroregulator inhibisi asam gama-aminobutirat(GABA), yang
berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan
dengan kecemasan. Selain itu, kesehatan umum individu dan
riwayat kecemasan pada keluarga memiliki efek nyata sebagai
perdisposisi kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan
gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan
individu untuk mengatasi stresor.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat berasal dari sumber internal atau
eksternal. Faktor presipitasi dapat dikelompokan dalam dua kategori
yaitu ;
a. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas pisiologi
yang akan terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas,
harga diri,dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu
(Andri, & Yenny, D. P. 2007)

2. Satu tahun yang lalu Ny.Bella mengeluh kepalanya terasa pusing, tegang
yang berkepanjangan, berkeringat, gelisah, mudah tersinggung, merasa
mudah lelah, gemetaran dan nyeri ulu hati. Ny.Bella juga mengkhawatirkan
dirinya atau keluarganya akan menderita sakit atau kecelakaan dalam waktu
dekat. Khawatir tentang masa depannya dan keluarganya akan bernasib
buruk, perasaan gelisah seperti diujung tanduk. Ny.Bella juga mengalami
gangguan tidur seperti susah untuk memulai tidur. Keluhan tersebut terjadi
hampir sepanjang hari.
a. Apa makna satu tahun yang lalu Ny.Bella mengeluh kepalanya
terasa pusing, tegang yang berkepanjangan, berkeringat, gelisah,
mudah tersinggung, merasa mudah lelah, gemetaran dan nyeri ulu
hati?
Jawab :
Maknanya adalah hal tersebut merupakan manifestasi klinis dari
gangguan kecemasan menyeluruh. Dimana manifestasi dari
gangguan cemas menyeluruh yaitu ansietas, ketegangan motorik,
hiperaktivitas otonom dan kesiagaan kognitif. Ketegangan motorik
paling sering tampak sebagai gemetar, gelisah dan sakit kepala.
Hiperaktivitas otonom sering bermanifestasi sebagai napas pendek,
keringat berlebihan, palpitasi dan berbagai gejala gastrointestinal
(Kaplan, 2010).
b. Apa saja macam- macam gangguan cemas?
Jawab :
1) Gangguan Anxietas Menyeluruh
Kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan terhadap
aktivitas atau peristiwa tertentu, yang berlangsung hampir setiap
hari, selama 6 bulan atau lebih.
Gambaran esensial dan gangguan ini adalah adanya anxietas yang
menyeluruh dan menetap (bertahan lama).
Gejala yang menonjol sangat bervariasi, tetapi keluhan tegang yang
berkepanjangan, gemetaran, ketegangan otot, berkeringat, kepala
terasa ringan, palpitasi, pusing kepala dan keluhan epigastrik.
Pedoman Diagnostik: gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal
seperti kecemasan tentang masa depan, ketegangan motorik,
overaktivitas otonomik.
2) Gangguan Panik
Dua kriteria gangguan panik: gangguan panik tanpa
agoraphobia dan gangguan panik dengan agoraphobia kedua
gangguan panik ini harus ada serangan panik.
Gambaran Klinis:
• Serangan panik pertama seringkali spontan
• Ketakutan berlebihan
• Tidak mampu menjelaskan sumber ketakutannya
• Bingung, sulit konsentrasi
• Takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat
Pedoman Diagnostik Agoraphobia:
• Kecemasan berada di dalam suatu tempat
• Menghindar (fobia sosial)

Pedoman Diagnostik Gangguan Panik:


• Sekurangnya satu serangan diikuti satu atau lebih
• Gangguan panik bisa dengan agoraphobia atau tanpa
agoraphobia
3) Gangguan Fobia
Fobia adalah ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan
penghindaran secara sadar terhadap obyek, aktivitas, atau situasi
yang ditakuti. Ada dua jenis fobia, yaitu fobia spesifik, fobia sosial.
Pedoman Diagnostik:
Rasa takut yang jelas, menetap dan berlebihan atau tidak beralasan
4) Gangguan Obsesif-Kompulsif
Obsesif adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa
dihilangkan dan tidak dikehendaki. Kompulsif adalah tingkah-laku
yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki.
Pedoman Diagnosis:
• Pikiran, impuls, yang berulang
• Tidak disebabkan oleh suatu zat atau kondisi medis umum.
5) Gangguan Stres Pasca-Trauma
Trauma bisa berupa trauma peperangan, bencana alam,
penyerangan, pemerkosaan, kecelakaan.
Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari:
§ Pengalaman kembali trauma melalui mimpi dan pikiran
§ Penumpukan responsivitas pada penderita tersebut
Pedoman Diagnostik Stres Pasca trauma:
• Telah terpapar dengan peristiwa traumatik
• Keadaan traumatik secara menetap dialami kembali
• Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan
dengan trauma
• Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lain.
6) Reaksi Stres Akut
Gangguan sementara yang cukup parah, terjadi pada seseorang
tanpa adanya gangguan jiwa lain muncul respons terhadap stres
fisik maupun mental dan biasanya menghilang dalam beberapa jam
atau hari. Stresornya dapat berupa pengalaman traumatik yang luar
biasa.
Pedoman Diagnostik:
- Gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah
- Gejala-gejalanya dapat menghilang dengan cepat
(beberapa jam)
7) Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
Kategori campuran ini harus digunakan bilamana terdapat
gejala anxietas maupun depresi, di mana masing-masing tidak
menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk
menegakkan diaognosis tersendiri (Kaplan & Sadock, 2010).

c. Apa saja etiologi dari keluhan tambahan?


Jawab :
Sebab-sebab utama yang bisa menyebabkan gangguan tidur
termasuk:
• Gaya hidup yang kerap dan tidak teratur.
• Masalah-masalah fisik seperti mengalami kesakitan, masalah
pernafasan, kerap kencing waktu malam.
• Gangguan psikologikal atau penyakit mental contohnya
skizofrenia , kemurungan, kebimbangan , stres dan lain-lain.
• Penyalahgunaan obat dan alcohol.
• Faktor lingkungan seperti terlalu bising, panas atau terang
(Sudoyo, 2009)

d. Bagaimana mekanisme dari keluhan tambahan?


Jawab :
1. Kepala terasa pusing
Faktor prediposisi (premorbid : cemas menghindar) ®
Stress psikologis ® Tegang psikis ® Respon saraf terhadap
stress ® ­ saraf simpatis ® Kepala terasa pusing (Price,
2013)

2. Tegang yang berkepanjangan


Faktor prediposisi (premorbid : cemas menghindar) ®
Stress psikologis ® Tegang psikis ® Respon homonal
terhadap stress ® ­ stimulasi hipotalamus ® ­ pelepasan
CRH ® stimulasi koteks adrenal ® ­ Pelepasan kortisol ®
Neurotransmiter norepinefrin meningkat ® Penurunan
serotonin dan GABA ® Gangguan kognitif dan somatic
ketegangan motoric ® tegang yang berkepanjangan (Price,
2013)

3. Berkeringat
Faktor prediposisi (premorbid : cemas menghindar) ®
Stress psikologis ® Tegang psikis ® Respon homonal
terhadap stress ® ­ stimulasi hipotalamus ® ­ pelepasan
CRH ® stimulasi koteks adrenal ® ­ Pelepasan kortisol ®
Kadar kortisol tinggi ® Metabolisme basal ­ ® Suhu tubuh
­ ® Sering berkeringat dingin (Price, 2013).

4. Gelisah dan mudah tersinggung


Faktor prediposisi (premorbid : cemas menghindar) ®
Stress psikologis ® Tegang psikis ® Respon saraf terhadap
stress ® ­ saraf simpatis ® Peningkatan noreepinefrin ®
Mudah tersinggung dan gelisah (Price, 2013)

5. Merasa mudah lelah


Faktor prediposisi (premorbid : cemas menghindar) ®
Stress psikologis ® Tegang psikis ® Respon homonal
terhadap stress ® ­ stimulasi hipotalamus ® ­ pelepasan
CRH ® stimulasi koteks adrenal ® ­ Pelepasan kortisol ®
Penurunan kerja insulin ® Glukosa tidak sampai ke sel ®
ATP tidak terbentuk ® Tubuh kekurangan energi ® Mudah
lelah

6. Gemetaran
Faktor prediposisi (premorbid : cemas menghindar) ®
Stress psikologis ® Tegang psikis ® Respon homonal
terhadap stress ® ­ stimulasi hipotalamus ® ­ pelepasan
CRH ® stimulasi koteks adrenal ® ­ Pelepasan kortisol ®
Kadar kortisol tinggi ® umpan balik negatif yang
dihantarkan ke hipotalamus → sinyal diteruskan ke amigdala
→ memperkuat stress → merangsang hipotalamus bagian
anterior melepaskan TRH (Thirotropic Releasing Hormone)
→ stimulasi kelenjar hipofisis anterior untuk melepaskan
TTH (Thirotropic Hormone) → stimulasi kelenjar tiroid
untuk mensekresikan hormon tiroksin → peningkatan
eksitabilitas neuromuskular → Gemetaran (Price, 2013).

7. Nyeri ulu hati


Faktor prediposisi (premorbid : cemas menghindar) ®
Stress psikologis ® Tegang psikis ® Respon homonal
terhadap stress ® ­ stimulasi hipotalamus ® ­ pelepasan
CRH ® stimulasi koteks adrenal ® ­ Pelepasan kortisol ®
Kadar kortisol tinggi ® Stimulasi mukosa lambung ® ­
sekresi HCL ® Nyeri ulu hati (Price, 2013)

e. Apa makna Ny.Bella juga mengkhawatirkan dirinya atau


keluarganya akan menderita sakit atau kecelakaan dalam waktu
dekat. Khawatir tentang masa depannya dan keluarganya akan
bernasib buruk, perasaan gelisah seperti diujung tanduk?
Jawab :
Makna Ny. Bella juga megkhawatirkan dirinya atau keluarganya
akan menderita sakit atau kecelakaan dalam waktu dekat. Khawatir
tentang masa depannya dan keluarganya bernasib buruk, perasaan
gelisah seperti diujung tanduk adalah merupakan kecemasan masa
depan, yang merupakan gejala dari gangguan kecemasan
menyeluruh (Kaplan, 2010).

f. Apa makna Ny.Bella juga mengalami gangguan tidur seperti susah


untuk memulai tidur. Keluhan tersebut terjadi hampir sepanjang
hari?
Jawab :
Maknanya ny. Bella mengalami insomnia. Insomnia merupakan
suatu kondisi yang dicirikan dengan adanya gangguan dalam
jumlah, kualitas atau waktu tidur pada seorang individu (Nurdin,
dkk, 2018).
Keluhan sepanjang hari :
Maknanya bahwa keluhan tersebut merupakan insomnia dan
termasuk ke jenis insomnia inisial. Hal ini sering disebut sebagai
gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam
konteks situasional depresi akut atau ansietas. Insomnia ini dapat
menimbulkan efek yaitu lebih cepat marah, tidak sabar, gelisah dan
depresi (Nurdin, dkk, 2018).
Makna Ny. Bellasusah tiduradalah gejala dari GAD.Pada GAD,
gejala utamanya adalah Anxietas, ketegangan motorik,
hiperaktivitas otonom, dan kewaspadaan secara kognitif. Pada
kasus, kewaspadaan secara kognitif berupa rasa takut dan tidur
terganggu yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa
minggu sampai bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada
keadaan situasi khusus tertentu saja (free floating atau
mengambang) (Maslim R. 2019).

g. Apa saja jenis gangguan tidur?


Jawab :
Macam-macam gangguan tidur, yaitu:
1. Insomnia adalah kesulitan memulai atau mempertahankan tidur.
Gangguan ini merupakan keluhan tidur yang paling lazim ditemui
dan dapat bersifat sementara atau menetap. Suatu periode singkat
insomnia paling sering disebabkan ansietas, baik sebagai gejala
sisa suatu pengalaman yang mencemaskan atau antisipasi
pengalaman yang mencetuskan ansietas.
2. Hipersomnia tampak sebagai tidur yang berlebihan, rasa
mengantuk (somnolen) di siang hari yang berlebihan, atau
kadang-kadang keduanya.
3. Parasomnia merupakan fenomena yang tidak diinginkan atau
yang tidak biasa yang terjadi tiba-tiba saat tidur atau terjadi pada
ambang antara bangun dan tidur.
4. Gangguan jadwal tidur-bangun, melibatkan pergeseran tidur dari
periode sirkardian yang diinginkan.pasien lazimnya tidak dapat
tidur ketika mereka ingin tidur, meskipun mereka bisa tidur pada
waktu lain (Kaplan, 2010).
h. Bagaimana perbedaan tidur pada orang dengan gangguan cemas dan
tidur pada orang dengan gangguan depresi?
Jawab :
Insomnia dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Initial insomnia yaitu gangguan tidur pada saat memasuki tidur
atau kesulitan untuk memulai tidur.
b. Middle insomnia merupakan gejala insomnia dengan karakteristik
sering terbangun ditengah malam dan sulit untuk tidur lagi.
c. Late insomnia merupakan keadaan dimana seseorang sering
mengalami angguan tidur saat bangun pagi atau terbangun terlalu
pagi.
Pada orang dengan gangguan cemas biasanya menunjukkan
intial insomnia dan middle insomnia. Sedangkan pada orang dengan
gangguan depresi biasanya menunjukkan late insomnia (Sari, 2014).

i. Apa hubungan keluhan 1 tahun yang lalu dengan keluhan yang


sekarang?
Jawab :
keluhan keluhan tersebut merupakan gejala dari gangguan ansietas
menyeluruh. Dimana gejala utama gangguan ansietas menyeluruh
adalah ansietas ketegangan motoric, hiperaktivitas otonom dan
kesiagaan kognitif. Ansietasnya berlebihan dan mengganggu aspek
kehidupan lain. Ketegangan motorik paling sering tampak sebagai
gemetar, gelisah dan sakit kepala. Hiperaktivitas otonom sering
bermanifestasi sebagai nafas pendek, keringat berlebihan, palpitasi
dan berbagai gejala gastrointestinal. Kesiagaan kognitif terlihat
dengan adanya iritabilitas dan mudahnya pasien merasa terkejut
(Sadock & Virginia, 2016).
3. Kemudian Ny.Bella sudah berobat ke beberapa dokter tetapi belum ada
perbaikan sama sekali. Karena kekhawatiran dan perasaan yang kurang
menyenangkan tersebut membuat ia mulai menarik diri dari pergaulan.
a. Apa makna Ny.Bella sudah berobat ke beberapa dokter tetapi belum
ada perbaikan sama sekali?
Jawab :
Maknanya Ny. Bella melakukan “Doctor Shopping” untuk
menghilangkan kecemasannya. Bila penderita depresi dan gangguan
kecemasan tidak mendapat pertolongan segera dan secara tepat,
maka pasien menjadi “Doctor Shopping”, berpindah dari satu dokter
kedokter yang lain, mulai dari dokter umum sampai dokter spesialis.
Belum ada perbaikan dikarenakan keluhan-keluhan yang di alami
Ny. Bella ini tidak spesifik pada GAD sehingga kemungkinan,
selama ini dokter yang didatangi Ny. Bella tidak mendiagnosis GAD
sehingga Ny. Bella tidak mendapatkan tatalaksana yang sesuai
dengan tatalaksana GAD.

b. Apa saja kemungkinan obat yang diberikan oleh dokter kepada Ny.
Bella?
Jawab :
Kemungkinan obat yang diberikan oleh dokter kepada ny. Bella
adalah obat yang hanya mengurangi gejala simptomatisnya saja.

c. Apa makna karena kekhawatiran dan perasaan yang kurang


menyenangkan tersebut membuat ia mulai menarik diri dari
pergaulan?
Jawab :
Maknanya hal tersebut merupakan karakteristik dari kepribadian
menghindar dan gejala kognitif dari kecemasan. Hal tersebut
dikarenakan mereka beranggapan bahwa berinteraksi dengan orang
lain tidak perlu atau tidak begitu penting, dan tidak menarik sama
sekali. Penghindaran tersebut dapat disebabkan adanya rasa takut
akan diejek, menjadi bahan tertawaan, memalukan, ditolak atau
tidak disukai oleh orang lain. Hal inilah yang menyebabkan ny.
Bella mempunyai rasa kekhawatiran dan perasaan yang kurang
menyenangkan sehingga membuat ia mulai menarik diri dari
pergaulan.

4. Pada autoanamnesis pasien kelihatan gelisah, raut muka tampak tegang,


sewaktu bersalaman telapak tangan terasa dingin, dan sulit untuk menjawab
pertanyaan. Jawaban hanya sepatah dua kata saja masih dapat dimengerti,
kadang menolak untuk bicara sama sekali. Tidak ada gejala-gejala
psikopatologi, cukup realistik.
a. Apa makna pasien kelihatan gelisah, raut muka tampak tegang,
sewaktu bersalaman telapak tangan terasa dingin, dan sulit untuk
menjawab pertanyaan. Jawaban hanya sepatah dua kata saja masih
dapat dimengerti, kadang menolak untuk bicara sama sekali?
Jawab :
Maknanya, tanda dan gejala kelihatan gelisah, raut muka tampak
tegang, sewaktu bersalaman telapak tangan terasa dingin, dan sulit
untuk menjawab pertanyaan yang dialami Ny. Bella merupakan
manifestasi klinis pada GAD/ Gangguan cemas menyeluruh.
Jawaban hanya sepatah dua kata saja masih dapat dimengerti,
kadang menolak untuk berbicara sama sekali maknanya Ny. Bella
termasuk dalam kepribadian menghindar, karena terlalu cemas
sehingga menarik diri dari lingkungan dan tidak bisa berinteraksi
dengan lingkungan sosial

b. Apa makna tidak ada gejala-gejala psikopatologi, cukup realistik?


Jawab :
Makna Ny. Bella tidak ada gejala-gejala psikopatologi adalah Ny.
Bella tidak mengalami gangguan jiwa.
Gangguan jiwa adalah suatu jenis gangguan yang memperlihatkan
gejala klinik yang bermakna yang bisa merupakan sindrom
psikologik atau perilaku yang menimbulkan penderitaan pada orang
yang bersangkutan dan menyebabkan orang tersebut mengalami
gangguan fungsi dalam bidang bio, psiko, sosio dan kulturalnya
(Elvira, 2013).

c. Bagaimana cara penilaian psikopatologi?


Jawab :
1. Kesadaran
• Gangguan kesadaran

• Gangguan perhatian

• Gangguan sugestibilitas

2. Emosi
• Afek

• Mood

• Emosi lain (ansietas, ketakutan, panik, dan lain-lain)

• Gangguan fisiologis yang menyertai gangguan mood


(anoreksia, hiperfagia, insomnia, dan lain-lain)
3. Perilaku motorik (konasi), seperti ekopraksia, rigiditas katatonik,
dan lain-lain.
4. Berpikir
• Gangguan menyeluruh dalam bentuk atau proses pikir

• Gangguan spesifik dalam bentuk pikir

• Gangguan isi pikir spesifik seperti miskin isi, ide berlebihan,

waham, dan lain-lain.


5. Pembicaraan
• Gangguan cara bicara

• Gangguan afasik

6. Persepsi
• Gangguan persepsi
• Gangguan yang berkaitan dengan gangguan kognitif dan

penyakit medis
• Gangguan yang berkaitan dengan konversi dan fenomena

disosiatif
7. Memori
• Gangguan memori seperti amnesia, paramnesia, hipermnesia.

• Tingkatan memori seperti segera, jangka pendek, jangka

menengah, dan jangka panjang.


8. Inteligensi
• Retardasi mental

• Demensia

• Pseudodemensia

• Pemikiran konkret

• Pemikiran abstrak

9. Tilikan
• Tilikan intelektual

• Tilikan sejati

• Tilikan terganggu

10. Daya nilai


• Daya nilai kritis

• Daya nilai otomatis

• Daya nilai terganggu (Kaplan & Sadock, 2010)

5. Terdapat riwayat perkawinan yang baik, riwayat gangguan cemas dalam


keluarga tidak diketahui, dan premorbid terdapat ciri kepribadian
menghindar. GAF scale sekitar 60-51 saat pemeriksaan.
a. Apa makna riwayat perkawinan yang baik, riwayat gangguan cemas
dalam keluarga tidak diketahui, dan premorbid terdapat ciri
kepribadian menghindar?
Jawab :
Maknanya riwayat perkawaninan yang baik, menunjukkan tidak ada
masalah dalam keluarga sehingga stressor bukan berasal dari
riwayat perkawinan. Riwayat kecemasan dalam keluarga tidak
diketahui, menunjukkan ada kemungkinan bahwa didalam keluarga
ada yang menderita gangguan cemas atau sebaliknya tidak ada yang
mengalami gangguan cemas karena gangguan kecemasan bisa
diturunkan secara genetik. Sedangkan Premorbid terdapat ciri
kepribadian menghindar, menunjukkan bahwa sebelum sakit Ny.
Bella memiliki ciri kepribadian menghindar (F60.6 mengalami
gangguan kepribadian cemas (menghindar) (Shadok, 2016).

b. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan GAF scale Ny. Bella?


Jawab :
60–51 : (Beberapa simptom pada taraf sedang, efek datar dan bicara
ngelantur, kadang-kadang serangan panik) ATAU gangguan fungsi
pada taraf sedang dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau sekolah
(misal : tidak punya teman, kehilangan pekerjaan). (Shadok, 2010)

c. Bagaimana pemeriksaan GAF scale?


Jawab :
Global Assessment of Functioning (G.A.F) adalah skala
penentuan dalam menilai derajat kemampuan seseorang (overall
level) yang sudah diakui secara luas. Dengan skala GAF ini kita
dapat mengukur derajat kemampuan fungsi sosial, pekerjaan dan
psikologik. Maka dengan skala itu kita dapat mengetahui:
1) angka tertinggi yang dapat dicapai oleh seseorang penderita
dalam waktu tertentu
2) angka terendah dari seseorang yang tidak mempunyai disfungsi
(angka normal terendah).
Aksis V adalah skala penilaian global terhadap fungsi yang
sering disebut sebagai Global assesment of functioning (GAF).
Pemeriksa mempertimbangkan keseluruhan tingkat fungsional
pasien selama periode waktu tertentu (misalnya saat pemeriksaan,
tingkat fungsional pasien tertinggi untuk sekurangnya 1 bulan
selama 1 tahun terakhir). Fungsional diartikan sebagai kesatuan dari
3 bidang utama yaitu fungsi sosial, fungsi pekerjaan, fungsi
psikologis.
Fungsi berupa skala dengan 100 poin dengan 100
mencerminkan tingkat fungsi tertinggi dalam semua bidang.
Skala GAF mempunyai range dari 0-100, yang setiap kelompok
range tertentu yang menunjukkan gejala atau apa yang terjadi pada
individu atau kelompok.
• 100–91 : Berfungsi secara optimal pada bidang yang
luas,masalah hidup dapa tdiatasi sendiri dengan baik karena
kualitas dirinya positif. Tidak ada symptom.
• 90–81 : (Ada sedikit simptom, mis : sedikit cemas menjelang
ujian),berfungsi secara baik dalam semua bidang kehidupan,
berminat & terlibat dalam berbagai aktivitas, efektif secara sosial,
umumnya merasa puas terhadap hidupnya, masalah tidak lebih
dari permasalahan biasa dalam kehidupan sehari-21 hari (misal:
adu argumentasi dengan anggota keluarga).
• 80–71: (Bila ada simptom merupakan reaksi yang biasa timbul
karena stresor psikososial,misal : sulit konsentrasi setelah adu
argumentasi dalam keluarga), ada sedikit gangguan dalam
kehidupan sosial, pekerjaan atau sekolah (misal : kadang
terlambat mengumpulkan tugas sekolah)
• 70–61 : (Beberapa simptom ringan &menetap, misal : sedih dan
insomnia ringan) ATAU sedikit kesulitan dalam kehidupan
sosial, pekerjaan atau sekolah (misal: kadang berbohong, mencuri
di rumah) tetapi fungsi secara umum cukup baik, mempunyai
hubungan interpersonal yang cukup berarti.
• 60–51 : (Beberapa simptom pada taraf sedang, efek datar dan
bicara ngelantur, kadang-kadang serangan panik) ATAU
gangguan fungsi pada taraf sedang dalam kehidupan sosial,
pekerjaan atau sekolah (misal : tidak punya teman, kehilangan
pekerjaan).
• 50–41 : (Simptom yang serius, misal keinginan untuk bunuh diri,
perilaku obsesif cukup kuat, sering mengutil) ATAU gangguan
yang cukup serius pada fungsi kehidupan sosial, pekerjaan,
sekolah, misal: tidak punya teman, kehilangan pekerjaan).
• 40–31 : (Beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita &
komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi, misal:
bicara tidak logis, tidak bisa dimengerti/tidak relevan,
menyendiri, menolak keluarga,tidak mampu bekerja)
• 30–21 : Disabilitas berat dalam komunikasi & daya nilai, tidak
mampu berfungsi hampir semua bidang
• 20–11 : Bahaya mencederai diri sendiri/mengancam dan
menyakiti orang lain
• 10–1 : secara persisten dan lebih serius membahayakan dirinya
dan orang lain (misal tindakan kekerasan berulang-ulang)
• 0 : Inadequate information (Sadock, 2010).

6. Pemeriksaan fisik
Kesadaran: Compos mentis
Tanda vital: TD 120/80 mmHg, Nadi 98x/menit, RR 24x/menit, suhu
36.8oC.
Kepala: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Spesifik:
Jantung dan paru dalam batas normal
Pemeriksaan penunjang: EKG dalam batas normal
Pemeriksaan Psikiatrik:
- Roman muka: tampak cemas, tegang
- Kontak: ada/kurang adekuat
- Perhatian: mudah beralih
- Persepsi: halusinasi dan ilusi tidak ada
- Pikiran: bentuk Pikiran realistic, jalan Pikiran koheren, isi pikiran waham
tidak ada
- Emosi: hipertimi
- Tingkah laku: gelisah
- Bicara: tegang
- Kemampuan menilai realita (RTA): baik/tidak terganggu
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik?
Jawab :
Normal, dimana hal ini menandakan bahwa pada diagnosis
multiaksial yaitu ada aksis I, aksis II, aksis III, aksis IV, aksis V.
Untuk aksis III yaitu kondisi medis umum dimana pada kasus itu
untuk aksis III tidak adak diagnosis karena hasil pemeriksaan
fisiknya normal.

b. Apa makna pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan fisik


yang bermakna pada Ny. Bella?
Jawab :
Ny. Bella tidak mengalami gangguan/kelainan pada organ tubuhnya,
namun karena pemikirannya dan kecemasan yang berlebihan
membuat dia merasakan gejala-gejala tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa Ny. Bella mengalami suatu gangguan kecemasan (jiwa).
Makna pemeriksaan fisik normal yaitu untuk menentukan diagnosis
aksis III yakni tentang kondisi medic umum. Pada kasus Aksis III :
Tidak ada diagnosis (tidak ditemukan kelainan fisik)

c. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan penunjang dan


pemeriksaan psikiatrik?
Jawab :
Pemeriksaan penunjang : Normal
Pemeriksaan psikiatri :
Pemeriksaan Hasil Interpretasi
Psikiatrik
Roman Muka Tampak cemas, tegang Abnormal, tanda
gangguan cemas
Kontak Ada/kurang adekuat Abnormal, tanda
gangguan cemas
Perhatian Mudah beralih Abnormal, tanda
gangguan cemas
Persepsi Halusinasi dan ilusi Normal
tidak ada
Pikiran Bentuk pikiran realistik, Normal
pikiran koheren, isi
pikiran waham tidak
ada
Emosi Hipertimi Abnormal, tanda
gangguan cemas
Tingkah laku Gelisah Abnormal, tanda
gangguan cemas
Bicara Tegang Tegang Abnormal, tanda
gangguan cemas
Kemampuan RTA Baik/tidak terganggu Normal

d. Bagaimana mekanisme abnormal hasil pemeriksaan psikiatrik?


Jawab :
Faktor prediposisi (premorbid : cemas menghindar) ® Stress
psikologis ® Tegang psikis ® Respon homonal terhadap stress ®
­ stimulasi hipotalamus ® ­ pelepasan CRH ® stimulasi koteks
adrenal ® ­ Pelepasan kortisol ® Neurotransmiter norepinefrin
meningkat ® Penurunan serotonin dan GABA ® Gangguan
kognitif dan somatic ketegangan motorik (Tampak cemas, tegang,
distrakbilitas, hipertimik, gelisah, bicara tegang, kontak kurang
adekuat) (Price, 2013).

7. Bagaimana cara mendiagnosis?


Jawab :
Kriteria Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh menurut DSM IV-TR:
a. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir
setiap hari, sepanjang hari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang
sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas
sekolah).
b. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya.
c. Kecemasan dan kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala
berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi
dibandingkan tidak terjadi selama 6 bulan terakhir).
Catatan: hanya satu nomor yang diperlukan pada anak
1) Kegelisahan
2)Merasa mudah lelah
3) Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
4) Iritabilitas
5) Ketegangan otot
6) Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan
tidak memuaskan)
d. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis
I, misalnya, kecemasan atau ketakutan bukan tentang menderita suatu
suatu serangan panik (seperti pada fobia sosial), terkontaminasi (seperti
pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak
saudara dekat (seperti pada gangguan cemas perpisahan), penambahan
berat badan seperti pada anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik
berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau menderita penyakit
serius (seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan dan kekhawatiran
tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca trauma.
e. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan
yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain.
f. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari
suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis
umum (misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama
suatu gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan
pervasif (Kaplan & Sadock, 2010).
Pada kasus ini cara mendiagnosis dengan menggunakan diagnosis
multiaksial yang terdiri dari 5 aksis:
Aksis I : Gangguan klinis
Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis
Aksis II : Gangguan kepribadian
Reatardasi mental
Aksis III : Kondisi medik umum
Aksis IV : Masalah Psikososial dan lingkungan
Aksis V : Penilaian fungsi secara global

8. Bagaimana diagnosis banding pada kasus?


Jawab :
1) Gangguan kecemasan menyeluruh
Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder)
merupakan salah satu jenis gangguan kecemasan dengan karakteristik
kekhawatiran yang tidak dapat dikuasai dan menetap, biasanya terhadap
hal-hal yang sepele/tidak utama. Individu dengan gangguan cemas
menyeluruh akan terus menerus merasa khawatir tentang hal-ha yang
kecil/sepele.
2) Fobia
Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu yang jelas
(dari luar individu itu sendiri) yang sebenarnya tidak
membahayakannya. Sebagai akibat, obyek atau situasi tersebut akan
dihindarinya atau dihadapi dengan rasa terancam.
3) Gangguan obsesif kompulsif
Obsesif adalah gagasan, bayangan, dan impuls yang timbul di dalam
pikiran secara berulang, sangat mengganggu dan pasien tidak mampu
untuk menghentikannya. Pikiran yang muncul ini biasanya tidak
dikehendaki, menimbulkan penderitaan, menakutkan atau
membahayakan. Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan
tindakan berulang-ulang (kompulsi) untuk menghilangkan
kecemasannya.
4) Hipokondriasis
Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap
penyakit serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien
dirasakannya dan berusaha datang ke dokter untuk mengobatinya,
sedangkan pada GAD, pasien merasakan gejala-gejala hiperaktivitas
otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang dirasakannya
5) Gangguan stres pasca trauma
Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan
suatu peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien,
sedangkan pada GAD kecemasan berlebihan berhubungan dengan
aktivitas sehari-hari (Kaplan.I, Harold, 2010).

9. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus?


Jawab :
Pemeriksaan medis harus mencakup uji kimia standar, elektrokardiogram,
dan uji fungsi tiroid (Sadock, 2016 : 261). Pada pemeriksaan lebih lanjut
meliputi studi pencitraan otak (CT scan dan MRI), maupun studi pencitraan
otak fungsional, contohnya positron emission tomography (PET), single
photon emission computed tomography (SPECT), dan elektroensefalografi
(EEG) (Sadock, 2016 : 232).
a. EKG
b. Kimia darah
c. Pemeriksaan fungsi tiroid, untuk menyingkirkan diagnosis gangguan
tiroid yang mirip dengan gangguan cemas

10. Apa working diagnosis pada kasus?


Jawab :
Axis 1: F41.1 Gangguan Kecemasan Menyeluruh
Axis 2: F60.6 Gangguan Kepribadian Cemas (Menghindar)
Axis 3: tidak ada diagnosis
Axis 4: Masalah tidak jelas
Axis 5: GAF Scale 60-51

11. Bagaimana tatalaksana pada kasus?


Jawab :
1. Farmakologi :
a. Anti anxietas
1) Obat golongan benzoadiazepine. Pengobatan bagi
kecemasan, biasanya memulai dengan obat pada rentang
rendah terapeutiknya dan meningkatkan dosis untuk
mencapai respons terapeutik. Pemakaian benzodiazepine
dengan waktu paruh sedang (8-15 jam), kemungkinan akan
menghindari beberapa efek merugikan. Lama pengobatan
rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off
selama 1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi
efek anti-anxietas, antikonvulsan, anti-insomnia, dan
premedikasi tindakan operatif. Adapun obat-obat yang
termasuk dalam golongan Benzodiazepin antara lain :
• Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi
= 5-10 mg 9im/iv), broadspectrum
• Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari,
broadspectrum
• Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-
anxietas dan anti-insomnia berjauhan (dose-related), lebih
efektif sebagai anti-anxietas, untuk pasien-pasien dengan
kelainan hati dan ginjal
• Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-
anxietas dan anti-insomnia berjauhan (dose-related), lebih
efektif sebagai anti-anxietas, psychomotor performance
paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia
lanjut yang masih ingin tetap aktif
• Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-
anxietas dan anti-insomnia berjauhan (dose-related), lebih
efektif sebagai anti-anxietas.
• Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif
untuk anxietas tipe antisipatorik, “onset of action” lebih
cepat dan mempunyai komponen efek anti-depresi
(Defiriansyah, 2016).
CARA KERJA
Benzodiazepine bekerja secara selektif pada reseptor
asam gama - aminobutirat A (GABAA) yang
memerantarai penghambatan transmisi sinaptik yang
cepat melalui susunan saraf pusat (SSP), diazepam secara
spesifik terikat pada tempat ikatan alosterik dan
meningkatkan afinitas GABA pada reseptornya sehingga
terjadi peningkatan frekuensi pembukaan kanal klorida
(Katzung, 2012).
EFEK SAMPING
Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat golongan
benzodiazepine adalah mengantuk, kelemahan otot,
ataksia, reaksi paradoksikal dalam agresi, gangguan
mental, amnesia, ketergantungan, depresi pernapasan,
kepala terasa ringan hari berikutnya, bingung. Kadang-
kadang terjadi: nyeri kepala, vertigo, hipotensi, perubahan
salivasi, gangguan saluran cerna, ruam, gangguan
penglihatan, perubahan libido, retensi urin, dilaporkan
juga kelainan darah dan sakit kuning, pada injeksi
intravena terjadi: nyeri, tromboflebitis dan jarang apneu
atau hipotensi (Katzung, 2012).

2) Non-benzodoazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron
lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif disbanding
gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawal. Dosis
anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek
klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti
bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan
Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik
dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama
antara Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian dilakukan
tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek
terapi Buspiron sudah mencapai maksimal.
CARA KERJA
Buspiron merupakan contoh dari golongan
azaspirodekanedion yang potensial berguna dalam
pengobatan ansietas. Semula golongan obat ini
dikembangkan sebagai antipsikosis. Buspiron
memperlihatkan farmakodinamik yang berbeda dengan
benzodiazepin, yaitu tidak memperlihatkan aktivitas GABA
ergik dan antikonvulsi, interaksi dengan antidepresi susunan
saraf pusat minimal. Buspiron bersifat agonis parsial
reseptor 5-HT afinitasnya terhadap reseptor dopamin rendah,
sehingga risiko menimbulkan efek samping ekstrapiramidal
pada dosis pengobatan ansietas kecil. Studi klinik
menunjukkan, buspiron merupakan antiansietas efektif yang
efek sedatifnya relatif ringan. Diduga risiko timbulnya
toleransi dan ketergantungan juga kecil. Obat ini tidak
efektif pada gangguan panik. Efek antiansietas baru timbul
setelah 10-15 hari dan bukan antiansietasIA'untuk
penggunaan akut. Tidak ada toleransi silang antara buspiron
dengan benzodiazepin sehingga kedua obat tidak dapat
saling menggantikan (Nafradi, 2016).
EFEK SAMPING
Efek samping yang dapat ditumbulkan oleh obat buspirone
adalah pusing, sakit kepala, gugup, kepala terasa ringan,
eksitasi. Jarang: takikardia, palpitasi, nyeri dada, mengantuk,
bingung, mulut kering, fatig dan berkeringat.
b. Anti depresan
Anti depresan adalah kelompok obat-obat yang heterogen dengan
efek utama dan terpenting adalah untuk mengendalikan gejala
depresi. Hipotesis terjadinya gejala depresi disebabkan oleh
rendahnya kadar neurotransmiter serotonin di neuron pascasinaps.
Selain untuk mengatasi gejala depresi, obat-obat antidepresan juga
sering digunakan untuk beberapa indikasi lainnya sepertigangguan
cemas dan lain-lain (Elvira, 2013). Contoh obat-obat antidepresan
adalah fluoksetin, imipramin, venlafaksin, bupropion, trazodon,
moklobemid, amoksapin, dan tianeptin (Adelina, 2013).
CARA KERJA
Obat-obat antidepresan digunakan untuk mengatasi gejala depresi
yang terjadi karena rendahnya kadar serotonin di neuron pasca
sinap. Secara umum anti depresan bekerja di sistem neurotransmi-
ter serotonin dengan cara meningkatkan jumlah serotonin di neuron
pasca sinaps. Golongan trisiklik dan tetrasiklik bersifat serotonergik
dengan menghambat ambilan kembali neurotransmiter yang
dilepaskan dari neuron prasinaps ke celah sinaps, tetapi ambilan
kembali tersebut tidak bersifat selektif. Dengan demikian
kemungkinan muncul berbagai efek samping yang tidak diharapkan
dapat terjadi. Sementara Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
(SSRI) bekerja dengan cara yang sama, tetapi dengan hambatan
yang bersifat selektif hanya pada neurotransmiter serotonin (5HT2).
Kelompok MAOI bekerja di presinap dengan cara menghambat
enzim monoaminase yang memecah atau memetabolisme serotonin
sehingga jumlah serotonin yang dilepaskan ke celah sinap
bertambah dan dengan demikian yang diteruskan ke pasca sinap
juga akan bertambah. Kelompok SNRI selain bekerja dengan
menghambat ambilan kembali serotonin juga menghambat ambilan
kembali neurotransmiter norepineprin, sehingga kadar serotonin dan
norepineprin pasca sinap meningkat (Elvira, 2013)
EFEK SAMPING
Beberapa efek samping yang mungkin
terjadi antara lain :
1. Hipotensi (terutama pada usia lanjut)
2. Gangguan jantung (tampak kelainan
pada EKG)
3. Gejala gangguan saraf otonom
4. Gejala gangguan susunan saraf pusat
5. Alergi
6. Gejala hematologi
7. Gejala psikis lain (maniakal, gelisah &
delirium)
(Elvira, 2013)
2. Non Farmakologi
1. Konseling dan Edukasi pada pasien dan keluarga: Keluarga harus
memotivasi, mendukung dan memantau agar pasien melaksanakan
pengobat dengan benar, termasuk minum obat setiap hari.
2. Meminta pasien untuk selalu berfikiran positif
3. Mendekatkan diri kepada Allah Swt (Katzung, 2012)

3. Psikoterapi
• Terapi Kognitif Perilaku
Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola
pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-
kognisi-respon, dimana proses kognisi akan menjadi faktor penentu
dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan
bertindak. Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi
fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak
dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan
kembali. Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan, klien
diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi
positif. Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak
pasien menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan
menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan
mereka tentang masalah yang dihadapi. Pendekatan kognitif
mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan
pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung.
Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah
relaksasi dan biofeedback.
• Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi
yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa
beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
• Psikoterapi Berorientasi Tilikan
Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik
bawah sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self
pasien. Dari pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita
sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat
diubah untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita
memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan
pekerjaannya.
Dorong rasa percaya diri, rumatan aktivitas produktif, dan kognisi
yang berdasarkan pada realita. Latihlah pasien dengan teknik relaksasi
(misal biofeedback, meditasi, otohipnotis). Lebih dari 50% pasien
menjadi asimtomatik seiring berjalannya waktu, tetapi sisanya
memberat pada derajat hendaya yang bermakna. Bantulah pasien
untuk memahami akan sifat kronis penyakitnya dan mengerti akan
adanya kemungkinan untuk selamanya hidup dengan beberapa gejala
yang memang tidak akan hilang (Kaplan & Sadock, 2014)

12. Bagaimana komplikasi pada kasus?


Jawab :
1. Gangguan panik
2. Gangguan depresi mayor
3. Skizofrenia

13. Bagaimana prognosis pada kasus?


Jawab :
1. Quo ad vitam : Bonam
2. Quo ad fungtionam : Dubia ad Bonam
3. Quo ad sanasionam : Dubia ad bonam

14. Bagaimana SKDU pada kasus?


Jawab :
3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter
mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan (Konsil Kedokteran Indonesia, 2019).

15. Bagaimana NNI pada kasus?


Jawab :
a. al-baqarah 155 : Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-
buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
b. at-taubah 103 : Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan
dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya
doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha
Mendengar, Maha Mengetahui.
c. thaha 46 : Allah berfirman: “Janganlah kamu berdua
khawatir,sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan
melihat”.

2.7 Kesimpulan
Ny. Bella, 36 tahun seorang Ibu Rumah Tangga mengeluh susah
konsentrasi, palpitasi dan sering berkeringat dingin tanpa sebab yang jelas karena
mengalami gangguan cemas menyeluruh dengan kepribadian menghindar dan GAF
scale moderate.
2.8 Kerangka Konsep

Faktor prediposisi
(Premorbid : Cemas Faktor stressor
menghindar)

Gangguan sistem
saraf dan sistem
limbik

Gangguan HPA aksis

Neurotransmiter
terganggu

Dopamin ­,
GABA ­

GAD

Susah Konsentrasi Palpitasi Keringat dingin


DAFTAR PUSTAKA

Adelina, R. 2013. Kajian Tanaman Obat Indonesia yang Berpotensi sebagai


Antidepresan. Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan. Badan
Litbang Kesehatan: Kementrian Kesehatan Indonesia.

American Psychiatric Assosiation. 2010. Practice guideline for the treatment of


patients with panic disorder second edition. New York: American
Psychiatric Assosiation.

Andri, & Yenny, D. P. 2007. Teori Kecemasan Berdasarkan Psikoanalisis Klasik


dan Berbagai Mekanisme Pertahanan terhadap Kecemasan. Majalah
Kedokteran Indonesia.

Diferiansyah, O., Septa, T., Lisiswanti, R. 2016. Gangguan Cemas Menyeluruh.


Vol 5. No 2. Universitas Lampung : J Medula Unila. [Jurnal].

Elvira., Sylvia, D., Gitayanti, H. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit FK UI.
Jakarta. pp. 173-198.

Guyton, A. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Idrus, M. F. 2016. Gangguan Kecemasan. Makassar: Universitas Hasanudin.

Kaplan. I, Harold. 2014. Kaplan-Sadock Sinopsis Pskiatri. Ed. 2. Tanggerang:


Binarupa Aksara.

Katzung, Bertram G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. EGC,
Jakarta.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2019. Standar Nasional Pendidikan Profesi


Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Maslim, R. 2019. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III, DSM-
V, ICD-11. Cetakan 3. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Unika Atma Jaya. Jakarta: PT Nuh Jaya.

Nafradi., Gunawan., Sulistia, G. 2016. Farmakologi dan Terapi. Departemen


Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Nurdin., Akbar, M., dkk. 2018. Kualitas Hidup Penderita Insomnia pada
Mahasiswa. Jurnal MKMI; 14(2): 128-138.

Price, Silvia Anderson. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit


Edisi 6. Jakarta: EGC.

Sadock, Benjamin & Virginia A. Sadock. 2016. Kaplan & Sadock Buku Ajar
Psikiatri Kklinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sadock dan Benjamin J. 2010. Buku ajar Psikiatri Klinis Ed.2. Jakarta: EGC.

Sari, A. S., Nugroho, S. 2014. Persepsi Pasien Puteri Physical Therapy Clinic
Terhadap Efektivitas Sport Massage Dalam Mengatasi Penyebab Kesulitan
Tidur. Vol. XIII. No 1. Universitas Negeri Yogyakarta : MEDIKORA.
[Jurnal].

Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Snell, R.S. 2012. Anatomi Klinik Berdasarkan Sistem. Dialihbahasakan oleh


Suguharto L. Jakarta: EGC.

Sudoyo Aru dkk.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V Jilid III. Jakarta:
EGC.

Vildayanti, H., dkk. 2018. Review Farmakoterapi Gangguan Anxietas. Farmaka


Suplemen 16(1):196-212.

Anda mungkin juga menyukai