Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO BLOK 16

Kelompok 6
Dosen Pembimbing : dr. Putri Rizki Amalia Badri, M. KM

Nama anggota :
Amy Ria Annisa 702018084
Sheren Natavia Garda 702020008

Ridho Setiawan 702020016


Sintha Lailatul Afifah 702020037

Kemas Muhahhamd Roihan 702020038

Alpha Khairunnisa 702020039


Adlina Dalila 702020057

Adelia Permata Agustin 702020083

Devina Anggarani Putri 702020086

Tsabitah Zahra Dwi Anzani 702020106

Diajeng Dwi Sinta 702020118

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya
penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario B Blok
16” sebagai tugas kompetensi kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada
junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan para pengikutnya
hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materi maupun spiritual
3. dr. Putri Rizki Amalia Badri, M. KM selaku tutor kelompok 6
4. Teman sejawat
5. Semua pihak yang membantu penulis
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita
dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin
Allahumma aamiin.

Palembang, Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................i


DAFTAR ISI .................................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN...................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................................... 1
BAB II........................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2
2.1 Data Tutorial .............................................................................................................. 2
2.2 Skenario ..................................................................................................................... 2
2.3 Klarifikasi Masalah ..................................................................................................... 3
2.4 Identifikasi Masalah.................................................................................................... 4
2.5 Prioritas Masalah ........................................................................................................ 4
2.6 Analisis Masalah ........................................................................................................ 4
2.7 Kesimpulan .............................................................................................................. 35
2.8 Kerangka Konsep .................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...…………...37

ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Blok Sistem Sensoris dan Integumentum adalah blok XVI pada semester lima dari sistem
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang. Salah satu strategi pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) ini adalah Problem Based Learning (PBL). Tutorial merupakan
pengimplementasian dari metode Problem Based Learning (PBL) tersebut. Dalam tutorial
mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan setiap kelompok dibimbing oleh
seorang tutor atau dosen sebagai fasilitator untuk memecahkan kasus yang ada.
Proses tutorial juga merupakan bagian dari evaluasi mahasiswa pada bagian evaluasi
formatif dengan tujuaN untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Proses
tutorial juga merupakan syarat untuk mengikuti ujian OSOCA (Objective Structure Oral Case
Analysis) yang merupakan bagian dari evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif bertujuan untuk
menilai hasil pencapaian peserta didik agar dapat ditentukan tingkatan kompetensi yang telah
dicapai. Penilaian sumatif dilakukan dengan merujuk kepada taksonomi pembelajaran yang
dikemukakan oleh Bloom yang terdiri dari penilaian kognitif, psikomotor, dan afektif.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Putri Rizki Amalia Badri, M. KM
Moderator : Ridho Setiawan
Sekretaris Papan : Alpha Khairunnisa
Sekretaris Meja : Adelia Permata Agustin
Hari & Tanggal : Selasa, 08.00-10.30 WIB
Kamis, 08.00-10.30 WIB
Peraturan :
1. Dilarang makan dan minum saat diskusi berlangsung
2. Dilarang berdiskusi sendiri-sendiri.
3. Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam.
4. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan pendapat atau argumen.
5. Dilarang meninggalkan ruang tutorial
2.2 Skenario Kasus
“Telinga Berair”
Nila, anak perempuan berusia 8 tahun diantar ibunya ke poliklinik umum dengan keluhan
keluar cairan bening dan gangguan pendengaran di telinga kiri sejak satu hari yang lalu. Sejak
dua hari yang lalu, Nila mengeluh nyeri dan gangguan pendengaran di telinga kiri. Sejak lima
hari yang lalu, Nila menderita demam tinggi dan batuk pilek. Riwayat keluar cairan dari kedua
telinga sebelumnya tidak ada.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : sadar dan kooperatif, BB 22 kg, TB 124 cm
Tanda vital: Nadi: 98 x/menit, RR: 24 x/menit, Suhu: 39Oc
Keadaan spesifik :
Kepala: konjungtiva tidak pucat
Telinga:
- Dekstra: nyeri tekan tragus (-), membran timpani hiperemis intak, refleks cahaya (+) di
jam 3, sekret (-).

2
- sinistra: nyeri tekan tragus (-), dengan otoskopi tampak sekret (+) serous aktif,
membran timpani tampak perforasi di bagian sentral.
Hidung: cavum nasi normal, secret serous (+), massa (-)
Tenggorokan: faring hiperemis(+), Tonsil: T2/T2 hiperemis (+/+)
Thoraks:
- Cor: bunyi jantung normal
- Pulmo: vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronkhi(-)
Abdomen: datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: kaki tangan dingin (-), efloresensi (-), telapak tangan tidak pucat.
2.3 Klarifikasi Istilah
1. Hiperemis pembengkakan atau ekses darah pada tubuh bagian tertentu
akibat respon arterial local maupun umum (Dorland ed. 30)
2. Perforasi Terjadi suatu rupture atau robekan pada suatu jaringan (Dorland
ed. 30)
3. Otoskopi Pemeriksaan yang melakukan inspeksi atau auskultasi pada
telinga (Dorland ed. 30)
4. Tonsil Masa jaringan yang bulat dan kecil dari jaringan limfoid
(Dorland ed. 30)
5. Serous aktif Menghasilkan atau mengandung serum (Dorland ed. 30)
6. Elfroresensi Berubah menjadi bentuk serbuk akibat kehilangan air pada
proses kristalisasi (Dorland ed. 30)
7. Tragus Tonjolan kartilaho disebalah anterior lubang telinga luar
(Dorland ed. 30)
8. Sekret Produk kelenjar (KBBI)

2.4 Identifikasi Masalah


1. Nila, anak perempuan berusia 8 tahun diantar ibunya ke poliklinik umum dengan keluhan
keluar cairan bening dan gangguan pendengaran di telinga kiri sejak satu hari yang lalu.
Sejak dua hari yang lalu, Nila mengeluh nyeri dan gangguan pendengaran di telinga kiri.
2. Sejak lima hari yang lalu, Nila menderita demam tinggi dan batuk pilek. Riwayat keluar
cairan dari kedua telinga sebelumnya tidak ada.

3
3. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : sadar dan kooperatif, BB 22 kg, TB 124 cm
Tanda vital: Nadi: 98 x/menit, RR: 24 x/menit, Suhu: 39Oc
Keadaan spesifik :
Kepala: konjungtiva tidak pucat
Telinga:
- Dekstra: nyeri tekan tragus (-), membran timpani hiperemis intak, refleks cahaya
(+) di jam 3, sekret (-).
- sinistra: nyeri tekan tragus (-), dengan otoskopi tampak sekret (+) serous aktif,
membran timpani tampak perforasi di bagian sentral.
Hidung: cavum nasi normal, secret serous (+), massa (-)
Tenggorokan: faring hiperemis(+), Tonsil: T2/T2 hiperemis (+/+)
Thoraks:
- Cor: bunyi jantung normal
- Pulmo: vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronkhi(-)
Abdomen: datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: kaki tangan dingin (-), efloresensi (-), telapak tangan tidak pucat.
2.5 Prioritas Masalah
Identifikasi masalah 1
Alasan : karena jika tidak ditatalaksana dengan baik maka dapat mengganggu aktifitas dan
dapat menimbulkan komplikasi
2.6 Analisis Masalah
1. Nila, anak perempuan berusia 8 tahun diantar ibunya ke poliklinik umum dengan
keluhan keluar cairan bening dan gangguan pendengaran di telinga kiri sejak satu hari
yang lalu. Sejak dua hari yang lalu, Nila mengeluh nyeri dan gangguan pendengaran di
telinga kiri.
a) Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi pada kasus?
Jawab :
Anatomi
Telinga terbagi menjadi 3 bagian besar, yaitu telinga luar, telinga tengah dan
telinga dalam.

4
– Bagian pertama adalah auris externa; terdiri dari bagian yang melekat pada
aspectus lateralis regio capitis dan saluran yang berada di dalamnya.
– Bagian kedua adalah auris media; sebuah ruangan dalam pars petrosa tulang
temporale yang dibatasi di laterai, dan dipisahkan dari saluran luar, oleh suatu
membrana dan di sebelah dalam dihubungkan dengan pharynx oleh sebuah pipa
sempit.
– Bagian ketiga adalah auris interna yang terdiri dari serangkaian ruangan dalam
pars petrosa tulang temporale, terletak antara auris media di lateral dan meatus
acusticus internus di medial (Drake, et al., 2020)

Anatomi telinga
(Drake, et al., 2020)
1. TELINGA LUAR (Auris externa)
Auris externa terdiri dari dua bagian. Bagian yang berproyeksi dari sisi regio
capitis adalah auricula (pinna) dan saluran yang mengarah ke dalam adalah meatus
acusticus externus (Drake, et al., 2020).
Aurikula
- Daun telinga (aurikula) terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit (Soepardi, et al.,
2022).
- Tepi luar yang besar pada auricula adalah helix, Helix berakhir di inferior pada
lobuius auriculae yang lunak, merupakan satu-satunya bagian auricula yang tidak
ditopang.
- Cekungan di tengah auricula adalah concha auriculae. Meatus acusticus externus
keluar dari kedalaman daerah tersebut.

5
- Tepat di anterior dari liang meatus acusticus externus, di depan concha auriculae.
Terdapat elevasi/peninggian (tragus). Berlawanan dengan tragus, dan di atas lobulus
auriculae yang lunak, terdapat peninggian lain (antitragus).
- Tepi melingkar yang lebih kecil, parallel dan anterior dari helix adalah antihelix
(Drake, et al., 2020).

Aurikula
(Drake, et al., 2020)
Meatus acusticus externus:
Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga
bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangganya terdiri dari tulang.
Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm (Soepardi, et al., 2022).
Seluruh panjang meatus acusticus externus tertutup oleh kulit (Drake, et al., 2020).
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar
keringat) dan rambut. Kelenjari keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada
duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen (Soepardi, et al.,
2022). Diameternya bervariasi. lebih lebar di lateral dan menyempit di medial. Meatus
acusticus externus terbentang dari bagian terdalam concha auriculae sampai membrana
tympani (gendang telinga). berjarak kurang kebih 1 inci (2.5 cm) (Drake, et al., 2020).

6
Meatus acusticus externus
(Drake, et al., 2020)
2. TELINGA TENGAH
Telinga tengah (auris media), terdiri dari membrana timpani, dan tulang-tulang
penghantar suara; maileus, stapes, dan inkus. Telinga tengah berbentuk kubus dengan
(Soepardi, et al., 2022):
- Batas luar: membran timpani
- Batas depan: tuba eustachius
- Batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas atas: tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam: berturut-urut dari atas kebawah kanalis semi sirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap longjong (oval window), tingkap bundar (round wound) dan
promontrium.

Telinga dalam
(Soepardi, et al., 2022)

Membran timpani
Membrana tympani memisahkan rneatus acusticus externus dari auris media.
Membrana ini berada pada sudut, miring ke medial dari atas ke bawah dan dari posterior
ke anterior. Oleh karena itu. permukaan lateralnya menghadap ke inferior dan anterior.
Struktur ini terdiri dari jaringan ikat di tengah yang dilapisi oleh kulit di luar dan
membran mukosa di dalam (Drake, et al., 2020).
Di sekeliling tepi membrana tympani terdapat annulus fibrocartilagineus yang
melekatkan membrana tympani ini pada pars tympanica tulang temporale. Pada
tengahnya, terdapat cekungan yang disebabkan oleh perlekatan ujung bawah manubrium

7
mallei, bagian tulang malleus dalam auris media, pada permukaan dalamnya. Titik
perlekatan ini disebut umbo membranae tympani. Anteroinferior dari umbo rnembranae
tympani terdapat refleksi cahaya terang, disebut sebagai kerucut cahaya, biasanya dapat
dilihat ketika pemeriksaan membrana tympani dengan otoskop (Drake, et al., 2020).
Superior dari umbo ke arah anterior ada perlekatan sisa manubrium mallei, Pada
perluasan paling superior dari garis perlekatan tersebut. terdapat penonjolan kecil pada
membrana yang menandai letak processus lateralis malleus ketika berproyeksi pada
permukaan internal membrana tympani. Meluas menjauhi penonjolan tersebut, pada
permukaan dalam membrana, terdapat plica mallearis anterior dan posterior. Superior
dari plicae tersebut terdapat bagian membrana tympani yang tipis dan kendor (pars
filaccida). dan bagian membrana lain yang tebal dan tegang (pars tensa (Drake, et al.,
2020). Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapt aditus
ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid
(Soepardi, et al., 2022).
Membran timpani

(Drake, et al., 2020)


Tulang pendengaran
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar kedalam, yaitu; maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran ini saling berhubungan.
Procesus longus maleus melekat pada membran timpan, maleus melekat pada inkus, dan
inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan
koklea. Hubungan antar ruling tulang pendengaran merupakan persendian (Soepardi, et al.,
2022).

8
Tulang pendengaran
(Drake, et al., 2020)
3. TELINGA DALAM (aruris media)
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung puncak koklea
disebut dengan helicotrema, menghubungkan perfilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli (Soepardi, et al., 2022).
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melinntang koklea tampak skala vestibuli
sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (ductus koklearis)
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media
berisi endolimfe. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut
sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah
membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti (Soepardi, et al., 2022).
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel ramut dalam,
sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti (Soepardi, et al., 2022)
luar dan dan kanalis corti, yang membentuk organ corti Tuba eustachius termasuk
kedalam telinga bagian dalam yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga
tengah.

9
(Drake, et al., 2020)

Fisiologi
- Getaran suara ditangkap oleh daun telinga
- Getaran dialirkan ke liang telinga dan mengenai membran timpani, sehingga
membran timpani bergetar
- Getaran diteruskan ke tulang pendengaran (maleus-inkus-stapes)
- Stapes menggerakan foramen ovale yang juga menggerakan perilimfe dalam skala
vestibuli
Getaran diteruskan melalui membaran reissner yang mendorong endolimfe,
sehingga menimbulkan gerak relatif antara membrane basilaris dan membuka
tektoria. Proses ini menyebabkan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi sterosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
bermuatan listrik dan badan sel. Keadaan ini menimbulkan depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke
korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Lauralee, 2014).
Histologi
Histologi Telinga Telinga luar
1. Auricula
• Dibungkus oleh perikondrium yang mengandung serat elastic
• Terdiri dari tulang rawan elastic
2. Meatus akustikus eksternus

10
• Sepertiga bagian luar berupa tulang rawan , dua pertiga bagian dalam bagian
dari tulang temporal
• Kulitnya dilapisi oleh perikondrium dan perioestium
• Sepertiga luar dilapisi oleh rambut kasar Meatus akustikus eksternus
mengandung kelenjar sebasea dan kelenjar seruminosa yang menyekresikan
serumen.
• Lumen kelenjar besar dan epitel nya selapis gepeng
3. Telinga tengah
Kavum Timpani : Dilapisi sel gepeng di dekat muara tuba eustachius
dan sel silia di tepian
Tulang pendengaran : dihubungkan oleh sendi diartrosis dan disokong oleh
ligament halus
4. Membran Timpani
• Semi transparan , lonjong dan seperti kerucut
• Terdiri dari dua lapisan berupa serat kolagen dan fibroblast serta jalinan tipis
serat elastic (bagian luar radial dan bagian dalam melingkar)
• Bagian luar membrane timpani dilapisi kulit tipis tanpa rambut / kelenjar,
didalamnya dilapisi mukosa dengan sel epitel gepeng, lamina propria tipis dan
sedikit serat kolagen dan kapiler
5. Tuba eustachius
Sepertiga Tuba eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga
tengah dengan bagian dari rongga mulut yang disebut nasofaring. Pada orang
dewasa panjangnya kira-kira 36 mm, sedangkan pada anak-anak panjang saluran
rata-rata 18 mm, saluran ini letaknya relatif lebih mendatar, pendek, dan lebar
dibandingkan orang dewasa. Pada orang dewasa, tuba eustachius membentuk
sudut 450 pada bidang horizontal, sedangkan pada anak membentuk sudut 100
pada bidang horizontal.
• pertama disokong oleh tulang, di medial dilapisi oleh tulang rawan dan di
lateral dilapisi oleh jaringan ikat fibrosa
• Hampir seluruh tuba dilapisi oleh tulang rawan elastin, tetapi di dekat ujung
faring dilapisi tulang rawan hialin

11
• Bagian tulang tuba relative tipis, terdiri dari epitel kolumnar rendah bersilia,
lamina propria tipis
• Bagian tulang rawan , terdiri dari sel kolumnar tinggi , bersilia dan di lamina
propria banyak limfosit.
(Mescher, 2017)
b) Apa makna Nila, anak perempuan berusia 8 tahun diantar ibunya ke poliklinik
umum dengan keluhan keluar cairan bening dan gangguan pendengaran di telinga
kiri sejak satu hari yang lalu?
Jawab :
Makna keluar cairan bening dan gangguan pendengaran ditelinga kiri kemungkinan
mengalami Otitis Media Akut, dimana Otitis Media Akut (OMA) merupakan
peradangan pada telinga bagian tengah yang terjadi secara cepat dan singkat dalam
waktu kurang dari 3 minggu disertai dengan gejala lokal seperti demam, nyeri,
pendengaran berkurang, dan keluarnya cairan. untuk hubungan usia dan jenis
kelamin Otitis media akut paling sering terjadi pada kelompok toddlers, anak dengan
jenis kelamin laki-laki, anak dengan pekerjaan orang tua ibu rumah tangga (Triswanti
et al, 2021).
c) Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus?
Jawab :
Otitis media sangat sering terjadi pada anak-anak. Diperkirakan sekitar 70% anak
mengalami otitis media minimal satu kali atau ahkan lebih saat menjelang usia tiga
tahun. Anak-anak yang rentan terkena otitis media akut biasanya berkisar dari umur
6-11 bulan. Insiden penyakit ini sedikit lebih tinggi ditemukan pada anak laki-laki
dibandingan anak perempuan (Mahardika, I, dkk. 2019). Kasus OMA secara umum
paling sering terjadi pada anak-anak. Faktor anatomis, dimana pada fase
perkembangan telinga tengah saat usia anak-anak, tuba eustachius memang memiliki
posisi yang lebih horizontal dengan drainase yang minimal dibandingkan dengan usia
lebih dewasa menyebabkan terjadinya OMA
Otitis media dapat berlangsung pada semua usia baik laki- laki maupun perempuan,
tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak usia antara 6 bulan sampai 3 tahun karena
pada anak-anak panjang tuba eustachius lebih pendek yaitu 13-18 mm, lebih lebar

12
dan horizontal, dan mendapatkan drainase lebih minimal dibandingkan dengan usia
dewasa sehingga proteksi pada telinga anak-anak buruk yang memungkinkan
tingginya kejadian infeksi telinga tengah pada anak-anak, sedangkan pada dewasa
tuba eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring memiliki
panjang sekitar 38 mm (Tirado & Papsin, 2012).
d) Apa factor resiko pada kasus ?
Jawab :
Faktor resiko terjadinya otitis media ini beragam Mulai dari usia, perbedaan tuba
eustachius anak dengan dewasa, dll. Dimana, faktor risiko yaitu bayi yang lahir
secara prematur dan berat badan saat lahirnya rendah, umur, serta variasi musim
juga dapat mempengaruhi. Dimana otitis media lebih sering terjadi pada musim
gugur dan musim dingin. Faktor lainnya yang berpengaruh seperti predisposisi
genetik, pemberian ASI, kondisi imunodefisiensi, alergi, gangguan anatomi, sosial
ekonomi, lingkungan yang kumuh/padat, dan posisi tidur, serta biasanya ada
riwayat infeksi saluran pernapasan pada anak (Mahardika, et al., 2019).
Usia merupakan salah satu faktor risiko yang sering berkaitan dengan kejadian otitis
media akut. Dimana umumnya kejadian OMA ini terjadi pada anak-anak
dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Faktor anatomi juga memperngaruhi
dimana pada saat anak-anak, saluran eustachius posisinya lebih horizontal
dibandingkan dengan usia dewasa. Hal tersebut menyebabkan kecenderungan
terjadinya OMA pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Anak-anak pada usia
6-11 bulan lebih rentan terkena otitis media akut. Kejadian otitis media ini menurun
drastis setelah munculnya gigi permanen, meski pada beberapa orang masih dapat
terkena otitis media akut bahkan hingga memasuki usia dewasa (Mahardika, et al.,
2019).
Pada kasus faktor risiko kemungkinan dapat menyebabkan OMA pada kasus berupa;
usia, riwayat infeksi saluran pernapasan dan juga bentuk dari tuba eustachii pada
anak.
e) Apa etiologi pada kasus?
Jawab :

13
Pada OMA beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah
keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Otitis media akut (OMA)
terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba Eustachius
merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius
terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu,
sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Dikatakan
juga, bahwa pencelus terjadinya OMA ialah infeksi saluran napas atas. Pada anak,
makin sering anak terserang infeksi saluran napas, makin besar kemungkinan
terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba
Eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal. Secara patologi penyebab
utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti Streptokokus hemolitikus,
Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Selain itu kadang-kadang ditemukan juga
Hemofilus influenza, Escherichia coli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris
dan Pseudomonas aurugenosa (Soepardi, E. A., dkk. 2011).
1. Sumbatan tuba, pada keadaan tersebut terbentuk cairan ditelinga tengah
disebabkan oleh tersumbatnya tuba secara tiba-tiba seperti pada barotraumas.
2. Virus, terbentuknya cairan ditelinga tengah yang berhubungan dengan infeksi
virus pada jalan nafas atas.
3. Alergi, terbentuknya cairan di telinga tengah yang berhubungan dengan
keadaan alergi pada jalan nafas atas.
4. Idiopatik.
5. Bakteri piogenik; Stafilokok, Proteus Vulgaris, Pseudomonas Aeruginosa,
Bakteri anaerob. (Soepardi, E. A., dkk. 2011)
Ada juga yang menunjukkan bahwa tanda dan gejala klinis OMA etiologinya dapat
dikaitkan dengan patogen bakteri atau virus patogen dalam cairan telinga tengah.
Terdapat hubungan Streptococcus pneumoniae dengan myringitis bulosa. S.
pneumoniae berkaitan dengan demam yang lebih tinggi dan membran timpani (TM)
kuning/merah yang lebih intens dan menonjol pada OMA. Sedikit yang diketahui
tentang munculnya OMA virus, meskipun virus pernapasan dapat diisolasi sebanyak
17% dari anak-anak dengan OMA. (McCormick, DP., et al., 2000)

14
Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan pada telinga bagian tengah yang
terjadi secara cepat dan singkat dalam waktu kurang dari 3 minggu disertai dengan
gejala lokal seperti demam, nyeri, pendengaran berkurang, dan keluarnya cairan
(Tesfa et.al, 2020). Otitis Media Akut disebabkan oleh bakteri dan virus yang paling
sering ditemukan pada penderita OMA yaitu bakteri Streptococcus pneumaniae,
diikuti oleh virus Haemophilus influenza. (Arief T., dkk., 2021)
f) Apa makna Sejak dua hari yang lalu, Nila mengeluh nyeri dan gangguan pendengaran
di telinga kiri?
Jawab :
Maknanya Nila ini kemungkianan mengalami OMA stadium supurasi, pada stadium
ini telah terjadi edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel
epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,
menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar. Pada
keadaan ini pasien tampak Sangat sakit.nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri
ditelinga bertambah hebat. Bila tidak dilakukan insisi membrane timpani
(miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan
ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar.
g) Bagaimana klasifikasi dari gangguan pendengaran?
Jawab :
Gangguan pendengaran secara umum dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Tuli konduktif
Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh
kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah.
b. Tuli sensorineural
Pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga
dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran.
Tuli sensorineural dibagi menjadi tuli sensorineural koklea dan retrokoklea :
Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis
(oleh bakteri / virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin,
neomisin, kina, asetosal atau alkohol. Selain itu juga dapat disebabkan oleh tuli
mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising.

15
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor
sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak dan
kelainan otak lainnya
c. Tuli Campuran
Sedangkan tuli campur, disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli
sensorineural. Tuli campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya radang
telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit
yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf) dengan radang telinga
tengah (tuli konduktif). (Soepardi, E. A., dkk. 2011)
Pada kasus ini Nila mengalami tuli konduktif, maka dapat dilakukan pemeriksaan uji
pendengaran.
Uji pendengaran dilakukan dengan memakai garputala dan dari hasil
pemeriksaan dapat diketahui jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli perseptif
(sensorineural). Uji penala yang dilakukan sehari-hari adalah uji pendengaran Rinne
dan Weber.
1. Uji Rinne dilakukan dengan menggetar- kan garputala 5'12 Hz dengan jari atau
me- ngetukkannya pada siku atau lutut pemeriksa. Kaki garputala tersebut
diletakkan pada tulang mastoid telinga yang diperiksa selama 2-3 detik.
Kemudian dipindahkan ke depan liang telinga selama 2-3 detik. Pasien
menentukan ditempat mana yang terdengar lebih keras. Jika bunyi terdengar lebih
keras bila garputala diletakkan di depan liang telinga berarti telinga yang
diperiksa normal atau menderita tuli sensorineural. Keadaan seperti ini disebut
Rinne positif. Bila bunyi yang terdengar lebih keras di tulang mastoid, maka
telinga yang diperiksa menderita tuli konduktif dan biasanya lebih dari 20 dB.
Hal ini disebut Rinne negatif.
2. Uji Weber dilakukan dengan meletakkan kaki penala yang telah digetarkan pada
garis tengah wajah atau kepala. Ditanyakan pada telinga mana yang terdengar
lebih keras. Pada keadaan normal pasien mendengar suara di tengah atau tidak
dapat membedakan telinga mana yang mendengar lebih keras. Bila pasien
mendengar lebih keras pada telinga yang sehat (lateralisasi ke telinga yang sehat)
berarti telinga yang sakit menderita tuli sensorineural. Bila pasjen mendengar

16
lebih 'keras pada telinga yang sakit (lateralisasi ke telinga yang sakit) berarti
telinga yang sakit menderita tuli konduktif.
(Soepardi, 2011)
h) Apa saja jenis-jenis cairan yang dapat keluar dari telinga?
Jawab :
- Jenis-jenis cairan yang dapat keluar dari telinga sebagai berikut:
- Sekret sedikit biasanya berasal dari infeksi telinga luar.
- Sekret yang banyak dan bersifat mukoid dan mukopurulen umumnya
berasal dari telinga tengah.
- Bila berbau busuk menandakan adanya kolesteatom.
- Bila bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi akut yang berat atau
tumor.
- Bila cairan yang keluar seperti air jernih harus waspada adanya cairan
- liquorcerebrospinal (Soepardi dkk, 2018).
i) Bagaimana mekanisme keluar cairan bening dan gangguan pendengaran di telinga
kiri?
Jawab :
Factor risiko (Riwayat ISPA dan tuba eustachius pada anak) → miroorganisme masuk
ke saluran pernapasan atas (hidung, faring, laring) → masuk melewati hidung terlebih
daluhu kemudian menuju faring → menginfeksi faring → faringitis akut →
bermigrasi ke daerah di sekitar tonsil → menuju tonsil → peradangan tonsil →
tonsilitis akut → tonsilofaringitis → edema tuba eustachius → disfungsi atau oklusi
tuba eustachius → infeksi menyebar ke telinga tengah (cavum tympani) melalui tuba
eustachius → peningkatan tekanan negatif di telinga tengah → mikroorganisme
menginfeksi dan menginflamasi telinga tengah → makrofag menghasilkan sitokin
untuk menghancurkan patogen → terbentuknya secret serous (keluar cairan bening)
→ membrane tympani bulging → nyeri telinga → secret tidak segera dikeluarkan →
tekanan negatif di telingah semakin tinggi → perforasi membrane tympani →
membrane tympani tidak maksimal dalam menangkap getaran suara untuk diteruskan
ke tulang-tulang pendengaran → gangguan pendengaran (Casselbrant ML, 2014)
j) Bagaimana mekanisme nyeri di telinga kiri?

17
Jawab :
Otitis media akut sering diawali oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau
alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas,
termasuk nasofaring dan tuba eustachius. Tuba eustachius menjadi sempit, sehingga
terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian
berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari
nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba eustachius. Mukosa telinga tengah
bergantung pada tuba eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan
dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi
proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Bila tuba
eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta
terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba
patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan
mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba
eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri,
sehingga menganggu pertahanan imun pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan
pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, pendengaran dapat terganggu
karena membran timpani dan tulang- tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas
terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek
membran timpani akibat tekanannya yang meninggi (Nisa, 2017).
k) Apa hubungan keluhan utama dengan riwayat sejak 2 hari yang lalu mengeluh
nyeri?
Jawab :
Hubungannya adalah kelanjutan dari manifestasi klinis otitis media akut. Dimana,
keluar cairan ditelinga kiri itu menandakan bahwa nila mengalami otorrhea, akibat
dari adanya membrana perforasi timpani pada otitis media akut. Perforasi terjadi
karena akumulasi pus pada ruang telinga tengah yang terbentuk akibat proses infeksi
dari otitis media (infeksi saluran napas akut, alergi, dll). Adanya cairan yang keluar
serta berakumulasi di telinga tersebut akan menyebabkan gangguan pendengaran
(Purba, et al., 2021).

18
Sedangkan mengeluh nyeri tersebut merupakan tanda dari otalgia auris sinistra. Ini
disebabkan oleh karena adanya disfungsi dari tuba eustachius. Hal ini menyebabkan
terganggunya fungsi normal tuba eustachius sebagai ventilasi (menjaga tekanan
udara dalam telinga tengah sama dengan tekanan udara luar) drainse secret dan
menghalangi masuknya secret dari nasofaring ke telinga tengah, sehingga cairan
telinga tengah stasis di dalam rongga telinga tengah (otitis media efusi/OME), cairan
ini merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri, jika terjadi infeksi
sekunder maka terjadilah otitis media akut (OMA) (Earwood, et al., 2018). Jadi,
disini terjadi disfungsi dari tuba eustachius terlebih dahulu baru terjadi perforasi pada
membrana timpani yang menimbulkan keluhan keluar cairan, nyeri telinga dan
gangguan pendengaran pada pasien.
l) Apa kemungkinan penyakit dengan keluhan utama pada kasus?
Jawab :
1. Otitits media akut
2. Otitis media Superative
3. Otitis media Superatif Kronis
4. Mastoiditis (Soepardi dkk. 2020)
Keluhan utama pada kasus yaitu keluhan keluar cairan bening dan gangguan
pendengaran di telinga kiri sejak satu hari yang lalu. Yaitu mengalami Pada stadium
hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar dimembran timpani peremis serta
edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sukar
terlihat.
m) Apa saja stadium otitis media akut?
Jawab :
Perubahan mukosa telinga tengan sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium, yaitu
(Soepardi et al, 2018):
Stadium OMA Penjelasan Gambaran
Okulsi Tuba - Gambaran retraksi membran
Eustachius timpani akibat tekanan negatif
(absorbs udara)

19
- Kadang: Normal tanpa
kelainan atau berwarna keruh
pucat
- Efusi sulit dideteksi
- Sukar dibedakan dengan otitis
media serosa yang disebabkan
oleh virus atau alergi
Hiperemis - Gambaran: adanya pelebaran
(Prehiperemis) pembuluh darah di membran
timpani  tampak merah
(hiperemis) dan edem.
- Sekret: eksudat yang serosa
(putih bening)  sukar terlihat
Supurasi - Gambaran: bulging
(membrana timpani yang
menonjol)  edema yang
hebat dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknua
eksudat yang purulent di
kavum timpani.
- Gejala: pasien tampak sangat
sakit, nadi dan suhu
meningkat, dan nyeri telinga
bertambah hebat  anak
sangat gelisah.
Perforasi - Gambaran: adanya gambaran
berupa ruptur membrana
timpani  sekret keluar
(nanah)
- Gejala: anak menjadi tenang,
suhu badan turun, nyeri telinga
berkurang dan anak dapat tidur
dengan nyenyak

20
Resolusi - Dapat sembuh (kembali
normal)  bila membrana
timpani tetap utuh, atau
perporasi yang terjadi kecil
dan daya tahan tubuh baik.
- Dapat berlanjut menjadi
OMSK  daya tahan tubuh
tidak bagus, perforasi menetap
dalam jangka waktu yang lama
disertai sekret yang keluar
secara terus menerus atau
hilang timbul.
2. Sejak lima hari yang lalu, Nila menderita demam tinggi dan batuk pilek. Riwayat keluar
cairan dari kedua telinga sebelumnya tidak ada.
a) Apa makna sejak lima hari yang lalu, Nila menderita demam tinggi dan batuk
pilek?
Jawab :
Makna sejak 2 hari yang lalu mengeluh nyeri dan gangguan pendengaran merupakan
gejala klinis dari Otitis Media Akut (OMA). Gejala klinik OMA bergantung pada
stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan
utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan di samping suhu tubuh yang tinggi.
Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau
pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa
penuh di telinga atau rasa kurang dengar (Soepardi, E. A., dkk. 2011).
b) Apa etiologi demam tinggi, batuk, dan pilek pada kasus?
Jawab :
Demam tinggi dan batuk pilek merupakan penyakit ISPA. Penyakit infeksi ini yang
menyerang pada salah satu bagian atau lebih dari saluran pernafasan, diawali dari
hidung (saluran atas) sampai alveoli (saluran bawah) termasuk dengan jaringan
andeksanya, contohnya yaitu, sinus, rongga telinga tengah, dan pleura merupakan
pengertian dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Penyakit ini banyak
ditemukan oleh balita dan anak–anak berawal dari ISPA ringan sampai berat. ISPA

21
berat saat masuk ke dalam jaringan paru-paru bisa
menyebabkan Pneumonia hingga kematian pada anak–anak. Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) dapat didefinisikan sebagai penyakit saluran pernafasan
yang disebabkan oleh agen infeksi yang dapat tertular dari manusia ke manusia. Agen
infeksi yang dimaksud adalah virus, bakteri, dan faktor lain seperti lingkungan dan
penjamu. ISPA dipengaruhi atau ditimbulkan oleh tiga hal yaitu adanya kuman,
keadaan daya tahan tubuh, keadaan lingkungan, dan kualitas udara.
Etiologi ISPA yaitu terdiri dari :
- Bakteri: Pneumococcus, Streptococcus Pyogenes, Haemophilus Influenzae,
Staphylococcusauerus Diplococcus Pneumoniae.
- Virus: Silomegalovirus, Adenovirus, Influenza.
- Jamur: Histoplasma, Candida Albicans, Aspergilus sp.
- Aspirasi: BBM (Bahan Bakar Minyak) biasanya minyak, makanan, asap
kendaraan bermotor, (biji-bijian, mainan plastik kecil), dan cairan amnion.
c) Bagaimana mekanisme demam tinggi, batuk, dan pilek pada kasus?
Jawab :
Mekanisme Demam :
Infeksi mikroorganisme → pirogen eksogen → pirogen endogen ( IL-1, IL-6, TNF
α) → stimulus pusat thermostat di hipotalamus → pengeluaran asam arakidonat →
peningkatan PGE2 → peningkata set point →Demam (Guyton, 2017)
Mekanisme Pilek :
Mikroorganisme masuk secara inhalasi → MO masuk ke saluran pernafasan
→direspon oleh sistem imun non spesifik → merangsang sel goblet untuk
mengeluarkan mukus → hipersekresi mukus → pilek
Mekanisme Batuk :
Mikroorganisme masuk secara inhalasi → MO masuk ke saluran pernafasan →
direspon oleh sistem imun non spesifik → merangsang sel goblet untuk
mengeluarkan mukus → hipersekresi mukus → merangsang pusat batuk di karina →
terjadi reflex fisiologis tubuh untuk mengeluarkan benda asing → batuk (Silbernagl,
2016).
d) Apa makna riwayat keluar cairan dari kedua telinga sebelumnya tidak ada?

22
Jawab :
Maknannya untuk penyakit yang di derita oleh nila itu baru pertama kali dideritanya,
dan bukan merupakan kasus otitis media supuratif kronik.
e) Apa hubungan keluhan utama dan keluhan tambahan pada kasus?
Jawab :
Hubungan keluhan utama (keluar cairan bening dan gangguan pendengaran) dan
keluhan tambahan ( demam tinggi dan batuk pilek ) merupakan progresivitas
penyakit nya. Awalnya Nila mengeluh demam tinggi batuk dan pilek sejak 5 hari
yang lalu, kemungkinan terkena ISPA. Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya
OMA ialah infeksi saluran napas atas. kemungkinan infeksi saluran napas atas nya
adalah tonsilitis karena masa inkubasi bakteri yang menyebabkan tonsillitis adalah 2-
4 hari. Gejala dari tonsilitis dapat berupa demam dan nyeri telinga. Pada anak,
komplikasi dari tonsillitis bisa menjadi otitis media akut. Gejala klinik dari otitis
media akut. Pada anak yang sudah dapat bicara, selain nyeri telinga keluhan juga
terdapat suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumya
(Soepardi, 2011).
3. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : sadar dan kooperatif, BB 22 kg, TB 124 cm
Tanda vital: Nadi: 98 x/menit, RR: 24 x/menit, Suhu: 39Oc
Keadaan spesifik :
Kepala: konjungtiva tidak pucat
Telinga:
- Dekstra: nyeri tekan tragus (-), membran timpani hiperemis intak, refleks cahaya
(+) di jam 3, sekret (-).
- Sinistra: nyeri tekan tragus (-), dengan otoskopi tampak sekret (+) serous aktif,
membran timpani tampak perforasi di bagian sentral.
Hidung: cavum nasi normal, secret serous (+), massa (-)
Tenggorokan: faring hiperemis(+), Tonsil: T2/T2 hiperemis (+/+)
Thoraks:
- Cor: bunyi jantung normal
- Pulmo: vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronkhi(-)

23
Abdomen: datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: kaki tangan dingin (-), efloresensi (-), telapak tangan tidak pucat.
a) Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik dan keadaan spesifik pada kasus?
Jawab :

24
b) Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik dan keadaan spesifik?
Jawab :
Suhu 39oC (Demam)
FR (ISPA 5 hari lalu) → mikroorganisme masuk ke saluran pernafasan atas →
inflamasi pada nasofaring → merangsang pelepasan mediator inflamasi (IL-1, IL-
6, TNF dan IFN) → mengeluarkan asam arakidonat → merangsang hipotalamus
memproduksi prostaglandin → meningkatkan set point di hipotalamus → Demam
tinggi (Price and Wilson, 2012).

25
Membran Timpani Hiperemis Intak di Telinga Dextra
FR (ISPA 5 hari lalu) → mikroorganisme masuk ke saluran pernafasan atas →
inflamasi pada nasofaring → edema dan oklusi tuba eustachius → infeksi menyebar
ke telinga tengah → mikroorganisme menginfeksi dan menginflamasi telinga
tengah → pengeluaran sitokin proinflamasi→vasodilatasi pembuluh darah
→gambaran hiperemis intak (Price and Wilson, 2012).
Sekret (+) serous aktif di Telinga Sinistra  Pus yang keluar dari membrane
timpani saat bulging
FR (ISPA 5 hari lalu) → mikroorganisme masuk ke saluran pernafasan atas →
inflamasi pada nasofaring → edema dan oklusi tuba eustachius → infeksi menyebar
ke telinga tengah → mikroorganisme menginfeksi dan menginflamasi telinga
tengah → makrofag menghasilkan sitokin dan menghancurkan patogen/ bakteri →
terbentuknya pus mukopurulen di telinga tengah → membran timpani bulging →
tekanan telinga tengah semakin tinggi → perforasi membran timpani → keluar
sekret serous dari membran timpani (Price and Wilson, 2012).
Membran Timpani Tampak Perforasi Di Bagian Sentral.
FR (ISPA 5 hari lalu) → mikroorganisme masuk ke saluran pernafasan atas →
inflamasi pada nasofaring → edema dan oklusi tuba eustachius → infeksi
menyebar ke telinga tengah → mikroorganisme menginfeksi dan menginflamasi
telinga tengah → makrofag menghasilkan sitokin dan menghancurkan patogen/
bakteri → terbentuknya pus mukopurulen di telinga tengah → membran timpani
bulging → tekanan telinga tengah semakin tinggi → perforasi membran timpani
(Price and Wilson, 2012).
Secret serous (+) di hidungRhinorrhae
FR (ISPA 5 hari lalu) → mikroorganisme masuk ke saluran pernafasan atas →
terjadi respon tubuh untuk mengeluarkan benda asing → batuk → hipersekresi
mucus untuk membersihkan daerah hidung → pilek/rhinorrhae (Price and Wilson,
2012).
Faring hiperemis (+)

26
FR (ISPA 5 hari lalu) → mikroorganisme masuk ke saluran pernafasan atas →
menginfeksi faring → inflamasi pada nasofaring → faringitis akut → progresif →
faring hiperemis (Price and Wilson, 2012).
Tonsil T2/T2 hiperemis (+/+)
FR (ISPA 5 hari lalu) → mikroorganisme masuk ke saluran pernafasan atas →
menginfeksi faring → mikroorganisme bermigrasi ke tonsil → peradangan tonsil
→ tonsilitis akut → Tonsil T2/T2 hiperemis (Price and Wilson, 2012).
c) Apa tujuan pemeriksaan refleks cahaya dan bagaimana cara pemeriksaannya?
Jawab :
Tujuan pemeriksaan refleks cahaya :
- Untuk menilai warnanya, besar kecilnya, ada tidaknya reflek cahaya (cone
of light), perforasi, sikatrik, retraksi, penonjolanprosesus brevis.
- Untuk mengevaluasi keadaan bagian dalam liang telinga dan kondisi
gendang telinga
(Sudrajat dkk, 2018).
Pemeriksaan reflek cahaya:
1. Bantu pasien dalam posisi duduk jika memungkinkan
2. Posisi pemeriksa menghadap ke sisi telinga yang dikaji
3. Atur pencahayaan dengan menggunakan auroskop, lampu kepala atau sumber
cahaya lain sehingga tangan pemeriksa bebas bekerja
4. Inspeksi pada bagian gendang telinga, jika melihat cahaya membentuk kerucut
“refleks cahaya”, memantulkan permukaan gendang telinga dan ini dalam
keadaan normalnya.
d) Bagaimana cara pemeriksaan otoskopi?
Jawab :
Pemeriksaan otoskopi adalah prosedur klinis yang digunakan untuk
memeriksa struktur telinga, khususnya saluran pendengaran eksternal, membran
timpani dan telinga tengah (Falkson & Tadi, 2021). Sedangkan, otoskop adalah alat
menyerupai corong yang memiliki gagang dan lampu yang digunakan untuk
melakukan pemeriksaan otoskopi, sehingga bagian-bagian membran timpani itu

27
lebih terlihat jelas. Dimana, cara melakukan pemeriksaan otoskopi yaitu dengan
cara (Soepardi, et al., 2022);
1. Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih
tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga
dan membrana timpani.
2. Awalnya, pemeriksa lakukan inspeksi telinga luar terlebih dahulu. Lihat apakah
ada perubahan bentuk, bekas scar operasi, atau tanda peradangan.
3. Selanjutnya, tarik telinga pasien ke arah posterosuperior untuk meluruskan
daun telinga sehingga dapat melihat bagian liang telinga lebih mudah.
4. Masukkan ujung otoskop yang dipegang seperti memegang pena secara
perlahan. Supaya posisi otoskop ini stabil, maka jari kelingking tangan yang
memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien.
5. Otoskop dipengang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan
pasien dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga bagian kiri.
6. Lalu, lakukan interpretasi yang terlihat dari otoskop.

Pemeriksaan otoskopi
(Soepardi, et al., 2022)
Apa yang dinilai:
Membrana timpani:
- Apakah membrana timpani utuh atau tidak  normalnya utuh

28
- Apakah terdapat perubahan warna yang awalnya berwarna pink muda, menjadi
merah atau putih  normalnya berwarna pink muda.
- Apakah terdapat bulging, perforasi ataupun retraksi  normalnya tidak terjadi
apa-apa
- Apakah terdapat refleks cahaya normal atau tidak  normal refleks cahaya
telinga kiri adalah di arah jam 7 dan normal refleks cahaya telinga kanan adalah
di arah jam 5.
Saat dilakukan otoskopi pada pasien yang memiliki telinga gangguan akan
terlihat gambaran (Harrison et al, 2020) :
1. Membran tinpani hiperemi (meski pada anak yang berteriak atau sedang demam
juga akan membuat membran timpani hiperemi), menonjol (merupakan satu
tanda penting dalam mendiagnosis otitis media akut), mobilitasnya berkurang.
2. Posisi membran timpani tertarik ke medial dengan tanda tampak lebih cekung,
brevis lebih menonjol manubrium malei lebih horizontal dan lebih pendek,
plika anterior tidak tidak tampak lagi. dan refleks cahaya hilang atau berubah.
3. Kadang tampak adanya air fuid level (gambaran cairan yang berbatas jelas
dengan udara di kavum timpani) dan air bubbles (gelembung udara bercampur
dengan cairan di dalam kavum timpani).
e) Apa saja macam-macam tes pendengaran?
Jawab :
1. Tes Penala
Pada umumnya dipakai tiga macam penala yaitu dengan frekuensi 512 Hz, 1024
Hz, dan 2048 Hz. Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif menggunakan garpu
tala yang terdiri dari (Soepardi et al, 2018):
a. Tes Rinne, membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui
tulang pada telinga yang diperiksa. Pada tuli perseptif, hantaran udara lebih
baik daripada hantaran tulang.
b. Tes Weber, membandingkan hantaran tulang telinga yang sakit dengan
telinga yang sehat. Pada tuli perseptif, terdapat lateralisasi ke arah telinga
sehat.

29
c. Tes Schwabach, membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Pada tuli perseptif,
terdapat pemendekan hantaran tulang.
d. Tes Bing (tes Oklusi)
e. Tes Stenger, pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli).
2. Tes Berbisik
Bersifat semi-kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang
perlu diperhatikan adalah ruangan cukup tenang dengan panjang minimal 6
meter, nilai normal tes berbisik yaitu 5/6 - 6/6. Pada tuli perseptif dijumpai
penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima meter dan
sukar mendengar kata kata yang mengundang nada tinggi (huruf konsonan)
(Soepardi et al, 2018).
3. Audiometri
Audiometri adalah prosedur pemeriksaan yang bertujuan untuk mengidentifikasi
dan menentukan ambang pendengaran seseorang dengan mengukur sensitivitas
pendengarannya menggunakan alat yang disebut audiometer dan dapat
diestimasi dengan menggunakan audiogram (Soepardi et al, 2018).
a. Audiometri Nada Murni
Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal atau tuli. Pada hasil
dari audiogram, dapat ditemukan grafik AC (hantaran udara) dan grafik BC
(hantaran tulang). Pada tuli sensorineural, hasil audiogram akan menunjukkan
grafik BC dan AC turun lebih dari 25 dB dan diantara kedua grafik tidak ada
gap (Soepardi et al, 2018).
b. Audiometri Khusus
Pada tuli perseptif, digunakan metode audiometri khusus untuk membedakan
antara tuli perseptif koklea dan tuli perseptif retrokoklea (Soepardi et al,
2018). Audiometri khusus terdiri dari:
1. Tes SISI (short increment sensitivity index), untuk mengetahui adanya
kelainan koklea.
2. Tes ABLB (alternate binaural loudness balance)

30
3. Tes kelelahan (tone decay), ada dua cara yaitu TTD (threshold tone decay)
dan STAT (suprathreshold adaptation test)
4. Audiometri tutur (speech audiometry), menggunakan kata- kata yang
disusun dalam silabus : phonetically balanced word LBT (PB, LIST).
5. Audiometri bekessy (bekesy audiometry), untuk menilai ambang
pendengaran.
c. Audiometri Objektif
Pada pemeriksaan ini pasien tidak harus bereaksi. Terdapat empat cara
pemeriksaan, yaitu (Soepardi et al, 2018):
1. Audiometri impedans, diperiksa kelenturan membran timpani dengan
tekanan tertentu pada meatus akustikus eksterna. Terdiri dari pemeriksaan
timpanometri, fungsi tuba Eustachius, dan refleks stapedius.
2. Electrococleografia, digunakan untuk merekam gelombang- gelombang
yang khas dari evoke electron potential cochlea.
3. Evoked response audiometry atau brainstem evoked response audiometry
(BERA) atau evoked response audiometry (ERA) atau auditory brainstem
response (ABR), suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi pendengaran
dan fungsi nervus VIII.
4. Otoacoustic emission (OAE) atau emisi otoakustik, respons koklea yang
dihasilkan oleh sel-sel rambut luar yang dipancarkan dalam bentuk energi
akustik. (Soepardi et al, 2018).
4. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus?
Jawab :
Anamnesis
– keluhan utama: keluar cairan bening dan gangguan pendengaran di aurikula
sinistra sejak satu hari yang lalu.
– Keluhan tambahan: nyeri telinga kiri sejak dua hari yang lalu, demam tinggi dan
batuk pilek sejak lima hari yang lalu.
– Riwayat pengobatan: -
– Riwayat penyakit dahulu: -
– Riwayat trauma: -

31
– Riwayat keluhan yang sama: -
– Riwayat keluarga: -
Pemeriksaan fisik
– Tanda vital: febris dan underweight.
– Telinga:
 Dextra: OMA stadium hiperemis
 Sinistra: OMA stadium perforasi
– Hidung: Rhinorea
– Tenggorokan: Tonsilofaringitis
5. Apa diagnosis banding pada kasus?
Jawab :
 Otitis media akut
 Otitis media eksterna
 Otitis eksterna

Gejala dan Tanda OMA OME OE


Nyeri telinga + + +
Demam + + +
Efusi telinga + + -
tengah
Membran Suram Utuh -
tympani
Pendengaran + + +
berkurang
Edema + + +
Hiperemis + + +
Nyeri tekan + - +
tragus
Riwayat ISPA + + +/-
6. Apa pemeriksaan penunjang pada kasus?
Jawab :

32
1. Timpanosintesis: aspirasi sekret di telinga tengah melalui membran timpani, lalu
sekret dikultur (GOLD STANDAR)
2. Timpanometri: memeriksa secara objektif mobilitas membran timpani dan rantai
tulang pendengaran. Dapat konfirmasi terdapatnya cairan di telinga tengah.
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran
timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negatif di telinga tengah)
merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran konduktif. Melalui probe tone
(sumbat liang telinga) yang dipasang pada liang telinga dapat diketahui besarnya
tekanan di liang telinga berdasarkan energi suara yang dipantulkan kembali (ke arah
luar) oleh gendang telinga. Pada orang dewasa atau bayi berusia diatas 7 bulan
digunakan probe tone frekuensi 226 Hz. Khusus untuk bayi dibawah usia 6 bulan
tidak digunakan probe tone 226 Hz karena akan terjadi resonansi pada liang telinga
sehingga harus digunakan probe tone frekuensi tinggi (668, 678 atau 1.000 Hz).
Terdapat 4 jenis timpanogram yaitu;
b. Tipe A (normal)
c. Tipe As (diskontinuitas tulang tulang pendengaran)
d. Tipe B (cairan di dalam telinga tengah)
e. Tipe C (Gangguan fungsi tuba Eustiachius)
Timpanometri merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum tes OAE, dan bila
terdapat gangguan pada telinga tengah. Maka pemeriksaan OAE harus ditunda
sampai telinga tengah normal.
7. Apa diagnosis kerja pada kasus?
Jawab :
Otitis media akut dextra stadium hiperemis + otitis media akut sinistra stadium
perforasi ec tonsilofaringitis akut
8. Bagaimana tatalaksana pada kasus?
Jawab :
 Suportif: istirahat yang cukup, minum air yang cukup.
 Simptomatik: demam+ antinyeri (antipiretik+ analgetic)parasetamol 10-15
mg/kgBB setiap 6-8 jam
 Antibiotik: amoksisilin 30-50 mg/kgbb/hari

33
 Tetes hidung Efedrin HCl 0,5% dalam NaCl
 Cuci telinga dengan H2O2 3% (3-5 hari)
(Soepardi, 2018)
9. Apa komplikasi pada kasus?
Jawab :
Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abses sub-
periosteal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak).
Sekarang setelah ada antibiotika, semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan
sebagai komplikasi dari OMSK. (Soepardi, E. A., dkk. 2011)
OMSK  adanya perforasi membrane timpani > 2 bulan. Komplikasi lain biasanya
disebabkan karena komplikasi dari OMSK nya.
Komplikasi di telinga tengah
 Perforasi membrane timpani persisten
 Erosi tulang pendengaran
 Paralisis N. fasialis
Komplikasi telinga dalam
 Fistula labirin
 Labirinitis supuratif
 Tuli saraf (sensorineural)
Komplikasi ekstradural
 Abses ekstradural
 Trombosis sinus lateralis
 Petrositis
Komplikasi ke SSP
 Meningitis
 Abses otak
 Hidrosefalus otitis
(Soepardi, E. A., dkk. 2011)
10. Apa prognosis pada kasus?
Jawab :
Quo ad vitam : Bonam

34
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
11. Apa SKDU pada kasus?
Jawab :
4A : Kompetensi yang harus dicapai pada saat lulus dokter
Tingkat kemampuan 4 : Mendiagnosis,melakukan penatalaksanaan secara mandiri
dan tuntas
Mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut
secara mandiri dan tuntas.
12. Apa NNI pada kasus?
Jawab :
Hadis riwayat abu daud : “Tentang penyembuhan penyakit”

‫بالحرام تداووا وال فتداووا دَ َواء دَاء ِل ُك ِل َو َج َع َل َوالد ََّوا َء الدَّا َء أَ ْنزَ َل تعالى هللا إن‬
Artinya : "Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya, demikian pula
Allah menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah kalian dan
janganlah berobat dengan yang haram." (HR. Abu Dawud)
bermakna bahwa setiap penyakit ada obatnya dan Nila telah melakukan tindakan yang
benar untuk menyembuhkan penyakitnya, yaitu berobat ke dokter dan tidak berobat
dengan cara yang haram
2.6 Kesimpulan
Nila 8 tahun mengeluh otorea, otalgia, tuli konduktif sinistra disertai demam tinggi, batuk,
pilek, karena mengalami otitis media akut dextra stadium hiperemis + otitis media akut
sinistra stadium perforasi ec tonsilofaringitis akut.

35
2.7 Kerangka Konsep
FR : Usia, Faktor
anatomis, Riwayat ISPA

Mikroorganisme masuk ke saluran nafas

Infeksi faring dan tonsil

Tonsilofaringitis

Edema dan oklusi tuba Nyeri telinga


eustachii (otalgia)

Infeksi menyebar ke telinga tengah

Makrofag menghasilkan OMA dextra hiperemis


Demam
sintokin proinflamasi

Akumulasi cairan di
telinga tengah

OMA sinistra perforasi Gangguan pendengaran

Keluar cairan bening


(otorea)

36
DAFTAR PUSTAKA
Arief T., dkk., 2021. Karakteristik Pasien Otitis Media Akut. JIKSH: Jurnal Ilmiah Kesehatan
Sandi Husada. 10(1)
Casselbrant ML, Mandel EM. 2014. Otitis Media In the Age of Antimicrobial Resistance. Dalam:
Bailey, editor. Head & Neck Surgery- Otolaryngology. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins: 1479 – 501.
Drake R; Vogl W; Mitchell A. 2020. Gray’s Basic Anatomy. Singapore : Elsevier
Earwood, J., Rogers, T. & Rathjen, N., 2018. Ear Pein: Diagnosing Common and Uncommon
Causes. American Family Physician , 97(1): 20-27
Harrison,Et.al. 2020. Principle of Internal Medicines. Department Interna medicines.
Pennyslavannia University: Mc graw hill Education.
KKI. 2012. Standar kompetensi dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia
Lauralee, Sherwood. 2014. Fisiologi Manusia. Edisi 6. Jakarta: EGC
Mescher, A. L. 2017. Histologi Dasar Junqueira. Edisi 14. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Mahardika, I, dkk. 2019. Karakteristik Pasien Otitis Media Akut Di Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar Periode Januari – Desember Tahun 2014. E-Jurnal Medika, Vol. 8 No.1,
51-55.
McCormick, DP., et al. 2000. Otitis Media: Can Clinical Findings Predict Bacterial or Viral
Etiology. The Pediatric Infectious Disease Journal. 19(3)
Nisa, R. N. (2017). Kejadian Rinitis Alergi dengan Komplikasi Otitis Media Akut pada Anak Usia
5 Tahun. Jurnal Medula, 7(1): 54-59.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Purba, L., Imanto, M. & Anggraini, D. I., 2021. Hubungan Otitis Media Akut Dengan Riwayat
Infeksi Saluran Pernapasan Atas. Medula, 10(4): 670-676.
Soepardi, E. A., dkk. 2011. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan
Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Soepardi, E. A., dkk. 2018. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan
Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

37
Soepardi, E. A., Iskandar, N., Bashirudiin, J. & Restuti, R. D., 2022. Buku Ajar Ilmu kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. 7 ed. Jakarta: Universitas Indonesia
Publishing.
Silbernagl, S., Florian Lang. 2016. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Sudrajat, Hadi., Nurcahyo, Vicky Eko., dkk. 2018. Buku Pedoman Keterampilan Klinik:
Pemeriksaan THT. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas sebelas maret.
Triswanti, N., Wibawa, F. S., & Adha, G. A. R. (2021). Karakteristik Pasien Otitis Media Akut.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. 10(1): 7-11.
Tirado, Y. & Papsin, B. 2012. Management and treatment of patients with acute and chronic otitis
media. Dalam: Schoem, S. R., Darrow, D. H., eds. Pediatric otolaryngology. American
Academy of Pediatrics, 29-69.

38

Anda mungkin juga menyukai