Anda di halaman 1dari 20

Laporan Hasil Kegiatan Kunjungan Rumah

Steven Dwi Saputra 102015153


Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 06, Tanjung
Duren, Jakarta Barat 11510, E-mail : steven.2015fk153@civitas.ukrida.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit kronis merupakan penyebab dari kesakitan dan kematian yang
membutuhkan jangka waktu lama dan respon yang kompleks, jarang sembuh total, serta
berkoordinasi dengan berbagai disiplin ilmu kesehatan untuk keperluan pengobatan dan
peralatan. Penyakit kronis juga berperan dalam kemunduran kesehatan yang berangsur –
angsur memburuk dan sering terjadi pada usia lanjut yang menurunkan kualitas hidup
terkait ketidakmampuan dan keterbatasan fisik. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
penyakit kronis merupakan suatu keadaan yang menyebabkan kesakitan dan kematian
yang membutuhkan pengobatan dan peralatan dalam jangka waktu yang lama, jarang
sembuh total, dan berangsur – angsur memburuk yang menyebabkan ketidakmampuan
dan keterbatasan fisik sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup yang sering
terjadi pada lansia.
Penyakit kronis yang terjadi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor
yang sangat mempengaruhi adalah faktor gaya hidup. Faktor gaya hidup yang ikut
mempengaruhi adalah gaya hidup merokok, jarang berolahraga, dan obesitas yang
merupakan penyebab terbesar penyakit kronis. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi
adalah faktor usia. Pada usia lanjut, penyakit kronis yang terjadi merupakan gabungan
dari kelainan – kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses menua. Proses menua ini
merupakan proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan fungsi struktur dan fungsi
normalnya. Hal tersebut yang kemudian menyebabkan seseorang tidak bertahan terhadap
penyakit dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Beberapa penyakit yang termasuk
dalam penyakit kronis yakni penyakit jantung, stroke, gangguan pernapasan kronis,
kanker. Selain itu penyakit yang termasuk penyakit kronis yang sering dijumpai di
Indonesia adalah penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi dan diabetes.
LAPORAN KASUS

Puskesmas : Grogol 2
Tanggal kunjungan : 19 Juli 2018

Status Pasien dan Keluarga


Pasien Utama
1. Identitas Pasien
Nama : Etti Herawati
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Alamat : Jl. Banjir Kanal RT 10 / RW1 No. 3
Telepon :-
2. Riwayat Biologis Keluarga:
Keadaan kesehatan sekarang : Baik
Kebersihan perorangan : Sedang
Dapat dikatakan baik karena terlihat dari
hygiene rambut, tangan, kaki dan pakaian yang
digunakan cukup bersih
Penyakit yang sedang diderita : Gangguan ginjal, DM (Suami)
Penyakit keturunan : Tidak ada
Penyakit kronis/ menular : Penyakit gagal ginjal kronik (Ayah)
Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
Pola makan : Kurang
Pasien mengontrol pola makan dan mengurangi
konsumsi nasi putih, namun pasien terkadang masih
senang minum – minuman yang manis seperti teh kotak,
selain itu terkadang makan makanan yang mengandung
garam dan gurih, serta senang makan makanan pedas
Pola istirahat : Cukup baik, teratur
Jumlah anggota keluarga : 2 orang, yakni suami pasien dan 1 orang anak
3. Psikologis Keluarga:
Kebiasaan buruk : Suami pasien sering merokok
Pengambilan keputusan : Suami
Ketergantungan obat : Obat hipertensi (amlodipin) dan Obat gula
darah (metformin)
Tempat mencari pelayanan kesehatan : Puskesmas
Pola rekreasi : Cukup, biasanya ketika liburan pergi bersama
dengan keluarga
4. Keadaan rumah / lingkungan:
Jenis bangunan : Permanen
Lantai rumah : Keramik
Luas rumah : 3m x 2m = 6 m2
Penerangan : Kurang
Kebersihan : Kurang
Kebersihan rumah pasien digolongkan kurang
karena rumah pasien tergolong kecil dan banyak
barang
Ventilasi : Tidak ada
Dapur : Ada (dapur bersama)
Jamban keluarga : Tidak ada (jamban bersama)
Sumber air minum : Air galon isi ulang
Sumber pencemaran air : Tidak ada
Pemanfaatan perkarangan : Tidak ada
Sistem pembuangan air limbah : Tidak ada
Tempat pembuangan sampah : Ada (Tempat sampah bersama di luar ruangan)
Sanitasi lingkungan : Sedang
5. Spiritual Keluarga
Ketaatan beribadah : Baik
Pasien beragama Islam, selalu menjalankan
sholat 5 waktu, dan sering ikut kegiatan
kerohanian di lingkungan tempat tinggal
Keyakinan tentang kesehatan : Cukup baik
6. Keadaan sosial keluarga
Tingkat pendidikan : Sedang
Hubungan antar anggota keluarga : Baik
Hubungan dengan orang lain : Baik
Kegiatan organisasi sosial : Baik
Keadaan ekonomi : Kurang (menengah ke bawah)
7. Kultural keluarga
Adat yang berpengaruh : Jawa
Lain – lain : Tidak ada
8. Daftar anggota keluarga
No Nama Hub Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Keadaan Keadaan Imunisasi K Keterangan
dgn KK kesehatan gizi B
1 Supardi Ayah 51 th SMA Security Islam Baik Baik Lupa - -
2 Etti Ibu 48 th SMA Ibu rumah Islam Baik Baik Lupa - -
Herawat tangga
i
3 Rihani Anak 16 th SMA Pelajar Islam Baik Baik Lupa - -
Khoirun
issa

9. Riwayat Kebiasaan Sosial


Olahraga : Jarang
Pola jajan : Sering
Merokok : Tidak ada
Alkohol : Tidak ada

10. Keluhan Utama


Sering merasa lelah dan rasa kesemutan di bagian ekstremitas
11. Keluhan Tambahan
Pasien merasa terkadang pusing, terbangun pada malam hari, dan terkadang rasa
denyut jantung yang berdebar - debar. Selain itu, penderita juga mengeluh sering
buang air kecil ketika malam hari, minum bertambah. Pasien juga sering mengeluh
sakit perut disebelah kuadran kiri atas.
12. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengaku sering datang ke puskesmas untuk memeriksa tekanan darah, gula
darah karena beliau menderita hipertensi dan diabete melitus. Pasien juga sering
mengeluh rasa sakit pada perut bagian kiri atas karena memiliki riwayat gastritis.
Pasien mengaku meminum obat darah tinggi dan obat gula darah secara teratur.
Ketika dilakukan pemeriksaan tekanan darah ketika dilakukan kunjungan, tekanan
darah pasien 140/90 mmHg. Pasien sampai saat ini masih mengeluh sering kencing
terutama pada malam hari, selain itu pasien juga merasa cepat haus, dan nafsu makan
turun karena ada sering merasa sakit pada perut bagian kiri atas. Keluhan demam,
mual dan muntah disangkal, BAB normal.
13. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya telah terdiagnosa menderita hipertensi, DM, dan gastritis.
14. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Pernapasan :-
Nadi :-
Suhu :-
15. Pemeriksaan Penunjang yang Dianjurkan
DM Pemeriksaan gula darah : sewaktu, puasa, TTGO
Pemeriksaan HbA1c
Hipertensi Pemeriksaan penunjang untuk menilai fungsi organ lainnya (ada tidak
kerusakan organ) atau untuk mencari penyebab hipertensi
EKG, GFR, Urinalisa, pemeriksaan fungsi ginjal, kolesterol,
pemeriksaan retina
Gastritis  UBT (Urea Breath Test), endoskopi, pemeriksaan tinja, pemeriksaan
kadar sel darah
16. Diagnosis (Secara biopsikososial)
Biologi : Diabetes melitus dan Hipertensi derajat 1 disertai gastritis
Psikologi : Sehat
Sosial : Sehat
17. Penatalaksanaan Penyakit dan Edukasi
Health Promotion
Memberikan edukasi tentang gastriris, hipertensi dan diabetes melitus serta
faktor risiko dan dampak dari penyakit yang diderita, dengan harapan pasien dapat
menghindari fakor risiko komplikasi dan dapat menerapkan pola hidup bersih dan
sehat.
Spesific Protection
Seseorang yang memiliki faktor risiko diabetes melitus perlu melakukan pola
atau gaya hidup yang sehat dengan mengkonsumsi makanan sehat sesuai kebutuhan
gizi, makan teratur, kurangi minum minuman manis, berolahraga, mengurangi
aktivitas yang menguras tenaga dan pikiran, menghindari stress. Selain itu seseorang
yang memiliki faktor risiko hipertensi, perlu sering berolahraga teratur, mengurangi
rokok, kurangi minum alkohol, serta mengurangi penggunaan garam, dan kurangi
stress. Kemudian pada seseorang yang memiliki faktor risiko gastritis perlu
mengurangi makan makanan pedas, minuman beralkohol, maupun merokok untuk
tidak mengalami gastritis
Early Diagnosis and Promt Treatment
Pada seseorang dengan faktor risiko diabetes mellitus perlu memeriksakan diri
secara rutin agar penyakit dapat ditangani dengan cepat dan benar. Dalam menegakan
diagnosisnya, dapat dibantu dengan pemeriksaan penunjang seperti pengukuran gula
darah baik gula darah sewaktu, puasa, maupun TTGO. Selain itu dapat dilakukan
pemeriksaan HbA1c. Sedangkan seseorang dengan faktor risiko hipertensi perlu
secara rutin kontrol dengan memeriksakan tekanan darah. Sedangkan seseorang
dengan faktor risiko gastritis perlu kontrol untuk dilakukan pemeriksaan fisik bahkan
pemeriksaan penunjang apabila diperlukan. Penyakit – penyakit tersebut juga dapat
berkomplikasi oleh karena itu perlu pemeriksaan rutin apabila penyakit – penyakit
sudah mulai berkomplikasi. Misalnya dengan pemeriksaan mata secara rutin.
Terapi medikamentosa
Hipertensi
 Diuretik: Obat diuretik bekerja dengan membuang kelebihan
garam (natrium) dan cairan di dalam tubuh untuk menormalkan
tekanan darah. Furosemide 3 x 20 mg/hari
Spironolakton 2x 50 mg/hari
 β bloker: Beta blocker bekerja dengan menurunkan
frekuensi denyut jantung (kronotropik negatif), kontraktilitas
(inotropik negatif), dan dapat menurunkan tekanan darah dari
ringan sampai sedang. Kontraindikasi: Asma, bradikardi,
hipotensi, DM, gagal jantung. Contoh obat: Propanolol 2-3 x 10
mg /hari.
 Angiotensin reseptor bloker: Losartan 1 x 50mg/hari
 ACE inhibitor: ACE inhibitor bekerja dengan menghambat
Angiotensin Converting Enzyme sehingga angiotensin I tidak
dapat diubah menjadi angiotensin II. Hal ini akan menyebabkan
vasodilatasi dan menurunkan sekresi aldosteron dan tekanan
darah. Contoh obat: Captopril 2 x 12,5 mg/hari
Ca antagonis: Amlodipine 2 x 5mg /hari
Nifedipine 1 x 30mg/hari
DM
Sulfonilurea: Klorpropamid 2x 125 mg/hari
Biguanid: Metformin 2 x 500mg/hari
Gastritis
PPI Omeprazole 1x 20mg/hari
Lansoprazole 1x 30mg/hari
H2 reseptor bloker Ranitidin
Disability Limitation
 Mulai mengontrol pola makan sesuai status gizi
 Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan kebiasaan
makan.
 Menghindari stress dengan cara menciptakan suasana yang menyenangkan
bagi pasien penderita hipertensi, diabetes melitus, dan gastritis
 Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat
 Menghindari makan makanan pedas, minuman beralkohol, maupun kopi
Rehabilitatif
Rehabilitasi merupakan upaya perbaikan dampak negatif dari hipertensi yang tidak
bisa diobati. Upaya yang dapat dilakukan oleh penderita hipertensi antara lain dengan
perubahan pola makan dan gaya hidup sehat yang harus dilakukan secara kontinum.
Hal-hal lain yang dilakukan dan bertujuan agar tekanan darah selalu dalam keadaan
normal
 Mengingatkan pasien untuk minum obat secara rutin
 Kontrol penyakit ke dokter minimal sebulan sekali
 Monitoring: Tekanan darah
Kerusakan target organ  Mata, ginjal, jantung, otak
Gula darah
 Menyarankan pasien untuk berolahraga
 Mengingatkan pasien untuk sebisa mungkin tidak mengalami luka
 Mengingatkan pasien untuk makan tepat waktu, jangan makan pedas,
minuman beralkohol maupun kopi
 Mengingatkan pasien untuk tidak stress
18. Prognosis
Penyakit : Dubia ad bonam
Keluarga : Dubia ad bonam
19. Resume
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan didapatkan bahwa pasien menderita hipertensi
derajat 1. Pasien memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang penyakitnya. Pasien
sudah lama berhenti minum obat karena hipertensi yang terkendali. Pasien juga
melakukan kebiasaan sosial yang baik seperti sering berolahraga, tidak merokok, dan
tidak minum alkohol. Namul pasien memiliki pola jajan yang terlalu sering dan memiliki
berat badan berlebih (obesitas). Hubungan pasien dengan keluarga baik, dan harmonis,
dimana pasien juga memiliki hubungan yang baik dengan lingkuran sekitan dan aktif
dalam kegiatan bermasyarakat.

Hal ini dapat dilihat dari ukuran rumah pasien yang kurang lebih memiliki luas 6
meter persegi dengan ditinggali oleh 3 orang. Rumah pasien tidak memiliki ventilasi yang
tentunya membuat sirkulasi udara di tempat tinggalnya kurang baik terlebih apabila pintu
tidak dibuka. Ruangan tempat tinggalnya cukup panas. Selain itu, tempat tinggal pasien
sangat padat penduduk. Pencahayaan tempat tinggal pun dapat dikatakan kurang. Jamban
yang digunakan sendiri merupakan jamban bersama dengan orang – orang yang kontrak
di tempat tersebut. Oleh karena itu, tentunya akan sangat mudah terjadi penularan
penyakit yang disebabkan karena fecal oral. Pasien bukan seorang perokok, namun
suaminya merupakan seorang perokok. Oleh karena itu, tentunya akan menjadi salah satu
faktor risiko bagi pasien ataupun anak pasien menderita gangguan pernapasan. Pada
pasien tersebut yang menderita hipertensi, diabetes melitus, dan gastritis perlu dilakukan
pemeriksaan rutin. Tekanan darah dan gula darah pasien harus terkontrol. Selain itu,
pasien diminta untuk berhati – hati sehingga tidak mengalami luka. Pasien perlu
mengkontrol pola makannya dan melakukan hal – hal yang terdapat dalam perilaku bersih
dan sehat. Anak pasien juga berisiko menderita hipertensi maupun diabetes melitus, oleh
karen itu sangat dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat sedini mungkin serta
mengontrol tekanan darah secara teratur dan hidup dengan pola makan yang sehat
sehingga mendapatkan indeks massa tubuh yang ideal. Dari anamnesis juga diketahui,
suami pasien menderita diabetes melitus, sehingga sangat dianjurkan untuk kontrol gula
darah secara teratur, menjaga pola makan sesuai status gizi, mengurangi merokok dan
selalu melakukan pola hidup yang sehat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Blum
Konsep hidup sehat dari teori H.L. Blum untuk menciptakan kondisi sehat, diperlukan
suatu keharmonisan dalam menjaga kesehatan tubuh, sampai saat ini masih sangatlah relevan
untuk diterapkan.1 Kondisi sehat secara holistik bukan saja kondisi sehat secara fisik,
melainkan juga spiritual dan sosial dalam bermasyarakat. Blum menjelaskan ada empat faktor
tersebut yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Keempat faktor tersebut
merupakan faktor determinan timbulnya masalah kesehatan.2
Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor perilaku atau gaya hidup, faktor lingkungan
(sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan
kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan).1,3 Keempat faktor tersebut saling berinteraksi
yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat. Diantara faktor
tersebut faktor perilaku manusia merupakan faktor determinan yang paling besar dan paling
sukar ditanggulangi. Kemudian disusul dengan faktor lingkungan.3 Hal ini disebabkan karena
faktor perilaku yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor lingkungan karena
lingkungan hidup manusia juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.
Konsep paradigma sehat Blum memandang pola hidup sehat seseorang secara holistik
dan komprehensif.2,4 Masyarakat yang sehat tidak dilihat dari sudut pandang tindakan
penyembuhan penyakit melainkan upaya yang berkesinambungan dalam menjaga dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang peranan yang
penting. Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan dari
dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya.2,4 Diperlukan suatu program untuk
menggerakan masyarakat untuk membentuk masyarakat yang sehat. Masyarakat yang
berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga lingkungan yang
bersih dan sehat.
Berbicara mengenai lingkungan, sering kali mengarah dari kondisi fisik. Lingkungan
yang memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit. Hal ini
jelas membahayakan kesehata masyarakat. Terjadinya penumpukan sampah yang tidak dapat
dikelola dengan baik, polusi udara, air, dan tanah juga dapat menjadi penyebab penyakit.
Upaya menjaga lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak, oleh karena itu diperlukan
kesadaran semua pihak.2 Selain lingkungan fisik, lingkungan sosial juga berperan. Sebagai
makhluk sosial, manusia membutuhkan bantuan orang lain, sehingga interaksi individu satu
dengan lainnya harus terjalin dengan baik.5 Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat
menimbulkan masalah kejiwaan.
Kondisi pelayanan kesehatan juga menunjang derajat kesehatan masyarakat. 2
Pelayanan kesehatan yang berkualitas sangatlah dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan
posyandu, puskesmas, rumah sakitdan pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu dalam
mendapatkan pengobatan dan perawatan kesehatan. Terutama pelayanan kesehatan dasar
yang memang banyak dibutuhkan masyarakat. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia
di bidang kesehatan juga harus ditingkatkan. Puskesmas sebagai garda terdepan dalam
pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peranan yang sangat besar. 1,3 Karena di
puskesmaslah akan ditangani masyarakat yang membutuhkan edukasi dan perawatan primer.
Keturunan atau genetik merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang
dibawa sejak lahir. Hal ini disebabkan karena terdapat penyakit yang dapat diturunkan seperti
hipertensi maupun diabetes. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki faktor risiko genetik
yang berasal dari keluarga biologisnya, perlu lebih waspada dengan melakukan upaya –
upaya preventif dan diagnosis dini.3,4
Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan kondisi di mana terdapat kadar gula yang tinggi dalam
darah.6 Diabetes melitus sendiri dibagi menjadi dua tipe yakni tipe 1 dan tipe2. Diabetes
melitus tipe 1 terjadi disebabkan karena terjadi autoimun yang menyebabkan kerusakan pada
sel beta pankreas yang berperan dalam produksi insulin.6,7 Oleh karena itu, penanganan
diabetes melitus tipe 1 ditangani dengan pemberian insulin. Sedangkan diabetes tipe 2 terjadi
disebabkan karena kurang mampunya tubuh dalam merespon hormon insulin.7 Hal tersebut
menyebabkan tubuh tidak mampu memanfaatkan insulin yang dihasilkan oleh organ
pankreas. Ketidakmampuan tubuh dalam memanfaatkan hormon insulin sering dikarenakan
sel – sel tubuh bersaing dengan sel – sel lemak dalam tubuh. 7 Sehingga hormon insulin
banyak dihisap oleh sel – sel lemak yang menumpuk dalam tubuh. Oleh karena itula, tipe 2
lebih banyak menimpa pada orang – orang yang memiliki pola hidup dan pola makan jelek
hingga terjadi penimbunan lemak atau kegendutan. Berbeda dari tipe 1 yang muncul tiba –
tiba, diabetes tipe 2 memiliki perkembangan yang sangat lambat. Gejala dari diabetes melitus
sendiri berupa rasa lapar meningkat, rasa haus meningkat, buang air kecil yang sering
khususnya malam hari, luka yang lambat pulih bahkan sering infeksi, pandangan buram,
lelah, rasa sakit atau mati rasa pada kaki dan tangan, dan kesemutan. 6,8 Penatalaksanaan
diabetes tipe 1 dilakukan dengan pemberian insulin.8 Sedangkan penderita diabetes tipe 2 di
tatalaksana dengan obat pemicu sekresi insulin seperti golongan sulfonilurea atau obat – obat
peningkat sensitivitas insulin seperti golongan biguanid. 8 Salah satu golongan sulfonilurea
adalah klorpropamide, tolbutamide, glipizid, gliburid. Dosis klorporpamid yang diberikan
sebesar 125-250mg per hari dengan dosis maksimal 500 mg perhari. Salah satu golongan
biguanid adalah metformin. Golongan biguanid selain berfungsi meningkatkan sensitivitas
insulin, juga berperan dalam menghambat glukoneogenesis. Metformin yang diberikan
sebesar 500 mg x 2 perhari. Dan diperlukan terapi nonfarmakologis seperti perubahan gaya
hidup, diet, dan penanganan obesitas.8 Perubahan gaya hidup ini seperti anjuran ke pasien
untuk olahraga secara teratur karena olahraga dapa membantu mengatasi resistensi insulin.
Sedangkan untuk dietnya bertujuan untuk menurunkan berat badan hingga 5-10% dalam
jangka waktu setahun karena terbukti dapat menurunkan kadar gula darah, kolesterol total,
trigliserida, LDL, risiko penyakit kardiovaskular, dan tekanan darah. Komplikasi dari
diabetes yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan saraf (neuropati), kerusakan
ginjal (nefropati), kerusakan mata (retinopati), penyakit jantung koroner, stroke, hipertensi,
penyakit pembuluh darah perifer, gangguan hati, gangguan paru (lebih mudah terinfeksi), dan
infeksi (glukosa darah yang tinggi menggangu fungsi kekebalan tubuh).6,8
Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi saat tekanan darah lebih dari
140/90 mmHg.9 Kondisi ini dapat menjadi berbahaya, karena jantung dipaksa memompa
darah lebih keras ke seluruh tubuh, hingga dapat mengakibatkan timbulnya penyakit seperti
gagal ginjal, stroke, maupun gagal jantung. Adapun gejala dari hipertensi berupa sakit kepala,
pusing, penglihatan buram, mual, telinga berdenging, kebingungan, detak jantung tak teratur,
nyeri dada, kelelahan, sulit bernapas, dan sensasi berdetak di dada maupun leher. 9,10 Penyebab
hipertensi primer belum diketahui secara jelas. Tapi tekanan darah tinggi bisa disebabkan
oleh gaya hidup dan pola makanan yang buruk. Sedangkan hipertensi sekunder dapat terjadi
karena penyakit ginjal, kehamilan, penyakit kelenjar tiroid, tumor kelenjar adrenal. 9 Ada
beberapa hal yang meningkatkan risiko seseorang menderita hipertensi seperti usia yang
semakin tua, riwayat keturunan, obesitas, terlalu banyak makan garam, terlalu sedikit
mengonsumsi makanan yang mengandung kalium, kurang aktivitas fisik dan olahraga, serta
merokok.10 Tatalaksana medika mentosa adalah dengan pemberian obat – obat diuretik,
antagonis kalsium, beta blocker, ACE inhibitor, Angiotensin 2 reseptor blocker, atau
penghambat renin.11 Sedangkan tatalaksana non medikamentosa adalah dengan perubahan
gaya hidup seperti lebih sering mengonsumsi buah, sayur dibandingkan dengan daging merah
dan makanan yang mengandung lemak jenuh serta kolesterol tinggi, mengurangi konsumsi
garam, perbanyak aktivitas fisik atau olahraga, menurunkan berat badan, berhenti merokok,
mengurangi konsumsi minuman beralkohol maupun berkafein.9,11 Komplikasi yang dapat
terjadi pada hipertensi tidak terkontrol adalah aterosklerosis, kehilangan penglihatan,
terbentuk aneurisma, gagal ginjal, gagal jantung, demensia vaskuler.10
Gastritis
Gastritis merupakan kondisi ketika lapisan lambung mengalami iritasi, peradangan
atau pengikisan.12 Berdasarkan jangka waktu perkembangan gejala, gastritis dibagi menjadi
dua yakni akut (berkembang secara cepat dan tiba – tiba) dan kronis (berkembang secara
perlahan – lahan). Penyebab utama gastritis adalah bakteri Helicobacter pylori yang dapat
berasal dari makanan atau air yang tercemar. 12 Penyebab lainnya adalah penggunaa obat –
obat anti inflamasi non steroid ataupun konsumsi alkohol secara berlebihan. Gastritis bisa
juga disebabkan karena stres. Gejala utama gastritis biasanya berupa rasa nyeri, rasa tidak
nyaman pada perut bagian atas, mual, muntah, dan ganggun pencernaan.10,13 Komplikasi yang
dari gastritis kronis adalah kanker lambung terutama apabila terdapat penipisan yang
signifikan pada dinding lambung dan perubahan pada sel lambung, tukak lambung, dan
perdarahan di dalam lambung.13 Penatalaksanaan medika metosa dapat diberikan obat
golongan H2 bloker, PPI, antasida, maupun antibiotik. Salah satu golongan H2 bloker adalah
ranitidine. Sedangkan golongan obat PPI contohnya omeprazole, lansoprazole, dll. 12,13
Sedangkan non medika mentosa dengan perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi
teratur, mengurangi makan makanan pedas, mengurangi minuman beralkohol.
PEMBAHASAN KASUS
Faktor perilaku
Pasien memiliki kebiasaan pola makan kurang teratur. Selain itu, pasien juga sering
makan makanan yang pedas. Hal tersebut yang kemudian dapat memicu terjadinya penyakit
gastritis. Selain itu, pasien mengaku dulu belom pernah menderita kencing manis. Namun
setelah pasien sering minum minuman yang manis dan teh kotak, pasien baru terdiagnosis
mengalami kencing manis. Sampai sekarang, pasien masih sering minum minuman yang
manis. Namun, jumlah nasi putih yang dikonsumsi sudah mulai dikurangi. Adanya konsumsi
minuman yang manis menjadi risiko terjadinya diabetes melitus. Pasien juga memiliki
kebiasaan jarang berolahraga secara teratur. Hal tersebut yang menyebabkan kesehatan
pasien kurang baik. Selain sering minum minuman yang manis, pasien juga mengaku sering
makan makanan yang cukup asin, dan gurih. Adanya natrium yang berlebihan yang berasal
dari garam akan membuat air sulit keluar melalui ginjal. Sehingga volume darah dalam tubuh
makin meningkat. Dengan volume darah yang meningkat namun pembuluh darah tidak
mengalami pelebaran menyebabkan aliran darah menjadi deras. Selain itu, suami pasien
memiliki kebiasaan merokok yang tentunya akan berdampak bagi dirinya sendiri maupun
keluarga pasien. Suami pasien memiliki risiko yang sangat tinggi untuk menderita hipertensi
maupun penyakit jantung karena kebiasaan merokoknya. Sedangkan pasien dan anak pasien
akan memiliki risiko untuk menderita penyakit saluran pernafasan seperti PPOK dan
meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan gangguan pembuluh darah.
Faktor Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal pasien sangat sempit karena hanya memiliki luas kurang
lebih 6 meter persegi dan dihuni oleh 3 orang. Selain itu, pencahayaan rumah termasuk
kurang karena hanya ada 1 lampu di tempat tidurnya dan jalan menuju ke toilet juga sangat
kurang. Di kamar kontrakan juga tidak terdapat ventilasi. Kontrakan tempat tinggal pasien
memiliki lantai dengan keramik, namun jalan menuju toilet hanya berlantai dengan semen. Di
tempat tinggal pasien terdapat tempat sampah di bagian luar dari kamar kontrakannya.
Namun berdasarkan percakapan yang dilakukan, sampah tersebut sering dibuang ditanggul
belakang rumah ataupun di tanah di sebelah kontrakan. Air yang digunakan sehari – hari
berasal dari air tanah. Sumber air minum yang digunakan adalah air galon isi ulang. Di
lingkungan tempat tinggal pasien tidak ada pembuangan limbah pabrik. Lingkungan tempat
tinggal pasien sangat padat penduduk dan sering banjir terutama ketika musim penghujan.
Dari beberapa hal tersebut, dapat dikatakan bahwa lingkungan fisik tempat tinggal pasien
tidak memenuhi syarat rumah sehat. Adapun syarat rumah sehat sebaiknya memiliki ventilasi
udara yang cukup pada setiap ruangan, pengoptimalan sinar matahari yang masuk kedalam
ruangan, luas bangunan rumah yang cukup untuk penghuni di dalamnya, posisi septictank
yang disusahakan sejauh mungking dengan rumah tinggal, pencahayaan rumah yang cukup,
sebisa mungking tidak menggunakan kipas angin, terdapat taman di teras atau di dalam
rumah, dan keberishan rumah terjaga. Diperlukan adanya ventilasi bertujuan kelembapan
ruangan tidak naik karena proses penguapan cairan dari kulit. Adanya kelembapan akan
menjadi media yang baik untuk bakteri – bakteri patogen. Ventilasi juga bertujuan
membebaskan udara ruangan dari bakteri – bakteri terutama bakteri patogen. Pengoptimalan
sinar matahari yang masuk kedalam ruangan diperlukan karena kamar yang lembab bisa
menjadi tempat bakteri berkembang biak. Cahaya matahari yang masuk dapat membantu
membunuh bakteri – bakteri patogen didalam rumah seperti bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Luas bangunan rumah harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas
lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang
tidak sebanding dengan penghuninya akan menyebabkan rumah terlalu padat orang. Hal
tersebut berdampak kurang baik terhadap kesehatan penghuninya karena menyebabkan
kurangnya konsumsi oksigen serta apabila terdapat salah satu anggota keluarga terkena
penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Sedangkan posisi
septitank yang seharusnya jauh dari rumah tinggal apabila bila menggunakan air tanah
sebagai bahan konsumsi sehari – hari, selain jorok juga berpotensi mendatangkan berbagai
jenis bibit penyakit. Pencahayaan rumah harus cukup, tidak terlalau gelap atau terang agar
tidak meyebabkan kesehatan mata menurun. Penggunaan kipas angin juga dapat
menyebabkan flek pada paru – paru sehingga perlu dihindari. Kebersihan rumah juga harus
terjaga karena tempat tinggal yang kotor tentu sangat tidak nyaman untuk dihuni dan dapt
menjadi tempat berkembang biak kuman bibit penyakit. Keadaan lingkungan sosial pasien
bisa terbilang baik. Hal ini dapat dilihat dari hubungan antara pasien dengan tetangga maupun
keluarganya yang sangat harmonis.
Faktor Pelayanan Kesehetan
Di dekat lingkungan tempat tinggal pasien dapat dijumpai dengan mudah pelayanan
kesehatan puskesmas. Kemudahan akses menuju puskesmas juga membantu pasien untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut. Pasien sendiri mengaku sering kontrol ke
puskesmas. Pengobatan yang didapat oleh pasien sendiri berasal dari puskesmas. Setiap obat
yang digunakannya habis, beliau selalu datang ke puskesmas untuk mendapatkan obat
tekanan darah tinggi dan obat kencing manisnya.
Faktor Genetik
Pasien memiliki anggota keluarga biologis yang tidak memiliki riwayat penyakit gula
darah maupun tekanan darah tinggi. Namun terjadi penyakit tekanan darah tinggi, kencing
manis, maupun gastritis dapat terjadi karena faktor perilaku maupun lingkungan. Adanya
penyakit kencing manis maupun tekanan darah tinggi pada pasien menunjukkan adanya
risiko bagi anak pasien untuk menderita penyakit yang serupa. Oleh karena itu, anak pasien
juga harus lebih berhati – hati dan waspada karena ada kecenderungan menderita sakit
serupa. Anak pasien perlu diberikan upaya promosi kesehatan, preventif, spesific protection,
dan early diagnosis.
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor – faktor yang
ikut berperan meliputi faktor perilaku, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan
faktor genetik. Oleh karena dalam menjaga status sehat seseorang, perlu memperhatikan
faktor – faktor tersebut. Pada kasus, ibu Etti Herawati berumur 48 tahun didiagnosis
menderita diabetes melitus tipe 2, hipertensi derajat 1, dan gastritis. Sebagai dokter, perlu
melihat faktor – faktor tersebut yang ada dalam kehidupan pasien. Ibu Etti memiliki faktor
perilaku, dan lingkungan yang kurang baik. Hal tersebut yang kemudian dapat menyebabkan
munculnya penyakit tersebut pada diri ibu Etti. Penyakit yang dialami oleh ibu Etti ini
tentunya dapat berkomplikasi. Oleh karena itu, perlu mendapatkan pelayanan keesehatan
yang menyeluruh. Upaya – upaya yang diberikan dapat berupa health promotion, spesific
protection, early diagnosis and prompt treatment, disabilty limitation, dan rehabilitation.
Dalam memberikan pelayanan dokter keluarga sendiri, sasaran yang diharapkan adalah
keluarga sehat. Ibu Etti sendiri sebagai bagian dari integral keluarga dan pintu masuk untuk
mengetahui kesehatan dari keluarganya. Pemberian pelayanan juga harus diberikan pada
seluruh anggota keluarganya juga.
LAMPIRAN

Gambar 1. Depan kamar Gambar2. Jalan menuju toilet Gambar3. Jalan depan rumah

Gambar4. Pencahayaan Gambar5. Kamar Gambar6. Barang dalam kamar

Gambar 7. Sampah sebelah rumah Gambar 8. Kamar mandi umum Gambar 9. Tempat cuci baju
Gambar 10. Dapur umum

Gambar 11. Tanggul belakang rumah

Gambar 12. Foto bersama pasien dan anak pasien


Daftar Pustaka

1. Ryadi ALS. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit ANDI; 2010. h. 1619.
2. Maulana HDJ. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. h.
8-17.
3. Makhfudli, Efendi F. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2009. h. 99-108.
4. Effendy N. Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC;1998. h.24-30.
5. Nugraheni H, Wiyatini T, Wiradona I. Kesehatan Masyarakat dalam Determinan
Sosial Budaya. Yogyakarta: Penerbit Deepublish; 2018. h. 65-95.
6. Lanywati E. Diabetes Mellitus: Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius; 2011. h. 13-21.
7. Tapan E. Kesehatan Keluarga: Penyakit Degeneratif. Jakarta: Penerbit Elex Media
Komputindu;2005. h. 77-86.
8. Schilling JA. Diabetes Mellitus: A Guide to Patient Care. Philadelphia: Lippincott
Williams&Wilkins; 2007. h. 37-57.
9. Gunawan L. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius;
2007. h. 17-28.
10. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: Kedokteran Klinis. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Erlangga; 2010. h. 167-85,254-71.
11. Rahmalia A, Novianty C, editors. At a Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2011. h. 138-40.
12. Ditschuneit, Malfertheiner. Helicobacter pylori, Gastritis and Peptic Ulcer. Berlin:
Springer-Verlag; 2010. h. 79-88.
13. Priyanto A, Lestari S. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika;
2009. h. 70-81.

Anda mungkin juga menyukai