Disusun Oleh :
Kevin Anderson 00000021755
Luh Gede Girani Saputri 00000021366
Lydia Alessia W. T 00000019866
Maureen Aretha 00000019656
Mushahigo 00000025595
Mochammad Karuniawan 00000024246
Natalia Supit 00000024823
Novita Anggraini 00000024922
Siti Nur Hartinah A. A. R 00000022365
Tri Ulfatul Qurro 00000023546
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
NOVEMBER 2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
BAB I 2
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Pokok Masalah 4
BAB II 5
2.1 Neonasionalisme 5
2.1.1 Pengertian Neonasionalisme 5
2.1.2 Jenis Neonasionalisme 6
2.1.3 Karakteristik Neonasionalisme 8
2.1.4 Perkembangan Neonasionalisme 11
2.1.5 Neonasionalisme di Indonesia 12
2.1.6 Nasionalisme Pancasila 13
2.1.7 Neonasionalisme di Negara lain 16
2.2. Multikulturalisme 18
2.2.1 Definisi Multikulturalisme 18
2.2.2 Tiga Kaidah Epidemi 19
2.2.3 Hukum 20
2.2.4 Faktor Kelekatan 21
2.2.5 Kekuatan Konteks 22
2.2.6 Studi Kasus 22
2.2.7 Perkembangan Multikulturalisme 23
2.2.7.1 Multikulturalisme dan HAM 23
2.2.7.2 Multikulturalisme dan Globalisme 24
2.2.7.3 Multikulturalisme dan Demokrasi 24
2.2.8 Multikulturalisme di Indonesia 24
2.2.9 Penyebab Multikulturalisme di Indonesia 25
2.2.10 Pandangan tentang Masyarakat Multikultural 26
2.2.11 Macam-Macam Multikulturalisme 27
2.2.12 Konsep Multikulturalisme 28
2.2.13 Refleksi Teologis di Tengah Keberagaman Agama 30
BAB III 37
1
DAFTAR PUSTAKA 38
BAB I
PENDAHULUAN
2
sistem pemerintahan yang sama. Sejak itu di negara-negara Eropa dan
Amerika bermunculan pula gerakan-gerakan kebangsaan, dan segera
menjalar ke Asia. Hal ini disebabkan ampuhnya nasionalisme sebagai
ideology yang dapat mempersatukan banyak orang di negeri-negeri
jajahan dalam menentang kolonialisme.5
Sebagai warga dunia yang mempunyai hak yang sama atas bumi
ini secara komunal, prinsip kesanggrahan dari Neo-Nasionalisme, yaitu
satu posisi yang duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi bersifat lebih
manusiawi, dibandingkan sekedar menerima belas kasihan yang digariskan
dalam prinsip toleransi. Masyarakat Indonesia sangat unik dengan
keberagamannya, karakter warga masyarakatnya juga berbeda dan unik
sesuai dengan perkembangan wilayahnya dan budayanya masing-masing.
Konflik-konflik yang di Indonesia umumnya muncul sebagai akibat
keanekaragaman etnis, agama, ras, dan adat. Di dalam lingkungan
masyarakat, akan ditemukan bermacam-macam kelompok-kelompok
masyarakat yang memiliki karakteristiknya masing-masing. Perbedaan
dari karakteristiknya tersebut ini sangat berkaitan dengan stratifikasi dan
diferensiasi sosial.6
3
1.2 Pokok Masalah
Masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam budaya. Karakter
masyarakatnya juga berbeda dan unik sesuai dengan perkembangan
wilayah. Meskipun begitu, konflik-konflik yang muncul di Indonesia
umumnya sebagai akibat keanekaragaman etnis, agama, ras, dan adat. Di
dalam lingkungan masyarakat, akan ditemukan bermacam-macam
kelompok masyarakat yang memiliki ciri khas. Perbedaan dari
karakteristiknya tersebut ini sangat berkaitan dengan stratifikasi dan
diferensiasi sosial. Oleh karena itu, penulis ingin membahas bagaimana
neo-nasionalisme dan politik multikulturalisme di Indonesia.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Neonasionalisme
2.1.1 Pengertian Neonasionalisme
Menurut Hans Kohn, nasionalisme adalah suatu kepercayaan yang
dimiliki oleh sebagian besar individu di mana mereka menyatakan rasa
kebangsaan sebagai perasaan memiliki secara bersama di dalam suatu
bangsa.7 Jika Neo berarti baru dan nasionalisme berarti rasa kebanggan
terhadap bangsanya maka neo-nasionalisme berarti suatu gerakan modern
yang menunjukkan rasa kebanggaan dan kebangsaan terhadap negaranya.8
Neo-nasionalisme atau nasionalisme baru ini merupakan tipe
nasionalisme yang meningkat pada sekitar pertengahan tahun 2010 di
Eropa dan Amerika Utara dan kemudian di beberapa wilayah lain. Neo-
nasionalisme mengacu pada gelombang nasionalisme baru yang muncul
sebagai reaksi terhadap prakarsa supranasional atau globalis seperti
misalnya Uni Eropa dan Kemitraan Trans-Pasifik dan sebagai salah satu
upaya untuk mengembalikan bangsa mereka ke kemakmuran sebelumnya.
Oleh karena itu hal ini terkait dengan beberapa posisi, seperti populisme
sayap kanan, anti-globalisasi, nativisme, proteksionisme, oposisi terhadap
imigrasi, oposisi terhadap Islam dan Muslim dan Euroscepticism mana
yang berlaku dan faktanya perlawanan nasionalis terhadap liberalisme
global ini ternyata menjadi kekuatan yang paling berpengaruh dalam
politik Barat mulai pada tahun 2016.9
Dr. Hertz dalam bukunya “Nationality in History and Politcis” sendiri
mengemukakan 4 unsur nasionalisme yaitu :
1. Hasrat untuk mencapai kesatuan.
7 Hans Kohn. Western and Eastern Nationalism dalam John Hutchinson New York: Oxford University Press.
1996. Hlm 162-164
8 Liah Greenfeld. Etymology, Definition, Types. dalam Alexander J. Motyl Encyclopedia of Nationalism.
San Diego: Academic Press. 2000. Hlm 251-265.
9 Benedict Anderson. Western Nationalism and Eastern Nationalism. New York: New Left Review. May-
June 2001. Hlm 31-42.
5
2. Hasrat untuk mencapai kemerdekaan.
3. Hasrat untuk mencapai keaslian.
4. Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa.
Dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa negara dan bangsa
adalah sekelompok manusia yang :
1. Memiliki cita-cita bersama yang mengikat warga negara menjadi satu
kesatuan.
2. Memiliki sejarah hidup bersama sehingga tercipta rasa senasib
sepenanggungan.
3. Memiliki adat, budaya, dan kebiasaan yang sama sebagai akibat
pengalaman hidup bersama.
4. Menempati suatu wilayah tertentu yang merupakan kesatuan wilayah.
5. Teroganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat sehingga mereka
terikat dalam suatu masyarakat hukum.
10 Benedict Anderson. Imagined Communities Reflections on the Origin and Spread of Nationalism,
London: London Publicist. 1983 Hlm 1-46.
11 Rogers Brubaker, “Civic” and “Ethnic” Nationalism dalam Ethnicity without Groups, Cambridge:
Harvard University Press. 2004. Hlm 132-146.
6
Nasionalisme romantik disebut juga sebagai nasionalisme
organik/nasionalisme identitas dimana negara memperoleh legitimasi
politik secara alamia (“organik”) dari konsekuensi dan ekspresi bangsa/ras.
4. Cultural Nationalism / Nasionalisme Budaya
Nasionalisme budaya mendefinisikan bangsa dan budaya saling mengisi
(sharing), dimana keanggotaan dalam suatu bangsa tidak diperoleh secara
otomatis berdasarkan keturunan/ anak-anak dari anggota bangsa dianggap
orang asing apabila dibesarkan dalan budaya lain. Atau kata lainnya
nasionalisme budaya berprinsip dimana negara memperoleh kebenaran
politik dari budaya bersama dan bukannya “sifat keturunan” seperti warna
kulit, ras, dan sebagainya.
5. State Nationalism / Nasionalisme Negara
Nasionalisme negara adalah variasi dari nasionalisme kewarganegaraan
dan sering diidentikan dengan nasionalisme etnis. Nasionalisme negara
berprinsip bahwa bangsa adalah sebuah komunitas yang memberikan
kontribusi kepada pemeliharaan kemampuan dan kekuatan negara
sehingga individu/ warga negara adalah wajib untuk memberikan
konstribusi pada tujuan itu.
6. Religious Nationalism / Nasionalisme Keagamaan
Nasionalisme keagamaan beranggapan bahwa negara memperoleh
legitimasi politik dari warganya yang menjalani kepatuhan terhadap
ajaran-ajaran agama, lebih dari teokrasi negara-bangsa.
7. Pan Nationalism / Pan Nasionalisme
Pan nasionalisme biasanya mengarah pada nasionalisme budaya dan etnis,
tetapi ‘bangsa’ yang dimaksud adalah kumpulan kelompok etnis dan
budaya terkait.
8. Diaspora Nationalism / Nasionalisme Diaspora
Nasionalisme diaspora mengacu pada perasaan nasionalis ketika diaspora
(tersebar). Perbedaan esensial anatara nasionalisme diaspora dan pas
nasionalisme adalah anggota diaspora yang menurut definisi tidak lagi
tinggal di tanah air mereka, baik secara nasion maupun secara etnis.
7
9. Teritorial Nationalism
Dimana perasaan nasionalisme didasarkan pada pernyataan bahwa semua
penduduk bangsa tertentu berutang kesetiaan pada tempat negara dimana
mereka dilahirkan .
10. Ultra Nationalism
Paham ultra nasionalis sering disebut fasist. Fasist adalah paham yang
mementingkan keunggulan ras dan menolak paham hubungan
internasional, karena menurut paham fasist ras lain berada dibawah ras
mereka. Tapi paham ultra nasionalist tidak menolak hubungan
internasional, negara lain diakui dalam paham ultranasionalis, tetapi
negara sendiri adalah yang terutama. Penyebaran paham ini pada intinya
lebih fokus untuk memberikan semangat kepada penduduk suatu negara.
11. Neo-Nationalism
Neo nasionalisme adalah suatu bentuk nasionalisme yang unik, yang
bereaksi pada proses globalisasi.12
12Anthony Smith. The Varieties of Nationalism dalam Theories of Nationalism, New York: Holmes &
Meier Manchester. 1983. Hlm 211-229.
13 Sijori. Pearl River Delta, Yangtze River Delta, Newsweek, Special Issues, October-Desember 2003,
halaman 35
8
3. Mengembalikan roh atau jiwa Pancasila ke dalam batang tubuh UUD
1945 hasil empat kali amandemen.
4. Memperkuat barisan Islam tradisional (pribumi) dalam
keberhadapannya dengan Islam Universal yang bertipologi radikal.
5. Memacu penerapan alih teknologi tepat guna, dalam meningkatkan
segenap aspek ketahanan nasional.
6. Memacu pembangunan infrastruktur politik, sosial dan pertahanan atas
dasar kearifan nasional.
7. Memacu pembangunan infrastruktur ekonomi, budaya dan keamanan
atas dasar kearifan lokal.
8. Memacu pembangunan network (jejaring) ke berbagai sumber daya,
utamanya ekonomi perdagangan nasional, regional dan internasional.
9. Membuka akses yang seluas-luasnya terhadap Kapital (sumber daya
keuangan), baik di dalam maupun di luar negeri.
10. Memberlakukan sistem dwi-kewarganegaraan dengan negara- negara
tertentu, yang bersifat simbiosis mutualistis dalam memecahkan
berbagai common issues (isu bersama); misalnya, dalam mengatasi
ledakan penduduk yang tak terelakkan, perlu kewargaan-ganda dengan
negara yang jarang penduduknya. Demikian pula halnya untuk
mencapai tujuan mendapatkan akses ke berbagai sumber kapital, yang
terdapat di negara- negara maju dan kaya yang secara potensial tidak
bertentangan dengan semangat nasionalisme Indonesia.
11. Memberlakukan penyatuan mata uang regional negara-negara
ASEAN.
12. Memberlakukan wajib militer terhadap rakyat Indonesia berkondisi
produktif, berdasarkan konsep conscript (konskripsi) atau draft, dalam
rangka konsolidasi persatuan nasional bangsa Indonesia yang anti
sentimen SARA.
13. Melakukan moratorium terhadap pengelolaan berbagai jenis sumber
daya alam yang tak terbarukan.
9
14. Menyelenggarakan secara terus-menerus konsensus nasional
menghadapi berbagai macam isu global. Dalam menghadapi isu
separatisme, misalnya, harus diselenggarakan referendum nasional
untuk menentukan pendapat rakyat, bukan referendum lokal seperti
yang pernah dilakukan di Timor Timur pada 1999.
15. Meningkatkan akses secara berkelanjutan keberbagai badan kerjasama
internasional dan lembaga hukum internasional. Kekalahan negara
dalam sengketa internasional abad ini, cenderung merupakan akibat
lemahnya kekuatan lobby universal, baik di The International Court of
Justice maupun di The International Criminal of Court.
16. Melindungi segenap rakyat Indonesia dari aksi terorisme, dengan
memberlakukan Undang-undang intelijen yang berada di luar The
criminal justice system (sistem peradilan kriminal), sehingga mampu
memberikan ruang bagi early warning system (sistem pencegahan
dini).
Karena itu jelas bahwa kita harus membedakan antara nasionalisme
lama (atau klasik) dan fenomena baru neo-nasionalisme. Perbedaan utama
di antara keduanya antara lain sebagai berikut:
a) Nasionalisme berkembang di era negara-bangsa sebagai gerakan
untuk menyatukan komunitas dengan sejarah umum, budaya dan biasanya
bahasa di bawah atap negara-bangsa yang muncul pada saat itu tetapi juga
pada abad ke-20 ketika pembebasan nasional gerakan melawan kerajaan
kolonialis berjuang untuk negara bangsa mereka sendiri. Di sisi lain, neo-
nasionalisme berkembang di era globalisasi dengan tujuan melindungi
kedaulatan nasional negara-negara yang berada di bawah kepunahan
karena integrasi negara mereka.
b) Penekanan Nasionalisme adalah pada negara-bangsa (atau
aspirasi untuk satu), sedangkan penekanan neo-nasionalisme tidak begitu
banyak pada bangsa tetapi pada kedaulatan di ekonomi tetapi juga pada
tingkat politik dan budaya, yang telah bertahap dalam proses globalisasi;
c) Tidak seperti nasionalisme lama, neo-nasionalisme juga
10
menimbulkan tuntutan bahwa di masa lalu adalah bagian penting dari
agenda Kiri, seperti tuntutan untuk kesetaraan yang lebih besar (dalam
negara-bangsa dan antara negara-bangsa), permintaan untuk
meminimalkan kekuatan para elit, bahkan tuntutan anti-perang.
Tentu saja, mengingat asal-usul banyak partai neo-nasionalis dan
pendukung mereka, elemen-elemen ideologi nasionalis lama dapat
menembus mereka, seperti tren Islamofobia dan anti-imigrasi, yang
memberikan alasan kepada para elit untuk mengabaikan semua gerakan ini
sebagai 'jauh kanan'. Namun, tuntutan semacam itu sama sekali bukan
alasan utama mengapa gerakan semacam itu meluas. Khususnya demikian,
karena dapat dengan mudah ditunjukkan bahwa masalah pengungsi juga
merupakan bagian dan paket dari globalisasi dan '4 kebebasan' (modal,
tenaga kerja, barang dan jasa) ideologinya berkhotbah
14 J.B.L. Mayall dan J. Jackson-Preece. Nationalism and International Relations. London: UCL. 2011. Hlm
27-36.
15 Tim Edensor. National Identity, Popular Culture and Everyday Life. Oxford:Berg. 2002.Hlm 139-170 .
11
multikulturalisme, perlindungan hak asasi manusia, dan lain-lain, yang
sebenarnya merupakan perluasan ideologi liberal klasik. Bahkan, Elite
Transnasional meluncurkan beberapa perang kriminal dalam tiga puluh
tahun terakhir atau lebih untuk "melindungi" hak asasi manusia
(Yugoslavia, Irak, Afghanistan, Libya dan secara tidak langsung Suriah)
yang menyebabkan jutaan kematian dan dislokasi populasi. Oleh karena
itu tidak disengaja bahwa ideologi globalis mencirikan berkembangnya
apa yang saya sebut neo-nasionalisme, sebagai kebangkitan 'liberalisme'.
12
bermunculan, Rumah Zakat, PKPU, dan Al Azhar Peduli Ummat adalah
beberapa contohnya.16
Tidak berhenti disitu saja. Anak-anak muda berbakat Indonesia
juga sudah menunjukkan kiprah internasionalnya untuk menunjukkan
“Kami Bangsa Indonesia”. Iman Usman, Mapres Nasional yang berasal
dari Universitas Indonesia ini sudah mempunyai gerakan parlemen muda
dan penggagas Indonesia Future Leaders Summit. Ivan Ahda dengan
Forum Indonesia Muda yang rutin tiap tahun diadakan. Muhammad
Assad, yang menggemparkan dengan bukunya Notes From Qatar,
menaklukkan Malaysia dan Qatar dengan prestasi akademis gemilangnya
serta usahanya yang sudah berkiprah di Doha, Toronto dan Jakarta.17
Neonasionalisme ini berfokus pada kekuatan individu yang bisa
menggerakkan bangsanya dengan bantuan media sosial yang bertebaran
dimana-mana. Mereka memenuhi passion-nya, mematuhi satu takdir
hidupnya untuk menjadi ‘sesuatu’ bagi bangsanya. Bayangkan dengan
jumlah penduduk Indonesia yang 230 juta lebih ini jika sepuluh persennya
saja bisa menjadi ‘sesuatu’ tersebut, maka Indonesia mercusuar dunia akan
benar-benar terwujud nyata.
13
Nasionalisme yang digunakan sebagai alat pemersatu oleh para
pendiri bangsa ini adalah nasionalisme yang meneladani sifat-sifat dari
Tuhan, cinta akan keadilan, dan menghargai Hak Asasi Manusia. Disinilah
nilai-nilai Pancasila yang dimiliki bangsa ini diwujudkan.
Azhar Basyir mengatakan sila ini adalah dasar kerohanian dan dasar moral
bagi masyarakat Indonesia dalam melaksanakan hidup bernegara dan
bermasyarakat. Contohnya, dalam kehidupan bernegara berarti dalam
penyelenggaraannya wajib menghargai, memperhatikan, dan menghormati
Tuhan Yang Maha Esa, dan tidak boleh menyimpang.19 Sila ini menjadi
dasar bagi rakyat Indonesia untuk memimpin ke jalan kebenaran, keadilan,
kebaikan, kejujuran, dan persaudaraan sebagaimana sifat-sifat yang
dimiliki Tuhan.
18 Sunoto, (2003), Mengenal Filsafat Pancasila: Pendekatan melalui Metafisika, Logika, dan
Etika, Yogyakarta: Hanindita, hlm. 63.
19 Ahmad Azhar Basyir, (1993), Refleksi Atas Persoalan Keislaman; Seputar Filsafat, Hukum,
Politik, dan Ekonomi, Bandung: Mizan, hlm. 246.
20 Sunoto, op. cit., hlm. 81.
14
Sila ini menunjukkan bahwa para pendiri bangsa ini menginginkan di
Indonesia yang tegak dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yaitu
persamaan, keadilan, mencintai sesama, kesetiakawanan, serta
kemanusiaan.
Ketiga, dari sila “Persatuan Indonesia” menyatakan para pendiri
bangsa ini sadar bahwa tanpa persatuan dan kesatuan langkah tidak akan
terwujud tujuan yang sama, yang pada waktu itu dijadikan alat untuk
melepaskan diri dari kolonialisme. Hal itu tidak akan terwujud tanpa
adanya tujuan yang sama. Mereka juga menyadari bahwa masyarakat
Indonesia adalah masyarakat yang majemuk dan plural, yaitu masyarakat
yang terdiri dari berbagai pulau, suku, bahasa, agama, dan kepercayaan.
Mereka sadar bahwa perbedaan ini tidak dapat ditolak keberadaanya.
Tujuannya adalah agar terwujud bangsa yang mandiri dan mempunyai
harga diri. Karena itu dibutuhkan persatuan tanpa memandang suku atau
keyakinan apa yang dianutnya.
Keempat, sila yang berisi “Kerakyatan Yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan” ini
menunjukan keharusan adanya kerakyatan atau demokrasi yang
memperhatikan dan menghormati nilai ketuhanan dan agama. Kerakyatan
atau demokrasi semacam ini berarti dalam menyelenggarakan kehidupan
bernegara harus dilakukan dengan cara bermusyawarah dan secara moral
dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan.21
15
kepentingan umum harus dalam suatu keseimbangan yang dinamis, harus
sesuai dengan keadaan, waktu, dan perkembangan zaman. Keadilan sosial
dapat tercapai apabila dapat memelihara kepentingan umum negara
sebagai negara, kepentingan umum para warga negara bersama,
kepentingan bersama dan kepentingan khusus dari para warga negara
secara perseorangan, suku bangsa, dan setiap golongan warga negara.23
16
dunia yang saling silang dengan dinding ini mudah disebarkan dengan
bantuan alat-alat utama globalisasi: internet dan media sosial.
Tokoh-tokoh lain di dunia yang juga menunjukkan reaksi positif
atau pro terhadap ideologi Neo-Nasionalisme adalah Viktor Orbán dari
Hongaria, Andrzej Duda dari Polandia, dan Recep Tayyip Erdoğan dari
Turki sering datang untuk disebutkan, seperti juga Narendra Modi dari
India dan Rodrigo Duterte dari Filipina.24
24 Eric Hobsbawm, Nationalism in the Late Twentieth Century dalam Nations and Nationalisms since 1780.
Program, Myth Reality. Cambridge: Cambridge University Press. 1990. Hlm 163-192.
17
2.2. Multikulturalisme
2.2.1 Definisi Multikulturalisme
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis,
multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan
isme (aliran/paham). Istilah Multikulturalisme menunjuk pada keberadaan
bersama (coexistence) sejumlah pengalaman kultural yang berbeda di
dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
Sampai batas tertentu, semua masyarakat manusia dalam sejarah
berciri multikultural, dikarenakan adanya perbedaan dalam bidang gender,
generasi, pekerjaan, etnisitas dari rangkaian pengalaman yang berbeda.
Hanya, belakangan ini istilah multikulturalisme digunakan dalam kaitan
dengan masyarakat atau atau bagian masyarakat, yang memiliki
kebudayaan-kebudayaan yang berbeda akibat letak geografis atau historis
yang beranekaragam.
Pengertian kebudayaan di antara para ahli harus dipertaruhkan atau
dipertentangkan antara satu konsep yang dipunyai oleh seorang ahli
dengan konsep yang dipunyai ahli lainnya. Karena multikulturalisme itu
adalah sebuah ideology dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan
derajat manusia dan kemanusiaannya, maka konsep kebudayaan harus
dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia. 25
Indonesia memiliki budaya yang sangat beragam dari sabang
sampai merauke. Multikulturalisme digunakan di Indonesia untuk
merumuskan identitas diri sebagai bangsa yang otonom, yang tidak
dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politis, ekonomis, budaya
bangsa lain atau kelompok tertentu. Setiap negara mempunyai keadaan
politis dan historis yang berbeda. Sebagai contoh multikulturalisme di
Indonesia berbeda dengan multikulturalisme di Amerika Serikat,
Australia, dan Kanada.
25 Antonius Eddy Kristiyanto. OFM. Jakarta: Komisi Teologi Konferensi Waligereja Indonesia dan OBOR,
2014
18
Di Indonesia, menjadi identitas suatu kelompok merupakan
perspektif historis masyarakat Indonesia. Dan di dalam identitas tersebut
memiliki beragam sumber budaya. Seperti halnya mayoritas dalam
minoritas.26
26 Thomas Tokan Pureklolon. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2016. Hlm 172
19
2.2.3 Hukum
Pasal 28 C ayat 1 UUD 1945
● Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.
Pasal 28 E ayat 1 dan 2 UUD 1945
● Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.
● Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Pasal 28 I ayat 1, 2 dan 3 UUD 1945
● Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan
pikiran dan jati nurani,hak beragama hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak
dituntut atas hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
● Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan
terhadapa perlakuan yang bersifat diskriminatif itu
● Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati
selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
Pasal 29 ayat 2 UUD 1945
● Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaan itu.
20
Pasal 32 ayat 1 dan 2 UUD 1945
● Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia
ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
● Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah
sebagai kekayaan budaya
Pasal 4 UU No. 20 tahun 2003
● Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
● Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang
sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
● Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat.
● Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan,dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam
proses pembelajaran.
● Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan
budaya membaca, menulis,dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
● Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan.
21
harus mudah diingat dan merangsang orang untuk berbuat sesuatu.
Sayangnya di abad informasi ini, segala sesuatunya telah banyak diulang
dan hal ini menimbulkan masalah pada faktor kelekatan.
22
makalah ini mencoba menggambarkan dinamika toleransi wacana dan
multikulturalisme di Belanda. Bagaimana perkembangan gagasannya?
Tantangan apa yang harus dihadapi oleh nilai-nilai mereka? Selain itu
makalah ini juga akan menggambarkan relevansi kasus Belanda dengan
isu keberagaman di Indonesia saat ini.
23
global village. Terutama didorong oleh kemajuan teknologi komunikasi,
hubungan antar manusia di dunia ini semakin terbuka dan menyatu
sehingga timbulah rasa persaudaraan dan juga rasa permusuhan yang
dimungkinkan oleh hubungan global yang semakin erat. Yang jelas ialah
di dalam hubungan kehidupan ekonomi, globalisasi melahirkan adanya
pasar terbuka (open market).29 Globalisme selain daripada melahirkan
bentuk-bentuk interaksi antar bangsa juga melahirkan berbagai masalah
budaya bahkan tidak jarang dapat terjadi benturan antar budaya
(Huntington).30
29 Sijori, Pearl River Delta, Yangtze River Delta, Newsweek, Special Issues, halaman 35
30 Samuel P.Huntington, The Clash of Civilization and Remaking of World Order (1996)
31 Ram Mahalingam & Cameron McCarthy. Multicultural Curiculum (2000), halaman 9
24
Alo 2005:68
Indonesia memiliki beragam suku dan budaya yang berbeda-beda
di berbagai tempat. Karena itu Indonesia dapat dikategorikan sebagai
bansa yang multikultural. Di Indonesia terdapat banyak suku seperti Jawa,
Sunda, Dayak, Bali, dan lain-lain. Karena adanya perbedaan tersebut, tidak
heran jika terdapat perbedaan prinsip dan kepercayaan. Contohnya
golongan A percaya bahwa setiap manusia yang mati tidak akan lahir
kembali sedangkan golongan B percaya bahwa manusia yang mati akan
hidup kembali melalui reinkarnasi. Kedua belah pihak memiliki pendapat
masing masing. Karena itu dapat terjadi konflik.
25
filosofis yang memiliki asumsi-asumsi yang problematis.
Multikulturalisme juga berkontribusi untuk menciptakan stereotipisasi
wujud-wujud kultural yang ada.
26
2.2.11 Macam-Macam Multikulturalisme
27
menciptakan suatu masyarakat di mana semua kelompok bisa eksis
sebagai mitra sejajar.
Contohnya : kelompok feminis yang memperjuangkan kesetaraan gender.
4. Multikulturalisme Kritikal / Interaktif
Jenis multikulturalisme ini terjadi pada masyarakat plural di mana
kelompok-kelompok yang ada sebenarnya tidak terlalu menuntut
kehidupan otonom, akan tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif
yang menegaskan perspektif-perspektif distingtif (membedakan) mereka.
Kelompok dominan dalam hal ini tentunya menolak, bahkan berusaha
secara paksa menerapkan budaya dominan mereka dengan mengorbankan
budaya kelompok-kelompok minoritas.
Contohnya : Kelompok lesbian, gay, biseksual dan transeksual (LGBT)
sebagai kelompok minoritas yang ingin diakui eksistensi oleh kelompok
mayoritas atau masyarakat luas, sebagai kelompok yang ingin
mendapatkan perlakuan yang sama dengan kelompok yang lain.
5. Multikulturalisme Kosmopolitan
Kehidupan dalam multikulturalisme jenis ini berusaha menghapus segala
macam batas-batas kultural untuk menciptakan masyarakat yang setiap
individu tidak lagi terikat pada budaya tertentu. Bisa juga sebaliknya, yaitu
tiap individu bebas dengan kehidupan-kehidupan lintas kultural atau
mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.
Contohnya : Kehidupan di kota Makassar yang hidup berdampingan
dengan kultur yang berbeda.
28
system dan memustahilkan kebenaran universal (Alois A. Nugroho,
2003).33 Dengan sendirinya berbicara mengenai kompetisi antara
peradaban misalnya dalam percaturan supremasi kebudayaan Barat dan
kebudayan Timur merupakan suatu kesalahan berpikir oleh karena setiap
kebudayaan memiliki nilainya sendiri. Adalah merupakan suatu kenyatan
bahwa setiap manusia menghormati hak-hak untuk berbeda dengan orang
lain.34
Selain konsep multikulturalisme di dalam perkembangannya,
demikian juga perlu disimak pengembangan arti budaya di dalam
pengertian mutikulturalisme. Rob Reich yang membedakan antara
multikulturalisme deskriptif dan normatif.35 yang dimaksud dengan
multikulturalisme deskriptif yaitu kenyataan sosial yang dikenal oleh para
pakar ilmu politik sebagai kenyataan pluralistik. Multikuturalisme
deskriptif tidak mengakui adanya satu konsep mengenai apa yang disebut
sesuatu yang baik (good). Sesuatu yang baik bergantung kepada nilai
pluralistik di dalam masyarakat. Dengan demikian kebenaran yang absolut
dan tinggal tidak dikenal kedalam konsep multikulturalisme.
Multikulturalisme normatif berkaitan dengan dasar-dasar moral.
dasar -dasar moral antara lain keterikatan seseorang dalam suatu negara-
bangsa. Artinya terdapat suatu ikatan moral dari anggota-anggotanya
didalam batas-batas negara-bangsa untuk melakukan sesuatu sebagaimana
yang telah menjadi kesepakatan bersama. Inilah yang dimaksudkan oleh
Benedict Anderson tentang “the imagined community” atau komunitas
yang dibayangkan oleh suatu kelompok yang mengikat anggota-
anggotanya. Dalam kaitan ini multikultural normatif merupakan suatu
kritik sosial atau rekonstruksi sosial dalam membangun suatu keinginan
bersama dari suatu kelompok membangun sebuah wadah di dalam
pluralitas budaya yang ada di dalam komunitas tersebut.36
33 Alios A Nugroho, Benturan Peradaban, Muktikulturalisme, dan Fungsi Rasio, KOMPAS, 4 April 2003
34 Sonia Neito, Affig Diversity (2000)
35 Ibid, halaman 11
36 Harya W. Bachtiar, “Integrasi NAsional Indonesia” dan Harry Tjan Silalahi “pemahaman Baru
Kebangsaan” dalam Merumuskan Kembali Bangsa Indonesia (2002), halaman 322
29
2.2.13 Refleksi Teologis di Tengah Keberagaman Agama
30
keagamaan, aturan yang. berhubungan dengan pengairan, perpajakan, dan
sebagainya. Sumber lainnya adalah peninggalan purbakala, arca-arca dan
artifak-artifak, sumber-sumber teks berupa berbagai manuskrip (lontar)
yang cukup banyak jumlahnya.
Posisi agama sebagai bagian dari budaya di masyarakat Bali,
menjadikan agama Hindu menempati posisi penting dalam ranah sosial.
Dominasi kebudayaan Hindu sebagai mayoritas menjadikan pola
kehidupan di Bali di pengaruhi oleh ajaran-ajaran Hindu, sehingga posisi
agama-agama lain hanya menjadi bagian kecil dari warna sosial. Dalam
posisi seperti itu maka ruang interaksi budaya antar umat agama dengan
agama lain hampir tidak ada karena agama lain di luar agama Hindu tidak
mampu mewarnai corak budaya Bali.
Dalam sosial budaya seperti itu, Lembaga Adat Banjar sebagai
pusat kegiatan sosial menempati posisi cukup strategis untuk menjaga
harmoni kerukunan umat beragama. Fungsi Banjar sebagai bagian dari
penjaga budaya Bali memberikan pengaruh kuat dimasyarakat dalam akti
tas sosial. Konsep “nyama braya” hidup bersama menempatkan
persaudaraan senegara, persaudaraan sebangsa, dan persaudaraan sesama
umat manusia.
Selain nyama bray di Banjar Adat juga memiliki tradisi sima
karma yaitu upaya untuk menyerap aspirasi masyarakat baik dalam bentuk
saran, masukan hingga kritik, yang diadakan sebulan sekali dengan tidak
melihat latar belakangnya. Mereka yang datang dalam forum sima karma
bisa berdialog dengan bebas tanpa membedakan latar bekang agama.Pada
kegiatan sosial terdapat tradisi gotong-royong. Gotong royong dilakukan
sebagai kewajiban warga terhadap lingkungan sosialnya. Gotong royong
biasanya dilakukan atas perintah ketua adat dalam bentuk kebersihan
lingkungan atau persiapan dalam acara perhelatan seperti pernikahan.
Dalam pernikahan inilah ada tradisi ngejot. Ngejot merupakan bentuk
penghormatan pada tamu muslim pada perhelatan perkawinan dengan
31
memberikan hidangan khusus, yaitu hidangan yang diolah dengan cara
muslim untuk menghindari tercampurnya makanan dengan daging babi.
32
Lebaran bersama dimaksudkan sebagai bentuk ungkapan saling
memaafkan atas kesalahan yang dilakukan sebagai sesama manusia.
Lebaran bersama diisi dengan saling mengunjungi antar kerabat, saudara,
teman, tanpa membedakan agama. Dalam pertemuan itulah, mereka bisa
saling memberikan maaf atas kesalahan yang dilakukan selama bergaul,
tanpa membedakan latar belakang agama.
Kalau ditengok pada literature lain, sebagian dari tradisi lokal yang
ditemukan hampir dapat ditemukan pada wilayah lain di Jawa Tengah.
Tradisi lokal seperti gotong royong, nyadran, sonjo, dan lebaran bersama
merupakan bagian dari kearifan tradisi Jawa. Tradisi itu merupakan bagian
dari tradisi lama yang telah mendapatkan kondi kasi dari agama-agama
baru, terutama Islam. Sehingga melalui tradisi ini dapat terjalin
komunikasi antara sebuah komunitas dengan keyakinan lokal yang telah
menggumpal.
33
beragama di Kalimantan. Akan tetapi dalam praktek kehidupan sosial,
keberadaan organisasi massa itu justru lebih dekat bersentuhan dengan
politik praktis. Padahal organisasi massa tersebut selain sebagai identitas
etnis juga melekat simbol-simbol agama.
Dominasi adat dalam kehidupan masyarakat sebetulnya bisa
menjadi modal sosial menciptakan kerukunan umat beragama. Akan tetapi
adat justru lebih berperan dalam ranah politik. Akibatnya pola kerukunan
umat beragama di Kalimantan Barat tidak membumi. Dalam pola
kerukunan di Kalimantan Barat tidak ditemukan bentuk kerukunan yang
terwadahi secara kuat dalam kultur budaya. Akibatnya, pola kerukunan
antar umat beragama masih berada pada dataran kulit, hanya sebatas untuk
menjaga kestabilan sosial dan ekonomi.
Akibat dari pola sosial seperti itu, bentuk kerukunan yang ada
hanya sebatas kerukunan sebagai warga masyarakat. Bentuk kerukunan
yang ada yaitu saling mengunjungi ketika ada perhelatan perkawinan,
kelahiran atau kematian. Bentuk kerukunan yang lebih luas, yaitu ketika
terjadi acara berkaitan dengan peringatan hari-hari besar nasional seperti
peringatan hari kemerdekaan RI, upacara robok-robok, upacara capgomeh,
dan upacara naik dangau. Keterlibatan anggota agama lain dalam acara itu,
hanya sebatas tamu undangan, penonton atau panitia pendukung.
34
Di Indonesia, tahun 1908, berawal dari kelompok mahasiswa
kedokteran Jawa mendirikan sebuah organisasi. Organisasi tersebut
bernama Boedi Utomo. Sekarang peristiwa tersebut secara resmi
diperingati sebagai hari kebangkitan Nasional. Tapi statuta organisasi
tersebut sebenarnya menyatakan bahwa tujuan organisasi itu adalah untuk
mempromosikan kebudayaan Jawa. Dapat diartikan dalam pengertian ini,
organisasi itu belum merupakan organisasi yang sepenuhnya nasionalis.
Tiga tahun kemudian, munculah organisasi-organisasi baru yang memiliki
tujuan mempromosikan kepentingan kelompok mereka sendiri. Seperti
Syarikat Dagang Islam yang kemudian merubah nama mereka menjadi
sebuah partai politik Syarikat Islam. Dengan demikian, organisasi secara
internal masih sangat kuat dipengaruhi oleh ikatan etnoreligius. Dan secara
eksternal basis religiusnya memisahkannya dari kelompok orang-orang
non-Muslim.37
Hal inilah yang tidak ada di dunia kedokteran. Seorang dokter
maupun tenaga medis tidak dipatok oleh budaya, etnis, ras, dan lain
sebagainya dalam menjalankan profesinya. Telah dijelaskan pula di dalam
kode etik kedokteran bahwa setiap dokter harus senantiasa mengingat akan
kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Selain itu, seorang dokter
harus berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-
benarnya.38
Hal inilah yang menjadi dasar bahwa di dunia kedokteran
menggunakan sistem politik multikulturalisme. Walaupun berbeda ras,
budaya, status sosial ekonomi sebagai seorang dokter maupun tenaga
medis tidak diperbolehkan memilah-milah dalam menolong orang. Karena
semua pasien memiliki hak mendapat perlakuan kesehatan yang sama.
35
BAB III
PENUTUP
36
berjalan sendirian, ia selalu berjalan bersamaan dengan ideologi politik lainnya.
Sehingga, wajah dan bentuk nasionalisme itu pun beraneka ragam.
Nasionalismepun dapat bersifat ahistoris dalam arti seolah buta terhadap berbagai
kekejaman dan luka akibat ideologi di masa silam di hampir seluruh belahan
dunia (terutama abad 19 dan 20). Meski demikian, semangat dasar nasionalisme
tetap ada dan tidak mungkin hilang, bahkan telah mewarnai berbagai ideologi
politik lainnya. Karena itu, suatu konsekuensi logis akan kita terima. Entah
nasionalisme itu, dalam arti semangat maupun ideologi politik lainnya, atau entah
ia muncul dalam rupa dan karakter yang lain.
Neo-nasionalisme merupakan suatu definisi yang mempunyai makna lebih
dari sekedar nasionalisme demokratis, melainkan nasionalisme multikultural.
Nasionalisme multikultural tidak berjalan mundur seperti etno-nasionalisme, juga
tidak kaku seperti nasionalisme dengan model nation-sate. Nasionalisme
multikultural adalah nasionalisme yang tidak lagi dibangun di atas konsep
kebangsaan tertentu, melainkan dibangun di atas kesatuan kultural. Nasionalisme
multikultural berarti sistem politik yang terintegrasi oleh semangat nasionalisme
sebagai roh penguat dan pengukuh dari institusi politik suatu negara, di mana
negara yang dimaksud tersusun dari inter-relasi, komunikasi, dan inter-dependensi
atas sistem kultur yang berbeda-beda. Kesatuan komunitas berdasarkan karakter
kultural yang lebih dinamis dibandingkan dengan kesatuan komunitas berdasarkan
karakter kebangsaan. Itulah yang membuat nasionalisme multikultural lebih
dinamis, lebih lentur, namun juga lebih rasional dan etis.
DAFTAR PUSTAKA
37
A.M. Hendropriyono. 2017. Ide dan Praksis Neo-Nasionalisme dalam
Menghadapi Tantangan Globalisasi. Jakarta: Jurnal Publikasi.
Abdul Hadi W.M. 2010. Kebudayaan dan Nasionalisme Indonesia dalam
Budaya, Sastra, Falsafah. [Internet]. [Diakses 10 November 2018].
Tersedia pada:
https://ahmadsamantho.wordpress.com/2010/03/31/kebudayaan-
dan-nasionalisme-indonesia/
Ariffudin Ismail. 2010. Refleksi Pola Kerukunan Umat Beragama
(Fenomena
Keagamaan di Jawa Tengah, Bali dan Kalimantan Barat). Jakarta:
Jurnal Analisa. 17;02.
Basyir Ahmad Azhar. 1993. Refleksi Atas Persoalan Keislaman; Seputar
Filsafat, Hukum, Politik, dan Ekonomi, Bandung: Mizan.
Benedict Anderson: Western Nationalism and Eastern Nationalism. 2004.
New Left Review. May-June 2001. 31-42. Rogers Brubaker:
“Civic” and “Ethnic” Nationalism. In. Ethnicity without Groups.
Cambridge, Mass.: Harvard University Press. 132-146.
Borradori, Giovanna. 2005, judul asli Philosophy in Time of Terror,
diterjemahkan oleh Alfons Taryadi, dengan judul: Filsafat dalam
Masa Teror, Dialog dengan Jürgen Habermas dan Jacques Derrida,
Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Fajri Agam, Karnoto Ajeng, dkk. Toleransi dalam Multikulturalisme di
Indonesia. 2016 [Internet]. [Diakses 15 November 2018]. Tersedia
pada: https://www.scribd.com/doc/315267443/MAKALAH-
MULTIKULTURALISME-DI-INDONESIA2-docx
Franz Magnis Suseno, ( 2001), Kuasa dan Moral, Jakarta: Gramedia.
38
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEK). 2002. Kode
Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik
Kedokteran Indonesia. Jakarta : IDI, halaman 3-4
Rogers Brubaker. 1998. Myths and Misconceptions in the Study of
Nationalism. In. John Hall (ed.): The State of the Nation: Ernest
Gellner and the Theory of Nationalism. Cambridge: Cambridge
University Press. 272-305.
Suardi. 2017. Masyarakat Multikulturalisme di Indonesia. Universitas
Muhammadiyah Makassar . [diakses 11 November 2018]. Tersedia
pada :
https://www.researchgate.net/publication/321728030_MASYARA
KAT_MULTIKULTURALISME_INDONESIA
Sudharto, S. 2012. Multikulturalisme dalam Perspektif Empat Pilar
Kebangsaan. Jakarta: CIVIS.
Sunoto. 2003. Mengenal Filsafat Pancasila: Pendekatan melalui
Metafisika, Logika, dan Etika, Yogyakarta: Hanindita.
39