Anda di halaman 1dari 37

MK.

DESAIN DAN BUDAYA


ARSITEKTUR TRADISIONAL JAWA
MINGGU KE – X

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


I. LATAR BELAKANG

Tidak banyak situs peninggalan arkeologi pada masa Hindhuism


dan Buddhuism tentang budaya Jawa abad ke 8 – 9 yang
menunjukkan bentuk arsitektur yang asli rumah Jawa. Kemungkinan
besar ini disebabkan karena material bahan bangunan yang
digunakan adalah kayu.
Kemungkinan besar ini disebabkan karena material kayu tidak bisa
bertahan lama dibandingkan dengan material batu yang bisa bertahan
sangat lama akibat benturan dengan cuaca hal ini karena batu lebih
keras dan muai susutnya relatif sangat kecil. Teknologi untuk
mengkonservasikan bangunan kayu pada masa itu belum terpikirkan.

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


II. RELIEF RUMAH JAWA

Tidak semua bangunan tradisional dan vernakular di Indonesia


berbentuk rumah panggung. Rumah rumah tradisional didirikan diatas
pondasi batu seperti di Jawa dan Bali. Tetapi kalau dilihat dari sejarah
rumah Jawa pun didirikan diatas panggung. Illustrasi ini dapat dilihat
pada ornamen relief candi candi di Jawa pada abad ke 9 – 14
menunjukkan ‘pile built dwelling’ rumah panggung. Bentuk atap pada
relief rumah ini adalah panggang pe (pelana) seperti rumah rumah
kampung pada masa sekarang.
Konstruksi bangunan relief rumah ini menunjukkan adanya
konstruksi kolom penyangga sehingga bentuknya seperti rumah
panggung hal ini bisa dimengerti untuk menghindari binatang liar dan
dengan adanya peninggian ini udara bisa masuk melewati lantai kayu.

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


II. RELIEF RUMAH JAWA

Relief rumah panggung pada jaman dulu diJawa terukir pada galleri Candi Borobudur abad 9

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


II. RELIEF RUMAH JAWA

Illustrasi model relief rumah panggung diJawa terukir pada galleri pertama bagian Selatan Candi
Borobudur abad 9. menggambarkan rumah panggung dengan atap pelana dan tiang kayu. Bagian
atas dari tiang kayu dibuat benjol agar tikus tidak naik dan bag ruang bawah lantai untuk kegiatan

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


III. RUMAH TRADISONAL JAWA

Rumah Tradisional Jawa yang


paling terkenal dan paling rumit
adalah type Joglo tetapi
sebenarnya ada type type lainnya
sebagai rumah tinggal yang
menunjukka status simbol bagi
pemiliknya yang ditunjukkan
dalam simbolisme bentu atap.
Ismunandar dalam bukunya
adalah Joglo; Arsitektur Rumah
Tradisional Jawa yang membagi
rumah Jawa dalam beberapa
type diantaranya adalah:

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


IV. TYPE PANGGANG PE

Panggang Pe adalah type yang


paling sederhana dari bangunan
tradisional Jawa dengan bentuk
pelana yang terpancung. Konstruksi
Panggang Pe biasanya dijumpai di
pasar pasar tradisional. Bentuk denah
biasanya panggung dengan bentuk
segi empat dengan empat saka
(kolom kayu) sebagai penyangga
lantai dan menerus keatas sebagai
penyangga atap pelana terpancung.
Biasanya bangunan ini tidak ada
dindingnya untuk kebutuhan yang
sifatnya hanya sebagai pelindung.

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


IV. TYPE PANGGANG PE

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


V. TYPE KAMPUNG/PELANA

Rumah Tradisional Jawa yang


banyak digunakan pada rumah rumah
di pedesaan. Type rumah kampung
ditunjukka bentu atap pelana dengan
bentuk denah persegi dengan saka
(kolom kayu) jumlahnya tergantung
pada luasnya bangunan (4,6,8 dst)
yang dihubungkan deln balok kayu
horisontal kemudian konstruksi ini unt
uk menahan atap pelana. Biasanya
rumah type Kampung dihuni oleh
masyarakat biasa dengan status
sosial yang sederhana.

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


V. TYPE KAMPUNG/PELANA

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


VI. TYPE LIMASAN

Type limasan digunakan masyarakat


Jawa yag tingkat sosialnya lebih tinggi.
Type rumah ini biasanya ditandai
dengan bentuk atap limasan yang
ditandai dengan bentuk atap empat
persegi panjang yang miring pada
keempat sisinya dengan sudut
kemiringan yang sama.
Struktur bangunan ini ditopang saka
empat (kolom kayu) atau lebih
tergantung pada luasan rumah. Kolom
ini dikoneksikan dengan balok kayu
horisontal sebagai penyangga atap.

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


VI. RUMAH TYPE LIMASAN

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


VII. TYPE JOGLO

Rumah type Joglo adalah type rumah Jawa yang paling kompleks
struktur atapnya dan biasanya diasosiasikan sebagai rumah dengan
status sosial yang tinggi dalam strata Jawa, biasanya rumah para
bangsawan Jawa. Secara horisontal susunan tata ruang (space
organisation) dibagi menjadi tiga bagian; bagian depan dengan
bangunan pendhopo sebagai ruang penerima tamu, bagian tengah
dengan bangunan pringgitan sebagai ruang perantara atau ruang
penghubung juga dipakai sebagai tempat pertunjukan wayang kulit.
Ruang belakang dengan bangunan dalem atau omah jero dipakai
sebagai tempat kegiatan keluarga. Di bagian dalem ada 3 kamar
(senthong); senthong tengah (pethanen), kenthong kiri dan
senthong kanan.

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


VIII. DENAH TYPE JOGLO

Ketiga bagian; depan, tengah dan


dalam ditutup bangunan yang atapnya
berlainan tetapi masih berdempetan.
Bagian depan (pendhopo) dan
bagian dalam (dalem) pada bagian
atap berbentuk joglo sedangkan
dibagian tengah (pringgitan) bentuk
atap adalah limasan. Tiap bangunan
biasanya bentuk denahnya adalah
bujur sangkar atau empat persegi
panjang. Secara esensial struktur
kolom pada bangunan joglo pada
pendopo

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


IX. RUMAH TYPE JOGLO

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


IX. RUMAH TYPE JOGLO

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


IX. DENAH RUMAH JOGLO

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


X. KONSTRUKSI JOGLO

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XI. KONSTRUKSI JOGLO

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XII. KONSTRUKSI JOGLO

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XIII. RUMAH KUDUS

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XIII. RUMAH KUDUS

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XIII. RUMAH KUDUS

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XIV. TYPE TAJUK

Type rumah Jawa yang paling


tinggi kedudukannya adalah type
tajuk Type ini biasanya hanya
digunakan pada bangunan masjid.
Denah segi empat dengan di topang
sederetan kolom kayu dan pada
bagian tengah terdapat empat
kolom kayu penyangga sebagai
soko guru. Perbedaan dengan
bangunan joglo adalah atap
bangunan ini diujung bagian atas
hanya ada satu ujung ditengah yang
melambangkan Allah itu esa (satu)

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XV. MASJID DEMAK

Masjid Agung Demak didirikan pada


tahun 1547 oleh Sunan Kalijaga pada
jaman Kerajaan Islam pertama Demak.
Denah menunjukkan tiga bagian
plataran, semi sakral dan bagian paling
dalam yang sakral. Susunan atap ada
tiga susunan ganjil yang sakral.

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XV. MASJID DEMAK

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XV. MASJID DEMAK

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XVI. MASJID MENARA KUDUS

Masjid Menara Kudus didirikan


tahun 1576 oleh Sunan Kudus. Yang
menjadikan keunikan masjid ini
adalah adanya menara adzan
berbentuk menara Hindu seperti
Bale Kul Kul di Bali. Masjid in
didirikan masih ada pengaruh Hindu

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XVI. MASJID MENARA KUDUS

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XVI. MASJID MENARA KUDUS

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XVI. MASJID MENARA KUDUS

Masjid Menara Kudus


sekarang sudah diadakan
penataan dan pelestarian
sehingga masjid ini
menjadi salah satu
kawasan wisata religius.

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XVII. MASJID BANTEN

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XVII. MASJID BANTEN

Masjid Banten didirikan oleh


Sultan Haji pada pada masa
kejayaan Kerajaan Banten
tahun 1521. Keunikan masjid
ini adalah menerapkan atap
susun lima jumlah yang ganjil
bandingkan dengan meru di
Bali yang selalu ganjil untuk
menunjukkaan nilai sakral

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XVII. MASJID BANTEN

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XVIII. SYNCRETISME

Rumah Jawa type Joglo, Masjid


dan pada Kuil Hindu Bali kalau
dibandingkan mempunyai susunan
ruang yang sama; jobo, Jobo jero
dan jero dalem yang menunjukkan
nilai hirarki kesakralan.
Pada susunan atap masjid yang
pertama di Jawa seperti Masjid
Demak, Masjid Banten dan Masjid
Mantingan di Jepara memnunjukkan
susunan atap ganjil seperti pada
Meru yang menunjukkan sakral
Menara pada Masjid Kudus lebih
tegas lagi seperti menara Hindu
Bale Kul-kul yang ada di Bali untuk
mengisyaratkan berdoa bersama.
XIX. MERU DAN BALE KUL KUL

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA


XX. K E S I M P U L A N

Pada perkembangan arsitektur Jawa sejak Candi Prambanan,


Borobudur Kuil Hindu Bali, Masjid yang pertama di Jawa dan rumah
Tradisional Jawa secara berkesinambungan menunjukkan nilai ruang
susunan tiga nilai hierarki kesakralan.
Hal ini menunjukkan adanya syncretisme peralihan budaya
dibidang bentuk arsitektur. Hal ini dapat dilihat dari susunan denah
dan susunan atap ganjil yang menunjukkan kesakralan.
Cultural continuity peralihan budaya yang berkesinambungan
sudah ada sejak pertama arsitektur Jawa dikenali pada abad ke 8-9
dari relief candi candi di Jawa, masjid masjid di Jawa yang pertama
abad 14-15 dan dari rumah Jawa pada abad ke 16-17.
Kesinambungan itu terhenti dengan adanya pengaruh kolonialisme
Belanda dilanjutkan dengan sistem pendidikan yang mengacu ke
pendidikan arsitektur Barat yang lebih menekankan pd Ars Modern
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIKA SOEGIJAPRANATA

Anda mungkin juga menyukai