TRADISIONAL DI INDONESIA
• Bentuk arsitektur sebagai bagian dari kebudayaan
pada umumnya bersumber dan berkembang dari
arsitektur tradisional
• Bentuk arsitektur tradisional mengandung
pengetahuan yang sangat mendalam dan luas tentang
tata ruang dan waktu bagi kehidupan manusia
• Arsitektur tradisional adalah suatu bangunan yang
bentuk, struktur, fungsi dan ragam hias serta cara
pembuatannya diwariskan secara turun temurun.
• Arsitektur Tradisional Indonesia dipakai untuk
melakukan aktivitas kehidupan; diantaranya meliputi
bangunan rumah tempat tinggal, rumah tempat
ibadah, rumah tempat musyawarah dan rumah tempat
menyimpan; yang pada prinsipnya tahan terhadap
panas, hujan, angin dan sebagainya.
A. Rumah Tempat Tinggal
Candi Galganatha
di kompleks
percandian
Pattadakal, Candi Bima ,
India Selatan Dieng
• Pada masa berikutnya, lokal genius dalam
perancangan bentuk arsitektur candi Hindu/Buddha di
Jawa secara berangsur cenderung menguat dan
menentukan sehingga pada akhirnya pengaruh India
menjadi sangat berkurang.
Contoh yang monumental adalah candi Borobudur
(750 – 800 Masehi)
• Candi Borobudur berbentuk teras berundak yang
merupakan hasil kebudayaan megalitikum, yaitu
punden berundak. Kebudayaan punden berundak
sering dihubungkan dengan kepercayaan
animisme/dinamisme atau pemujaan leluhur.
• Gejala ini menunjukkan lokal genius yang semakin
menguat dan menentukan dalam proses akulturasi.
[Suwaryadi, 1981; Paeni, 2009]
• Arsitektur percandian Hindu/Buddha di Jawa
dikelompokkan menjadi dua, yaitu arsitektur
percandian corak Jawa Tengah dan corak Jawa Timur
• Candi corak Jawa Tengah, umumnya menghadap ke
timur, bertubuh tambun dan terletak di tengah
pelataran. Di antara kaki dan tubuh candi terdapat
selasar yang cukup lebar.
• Candi corak Jawa Timur, umumnya menghadap ke
arah barat, bertubuh ramping dan terletak di
belakang pelataran atau komplek. Bangunan candi
utama ada di latar belakang bangunan-bangunan
candi yang lebih kecil. Pada umumnya, tatakan atau
kaki candi lebih tinggi dan berbentuk selasar
bertingkat
Bentuk Arsitektur Kolonial
• Penjajahan Belanda selama 3,5 abad telah banyak
menghadirkan bangunan-bangunan yang memiliki
gaya arsitektur kolonial, seperti rumah tinggal, villa
(rumah peristirahatan), benteng, kantor pemerintah,
kantor swasta, bank, stasiun kereta api, pelabuhan,
dan gereja
• Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia mengalami
empat periodisasi, yaitu periode pertama, abad ke-16
Masehi sampai tahun 1800-an, periode kedua, tahun
1800-an sampai tahun 1902, periode ketiga, tahun
1902 sampai tahun 1920-an, dan periode keempat,
tahun 1920-an sampai tahun 1940-an. [Handinoto,
1996].
• Periode pertama menghadirkan bangunan yang
masih bergaya Belanda dimana bentuknya cenderung
panjang dan sempit, atap curam, dinding depan
bertingkat, tertutup tanpa beranda, dan jendela
besar tanpa tritisan.
• Contohnya adalah Bangunan Arsip Nasional, yang
dulunya merupakan kediaman Reinier de Klerk
(Gubernur Jenderal VOC). Bentuk arsitektur
bangunan mengambil dari bentuk bangunan di negeri
Belanda
Gedung Arsip Nasional (dulu rumah Reinier de Klerk, 1760).
Mesjid Istiqlal
Gedung DPR/MPR
Hotel Indonesia
Wisma Nusantara
Monas
Gedung Sarinah.
• Di Bandung, didirikan mesjid bercorak arsitektur
modern, yakni mesjid Salman ITB (1972)
• Masjid Salman memiliki keunikan, yaitu atapnya
terbuat dari beton berbentuk cekung. Keberanian
mewujudkan atap cekung pada mesjid, jelas
mendapat pengaruh dari konsep pemikiran arsitektur
modern.
• Dasar pemikiran mesjid Salman adalah menerapkan
konsep ‘vertikal-horisontal’. Dasar pemikiran
‘vertikal- horisontal’ pada mesjid Salman ditampilkan
secara tegas melalui fasade bangunan
Mesjid Salman ITB
• Konsep rancangan bentuk arsitektur mesjid modern
terus mengalami perkembangan
• Pada periode sekarang, banyak mesjid hadir dengan
konsep rancangan arsitektur modern minimalis,
dengan memperlihatkan ekspresi bentuk kotak,
simple (sederhana), bergaris horisontal maupun
vertikal, dan bersih tanpa hiasan dekoratif.