Case Muhammad Rofi
Case Muhammad Rofi
ASMA BRONKHIAL
Disusun Oleh :
Muhammad Rofi
NIM. 2008437662
Pembimbing:
dr. Sri Indah Indriani, Sp.P
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut Global Initiative For Asthma (GINA) asma adalah suatu penyakit
heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronik yang di
tandai dengan mengi, nafas yang pendek, dada terasa berat dan batuk yang terjadi
secara episodik dan dipengaruhi oleh faktor pencetus. Gejala dapat di penggaruhi
dan diperburuk oleh beberapa faktor seperti infeksi virus, alergen, merokok,
olahraga dan stres.5
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mendefinisikan bahwa asma
memiliki karakteristik inflamasi kronik saluran napas. Penyakit ini ditandai
dengan riwayat gejala pernapasan mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk
yang bervariasi dalam hal waktu dan intensitas, disertai dengan variasi hambatan
aliran udara ekspirasi. Asma berhubungan dengan hiperaktivitas saluran napas.
Hiperaktivitas dan inflamasi dapat terjadi terus menerus, tetapi dapat membaik
dengan pengobatan.1
3
Gambar. Interaksi faktor genetik dan lingkungan pada kejadian asma
A. Faktor Pejamu
Asma sebagai penyakit yang diturunkan telah dibuktikan dari berbagai
penelitian. Faktor genetik merupakan predisposisi untuk berkembangnya asma.
Fenotip berkaitan dengan asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan
objektif (hipereaktivitas bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya. Adapun
faktor pejamu penyakit asma adalah sebagai berikut1:
1. Predisposisi genetik
2. Alergik (atopi)
3. Hiperaktivitas bronkus
4. Inflamasi jalan napas
5. Jenis kelamin
6. Ras/etnik
7. Hipotesis higiene
8. Obesitas
9. Depresi
B. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dibagi menjadi dua yaitu yang mempengaruhi dengan
kecendrungan atau predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, dan yang
menyebabkan eksaserbasi (serangan) dan menyebabkan gejala menetap.1
4
a. Faktor lingkungan yang mempengaruhi berkembangnya asma pada individu
dengan predisposisi asma
1. Alergen di dalam ruangan à alergen binatang, alergen kecoa, jamur ,
tungau debu rumah, bulu binatang
2. Alergen di luar ruangan à tepung sari bunga, jamur
3. Bahan lingkungan kerja
4. Asap rokok à perokok aktif dan perokok pasif
5. Polusi udara à polusi udara di luar dan di dalam ruangan
6. Infeksi parasit
7. Status sosioekonomi
8. Besar keluarga
9. Diet dan obat
10. Microbiome
11. Obesitas
b. Faktor lingkungan mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-
gejala asma menetap
1. Alergen di dalam dan di luar ruangan
2. Polusi udara di dalam dan di luar ruangan
3. Infeksi pernapasan
4. Exercise dan hiperventilasi
5. Perubahan cuaca
6. Sulfur dioksida
7. Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat
8. Ekspresi emosi yang berlebihan
9. Asap rokok
10. Iritan (parfum, bau-bau merangsang, household spray)
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi pada asma baik saat serangan akut maupun berdasarkan berat
penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka
panjang, karena semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan.1
5
a. Derajat Asma pada Keadaan Stabil Sebelum Pengobatan
Derajat
Gejala Gejala Malam Faal Paru
Asma
Intermiten Bulanan: ≤ 2 kali sebulan APE ≥80%
* Gejala <1x/minggu * VEP1 ≥80% nilai
* Tanpa gejala di prediksi APE ≥80% nilai
luar serangan terbaik
* Serangan * Variabilitas APE <20%
singkat
Persisten Mingguan: > 2 kali APE > 80%
Ringan * Gejala sebulan * VEP1 ≥ 80% nilai
>1x/minggu, tetapi prediksi APE ≥ 80%
< 1x/hari nilai terbaik
* Serangan dapat * Variabilias APE 20-30%
mengganggu aktivitas
dan tidur
Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma pada keadaan stabil sebelum pengobatan
6
kali/menit
Fenotipe Asma
a. Asma Alergi
Fenotipe asma yang paling mudah dikenali, sering dimulai sejak masa
kanak-kanak, berhubungan dengan riwayat alergi dalam keluarga seperti
eksim, rhinitis alergi dan alergi makanan serta obat-obatan. Pemeriksaan
induksi sputum pada pasien ini sebelum pengobtan menunjukkan inflamasi
eosinophil di saluran napas. Asma jenis ini memiliki respons terapi yang
baik dengan kortikosteroid inflamasi
b. Asma Nonalergi
Beberapa orang dewasa memiliki asma yang tidak berhubungan dengan
alergi. Gambaran sel dari sputum pasien ini dapat bersifat neutrofilik,
eosinofilik atau hanya mengandung beberapa sel inflamasi
(pausigranulositik). Pasien kategori ini memiliki respons yang kurang baik
dengan kortikosteroid inflamasi.
c. Asma Awitan (onset) lambat
Sebagian pasien asma dewasa khususnya perempuan, mengalami asma
pertama kali pada usia dewasa. Pasien ini cenderung tidak memiliki riwayat
alergi dan membutuhkan terapi kortikosteroid dosis tinggi.
d. Asma dengan Obstruksi Saluran Napas
Pasien asma yang mempunyai gejala demam dalam jangka waktu lama
menyebabkan terjadinya obstruksi saluran napas yang menetap yang diduga
disebabkan oleh remodelling saluran napas.
7
e. Asma dengan Obesitas
Beberapa pasien asma dengan obesitas memiliki keluhan pernapasan yang
menonjol dan inflamasi saluran napas eosinophil yang sedikit.
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi pada asma melibatkan tiga hal yaitu inflamasi saluran napas,
hiperplasia otot polos dan obstruktif saluran napas. Peradangan kronik saluran
napas pada asma tidak hanya sebatas inflamasi alergik, akan tetapi merupakan
proses respons imun yang melibatkan respons innate dan adaptive. Selain itu
peradangan kronik saluran napas tersebut tidak hanya melibatkan sel-sel inflamasi
dengan mediator-mediator inflamasinya, tetapi juga melibatkan jaringan dan sel
tubuh seperti otot polos bronkus (airway smooth muscles/ASM), dan sel epitel
saluran napas.1
Respon imun innate mempunyai peran penting pada proses inflamasi
asma. Sel dendritik mengekspresikan reseptor-reseptor sistem imun innate dan
berpotensi menangkap alergen serta memprosesnya menjadi peptida-peptida kecil
untuk dipresentasikan kepada sel limfosit T melalui MHC I, MHC II dan reseptor
sel T. Pada asma alergik, sel dendritik mempresentasikan alergen kepada sel T
(CD4) yang menginduksi terbentuknya Th (t helper) dengan sitokin-sitokinnya
terutama IL-4, IL-5 dan IL-13 yang kemudian menstimulasi sel limfosit B
sehingga terjadi proliferasi dan terbentuk antibodi yaitu igE, igE akan berikatan
dengan sel mast yang mana sel mast memiliki reseptor yang mampu berikatan
dengan igE.1
Sel mast berasal dari epitel dan lamina propria. Sel mast mengeluarkan
mediator inflamasi berupa histamin, prostaglandin dan leukotrien sehingga
terjadilah degradasi dan akibatnya menyebabkan epitel merenggang sehingga
sitokin berikatan dengan saraf vagus. Sehingga menstimulasi pengiriman sinyal
dan merangsang pengeluaran asetilkolin yang dapat menyebabkan
bronkokontriksi pada otot polos. Sel mast juga dapat memanggil sel-sel imun
yang lain seperti neutrofil dan eosinofil. Netrofil mengeluarkan sitokin-sitokin
inflamasi yang juga dapat menyebabkan bronkokontriksi dan merangsang
8
pembentukan mukus yang berlebihan sehingga menyebabkan obstruksi saluran
napas dan hiperplasia otot polos.1
Pada asma non alergik, inflamasi eosinofilik terjadi melalui jalur polutan,
bakteri, glikolipid yang menginduksi pelepasan Pelepasan IL-5 dan IL-13 dapat
menyebabkan peningkatan eosinofil, yang dapat menyebabkan hipersekresi
mukus dan hiperaktivasi saluran napas, hal ini menyebabkan late onset eosinofilik
pada asma (kekambuhan pada asma yang terjadi 4-6 jam terpapar ya antigen).1
2.5 Diagnosis
Anamnesis
Penegakkan diagnosis asma dilakukan dengan mengidentifikasi
karakteristik gejala respirasi seperti mengi, sesak, dada terasa berat, atau batuk
dan hambatan aliran udara yang bervariasi. Pola gejala yang dialami oleh pasien
perlu digali lebih dalam karena gejala tersebut juga dapat disebabkan oleh
gangguan saluran napas lain. Hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah saat
pasien mengalami gejala tersebut untuk pertama kalinya, apakah gejala tersebut
membaik secara spontan atau dengan pengobatan, atau bila pasien sudah
terdiagnosis asma sebelumnya (perlu ditanyakan kapan pasien memulai terapi).1
Gejala-gejala berikut merupakan karakteristik asma, antara lain:1
• Lebih dari 1 gejala (mengi, sesak, batuk dan dada terasa berat) terutama pada
orang dewasa
• Gejala umumnya lebih berat pada malam atau awal pagi hari
• Gejala bervariasi menurut waktu dan intensitas
• Gejala dicetuskan oleh infeksi virus (flu), aktivitas fisik, pajanan alergen,
perubahan cuaca, emosi, serta iritan seperti asap rokok atau bau yang
menyengat
Gejala-gejala yang mengurangi kecurigaan terhadap asma antara lain adalah1 :
• Batuk tanpa disertai gejala pernapasan lainnya
• Produksi sputum kronik
• Sesak berhubungan dengan rasa kantuk, kepala terasa ringan atau kesemutan
• Nyeri dada
• Inspirasi dengan suara napas yang cukup keras dan dipicu oleh aktivitas fisis
9
Gejala pemapasan pada asma seringkali dimulai sejak masa kanak-kanak.
Ada riwayat rinitis alergi atau eksim kulit atau riwayat asma maupun alergi dalam
keluarga meningkatkan kemungkinan terjadinya gejala perapasan terkait dengan
asma. Walaupun demikian, kondisi tersebut tidak spesifik untuk asma dan belum
tentu ditemukan pada semua fenotip asma. Pasien dengan rinitis alergi atau
dermatitis atopik sebaiknya ditanyakan lebih lanjut mengenai ada tidaknya gejala
pemapasan.1
Pemeriksaan Fisik1
a. Pemeriksaan fisik pada asma bervariasi dari normal pada saat stabil (tidak
eksaserbasi), sampai didapatkan gambaran klinis yang berat yaitu pada
eksaserbasi akut berat.
b. Kelainan pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan adalah mengi pada
auskultasi, merupakan tanda terdapatnya obstruksi jalan nafas. Wheezing pada
umumnya bilateral, polifonik dan lebih terdengar pada fase ekspirasi.
c. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan
hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi
penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk
mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan
dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi.
d. Pada beberapa pasien, pemeriksaan fisik dapat tidak terdengar mengi atau
hanya terdengar jika melakukan ekspirasi paksa. Hal itu menunjukkan
obstruksi jalan nafas yang tidak berat, sehingga intensitas bunyi nafas
tambahan tersebut (mengi) tidak keras, nada tidak tinggi dan hanya terdengar
pada 1 fase pernafasan (ekspirasi). Semakin berat obstruksi jalan nafas
semakin tinggi nadanya dan semakin keras intensitasnya dan terdengar pada
kedua fase pernafasan (inspirasi dan ekspirasi).
e. Pada serangan yang sangat berat mengi dapat tidak terdengar. Pada obstruksi
jalan nafas yang sangat berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest), tetapi
biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi,
hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas.
10
Pemeriksaan Penunjang1
1. Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa (VEP1) dan kapasitas vital paksa (KVP)
melalui prosedur standar bergantung pada kemampuan penderita. Untuk
mendapatkan nilai akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
reproducible dan acceptable. Pemeriksaan VEP1/KVP lebih baik
dibandingkan APE. Obstruksi saluran pernapasan dapat diketahui dari nilai
rasio VEP1/KVP <75% atau VEP1<80% nilai prediksi. Penurunan rasio
VEP1/KVP menandakan adanya obstruksi atau hambatan aliran udara.
Apabila setelah diberi bronkodilator terjadi peningkatan VEP1/KVP ≥ 12%
dan APE ≥ 20%, maka dapat dikatakan diagnosis asma.
2. Arus Puncak Respirasi (APE)
Pemeriksaan ini dapat menggunakan spirometri atau dengan alat peak
expiratory flow meter (PEF). Alat PEF ini dapat digunakan di rumah untuk
memantau kondisi asma pasien dan menilai reversibilitas asma.
3. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus sebaiknya dilakukan pada penderita dengan gejala asma
dan faal paru normal. Uji ini dilakukan apabila penilaian awal tidak
menunjukkan hambatan aliran udara. Uji ini mempunyai sensitivitas yang
tinggi tetapi spesifisitasnya rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan
diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa
penderita tersebut asma. Hasil positif dapat ditemukan pada penyakit lain
seperti rinitis alergika, PPOK, bronkiektasis, dan fibrosis kistik. Inhalasi
metakolin, histamin, latihan, dan inhalasi manitol.
4. Uji Alergi
Komponen alergi dalam asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji
kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut dapat membantu untuk
mengetahui faktor pencetus. Uji kulit atau skin prick test memiliki sensitivitas
yang tinggi namun juga perlu dikonfirmasi dengan riwayat pasien.
Pengukuran IgE spesifik serum lebih mahal dan tidak meyakinkan.
5. Ekshalasi Nitric Oxide
Konsentrasi FENO (Fraksional Ekshalasi Nitric Oxide) meningkat pada asma
11
eosinofilik, tidak ditetapkan ada manfaat untuk mendiagnosis asma. FENO
dapat menurun pada perokok dan saat terjadi bronkokonstriksi. FENO dapat
meningkat atau menurun pada infeksi virus.
12
Perbedaan PPOK dan asma9
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan asma stabil adalah untuk mengontrol penyakit dan
menjadikan asma terkontrol. Terdapat 4 faktor, yaitu:1
1. Medikasi (pengontrol dan pelega)
2. 5 tahapan pengobatan
3. Penatalaksanaan non farmakologis
4. Penanganan asma mandiri dan edukasi bahwa pengobatan asma jangka
panjang agar asma terkontrol.
13
Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari non farmakologi dan farmakologi1 :
a. Penatalaksanaan non farmakologi
Tujuan penatalaksanaan non farmakologis yaitu untuk meningkatkan kontrol
gejala atau menurunkan risiko eksaserbasi. Penatalaksanaan non farmakologis
terdiri dari:
1. Olahraga
- Untuk meningkatkan kebugaran fisik
- Membantu otot-otot pernapasan
- Senam Asma Indonesia
- Pada kasus EIA (Exercise Induced Asthma), sebelum olahraga dapat
diberikan SABA inhalasi.
2. Berhenti Merokok
Asap rokok merupakan oksidan yang dapat menyebabkan inflamasi. Asap
rokok dapat mempercepat perburukan fungsi paru dan meningkatkan
risiko terjadinya penyakit lain, seperti bronkitis.
3. Lingkungan kerja
Hindari bahan-bahan faktor pencetus di tempat kerja (contoh: hindari
polusi udara, asap rokok, dan iritan).
14
§ Kortikosteroid sistemik
Diberikan melalui oral atau parenteral. Biasanya dipakai sebagai pengontrol
asma persisten berat setiap hari atau selang sehari. Biasanya pada asma yang
sangat parah, tidak terkontrol dengan ICS dosis tinggi, agonis β2 kerja lambat,
antagonis leukotrien, teofilin, dan tidak terkontrol dengan dosis tinggi, maka
dapat diberikan kortikosteroid sistemik dosis rendah. Efek sampingnya terdiri
dari osteoporosis, hipertensi, diabetes, katarak, supresi hipotalamus atau
pituitari, obesitasi, glaukoma, sindroma cushing, muka bulan, tukak lambung,
menurunkan imun, striae.
§ Kromalin (sodium kromoglikat dan redokromil sodium)
Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Kromalin
merupakan antiinflamasi nonsteroid yang menghambat pelepasan mediator
dari sel mast yang diperantarai IgE. Manfaat obat ini yaitu memperbaiki faal
paru dan gejala, menurunkan hipereaktivitas bronkus. Obat ini dalam bentuk
inhalasi dan dosis 4-6 mg untuk melihat pemberiannya bermanfaat atau tidak.
§ Metilsantin
Obat ini dapat dikombinasikan dengan β2 agonis kerja singkat dan merupakan
bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi. Obat tambahan pada asma berat. Obat ini lebih murah, dapat
mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Efek sampingnya adalah pada
dosis tinggi (10 mg/kgBB/hari), mual dan muntah, takikardi, atirmia,
intoksiskasi teofilin (kejang atau kematian). Tidak dapat diberikan sebagai
reliever apabila telah menggunakan controller.
§ β2 agonis kerja lama
Salmaterol dan formaterol termasuk di dalam β2 agonis kerja lama inhalasi
yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pemberian inhalasi pada
preparat ini menghasilkan efek bronkodilatasi lebih baik dibandingkan dengan
preparat oral. Obat ini dapat diberikan kombinasi dengan inhalasi ICS.
Manfaatnya dalah merelaksasi otot polos, meningkatkan kebersihan
mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah, memodulasi
pelepasan mediator sel mast dan basofil.
15
§ Leukotriene modifiers
Mekanisme kerja obat ini yaitu menghambat 5-lipoksigenasi sehingga
memblok sintesis leukotrien atau memblok reseptor (contoh: zafirlukas dan
montelukas). Pada kasus Aspirin Induced Asthma dapat memberikan respon
yang baik. Obat ini merupakan antiasma relatif baru dengan pemberian secara
oral. Leukotriene dapat juga bersifat bronkodilator, mempunyai efek
antiinflamasi, dapat menurunkan kebutuhan dosis kortikosteroid inhalasi
penderita asma persisten sedang sampai berat, dan dapat mengontrol asma
pada pasien yang tidak terkontrol dengan steroid inhalasi. Obat yang tersedia
di Indonesia adalah zafirlukas dan montelukas.
§ Tiotropium
Asetilkolin menyebabkan efek inflamasi dan menarik sel-sel proinflamasi dan
pelepasan sitokin. Obat ini merupakan efek antagonis reseptor M2 dan M3.
Obat ini digunakan pada asma eksaserbasi persisten walaupun sudah diberikan
LABA dan steroid inhalasi.
§ Anti IgE (Omalizumab)
Pada asma eksaserbasi persisten walaupun LABA dan steroid inhalasi sudah
diberikan dosis maksimum. Merupakan antibodi monoklonal rekombinan
antimunoglobulin E dan mengobati alergi sehingga mengurangi konsentrasi
IGE bebas di plasma antibodi. Obat ini menghambat pelepasan mediator
inflamasi sel mast dan basofil. Injeksi subkutan tiap 2 minggu atau 4 minggu
dengan dosis sesuai dengan serum IgE dan berat badan.
2. Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan nafas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala
akut seperti mengi, rasa berat didada dan batuk, tetapi tidak memperbaiki
inflamasi jalan nafas atau menurunkan hiperesponsif jalan nafas.
§ β2 agonis kerja singkat
Obat yang termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan
prokaterol, mempunyai waktu kerja yang cepat. Formaterol mempunyai onset
16
yang cepat dan durasi lama. Pemberian ini dapat secara inhalasi atau oral.
Obat ini merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat
sebagai praterapi pada exercise-induced asthma. Merelaksasi otot saluran
napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas
pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast. Pilihan
untuk serangan akut dan praterapi EIA. Apabila tidak respon dengan baik,
maka perlu pemberian ICS. Efek samping obat ini adalah merangsang
kardiovaskular, tremor otot rangka, dan hipokalemia.
§ Antikolinergik atau antimuskarinik kerja singkat
Mekanisme kerja anti-kolinergik memblok efek penglepasan asetilkolin dari
saraf kolinergik pada jalan napas.Pemberiannya secara inhalasi. Efeknya lama,
membutuhkan 30-60 menit untuki mencapai efek maksimum. Menurunkan
tonus kolinergik vagal intrinsik dan menghambat refleks bronkokonstriksi
oleh karena iritan.
• Metilstatin
Amiofillin kerja singkat dapat dipertimbangkan untuk mengatasi gejala walau
disadari onset atau awitannya lebih lama daripada antagonis beta-2 kerja
singkat. Bermanfaat untuk respiratory drive, memperkuar fungsi otot
pernapasan, dan mempertahankan respon SABA. Pada sma berat atau kurang
respon dengan SABA saja.
• Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat apabila
tidak tersedia β2 agonis atau tidak respon dengan SABA. Pada pasien diatas
usia 45 tahun dengan riwayat kardiovaskular jangan diberikan. Pemberian bisa
intravena namun harus selalu dipantau dan monitor.
17
Pilihan terapi berdasarkan derajat berat asma
18
Tatalaksana Asma Stabil
19
Penanganan Asma Mandiri
Sistem penanganan asma mandiri membantu penderita memahami kondisi
kronik dan bervariasinya keadaan penyakit asma. Mengajak penderita memantau
kondisinya sendiri, identifikasi perburukan asma sehari-hari, mengontrol gejala
dan mengetahui kapan penderita membutuhkan bantuan medis/ dokter. 1
20
Tatalaksana pada Asma Eksaserbasi Akut di Faskes Primer
21
Tatalaksana pada Asma Eksaserbasi di IGD
22
BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Umur : 39 tahun
Pekanbaru
Keluhan Utama
Pasien datang ke poli klinik rsud arifin ahmad untuk kontrol kondisi asma dengan
Pasien masuk ke Poliklinik Paru RSUD AA untuk kontrol. Sesak nafas sudah
dirasakan dari 2 minggu SMRS. Sesak napas dirasakan hilang timbul disertai
bunyi “mengi”. Sesak napas muncul lebih 1 kali sehari dan lebih 2 kali dalam
seminggu dan mengganggu aktivitas. Sesak juga muncul pada malam hari dan
dini hari. Sesak nafas dipengaruhi oleh debu saat pasien membersihkan karpet di
tambah aktivitas yang cukup padat,dan pasein juga alergi makanan seperti apel
hijau dan coklat. Sesak nafas berkurang dengan diberikan obat yaitu symbicort,
keluhan sesak nafas disertai batuk kering. Pasien juga mengeluhkan dada terasa
23
berat. Demam dan keringat malam hari (-), penurunan nafsu makan (-), penurunan
berat badan (-). Mual (-) muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan.
- Riwayat asma sejak ± 21 tahun yang lalu, alergi terhadap udara dingin,
24
- Pasien mengaku jarang berolahraga
PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaan Umum
- Nadi : 86 x/menit
- Suhu : 36,5°C
- Napas : 18 x/ menit
- Berat Badan : 70 kg
Kepala
diameter pupil kiri dan kanan 2/2 mm, reflek cahaya +/+.
25
Toraks
Paru
dada (-)
Jantung
- Perkusi
Abdomen
- Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas
- Atas : Edema (-/-), akral hangat, capillary refilling time < 2 detik.
- Bawah : Edema (-/-), akral hangat, capillary refilling time < 2 detik.
26
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin
Hb : 13,7 g/dl
Leukosit : 5,81 x 103/ul
Hematokrit : 41,5 %
Trombosit : 283 x 103/ul
Eritrosit : 4,79 x 106/ul
MCV : 86,6 fL
MCH : 28,6 pg
MCHC : 33,0 g/dl
Hitung jenis
Basofil : 0,3%
Eosinofi : 3,3%(H)
Neutrofil : 34,8%(L)
Limfosit : 51,6%(H)
Monosit : 10,0%(H)
Kimia darah
AST : 16 U/L
ALT : 17 U/L
GDS : 93 mg/dl
Ureum : 21,0 mg/dl
Kreatinin : 0,62 mg/dl
27
Foto Toraks
Pembacaan :
- Marker R
- Foto PA
- Kekerasan cukup
- Trakea midline
fraktur
28
- CTR >50%
Kesan :
RESUME
Pasien masuk ke Poliklinik Paru RSUD AA dengan keluhan sesak napas yang
memberat sejak 1 hari SMRS. Sesak nafas sudah dirasakan dari 2 minggu SMRS.
Sesak napas dirasakan hilang timbul disertai bunyi “mengi”. Sesak napas muncul
lebih dari 2 kali dalam seminggu dan mengganggu aktivitas. Sesak juga muncul
pada malam hari dan dini hari. Sesak nafas dipengaruhi oleh debu saat pasien
membersihkan karpet rumah. Pasien juga alergi terhadap makananan seperti apel
hijau dan coklat. Sesak nafas berkurang dengan diberi inhaler, keluhan sesak nafas
disertai batuk kering. Pasien juga mengeluhkan dada terasa berat. Pasien memiliki
riwayat asma sejak ± 21 tahun yang lalu. Pemeriksaan fisik ditemukan SpO2 97 %
DIAGNOSIS KERJA
RENCANA PENATALAKSANAAN
Ø Non farmakologis
• Bed rest
29
Ø Farmakologis
RENCANA PEMERIKSAAN
• Spirometri
30
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosa pada pasien ini adalah asma intermiten sedang. Hal ini berkaitan
dengan keluhan serangan sesak nafas pada pasien dengan riwayat asma. Pada
bunyi “mengi”. Sesak napas muncul sebanyak 1-2 kali sehari dan lebih 2 kali
dalam seminggu. Sesak muncul pada saat malam hari dan subuh sehingga pasien
sulit untuk tidur dan menganggu aktivitas. Hal ini sesuai dengan kriteria
merasakan sesak nafas yang dapat disebabkan oleh penyempitan saluran nafas
karena adanya faktor pencetus yaitu alergi terhadap debu ketika pasien
86x/menit. Pada inspeksi tidak terlihat penggunaan otot bantu pernapasan. Pada
auskultasi paru tidak terdengar suara wheezing di kedua lapangan paru saat akhir
ekspirasi. Pada pemeriksaan fisis didapatkan kondisi pasien normal. Hal ini
dikarenakan pasien datang saat kondisi asma tidak kambuh..1,8 Pada pasien ini
ditemukan hasil radiologi terdapat pulmo dan Cor dalam batas normal.
Tatalaksana non-farmakologi pada pasien ini adalah bedrest dan edukasi untuk
hindari faktor pencetus. Tatalaksana farmakologi pada pasien ini adalah terapi
kombinasi inhalasi steroid dan brokodilator long acting ß2agonis kerja cepat yaitu
31
dan kortikosteroid (seritide) dengan short-acting β2-agonis kerja cepay
(venitoline) untuk pengontrol dan reliever. seritide dan ventoline bekerja secepat
dan seefektif SABA (short acting beta 2 agonist) dalam menimbulkan efek
berat asma dengan mengukur faal paru menggunakan spirometri. Pada spirometri
digunakan untuk mencari volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan
jangka panjang dengan tetap memperhatikan serangan asma akut atau perburukan
gejala dengan memberikan penangan yang tepat. Terapi asma pada saat serangan
meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga saturasi oksigen arteri tetap
yang tepat sesuai algoritma tatalaksana serangan asma di rumah sakit, kemudian
sebaiknya diberikan pada penderita (pulang, dirawat atau dirawat di ICU).12 Pada
32
DAFTAR PUSTAKA
5. Global Initiative For Asthma. Global strategy for asthma management and
prevention 2021.
9. Global Initiative for Chronic Lung Disease (GOLD). Global Strategy for the
diagnosis, management and prevention of chronic obstructive pulmonary
disease. National Institutes of Health. National heart, Lung and blood Institute.
Update 2020.
11. Zab Mosenifar, MD, FACP, FCCP. Asthma Guidelines. 2017. Available on
https://emedicine.medscape.com/article/296301-guidelines.
33
34