Demokrasi Madinah Zaman Rosul
Demokrasi Madinah Zaman Rosul
com
Demokrasi
Madinah
Model Demokrasi
Cara Rasulullah
http://pustaka-indo.blogspot.com
i
Demokrasi Madinah
Model Demokrasi Cara Rasulullah
ISBN 979-3210-12-5
Diterbitkan oleh Penerbit Republika
Jl.Warung Buncit Raya No.37, Jakarta, 12510.
Telp.7803747
Cetakan I, Maret 2003
Editor
Mohammad Shoelhi
ii
Daftar Isi
iii
http://pustaka-indo.blogspot.com
iv
Pengantar Penerbit
U
mat Islam boleh berbangga karena dunia
pertama kali mengenal undang-undang
dasar (konstitusi) tertulis dari Dunia
Islam. Konstitusi tersebut dirancang oleh pe
negak Islam, Muhammad Rasulullah, dan di
kenal luas sebagai Piagam Madinah. Semenjak
itu hingga pada zaman modern sekarang,
substansi Piagam Madinah telah menjadi spirit
bagi pentingnya keberadaan konstitusi sebuah
negara.
Keberadaan Piagam Madinah yang
monumental itu telah diakui para ahli sejarah
baik dari Barat maupun dari Timur. Sejarawan
Montgomery Watt menamainya The Constitu
tion of Medina, R.A. Nicholson menyebutnya
Charter, Philip K. Hitti menyebutnya sebagai
http://pustaka-indo.blogspot.com
v
an antar-kelompok masyarakat dalam tingkatan
apapun membutuhkan adanya sebuah per
janjian atau kesepakatan atau konstitusi yang
harus dipatuhi bersama. Tanpa adanya kons
titusi, kehidupan bernegara dan berma sya
ra
kat tidak akan teratur. Dalam realitas empiris,
seperti dialami oleh sejumlah negara, bah wa
untuk mengatur kehidupan masyarakat yang
plural selama ini diakui tidak mudah. Namun,
menurut catatan sejarah, masyarakat Madinah
yang plural dengan berbagai keyakinan dan
tradisi yang heterogen itu dapat hidup aman,
tertib, teratur dan sejahtera di bawah na ung
an Piagam Madinah. Lebih jauh lagi, pia gam
ini mengatur hak dan kewajiban serta sistem
hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin,
antara negara dan rakyat, serta cara penyelesaian
konflik vertikal dan horisontal.
Sayang, wacana tentang Piagam Madinah se
lama ini kurang banyak diminati, hal ini barangkali
disebabkan oleh terbatasnya data dan informasi
tentang Piagam Madinah, selain pu blikasinya
juga sangat terbatas. Oleh karena itu, buku ini
diterbitkan sebagai upaya untuk memperbanyak
http://pustaka-indo.blogspot.com
vi
mempersoalkan keberadaan konstitusi kita.
Informasi yang disajikan dalam buku ini
berasal dari artikel yang pernah diterbitkan oleh
harian umum Republika. Penyajian infor ma
si tersebut dalam bentuk buku dirasakan dapat
memberikan manfaat lebih besar karena dengan
secara demikian masyarakat dapat memperoleh
pemahaman yang lebih utuh.
Semoga buku ini bermanfaat. Selamat
membaca.
vii
http://pustaka-indo.blogspot.com
viii
Pengantar Editor
S
udah jamak diketahui bahwa pada inti
nya ajaran Islam melingkupi dua hal, yak
ni hubungan vertikal dengan Tuhan, dan
hubungan horisontal dengan sesama manusia
dan lingkungan hidup. Akan halnya dengan hu
bungan horisontal, Islam mengajarkan umatnya
agar mengembangkan prinsip perbaikan kualitas
diri dan masyarakat sebagai upaya men capai
tingkat peradaban, harkat dan martabat yang
tinggi. Dan ini sudah dicontohkan Nabi selama
memimpin masyarakat plural di Madinah.
Pembentukan masyarakat yang beperadab
an tinggi itulah yang terus diupayakan oleh
Nabi dengan gigih selama di Madinah. Nabi
http://pustaka-indo.blogspot.com
ix
dan dilaksanakan dengan penuh kepatuhan.
Kepatuhan itu timbul secara sehat karena. Nabi
menggunakan ikatan kepercayaan sebagai dasar
hubungan dan pemerintahan masyarakat. Kasih
sayang dijadikan sebagai dasar hidup masyara
kat. Itulah sebabnya, Nabi relatif tidak pernah
meng alami ke sulitan untuk melakukan kerja
sama lintas golongan. Kerjasama semacam ini
dijadikan sebagai sumber tenaga dan kekuatan
untuk membangun kehidupan masa depan.
Ketertiban masyarakat diupayakan dengan
membentuk kesepakatan bersama yang di ke
nal dengan Piagam Madinah. Piagam Madinah
tidak lain merupakan dasar konsep Islam ten
tang tata ketertiban pemerintahan dan ma
syarakat, yang selanjutnya ikut memberikan
andil dalam pencapaian peradaban tertinggi
oleh umat Islam. Piagam ini dibuat dengan
menenmpatkan kepemimpinan di tangan umat
Islam, semangat kerjasama di tengah masyara
kat plural, netralisasi konflik internal dan pe
wujudan peran dan citra kepemimpinan sebagai
pembela kebenaran dan keadilan.
http://pustaka-indo.blogspot.com
x
bahwa setiap kelompok masyarakat wa jib
menghindari dan menghukum tindak kejahatan.
Kedua, bahwa setiap kelompok harus bersedia
bersatu padu dalam aliansi untuk secara kompak
bekerjsaama da lam menghentikan dan jika
perlu menumpas tindak agresi dan tindak suap-
menyuap. Ketiga, bahwa anggota ma syarakat
harus bersedia menerima akibat dari se gala
perbuatan yang merugikan masyarakat. Dengan
berfungsinya sistem keamanan sosial sedemikian
itu tata hubungan dengan lingkungan internal
maupun eksternal dapat dikembangkan.
Di dalam lapangan kepemimpinan, Nabi
menempuh strategi yang bertumpu pada pengu
asaan urusan dalam negeri, luar negeri, sumber
ekonomi dan militer. Hal itu dapat dimengerti
ka re
na urusan dalam negeri berkait dengan
pengaturan hubungan antarkelompok masyara
kat; urusan luar negeri berkaitan dengan peng
ambilan keputusan hubungan antarnegara da
lam berbagai aspek kepentingan; urusan sumber
ekonomi berkait dengan kemampuan pembia
yaan segala kebutuhan pemerintahan masyara
kat; sedangkan urusan militer berkait dengan
http://pustaka-indo.blogspot.com
xi
Itulah strategi yang ditempuh Nabi berda
sarkan jejak-jejak langkah perjuangan yang telah
dicontohkannya. Model kehidupan peme rin
tahan masyarakat pada era Madinah itu meru
pakan model ideal yang selalu didambakan ma
syarakat mana pun. Persoalannya: mungkinkah
umat Islam pada masa kini dapat mewujudkan
tata masyarakat dengan model ideal seperti itu?
Yang jelas, tampaknya umat Islam hingga ki
ni masih enggan becermin pada keteladanan
se
jarah. Pengabaian keteladanan sejarah ini
diperburuk pula oleh kelemahan gerakan inte
lektual di dunia Islam yang cenderung meng
ikuti teori-teori yang berasal dari Barat secara
apa adanya.
Kecenderungan ini pada giliran selanjutnya
menimbul–kan ketidakmampuan mereka me
nyetarafkan diri dengan kecenderungan pe
mikiran dan kepentingan global, yang kini di
pimpin Barat. Singkatnya, di alam pemikiran
pun umat Islam terkooptasi. Hanya beberapa
saja —untuk tidak mengatakan terlalu sedikit—
intelektual Islam yang bersedia bekerja keras da
lam ideasi dan sekaligus aksi untuk memperbaiki
http://pustaka-indo.blogspot.com
xii
kepentingan sesaat ke–timbang untuk me
raih
kebangkitan kembali Islam.
Mengingat demikian pentingnya babakan
era Madinah dan fungsi Piagam Madinah, buku
ini disusun sebagai upaya menyegarkan kembali
semangat Piagam Madinah di saat umat Islam
kini mengalami kerinduan akan hadirnya kepe
mimpinan Islam di pentas dunia seperti di era
Madinah. Konon, sejarah itu berputar.
Buku ini mengupas sisi kesejarahan kedu
dukan Piagam Madinah sebagai konstitusi ter
tulis pertama di dunia, yang adil, yang menga
yomi seluruh kelompok masyarakat dan ber
hasil membentuk karakter (character building)
masyarakat Madinah. Selain itu, buku ini men
coba melakukan kajian perbandingan an tara
Piagam Madinah dan Piagam Jakarta baik da
lam rumusannya maupun dalam kondisi sosial
yang melatarbelakanginya. Ada yang me nga
takan, ”Piagam Jakarta itu berwawasan Piagam
Madinah”.
Dalam era reformasi seperti sekarang ini,
fenomena tuntutan atau keinginan untuk me
http://pustaka-indo.blogspot.com
xiii
tentang upaya mewujudkan konstitusi yang adil
yang dipaparkan Dr. Hidayat Nur Wahid.
Tak kalah penting, perhatian pun diberi
kan dalam buku ini terhadap isu-isu mutakhir
dalam hubungan internasional, seperti isu hak
asasi manusia (HAM) dan demokrasi, yang tak
jarang digunakan oleh Barat sebagai instrumen
untuk mengebiri negara lemah dan megukuh
kan hegemoni Barat itu sendiri. Perbedaan an
tara HAM versi Barat dan versi Islam dijelaskan
dalam buku ini untuk memberikan perspektif
dalam pemaknaan penghormatan atas nilai-nilai
HAM dan operasionalisasinya. Begitu juga hal
nya dengan isu demokrasi. Semua tinjauan itu
tidak terlepas dari sudut pandang Piagam Ma
dinah.
Belakangan ini tidak jarang terdengar
Islam dituding sebagai agama yang ”berwajah
buruk”, yang mengizinkan kekerasan, tidak to
leran dan tidak mengakomodasi pluralitas, dan
sebagainya. Betulkah sedemikian buruk purwa
rupa Islam? Padahal, seperti diuraikan dalam
buku ini, bahwa sejak awal konsep kehidupan
http://pustaka-indo.blogspot.com
xiv
agam ini dapat diketahui bahwa Islam ternyata
adalah agama perdamaian dan kesejahteraan.
Sisi perdamaian dan kesejahteraan dalam
Islam ini telah dibuktikan secara nyata dalam
operasionalisasi Piagam Madinah.
Kupasan tentang Piagam Madinah tentu
nya luas sekali. Kendati demikian, buku ini di
harapkan dapat memenuhi kebutuhan informasi
se
putar Piagam Madinah dalam batas-batas
memadai. Semoga buku ini dapat memperkaya
khazanah wacana tentang Piagam Madinah.
Mohammad Shoelhi
Editor
http://pustaka-indo.blogspot.com
xv
http://pustaka-indo.blogspot.com
xvi
Piagam Madinah,
Konstitusi Pertama di Dunia
H
ijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madi
nah, pada tahun ke-23 kenabian atau
622 Masehi, membuka era baru bagi Na
bi Muhammad saw dalam me–nyemaikan Islam.
Nama Madinah, yang digunakan untuk meng
ganti Yatsrib tidak sekadar berarti ‘kota’. Nama
itu punya pengertian lebih luas, yaitu kawas
an tempat menetap dan bermasyarakat mereka
yang memiliki tamaddun (peradaban dan bu
daya), yang mencakup dawlah (negara) dan
hukumah (pemerintahan).
Di belakang kata Madinah, ditambahkan ka
ta Mu–nawwarah atau Madinah al-Munawwa
http://pustaka-indo.blogspot.com
1
Oleh karena itu, di Madinah selain bertugas
sebagai Rasul yang mengemban risalah Allah,
Nabi Muhammad saw juga berperan sebagai ke
pala negara, yang warganegaranya tidak hanya
terdiri dari kaum muslimin saja melainkan juga
musyrikin, kaum Yahudi, Nasrani, serta kabilah-
kabilahnya.
Untuk mempersatukan warganegara yang
majemuk itu, baik latar belakang sosio-kultural
maupun keagamaan, dipandang perlu adanya
suatu perjanjian yang disepakati bersama. Atas
pertimbangan itu kemudian dibuat sebuah
perjanjian dan ditandatangani Nabi Muhammad
saw dalam kedudukannya sebagai Ra sulullah
dan pemimpin tertinggi sebuah negara. Per
janjian itu disebut Piagam Madinah.
Untuk pertama kalinya, dalam piagam
itu disebutkan dasar-dasar masyarakat yang
partisipatif dan egaliter dengan ciri utama: peng
akuan terhadap agama dan harta benda kaum
muslimin dan Yahudi serta unsur masyarakat
lainnya dengan kewajiban me wu jud
kan per–
tahanan bersama.
http://pustaka-indo.blogspot.com
***
2
ne
gara Islam pada masa-masa awal kelahiran
dan perkembangannya. Karakteristik tersebut
meliputi:
a. Masyarakat pendukung piagam ini
adalah masyarakat majemuk, terdiri
atas berbagai ikatan keluarga besar,
suku dan agama. Seba gai
mana di–
ketahui tribalisme (kesukuan) me
megang peran penting dalam tata
hidup orang-orang Arab pra-Islam.
Ikatan darah merupakan basis esensial
kelompok, yang identifikasinya berupa
kesetiaan paripurna pada suku dan
solidaritas kesukuan yang tak terbatas
(ashabiyah). Piagam Madinah tetap
mengakui eksistensinya, dan masing-
masing kepala suku dapat melanjutkan
kepemimpinannya. Akan tetapi, dalam
hubungan antar-kelompok itu kemudian
di
ciptakan suatu kepemimpinan baru
dengan Mu ham mad sebagai pe–
mimpinnya. Ia juga meng hapuskan
kesetiaan sempit kepada suku dengan
kesetiaan kepada masyarakat yang lebih
http://pustaka-indo.blogspot.com
3
dan kekuasaan manusia lainnya (Pasal
1 Piagam Madinah). Adapun tali per–
satuannya adalah politik dalam rangka
mencapai cita-cita bersama (pasal 17, 23,
dan 42).
b. Masyarakat pendukung piagam ini
yang semula terpecah-belah dikelom–
pokkan menjadi dua (a) muslim dan
(b) non-muslim. Kelom pok pertama
adalah kaum muhajirin Quraisy, pa
ra pengikut Nabi dari Makkah (Pasal
2), dan kabilah-kabilah Arab lainnya,
tiga dari Aws dan lima dari Khazraj,
yang kemudian dikenal dengan sebutan
Anshar (pasal 3-10). Ke lompok kedua
adalah sejumlah kabilah Ya hudi dan
pembantu-pembantunya (Pasal 25-35),
walau ketiga kabilah Yahudi yang utama
- Banu Qainuqa, Banu Quraizhah dan
Banu Nadzir - tidak tercantum karena
ketiganya telah melakukan desersi dan
dilikuidasi pada musim panas 627 M.
Jadi, kendati piagam ini ditandatangani
http://pustaka-indo.blogspot.com
4
tentang orang-orang Yahudi yang ikut
menandatanganinya.
c. Semua orang mempunyai kedudukan
yang sama sebagai anggota masyarakat,
wajib saling menghormati, dan wajib
bekerjasama an tara sesama mereka,
serta tidak seorang pun di
per
lakukan
secara buruk (Pasal 12, 16). Bahkan,
orang yang lemah sekali pun di antara
mereka harus dilindungi dan dibantu
(Pasal 11).
d. Negara mengakui, melindungi, dan
menjamin kekebasan menjalankan
ibadah dan agama baik bagi orang-
orang muslim maupun non-muslim,
khususnya Yahudi (Pasal 25-33).
e. Setiap warganegara mempunyai ke
dudukan yang sama di depan hukum
(Pasal 34, 40, 46). Demikian pula, hukum
harus ditegakkan dengan adil. Siapa
pun tidak boleh melindungi kejahatan,
apalagi berpihak kepada orang-orang
yang melakukannya. Demi tegaknya ke
http://pustaka-indo.blogspot.com
5
diberlakukan (Pasal 2, 10 dan 21).
g. Negara menganut asas pacta sun ser–
vanda (perjanjian harus dihormati) se–
lama perjanjian itu berlaku (Pasal 33, 46).
h. Semua warganegara mempunyai hak dan
kewajiban yang sama terhadap negara.
Mereka berkewajiban mempertahankan
negara dengan harta dan jiwa mereka,
dan mengusir setiap agresor yang meng–
ganggu stabilitas negara (Pasal 24, 36,
37, 38 dan 44). Demikian juga, tang
gungjawab dalam melaksanakan tugas
dilakukan bersama-sama (Pasal 18).
i. Perdamaian adalah tujuan utama. Na
mun, pencapaiannya tidak boleh me–
ngorbankan kebenaran dan keadilan
(Pasal 45). Perdamaian an tara orang
mukmin bersifat tunggal. Apabila
terjadi peperangan di jalan Allah (fi
sabilillah), seorang mukmin tidak
dibenarkan mengadakan per damaian
secara terpisah dari mukmin yang lain.
j. Sitem pemerintahan adalah desentrali
http://pustaka-indo.blogspot.com
sa
si dengan Yatsrib sebagai pusatnya
(Pasal 39). Masalah internal kelompok
diselesaikan kelompok masing-masing.
Namun, jika masalahnya me nyangkut
kepentingan kelompok lain, penye le
6
saiannya haruslah diserah–kan kepada
Mu ham
mad sebagai pemegang pucuk
pimpinan ne gara yang merupakan
pemutus terakhir (Pasal 23 dan 42).
***
7
(Agustus 1789). Bahkan ia juga mendahului
konvensi (konstitusi tidak tertulis) Inggris yang
disebut Magna Charta (15 Juni 1215).
Pendeknya, Piagam Madinah meliputi
segala pernyataan yang memelopori setiap
konstitusi tersebut, baik bersifat proklamasi,
deklarasi maupun lainnya.
***
8
Pendapat yang paling tepat adalah seperti
yang diungkapkan Watt. Menurut dia, piagam
ter
sebut sekurang-kurangnya merupakan ga
bungan dari dua dokumen yang berbeda. Perta
ma, ini ditunjukkan oleh pengulangan beberapa
pasalnya. Kedua, ini juga ditunjukkan oleh ke
nyataan bahwa sebagian dokumen tambahan itu
berasal dari tahun 627 M.
Ketiga, tiga suku utama Yahudi (Banu Qai
nuqa’, Banu Quraizhah dan Banu Nadzir) —
yang semula ikut menan–datangani piagam ini
— tidak disebutkan lagi, karena ketiga kabilah
ini telah melakukan desersi dan dilikuidasi pada
627 M. Dengan demikian, piagam ini merupa
kan hasil modifikasi dengan menghilangkan
beberapa pasal yang dianggap tidak relevan
dan mencantumkan pasal-pasal yang dianggap
masih relevan.
***
9
ayat 10-11.
Sebab utama terjadinya perang Khandaq itu
adalah pengkhianatan kaum Yahudi Banu Na
dzir dan Banu Wa’il yang mengusulkan kepada
kaum Quraisy untuk memerangi Rasulullah
SAW. Sebelumnya, mereka juga telah mencoba
untuk berhadapan langsung dengan kaum
muslim, namun mereka merasa tidak mampu.
Hasutan kaum Yahudi ini akhirnya mengha –
silkan perjanjian angkatan perang antara kaum
Quraisy dengan tentaranya sebanyak enam ribu
orang, dan kaum Yahudi yang menyerahkan se
luruh hasil panen kurma Khaibar selama setahun
penuh guna persiapan logistik perang un tuk
menumpas kaum muslim sampai ke akarnya.
Peristiwa Khandaq ini akhirnya menyadar
kan kaum muslim, khususnya Nabi Muhammad
sendiri, bahwa ternyata golongan Yahudi mem
buktikan dirinya sebagai orang yang tidak setia
pada janji sebagaimana tercantum dalam Piagam
Madinah.
Oleh sebab itu, dipandang perlu pengatur
an kembali tentang hak dan kewajiban dan un
http://pustaka-indo.blogspot.com
10
mereka ini, tidak diragukan lagi, adalah kaum
muslimin.
***
milik mereka.
Lebih jauh, piagam ini menjamin hak asasi
baik warga–negara muslim maupun non-muslim
dan tidak ada perbedaan mengenai hak dan pri
velese antara kaum muslim dengan non-muslim
11
dalam kaitannya dengan hak-hak asasi. Pem
bedaan apa pun yang dilakukan antara kedua
nya, semuanya hanya terbatas pada pertang
gungjawaban politik saja.
Setelah Makkah dibebaskan (fath Makkah)
pada tahun ke-8 H, negara Madinah berkem–
bang menjadi sebuah negara yang wilayah ke
kuasaannya meliputi seluruh jazirah Arab.
Se
iring dengan luasnya wilayah kekuasaan
negara itu, permasalahan yang harus dihadapi
oleh pe merintah juga menjadi makin banyak
dan kompleks. Dalam melaksanakan fungsi
dan kewajibannya, negara membutuhkan
biaya besar untuk menjaga keselamatan negara
dan rakyatnya, juga untuk meningkatkan ke–
sejahteraan warganegaranya. Untuk meng–
himpun dana ini, maka sistem iuran seperti
yang tercantum dalam Piagam Madinah (pasal
24 dan 38) sudah tidak memadai lagi. Sebagai
penggantinya diperlukan pungutan tetap
terhadap kekayaan yang dimiliki warganegara.
Warganegara muslim dikenakan pungutan
zakat atas hasil pertanian, peternakan dan harta
http://pustaka-indo.blogspot.com
12
Al
quran disebut sebagai pendapatan berupa
pajak yang merupakan karunia Allah (Q.S. 23:74,
23: 74).
Dari paparan di atas, dapat ditarik ke–
simpulan, bahwa perkembangan hukum ketata
nega
raan (Islam) melalui tahapan-tahapan
sesuai de ngan tuntutan waktu dan keadaan
(kontekstual). Demikianlah yang dialami oleh
sejarah per kembangan Kitabun Nabi atau
Piagam Madinah. Empat belas abad yang lalu,
Muhammad SAW telah meletakkan dasar-dasar
tata kehidupan sosial yang ideal, yang membuka
wawasan baru bagi kehidupan politik dan
peradaban dunia masa itu. l
13
http://pustaka-indo.blogspot.com
14
Perspektif HAM dalam Piagam
Madinah dan Konteks HAM
Masa Kini
S
ebagaimana tercatat dalam sejarah Islam,
bahwa Muhammad diutus sebagai Rasul
ketika dunia mengalami ‘kegelapan’ se–
bagaimana tecermin dalam kehidupan jahiliyah
bangsa Arab. Peradaban manusia saat itu berada
pada titik yang paling rendah, khususnya
penegakan hak asasi manusia (HAM) yang tak
dihiraukan. Ini ditandai antara lain dengan
pembunuhan setiap bayi perempuan yang lahir.
Kesewenangan dan penindasan menjadi jamak
dalam keseharian umat manusia. Oleh karena
itu, Rasul Muhammad diutus ke tengah kan
http://pustaka-indo.blogspot.com
15
kesempatan menyatakan bahwa salah satu wa
risan paling berharga bagi umat manusia dari
kerasulan Muhammad adalah Piagam Madinah
yang berisikan sistem dan nilai kehidupan ber
masyarakat dan bernegara. Melalui Piagam Ma
dinah, Rasulullah meletakkan pondasi pemerin
tahan negara dalam perspektif Islam, khususnya
mengenai urusan dalam ne geri, luar ne geri,
perekonomian, dan pertahanan-keamanan (mi
liter).
Sistem pemerintahan yang dibangun Islam
dalam per–kembangannya pun mengalami ber
ba gai tahap pengujian seperti terlihat dalam
jejak-jejak sejarah yang ditapaki selama perju
angan Muhammad dalam menyebarkan Islam.
Pengujian itu pada akhirnya melahirkan keter
andalan dan keunggulan sistem yang dibangun
tersebut sebagaimana tecermin dari makin so
lidnya sistem pertahanan dan ketahanan negara
Ma dinah hingga dicapainya masa kejayaan
Islam pada abad pertengahan.
Sejak hijrah dari Makkah ke Madinah, da
sar-dasar kehidupan masyarakat yang dibangun
http://pustaka-indo.blogspot.com
16
nangkis segala upaya kaum munafikin yang gi
gih memecah belah umat Islam.
Kecerdikan Rasulullah tampak pula dari
penerapan asas toleransi saat Islam tumbuh
berkembang semakin kuat di Madinah. Pada
waktu yang sama, rasa ukhuwah pun menjadi
kian mapan di kalangan kaum muslimin. Segala
aspek dalam sistem keamanan sosial dituang–
kan dalam sebuah kesepakatan komunal antara
muslimin, Yahudi, Nasrani, musyrikin dan se–
genap kabilah, yang kemudian dikenal dengan
Piagam Madinah. Piagam ini mengatur antara
hak dan ke wajiban, tanggungjawab, prinsip-
prinsip umum dan skala prioritas kehidupan
yang harus diselesaikan di antara masyarakat
Madinah yang lintas-etnis, ideologis dan
kultural.
Cendekiawan Nurcholish Madjid pada
sebuah forum diskusi pernah menukil pendapat
Giovanni Pico della Mirandola, tokoh humanis
Eropa zaman Renaisans. Ia menyatakan bahwa
ia menemukan catatan dalam mushaf Arab Mu
slim bahwa tidak ada sesuatu yang menakjubkan
http://pustaka-indo.blogspot.com
17
orang muslim (baca: Muhammad) sebagai orang
yang sangat memahami harkat dan mar tabat
kemanusiaan, yang merupakan esensi HAM. Le
bih jauh, Cak Nur juga mengingatkan bahwa ru
musan-rumusan HAM yang dijadikan patokan
saat ini hanyalah pemikiran manusia modern
yang tak lengkap dan padu, tanpa substansi
dasar HAM seperti dikemukakan dalam agama-
agama. Pendapat senada disampaikan pakar
hukum tatanegara yang juga Menkeh-HAM,
Yusril Ihza Mahendra. Menurut dia, Indonesia
perlu menggali konsep-konsep dasar HAM
dengan merujuk pada sumber doktrin ke
agamaan, utamanya Islam, mengingat mayoritas
penduduk Indonesia adalah muslim.
Pendapat tersebut terasa relevan dengan
kenyataan sebagian besar negeri muslim yang
lebih cen derung menerapkan nilai-nilai HAM
dari Barat, kendati tidak memungkiri upaya re
vitalisasi HAM di beberapa negara muslim yang
giat mengaktualisasikan konsep HAM versi
Islam. Padahal, konsep Islam tentang HAM be
gitu kokoh, baik secara tekstual maupun dalam
aplikasi operasionalnya di Madinah, jauh se
http://pustaka-indo.blogspot.com
18
Persepsi HAM menurut Barat dan Islam
Rumusan HAM yang pada masa kini banyak
digunakan sebagian bertentangan dengan ajaran
Islam, misalnya pasal 16 HAM PBB tentang kawin
campur antaragama, dan pasal 18 yang berisi
kan konsep tentang kebebasan beragama atau
berganti agama. Pasal 16 menentukan perkawin
an lelaki dan wanita yang tidak boleh dibatasi
atas dasar suku, bangsa dan agama. Selain itu,
sejumlah konsep yang sering meng atasnama–
kan HAM, seperti homoseksual, lesbianisme,
aborsi, dan sejenisnya juga bertentangan dengan
hakikat kemanusiaan. Se mentara, pasal 18
menegaskan perlunya perlindungan atas hak
murtad. Semua itu menunjukkan bahwa HAM
PBB tidak mewakili kepentingan seluruh umat
manusia, dan kalangan dunia Islam sejauh ini
karena alasan itu menolak konsep HAM tersebut.
Karena alasan itu pula, pemberlakuan ni
lai-nilai HAM PBB tidak boleh dipaksakan,
terlebih-lebih untuk kepentingan politik ter–
tentu. Merujuk kenyataan ini, Ketua KISDI,
Ah mad Sumargono, pernah mengemukakan
http://pustaka-indo.blogspot.com
19
HAM. Isu HAM lebih lanjut menjadi legitimasi
Barat untuk meng ambil tindakan terhadap
negara-negara yang lebih lemah,” tegasnya.
Sumargono pun menengarai adanya ja ri
ngan internasional yang berkedok HAM tetapi
dilandasi kepentingan politik. Ia menunjuk ba
nyak kasus pelanggaran HAM yang menimpa
umat Islam tidak direspon secara memadai, na
mun bila kasus serupa menimpa umat lain bu
kan kepalang gegernya dunia. Dalam penerapan
HAM, Barat menyikapi dengan standar ganda.
Sayangnya, jangankan di seluruh dunia Islam,
dalam level sebuah negara muslim saja, hingga
saat ini umat Islam belum memiliki Komite Islam
untuk HAM, yang berani menantang setiap
tudingan pelanggaran HAM semena-mena dari
Barat.
20
ideologi yang menekankan secara kuat arti
HAM sebelum Islam. Kendati demikian, di–
sesalkan mengapa HAM dalam perspektif
Islam kurang intensif dalam publikasi maupun
operasionalisasi sehingga HAM dalam perspektif
Islam kurang fungsional untuk mempengaruhi
perkembangan teori, kesadaran dan tindakan
dalam penegakan HAM. Bahkan hal ini telah
membawa akibat berupa kesalahpahaman ter–
hadap Islam itu sendiri. Barat kerap menuduh
Islam sebagai agama yang tidak hanya kurang
memberikan perhatian pada persoalan HAM,
bahkan Barat beranggapan Islam identik dengan
kekerasan dan terorisme.
Itulah sebagian sisi dari stereotip Barat
tentang HAM dan Islam. Stereotip tersebut jelas
keliru. Dalam tataran konseptual-ideologis,
Islam telah menunjukkan pandangan yang
demikian jelas tentang HAM sebagaimana di–
paparkan dalam Piagam Madinah. Namun,
upaya mengembangkannya ke tingkat yang
lebih fungsional masih menjadi ganjalan serius.
Persoalan ini menjadi semakin rumit tatkala
pengaruh Islam dalam tataran teoretik-praksis
http://pustaka-indo.blogspot.com
21
Sementara itu, konstelasi politik inter–
nasional yang dibangun Barat pun selama ini
menempatkan negara-negara dalam Dunia Islam
sebagai pihak yang seringkali dihukum - dengan
tuduhan seperti biasa - karena pelanggaran
HAM. Padahal, sesungguhnya itu hanya tafsiran
unilateral Barat yang kemudian menimbulkan
implikasi isu HAM yang justru menimbulkan
konflik. Konflik tersebut didorong pula oleh
perebutan dominasi atas sumber-sumber eko
nomi, dan juga hegemoni terhadap bangsa lain.
Realitas empiris HAM yang lahir dari motivasi
untuk tampil sebagai penguasa dunia ini dapat
menafikan hak asasi bangsa lain dan itu jelas
berseberangan dengan nilai-nilai hakiki HAM.
Itulah sebabnya, politik praktis semacam ini
berpotensi merugikan bangsa yang kurang mam–
pu berperan dalam berbagai persoalan dunia
akibat keterbatasan penguasaan atas sumber-
daya strategis iptek dan akses informasi. Dalam
bahasa lain, pemahaman HAM secara berlebih
an cenderung menjadi alat bagi negara adikuasa
untuk memaksakan kehendak politiknya me
nguasai negara-negara berkembang dengan se
http://pustaka-indo.blogspot.com
gala cara.
Atas pertimbangan ini, program aksi HAM
perlu diprioritaskan sekurang-kurangnya ka–
rena dua alasan. Pertama, untuk memperbesar
22
pengaruh HAM versi Islam dalam teori, kesa
daran dan tindakan, alasan ini berkaitan dengan
persoalan paradigma pemikiran. Kedua, untuk
menjawab realitas meningkatnya kesadaran atas
kemuliaan harkat dan martabat manusia, alasan
ini merupakan ekspresi Islam sebagai rahmatan
lil’aalamiin dan sekaligus komitmen umat Islam
sendiri untuk bersikap konsisten terhadap nor–
ma HAM sebagaimana digariskan dalam Piagam
Madinah.
23
Fundamental HAM dalam Islam telah
dirumuskan Muhammad dalam Piagam Madi
nah yang berisi: Pertama, perlunya kohesivitas
masyarakat plural. Tali pengikat persatuan ada
lah politik dalam rangka mencapai cita-cita ber
sama (pasal 17, 23, dan 42). Kedua, masyarakat
yang semula terpecah belah dipersa tukan da
lam ke lompok Muslim, dan non-Muslim. Tali
pengikat sesama Muslim adalah persau dara
an seagama, di antara mereka harus tertanam
rasa solidaritas yang tinggi (pasal 14, 15, 19, dan
21). Ketiga, negara mengakui dan melindungi
kebebasan menjalankan ibadat bagi pemeluk
aga ma yang berbeda-beda (pasal 25-30). Ke
empat, hukum adat (tradisi masa lalu) dengan
pedoman pada keadilan dan kebenaran tetap
diberlakukan (pasal 2 dan 10).
Kelima, semua warga ne gara mempunyai
hak dan kewajiban dan tanggungjawab yang
sama dalam menjalakan tugas negara (pasal 18,
24, 36, 37, 38, dan 44). Keenam, setiap warga ne
gara mempunyai kedudukan yang sama di ha
dapan hukum (pasal 34, 40, dan 46). Ketujuh,
semua warga wajib saling membantu dan tidak
http://pustaka-indo.blogspot.com
24
apalagi berpihak kepada orang yang melakukan
kejahatan. Demi tegaknya keadilan dan ke
benaran, siapa pun pelaku kejahatan harus
dihukum tanpa pandang bulu (pasal 13, 22 dan
43). Kesembilan, perdamaian adalah tujuan uta–
ma. Namun dalam mengupayakan perdamaian
tidak boleh mengorbankan keadilan dan ke
benaran (pasal 45). Kesepuluh, hak setiap orang
harus dihormati (pasal 12). Kesebelas, penga
kuan atas hak milik individu (pasal 47).
Ruh yang hidup dalam HAM versi Islam
sebagaimana ditegaskan dalam Piagam Madinah
tersebut adalah: pengakuan adanya hak hidup,
hak kemerdekaan, hak persamaan, hak keadil
an, hak perlindungan hukum, hak perlindungan
dari kezaliman penguasa, hak perlindungan dari
penyiksaan, hak untuk berlindung, hak untuk
melaksanakan kerja sama dalam ke hidupan
sosial, hak-hak minoritas, hak kebebasan berfikir
dan berbicara, serta hak-hak ekonomi. Sebegitu
banyak nilai HAM dalam Islam, tiga yang sangat
relevan dengan tuntutan kehidupan saat ini yang
penuh dengan arogansi, tirani, dan hegemoni
kekuasaan adalah hak persamaan, hak keadilan,
http://pustaka-indo.blogspot.com
25
wa manusia adalah makhluk mulia dan terhor
mat baik secara individual maupun secara ko
munal, yang hak asasinya harus diberikan peng
hormatan.l
Mohammad Shoelhi, 10/02/2003.
http://pustaka-indo.blogspot.com
26
Demokrasi dalam Piagam
Madinah
D
emokrasi seolah sudah menjadi tren
per
adaban dunia kontemporer. Ia ba
nyak dikagumi layaknya bidadari. Se
perti diutarakan Prof. Dr. Nurcholish Madjid,
di Amerika demokrasi dilambangkan dalam ar
sitektur gedung kapitol seperti yang ada di Wa
shington D.C. dan setiap ibukota negara bagian.
Pembangunan gedung model arsitektur kapitol
itu merupakan usaha pembangunan kembali ge
dung serupa di zaman Yunani kuno.
Tak terkecuali, klaim demokrasi pun menjadi
anutan sakral siapa pun. Nazisme ciptaan Hi
tler menyebut dirinya demokrasi dan para pen
http://pustaka-indo.blogspot.com
27
UNESCO pada tahun 1949 menyatakan,
‘’Mung kin untuk kali pertama dalam sejarah,
demokrasi dinyatakan sebagai nama yang pa
ling baik dan wajar untuk semua sistem organi
sasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh
pendukung-pendukung yang berpengaruh.’’ Ti
dak hanya pemerintah, lembaga-lembaga swasta
pun turut andil dalam menyebarkan opini global
tentang nilai-nilai demokrasi universal.
Freedom House di Amerika Serikat, misal–
nya, membuat rating indeks negara demokratis.
Untuk tahun 1997/1998, hanya 8,7 persen dari
48 negeri-negeri Islam digolongkan sebagai
negeri demokratis, 30 persen tergolong semi-
demokratis, dan sebagian besar (60,9 persen)
digolongkan sebagai negara otoriter. ”Fakta”
ini dihadapkan pada kondisi negara-negara
nonmuslim yang 23,3 persen otoriter, 30,1 persen
semi-demokratis, dan 46,6 persen demokratis.
Dengan logika simplistis, lawan kata de
mo krasi adalah totalitarianisme. Jika tidak de
mo kratis, sebuah negara pasti totaliter. To
ta
li
tarianisme memiliki kesan buruk, kejam, dan
http://pustaka-indo.blogspot.com
28
dan Amerika sebagai penganut paham plutokrasi
(demokrasi yang didominasi oleh orang-orang
kaya).
Dalam ketegangan tesis Samuel Hunting
ton, seperti dipaparkan dalam artikelnya ber
judul Clash of Civilization, demokrasi seolah
men jadi rebutan agenda kepentingan antara
Timur dan Barat. Dua kutub itu seolah tengah
berebut makna, siapa yang paling pantas me
nyandangkan demokrasi dalam predikat sosio-
budaya komunitasnya.
Dalam konteks lokal, demokrasi menjadi
idaman. Namun dalam agenda peradaban glo
bal, demokrasi ternyata menjadi ‘sosok’ yang
aneh. Antara epistemologi (landasan), ontologi
(infrastruktur), dan aksiologi (gerak komunal),
se
olah paradoksial alias tidak berkesesuaian
dengan kenyataan. Apakah ini memungkinkan
ada gugatan lain; bahwa dalam segi ini, jangan-
ja
ngan demokrasi terbagi lagi menjadi: de
mokrasi yang konsekuen dan demokrasi double
standard atau bahkan demokrasi multi-standar.
Dari sinilah kita menaruh ‘curiga’ sekaligus
http://pustaka-indo.blogspot.com
29
Apa yang terjadi kemudian? Demokrasi
menjadi ‘rentan’ diperalat semata untuk kedok
neo-kolonialisme. Negara-negara Barat meng–
gunakan demokrasi sebagai alat untuk menekan
negara-negara berkembang, terutama negara
Islam untuk tunduk kepada keinginannya. Set
idaknya, di balik hegemoni ini terdapat kepen
tingan ekonomis —di samping politis— untuk
menguasai pasar global seluas-luasnya termasuk
pasar negara-negara berkembang. Untuk men
capai hal itu, dibutuhkan suatu rezim yang le
mah, yang dapat ditekan oleh para pemilik modal
atau badan-badan keuangan internasional.
30
hukum yang diterapkan secara sistematis dan
konkret dari tahun 622 hingga 632 (Kurzman,
2001: 279). Berbagai realitas demokrasi, seperti
tripilar demokrasi; isogoria, isonomia, maupun
isokratia, pemberdayaan rakyat, ataupun peng–
hargaan terhadap pluralitas masyarakat bisa kita
temukan pada dokumen itu.
Gagasan John Locke dengan tiga hak alami
manusia — life, liberty, dan property, atau pun
ide Franklin D Rosevelt tentang four freedom
yang dikampanyekannya — freedom of speech
and expression, freedom of worship, freedom
from fear dan freedom from want — jauh
sebelumnya telah digagas oleh Islam. Dalam
bahasa Syafii Maarif, Piagam Madinah mempu
nyai tujuan strategis bagi terciptanya keserasian
politik dengan mengembangkan toleransi sosio-
religius dan budaya seluas-luasnya. Substansi
piagam itu menunjukkan bahwa konstitusi
kesukuan telah batal dengan sendirinya.
Negara Madinah merupakan contoh kong
kret tentang kerukunan hidup bernegara mau
pun hidup beragama. Piagam Madinah —
http://pustaka-indo.blogspot.com
31
prinsip yang tahan banting dalam menegakkan
masyarakat pluralistik yang harmonis. Terlebih
bagi kepentingan konvergensi dan rekonstruksi
so
si
al masyarakat agar mempunyai landasan
moral-religius yang kokoh dan anggun (Maarif,
1996: 154).
Tak berlebihan rasanya jika ukiran sejarah
di atas merupakan karya terbesar (magnum
opus) seorang Muhammad Rasulullah. Beliau
adalah perpaduan sosok sakralitas wahyu dan
profanitas dunia nyata: sebagai nabi, nega ra
wan, legislator, penyeru moral, pembaharu, ahli
politik dan ekonom (Hakim, 1995: 371). Beliau
mendirikan negara dari titik awal dan di tengah-
tengah bangsa yang tidak memiliki pengalaman
politik selain organisasi kesukuan. Tak luput,
beliau pun berhasil menetapkan norma-norma
hukum yang lebih kosmopolit dan manusiawi
daripada hukum yang telah ada saat itu. Berkat
piagam inilah, menurut Tor Andre, Islami
cist asal Swedia, Islam secara berangsur-ang
sur tampil sebagai imperium dunia dan agama
dunia.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Demokrasi Transendental
Demokrasi sebagai sistem bernegara tidak
bisa kita pungkiri adanya. Apalagi untuk me
nutup mata terhadap realitas tersebut. Tinggal
kita memilah, demokrasi bagaimana yang
32
hendak kita terapkan. Demokrasi bisa kita ambil
sebagai sebuah sistem politik utuh dengan se
gala kelebihan dan kekurangannya. Tapi, hanya
se
batas tataran pranata sosial-politik an sich.
Sebaliknya, kita menolak tegas ‘demokrasi’ de
ngan embel-embel ideologi tertentu. Apa yang
diajarkan oleh Nabi dalam praktek Negara
Madinah menunjukkan adanya kehidupan
‘demokratis’ berdasarkan aturan wahyu Ilahi.
Itulah Demokrasi Transendental, sebuah
sistem pranata sosial-politik modern dalam ke
hidupan bernegara yang banyak digandrungi
orang. Disebut transendental karena kelang
sungan sistem ini bukan berlandaskan kepen
tingan dan kekuasaan manusia belaka. Semua
permasalahan manusia tidak mungkin bisa dise
lesaikan dengan ‘kehendak’ manusia sendiri.
Terdapat nilai-nilai ketuhanan yang omni
presence. Tak lain, ini demi kemaslahatan orang-
banyak. Hanya dengan nilai-nilai dan ajaran
ketuhananlah, berbagai kemaslahatan manusia
bakal tercukupi.
Dengan demikian umat Islam —dalam ba
http://pustaka-indo.blogspot.com
33
Sementara, fondasi dan pilar-pilar demokrasi itu
pada prinsipnya telah disediakan dalam Piagam
Madinah sebagaimana tecermin dalam pasal-
pasalnya.
Demokrasi bukanlah jaminan sukses hidup
bernegara. Bahkan, sebagai sebuah sistem, de
mokrasi memiliki tingkat relativitas keberhasil
an yang cukup riskan (untuk tidak menyebut
belum ada contoh kongkret satu negara yang
paling demokratis sekalipun). Andaikan kita
mau belajar demokrasi dari Amerika Serikat,
yang mengklaim diri sebagai kampiun demo
krasi, ada baiknya kita renungkan perkataan
Strobe Talbolt dalam bukunya, Democracy and
the International Interest. Kata dia, sejak terben
tuk
nya negara federasi pada tahun 1776, AS
memerlukan waktu 11 tahun untuk menyusun
konstitusi, 89 tahun untuk menghapus per–
budakan, 144 tahun untuk memberi hak pilih
pada kaum wanita, dan 188 tahun untuk
menyusun draf konstitusi yang ‘’melindungi’’
seluruh warganegara.
Sungguh, sebuah sistem demokrasi ma–
http://pustaka-indo.blogspot.com
34
Menata Harmoni
dalam Perbedaan
H
eterogenitas kini nenjadi realitas kehi
dupan yang tidak mungkin dihindari.
Semangat pos-modernisme telah meng
gerakkan arus dekonstruksi terhadap nilai-nilai
mapan yang dominan. Dan, pluralitas tum
buh bagai aneka bunga di taman kota: hidup
harmonis dalam perbedaan.
Banyak pengamat khawatir, pluralisme akan
mengganggu nilai-nilai Islam yang telah mapan.
Tetapi, tak kurang yang melihat itu sebagai cara
pandang yang keliru terhadap Islam. Sebab,
Islam sangat menghargai perbedaan. Seperti
pernah dikemukakan Dr Kun to
wijoyo, Islam
http://pustaka-indo.blogspot.com
35
Menurut sejarawan Dr Achmad Syafi’i Maarif,
karya monumental Rasulullah SAW itu punya
tujuan strategis bagi terciptanya keserasian po
litik dengan mengembangkan toleransi sosio-
religius yang seluas-luasnya.
Sejarah mencatat, negara Madinah menjadi
contoh kongkret keserasian hidup bernegara
dan beragama. Sejumlah pengamat Barat pun
mengakui, Piagam Nabi itu merupakan sebuah
konsensus bersama antara berbagai golongan,
ras, suku, maupun agama, yang paling demo
kratis sepanjang sejarah. Piagam Madinah, me
nurut Syafi’i, telah mewariskan kepada kita
prinsip-prinsip yang tahan banting dalam m e
nata masyarakat pluralistik yang harmonis ber
landaskan moral religius yang kokoh dan anggun.
Itu pula yang dilihat oleh KH Ali Yafie.
”Dengan Piagam Madinah, Rasulullah telah
membuktikan bahwa Islam adalah agama rah–
mat bagi seluruh umat manusia. Pesan-pesan
Islam pun dapat diterima oleh semua kalangan,
termasuk pemeluk Yahudi dan Nasrani, sehingga
tercipta suatu ta
tanan yang adil dan damai,”
http://pustaka-indo.blogspot.com
ujarnya.
Yang menarik, piagam tersebut menjadi
persetujuan bersama yang diadakan oleh Rasu
lullah dengan berbagai pihak di Madinah untuk
hidup bersama dan membentuk suatu masya
36
rakat yang dipimpin Nabi SAW. ”Kepercayaan
yang besar kepada Nabi dari kalangan Yahudi,
Nasrani dan kaum Anshor (penduduk asli Madi
nah) serta Muhajirin menunjukkan bahwa Nabi
adalah sosok yang amanah dan mampu memim
pin mereka dalam tatanan yang plural. Karena
itulah, mereka semua meminta Nabi menjadi
imam mereka,” kata Alie Yafie.
Figur Rasulullah, menurut Dr Koma ru
d–
din Hidayat, memang menjadi variabel pen
ting suksesnya pelaksanaan kesepakatan dalam
piagam itu, dan figur inilah yang tidak tergantikan.
Masyarakat Madinah saat itu, menurut dia, adalah
cerminan masyarakat teokrasi karena ada sosok
yang disucikan, yakni Rasulullah yang menjadi
penentu hukum dan keputusan akhir. Tak lain
karena Rasulullah adalah manifestasi dan wakil
Tuhan.
Lebih dari itu, negara Madinah tidak ha
nya membuktikan bahwa Rasulullah memang
seorang negarawan, legislator, penyeru moral,
pembaharu, ahli politik dan ekonom; tapi juga
sekaligus mematahkan tuduhan Barat bahwa
http://pustaka-indo.blogspot.com
37
Sebagai sebuah produk peradaban, Piagam
Ma dinah banyak memberi pelajaran penting
bagaimana umat beragama membangun suatu
tatanan masyarakat yang adil dan manusiawi.
Menurut intelektual muda Haedar Nashir, ta
tanan yang didambakan itu dapat tercapai
karena substansi piagam itu memenuhi syarat-
syarat yang memungkinkan terwujudnya suatu
konstelasi masyarakat yang berkeadilan dan ber
keadaban. Piagam Madinah menjadi jendela ba
gaimana umat manusia membangun sistem per
adaban yang tercerahkan dan memberi manfaat
bagi semua orang. Ia menjadi aturan main agar
tercapai semacam etika kolektif bagi kehidupan
bersama.
Memang, substansi Piagam Madinah mene
gaskan suatu cita-cita terciptanya tatanan ma
syarakat zaman Nabi yang Islami dan sekaligus
dapat menjadi tempat berlindung bagi umat lain
dari berbagai suku dan agama. Piagam tersebut,
menurut Haedar, menjadi contoh suatu sistem
dan konstitusi yang mewadahi masyarakat yang
plural. Karena itu, tidak berlebihan sosiolog
Barat, Robert N Bellah, menyebutnya sebagai
http://pustaka-indo.blogspot.com
38
saat ini. Pertama, Nabi meletakkan prinsip
integrasi sosial dan politik dalam sebuah ne
gara Madinah. Ini merupakan nilai penting dan
merupakan peristiwa sejarah yang luar biasa
mengingat masyarakat Madinah saat itu bersifat
majemuk.
Kedua, adalah dasar penghormatan yang
kokoh bagi sebuah kehidupan yang toleran
dengan menjamin hak-hak kaum non-Muslim.
Ini diwujudkan dengan perlindungan pada
kehi
dup
an dan harta benda mereka. ”Inilah
sumbangan terbesar Piagam Madinah yang
kemudian diadopsi oleh kehidupan modern
dalam wujud hak asasi manusia,” katanya.
Meskipun demikian, tambah Azyumardi,
piagam tersebut tidak dapat dijadikan sebagai
pembenar bagi pembentukan negara Islam. Se
bab, Rasul sendiri dalam piagam itu tidak me
nyebut negara yang didirikannya sebagai negara
Islam. Istilah daulah Islamiyah baru muncul saat
Islam berhadapan dengan konsep Barat yang
disebut nation state.
Karena itu, jika hendak dijadikan model,
http://pustaka-indo.blogspot.com
39
fitrahnya yang murni dengan cara menghayati
dan memahami ajaran agamanya lalu meng
amalkannya dalam kehidupan sehari-hari. ”Ma
syarakat yang dipimpin Rasulullah itu dapat
menjadi model untuk membangun suatu tatanan
yang adil, aman dan beradab. Piagam Madinah
sangat relevan kita jadikan acuan,” katanya.
Tetapi, piagam itu kini justru cenderung
disalah-artikan oleh beberapa kalangan ketika
berbicara tentang hubungan antara agama dan
negara. Bagi kalangan yang berpendapat bahwa
antara agama dan negara adalah entitas yang
satu dan tak terpisahkan, dan karenanya meng
hendaki terwujudnya negara Islam, berargumen
bahwa tuntutan mendirikan negara Islam se
sungguhnya telah ditekankan Nabi SAW dalam
piagam tersebut.
Klaim seperti itu, menurut Haedar, justru
menunjukkan bahwa pemahaman mereka ter
hadap Piagam Madinah terlalu reduksionis. Itu
sama artinya mereka memperlakukan piagam
tersebut secara sederhana dan sangat simplistis.
Perlakuan seperti itu hanya akan mempersempit
http://pustaka-indo.blogspot.com
40
hubungan antara negara dan agama dalam Islam.
Dan, apa sebenarnya cita-cita politik masyarakat
Islam. Kalau pun ada, lanjutnya, bentuknya
seperti apa, sistemnya bagaimana, dan dalam
konteks apa. ”Semua itu masih remang-remang,
dan menjadi perdebatan yang tidak henti di
kalangan intelektual Islam,” katanya.
Dengan demikian, menurut dia, upaya
membawa Piagam Madinah ke dalam sebuah
negara Islam kini hanya akan mengalami jalan
buntu. Pasalnya, tidak ada sejengkal tanah pun
yang berada di luar batas nasionalisme. Ditam
bah lagi dengan kondisi sekarang di mana antar
negara lebih mementingkan kerja sama global
dan sumbangan dunia Islam hanya berupa
sumber daya alam serta tenaga yang kurang
terampil. Ini berbeda dengan pada masa kejayaan
Islam yang banyak memberikan sumbangan per
adaban.
Menjadikan Piagam Madinah sebagai
landasan konstitusional dalam pendirian negara
Islam, bagi Haedar, sama artinya dengan mela
kukan strukturalisasi Islam untuk ke–pentingan
http://pustaka-indo.blogspot.com
41
kultural bersama, yakni membangun peradaban
(tamaddun) yang adil. Dan, ini adalah agenda
kultural, bukan struktural.
Karena itu, kata Komaruddin, yang perlu
diambil dari piagam Nabi itu adalah spirit su
premasi hukum dan universalitasnya. Jika di
jadikan sebagai blue print pendirian negara
Islam, menurut dia, upaya penerapannya akan
mengalami kegagalan. Sebab, Indonesia adalah
negara bangsa yang diatur berdasarkan nasio
nalitas dan undang-undang sebagi produk
DPR/MPR. Ini berbeda dengan kondisi Negara
Madinah di mana segala sesuatunya bersumber
pada Rasul.
Bagi umat Islam Indonesia saat ini, menurut
Haedar, yang penting adalah bagaimana agar
spirit Piagam Madinah dapat tetap menjiwai
kehidupan sehari-hari, baik kehidupan ber
masyarakat maupun bernegara. Untuk itu, ka
ta
nya, agenda kultural harus dijadikan acuan
bersama dalam membangun masyarakat madani
yang bukan sekadar demokratis, tapi juga bisa
diterima semua kalangan disertai penegakan
http://pustaka-indo.blogspot.com
42
Perdamaian di Bawah
Piagam Madinah
M
enurut catatan sejarah, sebuah karya
besar telah disumbangkan Islam bagi
kehidupan umat manusia, khususnya
dalam menciptakan sebuah masyarakat yang
ideal dan harmonis, penuh semangat persatuan
dan kesatuan. Karya besar itu adalah Piagam
Madinah, yang dirumuskan dan dilaksanakan
Rasulullah dalam menata masyarakat yang
plural dengan keyakinan agama yang heterogen
di Madinah. Mewujudkan konsep pembangunan
masyarakat sedemikian ini nyaris mustahil,
sebab kondisi dasar pada waktu itu tidak
mendukungnya.
http://pustaka-indo.blogspot.com
43
kekuasaan dan sumber ekonomi. Kekuatan dan
kemampuan perang merupakan faktor penentu
dalam memegang puncak kekuasaan. Kekuatan
dan kemampuan tak tertandingi tercatat dimiliki
oleh suku Quraisy.
Sebelum Islam, kondisi bangsa Arab me
mang sangat kacau, tak mengenal sistem peme
rintahan dan kedaulatan yang ajeg. Mereka ti
dak mempunyai kesatuan bangsa, ikatan tanah
air, kesatuan politik, serta dasar dan tujuan
yang sama. Ambisi politik, kerakusan ekonomi,
dan tribalisme yang ditandai sentimen klan dan
kesukuan mendominasi kehidupan mereka.
Dalam hal keyakinan agama, mereka me
nyembah roh dan berhala. Ka’bah tempat berhaji
pun dijadikan tempat penyembahan berhala.
Mereka percaya pada paranormal dan juru
ramal.
Selain bangsa Arab, di Madinah juga ber
mukim bangsa Yahudi. Mereka terdiri dari dua
ke
lompok besar. Pertama, Yahudi pendatang
seperti Bani Nadir, Bani Qainuqa, dan Bani
Quraizhah. Kedua, keturunan Arab yang meme
http://pustaka-indo.blogspot.com
44
Berikutnya adalah orang-orang Nasrani.
Mereka hidup di wilayah-wilayah yang menjadi
pengaruh Islam. Agama Nasrani pada mulanya
masuk ke Yaman melalui misi orang-orang Syria.
Sekitar abad 5 Masehi, misi Nasrani di pim
pin Faymiyun (Phemion) menyebarkan agama
Kristus itu di Najran. Menyusul kemudian,
penyebaran Nasrani oleh Hegus Habsyi dari
Etiopia yang juga didukung oleh negara.
Dengan demikian, di Jazirah Arab hidup
komunitas bangsa yang plural dengan keyakin
an agama yang heterogen. Setiap penganut aga
ma berupaya keras menyebarkan agamanya
hingga dipeluk khalayak luas. Selain itu, mereka
juga berkepentingan menguasai berbagai
sumber ekonomi, bahkan juga berkepentingan
mengunggulkan nilai-nilai budaya dan cita-cita
politik mereka masing-masing.
Dalam kondisi seperti itulah, Islam datang
melakukan transformasi sosial untuk menjunjung
tinggi peradaban. Semua itu dimulai Nabi dari
Madinah. Di sini kaum Anshar dan Muhajirin
dipersatukan dalam ikatan persaudaraan Islam.
http://pustaka-indo.blogspot.com
45
dipergunakan selama hal itu dapat membantu
membangun sistem keamanan sosial.
Di bawah naungan Piagam Madinah, ber
bagai golongan dan kelompok dalam masyara
kat, termasuk Yahudi dan Kristen, diberikan hak
perlindungan dan diajak untuk hidup se cara
rukun dan damai. Piagam Madinah memberikan
jaminan bahwa umat Islam bersedia men jalin
hubungan dengan golongan dan kelompok lain
secara adil. Sebagai konsekuensinya, golongan
Yahudi mengikatkan diri mereka sendiri untuk
membantu tegaknya pertahanan-keamanan di
Madinah (Pasal 24 dan Pasal 47).
46
hukuman.
Pada saat itu di Madinah berlaku sistem
riba yang menjadi dasar ekonomi masyarakat,
dan berbagai praktik sosial lain yang berten
tangan dengan nilai-nilai kemanusian. Pada
saat yang sama, Islam masuk ke Madinah dan
tidak mempunyai alternatif lain kecuali ha–
rus menghentikan segala kondisi lama yang
bobrok. Berbagai bentuk kekacauan sosial
yang bersumber dari khamar (minuman keras)
dihentikan dengan menghancurkan kendi-ken–
di tempat menyimpan khamar. Hukum qi–
shash pun diberlakukan. Ketentuan hukum ini
dikukuhkan dalam Pasal 21 Piagam Madinah,
yang juga melarang siapapun membantu
dan/atau melindungi pelaku kejahatan atau
pelanggar hukum.
Pasal 3 piagam ini menekankan tang–
gungjawab kolektif semua mukminin untuk
melaksanakan keadilan dan keamanan dalam
masyarakat. Oleh karena itu, Rasulullah tidak
membangun berbagai satuan kekuatan yang
terorganisasi seperti angkatan kepolisian, untuk
http://pustaka-indo.blogspot.com
47
melaksanakan hukuman tersebut, ada atau tidak
ada sebuah lembaga khusus. Hal ini diperkuat
dengan Pasal 13 yang menentukan agar setiap
mukmin menentang segala bentuk penyimpang
an sosial dan penyebaran ketidakdilan serta ge
rakan pemberontakan.
Penyelesaian perselisihan di antara mereka
hanya disandarkan pada hukum Allah, tidak
lagi atas dasar adat istiadat. Meskipun demi
kian, tidak berarti perbedaan pendapat dan
pandangan tidak diperbolehkan. Perbedaan
didorong oleh Rasululahh dengan tujuan menja
dikan umat Islam berbeda dengan Yahudi. Ten
tu saja tidak asal beda. Nabi melarang umat
nya meniru Yahudi karena sikap meniru itu
bertentangan dengan ketinggian orang-orang
beriman terhadap yang tidak beriman.
Umat Islam tidak diperbolehkan meng
adakan perdamaian secara sepihak, tanpa se
pengetahuan dan dukungan dari mukmin lain
nya (Pasal 17). Persyaratan perdamaian harus
adil untuk semua. Tanggungjawab memu
tus
kan peperangan dan perdamaian terletak
http://pustaka-indo.blogspot.com
48
ber
sabda, ”Orang beriman adalah pelindung
satu sama lainnya.”
Tidak hanya sebatas itu, ketentraman ke
hidupan sosial juga diciptakan Nabi dengan
membatasi kegiatan aliansi. Kaum Anshar dan
Muhajirin yang bersaudara itu tidak diperbo
lehkan beraliansi tanpa seizin saudaranya yang
lain. Lagi pula, Nabi pun menentukan pada
prinsipnya aliansi tidak boleh melebihi hak-hak
perlindungan yang dimiliki seseorang. Aliansi
antara Anshar dan Muhajirin diatur dalam
Pasal 23, bahwa Rasulullah adalah referensi
satu-satunya terhadap berbagai perselisih an
orang-orang beriman. Pasal ini menyebut kan,
jika terjadi perbedaan tentang segala sesuatu,
maka hal itu dikembalikan kepada Allah dan
Muhammad.
Meskipun demikian, Piagam Madinah di
su
sun atas dasar sikap gotong-royong, saling
bahu-membahu, saling menyayangi dan meng
hormati antara generasi muda dan tua, antara
golongan miskin dan kaya, antara penguasa dan
rakyat, antara Mukminin dan Yahudi, Kristen
http://pustaka-indo.blogspot.com
49
nuhnya dipatuhi. Masing-masing pihak me–
lak
sa
nakan kewajiban yang menjadi beban
tanggungjawabnya.
Dengan semangat Piagam Madinah, Ra
sulullah berupaya mencegah munculnya konflik
dalam masyarakat. Golongan dan individu
tidak di pandang secara kategoris melainkan
dalam perspektif terminologis yang sama. Yang
membedakan di antara mereka adalah kesalehan.
Semangat persaudaraan
Islam di Madinah begitu kuat sehingga me–
nimbulkan integritas internal yang kuat pula
sebagaimana tecermin dari sikap warganya yang
selalu siap memenuhi setiap panggilan bela
negara.
Ditetapkan dalam Pasal 45, bahwa perjan–
jian antara Islam dan Yahudi mencakup pula
hubungan dengan sekutu masing-masing. Pasal
ini menekankan pentingnya penghormatan pada
upaya perdamaian. Setiap inisiatif perdamaian
perlu disambut oleh setiap komponen dalam
masyarakat. Pasal ini mewajibkan setiap ke–
http://pustaka-indo.blogspot.com
50
atau membantu kaum Quraisy. Pada waktu itu
Rasulullah telah membuat rencana untuk me
lakukan pencegatan terhadap setiap kafilah da
gang Quraisy yang melintasi Madinah bagian
ba
rat dalam perjalanan dari Mekkah menuju
Syria. Pasal ini diadakan untuk mencegah terja
dinya konflik antara Yahudi dan Islam.
Adalah kebiasaan Yahudi membentuk
aliansi dan aktivitas militer. Oleh karena itu,
Piagam Madinah pun disusun tidak terlepas dari
nuansa latar belakang ini. Pasal 29 menentukan
larangan bagi Yahudi meninggalkan Madinah
kecuali seizin Rasulullah. Pembatasan terhadap
gerakan mereka dimaksudkan untuk mencegah
aktivitas militer Yahudi, termasuk keterlibatan
langsung atau tidak langsung dalam perang
antarsuku, sebab hal itu dapat mempengaruhi
stabilitas keamanan dan ekonomi domestik
Madinah secara keseluruhan.
Berdasarkan pasal 42, Yahudi mengakui
ko-eksistensi damai serta kekuasaan legislatif
yang lebih tinggi. Sementara itu, kelompok Ya
hudi tidak dibenarkan merujuk kepada hukum
http://pustaka-indo.blogspot.com
51
hakim mereka.
Kendati keadaan sosial, khususnya di Ma
dinah, sedemikian plural dan heterogen, tetapi
segala potensi konflik kepentingan dapat di–
redam dan diken dalikan. Seluruh komunitas
sanggup hidup ber dampingan dalam suasana
damai, berkat Pia
gam Madinah yang disusun
oleh Nabi Muhammad SAW. l
52
Piagam Madinah Menjamin
Kebebasan Beragama
S
etiap kali berbicara mengenai negara da
lam hubungannya dengan Islam, atau
yang diidealkan Islam, orang akan selalu
merujuk pemerintahan/negara pada zaman Ra
sulullah di Madinah. Berikutnya adalah peme
rintahan empat khalifah penerus Rasulullah
— Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin
Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Yang terakhir ini
seringkali disebut sebagai Khulafaur Rasyidin —
para khalifah yang mendapatkan petunjuk (dari
Allah).
Negara pada masa Rasulullah bercorak teo
kratis, sedangkan zaman Khulafaur Rasyidin
http://pustaka-indo.blogspot.com
53
pin para mukmin).
Setelah Khulafaur Rasyidin, corak maupun
bentuk negara berubah-ubah menurut perkem–
bangan zaman. Dari sejak pemerintahan Bani
Umayyah di Damsyik (Damaskus), Bani Abbasi
yah di Baghdad, dan kemudian Bani Usmaniyah
di Istambul, negara berbentuk kekhalifahan de
ngan corak monarki absolut. Kemudian, ketika
Khalifah Usmaniyah bubar dan negara-negara
Islam merdeka dari penjajahan, muncullah se–
jumlah negara berbentuk republik atau kerajaan.
Munculnya beragam bentuk, corak mau
pun model negara berpenduduk Muslim itu ba
rangkali karena memang tidak ada teks —baik
Alquran maupun Hadis— yang mengatur hal
itu. Alquran hanya menggarisbawahi, kepada
umat Islam diperintahkan untuk athi’ullah wa
rasulihi wa ulil amri minkum (taatilah Allah, Ra
sul-Nya, dan pemimpinmu). Dengan kata lain,
umat Islam diperintahkan untuk menerapkan
hukum Islam yang bersumber dari Alquran dan
Hadis.
Itulah yang juga dilaksanakan pada masa
http://pustaka-indo.blogspot.com
54
kabilah, dan agama (kepercayaan), Rasulullah
—sebagai kepala negara dan pemerintahan—
memberlakukan aturan-aturan lain, yang kemu
dian dikenal dengan Piagam Madinah.
Seperti diketahui, ketika Nabi Muhammad
SAW tiba di Madinah, di kota itu sudah terda
pat tiga golongan besar: Muslimin, Yahudi,
dan Musyrikin. Muslimin terdiri dari kaum
Muhajirin dan Anshar. Kaum Muhajirin adalah
pendatang yang hijrah dari Makkah. Mereka
adalah orang-orang Quraisy Makkah yang telah
masuk Islam, terdiri dari beberapa kelompok,
antara lain Banu Hasyim dan Banu Muthalib.
Kaum Anshar adalah penduduk asli Madinah
yang sudah masuk Islam. Mereka kebanyakan
dari Kabilah Aws dan Khazraj.
Golongan Musyrikin merupakan orang-
orang Arab yang masih menyembah berhala.
Golongan Yahudi terdiri dari keturunan Yahudi
pendatang dan keturunan Arab yang masuk
agama Yahudi atau kawin dengan orang Yahudi
pendatang. Tiga kelompok Yahudi pendatang
adalah Banu Nadir, Banu Qaynuqa’, dan Banu
http://pustaka-indo.blogspot.com
Qurayzhah.
Di tengah kemajemukan penghuni Kota/
Negara Madinah itu, Rasulullah SAW berusaha
membangun tatanan hidup bersama, mencakup
semua golongan yang ada di Madinah. Sebagai
55
langkah awal, beliau mempersaudarakan para
Muslim Muhajirin dengan Anshar. Persaudara
an itu bukan hanya tolong-menolong dalam
kehidupan sehari-hari, tapi hingga ke tingkat
waris-mewarisi.
Kemudian diadakan perjanjian hidup ber
sama secara damai di antara berbagai golongan
yang ada di Madinah, baik antara golongan-go
longan Islam, maupun dengan golongan-golong
an Yahudi.
Kesepakatan-kesepakatan antara golong
an Muhajirin dan Anshar, dan perjanjian de
ngan golongan Yahudi itu, secara formal, ditulis
dalam suatu naskah yang disebut shahifah.
Shahifah dengan 47 pasal inilah yang kemudian
dise but dengan Piagam Madinah. Piagam yang
menjadi payung kehidupan berbangsa dan ber
negara —dengan multi etnis dan agama— ini,
menurut sejumlah sumber, dibuat pada tahun
pertama Hijrah dan sebelum Perang Badar.
Di antara pasal-pasal yang menjamin ke
bebasan golongan Yahudi (non-Muslim) adalah:
Kaum Yahudi adalah satu umat dengan Muk
http://pustaka-indo.blogspot.com
56
luarganya (Pasal 25).
Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya, dan
bagi kaum Muslimin ada kewajiban biaya. Me
reka (Yahudi dan Muslimin) bantu-membantu
dalam menghadapi musuh warga Piagam ini.
Mereka saling memberi saran dan nasihat.
Memenuhi janji tidak berkhianat. Seseorang
tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan)
sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak
yang teraniaya (Pasal 3).
Sesungguhnya piagam ini tidak membela
orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (be
pergian) aman, dan orang berada di Madinah
aman, kecuali orang yang zalim dan khianat.
Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik
dan takwa. Dan Muhammad adalah Rasulullah
SAW (Pasal 47).
Meskipun umat non-Muslim diberi kebe–
basan, tidak harus mengikuti hukum-hukum
Islam, namun mereka (Ahlul Kitab/Yahudi)
tetap diharuskan menjalankan ajaran agamanya
masing-masing.
Dalam sebuah riwayat yang disampaikan
http://pustaka-indo.blogspot.com
57
terhadap orang yang berzina yang kalian dapat
dalam kitab kalian?’’ Mereka menjawab, ‘’Ya.’’
Rasulullah kemudian memanggil seorang
ulama mereka dan bersabda, ‘’Aku bersumpah
atas nama Allah yang telah menurunkan Taurat
kepada Musa, apakah demikian kamu dapati
hukuman kepada orang yang berzina di dalam
kitabmu?’’
Ulama (Yahudi) itu menjawab, ‘’Tidak. De
mi Allah jika engkau tidak bersumpah lebih da
hulu niscaya tidak akan kuterangkan. Hukuman
bagi orang yang berzina di dalam kitab kami
adalah dirajam (dilempari batu sampai mati).
Na
mun, karena banyak di antara pembesar-
pem besar kami yang melakukan zina, maka
kami biarkan, dan apabila seorang berzina kami
tegakkan hukum sesuai dengan kitab. Kemudian
kami berkumpul dan mengubah hukum ter
sebut dengan menetapkan hukum yang ringan
dilaksanakan, bagi yang hina maupun pembesar
yaitu menjemur dan memukulinya.’’
Rasulullah lalu bersabda, ‘’Ya Allah, se–
sungguhnya saya yang pertama menghidupkan
http://pustaka-indo.blogspot.com
58
di
wajibkan menjalankan hukum-hukum Tau
rat. Mereka juga dilarang membuat-buat hukum
sendiri, meskipun mereka menyepakatinya.
Itulah substansi relijiusitas dari Piagam
Madinah. Piagam yang dibuat Rasulullah, ter
kait dengan posisi penduduk Madinah yang
menunjukkan bahwa kelompok non-Muslim
memperoleh jaminan keadilan dalam menjalan
kan agamanya. Hal ini akan menjaga integritas
bangsa Madinah yang terdiri dari berbagai suku
dan penganut agama, meskipun kaum Muslimin
merupakan mayoritas. Piagam Madinah adalah
jaminan integrasi bangsa dan persamaan hak
dan kewajiban bagi masyarakat plural. l
59
http://pustaka-indo.blogspot.com
60
Mereka Meneruskan Amanat
Piagam Madinah
K
etika berada di Madinah dan kemudian
membentuk sebuah negara, pertama-
tama yang dilakukan Rasulullah adalah
menjalin ukhuwah Islamiyah, yakni memper
saudarakan kaum pendatang (Muhajirin) de
ngan penduduk setempat (Anshor). Selanjutnya,
beliau juga menciptakan ukhuwah wathoniyah,
mempersatukan kaum Muslimin dengan orang-
orang Yahudi dan Nasrani dalam kerukunan.
Dalam hal ini, Nabi membuat perjanjian ter
tulis berisi pengakuan atas agama mereka dan
harta benda mereka. Disebutkan dalam per
janjian ini bahwa orang-orang Yahudi berpegang
http://pustaka-indo.blogspot.com
61
beragama, kebebasan menyatakan pendapat:
tentang keselamatan harta benda dan larangan
melakukan kejahatan,’’ tulis Muhammad Hu
sein Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad.
Nabi, melalui dokumen —yang kemudian
dikenal dengan Piagam Madinah— itu, kata
Haekal, ”Telah membukakan pintu bagi kehi
dupan politik dan peradaban manusia masa itu.”
Dunia yang selama ini hanya menjadi permainan
tangan-tangan tirani, lanjut Haekal, telah diubah
lewat Piagam Madinah.
Perubahan tatanan masyarakat itu ternyata
membawa pengaruh besar. Seluruh Kota Ma–
dinah dan sekitarnya benar-benar menjadi
tempat yang nyaman bagi seluruh penduduk
yang multi suku dan agama itu. Masing-masing
pemuluk agama bisa menjalankan ajaran
agamanya dengan tenang. Dari Kota Yatsrib —
nama lain dari Madinah— inilah Islam mulai
menemukan kekuatannya. Jumlah pemeluknya
terus bertambah.
Sekalipun Piagam Madinah kemudian
dikhianati orang-orang Yahudi, namun prinsip
http://pustaka-indo.blogspot.com
62
Arab sudah terhimpun di bawah panji-panji
Islam. Dan kesatuan politis pun dinyatakan
sebagai bagian tak terpisahkan dari kesatuan
relijius. Maka pada saat itu tibalah waktunya
bagi umat Islam melakukan dakwah ke Irak
dan Syam. Inilah langkah awal pembentukan
kemaharajaan Islam.
Seperti Abu Bakar, penggantinya Khalifah
Umar bin Khattab pun menerapkan prinsip-
prinsip yang telah digariskan Rasulullah. Di
masa Umar inilah kemaharajaan Islam semakin
meluas, berjaya, dan menerobos hingga ke Per
sia, Mesir dan Palestina, selain Irak dan Syam.
Perlu dicatat, meskipun kemaharajaan
Islam begitu meluas, tapi kaum Muslimin sesuai
dengan prinsip Piagam Madinah tak pernah
memaksa penduduk negara-negara tersebut agar
memeluk Islam. Karena, sesuai prinsip Islam
yang ditetapkan Alquran, tidak ada paksaan
dalam beragama.
Setelah pengaruh Islam menyebar ke ber
bagai wilayah, terutama pada masa Khalifah
Umar, kekhalifahan Islam pun semakin tegak.
http://pustaka-indo.blogspot.com
63
kemudian antara Bani Umaiyah dengan Bani
Abbasiyah, tidak sanggup meruntuhkan pe
ngaruh Islam sebagaimana terjadi pada ke–
maharajaan Iskandar Agung dan Mongol?
Menanggapi hal ini, menurut Haekal dalam
buku Pemerintahan Islam, sulit untuk menjelaskan
sebab-sebabnya secara rinci. ”Namun se ca
ra
garis besar, saya dapat menunjukkan satu sebab
yang sangat menentukan. Yakni, sesungguhnya
orang-orang Arab terdorong berperang bukan
semata-mata untuk mendapatkan materi, tapi
ada yang jauh lebih penting dari hal itu. Yaitu,
keyakinan bahwa mereka mengemban satu
misi atau risalah yang harus disampaikan pada
seluruh dunia ini demi kebenaran dan keadilan,”
jelas sejarahwan kondang Mesir itu.
Menurut Haekal, keyakinan umat Islam
yang demikian telah menegakkan kemaharajaan
Islam sehingga sampai bertahan berabad-abad.
Tapi, lanjutnya, ketika keyakinan itu memudar,
keretakan demi keretakan mulai merasuki
sekujur sendi-sendi kemasyarakat Islam dan
nasibnya pun sama seperti dialami kemaharajaan
http://pustaka-indo.blogspot.com
64
Mereka berpandangan, bahwa pada hake
katnya Tuhan seluruh manusia itu satu, Tuhan
yang Esa. Di hadapan Tuhan yang Esa ini, se
mua manusia adalah sama. Tidak ada perbedaan
antara orang Arab dan non-Arab kecuali ke–
takwaannya. Di samping persaudaraan dan
persamaan ini, mereka adalah orang-orang
bebas merdeka.
Pada masa Rasulullah, prinsip-prinsip lu
hur itu tersebar luas di semenanjung Arab. Se
telah menetap di negara-negara yang mereka
tundukkan, kaum Muslimin mulai menerapkan
prinsip-prinsip mulia tadi pada penduduk se
tempat. Salah satu yang menjadi dasar kebijakan
pemerintahan mereka adalah toleransi ber–
agama. Mereka tidak memaksakan seorang pun
di antara penduduk negara yang ditaklukkan
agar memeluk Islam.
Mereka juga memberikan berbagai ke–
bebasan yang sudah berlaku pada saat itu:
kebebasan berpikir, kebebasan mengeluarkan
pendapat, serta sejumlah kebebasan lainnya. Di
samping itu mereka juga menghormati segala
http://pustaka-indo.blogspot.com
65
Dengan sikap demikian, tidak heran ba
nyak orang tertarik kepada Islam. Bukan hanya
itu, mereka yang non-Muslim juga benar-benar
menikmati berbagai kebebasan. Hal ini tidak
pernah mereka alami sebelumnya, baik di
Romawi maupun di negara Arab sendiri. Itulah
yang mendorong mereka berbondong-bondong
masuk ke dalam lingkungan agama baru, Islam.
Mereka ingin ikut menikmati prinsip-prinsip
kebebasan, persaudaraan, dan persamaan yang
ditetapkan Islam.
Prinsip toleransi dan kebebasan inilah yang
juga diberlakukan Khalifah Umar bin Khattab.
Dikisahkan, ketika Khalifah Umar merebut kota
suci Jerusalem pada 638 M atau 6 tahun setelah
Nabi wafat, ia pun mendirikan masjid di kota
suci itu, yang sekarang dikenal dengan nama
Baitul Muqdis. Ketika tentara Islam memasuki
Jerusalem dan mengambil alih kekuasaan kota
itu dari orang Kristen yang telah memerintah di
sana sejak masa Konstantinopel, Umar datang
sendiri ke kota suci itu.
Setelah uskup dari makam Kristus menye
http://pustaka-indo.blogspot.com
66
ngatakan, ”Saya akan shalat di luar pintu ini
saja.”
Selesai shalat uskup pun bertanya kepada
Umar, ”Mengapa Tuan tidak mau masuk ke
gereja kami?” Umar pun menjawab, ”Jika saya
sudah shalat di tempat suci kalian, para peng
ikut saya dan orang-orang yang datang ke sini
pada masa yang akan datang akan mengambil
alih bangunan ini dan mengubahnya menjadi
masjid. Untuk menghindari kesulitan-kesulitan
ini dan supaya kalian tetap sebagaimana adanya,
maka saya shalat di luar.”
Tindakan Khalifah Umar itu ternyata
membuat kagum sang uskup terhadap agama
Islam. Begitu pula rakyat Palestina yang meng
elu-elukan kedatangannya. Apalagi setelah kota
suci itu diperintah Islam, mereka mendapatkan
kebebasan dan diperlukan dengan baik, diban
dingkan saat diperintah oleh Constantin.
Prinsip-prinsip yang sama juga diterapkan
oleh khalifah-khalifah berikutnya. Ali bin Abi
Thalib, misalnya, ketika menjadi khalifah me
nerapkan hukum terhadap penduduknya sesuai
http://pustaka-indo.blogspot.com
67
pernah menegur seorang hakim karena dalam
suatu persidangan ia mendapatkan panggilan
kehormatan Abu Hasan, sedangkan tertuduh
seorang Yahudi dipanggil dengan nama biasa.
Selanjutnya, hal serupa juga terhadi pada Kha
lifah Umar bin Abdul Azis.
Meskipun ia memerintah hanya dua tahun,
ta
pi keadilannya tercatat dalam tinta emas
dalam sejarah Islam. Tak lama setelah menjadi
khalifah, Umar membasmi sistem feodalisme
yang diterapkan dan dipraktekkan oleh Bani
Umaiyah. Baginya, sistem feodalisme berten
tang
an dengan ajaran Islam murni, yang
memberlakukan manusia sama di sisi Allah.
Beberapa tanah luas milik kerabatnya sendiri
di
be
rikannya kepada Baitul Maal yang dapat
dinikmati rakyat luas.
Dalam masa pemerintahannya ia berhasil
mengembalikan kepemimpinan Islam seperti
yang dipraktekkan pada masa Nabi dan para
Khulafaur Rasyidin. Di samping itu, Umar
memerintahkan supaya menghentikan pemu
ngutan pajak dari kaum Nasrani yang masuk
http://pustaka-indo.blogspot.com
68
Di antara kebijaksanaan Umar yang terpuji
ialah, mengembalikan gereja kepada kaum
Nasrani yang diambil alih oleh khalifah sebe
lumnya dan kemudian diubah menjadi masjid.
Ketika Umar menjadi khalifah, dan orang Na
srani mengketahui bahwa Umar seorang yang
adil, maka mereka menuntut supaya gereja me
reka dikembalikan kepada mereka. Umar mem
ba talkan kebijakan khalifah sebelumnya yang
telah menjadikan gereja menjadi sebuah masjid.
Menurut pendapat Umar, apa yang dila
kukan khalifah sebelumnya itu tidak adil
karena bertentangan dengan toleransi agama
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.
Dengan demikian, kaum Nasrani merasa hak-
hak mereka tidak diabaikan, mereka pun me–
ngucapkan terima kasih kepada Umar. Semua
ini menunjukkan betapa pemimpin masyarakat
generasi penerus Nabi begitu patuh dan
konsisten dalam menegakkan hak warganya
sesuai amanat Piagam Madinah. l
Alwi Shahab, 29/06/2002
http://pustaka-indo.blogspot.com
69
http://pustaka-indo.blogspot.com
70
Perspektif Syar’i dan Yuridis
Antara Piagam Madinah
dan Piagam Jakarta
A
pakah ada hubungan antara Piagam Ma
dinah dan Piagam Jakarta, dua peristiwa
sejarah yang terpisah rentang waktu 15
abad hijriah? Tentunya ada. Karena umat Islam
di Indonesia kini adalah sebagian penerus dari
umat Islam yang dibangun Muhammad saw di
kala itu. Tulisan ini dimaksudkan untuk me
nyumbangkan pemikiran tentang hu bungan
agama dan negara serta sikap dan pandangan
syar’i umat Islam Indoneisa terha dap negara
Republik Indonesia - dengan pendekatan disi
http://pustaka-indo.blogspot.com
71
pemerintahan.
Piagam Madinah
Piagam Madinah diperkenalkan secara aka
demis oleh H. Munawair Syadzali MA (mantan
Menteri Agama Kabinet Pembangunan IV dan
V) dalam rangkaian kuliahnya di Fakultas Pasca
Sarjana IAIN Jakarta yang dibukukan dengan
judul Islam dan Tata Negara (UI Press, 1990).
Dikatakannya antara lain bahwa umat Islam
memulai hidup bernegara setelah Nabi hi jrah
ke Yatsrib yang kemudian berubah nama men
jadi Madinah untuk pertama kali lahir su a
tu
komunitas Islam yang bebas dan merdeka... te
tapi umat Islam di kala itu bukan satu-satunya
komunitas... di antara penduduk Madinah ter
dapat juga komunitas lain, yaitu orang-orang
Yahudi dan suku-suku Arab yang belum mau
menerima Islam dan masih memuja berhala.
Dengan kata lain, umat Islam di Madinah
merupakan bagian dari suatu masyarakat
majemuk... belum cukup dua tahun dari
kedatangan Nabi di kota itu, beliau mem–
permaklumkan su atu piagam yang mengatur
http://pustaka-indo.blogspot.com
72
Selanjutnya dinyatakan: ”Banyak di antara
pemimpin dan pakar ilmu politik Islam berang
gapan bahwa Piagam Madinah adalah konstitusi
atau undang-undang dasar bagi Negara Islam
pertama.
Isi piagam terdiri atas 47 pasal yang oleh
Munawir disimpulkan sebagai batu-batu dasar
bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat
majemuk di Madinah, yaitu:
1). Semua pemeluk Islam, meskipun ber
asal dari banyak suku merupakan satu
komunitas.
2). Hubungan antara sesama anggota ko
munitas Islam dan anggota komunitas
lain di
dasarkan atas prinsip (a) ber–
tetangga baik, (b) saling membantu
dalam menghadapi musuh ber sama
(c) membela mereka yang teraniaya (d)
sa
ling menasihati dan (e) kebebasan
beragama.
73
hidup bersama da lam suatu wilayah
tertentu, yakni wilayah Madinah yang
disebut Madinah al-Munawarah atau
Madinatun Nabi. Umat Islam pada
waktu itu adalah kaum Muhajirin (suku
Quraisy) dan kaum Anshor yang berasal
dari berbagai suku: Banu Auf, Banu
Harits - Banu Khazraj, Banu Sa’idah,
Banu Jusyam, Banu Najjar, Banu
Amir bin Auf, Banu Nabit dan Banu
Aus. Sedang umat non-Islam adalah
umat Yahudi dan keluarga suku-suku
tersebut, ditambah suku-Banu Tsa’labah,
warga Jafnah serta Banu Syutaibah serta
kaum Yahudi dari kedua sku tersebut.
Dalam ilmu fiqh, perjanjian atau
kesepakatan semacam itu disebut shulhu,
berdasarkan hadits yang diriwayatkan
oleh Tirmidzi r.a.: as-shulhu ja-
izun bainal muslimin illa shulhan
harrama halalan au ahalla haraman,
wal muslimuna ‘inda syuruthihim illa
syarthan harrama halalan au ahalla
haraman. Kesepakatan diperbolehkan
http://pustaka-indo.blogspot.com
74
persyaratan perjanjian itu.
2). Piagam itu lebih bersifat suatu pernya
taan atau dekrit sepihak dari Rasulullah;
dan sung guh pun dalam naskahnya
disebut ”surat per janjian”, namun
tidak jelas ada orang lain atau pihak
Yahudi yang turut menandatanganinya.
Ini menunjukkan otoritas Rasulullah,
terbukti dari rumusan Pasal 1 yang
menempatkan Rasululaah saw sebagai
pemimpin umat Islam, sedangkan
Pasal 23, 36 dan 42 diangap se bagai
”penengah, pemberi izin dan hakim”
bagi semua pihak. Dan tentu saja bentuk
dan gaya piagam itu belum secanggih
konstitusi modern, misalnya UUD 1945.
Untuk dianggap sebagai preambule
konstitusi, di dalamnya me ngandung
rincian unsur perdata dan pidana yang
disebut menyediakan ruang bagi setiap
suku yang mengakui perjanjian itu.
3). Kaum Muslimin merupakan umat yang
bersatu dan utuh, dan senantiasa taat
http://pustaka-indo.blogspot.com
75
Madinah ber sifat mengikat bagi
Rasulullah saw dan umat Islam. Ke–
taatan umat itu tidak hanya bersifat aqli
(sekadar rasio atau moral positif) saja
melainkan juga syar’i (mengandung
unsur ibadah).
Pandangan dan sikap untuk senantiasa
taat pada persyaratan atau kesepakatan
bagi umat Islam, baik pada zaman
Rasulullah saw mau pun umat Islam
masa kini, sandarannya adalah Pasal 2
yang berasal dari hadits yang berkaitan
dengan aspek pertama, yaitu al-mus–
limuna ”inda syuruthihim” (umat
Muslim harus menepati janji).
Piagam Jakarta
Piagam Jakarta adalah dokumen tertanggal
22 Juni 1945, disusun oleh Panitia Perumus dari
BPPK yang beranggotakan sembilan orang ”ba
pak pendiri” Republik Indonesia: Ir. Soe kar
no, Dr Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis,
Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdoel Kahar Moe
http://pustaka-indo.blogspot.com
76
1). Kemerdekaan adalah hak segala bangsa
dan dihapuskannya penjajahan di atas
dunia (alinea 1).
2). Rasa bahagia bahwa perjuangan perge
rakan kemerdekaan Indonesia sudah
mencapai ke depan pintu gerbang Ne–
gara Indonesia (alinea 2).
3). Atas berkat rahmat Allah Yang Maha
Kuasa bertekad menyatakan kemerde–
kaan (alinea 3).
4).
Membentuk suatu pemerintahan
Negara In donesia yang berdasarkan
Pancasila (alinea 4).
77
sebagainya. Para wakil itu atau orang-
orang yang dianggap sadar akan dirinya
mewakili bangsa Indonesia waktu itu
yang berjumlah sembilan orang, delapan
beragama Islam dan satu beragama
Nasrani.
Bagi kedelapan orang Islam itu, apa pun
latar belakang pendidikannya, serta ideologi
yakni jalan pikiran dan keyakinan tentang cara
meng atur kehidupan bernegara yang mereka
anut dari pandangan fiqh (bukan pandangan
sosio-politik ideologi seperti biasa digunakan)
mereka harus dianggap sebagai ”mukallaf
yang adil”, yakni orang yang cukup dan cakap
(bevoged en bekwaam, Belanda) untuk melaku
kan perbuatan hukum, termasuk menandata
ngani perjanjian. Maka, piagam itu adalah suatu
bentuk shulhu antara wakil-wakil bangsa Indo
nesia yang beragama Islam dengan wakil dari
mereka yang tidak beragama Islam.
Di sini letak kesamaan antara Piagam Ma
dinah dan Piagam Jakarta. Adapun perbedaannya
adalah: Rasulullah saw seorang diri berhadapan
http://pustaka-indo.blogspot.com
78
lembaga perwakilan sejak BPUPK, PPKI, KNI,
Konstituante dan MPR/DPR. Maksudnya,
tanggungjawab umat Islam terhadap keutuhan
dan keselamatan bangsa dan negara Indonesia
tentunya lebih besar daripada umat lain, karena
memang jumlahnya lebih besar.
2). Piagam Jakarta berisi berbagai pernya
taan yang sifatnya umum namun
mendasar, di tandatangani sembilan
wakil bangsa Indonesia serta dimaksud
sebagai preambule dari Hukum Dasar
Indonesia yang kemudian pada tanggal
18 Agustus 1945 oleh PPKI disahkan
sebagai Pem bukaan UUD Negara
Republik Indonesia; yakni dengan
beberapa perubahan minor pada kata-
kata ”Hukum Dasar Negara Indonesia”
menjadi ”Undang-undang Dasar Negara
Indonesia dan ”Ketuhanan dengan
kewajiban men ja
lankan syari’at Islam
bagi pemeluknya” di ganti menjadi
”Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Jadi, tanpa mengurangi nilai yang ter–
http://pustaka-indo.blogspot.com
79
wilayah Yatsrib atau Madinah pada waktu itu,
maka Piagam Jakarta adalah suatu ”konsep yang
utuh dari preambule sebuah konstitusi negara
Indonesia” berwilayah dari Sabang sampai
Merauke yang sebelumnya disebut Nederlands
Indie.
3). Kiranya umat Islam sepanjang sejarah
yakin dan percaya, bahwa Rasulullah
saw dan para sahabat senantiasa taat
menepati isi perjanjian yang tercantum
dalam Piagam Madinah. Pertanyaannya:
Bagaimana umat Islam Indonesia harus
memandang dan bersikap terhadap
”shulhu” atau kesepakatan yang
terkandung da lam Piagam Jakarta?
Bukankah piagam itu mengikat dalam
keadaannya sudah menjadi Pembukaan
UUD 1945 dengan hilangnya kata-ka
ta ”dengan kewajiban menjalankan
syari’at Islam bagi pemeluknya” setelah
pengesahannya dalam sidang PPKI?
Penalaran dengan ilmu fiqh akan memberi
jawaban: ”Ya.. dan bahkan ikatan itu lebih kuat,
http://pustaka-indo.blogspot.com
80
Landasan Syar’i
1). Badan Penyelidik Persiapan Kemer
dekaan (BPPK) atau nama resminya
Dokuritsu Jumbi Choosakai dibentuk
Penguasa Jepang. Pe nguasa semacam
ini oleh fiqh disebut Dzu Syaukah atau
sultan kafir (van Vollenhoven dalam Des
Adatrecht menyebutnya ”de leitelijk po
tenttat”) sama dengan Penguasa Hindia
Belanda sebelumnya. Umat Islam wajib
taat padanya sepanjang perintah mereka
tidak menjurus pada kekufuran.
Para ulama biasa mengutip syair ibnu Ru
slam dalam Kitab Zubad pada Muqadimah
bait ke-29: wa lam yajuz fi ghoiri makdlil kufri
khuru
jana ‘ala waliyyil amri (kecuali dalam
pemaksaan kekufuran, kita tidak boleh melawan
penguasa). Artinya, semua pelembagaan yang
dibentuk penguasa kafir adalah sah, maka hasil
tu
gasnya tentu sah pula sepanjang tidak me
nyinggung inti akidah Islam, termasuk hasil dari
Dokuritsu Jumbi Choosakai itu.
2).
Proklamasi kemerdeklaan dalam
http://pustaka-indo.blogspot.com
81
pernya
taan kemerdekaan tanpa ada
peralihan ke
kua
saan tak ada artinya.
Pengangkatan Soekarno dan Hatta
sebagai Presiden dan Wakil Presiden
pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Per
siapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
adalah suatu bai’at yakni alternatif
pertama.
Tanggal 17 dan 18 Agustus 1945 terjadi
dua peristiwa syar’i yang memenuhi syarat
bagi in’iqod al-imamah, yang menyebabkan
keberadaan RI harus dianggap sah. Karenanya
menjelang Pertempuran Surabaya, KH Hasyim
Asy’ari memfatwakan antara lain bahwa mem–
bela Republik Indonesia adalah suatu kewajiban
syar’i dan mereka yang gugur membela negara
RI adalah syuhada di sisi Allah swt.
Adapun PPKI sendiri dianggap ahlul halli
wal aqdi yakni badan atau dewan yang berhak
mengangkat dan melepas jabatan (antara
lain kepala negara) dan memang demikian
yang terjadi, van Vollenhoven menyebutnya
”het tot losmaken en binden bevoegden, als
http://pustaka-indo.blogspot.com
82
dan dilakukan lembaga milik umat dan bangsa
Indonesia sendiri.
Pembukaan UUD 1945 serta batang tu–
buhnya tetap merupakan bentuk ”shulhu”,
bahkan bersifat lebih mengikat bagi umat Islam
Indonesia dan umat beragama lain. Maka semua
produk legislatif MPR/DPR juga dari DPR/DPRD
adalah pelaksanaan shulhu yang juga mengikat
secara syar’i dan aqli bagi umat Islam Indonesia.
3). Penghapusan kata-kata ”dengan kewa
jib
an menjalankan syariat Islam bagi
pemeluknya dalam Piagam Jakarta dan
diganti menjadi ”Ketuhan Yang Maha
Esa” dan ”Syariat Islam bagi Kepala
Negara” dalam batang tubuh UUD,
sedikit pun tidak mengurangi arti serta
ikatan syar’i maupun aqli bagi umat
Islam Indonesia kepada piagam yang
disempurnakan itu (Pembu ka
an dan
Batang Tubuh UUD 1945), sebab tan
pa adanya rumusan itu pun, sifat dan
kedudukan hukum dari kehidupan
bernegara adalah far dhu kifayah. Na
http://pustaka-indo.blogspot.com
83
DPR RI tentang UU Perkawinan dan UU
Peradilan Agama.
Dalam hubungan ini, dengan penghapusan
tujuh kata dari Piagam Jakarta itu menjadikan
rumusan Pancasila sebagai ”hadiah terbesar
umat Islam bagi kemerdekaan Indonesia”.
Ini karena ia menghapus keraguan akan niat
baik para pemimpin yang beragama Islam di
Jawa tentang maksud dan tujuan kemerdekaan
Indonesia.
Alasan Yuridis
Dalam sejarah, konstitusi RI mengalami
berbagai perubahan. Dari 27 Desember 1945
sampai 15 Agustus 1950, misalnya, Indonesia
menjadi Negara Serikat dengan Konstitusi RIS.
Setelah itu RIS bubar dan kembali bergabung
menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan UUDS. Dalam UUDS disepakati akan
dicarikan dasar negara yang lebih mantap
melalui Konstituante. (Semua konstitusi itu
dalam pandangan fiqh adalah shulhu yang di–
hasilkan lembaga perwakilan rakyat yang sah
http://pustaka-indo.blogspot.com
84
an Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 menjiwai
UUD 1945 dan merupakan satu rangkaian
kesatuan dengan konstitusi tersebut.
Yuridis bahwa Piagam Jakarta telah lebur
dan menyatu dalam Pembukaan serta Batang
Tubuh UUD 1945. Hanya saja sementara ini
bunyi aliena tersebut sering dilupakan. Bahkan
yang alergi terhadap Piagam Jakarta menyebut
piagam itu berpotensi menumbuhkan persoalan
SARA dan cenderung menentang Pancasila dan
UUD 1945. Gejala ini jelas berlawanan dengan
maksud Dekrit Presiden RI itu.
Penutup
Membandingkan Piagam Madinah dan
Piagam Jakarta dengan titik berat pada konsep
shulhu, kiranya dapat meyakinkan kita, bahwa
keterikatan umat Islam pada Piagam Jakarta
yang sudah menjelma menjadi Pembukaan UUD
1945 adalah mutlak. Ini berarti keterikatan umat
Islam pada Pancasila dan UUD 1945 adalah
mutlak pula.
Petunjuk dari Departmen Agama men–
http://pustaka-indo.blogspot.com
85
Islam tak perlu mengikuti pandangan sekuler
dalam kehidupan bernegara yang dianut umat
beragama lain. l
Zaini Ahmad Noeh, 07/04/1995
http://pustaka-indo.blogspot.com
86
Upaya Wujudkan Konstitusi
yang Adil dan Demokratis
(Kasus Amandemen Pasal 29 Ayat 1 UUD
1945)
S
etiap bulan Juli, bangsa Indonesia
selalu mengenang peristiwa bersejarah:
dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959 oleh
Presiden Soekarno. Memori sejarah itu sering
ditafsirkan dalam pemahaman yang ambigu,
karena bangsa ini memang relatif belum matang
dalam kehidupan bernegara, di samping pula
tak sedikit kepentingan politik mutakhir yang
ingin menunggangi celah peristiwa sejarah.
Misalnya, banyak pihak yang menafsirkan
Dekrit Presiden Soekarno merupakan tonggak
http://pustaka-indo.blogspot.com
87
darurat Soekarno sesungguhnya telah menjegal
proses demokrasi yang sedang berlangsung dan
hampir mencapai konsensus dalam Konstituan
te. Sedangkan Konstituante merupakan lembaga
perwakilan rakyat, manifestasi kongkrit dari ha
sil pemilu pertama sejak kemerdekaan bangsa.
Sejak Dekrit 5 Juli itu, Indonesia mema
suki masa ‘Demokrasi Terpimpin’, sebuah
sistem yang sama sekali tidak demokratis alias
otoritarian. Sehingga, mantan Wakil Presiden
Mohammad Hatta yang menyatakan berpisah
haluan dengan Soekarno sempat berkomentar
dalam bukunya Demokrasi Kita, bahwa ‘segala
sesuatunya ada pada masa Demokrasi Terpim
pin, kecuali demokrasi itu sendiri’.
Dalam konteks sejarah yang ambigu itulah
per
silangan pendapat tentang Piagam Jakarta
acapkali menyertai. Sebab, dalam dekritnya
Pre
siden Soekarno tegas menyatakan: ‘bahwa
Pia
gam Jakarta 22 Juni 1945 menjiwai UUD
1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian
kesatuan’. Anehnya, sebagian masyarakat me
nerima kembalinya UUD 1945, namun enggan
http://pustaka-indo.blogspot.com
88
Padahal, landasan sejarah perumusan dan pe
nyepakatan Piagam Jakarta jauh lebih lama
dibandingkan pemberlakuan Dekrit. Tanpa ke
munculan Dekrit Presiden Soekarno sekalipun,
Piagam Jakarta telah mewarnai wacana pemikir
an kebangsaan para pendiri republik ini. Mari
kita tata kembali ingatan sejarah kita.
Kita patut belajar dari para pendiri bangsa
yang lebih mengedepankan argumentasi intelek
tual dan visi kebersamaan daripada taruhan ke
kuasaan dalam merumuskan kesepakatan bang
sa (national enggagement).
Berdasarkan risalah sidang BPUPKI, jelas
yang dimaksud dengan Piagam Jakarta bukanlah
semata tujuh potong kata yang menjadi momok
bagi sebagian orang, yaitu ketentuan tentang
‘kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para
pemeluknya’. Itu hanyalah sebagian kecil da
ri gentlemen agreement di antara tokoh-to
koh nasional dari berbagai aliran. Sekalipun ia
sungguh sangat penting, sebab poin itulah titik
kompromi yang diterima oleh founding fathers
kita.
http://pustaka-indo.blogspot.com
89
kan pemberian negara asing; penyepakatan da
sar-dasar bagi berdirinya negara Republik Indo
nesia yang merdeka; serta tujuan bersama yang
harus diperjuangkan seluruh rakyat Indonesia
bersama masyarakat dunia yang beradab.
Ya, Piagam Jakarta itu tak lain adalah Pem
bukaan UUD 1945 seutuhnya sebagaimana
disepakati Panitia Sembilan BPUPKI hingga ha
ri kemerdekaan 17 Agustus 1945. Satu hari ke
mudian, 18 Agustus 1945, sidang darurat Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) meng
hapus klausul imperatif terhadap umat Islam itu
atas usulan Hatta yang telah didatangi seorang
opsir Kaigun Jepang dan diganti dengan ‘Yang
Maha Esa’.
Karena itu, dapat dipahami sewajarnya
upaya untuk mengembalikan UUD 1945 kepada
semangat otentiknya dengan mengusulkan ma
suknya klausul Piagam Jakarta dalam proses
Perubahan UUD yang sedang berlangsung di
PAH I MPR. Usulan perubahan ditujukan kepada
Pasal 29 UUD 1945, bukan pada Pembukaan
UUD 1945 — tempat asli Piagam Jakarta
http://pustaka-indo.blogspot.com
90
Usulan itu memancing perdebatan panas,
terutama bagi mereka yang memiliki pemahaman
sejarah mendua seperti dijelaskan di mu ka.
Namun, kontroversi mungkin segera berlalu
karena pembahasan di PAH I MPR tampaknya
sudah mengerucut. Terdengar kabar dua tokoh
dari Fraksi PPP dan PBB yang selama ini vokal
mendesakkan klausul Piagam Jakarta dalam
perubahan UUD 1945, akhirnya berkompromi.
Dengan begitu, sungguh tak beralasan ke
khawatiran akan ancaman deadlock pada Si
dang Tahunan MPR akibat perdebatan pasal-
pasal krusial. Bayang-bayang kebuntuan itu te
lah dipergelap dengan kemungkinan skenario
keluarnya Dekrit Presiden Megawati yang
mem ba
talkan proses amandemen konstitusi
seluruhnya, lalu memberlakukan kembali UUD
1945 sebagaimana ‘aslinya’. Andai benar begitu,
ma ka mirip dengan langkah drastis Presiden
Soekarno 43 tahun yang lampau, yang kemudian
terbukti berhasil memberangus demokrasi, dan
bahkan kemudian menghancurkan rezimnya
sendiri.
http://pustaka-indo.blogspot.com
91
kewajiban menjalankan ajaran agama bagi ma
sing-masing pemeluknya’. Rumusan itu bisa di
sebut sebagai klausul ‘Piagam Jakarta yang ber
wawasan Piagam Madinah’.
Dengan usulan ini, phobi yang biasanya di
kemukakan kelompok anti-Piagam Jakarta yai
tu adanya diskriminasi dan kekhawatiran dis
in
te
grasi terjawab tuntas. Dengan pendekatan
Piagam Madinah, maka berbagai kelompok
agama mendapat hak yang sama untuk melak
sanakan ajaran agamanya. Dan terbukti Piagam
Madinah justru menjadi faktor penting terjadi
nya integrasi masyarakat Madinah yang plural
itu. Selain itu kewajiban melaksanakan ajaran
agama bagi para pemeluknya jelas dinyatakan
dalam Alquran misalnya QS As Syuro: 13, QS An
Nissa: 59, dan Al Maidah: 41-47.
Selain itu keperluan untuk mempertegas
identitas relijius dari bangsa ini semakin men
desak. Justru ketika di era reformasi sekarang ini
Indonesia dinyatakan negara terkorup dan pa
ling rendah kemampuannya dalam memuncul
kan keadilan hukum di Asia. Paham materialisme
http://pustaka-indo.blogspot.com
92
akan menjamin eksistensi suatu bangsa. Pegang
an itu terutama bersumber dari ajaran agama.
Sehingga, penerapan agama secara benar dan
menyeluruh dapat menjadi alternatif peme
cahan krisis nasional yang multidimensional.
Implementasi ajaran agama dalam kehidupan
masyarakat tak perlu terjebak silang pendapat
sis
tem ‘teokrasi’ atau ‘demokrasi’. Sebab,
demokrasi yang anti-tuhan sama berbahayanya
dengan teokrasi yang tidak demokratis.
Prinsip-prinsip kehidupan bernegara yang
terkandung dalam Piagam Madinah dan Piagam
Jakarta dalam bentuk yang utuh sangat relevan
untuk diaktualisasikan kembali. Masa transisi
yang penuh ketidakpastian menuntut pe ngu
atan falsafah kebangsaan dan keumatan kita.
Dengan mewarisi semangat pencarian kebenar
an yang dilakukan para pendiri bangsa, kita da
pat mencermati kaitan historis antara Piagam
Madinah dengan Piagam Jakarta.
Piagam Madinah yang merupakan
sunnah Rasulullah SAW itu, pada hakekatnya
memuat prinsip-prinsip kehidupan beragama
http://pustaka-indo.blogspot.com
93
piagam politik itu (political charter) hendaknya
menjadi inspirasi politik kebangsaan baru.
Kita semua menyadari tantangan umat
dan bangsa dewasa ini jauh berbeda dengan
masa awal kemerdekaan. Saat ini, pergesekan
ideologi sudah beralih rupa. Arus globalisasi,
materialisme dan sekulerisme merambah ke
segenap sektor kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Tawaran ideologi Islam secara khusus
— yang disalahkaprahi sebagai motif utama di
balik usul Piagam Jakarta — mendapat reaksi
keras. Tak cuma dari kalangan non-Muslim,
namun dari sebagian kaum muslimin sendiri
yang diam-diam telah menjadi sekuler tanpa di
sadari. Untuk itu penggalian kembali nilai-nilai
otentik yang terkandung dalam Piagam Ma
dinah dan Piagam Jakarta yang seutuhnya sa
ngat diperlukan.
Tantangan praksis, misalnya bagaimana umat
pada tingkat individu, profesi, dan organisasi
dalam berbagai aktifitas mampu melaksanakan
ajaran agamanya secara kaafah dan menjadi
rahmatan lil alamin. Sebab, kewajiban itu juga
http://pustaka-indo.blogspot.com
94
Juga tantangan ini terlihat dalam pem–
berlakuan syariat Islam di Nanggroe Aceh
Darussa
lam. Kewajiban menjalankan syariat
hanya di tu
jukan kepada umat Islam dan
terbukti tidak di
paksakan kepada umat lain,
dan bahkan tidak membuat umat non-Muslim
menjadi tidak nyaman hidup di Aceh, karena
pemberlakuan syariat Islam itu. Ketentuan
yang digodok sejak era Presiden Habibie, Gus
Dur, dan ditandatangani Presiden Megawati
itu diputuskan secara terbuka melalui legislasi
di DPR tanpa dikaitkan dengan Piagam Jakarta
yang parsial (7 kata sakral) itu. Menarik untuk
diawasi dan didorong efektivitas syariat dalam
meredam konflik, memajukan masyarakat dan
menghilangkan ketimpangan sosial. Tetapi
jangan sebaliknya, konflik terus direkayasa
untuk menggagalkan implementasi syariat.
Ada contoh menarik dari masyarakat Hindu
di Provinsi Bali yang telah menerapkan hukum
agama Hindu berdasarkan Peraturan Dae rah
setempat. Ketentuan itu toh tidak dianggap in
konstitusional. Pemberlakuan desa adat Banjar,
bahkan polisi adat Pencalang, dipercaya men
http://pustaka-indo.blogspot.com
95
tatkala seluruh pelosok Bali menghentikan ke
giatan, sampai bandar udara internasional pun
berhenti beroperasi. Meskipun Bali termasuk ju
risdiksi nasional Republik Indonesia, ternyata
berlaku ketentuan khusus. Bukankah tidak ada
yang menaruh kecurigaan terhadap penerapan
ajaran agama Hindu di Bali? Lalu, mengapa
curiga dan takut dengan ajaran Islam?
Fenomena melaksanakan syariat itu mesti
nya diapresiasi positif, menemukan akar historis
budaya lokal bagi pemecahan masalah sosial.
Persoalannya jelas, masyarakat menyaksikan
penegakan hukum di republik ini tidak jalan.
Terjadi sandiwara dan mafia peradilan di
satu pihak, serta anarki massa di pihak lain.
Solusi pelaksanaan ajaran agama bisa menjadi
terobosan, bila dikelola secara bertanggung-
jawab.
Penerapan ajaran agama dalam kehidupan
masyarakat selayaknya diseriusi, karena demo
krasi adalah tes ujian bagi penerapan nilai-nilai
yang dianut semua komponen bangsa. Keadilan
patut diberikan bagi semua pemeluk agama. Ti
http://pustaka-indo.blogspot.com
96
pengamalan nilai-nilai spiritual keagamaan.
Amandemen UUD 1945 harus dituntas kan
sehingga kita mempunyai UUD yang sungguh
reformis, adil, dan mengokohkan integrasi kita
sebagai bangsa dan negara. l
97
http://pustaka-indo.blogspot.com
98
Lampiran 1
Teks Piagam Madinah
S
ebagai produk yang lahir dari rahim
peradaban Islam, Piagam Madinah diakui
sebagai bentuk perjanjian dan kesepakatan
bersama bagi membangun masyarakat Madinah
yang plural, adil, dan berkeadaban. Di mata para
sejarahwan dan sosiolog ternama Barat, Piagam
Ma dinah yang disusun Rasulullah itu dinilai
sebagai konstitusi termodern di zamannya, atau
konstitusi pertama di dunia.
Berikut petikan lengkap terjemahan Piagam
Madinah yang terdiri dari 47 Pasal.
Preambule: Dengan nama Allah Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang. Ini adalah pia
http://pustaka-indo.blogspot.com
99
Pasal 1: Sesungguhnya mereka satu umat, lain
dari (komunitas) manusia lain.
Pasal 2: Kaum Muhajirin (pendatang) dari
Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan)
mereka, bahu-membahu mem bayar
diat di antara mereka dan mereka
membayar te busan tawanan de
ngan
cara yang baik dan adil di antara
mukminin.
Pasal 3: Banu ‘Awf, sesuai keadaan (kebiasaan)
mereka, bahu-membahu membayar
diat di antara mereka seperti semula,
dan setiap suku membayar tebusan ta
wanan dengan baik dan adil di antara
mukminin.
Pasal 4: Banu Sa’idah, sesuai keadaan
(kebiasaan) mereka, bahu-membahu
membayar diat di antara me reka
(seperti) semula, dan setiap suku
membayar te busan tawanan dengan
cara yang baik dan adil di antara
mukminin.
Pasal 5: Banu al-Hars, sesuai keadaan (kebia–
http://pustaka-indo.blogspot.com
100
Pasal 6: Banu Jusyam, sesuai keadaan
(kebiasaan) mereka, bahu-membahu
membayar diat di antara mereka
(seperti) semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan
cara yang baik dan adil di antara
mukminin.
Pasal 7: Banu al-Najjar, sesuai keadaan (ke–
bia
saan) mereka, bahu-membahu
membayar diat di antara mereka
(seperti) semula, dan setiap suku
membayar te busan tawanan dengan
cara yang baik dan adil di antara muk
minin.
Pasal 8: Banu ‘Amr Ibn ‘Awf, sesuai keadaan
(kebia
saan) mereka, bahu-membahu
membayar diat di antara mereka
(seperti) semula, dan setiap suku
membayar tebusan tawanan dengan
cara yang baik dan adil di antara
mukminin.
Pasal 9: Banu al-Nabit, sesuai keadaan (kebia
saan) mereka, bahu-membahu mem–
http://pustaka-indo.blogspot.com
101
Pasal 10: Banu al-’Aws, sesuai keadaan (ke–
biasaan) mereka, bahu-membahu
membayar diat di antara me reka
(seperti) semula, dan setiap suku
membayar te busan tawanan dengan
cara yang baik dan adil di antara
mukminin.
Pasal 11: Sesungguhnya mukminin tidak bo–
leh membiarkan orang yang berat
menanggung utang di antara mereka,
tetapi membantunya dengan baik
dalam pembayaran tebusan atau diat.
Pasal 12: Seorang mukmin tidak dibo leh
kan
membuat persekutuan dengan sekutu
mukmin lainnya, tanpa per
setujuan
dari padanya.
Pasal 13: Orang-orang mukmin yang takwa
harus menentang orang yang di
antara mereka mencari atau menuntut
sesuatu secara zalim, jahat, melakukan
permu suhan atau kerusakan di ka–
langan mukminin. Kekuatan me
reka bersatu dalam menentangnya,
http://pustaka-indo.blogspot.com
102
pula orang mukmin membantu orang
kafir untuk (membunuh) orang ber–
iman.
Pasal 15: Jaminan Allah satu. Jaminan (perlin
dungan) diberikan oleh mereka yang
dekat. Se
sungguhnya mukminin itu
saling membantu, tidak tergantung
pada golongan lain.
Pasal 16: Sesungguhnya orang Yahudi yang
meng ikuti kita berhak atas per–
tolongan dan santunan, sepanjang
(mukminin) tidak terzalimi dan
ditentang (olehnya).
Pasal 17: Perdamaian mukminin adalah
satu. Seorang mukmin tidak boleh
membuat perdamaian tanpa ikut ser–
ta mukmin lainnya di dalam suatu
peperangan di jalan Allah, kecuali
atas dasar kesamaan dan keadilan di
antara mereka.
Pasal 18: Setiap pasukan yang berperang ber–
sama kita harus bahu-membahu satu
sama lain.
http://pustaka-indo.blogspot.com
103
Pasal 20: Orang musyrik (Yatsrib) dilarang
melindungi harta dan jiwa orang
(musyrik) Quraisy, dan tidak boleh
bercampur tangan melawan orang
beriman.
Pasal 21:
Barang siapa yang membunuh
orang beriman dan cukup bukti atas
perbuatannya, harus dihukum bunuh,
kecuali wali si terbunuh rela (menerima
diat). Se
genap orang beriman harus
bersatu dalam menghukumnya.
Pasal 22: Tidak dibenarkan bagi orang mukmin
yang mengakui piagam ini, percaya
pada Allah dan Hari Akhir, untuk
membantu pembunuh dan memberi
tempat kediaman kepadanya. Siapa
yang memberi bantuan atau menye–
diakan tempat tinggal bagi pelanggar
itu, akan mendapat kutukan dan
kemurkaan Allah di hari kiamat,
dan tidak diterima daripadanya pe–
nyesalan dan tebusan.
Pasal 23:
Apabila kamu berselisih tentang
http://pustaka-indo.blogspot.com
104
Pasal 25: Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah
satu umat dengan mukminin. Bagi
kaum Yahudi agama mereka, dan bagi
kaum muslimin agama mereka. Juga
(kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-
sekutu dan diri mereka sendiri,
kecuali bagi yang zalim dan jahat.
Hal demikian akan merusak diri dan
keluarganya.
Pasal 26: Kaum Yahudi Banu Najjar diperla–
kukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
Pasal 27: Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan
sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
Pasal 28: Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperla–
kukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
Pasal 29: Kaum Yahudi Banu Jusyam diperla–
kukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
Pasal 30: Kaum Yahudi Banu al-’Aws diperla–
kukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
Pasal 31: Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperla–
kukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf,
kecuali orang zalim atau khianat.
Hukumannya hanya menimpa diri
http://pustaka-indo.blogspot.com
dan keluarganya.
Pasal 32: Suku Jafnah dari Sa’labah (diperla–
kukan) sama seperti mereka (Banu
Sa’labah).
105
Pasal 33: Banu Syutaybah (diperlakukan) sama
seperti Yahudi Banu ‘Awf. Sesung–
guhnya kebaikan (kesetiaan) itu lain
dari kejahatan (khianat).
Pasal 34: Sekutu-sekutu Sa’labah (diperlakukan)
sama seperti mereka (Banu Tsa’labah).
Pasal 35: Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah)
sama seperti mereka (Yahudi).
Pasal 36:
Tidak seorang pun dibenarkan
(untuk perang), kecuali seizin
Muhammad SAW. Ia tidak boleh
dihalangi (menuntut pembalasan)
luka (yang dibuat orang lain). Siapa
berbuat jahat (membunuh), maka
balasan kejahatan itu akan menimpa
diri dan keluarganya, kecuali ia
teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat
membenarkan (ketentuan) ini.
Pasal 37: Bagi kaum Yahudi ada kewajiban
biaya, dan bagi kaum muslimin ada
kewajiban biaya. Mereka (Yahudi
dan muslimin) bantu-membantu da–
lam menghadapi musuh Piagam ini.
http://pustaka-indo.blogspot.com
106
pihak yang teraniaya.
Pasal 38: Kaum Yahudi memikul biaya bersama
mukminin selama dalam peperangan.
Pasal 39: Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya
”haram” (suci) bagi warga Piagam ini.
Pasal 40: Orang yang mendapat jaminan (di–
perlakukan) seperti diri penjamin,
sepanjang tidak bertindak merugikan
dan tidak berkhianat.
Pasal 41: Tidak boleh jaminan diberikan, kecuali
seizin ahlinya.
Pasal 42: Bila terjadi suatu peristiwa atau perse–
lisihan di antara pendukung Piagam
ini, yang dikhawatirkan menimbulkan
bahaya, di serahkan penyelesaiannya
menurut (ketentuan) Allah ‘azza wa
jalla, dan (keputusan) Muham mad
SAW. Sesungguhnya Allah paling
memelihara dan memandang baik isi
Piagam ini.
Pasal 43:
Sungguh tidak ada perlindungan
bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi
pendukung mereka.
http://pustaka-indo.blogspot.com
107
Pasal 45: Apabila mereka (pendukung piagam)
di
ajak berdamai dan mereka (pihak
lawan) memenuhi perdamaian serta
melaksanakan perdamaian itu, maka
perdamaian itu harus dipatuhi. Jika
mereka diajak berdamai seperti itu,
kaum mukminin wajib memenuhi
ajakan dan melaksanakan perdamaian
itu, kecuali terhadap orang yang
menyerang agama. Setiap orang wajib
melaksanakan (kewajiban) masing-
masing sesuai tugasnya.
Pasal 46: Kaum Yahudi al-’Aws, sekutu dan diri
mereka memiliki hak dan kewajiban
seperti kelompok lain pendukung
Piagam ini, dengan perlakuan yang
baik dan penuh dari semua pen–
dukung Piagam ini. Se sungguhnya
kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari
kejahatan (pengkhianatan). Setiap
orang bertanggungjawab atas per–
buatannya. Sesungguhnya Allah pa–
ling membenarkan dan memandang
baik isi Piagam ini.
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pasal 47:
Sesungguhnya Piagam ini tidak
membela orang zalim dan khianat.
Orang yang keluar (bepergian)
aman, dan orang berada di Madinah
108
aman, kecuali orang yang zalim dan
khianat. Allah adalah penjamin orang
yang berbuat baik dan takwa. Dan
Muhammad Rasulullah SAW.l
http://pustaka-indo.blogspot.com
109
http://pustaka-indo.blogspot.com
110
Lampiran 2
Teks Piagam Jakarta
Pembukaan
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu
ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan
Indo
nesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia, de ngan selamat sentosa
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang negara Indonesia, yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
http://pustaka-indo.blogspot.com
111
Kemudian daripada itu untuk membentuk
suatu pe merintah negara Indonesia Merdeka
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksa nakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu hukum dasar negara Indonesia
yang berbentuk dalam suatu su sunan negara
Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat,
dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-
perwakilan serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Panitia Sembilan:
1. Soekarno
2. Mohammad Hatta
112
3. Muhammad Yamin
4. Achmad Soebardjo
5. Abikoesno Tjokrosoejoso
6. Haji Agus Salim
7. A.A. Maramis
8. Abdul Kahar Muzakkir
9. Wachid Hasyim
http://pustaka-indo.blogspot.com
113