C. Tujuan ....................................................................................... 3
A. Kesimpulan ......................................................................................... 14
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para
anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan
pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya
memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk
mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian,
masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken
for granted. Masyarakat madani adalah onsep yang cair yang dibentuk dari poses
sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat
di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani,
maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat
madani, yakni adanya democratic governance (pemerintahan demokratis) yang
dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil
yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil
resilience).
2
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat oleh penyusun adalah sebagai berikut:
C. Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep civil society, juga
berdasarkan pada konsep negara-kota Madinah yang dibangun Nabi Muhammad
SAW pada tahun 622 M. Masyarakat madani juga mengacu pada konsep tamadhun
(masyarakat yang beradaban) yang diperkenalkan oleh Ibn Khaldun, dan konsep Al
Madinah al Fadhilah (Madinah sebagai Negara Utama) yang diungkapkan oleh
filsuf Al-Farabi pada abad pertengahan.
Menurut Dr. Ahmad Hatta, peneliti pada Lembaga Pengembangan Pesantren
dan Studi Islam, Al Haramain, Piagam Madinah adalah dokumen penting yang
4
membuktikan betapa sangat majunya masyarakat yang dibangun kala itu, di samping
juga memberikan penegasan mengenai kejelasan hukum dan konstitusi sebuah
masyarakat. Bahkan, dengan menyetir pendapat Hamidullah (First Written
Constitutions in the World, Lahore, 1958), Piagam Madinah ini adalah konstitusi
tertulis pertama dalam sejarah manusia. Konstitusi ini secara mencengangkan telah
mengatur apa yang sekarang orang ributkan tentang hak-hak sipil (civil rights), atau
lebih dikenal dengan hak asasi manusia (HAM), jauh sebelum Deklarasi
Kemerdekaan Amerika (American Declaration of Independence, 1997), Revolusi
Prancis (1789), dan Deklarasi Universal PBB tentang HAM (1948)
dikumandangkan.
Sementara itu konsep masyarakat madani atau dalam khazanah Barat dikenal
sebagai civil society (masyarakat sipil), muncul pada masa pencerahan
(Renaissance) di Eropa melalui pemikiran John Locke dan Emmanuel Kant. Sebagai
sebuah konsep, civil society berasal dari proses sejarah panjang masyarakat Barat
yang biasanya dipersandingkan dengan konsepsi tentang state (negara). Dalam
tradisi Eropa abad ke-18, pengertian masyarakat sipil ini dianggap sama dengan
negara (the state), yakni suatu kelompok atau kesatuan yang ingin mendominasi
kelompok lain.
Makna utama dari masyarakat madani adalah masyarakat yang menjadikan
nilai-nilai peradaban sebagai ciri utama. Karena itu dalam sejarah pemikiran filsafat,
sejak filsafat Yunani sampai masa filsafat islam juga dikenal dengan istilah madinah
atau polis, yang berarti kota, yaitu masyarakat yang maju dan berperadaban.
Masyarakat madani menjadi simbol idealisme yang diharapkan oleh setiap
masyarakat.
Adapun masyarakat madani berasal dari bahasa Arab zaman Rasulullah saw.
yang artinya juga sama dengan masyarakat kota yang sudah disentuh oleh peradaban
baru (maju), lawan dari masyarakat madani adalah masyarakat atau komunitas yang
masih mengembara yang disebut badawah atau pengembara (badui).
Ada yang menyamakan makna masyarakat madani sama saja dengan Civil
Society, tentu saja ada persamaannya, tetapi juga ada perbedaan, keduanya sama jika
dilihat dari sudut makna sivis, manusia beradab yang menjunjung tinggi azas
persamaan setiap warga walaupun warga itu memiliki perbedaan dalam agama
kepercayaan, bahasa dan kebudayaannya. Masyarakat madani zaman rasul dengan
5
Sivil Society dalam zaman modern keduanya berbeda antara lain dari segi
pandangan dunianya, seperti diperlihatkan sejarah perkembangannya dari Sivitas
Dei (kota Ilahi) ke Sivil Society.
Masyarakat Islam memiliki konsep (doktrin) yang konkrit untuk menciptakan
kondisi masyarakat Islami. Islam bukan sekedar agama yang memiliki konsep ajaran
spiritualis (individual) semata, letaknya kemajemukan agama Islam karena
menyandang ajaran pada semua aspek kehidupan manusia baik vertikal maupun
horizontal.
Di dalam al qur’an Allah memberikan ilustrasi masyarakat ideal, sebagai
gambaran dari Masyarakat madani dengan firmanNya dalam al qur’an.
6
2. Keswasembadaan
Seperti kita lihat keanggotaan yang suka rela untuk hidup bersama tentunya
tidak akan menggantungkan kehidupanya kepada orang lain. Dia tidak tergantung
kepada negara, juga tidak tergantung kepada lembaga-lembaga atau organisasi.
Setiap anggota mempunyai harga diri yang tinggi, yang percaya akan kemampuan
sendiri untuk berdiri sendiri bahkan untuk dapat membantu yang berkekurangan.
Keanggotaan yang penuh percaya diri tersebut adalah anggota yang bertanggung
jawab terhadap dirinya sendiri dan terhadap masyarakatnya.
3. Kemandirian tinggi terhadap Negara
Berkaitan dengan ciri yang kedua tadi, para anggota masyarakat madani
adalah manusia-manusia yang percaya diri sehingga tidak tergantung kepada
perintah orang lain termasuk negara. Bagi mereka, negara adalah kesepakatan
bersama sehingga tanggung jawab yang lahir dari kesepakatan tersebut adalah juga
tuntutan dan tanggung jawab dari masing-masing anggota. Inillah negara yang
berkedaulatan rakyat.
4. Keterkaitan pada nilai-nilai hukum yang disepakati bersama
Hal ini berarti suatu masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang berdasarkan
hukum dan bukan negara kekuasaan.
Secara umum masyarakat yang beradab berciri;
Kemanusiaan
Saling menghargai sesama manusia
Sebagai makhluk Ilahi dalam kehidupan bersama dalam masyarakat yang
warga (civitasnya) pluralistic
Memiliki berbagai perbedaan, akan tetapi mengembangkan kehidupan
individu yang demokratis
Pemimpin yang mengayomi warga
Masyarakat merasa dilindungi oleh sesama warga karena penghargaan hak-hak
dan kewajiban masing-masing.
Masyarakat ideal menurut Islam adalah masyarakat yang taat pada aturan Ilahi
yang hidup dengan damai dan tenteram yang tercukupi kebutuhan hidupnya. Dalam
Al-Qur’an kondisi masyarakat seperti itu digambarkan dengan “baldatun Tayyibatun
Warabbun Gafur.” Negara yang baik, yang berada dalam lindungan ampunan-Nya.
7
Realisasi dari masyarakat ideal tersebut pada masa Nabi Muhammad saw.
dicontohkan pada masa kehidupan rasul di kota Madinah, dimana masyarakatnya
memberikan kepercayaan dan mewujudkan ketaatan pada kepemimpinan Rasulullah
saw. Hidup dalam kebersamaan dan Al-Qur’an sebagai landasan hidupnya.
Masyarakat madani dalam pandangan Islam adalah masyarakat yang beradab,
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang maju dalam penguasaan iptek.
Karena itu dalam sejarah filsafat, sejak filsafat Yunani sampai masa filsafat Islam
dikenal istilah Madinah atau polis yang berarti kota yaitu masyarakat yang
berperadaban. Masyarakat madani yang menjadi sentral idealisme yang diharapkan
oleh masyarakat seperti yang tercantum dalam QS. Saba’/34:15. Masyarakat yang
sejahtera, bahagia itulah yang oleh Allah dijadikan negara ideal bagi ummat Islam
dimana pun dan yang hidup di abad mana pun, mempunyai cita-cita untuk hidup
dalam negara yang baik dan sejahtera, bertaqwa kepada Allah swt.
Piagam Madinah sebagai rujukan pembinaan masyarakat madani, yang
merupakan perjanjian antara Rasul beserta ummat Islam dengan penduduk Madinah
yang beragama Yahudi dan kaum aus dan khazraj yang beragama watsani.
Perjanjian Madinah ini berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling
tolong-menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-
Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan rasul sebagai pemimpin dengan ketaatan
penuh terhadap keputusannya dan memberi kebebasan bagi penduduk untuk
memeluk agama sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Istilah “Civil Society” bisa disepadankan dengan istilah “masyarakat madani”,
acuan nya adalah masyarakat demokratis di Madinah pada masa Nabi Muhammad
Saw yang diatur dalam Piagam Madinah. Menurut Sukidi yang dikutip oleh H.A.R
Tilaar (1999:160) terdapat sepuluh prinsip dasar yang tercantum dalam Piagam
Madinah, yaitu :
1. Prinsip kebebasan beragama
2. Prinsip persaudaraan seagama
3. Prinsip persatuan politik dalam meraih cita-cita bersama
4. Prinsip saling membantu yatu setiap orang mempunyai keududkan yang sama
sebagai angota masyarakat
5. Prinsip persamaan hak dan kewajiban warga negara terhadap negara
6. Prinsip persamaan di depan hukum bagi setiap warga negara
8
7. Prinsip penegakan hukum demi tegaknya keadilan dan kebenaran tanpa pandang
bulu
8. Prinsip pemberlakuan hukum adat yang tetap berpedoman pada keadilan dan
kebenaran
9. Prinsip perdamaian dan kedamaian. Hal ini berarti pelaksanaan prinsip-prinsip
masyarakat madaniah tersebut tidak boleh mengorbankan keadilan dan kebenaran
10. Prinsip pengakuan hak atas setiap orang atau individu. Prinsip ini adalah
pengakuan terhadap penghormatan atas hak asasi setiap manusia.
Masyarakat Madani sebagai masyarakat yang paling ideal memiliki identitas
khusus yaitu; berTuhan, damai, tolong menolong, toleran, keseimbangan antara hak
dan kewajiban sosial, berpandangan tinggi dan berakhlak mulia.
Ayat tersebut menegaskan, bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari
semua kelompok umat manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat
Islam itu adalah keunggulan kualitas SDM nyadisbanding umat non Islam.
Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al Qur’an itu sifatnya
normative, potensial, bukan realitas melekat pasti secara permanen. Realitas dari
9
norma tersebut bergantung dari kemampuan umat Islam sendiri untuk memanfaatkan
norma atau potensi yang diberikan Allah.
Dalam sejarah umat Islam, realitas keunggulan normative atau potensi umat
Islam terjadi pada masa Abbasiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan
kemajuan di berbagai bidang kehidupan : ilmu pengetahuan dan teknologi, militer,
ekonomi, politik, dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam menjadi
kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada
masa itu, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Imam al-Ghazali, Al-Farabi, dan lain-lain.
Kemunduran umat Islam terjadi pada pertengahan abad ke-13 setelah Dinasti Bani
Abbas dijatuhkan oleh Hulagu Khan, cucu Jengis Khan.
Saat ini kendali kemajuan dipegang masyarakat Barat. Umat Islam belum
mampu bangkit mengejar ketertinggalannya. Semangat untuk maju berdasar nilai-
nilai Islam telah mulai dibangkitkan melalui Islamisasi ilmu pengetahuan. Islamisasi
kelembagaan ekonomi melalui lembaga ekonomi dan perbankan syari’ah, dan lain-
lain. Kesadaran dan semangat untuk maju tersebut apabila disertai dengan sikap
konsisten terhadap moral atau akhlak islami, pasti akan memberikan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan hasil yang dicapai masyarakat Barat, yang sekedar
mengandalkan pemikiran akal semata.
SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul.
Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer,
ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang
signifikan. Dari segi jumlah, umat Islam cukup besar, begitu pula dari segi potensi
alam yang terdapat dalam wilayah kekuasaannya, tetapi karena kualitas SDM nya
masih rendah, eksplorasi kekayaan alamnya itu justru dilakukan oleh bangsa-bangsa
non Islam, sehingga keuntungan terbesar diperoleh oleh orang non Islam.
Di Indonesia, jumlah umat Islam lebi dari 80 tetapi juga karena kualitas SDM
umat Islam masih rendah, juga belum mampu memberikan peran yang proporsional.
Hukum positif yang berlaku di Indonesia bukan hukum Islam. Sistem sosial politik
dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan took-tokoh Islam
belum mencerminkan akhlak Islami. Terealisasi tidaknya syiar dan keunggulan
Islam bergantung pada keunggulan dan komitmen SDM umat Islam.
10
D. Manajemen Zakat dan Wakaf
I. Manajemen Zakat
Adapun harta-harta yang wajib dizakati itu yaitu: harta berharga, hasil
pertanian, binatang ternak, harta perdagangan, harta galian (harta rikaz).
Sedangkan orang-orang yang berhak menerima zakat adalah: Fakir, Miskin,
Amil, Muallaf, Riqab, Gharim, Fi sabilillah, Ibnussabil.
Allah telah berfirman dalam Q.S. At-Taubah: 60:
11
tahun 1990-an, beberapa perusahaan dan masyarakat membentuk Baitul Mal atau
lembaga yang bertugas mengelola zakat, infak dan sedekah dari karyawan
perusahaan yang bersangkutan dan masyarakat. Sementara pemerintah juga
membentuk Badan Amil Zakat Nasional.
Dan amil harus berpegang teguh pada tujuan pengelolaan zakat, yaitu:
a. Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari
kesulitan dan penderitaan.
b. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik
c. Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat.
d. Meningkatkan syiar Islam
e. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.
f. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.
12
II. Manajemen Wakaf
Wakaf di satu sisi berfungsi sebagai ibadah kepada Allah, sedangkan di sisi
lain wakaf juga berfungsi sosial. Dalam fungsinya sebagai ibadah ia diharapkan akan
menjadi bekal bagi si wakif di kemudian hari, sedangkan dalam fungsi sosialnya,
wakaf merupakan aset amat bernilai dalam pembangunan umat.
1. Pengertian Wakaf
Istilah wakaf beradal dari “waqb” artinya menahan. Sedangkan menurut istilah
wakaf ialah memberikan sesuatu barang guna dijadikan manfaat untuk kepentingan
yng disahkan syara’ serta tetap bentuknya dan boleh dipergunakan diambil
manfaatnya oleh orang yang ditentukan (yang meneriman wakaf). Sebagaimana
hadits: Abu Hurairah r.a. menceritakan, bahwa Rasullullah SAW bersabda, “Jika
seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah masa ia melanjutkan amal,
kecuali mengenai tiga hal, yaitu: Sedekah jariyah (waqafnya) selama masih
dipergunakan, ilmunya yang dimanfaatkan masyarakat, dan anak salehnya yang
mendo’akannya.” (Riwayat Muslim).
2. Rukun Wakaf
a. Yang berwakaf, syaratnya: berhak berbuat kebaikan dan kehendak sendiri
b. Sesuatu yang diwakafkan, syaratnya: kekal dan milik sendiri.
c. Tempat berwakaf (yang berhak menerima hasil wakaf itu).
d. Lafadz wakaf.
3. Syarat Wakaf
a. Ta’bid, yaitu untuk selama-lamanya/tidak terbatas waktunya.
b. Tanjiz, yaitu diberikan waktu ijab kabul.
c. Imkan-Tamlik, yaitu dapat diserahkan waktu itu juga.
4. Hukum Wakaf
Pemberian wakaf tidak dapat ditarik kembali sesudah diamalkannya. Dan
pemberian harta wakaf yang ikhlas karena Allah akan mendapatkan ganjaran terus-
menerus selagi benda itu dapat dimanfaatkan oleh umum.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
https://rumahradhen.wordpress.com/materi-kuliahku/semester-
i/islam/masyarakat-madani/
https://kholidarifin.wordpress.com/2013/12/26/peranan-umat-islam-dalam-
mewujudkan-masyarakat-madani/
https://diaharrazy.files.wordpress.com/2011/10/7-masyarakat-madani-dan-
kesejahteraan-umat-makalah.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat_madani
http://harumishma.blogspot.co.id/2013/07/masyarakat-madani-dan-
kesejahteraan-umat.html
15