Anda di halaman 1dari 7

A.

Negara Teokrasi
Teokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana prinsip-prinsip Ilahi memegang peran utama.
Kata "teokrasi" berasal dari bahasa Yunani theokratia. theos artinya “tuhan” dan kratein
“memerintah”. Teokrasi artinya “pemerintahan oleh wakil tuhan”. Teokrasi adalah sistem
pemerintahan yang menjunjung dan berpedoman pada prinsip Ilahi. Teokrasi merupakan bentuk
identitas yang lebih absolut dalam sistem Agama Negara. Dimana pemimpin negara juga
sekaligus pemimpin agama spiritual.
1. Teokrasi Kristen (Vatikan)
Setelah Penaklukan Roma pada 20 September 1870, Negara-negara Kepausan termasuk
Roma dengan Vatikan dianeksasi oleh Kerajaan Italia. Pada tahun 1929, diadakan
Perjanjian Lateran antara Pemerintah Italia dengan negara baru Kota Vatikan dan diakui
sebagai negara merdeka. Kepala negara Vatikan adalah Paus, yang dipilih oleh Dewan
Kardinal, sebuah majelis para senator Gereja. Seorang paus dipilih untuk jabatan seumur
hidup, sampai dengan kematiannya atau pengunduran diri. Para kardinal ditunjuk oleh
para paus, yang juga memilih para Paus.
2. Teokrasi Budha (Tibet)
Menurut piagamnya, posisi kepala negara dari Tibet adalah milik ex officio dari Dalai
Lama saat ini, sebuah hierarki keagamaan. Dalai Lama adalah kepala pemerintahan Tibet,
mengendalikan sebagian besar negara dari ibu kota Lhasa. Dalai Lama adalah kepala
Tibetan Buddhism, dan para pemimpin dari keempat aliran percaya bahwa Dalai Lama
adalah lama tertinggi dalam tradisi Tibet. Ia sering dipanggil "His Holiness" (atau HH)
sebelum gelarnya. Ia melanjutkan tradisi-tradisi mantan pemerintah Tibet, yang
diperintah oleh Lama Dalai dan menteri-menterinya, dengan peran khusus yang
diperuntukkan bagi kelas pejabat biksu. Pada tanggal 14 Maret 2011, atas saran Dalai
Lama ke-14, parlemen dari Administrasi Tibet mulai mempertimbangkan proposal untuk
menghapus peran Dalai Lama sebagai kepala negara demi pemimpin yang terpilih.
3. Teokrasi Islam (Republik Islam Iran)
Setelah meletusnya Revolusi Iran, di bawah pimpinan Ayatollah Khomeini Republik
Islam Iran di dirikan. Sejak saat itu Iran memiliki banyak pemuka agama dan pejabat
agama di posisi pemerintahan yang kuat. Kekuasaan Tertinggi dipegang oleh Pemimpin
Agung, sebagai politik sekaligus pemimpin spiritual yang mana posisinya lebih kuat
daripada Presiden Iran.
Republik Islam adalah nama yang diberikan kepada beberapa negara yang secara resmi
diperintah oleh hukum Islam, termasuk Republik Islam Afghanistan, Iran, Pakistan , dan
Mauritania. Meskipun memiliki nama yang serupa, negara-negara tersebut sangat
berbeda dalam pemerintahan dan hukum mereka.
Istilah "republik Islam" telah berarti beberapa hal yang berbeda, beberapa bertentangan
dengan yang lain. Bagi beberapa pemimpin agama Islam di Timur Tengah dan Afrika
yang mengadopsi, sebuah republik Islam adalah sebuah negara di bawah bentuk
pemerintahan Islam tertentu. Tampaknya sebagai kompromi antara kekhalifahan murni
Islam dan nasionalisme sekuler dan republikanisme . Dalam konsepsi mereka tentang
republik Islam, hukum pidana negara harus sesuai dengan beberapa atau semua hukum
Syariah, dan negara mungkin bukan monarki, seperti banyak negara Timur Tengah saat
ini.

B. Negara Sekuler
Negara sekuler adalah salah satu konsep sekularisme, di mana sebuah negara menjadi netral
dalam permasalahan agama, dan tidak mendukung orang beragama maupun orang yang tidak
beragama. Dengan kata lain negara tidak dapat masuk ke dalam kehidupan pribadi agama setiap
warganya. Negara sekuler juga mengklaim bahwa mereka memperlakukan semua penduduknya
sederajat, meskipun agama mereka berbeda-beda, dan juga menyatakan tidak melakukan
diskriminasi terhadap penduduk beragama tertentu. Negara sekuler juga tidak memiliki agama
nasional.
Negara sekuler didefinisikan melindungi kebebasan beragama. Negara sekuler juga
dideskripsikan sebagai negara yang mencegah agama ikut campur dalam masalah pemerintahan,
dan mencegah agama menguasai pemerintahan atau kekuatan politik.
Sekularisme diartikan sebagai paham yang memisahkan kekuasaan antara agama dengan
negaranya. Menurut Pradoyo dalam bukunya yang berjudul sekularisasi dalam polemik
mengatakan bahwa definisi dari sekularisasi yaitu sebagai pembatasan manusia dari agama dan
metafisika. Dari pernyataan tersebut, berarti sekularisasi berusaha memisahkan antara
kepentingan duniawi dengan akhirat. Sekularisasi merupakan bagian dari prosesnya saja,
sedangkan sekularisme merupkan paham yang dianut oleh suatu negara. Sekularisme dapat
dikatakan sebagai sebuah gerakan yang menyeru kepada kehidupan duniawi tanpa campur
tangan oleh agama. Sekularisasi ditandai dengan yang pertama, pemisahan antara pemerintah
dan ideologi keagamaan. Yang kedua, pengembangan pemerintah dalam mengatur kehidupan
sosial masyarakat yang masih terikat dari unsur keagamaan. Yang ketiga, terdapat dominasi
pemerintah dari unsur keagamaan seperti tempat ibadah. Selain itu, sekularisasi juga dibedakan
menjadi dua yaitu sekularisasi ekstrem dengan sekularisasi tidak ekstrem. Sekularisasi ekstrem
merupakan sekularisasi besar-besaran terhadap semua aspek kehidupan bernegara tanpa
terkecuali. Sedangkan sekularisasi tidak ekstrem negara masih menerapkan nilai keagamaan
meskipun tidak menyebut dirinya sebagai negara yang berkedaulatan agama. Negara sekular
merupakan negara yang memisahkan antara kepentingan individu dengan negara, tetapi negara
tetap melindungi kepentingan individu. Negara yang menerapkan paham ini akan melepaskan
ideologi dari pengaruh kepentingan agama. Negara tidak mengatur dan tidak ikut campur dalam
masalah agama. Negara sekular tidak pernah melarang atau menganjurkan seseorang untuk
beragama. Negara yang menganut paham sekularisme ini adalah negara Amerika.

C. Negara Ateis
Ateisme negara adalah dukungan resmi pemerintah terhadap ateisme, Ateisme adalah sebuah
pandangan filosofi yang tidak memercayai keberadaan Tuhan dan dewa-dewi ataupun penolakan
terhadap teisme. Dalam pengertian yang paling luas, ia adalah ketiadaan kepercayaan pada
keberadaan dewa atau Tuhan.
Istilah ateisme berasal dari Bahasa Yunani (átheos), yang secara peyoratif digunakan untuk
merujuk pada siapapun yang kepercayaannya bertentangan dengan agama/kepercayaan yang
sudah mapan di lingkungannya. Dengan menyebarnya pemikiran bebas, skeptisisme ilmiah, dan
kritik terhadap agama, istilah ateis mulai dispesifikasi untuk merujuk kepada mereka yang tidak
percaya kepada tuhan. Orang yang pertama kali mengaku sebagai "ateis" muncul pada abad ke-
18. Pada zaman sekarang, sekitar 2,3% populasi dunia mengaku sebagai ateis, manakala 11,9%
mengaku sebagai nonteis. Sekitar 65% orang Jepang mengaku sebagai ateis, agnostik, ataupun
orang yang tak beragama; dan sekitar 48%-nya di Rusia. Persentase komunitas tersebut di Uni
Eropa berkisar antara 6% (Italia) sampai dengan 85% (Swedia).
Banyak ateis bersikap skeptis kepada keberadaan fenomena paranormal karena kurangnya
bukti empiris. Yang lain memberikan argumen dengan dasar filosofis, sosial, atau sejarah.
Pada kebudayaan Barat, ateis sering kali diasumsikan sebagai tak beragama (ireligius).
Beberapa aliran Agama Buddha tidak pernah menyebutkan istilah 'Tuhan' dalam berbagai
upacara ritual, namun dalam Agama Buddha konsep ketuhanan yang dimaksud mempergunakan
istilah Nibbana. Karenanya agama ini sering disebut agama ateistik. Walaupun banyak dari yang
mendefinisikan dirinya sebagai ateis cenderung kepada filosofi sekuler seperti humanisme,
rasionalisme, dan naturalisme, tidak ada ideologi atau perilaku spesifik yang dijunjung oleh
semua ateis. biasanya melalui penekanan kebebasan dan praktik beragama. Ateisme negara dapat
meliputi perlawanan aktif terhadap agama, dan penekanan terhadap institusi, pemimpin, dan
umat suatu agama. Dukungan negara terhadap ateisme pertama kali dilakukan untuk waktu yang
singkat pada masa Revolusi Prancis. Selanjutnya, hanya negara-negara sosialis yang melakukan
praktik ini. Uni Soviet merupakan salah satu contoh negara ateis. Republik Rakyat Sosialis
Albania di bawah Enver Hoxha bahkan melarang praktik agama apapun.
D. Negara Pancasila
Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia yang hanya ada di negara kita. Dalam
Pancasila telah dijamin kebebasan hidup beragama terutama pada sila pertama Ketuhanan Yang
Maha Esa. Isi Pancasila telah diterima oleh umat beragama di Indonesia karena mengandung
pengertian umum yang tidak bertentangan dengan dasar keyakinan masing-masing agama. Yang
menjadi keharusan ialah setiap bangsa Indonesia mesti berketuhanan Yang Maha Esa.
Yang menjadi pertanyaan adalah perlukah kita beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang
Maha Esa? Bila kita melihat dalam sila ke-1 yang menyatakan “keTuhanan yang Maha Esa”
maka kita wajib menyatakan kepercayaan dan ketakwaaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain
itu, kita manusia berada di dunia adalah ciptaan-Nya. Oleh karena itu, wajarlah bila manusia
bertakwa dan iman kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bila melihat sejarah sebelum datangnya agama Budha, Hindu, Kristen dan Islam, bangsa
indonesia telah mempunyai kepercayaan tentang Tuhan walaupun bentuk kepercayaannya masih
sangat sederhana yaitu Animisme dan Dinanisne. Kenyataan inilah yang menunjukan bahwa
bangsa Indonesia sudah sejak dulu telah mempunyai kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha
Esa. Kemudian setelah mengenal agama-agama yang datang ke Indonesia mereka memeluk
agama-agama itu, dan pengaruh agama nampak besar dalam kehidupan bangsa Indonesia. Bukti-
bukti lain dapat kita saksikan hingga dewasa ini.
Pengakuan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebenarnya telah dinyatakan
pula dalam UUD 1945, baik pada bagian pembukaan maupun pada bagian batang tubuhnya.
Pada bagian pembukaan, terdapat dalam alinea ke-3 yang menyatakan bahwa “Atas berkat
rahmat Allah Yang Maha Kuasa…maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya”.
Pada bagian Batang Tubuh, tercantum pada pasal 29 ayat 1 dan 2, sebgai berikut:
1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa;
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memluk agama dan beribadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya itu.
Pengaturan kehidupan beragama di Indonesia secara yuridis diperkuat oleh Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagaimana tercantum pada:
Pasal 156 A:
“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja
dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
1. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu
agama yang dianut di Indonesia.
2. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang tidak bersendikan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 175:
“Barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan merintangi pertemuan agama
umum yang diizinkan atau upacara penguburan mayat duhukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya satu tahun empat bulan”
a. Tentang Sila Ketuhanan yang Maha Esa dalam Pancasila
Sila keTuhanan yang Maha Esa menjadi sumber dan menjiwai pelaksanaan sila-sila lain.
Dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Ditinjau dari sudut hakikat manusia yang terdiri atas petensi-potensi rohani dan jasmani,
maka unsur Rohanialah yang menentukan bentuk, memberi arah tujuan serta sumber
jasmaniah. Potensi nasional dari budi nurani manusia yang merupakan gambaran dari Tuhan
Allah yang terbatas kemampuannya menetukan bentuk, memberi arah/tujuan serta menjadi
sumber dan menjiwai kepribadian manusia sebagai suatu keutuhan.
2. Apabila ditinjau dari sudut tata uraian wahyu yang diturunkan, maka terbukti ayat-ayat
wahyu tentang hubungan amal ibadah manusia kepada Tuhan yang Maha Esa yang
mengandung ajaran tentang keyakinan iman adalah lebih dahulu diturunkan daripada wahyu-
wahyu tentang hubungan antara manusia yang menyangkut masalah keduniawian dan sosial.
3. Selanjutnya ditinjau dari sudut tata urutan sila-sila dalam pancasila, maka ternyata sila
KeTuhanan yang Maha Esa menduduki tempat yang pertama dan utama karena itu menjadi
sumber dan menjiwai sila-sila yang lainnya. Urutan ini tidak dapat dibolak-balikan dan
merupakan suatu kebulatan yang utuh.
Jadi kesimpulan yang dapat ditarik bahwa sila KeTuhanan yang Maha Esa menjadi sumber
dan menjiwai sistem filsafat di Indonesia, karena dinyatakan sistem filsafat yang religius.
Tegasnya kehidupan beragama dan berkeTuhanan yang Maha Esa dalam masyarakat, bangsa
dan Negara Republik Indonesia merupakan perwujudan pengamalan pancasila atau
sebaliknya, perumusan pancasila merumuskan Ketuhanan yang Maha Esa sebagai sila I
berdasarkan orientasi sosial negara yang agamatis/ Religius. Dengan sila KeTuhanan yang
Maha Esa ini Pancasila sebagai sistem filsafat secara formal, material, ideal, dan
fungsionalnya, adalah sistem filsafat yang religius. Sebab isi dan wujudnya secara intrinsik
memang megandung watak dan inti keagamaan, sebab KeTuhanan yang Maha Esa adalah
inti agama dasar kepercayaan.
b. Hubungan Negara dan Agama menurut Pancasila
Jika dirinci makna hubungan negara dengan agama menurut negara Pancasila adalah sebagai
berikut:

 Negara adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa


 Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang Berketuhanan yang Maha
Esa.Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing.
 Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekulerisme karena hakikatnya manusia
berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
 Tidak ada tempat bagi pertentangan agama,golongan agama,antar dan inter pemeluk
agama serta antar pemeluk agama.
 Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu bukan hasil paksaan
bagi siapapun juga.
 Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan
agama dalam negara.
 Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan
nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-norma Hukum positif maupun
norma moral baik moral negara maupun moral para penyelenggara negara.
 Negara pada hakikatnya merupakan “…berkat rahmat Allah Yang Maha Esa.
KESIMPULAN

Pancasila merupakan jati diri dan cerminan dari bangsa Indonesia oleh sebab itu
Pancasila sebagai ideologi memiliki perbedaan dengan ideologi lain. Dalam Pancasila telah
dijamin kebebasan hidup beragama terutama pada sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kita wajib mengakui dan meyakini, bahwa di luar alam semesta ini masih ada zat yang
sempurna yaitu Tuhan. Tuhan pencipta alam semesta sekaligus sebagai pengatur. Kepercayaan
dan iman kepada Tuhan dapat dibuktikan melalui setiap perbuatan kita.
Menurut norma hukum, dasar-dasra kepercayaan dan ketakwaan kita kepada Tuhan Yang
Maha Esa termuat dalam Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh UUD 1945, dan dalam
Ketetapan-Ketetapan MPR.
Setiap bangsa mempunyai ideologi nasional sesuai dengan pilihannya. Identitas nasional
yang dipilihnya itu mencerminkan identitas atau jati diri bangsa yang bersangkutan. Bangsa
Indonesia memilih dan menetapkan Pancasila sebagai ideologinya.

Note: terjadi miskomunikasi antara mahasiswa dan dosen sehingga saya salah kamar
untuk pengumpulan

Anda mungkin juga menyukai