Anda di halaman 1dari 10

Tugas.1.

ILMU NEGARA

Teman-teman mahasiswa/i diminta untuk memberikan penjelasan terkait:

1. Apa yang dimaksud dengan obyek Ilmu Negara bersifat abstrak bukan konkrit dan
hakikat negara bukan negara tertentu?
2. Mengapa dalam pandangan Hans Kelsen negara disamakan dengan hukum dan apa
kelemahan dari pandangan tersebut?
3. Mengapa diperlukan adanya pengakuan atas terjadinya suatu negara dan berikan jenis
pengakuan tersebut.

JAWABAN:

1. Obyek atau lapangan pembicaraan ilmu negara adalah negara. Ilmu yang mempelajari
negara bukan hanya ilmu negara melainkan masih banyak ilmu pengetahuan
lainnya yang juga membicarakan negara. Oleh karena itu, dalam menentukan obyek
ilmu negara ini pertama-tama harus diketahui terlebih dahulu ilmu-ilmu yang
manakah yang mempunyai hubungan erat dengan ilmu negara bertalian dengan
obyeknya itu. Bahwa yang memiliki hubungan erat dengan ilmu negara adalah
hukum tata negara dan hukum pemerintahan (Soehino, 1998: 6).
Maksud dari ilmu negara memandang obyeknya itu, yaitu negara dari sifat atau dari
pengertiannya yang abstrak. Artinya obyeknya itu dalam keadaan terlepas dari tempat,
keadaan, dan waktu, jadi tegasnya belum mempunyai afektif tertentu, bersifat abstrak-
umum-universal. Ilmu negara bersifat Teoritis, Abstrak dan Universal (TAU). Dalam
Ilmu Negara mengandalkan kesamaan keadaan setiap negara (in general) sehingga
tidak dapat langsung diterapkan dalam praktek kenegaraan secara khusus.

http://repository.ut.ac.id/4078/1/HKUM4209-M1.pdf
Soehino. (1998). Ilmu Negara. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Liberty.
https://www.coursehero.com/file/70720512/TUGAS-1-ILMU-NEGARApdf/

Pengertian objek dari ilmu negara adalah penyelidikan terhadap negara dalam
keadaan terlepas dari tempat, keadaan, dan waktu sehingga objek ilmu negara adalah
negara dalam pengertian yang abstrak, umum, dan universal. Sebagai sebuah ilmu
pengetahuan, ilmu negara pada hakikatnya bertautan erat dengan berbagai ilmu-ilmu
lainnya. Salah satu yang memiliki relasi kuat dengan ilmu negara adalah hukum tata
negara, selain juga ilmu politik, dan ilmu-ilmu lain yang objek kajiannya negara.
Artinya obyeknya itu dalam keadaan terlepas dari tempat, keadaan, dan waktu,
jadi tegasnya belum mempunyai afektif tertentu, bersifat abstrak-umum- universal.
Dari obyeknya yang bersifat demikian itu, yang kemudian dibicarakan lebih lanjut
adalah: kapankah sesuatu itu dinamakan negara, kapan tidak, lalu apakah yang disebut
negara itu, hakikatnya itu apa, dan seterusnya. Dari obyeknya itu tadi, yaitu negara
dalam pengertiannya abstrak, yang diselidiki lebih lanjut adalah:
(1) Asal mula negara;
(2) Hakikat negara; dan
(3) Bentuk-bentuk negara dan pemerintah.
http://repository.ut.ac.id/4078/1/HKUM4209-M1.pdf
https://www.coursehero.com/file/70720512/TUGAS-1-ILMU-NEGARApdf/

Yang dimaksud dengan obyek Ilmu Negara bersifat abstrak adalah Ilmu Negara
darisifat atau dari pengertiannya yang abstrak. Artinya, obyeknya itu dalam
keadaanterlepas dari tempat, keadaan, dan waktu, jadi tegasnya belum mempunyai
afektif tertentu, bersifat abstrak-umum-universal. Dari obyeknya yang bersifat
demikian itu,yang kemudian dibicarakan lebih lanjut adalah kapankah sesuatu itu
dinamakannegara, kapan tidak, lalu apakah yang disebut negara itu, hakikatnya itu
apa, dan seterusnya. Dari obyeknya itu tadi, yaitu negara dalam pengertiannya
abstrak, yangdiselidiki lebih lanjut yaitu:
1.Asal mula negara
2.Hakikat negara
3.Bentuk bentuk negara dan pemerintah
Ilmu Negara adalah ilmu yang menyelidiki atau yang membicarakan tentang
negaraatau sendi sendi pokok tentang negara, yang dimaksud adalah negara dalam
keadaanterlepas dari tempat, keadaan, dan waktu. Ilmu Negara bersifat teoritis,
abstrak, danuniversal (TAU). Dalam Ilmu Negara mengandalkan kesamaan keadaan
setiap negara(in general) sehingga tidak dapat langsung diterapkan dalam praktek
kenegaraan secara khusus
https://www.scribd.com/document/537332594/TUGAS-1-Ilmu-Negara
2. Hans Kelsen mengatakan bahwa negara itu sebenarnya adalah merupakan suatu tertib
hukum. Tertib hukum yang timbul karena diciptakannya peraturan-peraturan hukum,
yang menentukan bagaimana orang di dalam masyarakat atau negara itu harus
bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatannya. Jadi negara itu adalah suatu
tertib hukum yang memaksa. Mengenai klasifikasi negara, Kelsen membagi negara
menjadi empat jenis: heteronom, autonom, totaliter, dan liberal. Pembagian tersebut
didasarkan atas dasar sifat kebebasan warga negara, yang ditentuakan oleh sifat
mengikatnya peraturan-peraturan hukum yang dibuat atau dikeluarkan oleh penguasa
yang berwenang, dan sifat keleluasaan penguasa atau pemerintah dalam mencampuri
atau mengatur peri kehidupan daripada para warga negaranya.
Kelemahan yang paling mendasar dalam teori Hans Kelsen adalah : pertama,
ia memisahkan hubungan antara moral dan hukum; kedua, ia tidak mampu
menjelaskan realitas hukum secara lebih holistik, sehingga orang akan mempelajari
atau mengkaji hukum terlepas dari ikatannya dengan masyarakat tempat ia beroperasi.

http://rajawaligarudapancasila.blogspot.com/2011/03/memahami-teori-hans-kelsen-
dalam-ilmu.html

Pembahasan utama Hans Kelsen (lahir 1881) dalam teori hukum murni
adalah untuk membebaskan ilmu hukum dari unsur ideologis. Keadilan misalnya,
oleh Kelsen dipandang sebagai sebuah konsep ideologis. la melihat dalam keadilan
sebuah ide yang tidak rasional dan teori hukum murni tidak bisa menjawab
tentang pertanyaan tentang apa yang membentuk keadilan karena pernyataan ini
sama sekali tidak bisa dijawab secara ilmiah. Jika keadilan harus diidentikkan dengan
legaIitas, dalam arti tempat, keadilan berarti memelihara sebuah tatanan (hukum)
positif melalui aplikasi kesadaran atasnya. Teori hukum murni menurut Kelsen
adalah sebuah teori hukum positif. Teori tangan ilmu pengetahuan asing seperti
psikologi dan etika. Kelsen memisahkan pengertian hukum dari segala unsur yang
berperan dalam pembentukan hukum seperti unsur-unsur psikologi, sosiologi,
sejarah, politik, dan bahkan juga etika. Semua unsur ini termasuk ‘ide hukum’ atau
‘isi hukum’. Isi hukum tidak pernah lepas dari unsur politik, psikis, sosial budaya, dan
lain-lain. ini berusaha menjawab pertanyaan “apa hukumitu?” tetapi bukan
pertanyaan “apa hukum itu seharusnya?”. Teori ini mengkonsentrasikan diri pada
hukum semata-mata dan berusaha melepaskan ilmu pengetahuan hukum dari campur

Hans Kelsen sebagai penganut positivisme hukum memberikan pemikiran tentang


hukum yang terkenal dengan Teori Hukum Murni. Dalam teorinya itu,
pembentukan hukum harus dibebaskan dari anasir-anasir/unsur-unsur di luar
dirinya seperti: psikologis, sosiologi, sejarah, politik, dan bahkan juga etika.
Pandangan positivisme hukum memberikan landasan penelitian hukum normatif.
Secara garis besar pandangan positivisme hukum memaknai hakikat hukum sebagai
norma-norma positif dalam sistem peraturan perundang-undangan. Oleh karna itu
yang menjadi kelemahan positivisme hukum yang tidak dapat menjangkau pada aspek
penegakan hukum. Postivisme hukum menititikberatkan pada pembentukan hukum
saja.

https://business-law.binus.ac.id/2019/08/25/pandangan-positivisme-hukum/

Abdul Ghofur Anshori. 2006. Filsafat Hukum Sejarah, Aliran, Dan Pemaknaan,
Cetakan Pertama. yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Hans Kelsen dalam teorinya yakni teori hukum Murni adalah keinginan untuk
membebaskan ilmu hukum dari anasir-anasir atau unsur-unsur social, ekonomi,
politik, budaya dan lain sebagainya. Hukum diwajibkan bebas nilai, dan harus
terbebas dan tidak tercemari oleh unsur-unsur yang bersifat ideologis. Keadilan
menurut Kelsen dipandang sebuah konsep ideologis. Ia melihat dalam keadilansebuah
ide yang tidak rasional dan teori hukum murnitidak dapat menjawab tentang
pertanyaan apa yang membentuk keadilan, karena pertanyaan ini tidak dapat dijawab
secara ilmiah. Jika keadilan harus diidentikkan dengan legalitas, dalam arti tempat,
keadilan berarti memelihara sebuah tatanan (hukum) positif melalui aplikasi
kesadaran atasnya.

Teori hukum murni ini menurut Kelsen adalah sebuah teori hukum yang
bersifat positif. Sehingga kemudian dapat disimpulkan bahwa teori hukum ini ingin
berusaha menjawab pertanyaan tentang “apa hukum itu?” tetapi bukan pertanyaan
“apa hukum itu seharusnya”. Teori ini mengkonsentrasikan pada hukum saja dan
menginginkan lepas dengan ilmu pengetahuan yang lainnya, dengan atas dasar bahwa
ilmu hukum berdiri sendiri dan merupakan sui generis. Kelsen sekali lagi ingin
memisahkan pengertian hukum dari segala unsur yang berperan dalam pembentukan
hukum seperti unsur-unsur psikologi, sosiologi, sejarah, politik, dan bahkan juga
etika. Semua unsur ini termasuk ide hukum atau isi hukum. Isi hukum tidak pernah
lepas dari unsur politik, psikis, social budaya dan lain-lain. Sehingga pengertian
hukum menurut Hans Kelsen adalah hukum dalam konteks formalnya, yaitu sebagai
peraturan yang berlaku secara yuridis, itulah hukum yang benar menurut perspektif
teori hukum murni (das reine Recht)

Adapun kelemehannya adalah:

1. Hukum sering dijadikan alat bagi penguasa, untuk mempertegas dan


melanggengkan kekuasaannya. Karena itu, tidak jarang terjadi hukum yang
semestinya menjamin perlindungan bagi masyarakat, malah menindas rakyat.

2. Undang-undang bersifat kaku terhadap perkembangan zaman. Seperti diketahui,


perkembangan masyarakat itu berjalan cukup cepat dan kadang-kadang tidak
dapat diduga sebelumnya. Karena itu, undang-undang sering tidak mampu
mengikuti perkembangan yang pesat tersebut.

3. Undang-undang sebagai hukum tertulis tidak mampu mengakomodasi semua


persoalan kemasyarakatan. Karena, mustahil undang-undang mencantumkan semua
persoalan politik, budaya, ekonomi, sosial dan lain-lain.

Kelsen, Hans, Introduction to The Problem of Legal Theory, Clarendon Press-Oxford,


1996.

https://media.neliti.com/media/publications/43170-ID-implikasi-aliran-positivisme-
terhadap-pemikiran-hukum.pdf

3. Pengakuan kedaulatan kepada suatu Negara oleh Negara lain menjadi salah satu
syarat berdirinya sebuah Negara. Hal ini masih erat kaitannya dengan tiga poin utama
yaitu kepemilikan terhadap wilayah, memiliki rakyat dan tentunya pemerintahan.
Adanya pengakuan dari Negara lain berarti tiga komponen di atas sudah diakui
eksistensinya.

Fungsi dari pengakuan dalam hubungan antar Negara dapat disimpulkan:


1. Dalam hubungan antar negara pengakuan (recognition) berfungsi untuk menjamin
bahwa suatu negara dapat dianggap memiliki kemerdekaan dan berdaulat dalam
pergaulan masyarakat internasional, sehingga negara yang diakui, secara aman dan
sempurna dapat mengadakan hubungan dengan negara-negara lain untuk mencapai
kepentingan bersama. Dengan kata lain, adanya pengakuan dari negara lain terhadap
suatu negara, menjadikan status negara yang diakui tersebut sebagai subyek hukum
internasional tidak dapat diragukan lagi.
2. Akibat hukum dari adanya pengakuan adalah bahwa pengakuan merupakan atribut
kedaulatan negara, dan dengan adanya pengakuan terhadap suatu negara juga berarti
pengakuan terhadap pemerintahan negara tersebut, karena pemerintah itu merupakan
satu-satunya organ yang mempunyai wewenang untuk bertindak atas nama negara.
Disamping itu, pengakuan negara sekali diberikan akan tetap ada walaupun bentuk
negara mengalami perubahan dan meskipun pemerintahannya sering berganti.

Ada macam-macam pengakuan terhadap sebuah negara yang berdaulat yaitu:


1. Pengakuan de jure dianggap sebagai pengakuan tertinggi karena pengakuan de jure
adalah pengakuan yang diberikan menurut negara yang mengakui, terhadap suatu
negara atau pemerintahan baru yang diakui secara formal sudah memenuhi syarat
yang ditentukan hukum internasional untuk ikut serta secara efektif dalam masyarakat
internasional.
2. Pengakuan de facto yaitu pengakuan yang diberikan oleh suatu negara semata-mata
didasarkan bahwa pemerintah tersebut secara nyata berkuasa di wilayahnya, sudah
memenuhi suatu prasyarat yang ditentukan sebagai suatu negara walaupun negara
yang diakui itu belum stabil dan masih diragukan keberlangsungan pemerintahannya.
3. Pengakuan kolektif dibagi menjadi dua bentuk pengakuan yaitu pengakuan dalam
bentuk deklarasi bersama oleh sekelompok negara dan pengakuan yang diberikan
melalui penerimaan suatu negara baru untuk menjadi peserta atau pihak ke dalam
suatu perjanjian multilateral.
4. Pengakuan terpisah adalah pengakuan itu diberikan kepada suatu negara baru
namun tidak kepada pemerintahannya atau sebaliknya pengakuan diberikan kepada
suatu pemerintahan baru yang berkuasa namun tidak kepada negaranya.

5. Pengakuan mutlak yaitu suatu pengakuan yang telah diberikan kepada suatu negara
baru tidak dapat ditarik kembali. Intitut hukum internasional dalam suatu resolusi
yang disahkan pada tahun 1936 menyatakan pengakuan de jure suatu negara tidak
bisa ditarik kembali.
6. Pengakuan bersyarat yaitu pengakuan yang diberikan kepada suatu negara baru
yang disertai dengan syarat-syarat tertentu untuk dilaksanakan oleh negara baru itu
sebagai imbangan pengakuan.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/view/20329
https://geograph88.blogspot.com/2018/10/macam-macam-pengakuan-terhadap-
negara.html

Kelahiran sebuah negara baru dapat melalui bermacam-macam cara, contohnya :


pemisahan diri dari wilayah suatu negara dan berdiri sendiri sebagai negara
merdeka, melepaskan diri dari penjajahan, pecahnya suatu negara menjadi
negara-negara kecil, ataupun penggabungan beberapa negara menjadi sebuah
negara yang baru. Lahirnya sebuah negara baru tidak lepas dari pengamatan
masyarakat internasional, karena kelahiran sebuah negara baru mau tidak mau
harus berhubungan dengan negara lain. Sebuah negara tidak dapat lahir begitu
saja, negara tersebut harus memenuhi syarat-syarat yang telah ada sejak lama dalam
Hukum Internasional yang diakui oleh pergaulan internasional, syarat tersebut
terdapat dalam Konvensi Pasal 1: “Montevideo” Tahun 1933 Syarat tersebut antara
lain :
a. harus ada rakyat (a permanent population),
b. harus ada wilayah (a defined territory),
c. harus ada pemerintahan (a government),
d. mempunyai kapasitas untuk berhubungan dengan negara lain (a capacity to
enter into relations with other states).

Menurut J.B. Moore makna pengakuan adalah sebagai suatu jaminan yang
diberikan kepada suatu negara baru bahwa negara tersebut diterima sebagai
anggota masyarakat internasional (Adolf, 1993). Dari definisi di atas maka dapat
diartikan fungsi pengakuan ini yaitu, untuk memberikan tempat yang sepantasnya
kepada suatu negara atau pemerintah baru sebagai anggota masyarakat
internasional.
Jenis-Jenis pengakuan terhadap suatu:

1. Pengakuan secara Kolektif

Pengakuan suatu negara dalam kategori ini dapat berupa dua bentuk. Bentuk yang
pertama adalah deklarasi bersama oleh sekelompok negara.

2. Pengakuan secara Terang-terangan dan Individual

Pengakuan seperti ini berasal dari pemerintah atau badan yang berwenang di
bidang hubungan luar negeri.

3. Pengakuan secara Diam-diam

Pengakuan ini terjadi jika suatu negara mengadakan hubungan dengan


pemerintah atau negara baru dengan mengirimkan seorang wakil diplomatik,
mengadakan pembicaraan dengan pejabat resmi atau kepala negara setempat.
Namun dalam keadaan ini harus ada indikasi atau tindakan nyata untuk mengakui
pemerintah atau negara yang baru.

4. Pengakuan Terpisah

Pengakuan terpisah ini juga dapat diberikan kepada suatu negara baru Kata
“Terpisah ini digunakan apabila pengakuan itu diberikan kepada suatu negara
baru, namun tidak kepada pemerintahnya, atau sebaliknya pengakuan diberikan
kepada suatu pemerintah yang baru yang berkuasa, tetapi pengakuan tidak
diberikan kepada negaranya (Tasrif, 1966).

5. Pengakuan Mutlak

Suatu pengakuan yang telah diberikan kepada suatu negara baru tidak dapat
ditarik kembali. Institut Hukum Internasional dalam suatu Resolusi yang
disahkannya pada 1936 menyatakan bahwa pengakuan de jure suatu negara tidak
dapat ditarik kembali (Tasrif, 1966).

6. Pengakuan Bersyarat

suatu pengakuan yang diberikan kepada suatu negara baru yang disertai dengan
syarat-syarat tertentu untuk dilaksanakan oleh negara baru tersebut sebagai imbangan
pengakuan (Tasrif, 1966).
https://media.neliti.com/media/publications/18064-ID-prinsip-pengakuan-dalam-
pembentukan-negara-baru-ditinjau-dari-hukum-internasiona.pdf

Huala Adolf, “Aspek-aspek Negara Dalam Hukum Internasional”, Rajawali Pers,


Jakarta, 1993.

Pengertian Negara Menurut Prof. Miriam Budihardjo: Negara adalah organisasi yang
dalam sesuatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua
golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan
itu.

Pengakuan adalah lembaga yang memainkan peran penting dalam hubungan


antar negara, masalah pengakuan adalah hal yang sederhana, namun juga secara
naluriah karena terlalu banyak masalah sulit yang sering terjadi dalam kenyataanya.

Menurut sarjana hukum interernasional berbendapat bahwa


“pengakuan”(Inggris: recognition, Prancis: reconnaissance, Jerman: anerkennung)
adalah wadah yang memegang peranan penting dalam jalinan antarnegara. Pada
abad ke-20 ini, tidak ada satu pun negara bisa hidup tersaing dari negara lainnya
dan perkembangan teknologi telah berpengaruh menciptakan jalinan interpendensi
yang erat antarnegra didunia ini. Namun, sebelum negara baru menjalin kerjasama
berbagai bidang dengan negara lain, baik sosial, ekonomi, politik, sosial budaya,
dan sebagainya, negara baru tersebut harus terlebih dahulu lewat pengakuan.
Sehingga, peranan pengakuan adalah menanggung negara baru dapat menempati
tempat yang benar sebagai organisme politik yang berdaulat dan merdeka di
tengah-tengah keluarga bangsa-bangsa, maka secara umum dapat menjadi
kekhawatiran bahwa jabatannya sebagai kesatuan politik akan diganggu oleh
negara-negara yang sebelumnya ada.

Macam-macam pengakuan adalah :

1. Pengakuan je jure yang dimana adalah sebuah pengkauan yang dimana diberakn
pada sebuah negara yang akan mengakui pada pemerintahan yang dimana baru saja
terbentuk.
2. Pengakuan de facto yang dimana adalah sebuah pengakuan yang dimana akan
diberikan oleh sebuah negara yang dimana didasari pada pemerintahan yang menjadi
penguasa pada negara tersebut,
3. Pengakuan kolektif yang dimana adalah pengakuan ke dalam sebuah bentuk dari
deklarasi yang dimana dibentuk oleh sebuah kelompk negara dan juga pengakuan
akan diberikan ke dalam sebuah penerimaan dari negara baru dari perjanjian
multilateral.
4. Pengakuan terpisah yang dimana pengakuan diberikan kepada sebuah negara baru
akan tetapi tidak kepada pemerintahannya maupun sebaliknya.
5. Pengakuan mutlak yang dimana adalah sebuah pengakuan yang diberikan kepada
negara baru dan tidak dapat ditarik kembali.
6. Pengakuan bersyarat yang dimana adalah pengakuan yang berikan kepada negara
baru yang dimana terdapat berbagai macam syarat yang harus diikuti oleh mereka.

Budiardjo, Miriam. 2005. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

https://brainly.co.id/tugas/8226779

Anda mungkin juga menyukai