OLEH : AYU IMTYAS RUSDIANSYAH UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Gizi buruk merupakan gangguan pada status kesehatan masyarakat yang
sering dijumpai pada bayi berusia 6-12 bulan. Masalah gizi buruk disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan zat gizi pada tubuh manusia. Usia balita cenderung rawan terhadap kekurangan gizi. Berdasarkan data hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2016 persentase gizi buruk sebesar 3,4% sedangkan pada bayi dengan gizi kurang sebanyak 14,4%. Jika masalah gizi buruk tidak segera diatasi maka berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia (SDM) pada generasi selanjutnya. Untuk mengatasi masalah gizi buruk dalam masyarakat maka diperlukan makanan pendamping ASI yang bergizi dan berkualitas. Pisang merupakan hasil tanaman holtikultura yang potensi produksinya terbesar setiap tahunnya. Salah satu jenis pisang yaitu pisang kepok merah. Pisang kepok merah (Musa Paradisiaca Promatypica), dibudidayakan serta dimanfaatkan sebagai bentuk ketahanan pangan yang berbasis lokal dan melibatkan nilai kearifan lokal yaitu para petani. Menurut Depkes RI 2014 kandungan pisang kepok (Musa Paradisiaca Promatypica), di dalam 100 gram memiliki kandungan gizi berupa karbohidrat 31,48%, serat 1,14%, protein 1,76% serta lemak 0,1%. Tingginya kandungan gizi pisang kepok merah ini maka pisang kepok merah bisa dijadikan sebagai bahan baku MP-ASI yang bergizi dan berkualitas. Inovasi yang ditawarkan yakni membuat biskuit MP-ASI berbahan dasar tepung pisang kepok merah. Tepung pisang kepok merah dibuat dengan cara pisang kepok merah di iris tipis lalu dijemur selama 2-3 hari kemudian di giling menggunakan blender, lalu di saring sehingga dihasilkan tepung pisang kepok merah yang siap digunakan untuk bahan dasar pembuatan biskuit MP-ASI. Sumber karbohidrat yang tinggi dalam biskuit sangat berkontribusi dalam upaya mengurangi masalah gizi buruk pada generasi emas 2045. Persentase kandungan gizi karbohidrat yang tinggi dalam pisang kepok merah (Musa Paradisiaca Promatypica) sangat diperlukan dalam upaya mengurangi angka gizi buruk. Inovasi olahan pangan berbasis pisang kepok merah sangat dibutuhkan bagi bayi berusia 6-12 bulan yang mengalami gizi buruk. Dengan demikian perlu penjelasan lebih lanjut terkait pembuatan biskuit pisang kepok merah mulai tahapan persiapan bahan sampai pengemasan dan pendistribusian untuk bayi. Upaya perbaikan gizi pada bayi usia 6-12 bulan dapat dilakukan melalui peningkatan konsumsi pangan dengan pendekatan berbagai olahan pangan yang sehat dan bergizi. Makanan Pendamping ASI bayi berbahan dasar tepung pisang kepok merah dapat berperan dalam solusi terjadinya gizi buruk di Indonesia. Terobosan biskuit MP-ASI BISANG perlu diterapkan oleh masyarakat khususnya ibu-ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan generasi emas 2045 tanpa gizi buruk, menciptakan suatu inovasi pangan berbasis hasil pertanian lokal, dan sebagai sarana edukasi masyarakat dalam pembuatan biskuit berbahan dasar tepung pisang kepok merah. Gizi merupakan faktor penting untuk menentukan tingkat dan kesejahteraan manusia, dimana status gizi optimal dapat dicapai jika kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi. Apabila kebutuhan asupan gizi tidak terpenuhi maka akan terjadi gizi kurang dan yang lebih parah gizi buruk. Gizi buruk merupakan kekurangan gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan yang dikonsumsi sehari hari dalam rentan waktu yang cukup lama. Untuk mengetahui keadaan gizi buruk dapat dilakukan dengan pengukuran berat badan menurut tinggi badan atau umur dibandingkan dengan standar, dengan atau tanpa tanda tanda klinis. Batas gizi buruk pada balita adalah kurang dari -3.0 SD baku WHO. Gizi buruk dapat berdampak pada masalah gagguan tumbuh kembang yang berpengaruh pada proses tumbuh kembang baik fisik maupun kecerdasan. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan gizi buruk, faktor tersebut dapat dilihat dari penyebab langsung dan tidak langsung, pokok permasalahan dan akar masalah. Faktor tidak langsung meliputi makanan yang tidak seimbang dan infeksi. Sedangkan faktor tidak langsung seperti ketahanan pangan di keluarga serta pelayanan kesehatan di lingkungan. Selain faktor tersebut status gizi juga berpengaruh, status gizi dapat dipengaruhi oleh ekonomi, sosial budaya, dan faktor pendidikan. Buah pisang merupakan suatu bahan pangan yang bergizi dengan berbagai kandungan seperti karbohidrat 22,84 g/100 g, vitamin c 8,7 mg/100g, serta mineral (potasium 358 mg, magnesium 27 gram, fosfor 22 mg, kalsium 5 mg, sodium 1 mg dan zat besi 0,26 mg/100 grm) (Mahmudah et al., 2017). Salah satu jenis pisang yang ada di Indonesia ialah pisang kepok (Musa Paradisiaca L.). Pisang kepok (Musa Paradisiaca L.) adalah salah satu jenis pisang olahan yang mayoritas masyarakat memanfaatkannya untuk hidangan makanan seperti pisang goreng, keripik, sirup dan berbagai olahan tradisional lainnya. Di sisi lain, pisang juga dimanfaatkan untuk alternatif bahan pangan primer. Sebab, di dalam buah pisang kepok memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi sehingga cocok sebagai pengganti beras maupun terigu. Di Indonesia masalah atau gangguan tumbuh kembang bayi pada usia 6 sampai 12 bulan adalah rendahnya mutu MP-ASI (Makanan Pendamping ASI) atau kurangnya pola asuh yang diberikan sehingga beberapa zat tidak terpenuhi seperti zat besi (Fe). Pada rentan usia 6 sampai 12 bulan, air susu ibu pun sudah tak lagi mencukupi untuk proses tumbuh kembangnya sehingga pemberian MP- ASI sangat diperlukan. Secara teoris, pemberian MP-ASI juga dipengaruhi oleh faktor ibu sebab ibulah yang memegang kendali dalam pemberian gizi pada anak. Sedangakan faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI yakni, pengetahuan ibu tentang MP-ASI, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, tingkat pendapatan keluarga, adat istiadat serta penyakit infeksi. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh sebab semakin pendidikan serta pengetahuan seorang ibu tinggi tentang pentingnya MP- ASI dapat merubah sikap dan perilaku dan akan terciptnya balita yang sehat dan jauh dari gizi buruk. Di Indonesia, satu dari tiga anak berusia kurang dari lima tahun mengalami gizi buruk. Gizi buruk akan mempengaruhi daya pikir sehingga dalam kependidikan anak tersebut kurang dalam mengikuti pembelajaran bahkan terancam dikeluarkan di sekolah. Hal ini berdampak pada saat anak tersebut masuk dalam dunia kerja karena produktivitas lebih rendah dibanding rekan kerja yang lain sehingga pemenuhan ekonomi keluarga menjadi terganggu. Hal tersebut akan menjadi siklus dan akan menghasilkan generasi yang sama pula di masa mendatang. Siklus di atas bisa ditanggulangi dengan program Zero Hunger 2030 merupakan hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah dan bersikap serius dan melakukan investasi di bidang kesehatan dan pendidikan untuk mengentaskan kelaparan pada negara ini. Program ini memiliki target yaitu mencapai ketahanan pangan 2030 dengan fokus pada para petani skala kecil hingga menengah. Mereka diharapkan dapat meningkatkan produksi pertanian mencakup nilai gizi dan nutrisi dalam tanaman. Peningkatan nilai gizi atau biofortikasi memiliki hubungan positif terhadap peningkatan nilai gizi pada partisipan. Target berikutnya adalah mempromosikan sistem pertanian yang bersifat sustainable dengan cakupan membangun dan memelihara tanah dengan baik, mengelola air, meminimalkan polusi udara dan air serta mempromosikan keanekaragaman hayati. Perlu digaris bawahi bahwa indonesia berupaya memecahkan problematika kelaparan. Dalam hal ini pemerintah membuat rencana aksi nasional pangan dan gizi yang mencakup akses pangan, pelayanan kesehatan dan sanitasi serta upaya yang berkontribusi terhadap angka penurunan kelaparan. Namun hal tersebut belum terimplementasi secara holistik karena adanya kesenjangan antara penduduk desa dan penduduk kota. Tantangan yang utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah upaya menciptakan generasi suatu bangsa yang memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, cerdas dan produktif. Tolak ukur keberhasilan pembangunan manusia diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kemiskinan serta kurang gizi merupakan suatu fenomena yang saling berhubungan dengan tingkat indeks pembangunan manusia. Masalah gizi pada balita serta pada kelompok usia tertentu akan mempengaruhi pada status gizi pada periode sikus kehidupan selanjutya (intergenerational impact). Masa bayi merupakan masa yang menentukan kualitas SDM di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kodisi tersedianya asupan nutrisi yang dikonsumsi pada saat masa pertumbuhan. Upaya pelaksaanaan program ketahanan pangan dan gizi dilakukan dengan mengembangkan kemampuan (capacity building) dalam upaya penanggulangan masalah gizi, baik secara teknis maupun kemampuan manajemen yang harus bersinergi dalam suatu kelompok masyarakat seperti sektor pertanian. Gambar 1.1 Konsep BISANG Pisang kepok merah merupakan buah tropis hasil komoditas kelompok pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk dikembangkan di Indonesia. Bahkan permintaan pisang di Indonesia semakin meningkat yang digunakan baik untuk konsumsi pangan maupun untuk bahan baku industri. Pisang mewakili 40 – 45% dari sebagian komoditas buah nasional. Pisang kepok merah (kelompok genom ABB) mengandung senyawa tiamin (vitamin B1), juga mengandung vitamin B3 dan B6. Berbagai vitamin kompleks dapat membantu produksi energi dan pembentukan sel – sel otak pada baita, sehingga sering dibutuhkan untuk makanan pendambing ASI (MP-ASI) bayi. Pisang kepok merah diperoleh dari hasil pertanian di daerah Malang. Pisang kepok merah terlebih dahulu dikupas dan di iris – iris tipis, kemudian irisan pisang kepok dijemur pada terik sinar matahari sampai kering selama 2 – 3 hari. Pisang kepok merah yang sudah kering akan siap digiling menggunakan blender dan diayak agar tepung pisang kepok yang dihasikan halus. Tepung pisang kepok merah siap untuk digunakan bahan baku biskuit yang sehat dan bergizi. Biskuit pisang kepok merah (BISANG) ini sangat efektif dijadikan makanan pendamping ASI. Pembuatan biskuit pisang kepok merah ini juga dapat menjadi sarana edukasi ibu bayi supaya dapat meningkatkan pengetahuan dalam pembuatan asupan nutrisi pendamping ASI yang akan diberikan kepada anaknya. Diharapkan terobosan inovasi berbasis pangan ini dapat mengurangi angka gizi buruk dan mempersiapkan generasi Indonesia emas 2045 tanpa gizi buruk. Gambar 1.2 Proses Pembuatan BISANG Pada proses pembuatan BISANG (Biskuit Pisang Kepok Merah) ada beberapa tahap yakni, proses pembuatan tepung, proses pembuatan biskuit, proses pengemasan serta proses pendistribusian. Dalam proses pembuatan tepung pisang kepok, yang harus disiapkan yakni menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan yaitu, pisang kepok, pisau, perajang, alat penggiling serta ayakan atau saringan. Tahap yang pertama dalam proses pembuatan tepung pisang kepok ialah memotong pisang kepok merah yang sudah dikupas, setelah memotong pisang kepok ditata ke atas peranjang dan siap di jemur. Setalah melewati masa pengeringan selama 2-3 hari, pisang kepok merah sudah kering sempurna. Tahap terakhir dari pembuatan pisang kepok merah ialah proses pinggilingan dan proses penganyakan dari hasil penggilingan tersebut. Tahap implementasi yang kedua yakni proses pembuatan biskuit, dalam proses ini bahan baku seperti tepung pisang kepok beserta bahan tambahan seperti margarin, gula halus, susu, dan telur. Kocok margarin dan gula dengan mikser hingga adonan licin. Masukkan telur dan mikser hingga rata. Setelah adonan tercampur rata kemudian mikser dimatikan. Setelah itu masukkan tepung dan susu bubuk kemudian aduk menggunakan sendok plastik hingga adonan kering, licin dan elastis. Biskuit dicetak menggunakan sendok es krim dan diletakkan pada loyang yang sebelumnya telah dioles margarin. Pipihkan adonan menggunakan sendok. MP-ASI biskuit bayi kemudian dioven hingga matang. Selanjutnya proses pengemasan di dalam proses ini BISANG yang sudah jadi dikemas dalam wadah dengan semenarik mungkin agar menarik konsumen. Dengan dikemas menggunakan karton. Tahap terakhir dari proses implementasi yakni proses pendistribusian. Proses pendistribusian yakni setelah mengelewati proses pengemas selanjutnya yakni proses pendistribusian. Dalam proses pendistribusian sasarannya ke bayi dengan usia 6-12 bulan. Gambar 1.3 Tahapan Implementasi BISANG Pada tahap evaluasi dilakukan apakah program BISANG berjalan dan berdampak untuk menanggulangi gizi buruk yang terjadi dalam masyarakat. Evaluasi dilakukan dengan cara melakukan kunjungan pada masyarakat yang telah di distribusi dari hasil mengenai program BISANG. Diharapkan setalah dilakukannya program ini dapat meminimalkan risiko terjadinya gizi buruk pada balita di masyarakat sehingga hasil akhir yang dicapai adalah tercukupinya kebutuhan nutrisi pada bayi berusia 6-12 bulan guna mempersiapkan generasi emas 2045 bebas gizi buruk. Terobosan biskuit MP-ASI BISANG perlu diterapkan oleh masyarakat khususnya ibu-ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan generasi emas 2045 tanpa gizi buruk, menciptakan suatu inovasi pangan berbasis hasil pertanian lokal, dan sebagai sarana edukasi masyarakat dalam pembuatan biskuit berbahan dasar tepung pisang kepok merah. DAFTAR PUSTAKA Fitramala, E. E. Khaerunisa. N. R. Djuita, H. Sunarso, dan D. Ratnawati. 2016. Indrawati, S. M. 2018. Indonesia 2045 Pemikiran Terbaik Putra Putri Bangsa Untuk Ibu Pertiwi. Yogyakarta: Bentang. Saputra, W., & Nurrizka, R. H. (2012). Faktor demografi dan risiko gizi buruk dan gizi kurang. Makara kesehatan, 16(2), 95-101. Sutomo, B., & Anggraini, D. Y. (2010). Makanan sehat pendamping ASI. DeMedia. Sudaryanto, G. (2014). MPASI super lengkap. Penebar PLUS+. LAMPIRAN Tabel 1.1 Hasil Wawancara terhadap ibu mengandung dan menyusui di Desa Petungsewu, Kabupaten Malang.
No. Nama Usia Ketertarikan
terhadap BISANG 1. Dina 21 Tertarik 2. Lastri 30 Tertarik 3. Eka 24 Tertarik 4. Siti 26 Tertarik 5. Dian 19 Tidak 6. Ana 20 Tertarik 7. Yuli 23 Tertarik 8. Indah 25 Tidak 9. Rafika 21 Tertarik 10. Anggun 29 Tidak 11. Pipit 18 Tertarik 12. Wiwik 21 Tidak 13. Nuning 24 Tidak 14. Tiwi 25 Tertarik 15. Wanti 29 Tertarik 16. Nyimas 32 Tertarik 17. Peni 35 Tertarik
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap ibu
mengandung dan menyusui di Desa Petungsewu, Kabupaten Malang terdapat 12 dari 17 orang responden tertarik dengan adanya inovasi terobosan biskuit MP-ASI BISANG yang ditawarkan. Tabel 1.2 Hasil Wawancara terhadap Ibu-Ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di Desa Petungsewu, Kabupaten Malang.
No. Nama Usia Ketertarikan
terhadap program BISANG 1. Yanti 33 Tertarik 2. Siti Kholipa 37 Tertarik 3. Rofiatur 55 Tidak 4. Lailatun 23 Tertarik 5. Sulistiana 43 Tidak 6. Sa’diyah 34 Tertarik 7. Nita 24 Tertarik 8. Sumiati 38 Tertarik 9. Yuyun 21 Tertarik 10. Hasanah 45 Tidak 11. Zhahro 21 Tertarik 12. Wasilatul 65 Tidak 13. Maria Zulpa 45 Tidak 14. Indrawati 57 Tidak 15. Khodijah 32 Tertarik 16. Abidah 41 Tertarik 17. Wulansari 23 Tertarik 18. Ningrum 36 Tertarik 19. Sholehati 45 Tidak 20. Ristiani 33 Tertarik 21. Trisnawati 20 Tertarik 22. Muslikha 19 Tertarik 23. Kumalasari 27 Tertarik 24. Mardiyatul 36 Tertarik 25. Siti Isnaeni 49 Tidak
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap ibu-ibu
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di Desa Petungsewu, Kabupaten Malang terdapat 17 dari 25 orang responden tertarik dengan adanya inovasi terobosan biskuit MP-ASI BISANG yang ditawarkan.
Gambar 1.1 Focus Group Discussion (FGD) dengan ibu mengandung dan menyusui di Desa Petungsewu, Kabupaten Malang terkait kendala dalam masa kehamilan.