Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

BEA Perolehan Hak Atas Bumi dan Bangunan


DOSEN PENGAMPU :

DISUSUN OLEH :

CICI EKA PRATIWI (2019392900274)

Firdaus

Faiq

Wisnu

EKONOMI SYARIAH 5A

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY

GENTENG-BANYUWANGI
KATA PENGANTAR

Dengan Menyebut Nama Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha
Panyayang, Penyusun Panjatkan Puja Dan Puji Syukur Atas Kehadirat-Nya, Yang
Telah Melimpahkan Rahmat, Hidayah, Dan Inayah-Nya Kita Semua, Sehingga Dapat
Menyelesaikan Makalah akutansi manjement, Dengan Menganalisis Dari Sumber
Buku Slamet Sugiri yang telah direkomendasikan oleh bapak dosen .

Makalah Ini Telah Penyusun Susun Semaksimal Mungkin, Dalam


Pembuatannya Telah Ditulis dan Dipelajari Dengan Matang Sehingga Dapat
Memperlancar Pembuatan Makalah Ini. Terlepas Dari Semua Itu, Penyusun
Menyadari Sepenuhnya Bahwa Masih Ada Kekurangan Baik Dari Segi Susunan
Kalimat Baik Tata Bahasanya Maupun keterbatasan Pemahaman Penulis. Oleh
Karena Itu Dengan Tangan Terbuka Penyusun Menerima Segala Saran Dan Kritik
Dari Pembaca Agar Penyusun Dapat Memperbaiki Makalah Ini.

Akhir Kata Penyusun Berharap Semoga Makalah Tentang Penentuaan


variable cost dan full cost Ini Dapat Memberikan Manfaat Bagi Pembacanya Dan
Kepada Penyusun Khususnya.

Banyuwangi ,28 oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan Pembahasan.......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................
1. Pengertian......................................................................................................
2. Subjek dan objek BPHTB...................................................................................
3. Objek pajak yang tidak kenakan BPHTB..........................................................
4. Dasar pengenaan BPHTB....................................................................................
5. pengenaan BPHTB...............................................................................................
6. NPOPTKP.....................................................................................................
7. Saat tempat pajak terlrutang................................................................................
8. Pengurangan BPHTB...........................................................................................
9. Cara penghitungan BPHTB.................................................................................
BAB III PENUTUP.................................................................................................
Kesimpulan....................................................................................................
Saran.......................................................................................................................
Daftar pusaka........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diatur dalam UU No.
21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana terakhir diubah
dengan UU no. 20 tahun 2000.
Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 28 tahun 2007.
Pajak adalah iuran atau pungutan wajib yang dupungut oleh pemerintah dari masyarakat untuk
menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara
langsung. Namun secara logika pajak yang dibayar oleh masyarakat tersebut mempunyai dampak secara
langsung terhadap kesejahteraan masyarakat seperti pembangunan jalan, jembatan, dan tempat-tempat
umum lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan BPHTB ?
2. Apa subjek dan objek dalam BPHTB ?
3. Bagaimana dasar pengenaan BPHTB ?
4. Bagaimana cara perhitungan dalam BPHTB ?

1.3 Tujuan Pembahasan


Dengan adanya makalah ini maka pembaca dapat mengetahui Pengertian BPHTB, Subjek dan Objek
BPHTB, Pengenaan BPHTB, cara perhitungan BPHTB dan semua yg menyangkut tentang BPHTB.
BAB II
Pembahasan

1. Pengertian
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada setiap pemindahan
hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah yang pemindahan haknya
dilakukan dengan akta. Menurut peraturan Undang-Undang BPHTB bahwa Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya
disebut dengan pajak, sedangkan pengertian perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan
atau peristiwa huku yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi
atau badan. Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk ha pengelolaan, beserta bangunan di atasnya
sebagimana dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
Undang-Undang No. 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
lainnya.

2. Subjek dan Objek BPHTB


Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
Subjek BPHTB yang dikenakan kewajibah wajib membayar BPHTB yang menurut perundang-undangan
perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan adalah perbuatan (disengaja) atau peristiwa hukum (otomatis/tidak disengaja) yang
mengakibatkan perolehannya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

3. Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB (bukan objek BPHTB)


Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh :
1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
2. Objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum. Yaitu tanah dan atau bangunan yang
digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah baik Pemerintah Pusa maupun oleh Pemerintah
Daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditunjukan untuk mencari keuntungan, misalnya
: tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk instalasi pemerintah , rumah sakit, dan jalan
umun.
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan syarat tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau
perwakilan organisasi tersebut.
4. Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak
adanya perubahan nama.
5. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf. Yaitu perbuatan hukum
orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian dari kekayaannya yang berupa hak
milik tanah dan bangunan dan untuk melembagakannya untuk selama-lamanya untuk
kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apapun.
6. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan
ibadah.

4. Dasar Pengenaan BPHTB


Sesuai dengan pasal 5 UU BPHTB, tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan
tarif tunggal sebesar 5%. Penentuan tarif tunggal ini di maksudkan untuk keserhanaan kemudahan
penghitungan. Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu :
a) Jual Beli adalah harga transaksi
b) Tukar Menukar adalah nilai pasar
c) Hibah adalah nilai pasar
d) Hibah Wasiat adalah nilai pasar
e) Waris adalah nilai pasar
f) Pemasukan dalam perseroan atau Badan Hukum lainnya adalah nilai pasaar
g) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
h) Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum adalah
nilai pasar
i) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar
j) Pemberian hak baru atas tanah dalam pelepasan hak adalah nilai pasar
k) Penggabungan Usaha adalah nilai pasar
l) Peleburan Usaha adalah nilai pasar
m) Pemekaran Usaha adalah nilai pasar
n) Hadiah adalah nilai pasar
o) Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah
Lelang
Dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB
pada tahn terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOP PBB. Yang
dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah disepakati oleh pihak-pihak yang
bersangkutan. Dalam hal NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan belum ditetapkan, besarnya NJOP
PBB ditetapkan oleh Mentri Keuangan.

5. Pengenaan BPHTB
Ada beberapa kondisi dimana seorang wajib pajak harus dikenakan BPHTB diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Pengenaan BPHTB karena waris dan hibah wasiat BPHTB yang terutama atas perolehan hak
karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang.
2. Pengenaan BPHTB karena pemberian Hal Pengelolaan. Besarnya BPHTB karena pemberian
Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut :
a. 0% (Nol Persen) dan BPHTB yang seharusnya terhutang dalam hal penerimaan Hak
Pengelolaan adalah Departemen, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, Lembaga Pemerintahan Nasional (Perum Perumnas)
b. 50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal
penerimaan Hak Pengelolaan selain dimaksudkan di atas.

6. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) Ditetapkan Secara Regional
Paling Banyak
Berikut ini adalah beberapa perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) yang dapat
mengurangi NPOP suatu objek pajak tertentu sebagai berikut :
1. Rp. 49.000.000 (empat puluh sembilan juta rupiah) dalam hal perolehan hak Rumah Sederhana
Sehat (RSH) dan Rumah Susun Sederhana.
2. Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dalam hal perolehan hak baru melalui program
pemerintah yang diterima pelaku usaha kecil atau mikro dalam rangka program peningkatan
sertifikasi tanah untuk memperkuat penjaminan kredit bagi usaha mikro dan kecil.
3. Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah
wasiat yang diterima orang pribadiyang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus atau sederajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah termasuk
istri/suami.
4. Paling banyak Rp. 60.000.000n (enam puluh juta rupiah) dalam hal selain yang disebutkan di
atas.

7. Saat, Tempat Pajak Terutang


Saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk :
1) Jual beli adalah sejak tanggal di buat dan ditandatanganinya akta, yaitu tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta pemindahan hak di hadapan Pejabat Pembuatan Akta Tanah/Notaris
2) Tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
3) Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
4) Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor
Pertanahan
5) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainya adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta
6) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta
7) Lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, yaitu tanggal ditandatanganinya
Risalah Lelang oleh Kepala Kantor Lelang Negara atau kantor lelang lainya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memuat antara lain nama pemegang lelang
8) Putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilanyang mempunyai kekuatan hukum yang
tetap
9) Hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kanto
Pertanahan
10) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal
ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
11) Penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
12) Peleburan usaha adlah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
13) Pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan dtandatanganinya akta
14) Hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta

Tempat BPHTB terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Profinsi yang meliputi letak tanah
dan atau bangunan. BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Bank/Kantor Pos Persepsi
BPHTB, yaitu Kantor Pos dan atau Bank Badan Uaha Milik Negara atau tempat pembayaran lain yang di
tunjuk oleh Mentri Keuangan menggunakan Surat Setoran Bea Peroleha Hak atas Tanah atau Bangunan
(SSB). Hasil penerimaan BPHTB dibagi dengan pertimbangan sebagai berikut :
a) 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah pusat yang selanjutnya dikembalikan lagi secara
merata ke setiap kabupaten/kota
b) 16% (enam belas persen) untuk provinsi dan
c) 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota

8. Pengurangan BPHTB
Dalam peraturan Menteri Keuangan No. 91/PMK.03/2006, Atas permohonan Wajib Pajak, dapat
diberikan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari pajak yang terhutang, dalam hal :
1. wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan Rumah Susun
Sederhana (RS), dan Rumah Susun Sederhana (RSH) serta Rumah Susun Sangat Sederhana
(RSS) yang yang diperoleh langsung dari pengembangan dan dibayar secara angsuran.
Atas permohonan Wajib Pajak, dapat dikenakan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
atu Bangunan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang terutang
2. Wajib Pajak badan yang memperoleh hak baru selain hak pengelolaan dan telah menguasai
tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun yang dibuktikan dengan surat
pernyataan wajib pajak dan keterangan dari Pejabat Pemerintah Daerah setempat
3. Wajib Pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu serajat ke atas atau satu derajat ke bawah
4. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari ganti rugi Pemerintah yg
nilai ganti ruginya dibawah Nilai jual Objek Pajak
5. Wajip Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah di bebaskan oleh
pemerintah untuk kepentingan umum
6. Wajib Pajak yang melakukan Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha dengan atau tanpa
terlebih dahulu megadakan Likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan penggunaan
Nilai Buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dari Direktur Jendral Pajak
7. Wajib Pajak memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti
semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab lainnya
8. Wajib Pajak Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang memperoleh
hak atas tanah atau bangunan yang berasal dari perusahaan induknya selaku pemegang saham
tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan Ke[utusan Mentri Keuangan tentang Kesehatan
Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
9. Tanah atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata
tidak untuk mencari keuntungan antara lain untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu,
sekolah yang tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, rumah sakit swasta milik institusi
pelayan sosial masyarakat

9. Cara Penghitungan BPHTB


Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan 5% (lima persen). Secara metematis
adalah:
BPHTB = 5% X (NPOP-NPOPTKP)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah bea yang dikenakan pada setiap pemindahan
hak atau hibah wasiat atas harta tetap dan hak-hak kebendaan atas tanah yang pemindahan haknya
dilakukan dengan akta.
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
Subjek BPHTB yang dikenakan kewajibah wajib membayar BPHTB yang menurut perundang-undangan
perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.

3.2 Saran
Isi dari makalah ini masih belum lengkap dan jauh dari kodisi sempurna, oleh sebab itu penulis
dengan senang hati mengaharapkan masukan dan kritikan dari pembaca guna penyempurnaan lebih
lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Tjahjono dan M.Fakhri Husein (2009),perpajakan,Edisi Keempat,UPP STIM


YKPN,Yogyakarta.
Mardiasmo (2006),perpajakan,Edisi Revisi,CV Andi Offset,Yogyakarta.
Penjelasan dan Peraturan Pelaksanaan Berkaitan dengan Undang-Undang Perpajakan.
Waluyo (2008), Perpajakan Indonesia, Buku 1 edisi 8, Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia (2007), Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan per September 2007,
Penerbit Salemba Empat.
Sudirman Rismawati, SE.,M.SA dan Amiruddin Antong, SE.,M.Si(2012) , Perpajakan Pendekatan
Teori dan Praktik , Penerbit Empat Dua Media, Malang (jawa timur).

http://mustahidun.blogspot.co.id/2013/06/makalah-bphtb.html

Anda mungkin juga menyukai