Anda di halaman 1dari 89

Geografi Politik (1)

Penjelasan Silabus

Kampus Tercinta
Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP)
Jakarta
SILABUS
Mata Kuliah : Geografi Politik
Bobot : 3 SKS
Dosen : H. Yudhi Indrajati, S.IP, M.Si
Metode Kuliah:
Tatap Muka dan Diskusi
Deskripsi Mata Kuliah
Mahasiswa dijelaskan mengenai materi Geopol seperti Defenisi Geografi Politik, Teori Geopolitik, dsb.
Mahasiswa juga diharapkan membaca buku dan modul yang disarankan oleh Dosen. Kemampuan
pemahaman mahasiswa akan diuji pada Tugas, UTS dan UAS.
Tujuan
1. menguasai Geografi Politik
2. memahaminya dengan baik sehingga bisa mengimplementasikannya
Buku Pegangan
Ermaya Suradinata, Hukum Dasar Geopolitik dan Geostrategi dalam Kerangka Keutuhan NKRI, Jakarta,
Penerbit Suara Bebas, 2005
Nuraeni s dkk, Regionalisme dalam Studi HI, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010
Rudiaji, Feodalisme dan Imperialisme di era Global, Elex Media Komputido, Jakarta, 2012 (Ada di
Perpus IISIP)
Aprilia Restuning, Ilmu Hubungan Internasional: Politik, Ekonomi, Keamanan dan Isu Global
Kotemporer, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2013 (Ada di Perpus IISIP)
Hizka Yasie, Asal Usul Kedaulatan: Telusur Psikogenea Logis Atas Hasrat Mikrofasis Bernegara, Kepik,
Depok, 2014 (Ada di Perpus IISIP)
Hiscock, Earth Wars: Pertempuran Memperebutkan Sumber Daya Global, Esensi, Jakarta, 2012 (Ada di
Perpus IISIP)
Soejipto, HAM dan Politik Internasional: Sebuah Pengantar, Yayasan Pustaka Obor, Jakarta, 2015 (Ada di
Perpus IISIP)

Penilaian
UTS dan UAS : 80 %
Tugas : 10 %
Keaktifan : 10 %
Peraturan
1. Terlambat datang ke ruang kuliah maksimal 15 menit dari waktu kuliah
2. Selama proses perkuliahan mahasiswa tidak dibenarkan berkomunikasi menggunakan telepon seluler
3. Tidak boleh memakai sandal jepit dan celana panjang robek
Pokok Bahasan
Pertemuan Pokok Bahasan
1 Penjelasan Silabus
2 Definisi Georafi Politik
3 Teori Geopolitik
4 Perkembangan Geopolitik
5 Geopolitik Modern
6 Tantangan Geopolitik Abad 21
7 9 Mitos Geopolitik
8 Ujian Tengah Semester
9 Geopolitik AS

1
10 Geopolitik Cina
11 Geopolitik Timteng
12 Geopolitik India
13 Geopolitik UE
14 Geopolitik Thailand
15 Geopolitik Indonesia
16 Ujian Akhir Semester

Tugas
1) Tugas Pertama: Buatlah makalah tentang 1) Tugas Pertama: Buatlah makalah tentang
Geopolitik Inggris, dikumpulkan Minggu Kedua Geopolitik Inggris, dikumpulkan Minggu Kedua
2) Tugas Kedua: Buatlah makalah tentang 2) Tugas Kedua: Buatlah makalah tentang
Geopolitik Rusia, dikumpulkan Minggu Kesepuluh Geopolitik Rusia, dikumpulkan Minggu Kesepuluh
* Bentuk Tugas * Bentuk Tugas
1. Huruf Times New Roman 12 1. Tulis Tangan
2. Spasi 1,5 2. Kerta Folio Bergaris
3. Kertas A4 3. Minimal 1 halaman
4. Minimal 5 halaman 4. Jangan dijilid
5. Jangan dijilid 5. Dikumpulkan minggu depan
6. Dikumpulkan minggu depan

2
Geografi Politik (2)
Definisi Geografi Politik
* Konsepsi Geografi Politik
Mendefinisikan Geografi Politik dan ruang lingkupnya merupakan tugas yang
sulit, sebab sasaran dan tujuannya berubah seiring dengan sifat Geografi Politik yang
berubah sebagai suatu disiplin. Tetapi Geografi Politik yang muncul selalu saja lebih dari
sekedar aspek politik dari kajian-kajian geografis kontenporer. Ada suatu jalinan umum
dalam semua Geografi Politik yang didasarkan atas perhatian terhadap negara-negara
sebagai entitas teritorial. Hasilnya adalah analisis-analisis kekuasaan dengan ruang yang
terfokus, yang terpusat pada negara.
Penafsiran dan analisis Geografi Politik dapat dimulai dari pengkajian yang
berpangkal pada aktivitas politik manusia. Politik berasal dari bahasa Yunani “Polis”
berarti kota yang berstatus negara. Segala aktivitas polis untuk kelestarianya disebut
Politica. Politik pada hakekatnya “The art and science of government”. Pada karya Il
Principle yang diterbitkan tahun 1513, Machiavelli dalam Haryomataram (1972),
mengemukakan “Politic Is Power”. Politik adalah daya upaya memperoleh kekuasaan,
penggunaan atau menghambat penggunaannya.Politik dilakukan dalam rangka menjamin
kehidupan negara, dimana kekuasaan (political power) berpusat pada pemerintahan
negara yang bersangkutan. Oleh karena iu, maka perjuangan politik pasa akhirnya
ditujukan untuk menguasai pemerintahannya. Jika politik diartikan sebagai
pendistribusian kekuasaan (power) serta kewenangan (rights) dan tanggung jawab
(responsibilities) dalam kerangka mencapai tujuan politik (nasional), maka Geografi
Politik berupaya mencari hubungan antara konstelasi geografi dengan pendistribusian
tersebut diatas. Hal ini disebabkan karena bagaimanapun juga pendistribusian itu harus
ditebarkan pada hamparan geografi yang memiliki ciri-ciri ataupun watak yang tidak
homogen diseluruh wilayah negara. Inilah cirinya yang ditengarai sebagai sebab mengapa
efek dan efektivitas pendistribusian itu terhadap masyarakat juga tidaklah homogen
sifatnya, yang disebabkan oleh dampak dan intensitas pendistribusian yang bervariasi
diseluruh wilayah negara.
* Konsepsi Geopolitik

3
Istilah Geopolitik pertama kali digunakan oleh Rudolf Kjéllen, seorang ahli
politik dari Swedia pada tahun 1899-1905. sebagai cabang dari Geografi Politik,
Geopolitik fokus pada perkembangan dan kebutuhan akan ruang bagi suatu negara.
Geopolitik mengkombinasikan teorinya Friedrich Ratzel’s tentang perkembangan alami
sebuah negara dengan Heartland Theory (teori kawasan inti) dari Sir Halford J.
Mackinder’s untuk membenarkan praktek-praktek yang bersifat ekspansionis dari
beberapa negara.
Geopolitik merupakan pengembangan dari Geografi Politik, dimana negara
dipandang sebagai satu organisasi hidup yang berevolusi secara spatial dalam kerangka
memenuhi kebutuhan masyarakat bangsanya atau tuntutan kebutuhan akan Lebensraum.
Lebensraum (ruang hidup) yang secara eksplisit dikaitkan dengan perkembangan budaya
bangsa teritorial dengan perluasan, dan yang kemudian digunakan memberikan legalisasi
akademik untuk ekspansi imperialis dari negara Jerman di tahun 1930-an. Ditangan para
pemikir Jerman saat itu, khususnya Haushofer, Geopolitik berkembang dengan pesat
sebagai satu cabang ilmu pengetahuan dimana kekuasaan (politik) dan ruang (raum)
merupakan anasir sentralnya. Sehingga kemudian Haushofer menamakan Geopolitik
sebagai satu science of the state yang mencakup bidang-bidang politik, geografi (ruang),
ekonomi, sosiologi, antropologi, sejarah dan hukum dan pertama kali diuraikan dalam
bukunya yang terkenal ’Macht und Erde’ (kekuasaan/ power dan dunia).
* Geostrategi
Geostrategi merupakan strategi dalam memanfaatkan kondisi geografi negara
untuk menentukan tujuan dan kebijakan. Geostrategi merupakan pemanfaatan lingkungan
untuk mencapai tujuan politik. Geostrategi juga merupakan metode mewujudkan cita-cita
proklamasi.
Geostrategi juga untuk mewujudkan, mempertahankan integrasi bangsa dalam
masyarakat majemuk dan heterogin.
* Penjelasan Istilah
1. Geostrategi: suatu strategi dalam memanfaatkan kondisi lingkungan untuk
mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan nasional;

4
2. Sistem kehidupan nasional adalah himpunan berbagai kelembagaan hidup bangsa
sebagai sistem (ipoleksosbudhankam) sebagai subsistem yang dilengkapi dengan
norma, nilai dan aturan;
3. Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa berisi keuletan,
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional
dalam menghadapi ancaman baik datang dari luar maupun dari dalam.
4. Cita-cita nasional kondisi yang lebih cerah dimasa depan sesuai dengan keinginan
luhur yang terkandung dalam falsafah bangsa.
5. Kepentingan nasional dari aspek keamanan dan kesejahteraan
Kepentingan nasional adalah kepentingan bangsa dan negara untuk mewujudkan
stabilitas nasional bidang politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Pembangunan nasional adalah semua kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh negara
atau pemerintah yang bertujuan untuk mengadakan pembangunan fisik, sikap mental dan
modernisasi pemikiran bagi seluruh bangsa dan rakyat Indonesia.
1. Keamanan adalah suatu kondisi yang dirasakan oleh masyarakat, mengenai
ketenteraman, ketertiban, keselamatan dan kemampu-an untuk mengadakan
pertahanan.
2. Kesejahteraan adalah suatu kondisi yang didapat oleh masyarakat dimana terdapat
rasa kecukupan, kecerdasan, kesehatan, ketaqwaan dan kemudahan untuk
mendapatkan fasilitas pelayanan.
* Konsepsi Ruang dalam Geografi Politik
Ruang merupakan inti dari Geografi Politik, sebab menurut Haushofer dan
pengikutnya ruang merupakan wadah dinamika politik dan militer. Dengan demikian
sesungguhnya Geopolitik merupakan cabang ilmu pengetahuannya yang mengaitkan.
ruang dengan kekuatan fisik dan manusia, dimana pada kenyataannya kekuatan politik
selalu menginginkan penguasaan ruang dalam arti ruang pengaruh, atau sebaliknya,
penguasaaan ruang secara de facto dan de jure merupakan legitimasi dari kekuasaan
politik.
Penguasaan ruang atau ruang pengaruh demikian itu pada intinya sesungguhnya
merupakan satu fenomena spatial dari ruang itu sendiri. Jika ruang pengaruh diperluas
maka akan ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan. dan kerugian akan menjadi

5
lebih besar lagi apabila hal itu dicapai melalui perang. Sumbangan Marxis menafsirkan
politik negara dalam hal aliansi-aliansi kelas berbasis pada ruang. Dari perspektif yang
lebih kultural bangsa-bangsa dan nasionalisme telah dikaji dalam hal keterkaitan khusus
kepada tampat. Tambahan pula sistem dunia Geografi Politik telah dibangun dimana
negara-negara dan bangsa-bangsa dilihat sebagai bagian dari perkembangan sosial dan
ruang sistem dunia modern.
* Makna Penting Batas Bagi Negara
Batas digunakan untuk menentukan kepemilikan publik atau swasta dengan
menentukan lokasi yang tepat di permukaan bumi yang terbedakan dari yang lain. Batas
juga digunakan untuk menandai fungsional dan berhubungan dengan hukum batasan
politik suatu negara. Pengaturan batas merupakan karakteristik dari era sejarah modern
yang terpusat pada negara-negara yang muncul baik diperlukan perlindungan terhadap
serangan dan eksistensi kedaulatan negara. Garis batas yang ditetapkan oleh negara atau
daerah, untuk menetapkan tata ruang yang luas. Hal ini dapat berkontribusi untuk
identitas nasional dan rasa memiliki “mengetahui satu dari tempat”. Secara historis,
benda alam seperti sungai dan gunung melayani keperluan ini.
Dalam kaitan dengan konsep ruang, batas wilayah kedaulatan negara (boundary)
amatlah penting di dalam dinamika hubungan antara negara/ antarbangsa, karena batas
antar negara atau delimitasi sering menjadi penyebab konflik terbuka. Sungguhpun
demikian penentuan delimitasi telah diatur dalam berbagai konvensi internasional, akan
tetapi latar belakang sejarah setiap bangsa/ negara dapat memberikan nuansa politik
tertentu yang mengakibatkan penyimpangan dalam menarik garis boundary tadi, dan
akhirnya bertabrakan dengan negara lain. Kasus konflik teritorial diantara negara-negara
berkembang adalah contoh yang amat sangat nyata, sebab boundary yang ditetapkan oleh
penguasa kolonial tidaklah sejalan dengan sejarah bangsa dan dengan aspirasi politik dari
bangsa yang telah menjadi merdeka. Perbatasan menggambarkan batasan-batasan sebagai
satu kesatuan politis atau yurisdiksi sah tentang undang-undang atau aturan dari
pemerintah suatu negara atau sub-national negara yang mengatur masalah administratif
wilayah. Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu
negara. Perbatasan suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas
wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, menjaga keamanan dan keutuhan

6
wilayah. Penentuan perbatasan negara dalam banyak hal ditentukan oleh proses historis,
politik, hukum nasional dan international. Dalam konstitusi suatu negara sering
dicantumkan pula penentuan batas wilayah. Pembangunan wilayah perbatasan pada
hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Wilayah perbatasan
mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional.
* Pengaruh Letak Bagi Negara
1. Letak dalam makna Accesibility
Accesibility atau asesibilitas artinya keterjangkuan (mudah-sukarnya dicapai).
Sebaliknya ada negara yang lokasinya di pinggiran seperti negara Singapura dan
Malaysia misalnya makna lokasi sentral dan periferis jelas menentukan perkembangan
negara yang bersangkutan. Itu Sebabnya berhubungan dengan penduduk, transportasi,
ekonominya dan sebagainya.
Letak sentral tak perlu berarti terjepit yang serba melemahkan, sebaliknya letak
periferis belum tentu serba menguntungkan. Contohnya di Eropa Barat, letak Jerman itu
akan sentral, tetapi justru akhirnya menakutkan karena dari abad ke abad justru
menguatkan dirinya dengan berbagai cara. Kini letak sentralnya yang membahayakan
tetangga-tetangganya itu sudah dapat dikendalikan.
2. Letak Strategis
Strategis mula-mula berarti menguntungkan bagi peperangan, tetapi kini selain
makna politis dan militer juga dapat ekonomis. Contohnya letak selat Giblatar, teluk
Dadonella dan Basporus, Pulau Malta dan terusan Suez. Semuanya strategis dalam
hubungannya dengan laut Tengah yang seringkali merupakan ajang permainan politik
negara-negara setempat dan para adikuasa. Contoh lain kawasan yang letaknya strategis
adalah kawasan laut Cina Selatan. Kawasan tersebut merupakan jalur pelayaran dan
komunikasi internasional (jalur lintas laut perdagangan internasional), sehingga
menjadikan kawasan itu mengandung potensi konflik sekaligus potensi kerjasama.
3. Perubahan Nilai Letak
Meskipun lokasi sesuatu tempat di permukaan bumi itu adalah tetap akan tetapi
nilai politisnya serta implikasi lokatifnya dapat berubah-ubah mengikuti perkembangan
zaman.

7
Para geograf yang mempelajari masalah-masalah negara harus selalu
memperhitungkan hal-hal yang dapat mengubah nilai lokasi:
a. Akibat kemajuan teknologi transportasi sehingga jarak spasial dapat dikecilkan secara
mengagumkan, segala yang berjauhan dapat didekatkan dengan akibat yang positif
maupun negatif.
b. Pola persebaran pusat-pusat milter. Poilitik secara global (internasional) dapat bergeser
atau berganti.
* Pengaruh Iklim Terhadap Negara
Determinisme iklim memegang pandangan bahwa lingkungan fisik menentukan
kondisi sosial-budayanya. Orang-orang yang meyakini pandangan ini mengatakan bahwa
manusia secara ketat ditentukan oleh stimulus-respon (lingkungan iklim-perilaku) dan
tidak menyimpang.
Kehidupan manusia bertalian erat dengan iklim. Iklim menentukan jenis pangan
yang diusahakan melalui pertanian setempat, iklim juga mempengaruhi gaya hidup
manusia. Vitalitas manusia yang mendorong pencapaiannya secara kultural juga memiliki
latar belakang iklim tertentu. Kekuasaan politik ternyata juga berkaitan dengan iklim
wilayah yang menguntungkan. Tentang iklim ini kemudian diperjelas dengan pendapat E.
Huntington yang terkenal dengan aliran determinisme geografis, dalam bukunya
Civilization and Climate (1915) yang menyebutkan bahwa semua kebudayaan bangsa
yang pernah muncul dalam sejarah atau yang dapat dianggap maju ekonominya, terletak
di daerah-daerah yang mempunyai iklim sedang. Elsworth Huntington memaknai iklim
makna secara luas, mempengaruhi kehidupan manusia melalui tiga cara: (a) membatasi
gerakan manusia; (b) menjadi faktor utama dalam mengontrol wujud dan jenis-jenis
kebutuhan materiil manusia, yakni pangan, sandang dan papan; (c) secara langsung
berpengaruh atas kesehatan dan energi manusia.

8
Geografi Politik (3)
Teori Geopolitik
* Teori Kekuasaan
Wawasan nasional dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik
yang dianut oleh negara yang bersangkutan.
1. Paham-paham Kekuasaan
a. Machiavelli (abad XVII)
Sebuah negara itu akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil:
1. Dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan segala cara dihalalkan
2. Untuk menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (devide et empera) adalah sah.
3. Dalam dunia politik, yang kuat pasti dapat bertahan dan menang.
b. Napoleon Bonaparte (abad XVIII)
Perang dimasa depan merupakan perang total, yaitu perang yang mengerahkan
segala daya upaya dan kekuatan nasional. Napoleon berpendapat kekuatan politik harus
didampingi dengan kekuatan logistik dan ekonomi, yang didukung oleh sosial budaya
berupa ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa untuk membentuk kekuatan
pertahanan keamanan dalam menduduki dan menjajah negara lain.
c. Jendral Clausewitz (abad XVIII)
Jendral Clausewitz sempat diusir pasukan Napoleon hingga sampai Rusia dan
akhirnya dia bergabung dengan tentara kekaisaran Rusia. Dia menulis sebuah buku
tentang perang yang berjudul “Vom Kriegen” (tentang perang). Menurut dia perang
adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Buat dia perang sah-sah saja untuk mencapai
tujuan nasional suatu bangsa.
d. Fuerback dan Hegel
Ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara adalah seberapa besar surplus
ekonominya, terutama diukur dengan seberapa banyak emas yang dimiliki oleh negara
itu.
e. Lenin (abad XIX)
Perang adalah kelanjutan politik dengan cara kekerasan. Perang bahkan
pertumpahan darah/ revolusi di negara lain di seluruh dunia adalah sah, yaitu dalam
rangka mengkomuniskan bangsa di dunia.

9
f. Lucian W. Pye dan Sidney
Kemantapan suatu sistem politik hanya dapat dicapai apabila berakar pada
kebudayaan politik bangsa yang bersangkutan. Kebudayaan politik akan menjadi
pandangan baku dalam melihat kesejarahan sebagai satu kesatuan budaya.
Dalam memproyeksikan eksistensi kebudayaan politik tidak semata-mata
ditentukan oleh kondisi-kondisi obyektif tetapi juga harus menghayati kondisi subyektif
psikologis sehingga dapat menempatkan kesadaran dalam kepribadian bangsa.
2. Teori Geopolitik (Ilmu Bumi Politik)
Sebagaimana telah disisipkan dalam mata kuliah pengantar hubungan
internasional, mahasiswa HI semestinya sudah menyadari bahwa disiplin hubungan
internasional mendapat perhatian besar dari para pemikir utamanya sejak berakhirnya
Perang Dunia II (1918-1945). Selain itu, hubungan internasional juga memperoleh
sumbangan pemikiran utamanya realis pasca Perang Dingin (1991). Selama empat
dekade tersebut, geopolitik dan geostrategi menjadi salah satu strategi digunakan oleh
para analisis untuk mengukur kemampuan suatu negara dalam analisis tingkat negara
(state level analysis dan macro level analysis) melalui atribut nasional suatu negara,
yakni geografi. Kondisi fisik geografi juga menjadi faktor untuk menyusun kebijakan
suatu negara dan bagaimana faktor-faktor geografi tersebut mempengaruhi hubungan
antarnegara dan struggle for world domination. Geografi juga terkait dengan kandungan
sumber daya alam suatu negara (Hudson, 2007).
Akan tetapi pasca Perang Dingin dengan segala fenomena krusial yang
mengikutinya seperti globalisasi, seolah mengaburkan konsep geopolitik dan geostrategi.
Apakah benar demikian? Beberapa sarjana hubungan internasional menggambarkan
bagaimana seakan-akan fenomena berakhirnya Perang Dingin dan globalisasi menjadi
konsep yang mulai ditinggalkan. Salah satu sarjana yang mengilustrasikannya adalah
Gearóid Ó Tuathail (seorang professor geografi Virginia Tech) dan Simon Dalby
(Profesor Geografi Universitas Carleton, Kanada) (1998). Dalam bukunya berjudul
Geopolitics and Rethinking, Gearóid Ó Tuathail menggunakan istilah geopolitik Perang
Dingin (Cold War geopolitics) untuk membedakannya dengan geopolitik pasca Perang
Dingin.

10
Mengapa demikian? Gearóid Ó Tuathail menjelaskan bahwa konsep geopolitik
saat itu telah mengalami pergeseran pusat kajian geopolitik. Gearóid Ó Tuathail tidak
menyangkal bahwa seiring dengan berakhirnya Perang Dingin maka berakhir pula ide
geopolitik yang melingkupinya kala itu. Misalnya, ide geopolitik Perang Dingin
mengijinkan seorang ahli strategi mendapatkan wacana ilmiah guna mendukung karir
birokrasinya selama kompleksitas dihasilkan oleh Perang Dingin, utamanya dalam bidang
akademik dan industri militer yang saat itu sedang sangat populer. Konsep geopolitik di
saat juga mencitrakan potensi ancaman dari pihak yang berseteru. Geopolitik Perang
Dingin terbukti mampu menghadirkan ideologi politik pervasif yang powerful yang
bertahan selama empat puluh tahun.
Kelahiran konsep geopolitik berasal dari berbagai pemikiran oleh serangkaian
sarjana geografi dan hubungan internasional, selama dekade terakhir mereka
menginvestigasi geopolitik sebagai suatu fenomena budaya, politik, dan sosial daripada
suatu manisfetasi world politics (Ó Tuathail and Dalby, 1998). Akan tetapi, Parker (1985)
melengkapi bahwa geopolitik lebih dari sekedar fenomena kultural seperti telah
dideskripsikan oleh tradisi geopolitik negarawan biasa. Lebih lengkap untuk
mendeskripsikan konsep geopolitik paling dekat dengan ilmu hubungan internasional
maka kita mesti merujuk pada James Burnham (1941), Friedrich Ratzel (1844-1904), dan
Karl Haushofer (1869-1946) .
a. Friedrich Ratzel (1844-1904)
Dalam bukunya Politische Geographie (1897) dan Laws of the Spatial Growth of
States (1986) berisi pondasi geopolitik. Ratzel, pendiri German School of Geopolitik
menekankan bahwa state merupakan badan organis yang secara natural tumbuh (misal
bertambah luas batasnya) seolah Ratzel berusaha menghubungkan teori seleksi alam
Darwin tentang ruang melalui teori negara organis. Ia melihat ekspansi Amerika terhadap
tanah Indian sebagai hal serupa ketika Jerman mengembangkan teritorinya sepanjang
daratan Slavia, Eropa timur. Lebih lanjut, Ratzel menegaskan state tidak bersifat statis
melainkan tumbuh secara natural, batas menjadi analogi sederhana dari kulit yang bisa
meluruh. Untuk itu, Ratzel menjadi orang pertama yang memperkenalkan istilah
lebensraum (livingspace). Salah satu kutipan Ratzel yang paling terkenal adalah: “There
is in this small planet, sufficient space for only one great state.”

11
b. James Burnham (1941)
Burnham memainkan peran utama dalam mengembangkan geopolitik anti-
kommunisme di era Perang Dingin. The Struggle for World (1947), pada awalnya
dirancang sebagai studi rahasia untuk Office of Strategic Services (para pendahulu CIA)
pada 1944, dan dimaksudkan untuk digunakan oleh delegasi Amerika Serikat pada
Konferensi Yalta. Saat itu, dia bersikeras, “sebuah aksioma geopolitik bahwa jika ada
satu daya berhasil mengatur (Eurasia) Heartland dan hambatan luar, kekuatan itu pasti
akan menguasai dunia.” Mengikuti Mackinder, Burnham menyatakan bahwa Uni Soviet
muncul sebagai kekukatan Heartland besar pertama, dengan besar, dengan penduduk
yang terorganisir politis merupakan ancaman bagi seluruh dunia yang lain.
c. Karl Haushofer (1896-1946)
Karl Haushofer seorang Jendral Jerman yang menyuarakan kepentingan Jerman
untuk memperluas tempat hidupnya dimana populasi Jerman dan sumber daya alam bisa
diakomodasi. Selain itu, Haushofer juga menyatakan hegemoni regional yang sama dapat
didirikan di sekitar negara kuat, misalnya ia mencontohkan Pan Germanism atau Pan-
Europe milik Jerman.
d. Sir Halford Mackinder (Konsep Wawasan Benua)
Memasuki awal abad ke-19, hadir seorang tokoh terkemuka geopolitik kelahiran
Inggris bernama Sir Halford Mackinder yang juga mendapat julukan sebagai intellectual
architect dalam pemahaman prinsip keamanan internasional. Dia mengklasifikasikan
dunia menjadi empat bagian yakni: 1. Heartland mencakup kawasan Asia Tengah dan
Timur Tengah (World Island); 2. Marginal Lands mencakup kawasan Eropa Barat, Asia
Selatan, sebagian Asia Tenggara dan sebagian besar daratan Cina; 3. Desert mencakup
wilayah Afrika Utara dan yang terakhir, 4. Island or Outer Continents meliputi Benua
Amerika, Afrika Selatan, Asia Tenggara dan Australia.
Teori ahli Geopolitik ini menganut “konsep kekuatan”. Ia mencetuskan wawasan
benua yaitu konsep kekuatan di darat. Ajarannya menyatakan; barang siapa dapat
mengusai “daerah jantung”, yaitu Eropa dan Asia, akan dapat menguasai “pulau dunia”
yaitu Eropa, Asia, Afrika dan akhirnya dapat mengusai dunia.
e. Sir Walter Raleigh dan Alferd Thyer Mahan (Konsep Wawasan Bahari)

12
Barang siapa menguasai lautan akan menguasai “perdagangan”. Menguasai
perdagangan berarti menguasai “kekayaan dunia” sehinga pada akhirnya menguasai
dunia.
f. W. Mitchel, A. Seversky, Giulio Douhet, J.F.C. Fuller (Konsep Wawasan
Dirgantara)
Kekuatan di udara justru yang paling menentukan. Kekuatan di udara mempunyai
daya tangkis terhadap ancaman dan dapat melumpuhkan kekuatan lawan dengan
penghancuran dikandang lawan itu sendiri agar tidak mampu lagi bergerak menyerang.
g. Nicholas J. Spykman
Teori daerah batas (Rimland) yaitu teori wawasan kombinasi, yang
menggabungkan kekuatan darat, laut, udara dan dalam pelaksanaannya disesuaikan
dengan keperluan dan kondisi suatu negara.
Akhirnya, dalam konseptualisasi geopolitik sebagai “penalaran yang tersituasi”,
perspektif kritis juga berusaha untuk berteori sosio-spasial lebih luas dan keadaan
technoterritorial pengembangan dan penggunaan. Sebagai rasionalitas praktis yang
ditujukan untuk berpikir tentang ruang dan strategi dalam politik internasional, geopolitik
secara historis sangat terlibat dalam apa yang Foucault (1991) mengistilahkan
“governmentalisasi negara.” Pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa yang dimaksud dengan
jalan menuju kebesaran nasional bagi negara ? (pertanyaan kunci untuk Alfred Mahan),
Apa hubungan terbaik dari sebuah negara untuk wilayahnya dan bagaimana negara dapat
tumbuh? (pertanyaan mendasar untuk Friedrich Ratzel), dan Bagaimana negara
direformasi sehingga yang kerajaan dapat diperkuat (pertanyaan untuk Mackinder) adalah
pertanyaan pemerintah praktis memotivasi para pendiri dari apa yang kita kenal sebagai
“klasik geopolitik”. Sejarah dari pemecahan masalah praktis pengetahuan statis terikat
dengan pembentukan negara dan kerajaan dan teknik kekuasaan yang memungkinkan
bagi mereka untuk mengembangkan wilayah dan masyarakat untuk manajemen dan
kontrol. (Ó Tuathail dan Dalby, 1998).

13
Geografi Politik (4)
Perkembangan Geopolitik
* Geopolitik, Geostrategi dan Tatanan Dunia Baru
Uneven Development bila diartikan adalah pembangunan tidak merata. Ini
merupakan suatu istilah yang digunakan dalam teori Marxis dalam menunjukkan proses
perubahan dunia oleh kapitalisme secara keseluruhan. Pembangunan yang tidak merata
ini mencakup bidang ekonomi dan sosial. Ketidakmerataan pembangunan ini
menyebabkan munculnya perbedaan secara sosial dan ekonomi. Hal ini menyebabkan
semakin seringnya muncul istilah kaya dan mikin, borjuis dan proletar, negara dunia
pertama dan ketiga, dan lain sebagainya. Kemiskinan karena pembangunan yang tidak
merata, menurut Walt Whitman Rostow, disebabkan karena kurang terlibatnya partisipasi
negara dalam perdagangan dunia. Untuk itu dibutuhkan harmonisasi sistem dalam
perdagangan internasional agar semua negara dapat meraih keuntungan.
Berbeda dengan teori Rostow, terdapat model core-pheripery yang berasumsi
bahwa kemiskinan merupakan hasil dari keterlibatan negara di dalam ekonomi dunia. Ini
menggambarkan suatu keterkaitan antara negara yang kaya dan yang miskin. Negara
yang kaya (core) akan mendapat keuntungan dalam kapitalisme, sedangkan negara yang
bergantung kepada negara lain atau negara miskin (periphery) akan menjadi semakin
miskin karena persaingan. Digambarkan dalam model utara dan selatan, sebelah Utara
adalah negara core sebagai pemegang kendali ekonomi internasonal dan sebelah selatan
adalah negara periphery sebagai pengikut dan pasif. Terdapat tiga macam pembagian
negara menurut Immanuel Wallerstein dalam teori strukturalisme, yaitu core, semi-
peripheral dan peripheral. Negara core merupakan negara-negara yang dominan dan
sebagian besar menganut sistem kapitalisme, contohnya seperti negara Amerika dan
Inggris. Negara semi-peripheral merupakan negara-negara yang tingkat
perekonomiannya cukup baik dan cukup berpengaruh, seperti Cina dan India. Negara
peripheral merupakan negara-negara yang tingkat perekonomiannya masih dalam taraf
berkembang, seperti negara-negara di kawasan Asia dan Afrika. Struktur ini
mengakibatkan tidak dapat dihindarkannya proses kapitalisme oleh negara core kepada
negara berkembang maupun negara miskin.

14
Cerita pergulatan ekonomi ini berawal ketika terjadi peningkatan industrialisasi di
kawasan Eropa yang kemudian mengawali munculnya kolonialisme dan imperialisme
yang dilakukan oleh Spanyol dan Portugis pada tahun 1500-an. Begitu pula dengan
Amerika yang sangat konsen pada pengembangan pertambangan emas dan perak serta
mengembangkan pasar seluas-luasnya dan mencari bahan mentah sebanyak-banyaknya
yang akhirnya juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan kolonialisme di negara-negara
kawasan Asia dan Afrika. Persaingan ekonomi semakin panas dengan munculnya Inggris
sebagai pengembang produksi industri batubara, kapas dan besi. Negara-negara tersebut,
saat itu dapat dikatakan sebagai negara core dan negara yang terkena penjajahan disebut
negara periphery.
Pada masa bipolar, Amerika dan Uni Soviet berperang secara tidak langsung
untuk merebut gelar sebagai satu-satunya negara adidaya (core) di dunia. Perebutan
Timur Tengah yang diketahui sebagai ladang minyak pun ikut meramaikan perang urat
syaraf ini. Mereka menilai, barang siapa yang dapat menguasai ladang minyak maka akan
dapat mengusai perekonomian dan politik dunia. Pada masa setelah Perang Dingin,
Amerika tampak sebagai satu-satunya negara core yang telah mengalahkan Uni Soviet
pada masa Bipolar. Ini menimbulkan tatanan ekonomi internasional yang baru dimana
Amerika menguasai sebagian besar pasar dan menjadi tumpuan negara-negara kecil
lainnya. Namun, perubahan konstelasi geopolitik global ini bukan merupakan jaminan
akan terbentukanya tatana internasional yang seimbang, stabil dan aman bagi hubungan
antar bangsa di dunia internasional. Dengan adanya unipolaritas, negaa lain dibuat
menjadi tergantung dan tidak mandiri. Ini membuktikan bahwa keterlibatan negara
membuat pembangunan menjadi tidak merata. Karena negara core akan selalu berusaha
untuk menjadi yang utama dan tidak ingin negara lain makmur. Ia akan selalu berusaha
menguasai keadaan, seperti halnya Amerika dalam melawan terorisme. Amerika
membuat beberapa negara menjadi tersangka markas terorisme yang akhirnya
menimbulkan spekulasi bahwa negara-negara berpenduduk Muslim dimasukan dalam
kategori yang berpotensi sebagai kantong-kantong terorisme internasional.
Semakin lama, negara yang dulunya disebut sebagai negara periphery kemudian
muncul secara perlahan sebagai aktor baru dalam ekonomi dan politik internasional.
Unipolaritas Amerika semakin diwarnai oleh ketakutan akan pemenang baru dalam dunia

15
yang semakin maju. Negara-negara di kawasan Asia seperti Cina, Jepang, India, dan
Korea Selatan perlahan memperlihatkan taringnya sebagai Macan Asia. Industri mereka
berkembang pesat dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Produk Cina dan Jepang
dengan cepat membanjiri pasar dunia, bahkan di Amerika produk-produk industri buatan
Cina lebih diminati karena lebih murah dan alat elektronik serta otomotif Jepang sudah
mulai menguasai sebagian pasar Amerika. Ini membuat tatanan dunia berubah dari
unipolar menjadi multipolar. Sehinggga pusat kekuatan tidak hanya dimonopoli oleh
Amerika lagi yang selama masa kepemimpinannya menerapkan prinsip unilateralisme
dengan alibi menjadi polisi dunia yang berhak menentukan segalanya.
Menurut para peneliti, inilah yang menyebabkan beberapa perubahan di tatanan
dunia internasional. Beberapa kali terjadi pergantian poros yang mengakibatkan
perubahan pandangan geopolitik dan geostrategi. Para aktor berusaha menepatkan
negaranya dalam posisi poros utama dalam tatanan dunia dengan meilhat aspek-aspek
geografi, politik dan ekonomi. Ini pula yang menyebabkan maraknya persaingan
kapitalisme di negara-negara maju dan berkembang dan menimbulkan pembangunan
dunia yang tidak merata.
* Kajian Geopolitik dan Geostrategi Era Abad ke-21: Masih Relevankah?
Geopolitik sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan pertama kali ditemukan
oleh ilmuwan Swedia yang bernama Rudolf Kjellen pada tahun 1899-1905. Pada saat
itu, geopolitik dipahami sebagai suatu imperial knowledge mengenai hubungan antara
kondisi fisik bumi dan politik. Sebagai contoh adalah Jerman yang pada masa itu
merupakan salah satu great powers menggunakan konsep Lebensraum sebagai justifikasi
untuk mempeluas kekuasaannya. Contoh lain adalah Amerika Serikat yang berusaha
untuk menguasai dunia dengan menggunakan sea power theory ala Mahan. Mahan
menyatakan bahwa “…the path to national greatness lay in commercial and naval
expansionism. All truly great powers were naval powers.” Pemikiran-pemikiran
geopolitik pada masa itu cenderung digunakan sebagai suatu ilmu tentang bagaimana
negara-negara besar atau great powers menaklukkan negara lain atau suatu ilmu untuk
menjelaskan fenomena imperialisme. Dengan kata lain, menurut Tuathail dalam bukunya
The Geopolitics Reader era ini dinamakan dengan era imperialist geopolitics.

16
Era berikutnya adalah pada saat Perang Dingin, atau dinamakan dengan cold war
geopolitics. Era ini ditandai dengan kontes penyebaran pengaruh dan kontrol terhadap
negara-negara lain serta sumber daya strategis antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Kontes antar keduanya yang lebih dikenal dengan kontes ideologi ini menyebabkan
sistem dunia menjadi bipolar. Geopolitik pada masa ini digunakan untuk menjelaskan
fenomena sistem dunia yang bipolar tersebut dan bagaimana kedua negara besar tersebut
menyebarkan pengaruhnya satu sama lain. Runtuhnya tembok Berlin dan jatuhnya Uni
Soviet menandai berakhirnya kontes ideologi antar kedua negara tersebut. Hal tersebut
menyisakan Amerika Serikat menjadi pemenang tunggal dalam kontes tersebut. Tak
salah kemudian jika Fukuyama menyatakan berkhirnya Perang Dingin merupakan The
End of History yaitu era ketika kontes ideologi liberalisme dan komunisme berakhir dan
menyisakan liberalisme sebagai ideologi yang lebih baik.
Berakhirnya Perang Dingin tak hanya menyisakan liberalisme sebagai ideologi
tunggal, namun juga mengubah tatanan dunia yang semua bipolar menjadi multipolar.
Hal ini dibuktikan dengan munculnya kekuatan-kekuatan baru seperti Jepang, Cina, dan
Uni Eropa yang nantinya diprediksi akan mampu mengimbangi kekuatan Amerika
Serikat. Tidak hanya itu, pada tahun 1990-an saat Perang Dingin berakhir terjadi Perang
Teluk yang melibatkan Irak dan koalisi internasional yang dipimpin oleh Amerika
Serikat. Pasca Perang Teluk ini menurut Presiden Amerika Serikat George W. Bush
disebut sebagai era new world order. Era new world order ini yang juga merupakan era
berakhirnya abad ke-20 tak lagi diwarnai konflik-konflik perebutan wilayah atau
pengaruh antar superpowers. Selain karena era new world order ini hanya menyisakan
Amerika Serikat sebagai the only superpowers, menurut Samuel P. Huntington dalam
thesisnya yang terkenal yaitu “The Clash of Civilizations”, konflik-konflik masa depan
tidak lagi merupakan konflik ideologi atau konflik ekonomi melainkan konflik antar
peradaban. Lebih lanjut Huntington menyatakan bahwa “Nation states will remain the
most powerful actors in world affairs, but the principal conflicts of global politics will
occur between nations and groups of different civilizations.”
Adanya thesis Huntington ini menunjukkan bahwa konflik-konflik masa depan
tak lagi berdasarkan pada kekuatan ekonomi maupun kondisi geografis saja melainkan
pada peradaban itu sendiri. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi penulis terkait dengan

17
judul tulisan ini. Lantas bagaimanakah kelanjutan studi geopolitik di abad ke-21? Apakah
masih relevan untuk dipelajari?
Untuk menjawab pertanyaan ini, harus dikembalikan dulu pada definisi geopolitik
itu sendiri. Geopolitik terkadang dipahami sebagai suatu ilmu yang mempelajari
keterkaitan antara kondisi geografis suatu negara dan perumusan kebijakan luar
negerinya, berdasarkan definisi ini dapat dikatakan bahwa kajian geopolitik sudah lagi
tak relevan mengingat sekarang ini banyak bermunculan aktor-aktor non-negara atau
non-state actor dan juga isu-isu yang berkembang tak lagi menyangkut high-politics saja
melainkan juga low-politics. Tetapi kalau geopolitik dipahami sebagai suatu ilmu yang
berhubungan dengan pandangan komprehensif mengenai peta politik dunia, dapat
dikatakan bahwa kajian geopolitik masih relevan. Kalau dalam era abad ke-19 geopolitik
cenderung dipahami sebagai imperial knowledge hal itu dikarenakan adanya kesadaran
bahwa dunia yang ditempati oleh negara-negara pada waktu itu merupakan closed
political space seperti yang dinyatakan oleh MacKinder. Kemudian di era Perang Dingin
geopolitik digunakan untuk menjelaskan kontes ideologi antara dua superpowers
(Amerika Serikat dan Uni Soviet) karena pada waktu itu Perang Dingin diwarnai oleh
perebutan pengaruh antar keduanya, sehingga dibutuhkan semacam geostrategi untuk
dapat memenangkan kontes tersebut. Dan di era new world order ketika negara tak lagi
menjadi aktor utama dalam hubungan internasional karena banyak bermunculannya non-
state actors seperti MNC, NGO, dll dan isu-isu yang dibahas juga mulai bergeser dari
isu-isu high-politics ke low-politics menyebabkan fokus kajian geopolitik ini senantiasa
berubah. Seperti yang dinyatakan Tuathail bahwa “Geopolitics is best understood in its
historical and discursive context of use”. Yang perlu ditekankan di sini adalah geopolitik
menyangkut tentang bagaimana konteks keruangan (spatial) mempengaruhi perilaku
negara-negara di dunia untuk bertarung dalam politik internasional.

18
Geografi Politik (5)
Geopolitik Modern
* Geopolitik Modern
John Agnew, bersama dengan rekannya Corbridge, mencoba memberikan
teorema-teorema umum geopolitik yang akan memposisikannya sebagai ide sekaligus
praksis. Hasilnya adalah sebuah teori hibrida dari geopolitik dan ekonomi politik,
Ekonomi Geopolitik. Ekonomi Geopolitik didapatkan dengan cara menggabungkan
pemikiran Lefebvre dari Perancis tentang Aktivitas Keruangan (Spatial Practice) dan
Gambaran Keruangan (Representation of Space) dengan pemikiran Gramsci dari Italia
tentang hegemoni. Geopolitik Modern yang tersifati secara ekonomi ini diyakini sebagai
hasil aktivitas manusia, bukan sekedar given. Ia disadari sebagai filosofi negara, sebuah
teknologi mental untuk memerintah.
Henry Lefebvre mendefisiniskan Spatial Pratices sebagai Aliran, interaksi dan
pergerakan material fisik, kedalam dan melintasi ruang; sebagai ciri fundamental dari
produksi ekonomi dan reproduksi sosial. Sedangkan Representation of Space merupakan
keseluruhan konsep, dan kode geografis yang digunakan untuk membicarakan dan
memahami aktivitas keruangan. Mudahnya, aktivitas keruangan adalah bersifat material
dan gambaran keruangan adalah wacana atas aktivitas keruangan.
Anthonio Gramsci menggunakan konsep hegemony untuk menambal kekurangan
analisa Karl Marx. Marx meramalkan bahwa revolusi proletariat menuju masyarakat
sosialis akan terjadi di negara kapitalis paling maju. Sementara kenyataannya, revolusi
tersebut malah terjadi di negara agraris, Rusia. Gramsci dari penjara Italia
mempertanyakan, mengapa revolusi tersebut sulit dilakukan di Eropa Barat? Hegemoni
yang merupakan konsep keunggulan kepemimpinan adalah jawabannya. Hegemoni dapat
dipahami sebagai langkah eksploitasi dan alienasi struktural, bisa juga sebagai kondisi
statis hubungan antar negara.
Dari pembedaan Lefebvre dan konsep hegemoni Gramsci, Agnew dan Corbridge
mencoba menjembataninya dengan relasi dialektis antara materi dan wacana, yang
kemudian diatasnya dibangun dua istilah baru, yakni Orde Geopolitik dan Wacana
Geopolitik. Orde geopolitik adalah aktivitas keruangan dalam ekonomi politik dunia.
Order sebagai rutinitas aturan, institusi, aktivitas dan strategi, dimana ekonomi politik

19
internasional bekerja dalam periode sejarah yang berbeda-beda; memerlukan karakteristik
geografis. Antara lain, derajat relatif sentralitas teritorial negara atas aktivitas ekonomi
dan sosial, hirarkhi negara, jangkauan ruang aktivitas negara-negara dan aktor lain,
keterhubungan atau keterputusan ruang antar aktor, aktivitas keruangan yang didukung
oleh teknologi informasi dan militer, dan peringkat kawasan tertentu ataupun negara-
negara dominan tertentu dalam hal ancaman dominasi ataupun keamanan militer dan
ekonomi.
Dari karakteristik ini dapat kita simpulkan bahwa ada empat Orde Geopolitik
semenjak istilah geopolitik sendiri lahir, yaitu Orde Inggris, Orde Persaingan antar
Kerajaan, Orde Perang Dingin, Orde Liberalisme Transnasional. Dalam masing-masing
orde tersebut terdapat hubungan hegemonik. Boleh jadi Orde geopolitik tidak memiliki
satu negara hegemon, contohnya adalah Orde terakhir. Pasca Perang Dingin, dunia tidak
dihegemoni oleh satu negara, akan tetapi beberapa negara kuat seperti Amerika Serikat,
Jepang, dan Jerman, yang disatukan oleh Pasar Dunia dan institusi/ organisasi
transnasional semacam Uni Eropa, WTO, IMF dan Bank Dunia. Orde Liberalisme
Transnasional menjelaskan bahwa dunia sedang mengalami perkembangan universal,
yaitu perluasan dan penambahan Pasar Kapitalis di seluruh dunia.
Istilah kedua, Wacana geopolitik, merupakan Gambaran keruangan atas hegemoni
yang terjadi di dunia. Gambaran tersebut didapat sebagai hasil pewacanaan para
intelektual negara baik teoritisi maupun praktisi atas pembacaan maupun penulisan
geografis dalam ekonomi politik internasional. Ada empat karakteristik Wacana
geopolitik yang berupa mentalitas geopolitik. Pertama, adalah Visualisasi global, dimana
dunia dipandang sebagai satu gambar yang dilihat dari satu sudut yang menguntungkan.
Kedua, waktu dipahami dalam konsep ruang, diamana blok/ kompleks ruang dipisahkan
dan diberi label sesuai atribut periode waktu, relatif terhadap pengalaman sejarah ideal
salah satu blok/ komplek. Tiga, negara menjadi gambaran utama keruangan global,
dengan asumsi bahwa negara memiliki power eksklusif atas wilayahnya (kedaulatan),
bahwa hubungan domestik dan luar negeri merupakan bidang yang berbeda, bahwa
batasan negara menjelaskan batasan masyarakat. Empat, pengejaran keunggulan oleh
negara-negara dominan dalam sistem antar negara, dengan asumsi, bahwa power didapat
dari keuntungan lokasi geografis, besar populasi, dan sumber daya alam, bahwa power

20
adalah atribut yang digunakan untuk memonopoli dalam kompetisinya dengan negara
lain.
Senada dengan Orde geopolitik, Wacana geopolitik, berdasarkan karakteristiknya,
juga terperiode dalam empat Wacana, yaitu Wacana Peradaban (abad 19), Wacana Alami
(akhir abad 19 hingga akhir Perang Dunia II), Wacana Ideologi (Perang Dingin), dan
Wacana Perbesaran (Post Cold War). Wacana perbesaran ini dapat dilihat pasca Perang
Teluk II, dimana pemerintahan Clinton, sebagai salah satu hegemon dunia melakukan
perluasan atas komunitas negara yang menerapkan demokrasi pasar. Hal tersebut
dilakukan dengan mewacanakan konsep Liberalisme Transnasional dalam diskusi-diskusi
pakar, perkuliahan para mahasiswa, dan pemberitaan media massa.
Geopolitik Modern adalah pendekatan yang lebih relevan atas kondisi geopolitik
dunia saat ini. Dimana negara-negara terkonsentriskan dalam hegemoni tersendiri,
dengan satu rumpun wacana yang sama, globalisasi ekonomi kapitalis. Dimana negara-
negara berusaha mencari power relatifnya atas negara lain/ hegemon lain, yang terdiri
dari komponen fisik dan komponen ide/ wacana.
* Geopolitik Postmodern
Posmodern didefinisikan oleh Lyotard sebagai keraguan atas meta-narasi (kisah-
kisah besar). Tokohnya antara lain Michel Foucault yang mengatakan bahwa power dan
pengetahuan memiliki hubungan yang determinis. Ia juga menganggap bahwa tidak ada
kebenaran diluar rezim kebenaran, aforismanya adalah “bagaimana sebuah sejarah
memiliki nilai kebenaran, apabila kebenaran itu sendiri memiliki sejarah?” Tokoh lainnya
adalah Jacques Derrida yang mengkonsepkan dekonstruksi dan pembacaan ganda atas
wacana dan teks.
Menurut Robert Rich, di era globalisasi dan transnasionalisme, geometri ekonomi
ia gambarkan sebagai jaring-jaring global (Global Webs). Kebangsaan sebuah perusahaan
tidak menjadi relevan; power dan kemakmuran mengalir cepat dalam jaring-jaring
ekonomi tersebut, melalui efisiensi telekomunikasi dan transportasi. Teknologi informasi
yang menciptakan hyper-reality menjadi sangat penting dalam geometri power yang
baru.
Lebih jauh, Manuel Castells menyatakan bahwa fungsi dan proses dominan di era
informasi adalah jaringan kerja sosial baru (new network society). Jaringan tersebut

21
menentukan morfologi sosial, dan tentu saja merubah secara substansial hasil dan proses
bekerjanya produksi, pengalaman, power, dan kebudayaan. Ia juga menyebutkan bahwa
kini dunia terskemakan dalam flows-webs-connectivity-network.
Sedikit berbeda dengan teori jaringan Castells, Bruno Latour mengkonsepkan
teori Aktor-Jaringan. Menurutnya, dunia ditinggali oleh kolektivitas manusia dan bukan
manusia, yang membentuk lebih dari jaringan teknik ataupun sosial. Ilmu geografi,
pemetaan, pengukuran, triangulasi, menurut teori aktor-jaringan, tidaklah berguna lagi.
Ukuran universal atas kedekatan, jauh, dan skala tidak lagi berdasarkan ukuran-ukuran
fisik, akan tetapi konektivitas jaringan. Jika geografi dikonsepkan ulang sebagai
konektivitas, bukan lagi ruang, maka ruang sebenarnya yang berasal dari pemikiran
tradisional hanyalah salah satu jaringan dari keseluruhan jaringan.
Sementara itu T. Luke mencoba memperiodisasi narasi hubungan manusia dan
alam serta perubahan lingkungan dan order. Menurutnya ada tiga periode, yaitu First
nature, Second nature, dan Third nature. Dalam first nature, hubungan manusia dan alam
tidak dimediasi oleh sistem teknologi yang kompleks. Orde keruangan bersifat organik
dan corporeal/ hajatul udhowiyyah (sekedar memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh).
Hubungan selanjutnya adalah manusia membuat teknologi artifisial melalui industri
kapitalisme modern semenjak abad ke-18. Orde keruangan merupakan hasil rekayasa,
yang ditandai dengan banyaknya kompleks perangkat keras yang senantiasa berevolusi.
Di masa ketiga, orde keruangan dihasilkan oleh sistem saibernetis, segalanya menjadi
elektronik dan digital. Hal ini disebabkan oleh kapitalisme yang berkembang cepat dan
struktur informasi yang mengglobal. Geografi modern menjadi info-graf posmodern,
yang bersifat telemetrik.
Untuk mengkonsepkan Geopolitik Posmodern, Gearód Ó Tuathail mencoba
menggabungkan keempat pandangan tersebut guna menjawab lima pertanyaan berikut:
a. Bagaimana menggambarkan ruang global?
Kini dengan kemajuan teknologi yang ada, dunia dapat digambarkan melalui
simulasi yang dihasilkan oleh Sistem Informasi Geografis dan teknologi visualisasi dan
simulasi telemetrik lainnya. Kejadian di suatu tempat yang jauh dapat dilihat didengar
dan dirasa oleh manusia dan pembuat kebijakan di tempatnya secara langsung. Hal ini
disebabkan oleh konektivitasnya dengan teknologi. Kecepatan, kuantitas, dan intensitas

22
informasi menjadi perhitungan utama dalam refleksi dan pembuatan kebijakan luar
negeri.
b. Bagaimana ruang global dipisahkan dalam blok indentitas dan perbedaan lainnya?
Pandangan dunia Eucidian yang membatasi dunia dengan batasan fisik, kini tidak
relevan lagi, terlebih dengan adanya globalisasi pasar dunia. Dunia hanya bisa dipisahkan
berdasarkan globalisasi jaringan ekonomi produksi dan konsumsi. Hirarki keruangan
modern digantikan binaritas keruangan wacana, yaitu liberal dan non-liberal
(fundamentalis, revivaris).
c. Bagaimana mengkonsepkan power global?
Power di jaman modern terdiri dari GPS (Geografi, Populasi, dan Sumber Daya
Alam). Melalui revolusi teknologi informasi, semuanya berubah menjadi telemetrik.
Akhirnya dikenal konsep ISR (Informasi intelejen, Surveilance [observasi detail dari
jarak jauh], dan Reconnaissance [Pengenalan ulang obyek]) dan C4I (Command, control,
communications, computer processing, dan intelejen) untuk mendapatkan power relatif.
Paradoks yang terjadi adalah hal ini akan mendekonstruksi keberadaan negara secara
solid, sebab organisasi-organisasi hingga pribadi-pribadi mampu memiliki power
tersebut.
d. Bagaimana ancaman global diruangkan dan bagaimana strategi reaksi atas ancaman
tersebut dikonsepkan?
Pasca Perang Dingin, makna keamanan dan ancaman ditinjau kembali. Ia bukan
lagi berasal dari musuh teritorial dimana konsep containment dan deterrence yang kaku
diberlakukan. Ancaman-ancaman yang ada menjadi tidak pasti dan menyebar cepat. Ia
muncul bukan dari teritorial, tapi muncul dalam bentuk terrorisme tanpa negara, sabotase,
narco-terrorism, korupsi global, wabah penyakit, krisis kemanusiaan, kerusakan
lingkungan, proliferasi senjata pemusnah massal, dll. Doktrin geostrategis telah berubah
dalam acuan fleksibilitas dan kecepatan, akan tetapi ia masih harus dikompromikan
dengan konsep teritorial. Dalam menghadapi ancaman tersebut, diambil kasus Amerika
Serikat, dimana ia menerapkan dua konsep strategi pertahanan utama, yaitu kehadirannya
diseluruh lautan, dan pameran/ peragaan militer. Kedepan, strategi bionik, bahkan
cyborgtik akan dikembangkan untuk menangani masalah ini.
e. Bagaimana aktor-aktor utama membentuk identitas dan konsep geopolitik?

23
Geopolitik kontemporer menggunakan para pemimpin dan elit pemerintahan
untuk membentuk kebijakan yang nantinya membentuk identifikasi dan konsep atas
geopolitik, yaitu konsep geopolitical-man. Di masa kecanggihan teknologi, dunia akan
menyaksikan bahwa kebijakan-kebijakan penting akan diambil oleh kolektif manusia dan
bahkan kolektif cyborg dalam sebuah network ekonomi, sosial, dan politik.
Dalam pandangan saya, geopolitik posmodern akan dirasakan oleh kebanyakan
orang, hanya ada di awang-awang alias abstrak, ketimbang geopolitik modern yang
memang berdasarkan penilaian rasional. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain, posmodern terlalu membesar-besarkan runtuhnya ekonomi negara, dan globalisasi.
Selain itu, ia juga terlalu deterministik dalam menilai perkembangan teknologi, sehingga
tidak menilai moral dan nilai dasar manusia yang didapatkannya dalam kehidupan
intrapersonal maupun interpersonal. Konsep network pun terlalu dibesar-besarkan apabila
ditempatkan diluar konteks ekonomi dan sosial. Atas hal inilah geopolitik modern
kemudian banyak dirasakan lebih “nyata” ketimbang pendekatan kalangan posmodern.

24
Geografi Politik (6)
Tantangan Geopolitik Abad 21
* Geopolitik Global dan Ancaman Keamanan bagi Negara-Bangsa yang Berdaulat
di Abad ke XXI
Perubahan konstelasi geopolitik global setelah usainya Perang Dingin masih
belum menunjukkan akan terbentuknya suatu tatanan internasional (international order)
yang lebih menjanjikan kestabilan, keseimbangan, dan jaminan keamanan bagi negara
dan warga masyarakat serta hubungan antar-bangsa di dunia. Kendatipun dipentas
perpolitikan global tidak ada lagi ancaman konflik yang berskala universal, dilandasi oleh
ideologi besar dan ditopang oleh kekuatan adikuasa dan blok persekutan negara-negara,
sebagaimana Uni Soviet dengan blok dan ideologi totaliter komunisme, namun tidak
berarti pada dewasa ini geopolitik global telah bebas dari ancaman yang destruktif. Pada
kenyataannya, justru setelah terjadinya serangan teroris di New York dan Pentagon pada
11 September 2001, disusul dengan upaya “perang melawan terorisme” yang dilancarkan
oleh Amerika Serikat, kita justru menyaksikan semakin rawan dan rentannya keamanan
internasional, khususnya yang dialami dan dirasakan oleh negara-negara yang berada
dalam lingkaran sasaran perang melawan terorisme tersebut. Kendatipun negara-negara
tersebut secara formal dan menurut hukum internasional adalah termasuk dalam kategori
negara-negara bangsa yang berdaulat dan, karenanya, berada dalam perlindungan hukum
dan lembaga internasional, tetapi fakta yang terpampang di depan mata adalah semakin
memudarnya kapasitas dan kemandirian mereka berhadapan dengan intervensi dan
tekanan yang datang dari luar, khususnya negara adikuasa. Negara-negara bangsa yang
berdaulat seperti Irak, Iran, Syria, Korut, dsb yang dimasukkan oleh Pemerintah AS di
bawah Presiden Bush dalam kategori “the axis of evil” dan negara-negara berpenduduk
Muslim yang dimasukan dalam kategori berpotensi sebagai kantong-kantong terorisme
internasional, semuanya dalam situasi yang rawan (precarious) dan jauh dari kondisi
ideal negara-negara bangsa (nation states) yang berdaulat sebagaimana dimaksud dalam
hukum internasional.
Kondisi yang tidak stabil, seimbang, dan aman pada skala global tersebut muncul
dan marak karena dipicu oleh beberapa faktor. Yang terpenting antara lain adalah: 1)
adanya kevakuman kekuatan penyangga setelah hilangnya kekuatan yang saling

25
mengimbangi antara negara-negara adikuasa, dan 2) terjadinya pergeseran geopolitik dan
geostrategis global menyusul munculnya kekuatan ekonomi dan politik baru yang
memiliki visi serta strategi besar yang berbeda. Kevakuman tersebut, khususnya setelah
runtuhnya Uni Soviet, membuka peluang bagi negara adidaya seperti AS untuk tampil
menjadi kekuatan tunggal (unipolar) yang tak memiliki tandingan dan bahkan sekedar
penyeimbang yang dapat mengerem ambisi hegemoninya dalam realitas politik global.
Secara riil, kekuatan militer AS yang superior dalam teknologi dan didukung oleh
anggaran pertahanan yang luar biasa besar telah diappropriasi secara maksimum oleh
kaum neo-konservatif (neo-con) di pusat-pusat kekuasaan seperti White House, Capitol
Hill, lembaga think tanks, dan media massa. Ditambah lagi dengan dorongan untuk
menguasai ekonomi dunia dari para pemilik modal raksasa Amerika, maka ambisi
hegemoni dan penciptaan seubuah kekaisaran dunia (Empire-making) seperti tak
terbendung.
Barry Rosen (2008) mengemukakan bahwa setelah Perang Dingin usai tampaknya
ada kesepakatan dalam elit politik AS bahwa ancaman terbesar bagi negeri itu dalam
jangka pendek adalah terhadap keselamatan diri (safety) dari terorisme yang datang dari
luar. Mereka menuding khususnya 1). negara-negara Timteng dan Arab; 2). negara-
negara “jahat’’ (rogue states); dan 3). negara-negara gagal (failed states). Menurut
Michael Hardt dan Antonio Negri (2000, 2005), AS telah mengembangkan dirinya
sebagai sebuah Empire tak ubahnya pada masa Kekaisaran Romawi (Roman Empire),
namun dengan kekuatan dan cakupan pengaruh yang jauh lebih luas dan mendalam.
Sementara itu menurut Chalmers Johnson (2005, 2006, 2008), AS, Empire-making yang
telah berproses semenjak PD II tersebut saat ini sedang mengalami pukulan balik
(blowback) yang, bisa jadi, akan mengakhiri kejayaannya karena ia berlawanan dengan
khittah Republik yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa dan Konstitusi AS.
Tak dapat disangkal bahwa ambisi Empire making tersebut telah memberikan
sumbangan sangat besar bagi perkembangan konstelasi geopolitik global yang cenderung
mengancam keamanan negara-negara berdaulat.
Rosen menyebut adanya empat faktor utama yang memungkinkan AS untuk
mengembangkan dominasi dan hegemoni serta ambisi Empire-making: 1). Unipolaritas
(kekuatan tunggal) yang dimiliki AS semenjak berakhirnya Perang Dingin; 2). Maraknya

26
politik identitas sebagai salah satu sumber utama konflik-konflik internasional; 3).
Terjadinya penyebaran kekuatan politik dan militer di dunia karene munculnya aktor-
aktor non-negara (non state actors); dan 4). Proses globalisasi yang memperkuat posisi
kapitalisme menjadi satu-satunya sistem ekonomi dunia.
Unipolaritas AS memungkinkan terjadinya monopoli kekuatan di seluruh dunia,
baik dalam masalah anggaran pertahanan; teknologi alutsista militer; kekuatan nuklir dan
WMD, dan kapasitas surveillance dan control aparat intelijen. Dengan adanya
unipolaritas kekuatan tersebut, pengembangan sebuah Empire bukan lagi sebuah
khayalan kosong. Bahkan, berbeda dengan Empire-empire sebelumnya, perwujudan dan
perkembangan American Empire ini bisa jadi jauh lebih kokoh karena bukan saja
didukung oleh kekuatan militer dan keberadaan pangkalan-pangkalan militer AS di
seantero dunia, tetapi juga oleh disertai kekuatan surveillance serta kontrol yang terus
menerus, baik dengan intelijen maupun teknologi telematika yang canggih.
Sebagai ilustrasi, menurut Johnson (2008), pada sampai pada 2005, jumlah
pangkalan AS di seluruh dunia adalah sejumlah 737 buah, terdiri dari yang besar 16,
sedang 22, dan kecil 699. Pangkalan besar adalah yang membutuhkan anggaran di atas
US $ 1.584 miliar, ukuran sedang adalah yang membutuhkan anggaran sekitar US $ 845
juta sampai US $ 1.584 miliar, ukuran kecil adalah yang membutuhkan anggaran di
bawah US $ 845 juta.
Pangkalan-pangkalan ini terbagi atas tiga jenis: 1. Basis Operasi Utama (Main
Operation Bases, MBOs), seperti di Ramstein (Jerman), Kadena, Okinawa (Jepang),
Aviano (Italia), Yongsan (Korsel), dsb.; 2. Pangkalan Operasi Terdepan (Forward
Operation Sites, FOS) seperti di negara-negara Singapura, Honduras, Diego Garcia , dll. ;
3. Lokasi Pengamanan Terpadu (Comprehensive Security Locations, CLSs) atau
pangkalan-pangkalan ukuran kecil yang disebar diberbagai wilayah untuk mendukung
logistik ketika dibutuhkan. CLS inilah yang paling banyak jumlahnya dan tersebar di
berbagai belahan dunia di Afrika, Amerika Latin, Timteng, dan Asia, khususnya di
sekitar wilayah hot-spot konflik-konflik, seperti Ghana, Gabon, Chad, Mauritania, Mali,
Maroko, Tunisia, Qatar, UEA, Pakistan, India, Thailand, Filipina dan Australia, dsb.
Politik identitas yang menjadi salah satu faktor utama konflik-konflik di berbagai
belahan dunia, termasuk agama, etnis, dan ras menjadi semacam raison d'etre bagi elit

27
politik AS untuk melakukan intervensi atas nama kemanusiaan (humanitarianism) dan
perlindungan HAM. Dukungan AS terhadap intervensi kemanusiaan di negara-negara
seperti Bosnia, Kosovo, Somalia, Afghanistan, Israel, Palestina, Myanmar, dsb antara
lain dilandasi oleh sentimen ideologis liberalisme dan humanisme yang memberikan
pembelaan terhadap sistem demokrasi. Sebagaimana dikatakan oleh Menlu AS Condi
Rice dalam majalah Foreign Affairs baru-baru ini, “pembangunan negara demokrasi
adalah komponen penting dan utama untuk kepentingan nasional kita.” Argumen
penegakan dan pengembangan demokrasi, sebagaimana yang dicitrakan oleh elite politik
AS, menjadi bagian tak terpisahkan dari kepentingan nasional yang memberi legitimasi
untuk intervensi. Dengan alasan itulah pendudukan terhadap Irak dan ancaman serangan
terhadap Iran dan negara-negara yang dianggap “jahat” lainnya mendapat legitimasinya,
selain dalam rangka perang melawan terorisme internasional.
Penyebaran kekuatan, khususnya kekuatan militer, yang tidak hanya dimiliki
oleh negara, tetapi juga oleh aktor-aktor non-negara (non-state actors), telah
mengakibatkan semakin tidak stabilnya keamanan global dan memerlukan adanya
semacam kekuatan polisi dunia. Aktor-aktor non-negara seperti Al-Qaeda, Hamas,
Hezbollah, dan juga NGOs (non governmental organizations) ternyata telah mengancam
kredibilitas negara yang secara konvensional dianggap sebagai pemilik monopoli alat-alat
kekerasan. Perang Irak menunjukkan bahwa kekuatan anti AS yang notabene adalah para
insurgen, dengan persenjataan yang mereka buat sendiri ternyata mampu melakukan
perlawanan yang berjangka panjang dan menimbulkan korban yang cukup besar terhadap
pasukan pendudukan yang didukung oleh persenjataan modern dan pasukan yang sangat
terlatih. Hal ini menyebabkan AS dan sekutunya di Eropa sangat khawatir jika
penyebaran tersebut tidak dapat dicegah dan dikontrol. Ini menjadi alasan bagi AS untuk
melakukan kampanye perang melawan terror dan sekaligus menacapkan pengaruhnya di
seluruh dunia. Demikian juga kiprah NGOs yang melakukan gerakan perlawanan
terhadap perusakan lingkungan, WTO, proliferasi nuklir, dst. telah menjadi fakta dan
kekuatan baru yang perlu diperhitungkan oleh negara. Kenyataan ini juga memberikan
legitimasi bagi elit politik AS untuk lebih assertif dan proaktif dalam hubungan luar
negeri. Perang melawan terorisme, tidak dapat lagi hanya diserahkan kepada "negara-
negara" sahabat tetapi juga merasuk kepada elemen-elemen non-negara.

28
Proses globalisasi, tak pelak lagi, ikut memperkuat akselerasi hegemoni AS
melalui ekonomi dan perdagangan global. Melalui perkembangan teknologi informasi,
telekomunikasi dan transportasi, kapitalisme seolah menjadi sistem ekonomi dunia yang
tak dapat dielakkan, bahkan untuk negara-negara yang semula menjadi pendukung utama
sistem ekonomi sosialis dan komunis seperti Cina, Vietnam, dan Rusia.
Globalisasi juga telah menghasilkan paradoks yang dapat mengancam hegemoni
Empire. Misalnya, proses globalisasi telah memunculkan dan memperkuat spirit
nasionalisme dan sentimen-sentimen lokal/ indigenous yang semula terpisah-pisah di
berbagai wilayah dunia menjadi menyatu akibat terciptanya jejaring (networking) pada
tataran global. Politik identitas yang parochial lantas dapat ditransformasikan menjadi
perjuangan bersama dan global. Ini terlihat pada gerakan-gerakan anti-kemapanan dan
globalisasi yang menggunakan instrument yang sama yang dipakai untuk memperkokoh
kekuasaan negara dan korporasi global itu sendiri. Lebih jauh, konsep kedaulatan
(sovereignty) sebagaimana yang dikenal secara konvensional, kehilangan relevansinya
karena jejaring global telah menembus batas-batas geografis dan politis.
Dengan dalih melindungi kepentingan nasional dan ekonomi pasar bebas, maka
AS merasa berkewajiban untuk meningkatkan jangkauan global (global reach) nya.
Intervensi langsung maupun tak langsung, pemakaian tekanan diplomasi maupun militer
dan intelijen, menjadi bagian tak terpisahkan dalam upaya mempertahankan kepentingan
nasional tersebut.
Namun demikian, proses Empire-making tersebut di atas bukan berarti tidak
menghadapi kendala-kendala serius, sebab konstelasi dunia pasca Perang Dingin juga
menyaksikan munculnya kekuatan baru seperti Cina dan India di Asia, Iran di Timteng,
dan Brazil di Amerika Latin, yang bukan tidak mungkin akan berkembang sebagai
contenders atau pesaing yang dapat menyetop jangkauan global AS. Perlu diingat pula,
bahwa setelah kolapsnya Empire Soviet, Rusia juga telah melakukan berbagai
penyesuaian dalam geopolitik dan geostrateginya dengan melakukan pendekatan terhadap
negara-negara di laut Kaspia dan Asia Tengah. Pendekatan baru dengan Iran dan Cina
yang dilakukan oleh Rusia juga merupakan indikasi terjadinya pergeseran tersebut
dengan konskuensi strategis yang signifikan. Bahkan negara seperti Jepang yang selama
ini memiliki kedekatan strategis dan kaitan kepentingan ekonomis dengan AS ternyata

29
telah pula melakukan berbagai “penyesuaian strategis” manakala ia melihat
perkembangan Cina dan Korsel sebagai dua raksasa yang sedang menggeliat bangun,
bukan saj secara ekonomi tetapi juga militer.
Khusus dalam hal Cina yang mengalami pertumbuhan ekonomi secara
menakjubkan selama dua dasawarsa, tak pelak lagi, telah menjadi salah satu kekuatan
pesaing utama bagi AS dan dampaknya telah dan sedang dirasakan oleh negara-negara di
kawasan Asia Timur, termasuk ASEAN dan Australia. Percepatan ekonomi Cina,
ternyata diikuti oleh pemacuan sistem pertahanan strategis dan peningkatan kapasitas
persenjataan, termasuk nuklir, pada beberapa waktu terakhir. Pembangunan dan beberapa
kali uji coba senjata jelajah berhulu ledak nuklir oleh Cina menunjukkan kemampuan
untuk mencapai sasaran jauh melampaui perbatasan negara itu, sehingga cukup
mengkhawatirkan negara seperti Australia dan Jepang serta AS sendiri. Anggaran militer
Cina pada 2007 telah mencapai jumlah sekitar US $ 139 miliar yang tentu saja membuat
AS merasa was-was. Menlu Rice, misalnya, menyatakan bahwa AS khawatir terhadap
“pembangunan yang sangat cepat dalam sistem alutsista dengan teknologi tinggi” yang
dilakukan Cina, karena “kurangnya transparansi dalam bidang pembelanjaan militer,
doktrin dan tujuan strategis” negeri Tirai Bambu tersebut. (2008).
Di kawasan Timteng, Iran muncul menjadi pihak yang sangat diuntungkan secara
strategis dari perkembangan konflik di kawasan setelah serangan AS di Irak dan
Afghanistan sejak 2003. Hilangnya lawan-lawan utama seperti rezim Saddam Hussein
dan Taliban memungkinkan rezim Mullah di Iran melakukan ekspansi pengaruh politik di
kawasan serta menjadi penantang utama Israel dalam geopolitik baru, sekaligus ancaman
terhadap kepentingan AS, khususnya jalur supply minyak, di masa depan. Pergeseran
geopolitik dan strategis ini tentu akan berdampak bagi proses akselerasi Empire-making
AS dan dominasi sekutunya, Israel, di Timteng sehingga masih terbuka kemungkinan
eskalasi konflik di kawasan tersebut yang dapat merembet sampai di Asia Selatan.
Kemungkinan serangan pre-emptive terhadap Iran yang dipergunakan sebagai bargaining
chip oleh Pemerintahan Bush terhadap rezim di Teheran bisa jadi akan terealisasi apabila
pihak terakhir itu gagal dalam mencari solusi kompromi dalam masalah pembangunan
PLTN yang telah menjadi isu internasional beberapa tahun belakangan.

30
Konstelasi geopolitik global di atas jelas akan menjadi tantangan serius bagi
negara-negara berdaulat di kawasan Asia Tenggara, khususnya negara yang terbuka dan
luas seperti Indonesia. Jika selama empat dasawarsa terakhir kawasan ini dapat
menghindarkan diri dari konflik-konflik antar negara, hal tersebut merupakan suatu
prestasi luar biasa dari ASEAN dan anggota-anggotanya. Namun demikian, adalah keliru
apabila menganggap ancaman terhadap keamanan bukan persoalan utama dan penting
dalam kondisi geopolitik global yang sedang berubah dan belum menunjukkan adanya
stabilisasi dan arah yang jelas. Justru menurut hemat saya, negara besar dan utama seperti
Indonesia harus mewaspadai perkembangan munculnya model ancaman keamanan baru
yang dihasilkan oleh proses Empire-making dari negara adikuasa seperti AS serta
bangkitnya aktor-aktor baru dalam geopolitik dan startegi global. Lebih-lebih jika di
dalam negeri sendiri, perkembangan masyarakat sebagai akibat demokratisasi dan
globalisasi akan mempengaruhi proses dan pertumbuhan serta perkembangan ancaman
terhadap keamanan negara. Munculnya aktor non-negara yang memiliki kapasitas dan
jejaring secara internasional, misalnya, sudah barang tentu harus dipertimbangkan dan
dikaji secara lebih komprehensif, khusunya dikaitkan dengan perubahan geopolitik global
seperti yang dipaparkan sebelumnya.
Negara-negara yang berdaulat tidak lagi dapat bersikap taken it for granted dalam
menghadapi ancama keamanan yang datang dari luar. Mereka tidak dapat lagi hanya
mengandalkan pada kekuatan sendiri dalam menghadapi ancaman-ancaman yang makin
rumit serta bervariasi sumbernya. Suatu strategi besar (grand strategy) baru dalam
geopolitik dan geostrategi sangat diperlukan untuk dapat melindungi keberadaan dan
keberlangsungannya dalam suatu kondisi yang tidak stabil dan rawan serta dibawah
bayang-bayang suatu proses Empire-making. Sinergi-sinergi baru antara komponen-
komponen negara, masyarakat sipil, dan kekuatan eksternal yang memiliki kesamaan visi
dalam geopolitik dan geostrategis menjadi sine qua non di abad ke XXI.

31
Geografi Politik (7)
9 Mitos Geopolitik
1. Populasi dunia telah terlalu banyak (Overpopulated)
Pertumbuhan populasi yang meningkat sering dituding sebagai sebab langkanya
pangan. Kesimpulan ini diyakini sebagai sebab adanya kemiskinan, kerusakan
lingkungan, dan konflik sosial kemasyaratan. Pembangunan ekonomi di dunia ketiga
tidak akan berhasil apabila angka pertumbuhan populasi tidak dikontrol. Itu sebabnya
lembaga internasional dan pemerintahan mengembangkan dan menerapkan strategi untuk
mengontrol angka pertumbuhan di dunia ketiga. Meledaknya angka populasi ini dinamai
‘over’ yang berimplikasi pada penggunaan sumber daya yang habis-habisan untuk
menunjang besarnya pertumbuhan populasi tersebut dan mengakibatkan ketidakstabilan
global.
Ketika asumsi-asumsi tersebut dicermati, maka tampaklah bahwa populasi
bukanlah kambing hitam yang selama ini dipercaya, namun justru agenda politik yang
menyebabkan bencana dibanyak belahan dunia. Agenda ini bermaksud untuk
mengalihkan masyarakat awam dari faktor penyebab yang sesungguhnya yaitu gaya
hidup, konsumerisme, pemiskinan, dan penindasan dunia ketiga oleh dunia barat.
Negeri-negeri maju seperti Jepang, Rusia, Jerman, Swiss dan Eropa Timur saat ini
mengalami dilema seperti menurunnya tingkat pertumbuhan penduduk karena rendahnya
angka kelahiran. Negara-negara di Barat lainnya juga pasti akan mengalami penurunan
populasi kalau saja tidak adanya imigrasi dari penduduk negeri lainnya.
2. Intervensi Barat terhadap konflik Balkan di tahun 1990-an adalah untuk
menolong umat Islam
Serangan NATO pada Yugoslavia di tahun 1993 sering ditampilkan dunia barat
sebagai akibat keraskepalanya rezim Yugoslavia untuk menerima rencana perdamaian –
terutama pada penolakan Yugoslavia terhadap masuknya pasukan pemelihara perdamaian
di Kosovo. Intervensi Barat yang berujung pada pemboman beruntun terhadap
Yugoslavia oleh NATO selalu dijadikan bukti oleh NATO bahwa “Perang melawan
Teror” saat ini bukanlah perang melawan Islam. Sebab, dunia Barat menyatakan bahwa ia
akan menyerang siapapun demi misi kemanusiaan, bahkan kalau perlu “menyelamatkan”
muslim Kosovo dari kebengisan Yugoslavia di tahun 1993. Kenyataan geopolitik

32
sebenarnya tidak seperti itu. Ketidakstabilan Balkan di tahun 1990-an sebenarnya dipicu
oleh keinginan kuat oleh Amerika untuk mengurangi pengaruh Rusia, menaikkan
ketergantungan Eropa pada Amerika, dan memberikan legitimasi baru pada NATO, yang
telah kehilangan fungsi sejak berakhirnya Perang Dingin (runtuhnya Uni Soviet dan
Pakta Warsawa).
3. Dunia akan segera kehabisan minyak
Persaingan untuk meraih supremasi kekuasaan antara Jerman dan Inggris pada
awal abad ke-20 memaksa kedua negara tersebut berlomba mencari bahan bakar
pengganti batu bara untuk menjalankan mesin perang. Ditemukannya ladang minyak di
Timur Tengah di tahun 1920-an memicu berawalnya abad teknologi baru, perubahan
tatanan masyarakat dan berpindahnya keseimbangan kekuatan global.
Pada akhirnya, bahan bakar berbasis fosil akan habis. Hingga berakhirnya abad
ke-20, kemungkinan habisnya minyak belum dibahas karena masih banyak cadangan
minyak yang belum ditemukan. Teknologi untuk menyalakan pesawat tempur, tank, dan
mobil masih dirancang untuk menggunakan bahan bakar fosil, terlepas dari tingginya
harga minyak.
Puncak produksi minyak terjadi ditahun 1970-an dimana separuh dari cadangan
minyak yang ada telah terkonsumsi. Namun kenyataan ini tidak begitu diindahkan pada
masa tahun 1970-an. Kini, semua dunia khawatir bahwa minyak akan segera habis, suatu
fakta sumber kepusingan geopolitik. Tanpa terkejut lagi, isu habisnya minyak bumi
sebenarnya adalah penanda isu politik yang jauh lebih dalam.
Bahwa dunia akan segera kehabisan minyak adalah alasan Barat untuk menutupi
kerakusannya. Ketika beberapa negara mulai panik mencari minyak, maka terbukalah
keburukan Barat dalam hal konsumsi minyak ini. Dunia Barat telah mengkonsumsi 50%
dari sumber daya alam terpenting abad ke-21, tapi hanya memproduksi kurang dari 25%
saja. Kerakusan Barat ini jauh melampaui kebutuhan Cina dan India terhadap energi.
Khususnya, AS hanya memproduksi 8% minyak, namun mengkonsumsi 25% jumlah
minyak yang ada.
Ketika konsumsi AS meningkat, maka kompetisi untuk memperebutkan sumber
energi akan semakin ketat. Ini yang menyebabkan Tanah timur Tengah semakin penting,
terutama Irak, untuk diduduki demi minyak.

33
4. Dunia Ketiga menjadi miskin karena tidak cukupnya jumlah pangan di dunia
Banyak sekali organisasi yang telah meneliti sebab musabab kemelaratan seperti
kurangnya sumber daya alam, efek cuaca lokal, hingga kurangnya penerapan demokrasi.
Prinsipnya tidak ada semacam persetujuan dikalangan ahli sosiologi dan lembaga
penelitian mengenai penyebab utama kemiskinan dan kemelaratan. Anehnya, semua
sepakat, bahwa jalan keluarnya adalah penerapan kapitalisme dan adanya pasar bebas.
Padahal kalau saja kita lihat secara umum situasi negara dunia ketiga, beberapa faktor
berikut adalah penyebab utama pemiskinan yang ada sekarang.
Fungsi IMF dan Bank Dunia dengan kebijakan perubahan strukturalnya yang
terkenal telah menyengsarakan negeri klien seperti Pakistan, Turki, Indonesia,
Bangladesh dan Mesir. Solusi yang diberikan lembaga keuangan internasional tersebut
awalnya diperkirakan akan menyelamatkan negara-negara tersebut adalah dengan metoda
perdagangan. Kenyataannya banyak sekali kendala yang dipasang oleh negara-negara
maju supaya negara-negara berkembang tidak akan pernah bisa berkembang. Artinya,
barang-barang yang diproduksi negara-negara maju harus diimpor oleh negara miskin.
Memang teorinya sederhana, bahwa perdagangan akan meningkatkan kesejahteraan
negara miskin. Itu sebabnya sektor swasta dilihat sebagai kunci pemicu pertumbuhan
ekonomi dan penghilangan kemiskinan.
Contohnya, Pakistan membutuhkan investasi di bidang kesehatan, pendidikan dan
infrastruktur sebelum ia mampu berkompetisi secara global. Namun, IMF dan Bank
Dunia justru menyuruh pemerintah Pakistan untuk mengurangi subsidi dibidang-bidang
diatas dan meningkatkan fokus ke arah ekspor. Kedua lembaga keuangan tersebut
menyuruh Pakistan untuk berkompetisi melawan sektor swasta internasional yang jauh
lebih kuat. Itu sebabnya, pertumbuhan ekonomi Pakistan malah semakin terpuruk.
Afrika juga dipaksa untuk untuk membayar hutang, sebagaimana terjadi semasa kolonial
dulu. Hutang Afrika terjadi secara semena-mena dengan pemberian hutang milyaran
dollar dengan bunga yang sangat tinggi. Hutang Afrika juga termasuk hutang yang
diberikan negara maju semasa pemerintahan diktator, dimana dana pinjaman itu
dihamburkan dengan sepengetahuan negara-negara donor/ pemberi hutang. Afrika
Selatan, contohnya, mewarisi hutang semasa apartheid sekitar 46 milyar dollar.
Pemerintahan baru Afrika Selatan yang berkuasa setelah Apartheid berakhir, dipaksa

34
untuk membayar hutang masa lalunya (atau hutang yang digunakan untuk membiayai
penindasannya sendiri). Di tahun 1998 ACTSA (Gerakan Afrika Selatan) memperkirakan
bahwa hutang sebesar 18 milyar dollar digunakan untuk membiayai kebijakan apartheid
dan 28 milyar dollar adalah hutang yang ditanggung negara-negara tetangga Afrika
Selatan untuk membiayai program untuk menghadapi destabilisasi atau imbas dari
kebijakan apartheid, dimana berkisar sekitar 74% dari total hutang Afrika.
Negara berkembang akan selalu menjadi miskin akibat kebijakan negara Barat.
Jelasnya, bukan karena kekurangan pangan tetapi justru oleh konsumsi yang berlebihan
oleh masyarakat Barat (yaitu sekitar 20% dari populasi dunia), namun menghabiskan
80% dari produksi pangan.
5. PBB menegakkan Hukum Internasional untuk mengatur hubungan dan
menyelesaikan konflik internasional
PBB didirikan ditahun 1945 untuk “menyelamatkan generasi berikut dari derita
peperangan.” Sejak itu, tidak kurang 250 konflik tercetus yang membuktikan kegagalan
PBB dalam meraih tujuan didirikannya. Barat, dan juga para pembuat kebijakan dunia
ketiga, melihat PBB sebagai institusi netral (tidak bias) yang terdiri dari 200 negara
anggota, yang menjunjung tinggi nilai internasional, aksi multilateral, demokrasi,
pluralisme, sekularisme, kompromi, dan hak asasi manusia.
Padahal, PBB sebenarnya adalah alat eksploitasi yang terlihat dari struktur
organisasinya yang membiarkan penindasan yang dilakukan oleh kekuatan kolonial yang
kini menjadi anggota tetap Dewan Keamanannya. Banyak peristiwa yang menunjukkan
kelemahan PBB, seperti invasi Irak, penerapan hukum secara selektif pada Israel,
kegagalan pembantaian Muslim di Serbia, dan pembersihan etnis di Rwanda.
6. Dunia Ketiga harus meliberalisasi ekonominya supaya berkembang
Dalam tiga abad terakhir, Kapitalisme telah mendominasi pembangunan
internasional dan memonopoli perkembangan ekonomi serta memaksa diterapkannya
kebijakan-kebijakannya pada dunia. Macan ekonomi Asia seperti Cina, Korea Selatan,
Taiwan, Singapura, dan Hongkong sering dikutip sebagai contoh sukses negara yang
mengadopsi liberalisme sehingga berhasil meraih kemajuan. IMF dan Bank Dunia
memproklamirkan industrialisasi dan ide ekonomi liberal akan mentransformasi ekonomi
tradisional dan masyarakat. Pengaruh seperti ini akan menetapkan negara-negara miskin

35
dalam jalur perkembangan sejalan dengan pengalaman negara-negara maju semasa
revolusi industri dulu.
Kemiskinan adalah fakta yang ada pada mayoritas penduduk dunia. 3 milyar jiwa
hidup dibawah 2 dollar per hari, sedangkan 1,3 milyar jiwa lainnya hidup kurang dari 1
dollar per hari. 1,3 milyar jiwa hidup tanpa air bersih, 3 milyar jiwa hidup di lingkungan
yang tidak sehat dan 2 milyar jiwa tidak memiliki akses penggunaan listrik. Liberalisme
justru menjadi sebab ketimpangan kesejahteraan dan pemiskinan bagi mayoritas
penduduk dunia. Banyak sekali survei yang menunjukkan bahwa liberalisme adalah
biang kemelaratan. Tanggal 7 Desember 2006 adalah hari diluncurkannya laporan
internasional yang dikeluarkan oleh Institut Global untuk Penelitian Perkembangan
Ekonomi milik PBB. Hasilnya cukup mencengangkan bahwa penduduk dunia yang kaya
(sekitar 1% dari total penduduk bumi) menguasai 40% dari aset kekayaan dunia dan 10%
dari populasi dunia menguasai 85% dari total asset dunia. Liberalisme telah dan akan
terus membiarkan dunia Barat untuk menghisap kekayaan dunia ini. Liberalisme juga
tidak akan pernah berpihak pada dan menaikkan derajat kaum miskin, dan justru menjadi
alat pemiskinan. Maka penerusan kebijakan ekonomi liberal di dunia ketiga adalah biang
kemelaratan yang berkelanjutan.
7. Pemanasan global akibat pembangunan Cina dan India
Pemanasan global dan perubahan cuaca berarti penambahan suhu rata-rata secara
global. Kejadian alam dan aktifitas manusia diduga sebagai kontributor perubahan suhu
secara global. Hal ini terjadi karena adanya “efek rumah kaca” dimana naiknya suhu
diakibatkan terperangkapnya jenis gas di atmosfir tertentu seperti karbon dioksida (CO2).
Setiap beberapa tahun, ilmuwan bidang cuaca pada Panel Antar Pemerintah tentang
Perubahan Suhu (IPCC) milik PBB mengeluarkan laporan yang menjelaskan secara detil
perubahan cuaca yang terjadi. Secara garis besar, laporan ini menyarankan adanya
penurunan emisi. Panel ini terdiri dari ratusan peneliti dunia. Di awal tahun 2007, IPCC
telah mengeluarkan laporan ke-4 yang menyimpulkan bahwa mereka semakin yakin
bahwa aktifitas manusia adalah penyebab kenaikan suhu “Pemahaman tentang
pemanasan dan penurunan suhu mulai lebih baik sejak laporan Third Assessment Report
(Evaluasi Ke-3), yang memberikan keyakinan bahwa aktifitas manusia sejak taun 1750
memberikan efek perubahan cuaca yang cenderung memanas.” Definisi tentang

36
“keyakinan” merujuk ke tingkat kepastian hingga 90% tepat (di tahun 2001, baru 66%
tepat).
Dari segi sejarah emisi, negara-negara industrialis berkontribusi terhadap 80%
dari total terperangkapnya CO2 di atmosfir. Sejak tahun 1950, AS telah mengeluarkan
emisi sebesar 50,7 milyar ton karbon, sementara Cina (yang penduduknya 4,6 kali lebih
banyak dibanding AS) dan India (yang populasinya 3,5 kali lebih banyak) mengeluarkan
hanya sekitar 15,7 dan 4,2 milyar ton, secara berurut. Tiap tahun lebih dari 60% emisi
industri global berasal dari negara-negara industri, dimana hanya memiliki 20% populasi
penduduk dunia.
8. Umat Muslim dunia tidak menginginkan Islam
Selama bertahun-tahun, Barat selalu mengatakan bahwa Muslim di seluruh dunia
menginginkan demokrasi dan kebebasan ketimbang Islam. Mereka juga mengatakan
bahwa hanya kaum minoritas Muslim saja seperti di Pakistan dan Afganistan yang
menginginkan Islam sedangkan mayoritas umat Islam mengagumi dunia Barat dan ingin
hidup dibawah naungan kapitalisme. Namun kini, adalah kaum Muslim modernis yang
menyatakan bahwa dunia Muslim tidak ingin Islam dan tidak akan pernah siap untuk
Islam. Ironisnya, Barat malah mulai menyadari bahwa ternyata Islamlah yang dirindukan
oleh umat Muslim dan Barat berjuang keras untuk menghadapi setiap kemungkinan
ancaman kebangkitan Islam.
9. Israel tidak pernah terkalahkan dan terbukti dengan kemenangannya di 4
perang, maka dunia Islam harus menerima kenyataan ini bahwa keberadaan Israel
adalah suatu keniscayaan
Sejak berdiri di tahun 1948, Israel dan militernya selalu diliputi mitos sebagai
kekuatan yang tak terkalahkan. Menariknya, mitos tersebut tidak dimotori oleh Israel
sendiri tapi justru oleh para pemimpin pengkhianat yang menguasai umat Islam.
Kinerja militer Israel pada perang 1948, 1956, 1967, dan 1973 melawan umat Islam
sering dikutip sebagai superioritas militer Israel. Implikasinya, konflik melawan Israel
secara langsung sering dianggap oleh negara-negara Arab sebagai strategi yang tidak
menguntungkan, sehingga mereka terpaksa untuk bernegosiasi dengan Israel.
Konsekuensi dari negosiasi tentunya adalah pengakuan terhadap kedaulatan dan
keberadaan Israel melalui proses perdamaian. Dalam merangkum fakta kekuatan militer

37
Israel, kita perlu mengingat pertanyaan penting: Apa tujuan pembuatan dan penyebaran
mitos ini? Yaitu agar Yahudi dapat berkuasa di dunia.

38
Geografi Politik (8)
UTS
Belajar Yang Baik

39
Geografi Politik (9)
Geopolitik AS
* Geopolitik Amerika Serikat dalam Penguasaan Minyak Dunia
* Ambisi Amerika dalam Mencari Daerah
Amerika sebagai negara adidaya terlihat sangat rakus akan “emas hitam” atau
minyak. Cina saat ini menjadi pesaing utama Amerika di bidang ekonomi, ekonomi Cina
naik tajam. Amerika tidak ingin tersaingi oleh siapapun sehingga akan berbuat apapun
untuk mempertahankan kedigdayaannya. Saat ini harga minyak dunia naik sampai
dengan 98 USD per barrel hampir pada batas psikologis 100 USD per barrel. Bisa
dibayangkan jika harga minyak sampai dengan angka tersebut maka akan terjadi resesi
ekonomi seperti halnya yang terjadi pada tahun 1973-1980-an. Keinginan Amerika untuk
mengeruk minyak memang terlihat sangat jelas, dengan dimasukkannya minyak kedalam
National Security Policy karena negara ini merupakan pengimpor minyak terbesar, apa
jadinya jika Amerika kehabisan minyak, perekonomian mereka akan jatuh. Pada tahun
2025 diperkirakan cadangan minyak di Timur Tengah akan menurun, belum lagi konflik
antara pemerintahan Amerika dengan rakyat Timur Tengah yang menentang kebijakan-
kebijakan luar negeri AS. Ketakutan AS jika Timur Tengah mengembargo minyak ke AS
membuat AS mencari daerah baru yang bisa dijadikan tambang minyak. Salah satunya
adalah Asia Tengah dan Myanmar yang diperkirakan masih menyimpan cadangan
minyak hingga 30 tahun mendatang.
Secara geopolitik, Cina tidak ingin kehilangan pengaruhnya di Myanmar, oleh
sebab itu Cina akan mempertahankan keterlibatannya dalam menangani kasus Myanmar,
karena Myanmar mempunyai latar belakang yang sama dengan Cina. Disamping ingin
mendapatkan keuntungan dari minyak yang berada di Teluk Bengala.
* “Soft Diplomacy” Iran
Kekuatan Amerika saat ini belum ada yang menandingi, adanya kegelisahan
Rusia atas hegemoni AS di Asia Tengah membuat Rusia mencoba untuk membentuk
kekuatan baru dengan merangkul negara-negara yang selama ini tidak setuju dengan
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Amerika. Dikuasainya Afghanistan, Uzbekistan,
Tajkistan dan negara Asia Tengah lainnya, telah membuat Rusia harus waspada. Negara-
negara yang pernah menjadi bagian dari Rusia kini sudah mulai diambilalih oleh

40
Amerika, terlihat dari ditempatkannya pasukan Amerika di negara-negara bekas Soviet
tersebut.
Pasca terjadinya kehancuran gedung WTC, Amerika terus mencari “mastermind”
pengahancur gedung tersebut, Osama bin Laden. Dengan slogan melawan terorisme
diam-diam AS juga merancang strategi untuk bisa mendapatkan wilayah jajahan baru
yang kaya akan sumber minyak. Negara-negara yang dianggap tidak setuju dengan
kebijakan AS itu maka dianggap teman teroris yang berarti harus dimusnahkan. Iran
salah satunya, padahal pasca penghancuran WTC, Iran merupakan negara pertama yang
mengungkapkan belasungkawa. Namun apa yang terjadi Presiden Bush mengatakan
bahwa Iran merupakan “axis of evil” atau poros setan, yang terjadi saat ini sebagai
“polisi dunia” AS berupaya keras mengatakan pembangunan instalasi nuklir Iran akan
digunakan untuk pembuatan senjata pemusnah massal. Jika pada akhirnya nanti Rusia-
Iran-China bersatu untuk melakukan kerjasama dalam pengembangan minyak maka akan
dua kekuatan besar di dalam kancah politik global AS dan aliansi Rusia-China-Iran.
Di dalam mengambil kebijakan politiknya, Amerika menggunakan teori dari Ratzel yang
mengatakan negara seperti akan berkembang, yang kuat akan hidup dan yang lemah akan
mati, oleh sebab itu Amerika selalu mempertahankan eksistensinya sebagai negara
adidaya, mereka tidak ingin ada pesaing. Kekuatan ekonomi Cina sepuluh tahun
mendatang akan kembali menurun demikian diungkapkan oleh ekonom George Soros
yang disebut-sebut sebagai biang krisis moneter di Asia pada tahun 1997. Keberadaan
Iran sebagai negara yang berani melawan kekuatan Amerika disambut baik oleh Rusia.
Berawal dari pembangunan instalasi nuklir di Iran membuat pemerintah Amerika gerah
karena merasa tersaingi, bukan hanya itu, penyebutan Iran sebagai axis of evil (poros
kejahatan) semakin membuat hubungan Iran dengan AS
* Geopolitik AS di Irak
Memasuki awal abad ke-19, hadir seorang tokoh terkemuka geopolitik kelahiran
Inggris bernama Sir Halford Mackinder yang juga mendapat julukan sebagai intellectual
architect dalam pemahaman prinsip keamanan internasional. Dia mengklasifikasikan
dunia menjadi empat bagian yakni: 1. Heartland mencakup kawasan Asia Tengah dan
Timur Tengah (World Island); 2. Marginal Lands mencakup kawasan Eropa Barat, Asia
Selatan, sebagian Asia Tenggara dan sebagian besar daratan Cina; 3. Desert mencakup

41
wilayah Afrika Utara dan yang terakhir, 4. Island or Outer Continents meliputi Benua
Amerika, Afrika Selatan, Asia Tenggara dan Australia.
* Ironi
Ironisnya, reputasi nama besar Mackinder yang dianggap sebagai ahli geopolitik
yang dapat diekspresikan ke dalam kehidupan dunia politik dan strategi kondisi
geografis, menjadi tercela yang cukup mendalam dikarenakan gagasannya telah
memberikan pengaruh yang sangat kuat kepada Nazi Jerman. Satu hal yang perlu dicatat
juga bahwa pandangan Mackinder telah memberikan suatu acuan toleransi yang cukup
akurat untuk memahami hubungan kontemporer antara Amerika dan Soviet setelah
Perang Dunia II. Perubahan politik dan ekonomi international mengalami pergerakan
yang dinamis sehingga seringkali pergesekan atau friksi antar kepentingan nasional dari
setiap negara.
Sejak minyak menjadi satu-satunya komoditas yang sangat strategis bagi
kehidupan manusia dan semakin sulit diketemukan cadangan minyak baru di wilayah
negara konsumen itu sendiri, diiringi permintaan yang terus meningkat, kawasan Timur
Tengah menjadi ajang perebutan pengaruh bagi negara konsumen seperti Amerika,
Inggris, Rusia, Jerman, Italia, Prancis, Cina, Jepang dan tentunya negara-negara industri
lainnya untuk mendapatkan akses jaminan suplai minyak.
Berbagai cara dilakukan oleh negara-negara Barat untuk mendapatkan hubungan
kerja sama negara penghasil minyak di kawasan Heartland. Begitu tinggi tingkat
ketergantungan suplai minyak dari kawasan ini, negara-negara Barat berupaya untuk
membuat kebijakan "arm sales dan security assistance" kepada negara-negara yang
mempunyai kemampuan atas jaminan pembayarannya seperti Arab Saudi, Iran, Kuwait,
Oman, UAE, Bahrain dan Iraq. Dominasi penjualan berbagai ragam peralatan perang dari
Amerika dan Inggris setelah Perang Dunia II mulai tergeser dengan Prancis, Jerman,
Rusia, Italia.
Setelah adanya oil shock 73 dan 79, kompetisi untuk pemasaran persenjataan
dengan teknologi yang mutakhir semakin meningkat, terutama dari Rusia dan Prancis
yang menjualnya ke Irak. Tidak ketinggalan juga dengan Jerman yang berupaya
melakukan kerjasama di bidang pertahanan dan keamanan dengan Arab Saudi. Prancis
telah melakukan kontrak untuk pembangunan teknologi nuklir sebesar US$ 275 juta

42
sehingga dicurigai oleh negara tetangganya mempunyai ambisi menjadi pusat
pembangkit persenjataan nuklir. Begitu juga dengan Italia yang berkeinginan untuk
mengeksport teknologi nuklir beserta materialnya ke Baghdad. (Energy Security in the
80s: The Response of US Allies, Frans R. Bax, analis politik CIA).
Apa latar belakang upaya penjualan alat-alat persenjataan militer oleh negara-
negara Barat yang begitu menggebu di kawasan ini? Keseluruhannya itu semata-mata
untuk mengimbangi pembayaran impor minyak (oil bills) dan disisi lain tidak ketinggalan
juga tentunya untuk mendukung industri pertahanan. Henry Kissinger menyebut
kebijakan ini "recycle petrodollar" yang mulai diterapkan setelah mengalami oil shock
tahun 1973. Amerika Serikat telah memperlihatkan kepada dunia bahwa menjaga
kawasan Timur Tengah yang stabil merupakan bagian dari pelaksanaan panggilan
kepentingan nasional yang vital.
* Keberpihakan AS
Ketergantungan atas impor minyak dari kawasan ini 45% dari total konsumsi
dalam negeri. Langkah inisiatif untuk mendamaikan Israel dengan Palestina telah
mendapat sambutan yang luar biasa oleh para sekutunya. Langkah itu berarti menurunkan
ketegangan politik antar-negara Arab dengan Israel, sehingga dapat menurunkan juga
tingkat kekhawatiran kemungkinan terganggunya jaminan suplai minyak.
Namun, di satu sisi keberpihakan Amerika terhadap Israel juga sangat transparan.
Terbukti sewaktu diadakan pertemuan antar Amerika dengan sekutunya di Venice tahun
1980, Presiden Carter mengatakan secara terbuka "United States would veto any
European attempt to push a UN resolution supporting Palestinian self-determination".
(Hal yang sama ternyata tidak dilakukan oleh Amerika terhadap Indonesia ketika ada
yang mengusulkan self determination untuk Timor Timur, apalagi setelah adanya
konfirmasi penemuan cadangan minyak yang sangat besar di Celah Timor).
Doktrin Carter yang dicanangkan pada waktu itu bahwa kawasan Persia
merupakan a vital interest of the United States kemudian diikuti dengan suatu pernyataan
secara terbuka: "An attempt by outside force to gain control on the Persian Gulf region
will be regarded as an assault on the vital interest of the Untied States of America, and
such an assault will be repelled by any means necessary, including military force". Yang

43
sangat dikhawatirkan oleh Amerika Serikat yakni adanya saingan dari negara lain yang
masuk ke kawasan Timur Tengah untuk melakukan perjanjian ekonomi bilateral yang
sifatnya jangka panjang dalam bentuk barter alat persenjataan militer dengan minyak,
government-to-government contract.
Data dari para geologis terkemuka, Irak mempunyai potensi kandungan minyak
sebesar 112 miliar barel yang berarti menempati urutan kedua penghasil minyak terbesar
setelah Arab Saudi. Jenis minyak dari Irak yakni Basrah Light dan Kirkuk yang
mempunyai karakter tersendiri, sweet crude oil, kandungan sulfurnya sangat rendah dan
meskipun tidak termasuk dalam bagian OPEC basket price, dalam perdagangan
international jenis minyak dari Irak sangat mahal dan juga mempunyai pengaruh untuk
penentuan harga internasional.
Dengan potensi ini, negara-negara konsumen berlomba-lomba untuk melakukan
kerja sama ekonomi dengan Irak. Tampaknya hal itu telah terjadi dan berkembang dalam
lima tahun terakhir ini dengan adanya perjanjian bilateral antara Irak dengan Rusia,
Prancis, Jerman dan Cina. Rusia telah melakukan kontrak suplai minyak jangka panjang
dengan Irak; Cina melakukan penjualan peralatan militer terhadap Irak yang
dikompensasikan dengan jaminan suplai minyaknya; Prancis telah mendapatkan konsesi
minyak yang mempunyai potensi sangat besar.
Kondisi ekonomi Irak sangat memprihatinkan. Semenjak diberlakukannya
program Oil For food Security Council Resolution 986 (UN-SC 986) setelah perang teluk
tahun 1991, membuat ketidakberdayaan ekonomi Irak untuk memiliki purchasing power
dalam perdagangan internasional. Salah satu upaya Irak untuk mendapatkan ekstra devisa
yakni dengan Rusia telah diupayakan penyelundupan melalui jalur rahasia, namun dapat
digagalkan oleh tim pengawas dari PBB yang dipimpin Amerika. Begitu ketatnya
pengawasan itu, terkesan setiap barrel yang keluar dari Irak dicatat oleh petugas
pengawas PBB.
Sanksi ekonomi terhadap Irak oleh PBB sejak tahun 1991 tampaknya sudah
memakan korban cukup banyak yang diakibatkan penyakit radang paru-paru, sakit
pernapasan dan kekurangan gizi. Departemen Kesehatan Irak mencatat sampai akhir
tahun 2000 telah meninggal dunia sebanyak 1.300.867 orang, 500 ribu di antaranya anak-
anak. Berbagai organisasi HAM internasional menilai bahwa sanksi ekonomi ini telah

44
melanggar Geneva Convention 12-08-49, termasuk protokol tambahan yang telah
dikeluarkan pada tahun 1977. (Oil for Food, Siapa yang Diuntungkan? SP, Mei 2000,
DDP).
Perkembangan terakhir dari tim investigasi PBB sampai batas waktu yang telah
ditentukan, belum ditemukan adanya indikasi Irak memiliki WMD seperti yang telah
dicurigai oleh Amerika. Hasil sementara investigasi ini membuat Jerman dan Prancis
menarik dukungan Amerika untuk menyerang Irak, kemudian disusul dengan Rusia,
Italia dan Cina. Mereka telah mempertimbangkan bahwa perang bukanlah merupakan
jalan terbaik, yang nantinya akan memicu reaksi negatif terhadap perang internasional
melawan teroris. Kalau Amerika bersikeras untuk menyerang Irak, dukungan utama yang
pasti akan datang dari Inggris dan sudah pasti tidak ketinggalan Australia, seperti yang
selalu terjadi di berbagai tempat.
Bagi negara-negara yang mundur dari dukungan terhadap Amerika untuk
bergabung dalam Perang Teluk II telah mempelajari dengan seksama bahwa nantinya bila
pecah perang di Irak akan menambah instabilitas politik negara-negara Islam di Timur
Tengah dan biasanya akan diikuti dengan kekacauan suplai minyak sehingga dapat
mengakibatkan tingginya harga minyak. Kalau sampai ini terjadi, selanjutnya akan
bermuara pada resesi ekonomi dunia.
Jalan yang terbaik pada saat ini adalah melakukan upaya diplomasi multilateral
untuk menuju perdamaian, khususnya melalui Dewan Keamanan PBB.

45
Geografi Politik (10)
Geopolitik Cina
I. Latar Belakang
“Biarkan Cina terlelap. Sebab, jika Cina terbangun, dia akan menggungcang
dunia” (Napoleon Bonaparte).
Cina atau dengan nama resmi Republik Rakyat Cina (RRC; juga disebut Republik
Rakyat Tiongkok/ RRT) adalah sebuah negara komunis. Sejak proklamirkan pada 1949
oleh Mao Zedong di lapang Tiananmen, Cina telah dipimpin oleh Partai Komunis Cina
(PKC). Sekalipun seringkali dilihat sebagai negara komunis, kebanyakan ekonomi
republik ini telah diswastakan sejak tiga dasawarsa yang lalu. Walau bagaimanapun,
pemerintah masih mengawasi ekonominya secara politik terutama dengan perusahaan-
perusahaan milik pemerintah dan sektor perbankan. Secara politik, ia masih tetap menjadi
pemerintahan satu partai.
Cina adalah negara dengan penduduk terbanyak di dunia, dengan populasi
1.242.612.226 jiwa (hasil sensus tahun 2000), yang mayoritas merupakan bersuku bangsa
Han. Negara dari Presiden Hu Jintao dan Perdana Menteri Wen Jiabao ini adalah negara
terbesar di Asia Timur dengan total wilyah 9.596.960 km², dan ketiga terluas di dunia,
setelah Rusia dan Kanada. Cina berbatasan dengan 14 negara: Afghanistan, Bhutan,
Myanmar, India, Kazakhstan, Kirgizia, Korea Utara, Laos, Mongolia, Nepal, Pakistan,
Rusia, Tajikistan dan Vietnam.
Dalam suatu pertikaian yang terus berlangsung, Cina menuntut hak memerintah
atas Taiwan dan pulau-pulau sekitarnya yang tidak pernah dilepaskan oleh Taiwan.
Pemerintah Cina mendakwa bahwa Taiwan merupakan suatu entitas yang tidak lagi
wujud dan secara administratif meletakkan Taiwan sebagai provinsi ke-23 Cina, seperti
yang tertuang dalam One China Policy yang selama ini didengungkan oleh Cina.
Cina mengklaim kedaulatan terhadap Taiwan namun tidak memerintahnya. Status
politik Taiwan merupakan hal yang kontroversial; Taiwan mengklaim kedaulatan
terhadap seluruh Cina daratan dan begitu juga dengan Cina. Cina Daratan merupakan
istilah yang digunakan untuk merujuk kepada kawasan di bawah pemerintahan RRC dan
tidak termasuk kawasan administrasi khusus Hong Kong dan Macau. Pemerintah Cina
melihat pemerintahannya di Cina sebagai Tiongkok Baru saat membandingkan dirinya

46
dengan Tiongkok sebelum tahun 1949. Cina juga dijuluki sebagai "Cina Merah" bagai
kawasan yang sama, terutamanya oleh musuhnya di Barat, dengan merujuk kepada warna
merah yang merupakan lambang komunis.
II. Geostrategi dan Geopolitik Cina Menaklukan Dunia
A. Ekonomi Alat Untuk Mendapatkan Pengakuan Dunia
Pada dasarnya konstelasi politik dunia yang semakin kompleks dewasa ini, tidak
akan pernah terlepas dari apa yang disebut dengan kepentingan nasional (national
interest) suatu negara yang terangkum politik dalam negeri yang sudah barang tentu
menurunkan apa yang disebut geopolitik dan geostrateginya. Merupakan hal yang wajar
apabila masing-masing negara saling berlomba-lomba untuk meningkatkan posisi tawar
mereka dalam kancah pergaulan internasional. Hal tersebut hampir melingkupi seluruh
negara yang ada di muka bumi ini, terlepas dari besar atau kecilnya negara tersebut.
Dalam hal ini politik luar negeri Cina bisa tergambar dari pergaulan
internasionalnya. Dewasa ini Cina berhasil membuat AS “takut” terhadap
kebangkitannya. Dari segi jumlah penduduk, Cina merupakan negara berpenduduk
terbanyak di dunia, bahkan wilyah negaranya pun sangat luas, hal ini lah yang
menjadikan Cina sebagai salah satu negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Sebenarnya Cina sendiri sangat tidak seimbang. Kerapuhan lingkungan fisiknya
benar-benar bertolak belakang dengan kekuatan modal manusianya yang sangat besar.
Singkatnya, ketidakseimbangan yang terjadi karena dua hal yang tak sebanding ini bisa
memberi kita pemahaman tentang intensitas maupun polaritas pengaruh yang ditanamkan
Cina di dunia. Pada satu ujung, belum pernah dunia menghadapi masalah tenaga kerja
yang besar, murah, dan cakap yang tergabung dalam ekonomi globalisasi dalam waktu
sesingkat itu. Pada ujung lainnya, tidak pernah ada sebelumnya sebuah negara yang
sebegitu besar bisa bangkit dengan begitu cepatnya dengan modal alam yang sebegitu
miskin. Cina tidaklah dianugerahi lahan pertanian yang berlebihan. Sekitar setengah
daratannya tidak berpenghuni, sehingga seperlima umat manusia terkumpul pada 7%
lahan yang bisa diolah di seluruh permukaan bumi.
Faham komunis dan sistem politik tertutup yang dianut negara ini dulu (bahkan
dijuluki negara tirai bambu) mengakibatkan Cina sedikit dikucilkan dalam pergaulan
internasional. Dari segi penduduk dan wilayah, Cina sangat kecil kemungkinan untuk

47
dikucilkan, tapi kenyataan menunjukan hal demikian. Hal ini disadari oleh Deng
Xiaoping. Sejak Xiaoping memegang tampuk kekuasaan pada ahir 1970-an, PKC (Partai
Komunis Cina) telah menegaskan legitimasinya dalam menghasilkan pertumbuhan
pertumbuhan ekonomi dan menggunakan kekuatan ekonominya sebagai pendokrak untuk
mendapatkan pengakuan yang lebih besar secara internasional.
Cina memfokuskan diri dalam perdagangan asing sebagai kendaraan utama untuk
pertumbuhan ekonomi, untuk itu mereka mendirikan lebih dari 2000 Zona Ekonomi
Khusus (Special Economic Zones, SEZ) di mana hukum investasi direnggangkan untuk
menarik modal asing. Hasilnya adalah PDB yang berlipat empat sejak 1978. Pada 1999
dengan jumlah populasi hampir 1,25 milliar orang dan PDB hanya $3.800 per kapita,
Cina menjadi ekonomi keenam terbesar di dunia dari segi nilai tukar dan ketiga terbesar
di dunia setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat dalam daya beli. Pendapatan tahunan
rata-rata pekerja Cina adalah $1.300. Perkembangan ekonomi Cina diyakini sebagai salah
satu yang tercepat di dunia, sekitar 7-8% per tahun menurut statistik pemerintah Cina.
Kekuatan ekonomi ditunjukkan dengan proses industrialisasi yang mapan dan
hasil prosuksi yang besar juga. Dibanyak industri, terutama industri padat karya, Cina
menjadi pemain global yang dominan saat ini. Pabrik-pabrik Cina memproduksi 70%
mainan, 60% sepeda, setengah industri memproduksi sepatu, dan sepertiga industri
memproduksi tas di dunia. Cina juga memproduksi setengah oven microwave di dunia,
sepertiga televisi dan perangkat AC, seperempat mesin cuci di dunia, dan seperlima
lemari esnya; produk ini menunjukan pesatnya pertumbuhan ekspor Cina. Tapi Cina tidak
bisa mendapatkan hal-hal ini tanpa minyak, untungnya Cina bisa mengimpor cukup
banyak untuk menutupi kekurangannya itu. Namun, kebergantungannya pada komoditas
asing hingga sebesar 40% dari seluruh kebutuhannya itu telah membuat Cina benar-benar
terjebak dalam posisi sulit.
Karena dipicu oleh posisi yang sulit ini, Cina dan perusahaan minyak raksasa
miliknya mencoba dengan semakin tergesa-gesa (karena negaranya menjadi importir
penuh minyak bumi pada 1992) untuk mendukung lini suplai dan mengurangi
kelemahannya itu dengan menghalalkan segala cara.
Ketiga perusahaan minyak besar milik Cina, yaitu China National Petroleum
Corporation (CNPC), China National Offshore Oil Corporation (CNOOC), dan Sinopec,

48
telah menanamkan modalnya hampir dalam tiga puluh proyek pengembangan minyak
dan gas di luar negeri dan telah meraup lebih dari $5 milliar pada akhir 2002. Tetapi,
sejarah pendek transaksi-transaksi ini dipenuhi ketidakpastian. Jelas sekali karena
tergesa-gesa dan benar-benar membutuhkan, pihak Cina hampir selalu membeli cadangan
minyak yang biasa didapatkan dengan harga lebih tinggi daripada harga pasar. Dalam
beberapa kasus, transaksi-transaksi yang diatur secara politik menjadi berantakan dan
pada kasus-kasus lain, perusahaan-perusahaan minyak asing bermanuver dari para
pesaing mereka dari Cina.
Dua puluh tahun yang lalu Cina adalah eksportir minyak terbesar di Asia Timur.
Kini, Cina telah menjadi importir minyak terbesar nomor dua di dunia. Pada 2004, Cina
membukukan sekitar 31% dalam peningkatan permintaaan minyak dunia. Sehingga,
naiknya harga minyak hingga diatas $60 per barel pada pertengahan 2005 bisa dibilang
disebabkan oleh tingginya permintaan Cina.
B. Memperkuat Militer: Jawaban Terhadap Unilateralisme
Dengan kebijakan luar negerinya yang semakin tegas, Cina juga bertujuan
menerjemahkan otot kekuatan pertumbuhan ekonominya ke bidang geopolitik dan
mengimbangi apa yang dilihatnya sebagai hegemoni global AS.
Menyangkut kepentingan nasional tersebut, kiranya wajar apabila Cina tahun
demi tahun menaikkan anggaran belanja militernya. Pengeluaran belanja militer negara
“Tirai Bambu” itu pada tahun 2007 dianggarkan hampir 18 % menjadi 350,92 miliar
yuan (sekitar hampir 45 miliar dolar), atau naik 52,99 miliar yuan dari tahun 2006, dana
tambahan itu akan digunakan untuk peningkatan gaji, meningkatkan sistem persenjataan,
dan pelatihan-pelatihan. Kenaikan itu lebih besar dari 10 % sampai 15 % pertumbuhan
tahunan anggaran pertahanan Cina selama beberapa tahun terakhir. Pengeluaran itu juga
diterjemahkan setara dengan 5,33 biliun yen, yang berarti melampau 4,8 biliun yen dari
rencana belanja berkaitan dengan pertahanan Jepang pada tahun anggaran 2007.
Pemerintah Cina mengatakan kenaikan itu jangan dipandang sebagai ancaman terhadap
negara lain. Tapi rasanya tidak mungkin negara-negara didunia khususnya negara-negara
di kawasan Asia-Pasifik akan percaya begitu saja. Apalagi kalau kita meninjau prospek
Asia-Pasifik kedepan.

49
Menurut Perdana Menteri Cina, Wen Jiabao, peningkatan anggaran militer juga
sifatnya mendesak jika melihat situasi internasional yang diwarnai dengan munculnya
unilateralisme. Kecenderungan unilateralisme muncul lagi, konflik lokal berlanjut,
kegiatan teroris internasional tak berhenti, dan persoalan-persoalan keamanan tradisional
dan non-tradisional terus saja ada, kata Wen.
Jika melihat fenomena dunia internasional dewasa ini yang bersifat
unilateralisme, yang dipercaya oleh kaum neorealis sebagai suatu fase yang unbalance
(tidak seimbang), hal ini akan mengakibatkan negera hegemoni (Amerika Serikat) akan
melakukan tindakan sekehendak dirinya saja. Dari pernyataan Wen Jiabao diatas, sudah
sangat jelas tersirat bahwa Cina hendak menjadikan dirinya sebagai balancer atau
penyeimbang dari situasi sekarang. Hal ini tentunya akan menimbulkan ketegangan baik
secara kawasan maupun internasional, hal ini mungkin menjadi kecurigaan yang berlebih
mengingat Amerika Serikat menganggap Cina tidak transparans dalam kebijakan
penambahan anggaran militer ini. Kekhawatiran AS mungkin akan sedikit terobati
dengan adanya kesepakatan kerjasama militer antara Jepang dan Australia, kerjasama
atau pakta militer yang dilakukan oleh negara sekutu AS ini setidaknya akan mengawasi
gerakan militer dari Cina, sudah barang tentu ini akan menimbulkan ketegangan
dikawasan Asia-Pasifik. Apabila pihak-pihak tersebut saling curiga dan membuat
kesalahan bukan tidak mungkin perang akan terjadi.
C. Cina Unjuk Gigi dengan Program Antariksa
Urgensi terhadap pencapain national interest ini, terutama pemerintah Cina harus
menyediakan sekitar 24 juta lowongan pekerjaan per tahun, melahirkan sebuah konsep
lanjutan selain penguatan terhadap sektor ekonomi, perlindungan terhadap kepentingan
ekonomi, wilayah, penduduk, dan politik, dengan menambahkan anggaran militernya,
pemerintah Cina juga bertekad untuk mengembangkan teknologi. Pengembangan
teknologi ini agar sinergis dengan kebijakan ekonomi dan memperkuat militernya.
Dalam pengembangan teknonologi, Cina berhasil memanfaatkan proses alih
teknologi yang ditempuh dengan “pemaksaan” terhadap perusahaan asing yang
mendirikan bisnis di Cina, juga dengan pengiriman pelajarnya ke seluruh pelosok bumi,
terutama negara-negara Barat. Akhirnya Cina berhasil dalam riset-riset yang dilakukan.

50
Namun, yang akan disoroti sekarang tentang program antariksanya. Pada 15
Oktober 2003, menggunakan roket Long March 2F dan kendaraan angkasa berawak
Shenzhou V, Cina menjadi negara ke-3 yang menempatkan manusia di angkasa melalui
usaha kerasnya.
Setelah pertikaian Cina-Soviet, Cina mulai mendirikan program pencegahan
nuklir dan sistem pengantar angkasanya sendiri. Hasil kejadian ini adalah rencana
peluncuran satelit. Ini menjadi kenyataan pada tahun 1970 dengan peluncuran Dong Fang
Hong 1, satelit Cina yang pertama. Ini menjadikannya sebagai negara kelima yang
melancarkan satelit angkasa lepasnya sendiri.
Negara ini merencanakan program angkasa berawak di awal 1970-an, dengan
"Proyek 714" dan kendaraan angkasa berawak Shuguang yang diharapkan. Karena
serentetan kemunduran politik dan ekonomi, program penerbangan berawak tak pernah
terlaksana baik sampai 2003. Walau bagaimanapun, pada tahun 1992 Proyek 921
dibenarkan dan pada 19 November 1999, roket tidak beranak kapal Shenzhou 1
diluncurkan, ujian pertama roket negara ini. Selepas tiga kali percobaan, Shenzhou 5
dilancarkan pada 15 Oktober 2003 dengan roket Kawat Lama yang beranak kapal Yang
Liwei digunakan, menjadikan Cina negara ketiga yang meluncurkan manusia ke angkasa
lepas setelah Amerika Serikat dan Rusia. Misi kedua, Shenzhou 6 dilancarkan pada 12
Oktober 2005.
Program perkembangan Cina dianggap disebabkan atas keprihatinan dalam
beberapa bagian. Laporan DPR AS menyusul peluncuran 2003 berkata, "Saat 1 dari
motivasi cepat yang kuat untuk program ini muncul menjadi gengsi politik. Usaha-usaha
Cina hampir pasti akan menyumbang pada sistem angkasa militer yang diperbaiki pada
bingkai waktu 2010-2020."
Apakah kelanjutan Cina di area ini akan membuat perlombaan angkasa lainnya
masih perlu diperhatikan?
III. Kesimpulan
Kebangkitan Cina dewasa ini telah membawa perubahan yang besar dalam
fenomena hubungan internasional. Kebangkitan ini tidak akan mungkin terjadi tanpa ada
perencanaan yang pasti terangkum dalam geostrategi dan geopolitik.

51
Luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk menjadi kekuatan sekaligus masalah
bagi Cina. Bagaimana tidak, bagi Cina tiap tahun harus menyediakan 24 juta lowongan
pekerjaan untuk warganya, ditambah wilyahnya tidak semuanya berpotensi untuk diolah.
Belum lagi ketertinggalan dari negara disekelilingnya dan faham komunis yang dianut
menjadikan Cina semakin tersisihkan dalam pergaulan internasional. Dalam kondisi
tersebut Deng Xiaoping yang menggantikan Mao Zedong pada tahun 1970-an menyadari
bahwa untuk mendapatkan perhatian dunia, Cina harus maju secara ekonomi.
Cina mencirikan ekonominya sebagai sosialisme dengan ciri Cina. Sejak akhir
1978, kepemimpinan Cina telah memperbaharui ekonomi dari ekonomi terencana Soviet
ke ekonomi yang berorientasi pasar tapi masih dalam kerangka kerja politik yang kaku
dari Partai Komunis. Untuk itu para pejabat meningkatkan kekuasaan pejabat lokal dan
memasang manajer dalam industri, mengijinkan perusahaan skala kecil dalam jasa dan
produksi ringan, dan membuka ekonomi terhadap perdagangan asing dan investasi. Ke
arah ini pemerintah mengganti ke sistem pertanggungjawaban para keluaga dalam
pertanian dalam penggantian sistem lama yang berdasarkan penggabunggan, menambah
kuasa pegawai setempat dan pengurus kilang dalam industri, dan membolehkan pelbagai
usahawan dalam layanan dan perkilangan ringan, dan membuka ekonomi pada
perdagangan dan pelabuhan asing. Pengawasan harga juga telah dilonggarkan. Ini
mengakibatkan Cina berubah dari ekonomi terpimpin menjadi ekonomi campuran.
Tingkat perekonomian yang mencapai fase over heat dewasa ini menjadikan Cina
sebagai negara industri terbesar, yang mengakibatkan pemakain terhadap minyak sangat
besar. Dengan berbagai cara sekalipun harus saling curiga dengan negara lain seperti
Amerika. Cina tetaplah Cina yang akan terus memperjuangkan kepentingan nasional,
yaitu stok aman untuk minyak agar proses industri tetap berjalan.
Ditingkat kedua, Cina memperkuat militernya yang tidak lain adalah untuk
mempertahankan wilayah teritorialnya termasuk bahwa Cina berhak atas Taiwan,. Belum
lagi permasalahan tentang perbatasan-perbatasan. Tapi yang menarik adalah sikap Cina
dalam menyikapi unilateralisme yang menurut mereka tidak relevan. Kerjasama dengan
negara-negara di kawasan timur tengah seperti di Sudan memberikan suatu sinyalemen
bahwa perlu adanya pembatasan atas kekuatan AS. Apalagi Cina mempekuat militernya
untuk mengamankan suplai minyak di seluruh dunia, terutama suplai dari Timur Tengah.

52
Cina juga dituntut untuk bisa mandiri dalam teknologi, baik untuk kepentingan
ekonomi maupun untuk kepentingan militer. Namun dalam hal ini, Cina telah berhasil
mengembangkan teknologi ruang angkasanya. Keberhasilan ini jelas menaikkan
bargaining position Cina di dunia internasional. Kemajuan-kemajuan yang dicapai Cina
ini melahirkan satu pertanyaan besar, apakah peta politik dan keamanan dunia akan
berubah?

53
Geografi Politik (11)
Geopolitik Timteng
* Geografi, Geopolitik dan Kultural Kawasan Timur Tengah
* Penamaan Timur Tengah
Sejauh ini belum ada kesepakatan mengenai definisi Timur Tengah (Middle East),
dan bahkan nama Timur Tengah belum disepakati secara universal. Penamaan Timur
Tengah muncul secara resmi oleh orang Inggris untuk menyebutkan kawasan yang
meliputi semua negara Asia yang terletak di sebelah selatan Uni Soviet (kini Rusia dan
CIS), dan sebelah barat Pakistan, termasuk Mesir.
Nama lain yang muncul untuk menyebutkan kawasan ini adalah Timur Dekat
(Far East), Istilah yang lebih tua. Yang dilingkupi oleh istilah ini adalah Asia Barat Daya
dan wilayah-wilayah Eropa Tenggara yang pada masa lalu berada dibawah kontrol
Khilafah Turki Utsmaniyah (Ottoman).
Dalam perkembangan terakhir, negara-negara yang sering diikutkan dalam
penamaan kawasan Timur Tengah antara lain: Suriah, Libanon, Palestina, Israel, Mesir,
Arab Saudi, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Bahrain, Qatar, Irak, Kuwait. Lalu negara-
negara Afrika Utara juga diikutkan: Maroko, Aljazair, Libya, Tunisia, Mauritania, Sahara
Barat, Sudan, Etiopia, Eritrea, Jibuti. Selain itu kadangkala negara-negara berikut juga
diikutkan: Iran, Pakistan dan Turki.
* Gambaran Tentang Peta Bumi Kawasan Timur Tengah
Timur Tengah memiliki posisi geografis yang unik. Ia merupakan wilayah yang
terletak pada pertemuan Eropa, Asia dan Afrika, dan dengan demikian ia menguasai
jalan-jalan strategis yang menuju ke tiga benua tersebut. Jalan-jalan strategis tersebut
antara lain: Selat Bosphorus yang menghubungkan Laut Mideterania (Laut Tengah)
dengan Laut Hitam, Terusan Suez yang menghubungkan Laut Mideterania (Laut Tengah)
dengan Laut Merah. Selain itu juga terdapat rute-rute perdagangan kuno via darat yang
melewati kawasan ini.
Dipandang sebagai bagian dari Asia (Asia Barat Daya), Timur Tengah terletak di
dalam zona tengah yang membentang di sepanjang benua raksasa ini, kira-kira antara
garis lintang 30-40. Disebelah utara zona tengah ini terletak daratan Rusia yang luas. Di
sebelah selatannya terdapat ujung-ujung semenanjung Asia, yang sebagian besar berada

54
dalam kontrol Barat. Secara tradisional, Timur Tengah adalah kawasan yang
diperebutkan antara kekuatan darat Rusia dan kekuatan laut Barat.
* Kondisi Sosio-Kultural
Secara politis dan kultural, Timur Tengah dibagi kedalam dua wilayah utama:
Sabuk Utara dan Inti Arab. Sabuk Utara dari segi etnik, mayoritas adalah non-Arab dan
berbatasan langsung dengan Uni Soviet (Rusia). Turki, Iran dan Afghanistan berbeda
dalam banyak hal dengan negara-negara Timur Tengah lainnya.
Sabuk Utara memisahkan dan melindungi Inti Arab dari Rusia (Uni Soviet).
Sebagai garis pertahanan yang tidak merata, namun yang terkuat terletak pada Turki dan
yang terlemah ada pada Iran.
Inti Arab terbagi atas daerah Bulan Sabit Subur (fertile crescent) dan wilayah
Laut Merah. Daerah Bulan Sabit Subur mencakup Irak (Mesopotamia/ negeri dua sungai
yang pernah kaya) dan pesisir Mediterania Asia, yang terdiri dari Suriah, Libanon,
Yordania, Israel dan Palestina. Daerah ini merupakan tempat migrasinya rumpun Semit
yang kemudian dikenal sebagai bangsa Babilonia, Assyria, Phoenisia dan Ibrani.
Wilayah Laut Merah, terdiri atas dua bagian, daerah Timur yang terbentang gurun
kering Jazirah Arab (pulau Arab), yang penduduknya jarang, kaya akan minyak, dan
tenggelam akan tradisi Muslim. Di sebelah Barat terdapat Mesir, negeri yang hidup dari
sungai terpanjang di dunia, Sungai Nil yang merupakan sumber kesuburan di negeri yang
memang tandus.
Timur Tengah lainnya adalah daerah Afrika Utara (maghreb). Secara geografis
dikitari permukaan pegunungan, Mediterania dan Atlantik, sehingga menikmati iklim
yang lebih sedang dibandingkan dengan daerah Timur Tengah lainnya. Daerah ini juga
cenderung lebih dekat dengan Eropa dan menciptakan interaksi baik secara ekonomi atau
kultural dengan negara-negara Eropa.
Kawasan Timur Tengah merupakan kawasan tempat lahirnya tiga agama besar
dunia. Selain itu juga, dari Timur Tengah lahir peradaban-peradaban besar dunia. Bahasa
Arab, menjadi bahasa utama yang digunakan di Timur Tengah, pada abad pertengahan,
selama ratusan tahun Bahasa Arab merupakan bahasa ilmu pengetahuan, budaya dan
pemikiran progresif di seluruh wilayah dunia beradab. Berbagai bahasa di dunia sampai
saat ini memperlihatkan adanya pengaruh bahasa Arab dalam berbagai bahasa

55
serapannya. Alfabet Arab (huruf Hijaiyah) merupakan sistem yang paling banyak dipakai
di seluruh dunia, disamping aksara Latin.
* Niai Strategis Kawasan Timur Tengah
Selain memiliki keunikan geografis, Timur Tengah memiliki sifat lain yang khas.
Timur Tengah merupakan pusat dunia Islam. Di Timur Tengah terdapat tempat-tempat
paling suci Islam dan lembaga-lembaga keilmuan Islam tertinggi. Agama dan budaya
Muslim telah meresap ke seluruh masyarakat Timur Tengah dan telah memenuhinya
dengan sikap-sikap filosofis sehingga hanya revolusi radikal yang mungkin mengubah
prilakunya. Namun, di tanah suci Palestina, Timur Tengah memiliki fokus aspirasi-
aspirasi Yahudi serta Kristen.
Kawasan Timur Tengah pada zaman sekarang menempati kedudukan strategis
dalam percaturan politik internasional karena beberapa alasan:
1. kawasan ini menyimpan reserve minyak yang paling besar dibandingkan dengan
kawasan lain, sehingga dalam zaman dimana energi minyak menjadi barang yang
sangat langka, Timur Tengah memegang peranan sangat menentukan dalam
percaturan politik dan ekonomi internasional
2. negara-negara di Timur Tengah, berkat kekayaan yang diperoleh dari rezeki
minyak, telah menjadi negara-negara pengimpor senjata dari Timur maupun dari
Barat. Kawasan ini sangat menarik bagi negara-negara pengekspor senjata yang
dengan mudah dapat memperoleh devisa secara sangat menguntungkan lewat lalu
lintas perdagangan senjata mereka. Amerika Serikat, Uni Soviet (Rusia), Inggris,
Prancis, beberapa negara Eropa Timur dan sejumlah negara Amerika Latin serta
Republik Rakyat Cina adalah negara-negara yang menaruh minat besar dalam
perdagangan senjata di Timur Tengah.
3. berkat bonanza minyak itu, Timur Tengah telah menjadi benua ekonomi yang
mampu menyedot berbagai komoditi dari luar. Negara-negara industri dari Barat
maupun dari Asia, terutama Jepang, Korea Selatan, Hongkong dan Taiwan selalu
mengincar kawasan Timur Tengah sebagai pasar yang cukup gemuk untuk
berbagai produk industri mereka. Oleh karena itu Timur Tengah tidak saja
memiliki nilai strategis, tetapi juga bernilai ekonomis.

56
4. konflik antar negara Timur Tengah, terutama sekali antara Israel dan negara-
negara Arab mempunyai dimensi internasional dan melibatkan campur tangan
negara-negara superkuat Amerika dan Uni Soviet (Rusia). Perdamaian dan
keamanan internasional sampai batas tertentu dipengaruhi oleh konflik-konflik
yang terjadi di kawasan ini. Dengan kata lain, hampir setiap konflik besar yang
terjadi di Timur Tengah mengimbas ke kawasan lain dan ikut mengguncang
stabilitas kawasan tersebut.
5. Timur Tengah secara geografis, geopolitis, dan geostrategis merupakan kawasan
yang selalu menjadi pusat perhatian masyarakat internasional, justru karena
letaknya yang menghubungkan benua Eropa, Afrika, dan Asia. Beberapa negara
Timur Tengah yang berbatasan langsung dengan wilayah Uni Soviet (Rusia)
menambah arti penting kawasan ini secara keseluruhan.
6. Timur Tengah terbukti dalam sejarah telah menjadi the cradle of civilization (asal
muasal peradaban). Bukan itu saja, bahkan semua agama wahyu diturunkan di
kawasan Timur Tengah. Agama Yahudi, Kristiani dan Islam, semuanya dilahirkan
di Timur Tengah. (Taylor, 1990:v-vi)
* Energi Masa Depan di Timur Tengah
“Minyak bumi dan gas alam, sungguh dan Timur Tengah adalah pemain kunci
energi masa depan. Maka tidak heran secara geopolitik kawasan ini sangat strategis dan
konflik berkepanjangan di kawasan akan senantiasa ‘diciptakan’.”
Presiden AS, George W Bush, dalam pidato kenegaraan 31 Januari 2007,
mengatakan bahwa Pemerintah AS berencana mengurangi ketergantungan minyak pada
Timur Tengah sampai 75 persen tahun 2025 dengan memfokuskan pada bahan bakar
alternatif, seperti etanol dan biodiesel.
Apa dalam kepala Bush sehingga ia berani sesumbar demikian? Bukankah ia
‘berteman’ dengan Arab Saudi untuk minyak? Juga telah menyerang Afghanistan bagi
keamanan pasokan minyak? Menyerbu Irak, (dan sebentar lagi Iran) juga ‘dengan dalih
minyak’?
Menurut Statistik OPEC (2005), konsumsi minyak USA mencapai 20,17 juta
barel perhari dari total konsumsi dunia yang mencapai 77,52 juta barel per hari atau
hampir sepertiga kebutuhan minyak dunia. 74,6 persen kebutuhan minyak USA adalah

57
impor. Walau hanya sedikit memang yang berasal dari Timur Tengah (beturut-turut lima
pengimpor terbesar AS adalah Kanada, Meksiko, Arab Saudi, Venezuela, dan Nigeria),
namun dengan memanasnya hubungan dengan kelompk kiri Amerika Latin yakni
Venezuela, maka AS tetap membutuhkan Arab Saudi dan Timur Tengah khususnya.
Apalagi Negara-negara tersebut adalah sesama anggota OPEC, dan solidaritas OPEC bisa
menjadi kunci sebagaimana boikot terhadap Israel saat terjadi konflik Arab-Israel tahun
1970-an. Inikah yang ditakutkan USA (sentimen anti-USA)?
* Ladang Minyak dan Gas Masa Depan
Masih dari Statistik OPEC (2005), produksi minyak OPEC sebesar 42,7 persen
dari produksi minyak dunia, dimana keseluruhan Timur Tengah sendiri mencapai 40
persen dari produksi dunia, dengan tingkat ekspor menguasai 50,9 persen pasar ekspor
minyak dunia. Sementara dari sisi cadangan terbukti (proven) minyak dunia sebesar 1,15
triliyun barel, OPEC masih mempunyai cadangan terbukti diatas 78,4 persen dunia yaitu
sebesar 904,25 milyar barel, dan kawasan Timur Tengah memilki cadangan terbukti
minyak paling besar yaitu 742,68 milyar barel (75 persen). (disusul berturut-turut
Amerika Latin, Afrika, Eropa Timur, Asia Pasifik, Amerika Utara dan Eropa Barat).
Sementara itu, gas alam sebagai bagian dari migas saat ini mulai dikembangkan di
negara-negara Timur Tengah dan OPEC. Pada awal berdirinya, share produk gas alam
OPEC hanya 3 persen dari produk gas alam dunia. Saat ini (2005), share produk gas alam
OPEC sudah menembus angka 17,6 persen sebesar 498,375 milyar m3 dari produk gas
alam dunia sebesar 2,836 trilyun m3. Produksi tertinggi gas alam masih dari wilayah
Eropa Timur Rusia, disusul Amerika Utara, Asia Pasifik, Timur Tengah, Eropa Barat,
Amerika Latin dan Afrika.
Saat ini Rusia menjadi pemain kunci energi dunia dari sektor gas alam ini dengan
produksi sebesar 801,5 milyar m3 atau mencapai 40 persen. Untuk kawasan Amerika
Utara pemain kunci adalah USA, Iran untuk kawasan Timur Tengah, kawasan Asia
Pasifik oleh Indonesia dan Amerika Latin oleh Argentina.
Untuk energi gas alam masa depan, Timur Tengah menjanjikan prospek yang
cerah. Hal ini dikarenakan cadangan terbukti dunia sebesar 180,238 trilyun m3 terbesar
berada di kawasan ini dengan 72,977 trilyun m3 (45 persen) disusul Eropa Timur dan
Amerika Utara

58
Kontribusi inilah yang menunjukkan dominasi dan kekuatan utama negara-negara
Timur Tengah dan menjadikan posisi tawar yang menguntungkan utamanya dalam
pemenuhan kebutuhan energi minyak dan gas dunia.
Posisi tawar inilah bisa menjadi senjata yang ampuh dalam permainan geopolitik
global. Krisis politik di beberapa negara pemain energi utama, terutama Iran dan
Venezuela, serta ditambah dominasi dan arogansi USA, ditakutkan akan mengulangi
sejarah kelam konflik Arab-Israel terdahulu. Pada awal tahun 2007 saja, harga minyak
mentah mendekati tingkat rekor tertingginya dalam beberapa tahun terakhir belakangan
ini hingga mendekati rekornya senilai 70,85 dolar AS per barel.
George Soros, yang termasuk pemodal global pun menyimpulkan bahwa tahun
2006 yang telah lewat adalah tahun berbahaya sepanjang menyangkut minyak. Sekarang
ini sedikit ekonom yang siap memprediksi penurunan harga minyak selama kedepan,
bahkan prediksi sejumlah analis ekonomi bahwa angka 70 dollar AS per barel dapat
menjadi “harga dasar” mulai awal tahun 2007. Dan AS, mungkin telah melihat fenomena
tersebut dan bersiap mengantisipasi bahwa minyak dan gas akan menjadi senjata politik
ampuh di masa depan.

59
Geografi Politik (12)
Geopolitik India
* Geopolitik dan Geostrategi Global India
India adalah letak dari peradaban kuno seperti Budaya Lembah Indus dan
merupakan tempat kelahiran dari empat agama utama dunia: Hindu, Buddha, Jainisme,
dan Sikhisme. Penduduk asli dataran India adalah bangsa Dravida (terkenal dengan
kebudayaan Mohenjjo-Darro), semakin tersisih ke selatan ketika kedatangan bangsa Aria.
Bangsa Aria ini berasal dari Asia Tengah. Agama asli bangsa Aria itu Hindu, oleh karena
itu wilayah mereka kemudian dinamakan Hindustan. Islam mulai dikenal masyarakat
India seiring kontak mereka dengan para pedagang Arab, karena India terletak di Jalur
Sutera yang menghubungkan berbagai kebudayaan. Gambaran perkembangan kerajaan
Islam di India, salah satu peninggalan kerajaan Moghul di India yang sangat terkenal
adalah Taj Mahal.
Republik India adalah sebuah negara di Asia yang mempunyai jumlah penduduk
terbanyak kedua di dunia, dengan populasi lebih dari satu milyar jiwa, dan adalah negara
terbesar ketujuh berdasarkan ukuran wilayah geografis. Jumlah penduduk India tumbuh
pesat sejak pertengahan 1980-an. Terletak di Asia Selatan dengan garis pantai sepanjang
7.000 km, dan bagian dari anak benua India, India merupakan bagian dari rute
perdagangan penting dan bersejarah. Dia membagi perbatasan dengan Pakistan, Republik
Rakyat Cina, Myanmar, Banglades, Nepal, Bhutan, dan Afganistan. Sri Lanka,
Maladewa, dan Indonesia adalah negara kepulauan yang bersebelahan. Cuaca India
beragam, dari cuaca tropis di selatan hingga ke cuaca menengah di utara. Sebagian dari
India yang terletak di pegunungan Himalaya mempunyai cuaca tundra. India
memperolehi hujannya dari monsun (angin musim hujan).
Diawal abad ke-12 ini, salah satu proses pergeseran kekuatan global diatandai
oleh tampilnya India sebagai aktor global potensial.
* Ekonomi
Ekonomi India adalah terbesar keempat di dunia dalam PDB, diukur dari segi
paritas daya beli (PPP), dan salah satu pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.
Perekonomian India diperkuat oleh kehadiran industri dengan dasar teknologi yang cukup

60
kuat. Program alih teknologi India termasuk cukup berhasil. Dalam industri TI yang
merupakan arus dunia saat ini, India hadir sebagai pemain kelas atas.
* Politik
Politik India, negara dengan sistem demokrasi liberal, bahkan India merupakan
negara demokrasi terbesar di dunia, disusul AS dan Indonesia.
* Sosial
Struktur sosial India mengakibatkan kesulitan tersendiri bagi perkembangan
negara tersebut. Masih berlakunya pembedaan kasta, serta berbagai praktik tradisional
tidak memungkinkan adanya pemerataan sosial. Demokrasi yang notabene milik
masyarakat egaliter dikembangkan pada sistem sosial yang lebih sesuai untuk feodalisme.
Dalam kerukunan beragama, sistem hukum dan kenegaraan India sangat maju dalam
mendukung sistem negara yang sekuler.
* Militer
Dengan kekuatan 1 juta prajurit, dilengkapi peralatan moderen dengan industri
pendukung, serta anggaran militer yang sangat besar, militer India merupakan salah satu
yang terkuat di dunia saat ini. Di Asia ia hanya dapat ditandingi oleh RRC. Adanya
gabungan kekuatan militer, ekonomi, sosial, politik, sumber daya, serta teknologi
memberi kesempatan bagi India untuk berkembang menjadi salah satu adidaya Asia.
Indiapun memiliki senjata nuklir, walaupun semula India tidak setuju dengan penggunaan
senjata nuklir, seperti pernah dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki untuk mengakhiri
PD-II. Nehru yang terinspirasi oleh gerakan anti-kekerasan Mahatma Gandhi,
menginginkan agar senjata nuklir dinyatakan terlarang.
* Proyeksi Kemiliteran
Dengan anggaran sebesar US$ 13,6 miliar hanya untuk 2000/ 2001, hanya US$ 1
miliar di bawah RRC (ini menurut pengakuan India, sementara RRC mengaku anggaran
militernya jauh di bawah India) India menunjukkan kemampuannya untuk menjadi salah
satu militer yang terkuat di Asia. Pengadaan dilakukan dengan mekanisme yang cukup
kompleks dan profesional, sekali pun sebagai akibat dari masih besarnya ketergantungan
teknologi, beberapa kasus sempat muncul. Berikut beberapa pengadaan yang patut
dicatat:
1. Angkatan Darat

61
Angkatan Darat dengan bangga menantikan 300 T-90 Russia, selain berbagai
macam radar, UAV, howitzer dan roket BM21 Grad M yang akan memperkuat peluncur
roket lokal Arjun. Sebagian besar amunisi dibeli dari Israel. Demikian pula banyak proses
upgrade persenjataan dilakukan dengan bantuan Israel.
Mirip seperti di Indonesia, tapi dalam taraf yang jauh lebih rendah, korupsi juga
merupakan momok yang menghantui militer India dalam pengadaan persenjataan, di
samping tentu saja kesalahan pengambilan keputusan. Namun berbeda dengan Indonesia,
upaya melakukan pengamanan atas kebocoran telah dilakukan dengan meningkatkan
audit sejak 1985. Contoh isu yang beredar, bahwa implementasi MiG-29K untuk
Gorshkov adalah dipaksakan. SU-30 yang dikirim disebut hanyalah SU-27 yang
diupgrade. Demikian pula versi T-90 yang akan diterima India, disebutkan sebagai model
eksperimental yang pada prinsipnya hanyalah T-80 yang dilengkapi dengan mesin disel
baru.
2. AngkatanLaut
Angkatan Laut akan diperkuat dengan MiG-29K yang satu paket dengan kapal
induk Admiral Gorshkov. Banyak kritik tentang hal ini, karena Gorshkov sebenarnya
tidak dibuat untuk mengangkut MiG-29K, bahkan lebih merupakan pengangkut
helikopter, atau maksimal Yak. Implementasi MiG-29 untuk carrier base aircraft sendiri
masih belum populer.
Pengadaan TU-22M Backfire untuk maritime aircraft cukup penting, mengingat
kategorinya sebagai pembom jarak jauh, yang sanggup menyerang sebelum dikenali oleh
radar. Ditambah dengan TU-142M (ASW). Selain itu, empat kapal selam Kelas Kilo
akan menambah armada kapal selam India.
Yang juga perlu dicatat adalah bahwa India menyewa beberapa peralatan militer
dari Rusia. Termasuk di antaranya adalah kapal selam nuklir seperti INS Chakra. Metode
sewa ini seharusnya juga dipertimbangkan Indonesia, daripada membeli peralatan dalam
jumlah tidak memadai dan tidak memiliki fungsi militer.
Israel turut membantu dalam melakukan modernisasi kapal-kapal tempur India,
khususnya dalam teknologi radar dan perlengkapan electronic warfare lainnya.
3. AngkatanUdara

62
Angkatan Udara menantikan kedatangan 50 SU-30MKI yang disertai dengan alih
teknologi. Ini menandai peningkatan standar fighter India, sekali pun dalam
implementasinya masih bermasalah.
Pembelian 10 Mirage 2000 menunjukkan bahwa India tidak meninggalkan
teknologi Prancis. Namun karena penolakan India atas NPT kemungkinan Prancis tidak
akan memberikan teknologi Mirage yang terakhir.
India juga telah melakukan upgrade lokal atas 125 MiG-21 yang dimilikinya.
Mempertahankan wing lama tempur ini sangat dibutuhkan untuk menandingi superioritas
jumlah jet tempur RRC. Sedang dirundingkan kemungkinan pembelian Beriev A-50
(Mainstay), pesawat AWACS Rusia. Perlu menjadi pertimbangan Indonesia untuk turut
membeli Beriev dibandingkan state of art AWACS AS, khususnya karena pertimbangan
ketersediaan pasokan serta minimnya kemungkinan berhadapan dengan Rusia (zero
enggagement possibility) dalam 50 tahun ke depan.
Selain itu, 40 helikopter Mi-17-1B versi upgrade juga sedang dinantikan
pengirimannya. Heli ini dapat beroperasi pada high altitude, sesuai dengan geografi India
di perbatasan dengan Cina dan Pakistan. Pilihan ini perlu menjadi pertimbangan untuk
operasi TNI di Irian. Juga perlu ditiru kerjasama India-Rusia untuk membangun Il-214,
pesawat kargo militer yang berdaya tampung 82 para atau 100 penumpang atau kapasitas
15 ton. Indonesia sangat membutuhkan jenis seperti ini, karena dapat lepas dari lingkaran
setan supply militer karena ketergantungan pada pesawat kargo buatan Amerika seperti
Hercules. Cara ini sangat baik dilakukan untuk memperoleh teknologi secara lebih cepat.
Dengan tercapainya Perjanjian nuklir India-AS mengakibatkan persetujuan itu
mengizinkan Amerika memberikan bantuan dan bahan bakar untuk program tenaga
nuklir India. Berdasarkan perjanjian itu, India tetap berhak mengadakan uji coba senjata
nuklir di fasilitas nuklir yang terpisah dan dibangun untuk kepentingan militer.
Sejak India merdeka 15 Agustus 1947, India melaksanakan politik luar negerinya yang
bebas (independent), yang didasarkan pada kesamaam (equality), keadilan (justice) dan
perdamaian (peace).
* Tantangan Pertama Ketika India Baru Merdeka, yaitu:
Internal: India mewarisi keterbelakangan, kemiskinan, kebutaaksaraan yang
sangat tinggi dan penyakit. Karena itu tugas utama pemimipin negara adalah menjaga

63
kesatuan bangsa karena India memiliki kemajemukan yang luar biasa baik etnis maupun
agama. Eksternal: dunia telah pecah yang dipelopori oleh blok Barat dan blok Timur.
PM Jawaharal Nehru menyadari bahwa India, dengan perdabannya yang tua,
wilayahnya yang cukup luas, penduduknya yang banyak, berhak untuk berbicara dengan
suaranya sendiri. Kemerdekaan yang didapatkan dengan susah payah dari penjajah
menjadi kurang berarti jika India tidak dapat bebas bersuara di tingkat Internasional.
Sejak awal India tidak mau/ ikut dalam pakta-pakta militer, seperti Pakta Bagdag/
CENTO atau perjanjian Manila/ SEATO, karena keduanya berpihak kepada blok Barat.
Namun India tidak sekedar netral dalam masalah internasional dimana Nehru menolak
tuduhan John Foster Dulles bahwa netralitas itu immoral.
Non-aligment melambangkan perjuangan India dan negara yang baru merdeka
untuk mempertahankan dan memperkuat kemerdekaan mereka (bukan hanya politik tapi
juga ekonomi) dari neo kolonialisme dan imperealisme.
Sasaran pertama politik luar negeri India adalah memberikan dukungan kepada
negara-negara yang baru merdeka tersebut untuk memperkuat diri memajukan
perdamaian dunia dan membantu mereka menjadi anggota PBB. Non-aligment juga
mengedepankan proses demokratisasi dalam hubungan internasional.
Fungsi politik luar negeri India juga untuk memajukan dan mempertahankan
kepentingan nasionalnya, termasuk ekonomi. Dengan tidak masuk ke salah satu blok
maka India merasa lebih bebas untuk berhubungan dengan negara manapun, tanpa
mepedulikan warna ideologinya atau sistem ekonominya, asalkan saling menguntungkan.
* Hubungan Luar Negeri:
* Rusia
India adalah bagian dari politik luar negeri Soviet di Asia. Itu waktu Soviet masih
ada. Kebijakan politik India yang non-alignment (non-blok) memberi Soviet pijakan di
Asia Selatan. Soviet menjadi pemasok terbesar bagi militer India, menjamin adanya
pasokan kemiliteran yang bebas dari persyaratan berat dan resiko embargo. Setelah
Soviet bubar, Rusia tetap menjadi pemasok senjata nomor satu bagi militer India.
* Amerika Serikat
India menganggap AS dapat membantu India dalam banyak hal, termasuk
teknologi, bantuan ekonomi dan dukungan moral bagi India yang sudah mempraktekan

64
demokrasi, Amerika Serikat menerapkan embargo militer pada India sejak lama karena
upayanya untuk memiliki senjata nuklir. Embargo militer tersebut masih berlaku hingga
sekarang setidaknya untuk peralatan militer yang sensitif, karena India menolak
menandatangani NPT dan CTBT. Kedekatan India dengan Soviet (kemudian Rusia)
otomatis membuat India kurang disukai oleh AS. Namun dikarenakan letak geografisnya,
pendiriannya yang non-blok, serta keberadaannya sebagai negara demokrasi, para analis
militer AS menyimpulkan bahwa konflik dengan India sangat kecil kemungkinannya.
Saat ini India merupakan tempat terbaik untuk memulai investasi bagi
perusahaan-perusahaan Amerika Serikat. Biaya implementasi di India bisa lebih rendah
dari pada di Amerika Serikat. (Raj S. Judge) Penandatanganan perjanjian nuklir India-AS
ini menjadi sebuah kunci penting masa depan hubungan bilateral India-AS yang lebih
baik.
Terlepas dari kenyataan adanya standar ganda AS terhadap kebijakan nuklirnya,
India sangat diuntungkan dari penandatanganan perjanjian ini. Meskipun perjanjian
nuklir ini tidak serta merta memberikan status negara nuklir kepada India, tetapi paling
tidak hal ini menunjukkan pengakuan AS terhadap India sebagai sebuah negara yang
bertanggung jawab terhadap teknologi nuklirnya.
Lebih jauh lagi, perjanjian ini akan memberikan kesempatan kepada India untuk
mendapatkan akses teknologi nuklir yang lebih besar tanpa harus khawatir terhadap
tekanan dan ancaman dari AS, sebagaimana yang saat ini terjadi kepada Iran maupun
Korea Utara.
* Inggris
Lepasnya India dari kekuasaan Inggris tidak dapat dihindari, namun pihak Inggris
tidak senang terhadap kepemimipinan Partai Kongres yang sejak sebelum kemerdekaan
bersikap keras terhadap Inggris. Inggris memperhitungkan dan berharap India akan pecah
berantakan. Namun Inggris meninggalkan warisan di India, yang lebih baik dari warisan
Belanda di Indonesia, misalnya dalam hal administrasi, dan penggunaan bahasa asal
penjajah, akibatnya bagi India ratusan ribu para terpelajar India bekerja di Barat,
termasuk di Inggris dan AS. Sebagai negara commonwealth, India secara tradisi
mendapat perlindungan dari Inggris.
* Asia

65
ASEAN adalah tempat bagi bagi bangsa-bangsa yang cinta damai. ASEAN
membawa dampak positif bagi seluruh bangsa di dunia. ARF (ASEAN Regional Forum)
sangat bermanfaat bagi India untuk melakukan komunikasi akrab yang terbuka dengan
negara-negara lain. Hanya saja dalam forum regional yang cukup luas seperti itu India
sering menjadi bulan-bulanan karena sikapnya yang tidak mau menandatangani NPT dan
CTBT. Pelajaran dari ASEAN digunakan oleh India untuk membentuk kumpulan
regionalnya sendiri, Bimstec, yang terdiri atas Bangladesh, India, Myanmar, Sri Lanka
dan Thailand.
* Indonesia
India membutuhkan jaminan atas jalur laut yang aman melalui Nusantara, sekali
pun India berada dalam konflik, baik dengan Cina, Pakistan atau Australia. Jelasnya India
membutuhkan jaminan persahabatan dari Indonesia, bahwa tidak akan ada konflik militer
antar kedua negara. India membutuhkan Indonesia yang memihak pada India atau
setidaknya tetap netral dibanding terhadap Australia dan Cina, serta AS. Untuk
mempertahankan perkembangan militernya India membutuhkan persahabatan militer
yang lebih luas, termasuk dengan Indonesia.
India berkepentingan mendapatkan bantuan politis untuk meredam atau
setidaknya mengurangi tekanan internasional atas posisinya yang tidak menandatangani
NPT dan CTBT. India berambisi menjadi adidaya Asia. Ambisi ini telah diperlihatkan
sejak awal berdirinya negara tersebut. Awalnya militer India mewujudkan hal tersebut
dengan mengoperasikan Carrier. Kemudian proyeksi militer India secara jelas menuju
perwujudan blue water navy yang modern. Langkah kearah ini dilakukan dengan
kemampuan membangun di dalam negeri kapal perusak dan fregat yang modern, serta
mengalihkan teknologi untuk membangun kapal selam.
Sejalan dengan itu, India berharap dapat menjadi anggota tetap Dewan Keamanan
PBB dan dengan demikian dapat memiliki hak veto. Untuk mendukung harapannya
tersebut India mempersiapkan diri dalam bidang ekonomi, politik, teknologi dan militer.
Dalam keempat bidang tersebut India telah menunjukkan kemajuan yang cukup pesat.
Ambisi India terlihat setelah negara tersebut menolak meratifikasi perjanjian NPT (Non-
Poliferation Treaty) tahun 1968 hingga sekarang. Bahkan kemudian menolak
menandatangani CTBT tahun 1996, hingga sekarang, jauh setelah Perang Dingin

66
berakhir. Pada Mei 1998, India kembali melakukan uji coba nuklir, berlawanan dengan
trend pemusnahan nuklir pasca Perang Dingin. Hal ini segera diikuti oleh Pakistan
dengan uji coba nuklir yang lebih bersifat balasan atas uji coba India. Maka dimulailah
perlombaan senjata nuklir baru secara terbuka.
India saat ini diperkirakan memiliki 60 senjata nuklir yang dapat diluncurkan
dengan rudal Agni atau Phritvi, atau melalui pesawat. Target India selanjutnya adalah
memiliki kemampuan peluncuran rudal nuklir dari laut, baik permukaan mau pun dari
kapal selam. Ini adalah target minimum detterence India saat ini. Enam reaktor nuklir air
berat India memiliki plutonium yang cukup untuk mempersenjatai 200 nuklir. India tidak
memiliki harapan untuk menjadi pemimpin regional, mengingat posisi politisnya di
kawasan Asia Selatan yang dikelilingi oleh negara-negara besar yang pseudo-hostile,
seperti Pakistan, Cina dan Afghanistan. Kecuali tentunya di wilayah Bay of Bengal yang
tergabung dalam Bimstec. Disini pun India harus berhadapan dengan Thailand. Peran
India di Maldives menunjukkan keinginan dan kemampuan AL India untuk beroperasi
jauh dari Home Sea. Ambisi India ini akan secara langsung berhadapan dengan ambisi
serupa dari Cina dan Australia, dalam perlombaan menjadi Penguasa Samudra Asia
Selatan.

67
Geografi Politik (13)
Geopolitik UE
Geopolitik Eropa mengalami perubahan signifikan sejak jatuhnya tembok Berlin
yang mengawali reunifikasi Jerman. Terbentuknya Uni Eropa dianggap sebagai
perpanjangan dari Masyarakat Ekonomi Eropa (EEC, Economic European Community)
menyimbolkan peran baru negara kecil seperti Polandia, dan adanya desentralisasi
kekuatan (power), wilayah tertentu (Eropa Timur) sebagai sentral geopolitik baru, dan
peran identitas sebagai agen geopolitik di Eropa. Adapun persoalan yang dihadai oleh
Eropa saat ini dalam perspektif Geopolitik ialah: (1) adanya aktor eksternal kuat seperti
“the Rising of China dan India” dalam perekonomian, (2) globalisasi yang menimbulkan
wacana migrasi baik antarnegara Eropa maupun masuknya imigran di luar Eropa, (3)
wacana reformasi Uni Eropa sebagai strategi menghadai kekuatan perekonomian aktor
eksternal (China, utamanya), dan (5) isu perluasan keanggotaan Uni Eropa.
Isu-isu tersebut menjadi problematis di kalangan keanggotaan Uni Eropa yang
kekuatan politiknya sebagian besar merupakan negosiasi politik antara tiga negara besar
seperti Perancis, Inggris, dan Jerman. Polandia dalam geopolitik Eropa dinilai
memainkan peran khas dalam mengusahakan negara-negara bekas pecahan Soviet yakni
negara-negara di Eropa Timur untuk mendekat dalam sphere of influence Uni Eropa. Hal
ini dinilai krusial mengingat Polandia dianggap sebagai pintu gerbang strategis untuk
melakukan penetrasi pengaruh ke wilayah Eropa Timur sekaligus menginisiasi
pembentukan identitas tunggal, yakni Europeans. Akan tetapi dengan adanya 27 negara
yang berada dalam satu payung Uni Eropa, harmonisasi sangat sulit dicapai mengingat
banyaknya kepentingan negara yang mesti disinergiskan, apalagi Uni Eropa mengahadapi
isu penting yang mana Perancis yang tadinya sebagai negara paling vokal dalam Uni
Eropa kini menjadi negara paling skeptis terhadap seluruh kebijakan Uni Eropa. Hal ini
yang mengakibatkan segala kebijakan UE mengalami kebuntuan dan tidak memiliki
tujuan.
* Pembahasan Materi
Eropa secara kewilayahan mencakup 27 negara meliputi Portugal, Spanyol, Italia,
Yunani, Finlandia, Perancis, Jerman, Belanda, Austria, dan lainnya kecuali Norwegia,
Republik Islandia. Selain itu juga terdapat sejumlah negara di Eropa Timur yang

68
menunggu diterima dalam keanggotaan Uni Eropa, seperti Estonia, Lituania, Slovenia
dan negara lainnya yang mayoritas ialah bekas wilayah Uni Soviet semasa Perang
Dingin. Bukan hal yang mudah bagi Uni Eropa untuk mewujudkan satu visi dan direksi
kebijakan sama yang menaungi 27 negara tersebut. Inilah yang menjadikan integrasi
Eropa berjalan pelan dan hati-hati, misalnya dalam kasus perluasan keanggotaan Uni
Eropa terkait kasus Turki dan Ukraina. Integrasi negara-negara seperti negara di Eropa
Timur merupakan persoalan rumit terkait dengan instabilitas politiknya seperti adanya
jaringan mafia, persoalan etnis minoritas berhadapan dengan mayoritas, dan kelompok-
kelompok agama menciptakan kompleksitas sehingga visi terbentuknya regionalisme
yang harmonis itu menjadi sulit.
Terkait dengan hal itu kompleksitas situasi kondisi politik dan perekonomian
utamanya, Uni Eropa menghadapi persoalan keamanan sehingga muncul kebutuhan
adanya rezim keamanan regional. Konflik lokal yang terjadi di negara-negara
keanggotaan Eropa diatasi dengan mendirikan program pendidikan untuk mahasiswa
Eropa dan Non-Eropa. Meskipun strategi telah dinisiasi, Eropa masih mengalami konflik-
konflik tersebut dan konflik lainnya terkait dengan kehadiran kekuatan eksternal dalam
geopolitik Eropa. Misalnya pada periode Perang Dingin, negara Eropa memainkan peran
dalam keanggotaannya di NATO sebagai sekutu Amerika Serikat berhadapan dengan Uni
Soviet, tetapi saat ini keanggotaan negara-negara Eropa dalam NATO (Perancis, Jerman,
dan Inggirs) pun memiliki hubungan yang rumit. Pasca Perang Dingin, Eropa
mengintegrasikan power-nya untuk menjamin keamanan regional dengan membentuk
OSCE (Organization for Security and Cooperation in Europe). Visi dan misi politik,
perekonomian, dan kebijakan Uni Eropa dapat dipahami dengan mempelajari peran
negara-negara dominan penggerak Uni Eropa seperti Perancis, Jerman, dan Inggris
sebagai berikut:
I. Perancis
Terbentuknya Uni Eropa sebagai regionalisme dimulai dari perjanjian Perancis
dan Jerman, Perancis dalam hal ini memegang posisi penting sebagai penggagas utama.
Kemudian keterlibatan Perancis melalui penandatangan Schengen Agreement (14
Juni 1985) di Luxemburg sebagai momentum utama terbentuknya Uni Eropa yang
melibatkan lima negara utama lainnya yakni Belgia, Belanda, Luxemburg, dan Jerman

69
Barat. Perjanjian ini memungkinkan kemudahan untuk bepergian bagi negara-negara
yang menyepakatinya sehingga Eropa kemudian beroperasi seperti satu negara tanpa
adanya kontrol perbatasan. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran bahwa pada
awal berdirinya, pencetus gagasan Uni Eropa, Perancis menjadi sutradara utama dalam
Uni Eropa. Sayangnya, hal ini tidak berlangsung selamanya, seiring Perancis menarik diri
sebagai director Uni Eropa. Hal ini dicontohkan dalam arah politik luar negeri Perancis
yang semakin bertolak belakang dengan visi Eropa dalam banyak hal seperti penolakan
Perancis terhadap Konstitusi Uni Eropa (bersama-sama dengan Belanda), penolakan
Perancis terkait dengan persoalan Reformasi Uni Eropa dalam subsidi sektor agrikultur,
penolakan Perancis terhadap Community co-operation, dan arah kebijakan perekonomian
Perancis yang sangat proteksionis bertentangan dengan visi Uni Eropa, yakni
menciptakan ‘the most competitive and dynamic knowledge-based economy’ in the world.
II. Inggris
Inggris merupakan anggota Uni Eropa meskipun tidak secara internal benar-benar
terlibat langsung dalam proyeksi dan pengambilan kebijakan dan keputusan dalam Uni
Eropa. Inggris tidak termasuk kedalam zona yang dilingkupi dalam Kesepakatan
Schengen (1985). Inggris juga salah satu dari beberapa negara anggota Uni Eropa yang
tidak memakai Euro sebagai mata uangnya (Polandia juga tidak menggunakan Euro).
Dalam Uni Eropa, Inggris memainkan peran yang cenderung memihak kebijakan
Amerika Serikat, hal ini dikarenakan kedekatan politis sebagai sekutu Amerika Serikat.
Berbeda dengan Perancis, yang politik luar negerinya tidak benar-benar memihak
Amerika Serikat, terkadang sangat berlawanan.
III. Jerman
Jerman masuk dalam keanggotaan Uni Eropa sebagai “looser” sedangkan Inggris
dan Perancis masuk sebagai “winner”. Terdapat spekulasi bahwa Uni Eropa menjadi
kendaraan politis bagi pihak pemenang perang untuk mengontrol Jerman yang pada
waktu itu kurang kuat. Saat ini, perekonomian Uni Eropa sebagian besar merupakan
kontribusi perkembangan perekonomian Jerman. Saat ini, kendali politis Uni Eropa
terletak di Jerman dan secara ekonomis kekuatan perekonomian Jerman menjadi motorik
utama Uni Eropa.
* Hubungan Perancis, Jerman, dan Inggris

70
Hubungan Perancis, Jerman, dan Inggris sangat rumit. Inggris berada di luar
konstelasi teritori Uni Eropa tetapi masih memainkan peran dalam mengkritisi segala
kebijakan Uni Eropa. Perancis berangsur-angsur menarik diri dari konstelasi politik Uni
Eropa, bahkan cenderung sangat skeptis terhadap kebijakan yang dibuat oleh Uni Eropa,
utamanya di sektor agrikultur dan konstitusi Uni Eropa. Identitas tunggal sebagai
“Europeans” menemui jalan sulit karena sulit sekali untuk mencapai kesepakatan dengan
melibatkan 27 negara anggota. Kesepakatan mengenai perluasan keanggotaan Uni Eropa
hingga memasukkan Ukraina dan Turki, nyaris menemui jalan buntu. Ukraina masih
terikat dengan pengaruh Rusia di Eropa Timur. Sedangkan aspek regulasi migrasi masih
menghambat Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa.
IV. Polandia
Polandia memiliki sejarah yang rumit dari suatu negara di Eropa Timur yang
terkena imbas arus komunisme Uni Soviet, hingga saat ini menjadi negara yang
berhaluan demokrasi memiliki kedekatan dengan politik Eropa. Oleh karena itu, Polandia
selalu berada dalam krisis identitas dari “komunis” ke “demokratis”. Krisis identitas
sebagai negara demokrasi juga menjadi perdebatan sendiri, terkait dengan peran gereja
yang begitu besar sehingga melampaui otoritas entitas suatu negara itu sendiri. Posisi
Polandia dalam konstelasi politik Eropa terletak pada keinginan Polandia untuk menarik
negara-negara bekas komunis Uni Soviet keluar dari sphere of influence-nya Rusia. Hal
ini dikarenakan Polandia terletak secara strategis sebagai gerbang masuk yang berbatasan
dengan banyak negara Eropa Timur. Apabila strategi Polandia berhasil, maka dengan
adanya sejumlah negara di Eropa Timur dapat meningkatkan posisi Polandia di dalam
keanggotaan Uni Eropa sekaligus terlibat mempengaruhi direksi politik Uni Eropa
melalui suara-suara negara Eropa Timur. Akan tetapi, transisi dari komunis ke demokrasi
ini tidak pernah mudah dan bahkan dapat berlangsung hingga bertahun-tahun.

71
* Kepentingan Geostrategis UE di Eurasia
Sejak secara bertahap menjadi pemain utama di kawasan Timur Tengah, Uni
Eropa tampaknya tidak akan menempuh cara AS yang memberi dukungan bagi Israel.
Sebaliknya, UE tetap menjaga hubungan dengan negara-negara Arab guna menjaga
stabilitas perbatasan dan suplai minyaknya. UE memerlukan stabilitas kawasan minyak
Eurasia untuk kebutuhan pasokan energinya.
Sejak tahun 2000, 76 persen pasokan energi UE tergantung dari suplai eksternal.
Suplai ini termasuk 20 persen impor minyak dunia untuk UE, konsumsi ini lebih kecil
dibandingkan dengan AS yang mencapai 26 persen. Kondisi ini menyebabkan UE sangat
rentan terkena dampak krisis ekonomi dunia yang ditimbulkan harga minyak yang
meroket ataupun kelangkaan persediaan minyak.
Dalam jangka panjang, gas alam akan menggantikan sumber energi minyak Eropa
dan diperkirakan akan mencapai 70 persen suplai energi tahun 2020. Dengan mengimpor
40 persen gas alam dari Rusia tahun 2020, UE akan sangat bergantung pada Rusia.
Namun disisi lain, UE juga perlu mencari pengimbang dependensi tersebut dari kawasan
Eurasia yang lain.
Eropa akan membutuhkan minyak dari Eurasia, demikian pula halnya AS. AS
lebih bergantung kepada minyak daripada Eropa. Sejak 2002 saja AS mengimpor 25
persen minyaknya dari Timur Tengah, termasuk Irak yang memiliki setengah cadangan
minyak dunia. Jelas dalam hal ini akan terjadi kompetisi ketat dalam great game politik
minyak dunia. Sejarah Timur Tengah dan Eurasia tidak lepas dari pasang surut great
game guna mengamankan dan menjaga stabilitas harga serta suplai minyak dunia. Baik
AS maupun Eropa melakukan hal yang sama pada masa lalu.
Beberapa tahun ke depan, Eropa dan AS akan mengembangkan strategi yang
benar-benar berbeda untuk mengamankan suplai minyaknya dari kawasan konflik Timur
Tengah. Keduanya akan berbeda pendapat bagaimana arus energi akan mengalir dari
Kaspia dan kawasan migas di Siberia barat, termasuk kebijakan yang berbeda terhadap
negara-negara Kaukasus dan Rusia.
Dengan menghindari kawasan selatan, yaitu Timur Tengah yang penuh konflik,
akan ada strategi suplai minyak yang baru, terutama yang melalui ladang baru di Kaspia
dan Kazakstan. Jalur pipa minyak yang baru dari Asia Tengah melalui Rusia, termasuk

72
pelabuhan Rusia di Novorossiysk, menjadi jalur suplai yang penting bagi Eropa dan AS.
Ini pilihan yang lebih mungkin daripada membangun jalur pipa dari Asia Tengah menuju
Afganistan dan Pakistan.
* Aliansi Eropa-Rusia
Jika Eropa dan AS membangun strategi energi masa depannya dengan upaya
diversivikasi suplai energi dan minyaknya melalui northern strategy, hubungan baik
antara Barat dan Rusia memiliki urgensi tersendiri. Namun, Eropa tidak akan
menunjukkan hal tersebut secara gamblang ketika berkaitan dengan Rusia. Eropa dan
Washington telah mulai melihat Rusia dari sudut pandang yang berbeda saat ini.
Sejak berakhirnya Perang Dingin, AS telah memiliki hubungan yang ambisius
dengan Rusia. Washington melihat Rusia sebagai sumber energi penting, terutama dalam
pengawasan senjata seperti memastikan keamanan nuklir dan tidak jatuhnya senjata
pemusnah massal ketangan teroris. Setelah peristiwa 11 September, meskipun Rusia
mendukung Washington dalam kampanye antiterorisme di Afganistan, Kremlin belum
mendapat perlakuan yang dianggap baik dari AS. Hingga masuknya wild west capitalism
dari “mafiosi economics” telah menyebabkan rezim yang semula pro-AS di Kremlin
semakin jauh dan akhirnya semakin jelas dengan keputusan strategis Presiden Putin
untuk bersama Perancis dan Jerman dalam krisis Irak.
Kunjungan Presiden Putin ke Berlin, dalam dukungannya terhadap Poros Berlin-
Paris menghadapi krisis Irak, menunjukkan simbol pergeseran dan adanya kesamaan
kepentingan antara Eropa Barat dan Rusia.
Aliansi Eropa-Rusia telah kelihatan sejak hancurnya Tembok Berlin. Bahkan,
selama Perang Dingin, Washington sering kali tidak puas dengan upaya Eropa membuka
diri terhadap Moskow. AS skeptis dengan “Ostpolitik”-nya Kanselir Jerman Willy Brandt
dan menolak diplomasi Perancis mengembangkan relasi dengan Kremlin.
Pada era Reagan, Washington dan Bonn juga berselisih dalam hal jalur pipa
minyak yang menghubungkan Siberia barat dan Eropa Barat. Kontroversi ini berlanjut
pada dekade 1990-an berkaitan dengan perluasan NATO, Washington mendesak NATO
hingga perbatasan Rusia dan para pemimpin Eropa berupaya mengakomodasi
kekhawatiran Rusia.
* Revolusi Geostrategis

73
Apa yang terjadi antara “Core Europe” dan Rusia dalam isu Irak mengingatkan
akan adanya revolusi dalam aliansi geostrategis antara UE dan Rusia berdasarkan
kepentingan bersama. Hal ini sebenarnya telah terjalin sejak 2002, dimana gas alam
Rusia dan suplai energi ke Eropa Barat, sebaliknya akses Rusia semakin meningkat ke
pasar Eropa. Konsep “energi untuk pasar” ini masuk akal karena lebih dari separuh
perdagangan Rusia dengan Eropa, sementara Eropa memperoleh seperlima energinya dari
Rusia. Perusahaan-perusahaan UE adalah investor luar negeri terbesar dalam ekonomi
Rusia. Namun selain energi dan pasar, UE dan Rusia juga mempunyai kepentingan
keamanan bersama, setidaknya untuk membendung dampak radikalisasi Islam ke selatan.
Aliansi UE-Rusia mungkin saja dapat menggantikan NATO sebagai sistem keamanan
Eropa yang utama. Sementara itu, Rusia dapat bergabung dengan NATO. Sejak 2002,
Kanselir Schroeder dan PM Blair telah mengambil langkah mengembangkan relasi
institusional yang baru dan lebih erat antara Rusia dan NATO. Dalam jangka panjang,
tidak mustahil pula Rusia bahkan dapat bergabung dengan UE.
Hubungan strategis yang baru UE-Rusia tersebut tidak akan disambut hangat
Washington. Hal ini akan menyebabkan kekhawatiran “skenario Brzezinski” terwujud,
yaitu dua kekuatan Eurasia bersatu untuk memarjinalisasi AS, atau bahkan
menyingkirkan AS di kawasan Eropa. Apa yang disebut dengan geographic proximity
dan symbiotic relationship dari energi Rusia dan pasar Eropa menjadi potensi aliansi EU-
Rusia yang sama pentingnya bagi Eropa Barat dengan aliansi NATO.
Dengan memasukkan Rusia ke orbit Eropa, UE akan lebih memarjinalisasi AS di
Eurasia. Bahkan secara radikal akan membentuk peta baru politik dunia. Jika AS
kehilangan pijakannya di kawasan Eurasia, posisi AS sebagai superpower global akan
semakin melemah. Centre of gravity politik dunia akan bergeser dari dominasi
Washington secara global bergerak menuju Eurasia, dengan kekuatan terbesarnya adalah
Uni Eropa.

74
Geografi Politik (14)
Geopolitik Thailand
* Sejarah Modern Thailand
Pada tahun 1941, Jepang menyerang pasukan Sekutu di Malaysia dan Burma.
Marshal Phibul Songkhram yang merupakan boneka Jepang dalam usaha memperluas
pengaruh Thailand di Asia merupakan tokoh penting dalam dinamika Thailand masa
perang. Phibul mendeklarasikan perang dengan Amerika Serikat dan Britania pada tahun
1942. Namun Seni Pramoj, Duta Besar Thailand di Washington, menolak untuk
memberikan deklarasi. Phibul mengundurkan diri pada tahun 1944 di bawah tekanan dari
perlawanan bawah tanah Thailand. Pada tahun 1945, Seni menjadi Perdana Menteri.
Pada tahun 1946, Raja Ananda Mahidol (Rama VIII) yang telah kembali dari
Swiss setelah menyelesaikan pendidikannya terbunuh. Seni dan Kukrit (saudara Seni)
dikudeta oleh pimpinan Phibul dan kelompok sipil demokratis mengambil alih kekuasaan
untuk waktu yang singkat karena Phibul kembali digulingkan tahun 1948.
Pada tahun 1951, kekuasaan Phibul diambil alih oleh Jenderal Sarit Thanarat yang
meneruskan tradisi kediktatoran militer. Setelah itu Sarit dipaksa mengundurkan diri pada
pemilihan umum. Dia melarikan diri ke luar negeri setelah pemilu dan kembali tahun
1958 untuk memulai kudeta lain. Pada waktu itu ia memperluas kekuasaannya melalui
konstitusi dengan membubarkan parlemen dan melarang semua partai politik sampai
kematiannya dari sirosis pada tahun 1963.
Selama Perang Vietnam 1964-1973, Thailand menjadi tempat transit untuk
operasi Amerika Serikat dengan izin dari perwira tentara, Thanom Kittikachorn dan
Praphat Charusathien. Bangkok adalah pusat untuk beristirahat pasukan dan rekreasi.
Sebagai reaksi terhadap penindasan politik, mahasiswa Thailand menuntut konstitusi
nyata pada bulan Juni 1973. Pada bulan Oktober tahun yang sama, mahasiswa dari
Universitas Thammasat di Bangkok pergi ke jalan-jalan menuntut sebuah konstitusi baru,
tetapi Raja Bhumiphol (Rama IX) dan General Krit Sivara mencoba menengahi untuk
mencegah konfrontasi pertumpahan darah, memaksa pemimpin tentara, Thanom dan
Praphat untuk meninggalkan Thailand oleh helikopter. Pada tahun 1974, sebuah
konstitusi baru diumumkan oleh pemerintah sipil di bawah terkemuka Prof Sanya
Dharmasakti, tetapi pemerintahan ini tidak berlangsung lama.

75
Pada tahun 1976, Thammasat University sekali lagi menjadi medan perang.
Mahasiswa berdemonstrasi untuk melindungi kembalinya Thanom sebagai seorang
biarawan dan Thanin Kraivichien, seorang pejabat pemerintah baru sayap kanan utama
dinyatakan sebagai suatu diktator. Kejadian ini membuat para siswa Thailand yang
idealis bergabung dengan kelompok perlawanan di hutan. Akhirnya Thanin dipaksa
mengundurkan diri oleh kudeta lain tahun 1977. Pada tahun 1980, posisi militer berubah
lagi, meninggalkan Jenderal Prem Tinsulanonda memimpin. Prem bertahan sebagai
Perdana Menteri sampai dengan tahun 1988 yang secara politis dikreditkan untuk
stabilisasi ekonomi Thailand di tahun-tahun pasca perang Vietnam.
Selama periode terakhir demokrasi (1988-1991), Chatichai Choonhaven
memimpin koalisi partai. Namun Chatichai ditangkap oleh para tentara karena tuduhan
korupsi. Kemudian Suchinda Kraprayoon menunjuk dirinya sendiri untuk memegang
posisi sebagai Perdana Menteri pada 18 Mei 1992. Dalam suatu insiden, ratusan
demonstran pro-demokrasi dan Thailand tewas dan terluka dalam kekerasan. Raja
Bhumipol (Rama IX) harus turun tangan untuk menghentikan konfrontasi pertumpahan
darah. Setelah itu, Suchinda dipaksa mengundurkan diri dan Anan Panyarchun diangkat
sebagai PM sementara.
Sampai sekarang peristiwa kudeta terus berlangsung di Thailand, melalui kudeta
dan diadakan pemilihan umum ulang pada tahun 2001, perdana menteri Thaksin
berkuasa. Namun kepemimpinan ini lagi-lagi harus runtuh melalui kudeta militer yang
menetapkan Abhisit sebagai Perdana Menteri sampai sekarang.
* Permasalahan Keamanan di Selat Malaka
Permasalahan ini timbul karena adanya perkembangan yang penting di bidang
perkapalan dan perubahan-perubahan dalam strategi militer secara global dari negara-
negara besar. Memang benar adanya bahwa sejak 1967, kapal-kapal tangki raksasa
banyak bermunculan membawa minyak dari Timur Tengah ke Jepang dan Timur Jauh.
Selat malaka merupakan satu tempat dimana selalu dilalui oleh kapal-kapal ini. Namun
kondisi geografis Selat Malaka yang sempit, dangkal, berbelok-belok, dan ramai itu
semakin lama semakin terbatas untuk dapat melayani kapal-kapal tangki raksasa yang
semakin lama semakin besar dan banyak. Dalam kondisi demikian, kecelakan besar pun
seringkali terjadi dan membawa kerugian bagi pemiliknya serta menimbulkan bencana

76
lingkungan terutama kelestarian lingkungan laut dan beriplikasi pada kehidupan negara
pantai lainnya. Selain itu, perubahan strategi militer negara-negara besar di dunia juga
telah membawa persoalan bagi Selat Malaka. Seperti yang terjadi dengan perubahan
strategi Amerika Serikat di Pasifik pada 1969, menetapkan untuk mengalihkan tulang-
punggung pertahanannya di wilayah ini secara besar-besaran di daratan lepas pantai Asia
dengan membuat suatu basis pertahanan laut di wilayah Asia.
Dua hal yang menjadi faktor utama terangkatnya isu Selat Malaka adalah semakin
padatnya lalu lintas laut di Selat Malaka yang dinilai dapat mengancam stabilitas negara
pantai dan juga adanya armada militer laut negara seperti AS dan Rusia yang melintas
jalur tersebut karena dianggap strategis untuk meningkatkan pertahanannya di wilayah
Asia. Disisi lain, kemampuan negara pantai untuk menanggulangi bahaya yang mungkin
timbul dari kapal-kapal tangki raksasa, kapal-kapal perang dan kapal-kapal nuklir yang
melintas masih sangat minimal. Berbeda dengan pelayaran kapal dagang yang tidak
dipermasalahkan dalam hal ini. Karena itu, pihak negara pantai merasa perlu dibentuknya
aturan-aturan baru di Selat tersebut demi menjamin keselamatan negara-negara pantai,
dan menjamin kelancaran lalu-lintas pelayaran internasional secara wajar.
Selain itu, jika dipandang dari kacamata politis dan strategis, akan muncul
beberapa hal penting antara lain, upaya penyatuan pandangan di antara ketiga negara
pantai (Singapura, Malaysia dan Indonesia) untuk menghadapi dunia luar, terutama
Jepang karena kepentingannya yang sangat besar terhadap kebebasan lalu-lintas kapal-
kapal tangki raksasa dan kapal-kapal kargo yang berukuran besar ke negara-negara major
power, seperti AS, Cina, dan India. Negara-negara tersebut mempunyai kepentingan-
kepentingan yang sangat besar pula dibidang lalu-lintas kapal militer. Usaha-usaha
penyatuan pandangan dan sikap negara-negara pantai ini sangat penting guna menjaga
keamanan dan kestabilan perbatasan terutama jika diingat posisi geografis ketiga negara
pantai yang sangat berbeda.
Kemudian muncul keinginan untuk “menginternasionalisasikan” pengelolaan
Selat namun ditolak oleh Singapura karena dinilai akan merugikan negara Singapura.
Dengan berlandaskan pasal 43 Konvensi UNCLOS 1982, Singapura menyampaikan
bahwa “negara pemakai selat” sulit sekali diharapkan membantu negara-negara pantai
untuk meningkatkan keselamatan pelayaran, keamanan, dan pemeliharaan lingkungan

77
laut tanpa mereka sendiri ikut mengatur kedua selat itu. Dalam hal ini semestinya negara-
negara pemakai selat tersebut dapat membantu negara-negara pantai atau negara-negara
selat untuk meningkatkan keselamatan pelayaran, termasuk penanggulangan perompakan
dan terorisme, serta pemeliharaan lingkungan tanpa perlu ikut serta dan terlibat untuk
mengatur atau menginternasionalisasikan dengan mempersoalkannya ke PBB dan
Mahkamah Internasional karena pada dasarnya memang Selat itu sudah menjadi milik
negara yang berdaulat dan telah masuk ke dalam wilayah laut 12 mil.
Permasalahan keamanan di Selat Malaka lebih terpusat pada pembajakan kapal,
penyelundupan manusia dan lalu-lintas terorisme. Namun pembajakan merupakan
permasalahan utama yang telah ada semenjak dekade 80-an dan semakin marak semenjak
terjadinya krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara pada tahun 1997. Inekualitas
kesejahteraan akibat distribusi kekayaan yang tidak merata dan diperparah dengan krisis
ekonomi tahun 1997 memaksa banyak orang, terutama yang tinggal di pesisir pantai
sebagai nelayan, untuk mencari profesi lain yang lebih menguntungkan. Salah satunya
adalah menjadi bajak laut. Apalagi kekacauan finansial juga berbuntut pada kekacauan
politik, membuat pengawasan dari pemerintah menjadi mengendur. Permasalahan lalu
lintas terorisme merebak semenjak maraknya aksi terorisme yang berlangsung dari tahun
2001 hingga sekarang. Pengawasan wilayah laut yang kurang efektif mengakibatkan para
teroris dapat dengan leluasa bepergian dengan menggunakan jalur laut. Hal yang sama
juga terjadi pada para penyelundup manusia.
Negara-negara ASEAN menganggap kedaulatan adalah segalanya, khususnya
melalui Malaysia dan Indonesia yang melihat permasalahan kelautan seperti pembajakan
dan penyelundupan manusia adalah murni sebagai permasalahan dalam negeri dan dapat
ditangani secara internal oleh masing-masing negara tanpa harus adanya ikut campur dari
negara lain. Singapura adalah satu-satunya negara yang bersedia untuk melakukan kerja
sama ekstra-regional yang bersifat kolektif dalam memerangi pembajakan.
Sejauh ini terdapat langkah-langkah multilateral yang telah menetapkan dasar-
dasar yang efektif melawan pembajakan. Salah satunya adalah MALSINDO patroli
terkoordinasi; diperkenalkan di 2004, melibatkan angkatan laut Malaysia, Indonesia dan
Singapura. Lalu ada juga patroli “mata di langit” yang melibatkan seluruh anggota
ASEAN, termasuk di Thailand. Yang paling baru dan terkemuka adalah RECAAP, yang

78
diberlakukan pada 2006. Selain sepuluh negara anggota ASEAN, patroli ini juga
melibatkan negara-negara lain dari kawasan Asia seperti Cina, Korea, India, Bangladesh
dan Sri Lanka.
* Analisis Geostrategi Thailand Terkait Kasus Malaka
Persoalan mengenai Selat Malaka sebenarnya lebih dikenal sebagai urusan
negara pantai yaitu Malaysia, Indonesia dan Singapura. Namun dalam beberapa waktu
terakhir Thailand mulai menunjukkan ketertarikannya akan keamanan di Selat Malaka,
terurtama masalah keamanan wilayah laut. Thailand yang berada di utara Selat Malaka
juga merasa akan terpengaruh jika isu keamanan Selat Malaka tidak stabil karena
letaknya yang cukup dekat dengan Thailand.
Thailand bekerjasama dengan negara pantai lain seperti Indonesia untuk
melakukan patroli koordinatif di Selat Malaka terutama di bagian utara. Tentu menjadi
menarik apa sebenarnya yang menjadi faktor pendorong peningkatan minat negeri
pemilik kapal induk itu untuk berpartisipasi di Selat Malaka dalam urusan pengamanan.
Salah satu analisa skeptis yang bisa ditawarkan penulis adalah negeri ini sedang mencoba
meningkatkan eksistensi militernya yang dinilai selama ini hanya terfokus pada kawasan
Indo-cina dan AS dalam beberapa isu. Angkatan Laut Thailand sendiri selama ini kurang
terdengar gemanya di kawasan Asia Tenggara. Sebagai negara pemilik kapal induk yang
cukup canggih susunan tempurnya tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Buktinya,
belum pernah kapal itu melaksanakan muhibah ke negara-negara Asia Tenggara bagian
selatan, khususnya Indonesia, Malaysia dan Singapura.
Niat dan gairah Thailand dalam ikut serta dalam peningkatan keamanan di
wilayah selat malaka secara khusus dapat diidentifikasi sebagai salah satu upaya Thailand
untuk memamerkan kekuatannya dan pengaruhnya di kawasan Asia tenggara. Selain itu
keikutsertaan Thailand dalam pengamanan Selat Malaka itu dilatarbelakangi makin
maraknya aksi perompakan, penyelundupan senjata dan kejahatan laut lainnya di wilayah
perairan negeri Gajah Putih itu di Selat Malaka. Hal ini tentu akan banyak merugikan
Thailand dalah hal keamanan wilayahnya. Memang Thailand dalam hal ini masih belum
benar dipastikan mengenai fungsi keterlibatannya namun jelas adanya bahwa Thailand
sepaham dengan Indonesia dan Malaysia mengenai penolakan internasionalisasi Selat
Malaka. Secara geostrategis, jika mengalami internasionalisasi maka akan tentunya

79
mengganggu kedaulatan negara termasuk Thailand yang berbatasan utara dengan Selat
Malaka. Masalah kedaulatan adalah harga mati. Apabila terjadi internasionalisasi maka
otomatis kontrol negara pantai akan lemah dan negara besar akan memiliki banyak alasan
untuk menjadikannya basis militer laut dengan mengirim kapal-kapal perang. Sebaliknya,
apabila regionalisasi yang terjadi maka akan baik bagi negara pantai dan Thailand.
Negara pantai takkan kehilangan hak kedaulatannya dan Thailand dapat terus
mengibarkan pengaruhnya tertuama pengaruh militer (show off force) di Asia Tenggara.

80
Geografi Politik (15)
Geopolitik Indonesia
Geopolitik berasal dari kata geo dan politik. Geo berarti bumi dan politik berasal
dari bahasa Yunani politeia. Poli artinya kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri dan
teia artinya urusan. Geopolitik biasa juga di sebut dengan Wawasan Nusantara.
I. Latar Belakang, Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Wawasan Nusantara
Pandangan geopolitik Indonesia berlandaskan pada pemikiran kewilayahan dan
kehidupan bangsa Indonesia. Wawasan Nusantara mempunyai latar belakang,
kedudukan, fungsi, dan tujuan filosofis sebagai dasar pengembangan wawasan nasional
Indonesia.
* Latar Belakang Wawasan Nusantara
* Falsafah Pancasila
Nilai-nilai pancasila mendasari pengembangan wawasan nasional. Nilai-nilai
tersebut adalah:
1. Penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti memberi kesempatan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama masing- masing.
2. Mengutamakan kepentingan masyarakat daripada individu dan golongan.
3. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
* Aspek Kewilayahan Nusantara
Pengaruh geografi merupakan suatu fenomena yang perlu diperhitungkan, karena
Indonesia kaya akan aneka Sumber Daya Alam (SDA) dan suku bangsa.
* Aspek Sosial Budaya
Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang masing-masing memiliki adat
istiadat, bahasa, agama, dan kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga tata kehidupan
nasional yang berhubungan dengan interaksi antargolongan mengandung potensi konflik
yang besar.
* Aspek Kesejarahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan wawasan nasional Indonesia
yang diwarnai oleh pengalaman sejarah yang tidak menghendaki terulangnya perpecahan
dalam lingkungan bangsa dan negara Indonesia. Hal ini dikarenakan kemerdekaan yang
telah diraih oleh bangsa Indonesia merupakan hasil dari semangat persatuan dan kesatuan

81
yang sangat tinggi bangsa Indonesia sendiri. Jadi, semangat ini harus tetap dipertahankan
untuk persatuan bangsa dan menjaga wilayah kesatuan Indonesia.
* Kedudukan Wawasan Nusantara
1. Wawasan Nusantara sebagai ajaran yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat
dalam mencapai dan mewujudkan tujuan nasional.
2. Wawasan Nusantara dalam paradigma nasional memliki spesifikasi:
 Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa, dan dasar negara berkedudukan
sebagai landasan idiil.
 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara, berkedudukan
sebagai landasan idiil.
 Wawasan nasional sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan
konsepsional.
 Ketahanan nasional sebagai konsepsi nasional, berkedudukan sebagai landasan
konsepsional.
 GBHN sebagai politik dan strategi nasional, berkedudukan sebagai landasan
operasional.
* Fungsi Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta
rambu-rambu dalam menentukan segala kebijakan, keputusan, tindakan, dan perbuatan
bagi penyelenggaraan negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
* Tujuan Wawasan Nusantara
Tujuan Wawasan Nusantara terdiri dari dua, yaitu: :
 Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa
tujuan kemerdekaan Indonesia adalah “untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan
sosial.”
 Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik
alamiah maupun sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia
adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk

82
menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta
martabat manusia di seluruh dunia.
II. Kedudukan (Status) Wawasan Nusantara
Kedudukan (status) Wawasan Nusantara adalah posisi, cara pandang, dan perilaku
bangsa Indonesia mengenai dirinya yang kaya akan berbagai suku bangsa, agama,
bahasa, dan kondisi lingkungan geografis yang berwujud negara kepulauan, berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Secara hierarki, posisi atau status Wawasan Nusantara
menempati urutan ketiga setelah UUD 1945. Urutan sistem kehidupan nasional Indonesia
adalah:
1. Pancasila sebagai filsafat, ideologi bangsa, dan dasar negara.
2. UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
3. Wawasan nusantara sebagai geopolitik Indonesia.
4. Ketahanan nasional sebagai geostrategi bangsa dan negara Indonesia.
5. Politik dan strategi nasional sebagai kebijaksanaan dasar nasional dalam
pembangunan nasional.
III. Bentuk Wawasan Nusantara
* Wawasan Nusantara sebagai landasan konsepsi ketahanan nasional
Wawasan Nusantara sebagai konsepsi ketahanan nasional berarti bahwa Wawasan
Nusantara dijadikan konsep dalam pembangunan nasional, pertahanan keamanan, dan
kewilayahan.
* Wawasan Nusantara sebagai wawasan pembangunan
Wawasan Nusantara sebagai wawasan pembangunan mempunyai arti cara
pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri serta lingkungannya selalu
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara mencakup:
1. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik.
2. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi.
3. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial dan ekonomi.
4. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial dan politik.
5. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan dan keamanan.

83
* Wawasan Nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara
Wawasan Nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara
mempunyai arti pandangan geopolitik Indonesia dalam lingkup tanah air Indonesia
sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara.
* Wawasan Nusantara sebagai wawasan kewilayahan
Wilayah nasional perlu ditentukan batasannya, agar tidak terjadi sengketa dengan
negara tetangga. Batasan dan tantangan negara Republik Indonesia adalah:
a. Risalah sidang BPUPKI tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945 tentang negara Republik
Indonesia dari beberapa pendapat para pejuang nasional. Dr. Soepomo menyatakan
Indonesia meliputi batas Hindia Belanda, Muh. Yamin menyatakan Indonesia meliputi
Sumatera, Jawa, Sunda Kecil, Borneo, Selebes, Maluku-Ambon, Semenanjung Melayu,
Timor, Papua, Ir. Soekarno menyatakan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
b. Ordonantie (UU Belanda) 1939, yaitu penentuan lebar laut sepanjang 3 mil laut
dengan cara menarik garis pangkal berdasarkan garis air pasang surut atau countour
pulau/ darat. Ketentuan ini membuat Indonesia bukan sebagai negara kesatuan, karena
pada setiap wilayah laut terdapat laut bebas yang berada di luar wilayah yurisdiksi
nasional.
c. Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957 merupakan pengumuman pemerintah RI tentang
wilayah perairan negara RI, yang isinya:
1. Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis pasang surut (low
water line), tetapi pada sistem penarikan garis lurus (straight base line) yang
diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar dari pulau-
pulau yang termasuk dalam wilayah RI.
2. Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut.
3. Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezim Hukum Internasional, di mana
batasan nusantara 200 mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia.
Dengan adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal, Indonesia menjadi utuh
dan tidak terpecah lagi.
IV. Pemikir Geopolitik (Wawasan Nusantara)

84
* Friederich Ratzel (1844-1904) dengan Teori Ruang. Ia menyatakan “bangsa yang
berbudaya tinggi akan membutuhkan sumber daya manusia yang tinggi dan akhirnya
mendesak wilayah bangsa yang primitif.” Pendapat ini dipertegas oleh Rudolf Kjellen
(1864 - 1922) dengan Teori Kekuatan yang mengatakan bahwa “negara adalah kesatuan
politik yang menyeluruh serta sebagai satuan biologis yang memiliki intelektualitas.”
* Karl Haushofer (1869-1946) dengan Teori Pan Region, berpendapat bahwa pada
hakikatnya dunia dapat dibagi dalam empat kawasan benua (pan region) dan dipimpin
oleh negara unggul. Isi teori pan regional adalah:
1. Lebensraum (ruang hidup) yang cukup.
2. Autarki (swasembada).
3. Dunia dibagi empat Pan Region, yaitu Pan Amerika, Pan Asia Timur, pan Rusia
India, dan Pan Eropa Afrika.
* Sir Halford Mackinder (1861-1947) dengan Teori Daerah Jantung (Heartland).
Teorinya berbunyi “siapa pun yang menguasai Heartland maka ia akan
menguasai World Island.” Heartland (Jantung Bumi) merupakan sebutan bagi kawasan
Asia Tengah, sedangkan World Island mengacu pada kawasan Timur Tengah. Kedua
kawasan ini merupakan kawasan vital minyak bumi dan gas dunia.
* Sir Walter Raleigh (1554-1618) dan Alfred T. Mahan (1840-1914) dengan Teori
Kekuatan Maritim. Isi teorinya adalah:
1. Sir Walter Raleigh mengatakan “siapa yang menguasai laut akan menguasai
perdagangan dunia dan akhirnya akan menguasai dunia.”
2. Alfred T. Mahan mengatakan “laut untuk kehidupan, sumber daya alam banyak
terdapat di laut. Oleh karena itu, harus dibangun armada laut yang kuat untuk
menjaganya.”
* Giulio Douhet (1869-1930) dan William Mitchel (1879-1936) dengan Teori Kekuatan
di Udara mengatakan, “kekuatan udara mampu beroperasi hingga garis belakang lawan
serta kemenangan akhir ditentukan oleh kekuatan udara.”
* Nicholas J. Spykman (1869 - 1943) dengan Teori Daerah Batas (Rimland Theory).
Dalam teorinya tersirat:
1. Dunia terbagi empat, yaitu daerah jantung (Heartland), bulan sabit dalam
(rimland), bulan sabit luar, dan dunia baru (benua Amerika).

85
2. Menggunakan kombinasi kekuatan darat, laut, dan udara untuk menguasai dunia.
3. Daerah bulan sabit dalam (Rimland) akan lebih besar pengaruhnya dalam
percaturan politik dunia daripada daerah jantung.
4. Wilayah Amerika yang paling ideal dan menjadi negara terkuat.
V. Wadah Wawasan Nusantara
* Batas Ruang Lingkup
Wawasan Nusantara mempunyai bentuk sebagai:
* Nusantara
Batas-batas negara ditentukan oleh lautan yang di dalamnya pulau-pulau serta
gugusan pulau yang saling berhubungan, tidak dipisahkan oleh air, baik yang berupa laut,
maupun selat.
* Manunggal-utuh menyeluruh, meliputi:
Wilayah Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau besar maupun kecil dan
dipisahkan serta dihubungkan oleh lautan, pulau, dan selat yang harus dijaga serta
diusahakan tetap menjadi satu kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan
kekayaannya.
Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa, berbicara dalam
berbagai macam bahasa daerah, dan agama. Oleh karena itu, harus diusahakan
terwujudnya satu kesatuan bangsa yang bulat.
* Tata Susunan Pokok
Sumber pokok Wawasan Nusantara adalah UUD 1945, yang menyangkut:
* Bentuk dan kedaulatan Bab I Pasal (1)
1. Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik
2. Kedaulatan ada di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut UUD.
* Kekuasaan pemerintah negara, Bab III Pasal (4) dan (5), Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan Pemerintah menurut UUD 1945.
* Sistem pemerintahan dalam UUD 1945:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka.
2. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi dan tidak berdasarkan
absolutisme.

86
* Tata Susunan Pelengkap
* Aparatur negara
Aparatur negara harus mampu mendorong, mengerakkan, serta mengarahkan
usaha pembangunan ke sasaran yang telah ditetapkan, untuk kepentingan rakyat banyak.
* Kesadaran politik masyarakat dan kesadaran bernegara
Dalam pemantapan stabilitas nasional diperlukan kesadaran politik seluruh
masyarakat, setiap orang, organisasi, juga seluruh komponen pemerintahan.
* Pers
Pers yang bebas bertanggung jawab, jujur, dan efektif dengan tulisan-tulisan yang
memberikan penjelasan yang jujur, dedikatif, dan bertanggung jawab.
VI. Implementasi Wawasan Nusantara
Imlementasi Wawasan Nusantara bertujuan untuk menerapkan Wawasan
Nusantara dalam kehidupan sehari-hari yang mencakup bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya, serta pertahanan nasional.
* Implementasi Dalam Kehidupan Politik
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan wawasan
nusantara, yaitu:
1. Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur dalam undang-undang, seperti UU
Partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden. Pelaksanaan
undang-undang tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan persatuan
bangsa. Contohnya seperti dalam pemilihan Presiden, anggota DPR, dan kepala
daerah harus menjalankan prinsip demokratis dan keadilan, sehingga tidak
menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia harus sesuai
denga hukum yang berlaku. Seluruh bangsa Indonesia harus mempunyai dasar
hukum yang sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian. Di Indonesia
terdapat banyak produk hukum yang dapat diterbitkan oleh provinsi dan
kabupaten dalam bentuk peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan dengan
hukum yang berlaku secara nasional.

87
3. Mengembagkan sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk
mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa yamg berbeda, sehingga
menumbuhkan sikap toleransi.
4. Memperkuat komitmen politik terhadap partai politik dan lembaga pemerintahan
untuk menigkatkan semangat kebangsaan dan kesatuan.
5. Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps
diplomatik sebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulau-pulau
terluar dan pulau kosong.
* Implementasi dalam Kehidupan Ekonomi
1. Wilayah nusantara mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, seperti posisi
khatulistiwa, wilayah laut yang luas, hutan tropis yang besar, hasil tambang dan
minyak yang besar, serta memeliki penduduk dalam jumlah cukup besar. Oleh
karena itu, implementasi dalam kehidupan ekonomi harus berorientasi pada sektor
pemerintahan, pertanian, dan perindustrian.
2. Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan antar
daerah. Oleh sebab itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan upaya
dalam keadilan ekonomi.
3. Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti dengan
memberikan fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha kecil.
* Implementasi dalam Kehidupan Sosial
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan sosial, yaitu :
1. Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang berbeda,
dari segi budaya, status sosial, maupun daerah. Contohnya dengan pemerataan
pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus diprioritaskan bagi
daerah tertinggal.
2. Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia, serta
dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumber pendapatan
nasional maupun daerah. Contohnya dengan pelestarian budaya, pengembangan
museum, dan cagar budaya.
* Implementasi dalam Kehidupan Pertahanan dan Keamanan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan pertahanan dan keamanan, yaitu :

88
1. Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus memberikan kesempatan
kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena kegiatan tersebut
merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara lingkungan tempat
tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan hal-hal yang menganggu
keamanan kepada aparat dan belajar kemiliteran.
2. Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau pulau juga
menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan ini dapat diciptakan dengan
membangun solidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda
daerah dengan kekuatan keamanan.
3. Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang
memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan
wilayah terluar Indonesia.

89

Anda mungkin juga menyukai