Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ABSES PARINEAL

DISUSUN OLEH :
AWITAN NUR SANTI
NIS. 113121031

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS AL-IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN ABSES PARINEAL

Nama Mahasiswa : Awitan Nur Santi

NIM : 113121031

Diagnosa : Abses Parineal

A. DEFINISI

Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus
(bakteri,jaringan nekrotik dan sel darah putih) ( Smelltzer.,at al, 2001).Abses perianal
adalah infeksi pada ruang pararektal. Abses ini kebanyakan akan mengakibatkan fistula
(Smeltzer & Bare, 2001). Abses anorektal merupakan infeksi yang terlokalisasi dengan
pengumpulan nanah pada daerah anorektal. Organisme penyebab biasanya adalah
Escherichia coli, stafilokokus, atau streptokokus (Price & Wilson, 2005).
Abses perianal adalah infeksi pada jaringan lunak di sekitar lubang anus dengan
pembentukan abses rongga sekret. Abses anorektal merupakan suatu pengumpulan
nanah yang disebabkan masuknya bakteri ke ruangan di sekitar anus dan rektum
(Gunawan, 2010). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses
anorektal atau abses perianal adalah rongga yang berisi nanah atau pus yang terletak
pada anorektal yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur.

B. ETIOLOGI

Menurut ahli penyakit infeksi, penyebab abses antara lain :


a) Infeksi Mikrobial
Merupakan penyebab paling sering terjadinya abses. Virus menyebabkan kematian
sel dengan cara multiplikasi. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu
suatu sintesis kimiawi yang merupakan awal radang atau melepaskan endotoksin
yang ada hubunganya dengan dinding sel
b) Reaksi hipersensitivitas.
Terjadi bila ada perubahan respon Imunologi yang menyebabkan jaringan rusak.
c) Agen Fisik
Melalui trauma fisik, ultra violet, atau radiasi, terbakar, atau dinding berlebih
(frostbite).
d) Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan oksidan, asam, basa, akan merusak jaringan dengan cara memprovokasi
terjadinya proses radang, selain itu agen infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi
spesifik yang mengiritasi dan langsung menyebabkan radang
e) Nekrosis jaringan
Aliran darah yang kurang akan menyebabkan hipoksia dan berkurangnya makanan
pada dearah yang bersangkutan. Menyebabkan kematian jaringan yang merupakan
stimulus kuat penyebab infeksi pada daerah tepi infeksi sering memperlihatkan suatu
respon radang akut.
Penyebab abses perianal antara lain:
a. Abses perianal merupakan gangguan sekitar anus dan rectum, dimana
sebagian besar timbul dari obstruksi kripta anal. Infeksi dan stasis dari kelenjar
dansekresi kelenjar menghasilkan supurasi dan pembentukan abses dalam kelenjar
anal. Biasanya, abses terbentuk awal–awal dalam ruang intersfingterik dan
kemudian keruang potensial yang berdekatan. Umumnya bakteri seperti
stafilokokus dan Escherichia coli adalah penyebab paling umum. Infeksi
jamur kadang-kadang menyebabkan abses. Masuknya bakteri ke daerah sekitar
anus dan rektum (Gunawan, 2010)

C. TANDA DAN GEJALA

Awalnya, pasien bisa merasakan nyeri yang tumpul, berdenyut yang memburuk
sesaat sebelum defekasi yang membaik setelah defekasi tetapi pasien tetap tidak merasa
nyaman. Rasa nyeri diperburuk oleh pergerakan dan pada saat menduduk. Abses dapat
terjadi pada berbagai ruang di dalam dan sekitar rektum.Seringkali mengandung
sejumlah pus berbau menyengat dan nyeri. Apabila abses terletak superficial, maka
akan tampak bengkak, kemerahan, dan nyeri tekan. Nyeri memburuk dengan
mengedan, batuk atau bersin, terutama pada abses intersfingter.
Dengan perjalanan abses, nyeri dapat mengganggu aktivitas seperti berjalan atau
duduk. Abses yang terletak lebih dalam mengakibatkan gejala toksik dan bahkan nyeri
abdomen bawah, serta deman. Sebagian besar abses rectal akan mengakibatkanfistula
(Smeltzer dan Bare, 2001). Abses di bawah kulit bisa membengkak, merah,lembut dan
sangat nyeri. Abses yang terletak lebih tinggi di rektum, bisa saja tidak menyebabkan
gejala, namun bisa menyebabkan demam dan nyeri di perut bagian bawah.
Abses dapat terjadi pada berbagai ruang di dalam dan sekitar rektum. Seringkali
mengandung sejumlah pus berbau menyengat dan nyeri. Apabila abses terletak
superficial, maka akan tampak bengkak, kemerahan, dan nyeri tekan. Abses yang
terletak lebih dalam memgakibatkan gejala toksik dan bahkan nyeri abdomen bawah,
serta deman. Sebagian besar abses rectal akan mengakibatkan fistula (Smeltzer dan
Bare, 2001, hal 468).
Abses di bawah kulit bisa membengkak, merah, lembut dan sangat nyeri. Abses
yang terletak lebih tinggi di rektum, bisa saja tidak menyebabkan gejala, namun bisa
menyebabkan demam dan nyeri di perut bagian bawah (Healthy of The Human, 2010,
hal 1).
Manifestasi klinis dari abses secara umum yaitu :
a. Karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka manifestasi lain
yang mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari prose inflamasi, yakni
kemrahan (rubor), panas (color), pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor) dan
hilangnya fungsi.
b. Timbul atau teraba benjolan pada tahap awal berupa benjolan kecil, pada stadium
lanjut benjolan bertambah besar, demam, benjolan meningkat, malaise, nyeri,
bengkak, berisi nanah (pus).
c. Gambaran Klinis
- Nyeri tekan
- Nyeri lokal
- Bengkak
- Kenaikan suhu
- Leukositosis

D. KOMPLIKASI

Jika tidak diobati, fistula anus hampir pasti akan terbentuk, menghubungkan

rektum untuk kulit. Hal ini memerlukan operasi lebih intensif. Selanjutnya, setiap abses

diobati dapat (dan kemungkinan besar akan) terus berkembang, akhirnya menjadi

infeksi sistemik yang serius. Hal yang paling ditakutkan pada abses perianal adalah

terjadinya fistel perianal. Fistel perianal adalah saluran abnormal antara lubang

anus/rektum dengan lubang bekas abses yang bermuara pada kulit sekitar anus.
Muara pada kulit sekitar anus tampak sebagai luka bekas bisul yang tidak pernah

menutup/sembuh dan tidak sakit (Selatan, 2008, hal 2).

Jika tidak diobati, fistula anus hampir pasti akan membentuk, menghubungkan

rektum untuk kulit. Hal ini memerlukan operasi lebih intensif. Selanjutnya, setiap

abses diobati dapat (dan kemungkinan besar akan) terus berkembang,

akhirnya menjadi infeksi sistemik yang serius. Hal yang paling ditakutkan

pada abses perianal adalah terjadinya fistel perianal.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang dari abses antara lain:


a. Kultur : Mengidentifikasi organisme penyebab abses sensitivitas menentukan obat
yang paling efektif.
b. Darah lengkap : hematokrit mungkin meningkat, leukopenia, leukositosis (15.000 -
30.000) mengindikasikan produksi sel darah putih tak matur dalam jumlah besar.
c. Elektrolit serum : berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
acidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal
d. Pemeriksaan pembekuan : Trombositopenia dapat terjadi karena agregasi trombosit,
PT/PTT mungkin memanjang menunjukan koagulopati yang diasosiasikan dengan
iskemia hati/sirkulasi toksin/status syok.
e. Glukosa serum, hiperglikemi menunjukkan glukogenesis dan glikogenesis di dalam
hati sebagai respon dari puasa/perubahan seluler dalam metabolism.
f. BUN/Kr : Peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi, ketidakseimbangan /
kegagalan ginjal dan disfungsi/kegagalan hati.
g. GDA : Alkalosis respiratori hipoksemia, tahap lanjut hipoksemia asidosis
respiratorik dan metabolic terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi.
h. Urinalisis : Adanya sel darah putih/bakteri penyebab infeksi sering muncul protein
dan sel darah merah.
i. Sinar X : Film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindikasikan udara
bebas di dalam abdomen/organ pelvis. (Doenges,2000:873)
Pemeriksaan Diagnostik pada abses perianal
a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi jarang diperlukan pada evaluasi pasien dengan abses
perianal, namun pada pasien dengan gejala klinis abses intersfingter atau
supralevator mungkin memerlukan pemeriksaan konfirmasi dengan CT
scan, MRI, atauultrasonografi dubur. Namun pemeriksaan radiologi adalah
modalitas terakhir yang harus dilakukan karena terbatasnya kegunaannya. USG
juga dapat digunakan secara intraoperatif untuk membantu mengidentifikasi
abses atau fistula dengan lokasi yang sulit.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Belum ada pemeriksaan laboratorium khusus yang dapat dilakukan
untukmengevaluasi pasien dengan abses perianal atau anorektal, kecuali
pada pasientertentu, seperti individu dengan diabetes dan pasien dengan
imunitas tubuh yang rendah karena memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya
sepsis bakteremia yang dapat disebabkan dari abses anorektal. Dalam kasus
tersebut, evaluasi laboratorium lengkap adalah penting.

F. TINDAKAN UMUM YANG DILAKUKAN

Pada kebanyakan pasien dengan abses anorektal atau perianal, terapi

medikamentosa dengan antibiotik biasanya tidak diperlukan. Namun, pada pasien

dengan peradangan sistemik, diabetes, atau imunitas rendah, antibiotik wajib diberikan.

Abses perirektal harus diobati dengan drainase sesegera mungkin setelah diagnosis

ditegakkan. Jika diagnosis masih diragukan, pemeriksaan di bawah anestesi sering

merupakan cara yang paling tepat baik untuk mengkonfirmasi diagnosis serta

mengobati. Pengobatan yang tertunda atau tidak memadai terkadang dapat

menyebabkan perluasan abses dan dapat mengancam nyawa apabila terjadi

nekrosisjaringan yang besar, atau bahkan septikemia. Antibiotik hanya diindikasikan

jika terjadi selulitis luas atau apabila pasien immunocompromised, menderita

diabetes mellitus, atau memiliki penyakit katub jantung. Namun pemberian antibiotik

secara tunggal bukan merupakan pengobatan yang efektif untuk mengobati abses

perianal atau perirectal.Kebanyakan abses perianal dapat didrainase di bawah anestesi


lokal di kantor,klinik, atau unit gawat darurat. Pada kasus abses yang besar maupun

pada lokasinya yang sulit mungkin memerlukan drainase di dalam ruang operasi.

Insisi dilakukan sampai ke bagian subkutan pada bagian yang paling menonjol dari

abses. “Dog ear" yang timbul setelah insisi dipotong untuk mencegah penutupan dini.

Luka dibiarkan terbuka dan sitz bath dapat dimulai pada hari berikutnya.

G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada perianal abses adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.(Ignatavicius, Donna D,
1995).
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
perianal abses, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).

d) Riwayat Penyakit Dahulu


Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab perianal
abses dan memberi petunjuk berapa lama penyembuhannya. Selain itu,
penyakit diabetes sangat beresiko terjadinya hambatan dalam proses
penyembuhan abses (Ignatavicius, Donna D, 1995).

e) Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit perianal
abses klien dapat dikaji. Tujuan dilakukan pengkajian ini agar kita dapat
mengetahui apakah di keluarga ada yang mengidap sakit yang sama, pola
hidup di lingkungan tempat tinggal seperti apa menyebabkan klien
mengalami perianal abses (Donna D, 1995).

f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan


(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus perianal abses akan timbul ketakutan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien
seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan
lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi
terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab
masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi
yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

(3) Pola Eliminasi


Untuk kasus perianal abses tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan
atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)

(4) Pola Tidur dan Istirahat


Semua klien perianal abses timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,
suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).

(5) Pola Aktivitas


Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa
bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya perianal abses dibanding
pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius,
Donna D, 1995).

(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri


Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius, Donna D, 1995).

(8) Pola Sensori dan Kognitif


Pada klien perianal abses daya rabanya berkurang terutama
pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan, begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan.
Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat perianal abses (Ignatavicius,
Donna D, 1995).

(9) Pola Reproduksi Seksual


Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).

10) Pola Penanggulangan Stress


Pada klien perianal abses timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien perianal abses tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan
konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan
gerak klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).

2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).
Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi
lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, compos
mentis tergantung pada keadaan klien.
(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus perianal abses.
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
 Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena
tidak terjadi perdarahan)
 Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
 Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
 Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
 Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, simetris, tidak ada penonjolan, tidak
ada nyeri kepala.
 Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak edema.
 Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
 Sistem Integumen
Terdapat eritema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
 Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
 Paru
– Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
– Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
– Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya.
– Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
 Jantung
– Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
– Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
– Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
 Abdomen
– Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
– Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
– Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
– Auskultasi
Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
 Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.

b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini
merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik
pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal,tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)


Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan
dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan
nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi
dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif (Reksoprodjo,
Soelarto, 1995).
H. PATHWAY

Kuman / Bakeri

Port de entry

ABSES

Proses peradangan Jaringan / Kulit terinfeksi Luka insisi

Gangguan
Risiko infeksi Integritas Nyeri akut
kulit/jaringan
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL

1. Gangguan Integritas kulit/jaringan

2. Nyeri Akut

3. Risiko Infeksi

J. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

SDKI SLKI SIKI


Gangguan Integritas Penyembuhan Luka Perawatan Luka
Kulit/Jaringan Ekspetasi meningkat Observasi
a. Perubahan sirkulasi Kriteria hasil 1. Monitor karakteristik luka
b. Perubahan status Indikator IR ER (mis:
nutrisi Edema pada sisi drainase,warna,ukuran,bau)
c. Kekurangan / luka 2. Monitor tanda – tanda
Peradangan luka
kelebihan volume Nyeri infeksi
cairan Infeksi Terapeutik
Keterangan :
d. Faktor mekanis 1. Lepaskan balutan dan
1. Meningkat
e. Kurang terpapar plester secara perlahan
2. Cukup meningkat
informasi tentang 2. Cukur rambut di sekitar
3. Sedang
upaya daerah luka, jika perlu
4. Cukup menurun
mempertahankan / 3. Bersihkan dengan cairan
5. Menurun
melindungi integritas NACL atau pembersih non
jaringan toksik,sesuai kebutuhan
4. Bersihkan jaringan nekrotik
5. Berikan salep yang sesuai
di kulit /lesi, jika perlu
6. Pasang balutan sesuai jenis
luka
7. Pertahankan teknik seteril
saaat perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai jumlah
eksudat dan drainase
9. Jadwalkan perubahan posisi
setiap dua jam atau sesuai
kondisi pasien
10. Berikan diet dengan kalori
30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5 g/kgBB/hari
11. Berikan suplemen vitamin
dan mineral (mis vitamin
A,vitamin C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
12. Berikan terapi TENS
(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tandan dan gejala
infeksi
2. Anjurkan mengonsumsi
makan tinggi kalium dan
protein
3. Ajarkan prosedur perawatan
luka secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur
debridement(mis: enzimatik
biologis mekanis,autolotik),
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

Nyeri Akut Penyembuhan Luka Manajemen Nyeri


a. Kondisi Ekspetasi meningkat Observasi :
pembedahan Kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi,
b. Cedera traumatis Indikator IR ER karakteristik, durasi,
c. Infeksi Peradangan frekuensi, kualitas,
d. Sindrom koroner luka instensitas nyeri
akut Edema 2. Identifikasi skala nyeri
e. Glaukoma pada sisi 3. Identifikasi faktor yang
luka memperperat dan
Nyeri
Infeksi memperingan nyeri
Keterangan : 4. Monitor efek samping
1. Meningkat penggunaan analgesik.
2. Cukup meningkat Terapeutik :
3. Sedang 1. Berikan teknik
4. Cukup menurun nonfarmakologis untuk
5. Menurun mengurangi nyeri ( mis.
Akupresure, terapi musik,
aroma terapi, hipnosis )
2. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgesik jika perlu.
Risiko infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi
Faktor Risiko Ekspetasi menurun Observasi
a. Penyakit kronis Kriteria hasil 1. Monitor tanda dan gejala
b. Efek prosedur invasif Indikator IR ER infeksi lokal dan
c. Malnutrisi Demam sistemik
Kemerahan
d. Peningkatan paparan Nyeri Terapeutik
organisme patogen Bengkak 1. Batasi jumlah
Keterangan :
lingkungan pengunjung
1. Meningkat
2. Berikan perawatan kulit
2. Cukup meningkat pada daerah edema
3. Sedang 3. Cuci tangan sebelum dan
4. Cukup menurun sesudah kontak dengan
5. Menurun pasien dan lingkungan
pasien
4. Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa
luka
3. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Price, SA dan Wilson, LM, 1995, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
(terjemahan), Eidisi 4, Volume 1, EGC, Jakarta
Smeltzer, S.C, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (terjemahan), Edisi 8,
Volume 2, EGC, Jakarta.
https://id.scribd.com/doc/288256839/Lp-Abses-Perianal

https://id.scribd.com/doc/214776844/Lk-Perianal-Abses
SDKI,SLKI,SIKI

Anda mungkin juga menyukai