LP Abses Perianal
LP Abses Perianal
ABSES PARINEAL
DISUSUN OLEH :
AWITAN NUR SANTI
NIS. 113121031
NIM : 113121031
A. DEFINISI
Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus
(bakteri,jaringan nekrotik dan sel darah putih) ( Smelltzer.,at al, 2001).Abses perianal
adalah infeksi pada ruang pararektal. Abses ini kebanyakan akan mengakibatkan fistula
(Smeltzer & Bare, 2001). Abses anorektal merupakan infeksi yang terlokalisasi dengan
pengumpulan nanah pada daerah anorektal. Organisme penyebab biasanya adalah
Escherichia coli, stafilokokus, atau streptokokus (Price & Wilson, 2005).
Abses perianal adalah infeksi pada jaringan lunak di sekitar lubang anus dengan
pembentukan abses rongga sekret. Abses anorektal merupakan suatu pengumpulan
nanah yang disebabkan masuknya bakteri ke ruangan di sekitar anus dan rektum
(Gunawan, 2010). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses
anorektal atau abses perianal adalah rongga yang berisi nanah atau pus yang terletak
pada anorektal yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur.
B. ETIOLOGI
Awalnya, pasien bisa merasakan nyeri yang tumpul, berdenyut yang memburuk
sesaat sebelum defekasi yang membaik setelah defekasi tetapi pasien tetap tidak merasa
nyaman. Rasa nyeri diperburuk oleh pergerakan dan pada saat menduduk. Abses dapat
terjadi pada berbagai ruang di dalam dan sekitar rektum.Seringkali mengandung
sejumlah pus berbau menyengat dan nyeri. Apabila abses terletak superficial, maka
akan tampak bengkak, kemerahan, dan nyeri tekan. Nyeri memburuk dengan
mengedan, batuk atau bersin, terutama pada abses intersfingter.
Dengan perjalanan abses, nyeri dapat mengganggu aktivitas seperti berjalan atau
duduk. Abses yang terletak lebih dalam mengakibatkan gejala toksik dan bahkan nyeri
abdomen bawah, serta deman. Sebagian besar abses rectal akan mengakibatkanfistula
(Smeltzer dan Bare, 2001). Abses di bawah kulit bisa membengkak, merah,lembut dan
sangat nyeri. Abses yang terletak lebih tinggi di rektum, bisa saja tidak menyebabkan
gejala, namun bisa menyebabkan demam dan nyeri di perut bagian bawah.
Abses dapat terjadi pada berbagai ruang di dalam dan sekitar rektum. Seringkali
mengandung sejumlah pus berbau menyengat dan nyeri. Apabila abses terletak
superficial, maka akan tampak bengkak, kemerahan, dan nyeri tekan. Abses yang
terletak lebih dalam memgakibatkan gejala toksik dan bahkan nyeri abdomen bawah,
serta deman. Sebagian besar abses rectal akan mengakibatkan fistula (Smeltzer dan
Bare, 2001, hal 468).
Abses di bawah kulit bisa membengkak, merah, lembut dan sangat nyeri. Abses
yang terletak lebih tinggi di rektum, bisa saja tidak menyebabkan gejala, namun bisa
menyebabkan demam dan nyeri di perut bagian bawah (Healthy of The Human, 2010,
hal 1).
Manifestasi klinis dari abses secara umum yaitu :
a. Karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka manifestasi lain
yang mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari prose inflamasi, yakni
kemrahan (rubor), panas (color), pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor) dan
hilangnya fungsi.
b. Timbul atau teraba benjolan pada tahap awal berupa benjolan kecil, pada stadium
lanjut benjolan bertambah besar, demam, benjolan meningkat, malaise, nyeri,
bengkak, berisi nanah (pus).
c. Gambaran Klinis
- Nyeri tekan
- Nyeri lokal
- Bengkak
- Kenaikan suhu
- Leukositosis
D. KOMPLIKASI
Jika tidak diobati, fistula anus hampir pasti akan terbentuk, menghubungkan
rektum untuk kulit. Hal ini memerlukan operasi lebih intensif. Selanjutnya, setiap abses
diobati dapat (dan kemungkinan besar akan) terus berkembang, akhirnya menjadi
infeksi sistemik yang serius. Hal yang paling ditakutkan pada abses perianal adalah
terjadinya fistel perianal. Fistel perianal adalah saluran abnormal antara lubang
anus/rektum dengan lubang bekas abses yang bermuara pada kulit sekitar anus.
Muara pada kulit sekitar anus tampak sebagai luka bekas bisul yang tidak pernah
Jika tidak diobati, fistula anus hampir pasti akan membentuk, menghubungkan
rektum untuk kulit. Hal ini memerlukan operasi lebih intensif. Selanjutnya, setiap
akhirnya menjadi infeksi sistemik yang serius. Hal yang paling ditakutkan
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
dengan peradangan sistemik, diabetes, atau imunitas rendah, antibiotik wajib diberikan.
Abses perirektal harus diobati dengan drainase sesegera mungkin setelah diagnosis
merupakan cara yang paling tepat baik untuk mengkonfirmasi diagnosis serta
diabetes mellitus, atau memiliki penyakit katub jantung. Namun pemberian antibiotik
secara tunggal bukan merupakan pengobatan yang efektif untuk mengobati abses
pada lokasinya yang sulit mungkin memerlukan drainase di dalam ruang operasi.
Insisi dilakukan sampai ke bagian subkutan pada bagian yang paling menonjol dari
abses. “Dog ear" yang timbul setelah insisi dipotong untuk mencegah penutupan dini.
Luka dibiarkan terbuka dan sitz bath dapat dimulai pada hari berikutnya.
G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada perianal abses adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.(Ignatavicius, Donna D,
1995).
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
perianal abses, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).
Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi
lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, compos
mentis tergantung pada keadaan klien.
(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus perianal abses.
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena
tidak terjadi perdarahan)
Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, simetris, tidak ada penonjolan, tidak
ada nyeri kepala.
Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak edema.
Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
Sistem Integumen
Terdapat eritema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
Paru
– Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
– Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
– Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya.
– Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
Jantung
– Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
– Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
– Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
Abdomen
– Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
– Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
– Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
– Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini
merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik
pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal,tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
Kuman / Bakeri
Port de entry
ABSES
Gangguan
Risiko infeksi Integritas Nyeri akut
kulit/jaringan
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL
2. Nyeri Akut
3. Risiko Infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Price, SA dan Wilson, LM, 1995, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
(terjemahan), Eidisi 4, Volume 1, EGC, Jakarta
Smeltzer, S.C, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (terjemahan), Edisi 8,
Volume 2, EGC, Jakarta.
https://id.scribd.com/doc/288256839/Lp-Abses-Perianal
https://id.scribd.com/doc/214776844/Lk-Perianal-Abses
SDKI,SLKI,SIKI