OLEH : TRIYONO
DOSEN : Ns.Murwati,S.Kep,M.Kes
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah” KONSEP
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA” sebagai dasar pelaksanaan mata kuliah Kebutuhan Dasar
Manusia. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Ns.Murwati,S.Kep,M.Kes selaku Dosen mata kuliah
Kebutuhan Dasar Manusia yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya
dapat lebih baik.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini jauh dari sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun, guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di
masa yang akan datang..
Lubuk linggau, januari 2018
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Cover....................................................................................................................................................... 1
Kata Pengantar………………………………………………………………………...................... 2
Daftar Isi....................................................................................................................... ...............3
PEMBAHASAN..................................................................................................................... ....
BAB I Pembahasan Anamnesa / anamnesis........................................................................ 4
BAB II Pembahasan Pemeriksaan Fisik............................................................................. 12
BAB III Pembahasan Personal Higine................................................................................. 52
BAB IV Pembahasan Mobilisasi /Imobilisasi.............................................................. .......74
BAB V Pembahasan Istirahat Dan Tidur.................................................................... ......80
BAB VI Pembahasan Oksigenasi....................................................................................... 84
BAB VII Pembahasan Nutrisi............................................................................................ 87
BAB VIII Pembahasan Cairan Dan Elektrolit.................................................................... 95
3
BAB I
PEMBAHASAN ANAMNESA /ANAMNESIS
1 Definisi Anamnesa
Menurut Patricia A Potter tahun 2005, anamnesa adalah pola komunikasi yang dilakukan untuk
tujuan spesifik dan difokuskan pada area dengan isi yang spesifik. Anamnesa juga diartikan sebagai
mekanisme dimana klien juga bisa mendapatkan informasi. Suatu anamnesa dapat terfokus, seperti
dalam kasus klien masuk ruang kedaruratan, atau wawancara dapat bersifat komprehensif.
Dokter atau bidan mengumpulkan informasi tentang kesehatan klien, gaya hidup, sistem
pendukung, pola penyakit, pola adaptasi, kekuatan dan keterbatasan dan sumber-sumber. Dengan
perawat mendengarkan dan mempertimbangkan informasi yang dikemukakan, klien mungkin
diarahkan untuk memberikan lebih rinci atau mendiskusikan topik yang tampaknyadapat
mengungkapkan masalah yang mungkin ada. Karena laporan klien dapat mencakup informasi subjektif,
perawat menggunakan data dari anamnesa untuk validasi kemudian dengan informasi objektif.
Ketika melakukan anamnesa, perawat menggunakan keterampilan berkomunikasi spesifik
untuk memfokuskan perhatian pada tingkat kesejahteraan klien. Perawat juga membantu klien
memahami perubahan yang sedang terjadi atau akan terjadi bila mulai diberikan asuhan.
Anamnesa keperawatan mencapai beberapa objektif. Pertama, hubungan perawat-klien
dibentuk. Hubungan perawat-klien adalah asosiasi antara perawat dan klien yang mempunyai
pertimbangan mutual, yaitu tentang kesejahteraan klien. Hubungan ini membentuk keeratan
interpersonal profesional yang mengembangkan dan membantu dala penyelidikan dan diskusi tentang
respon klien terhadap kesehatan dan penyakit. Hubungan ini menggalakkan pertukaran informasi, ide-
ide, dan emosi, serta memberdayakan perawat untuk mengekspresikan tingkat perawatan untuk klien.
Selama anamnesa perawat mendapatkan informasi tentang dimensi fisik, perkembangan, emosi,
intelektual, sosial, dan spiritual klien. Informasi fisik dan perkembangan mencerminkan fungsi normal
dan perubahan patologis pada pola kehidupan individu yang disebabkan oleh penyakit, trauma, atau
krisis perkembangan. Informasi emosi mencakup respons perilaku terhadap perubahan dalam kesehatan
dan pola kehidupan. Informasi emosi yang relevan mencakup alam perasaan, persepsi, citra tubuh,
konsep diri, dan sikap tentang seksualitas.
Informasi intelektual yang mencakup kinerja intelektual, kemampuan pemecahan masalah tingkat
pendidikan, pola komunikasi, dan rentang perhatian. Informasi sosial mencakup lingkungan, pola
kultur, etnik, atau sosial yang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan saat ini dan dimasa
mendatang. Perawat juga mengumpulkan informasi tentang nilai-nilai, keyakinan, dan praktek religius,
yang merupakan bagian dari dimensi spiritual.
Anamnesa juga memberikan perawat kesempatan untuk mengobservasi klien. Perawat mengamati
interaksi antara klien dan keluarga dan antara klien dengan lingkungan layananan kesehatan; perawat
juga mengamati penggunaan kotak mata, komunikasi non-verbal, dan bahasa tubuh lainnya. Sementara
mengamati perilaku ini, penampilan dan interaksi dengan lingkungan, perawat menentukan apakah data
4
yang didapatkan melalui pengamatan sesuai dengan data yang didapatkan melalui komunikasi verbal.
Pengamatan selama anamnesa mengarahkan perawat untuk mengumpulkan informasi objektif
tambahan untuk membentuk konklusi yang akurat.
2. Jenis Teknik Anamnesa
Menurut Patricia A Potter tahun 2005, jenis teknik anamnesa meliputi :
1. Teknik Mencari Masalah.
Anamnesa mencari masalah mengidentifikasi masalah potensial klien, dan pengumpulan data
selanjutnya difokuskan pada masalah tersebut. Sebagai contoh, perawat menanyakan pada klien tentang
perubahan yang dialami dalam pecernaan, seperti kurang nafsu makan, mual, muntah atau diare. Jika
klien mengatakan bahwa sebagian dari gejala ini dialaminya, perawat
melanjutkan dengan pertanyaan pemecahan masalah yang difokuskan pada perubahan spesifik pada
pencernaan.
2. Teknik Pemecahan Masalah.
Teknik anamnesa pemecahan masalah difokuskanpada pengumpulan data yang lebih mendalam
pada masalah spesifik yang diidentifikasi oleh klien atau perawat (lvey,1988). Sebagai contoh, jika
klien melaporkan bahwa muntah telah dalam 2 hari, perawat menanyakan apa pencetus muntah
pertama kalinya, apakah klien mengalami gejala lain, apakah terjadi setiap kali klien makan atau
minum dan bagaimana karasteritik muntah.Informasi tentang awitan, faktor pemberat, gejala yang
berkaitan, tindakan pereda yang telah klien coba, dan keefektifan tindakan ini pada akhirnya memadu
pemilihan perawat tentang interverensi keperawatan.
3. Teknik Pertanyaan Langsung.
Anamnesa pertanyaan langsung adalah format strukstur yang membutuhkan jawaban satu atau
dua kata dan sering kali digunakan untuk mengklarifikasi informasi sebelumnya atau memberikan
informasi tambahan (lvey,1998). Sebagai contoh "apakah anda mengalami nyeri ketika muntah?"
adalah suatu pertanyaan langsung.Dengan teknik ini pertanyaan tidak mendorong klien untuk secara
suka rela memberikan informasi lebih banyak dari yang ditanyakan langsung.Tipe pertanyaan seperti
ini sangat berguna dalam mengumpulkan data biografi dan informasi spesifik mengenai masalah
kesehatan seperti, gejala, faktor pencetus dan tindakan pereda.
4. Teknik Pertanyaan Terbuka.
Anamnesa pertanyaan terbuka ditunjukan untuk mendapatkan respons lebih dari satu kata atau
dua kata. Teknik ini mengarah pada diskusi di mana klien secara aktif menguraikan status kesehatan
mereka. Metode ini menguatkan hubungan perawat klien karena teknik ini menunjukkan bahwa
perawat ingin meluangkan waktu untuk mendengarkan pikiran klien. Contoh-contoh pertanyaan
terbuka adalah sebagai berikut :
a. "Perawat kesehatan apa yang anda butuhkan?"
b. "Bagaimana perasaan Anda?"
c. "Ceritakan pada saya apa makna kedatangan ke rumah sakit bagi Anda?"
5
3. Fase – Fase Anamnesa
Menurut Patricia A Potter tahun 2005, fase-fase anamnesa adalah sebagai berikut :
a. Fase Orientasi
Perawat membuka wawancara dengan menjelaskan tujuan dari wawancara. Perawat juga
mendiskusikan tipe pertanyaan yang akan ditanyakan dan para klien dalam proses wawancara.
Kemudian perawat meluangkan waktu beberapa menit untuk saling mengenal dengan klien.
b. Fase Kerja
Dengan berkembangnya wawancara, perawat mengajukan pertanyaan untuk membentuk data
dasar yang digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan.
c.Fase Terminasi
Terminasi membutuhkan keterampilan dari pihak wawancara. Idealnya klien harus diberi
isyarat bahwa wawancara akan segera berakhir.
6
Informasi yang dikumpulkan tentang riwayat masa lalu memberikan data tentang pengalaman
kesehatan klien. Perawat mengkaji apakah klien pernah dirawat di rumah sakit atau pernah menjalani
operasi. Perawat juga mengidentifikasi kebiasaan dan pola gaya hidup.
Penggunaan tembakau, alkohol, kafein, obat-obatan atau medikasi yang secara rutin digunakan
dapat membuat klien beresiko terhadap penyakit yang menyerang hepar, paru-paru, jantung, sitem
saraf, atau proses berfikir. Dengan membuat catatan tentang tipe kebiasaan, juga frekuensi dan durasi
penggunaan akan memberikan data yang penting. Rencana perawatan dalam lingkungan pelayanan
kesehatan harus sesuai dengan gaya hidup klien sedapat mungkin. Sering kali variasi dalam
tidur,aktivitas, dan pola nutrisi dapat diakomodasi.
b.Riwayat Keluarga
Tujuan dari riwayat keluarga adalah untuk mendapatkan data tentang hubungan kekeluargaan
langsug dan hubungan darah. Sasaranya untuk menentukan apakah klien berisiko terhadap penyakit
yang bersifat genetik atau familial dan untuk mengidentifikasi area tentang promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit.
Riwayat keluarga juga memberikan informasi tentang struktur keluarga,interaksi, dan fungsi
yang mungkin berguna dalam merencanakan asuhan. Sebagai contoh, keluarga yang akrab suportif
dapat menjadi dapat menjadi sumber dalam membantu klien menyesuaikan diri terhadap penyakit atau
kecacatan dan harus dilibatkan ke dalam rencana perawatan.
c.Riwayat Lingkungan
Riwayat lingkungan memberikan data tentang lingkungan rumah klien dan segala sistem
pendukung yang anggota keluarga dan klien dapat digunakan. Riwayat lingkungan misalnya
mengidentifikasi pemajanan polutan yang dapat mempengaruhi kesehatan, tingkat kriminalitas yang
tinggi sehingga menghambat klien untuk berjalan-jalan sekitar lingkungan rumah dan sumber yang
dapat membantu klien dalam kembai ke komunitas.
d.Riwayat Psikososial
Riwayat psikososial yang lengkap menunjukkan siapa sistem pendukung klien, termasuk
pasangan, anak-anak anggota keluarga lain, atau teman dekat.
Riwayat psikososial termasuk informasi tentang cara-cara yang biasanya klien dan anggota
keluarga gunakan untuk mengatasi stres.perilaku yag sama seperti berjalan-jalan, membaca, atau
berbicara dengan teman, dapat digunakan sebagai intervensi keperawatan jika klien mengalami stres
ketika menerima perawatan kesehatan.perawat juga belajar apakah klien telah mengalami suatu
kehilangan baru-baru ini yang dapat menciptakan suatu rasa berduka.
Menurut Helen Varney tahun 2007, komponen anamnesa adalah sebagai berikut :
7
a. Mengidentifikasi informasi
1.Nama
Sebaiknya nama lengkap bukan nama panggilan atau alias.
2. Usia
Terutama penting pada pasien anak-anak karena kadang-kadang digunakan untuk menentukan
dosis obat. Juga dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan penyakit yang diderita, beberapa
penyakit khas untuk umur tertentu.
3. Ras/etik
Berhubungan dengan kebiasaan tertentu atau penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
ras/suku bangsa tertetu.
4.Alamat/telepon
Apabila pasien sering berpindah-pindah tempat maka tanyakan bukan hanya alamat sekarang
saja tetapi juga alamat pada waktu pasien merasa sakit untuk pertama kalinya. Data ini kadang
diperlukan untuk mengetahui terjadinya wabah, penyakit endemis atau untuk data epidemiologi
penyakit.
5.Agama
Keterangan ini berguna untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh (pantangan) seorang
pasien menurut agamanya.
6.Status pernikahan
Kadang berguna untuk mengetahui latar belakang psikologi pasien.
7.Pekerjaan
Bila seorang dokter mencurigai terdapatnya hubungan antara penyakit pasien dengan
pekerjaannya, maka tanyakan bukan hanya pekerjaan sekarang tetapi juga pekerjaan-pekerjaan
sebelumnya.
8.Jenis kelamin
Sebagai kelengkapan harus juga ditulis datanya.
9
Kantuk saat siang hari sering muncul terutama pada trimester pertama. Hal ini membuat wanita
hamil tidur siang cukup lama, tetapi pada malam hari, justru sulit tidur. Untuk itu, saat kantuk muncul,
lakukanlah kegiatan lain, agar Anda tidak tidur siang terlalu lama.
14. Diet/malnutrisi
15. Olahraga/ aktivitas bersenang-senang
16. Bahaya ditempat kerja : posisi (berdiri,duduk) tegangan (mata,otot), ventlisasi, terpajan zat
kimia beracun
17. Bahayan lingkungan : udara, air, pembuangan limbah, jumlah jendela kurang, tempat
perapian yang tebuka, cat
18. Penganiayaan fisik/seksual pada masa kanak-kanak
19. Kekreasan rumah tangga/ pemukulan/ pemerkosaan/ isolasi pada masa yang lalu, saat ini
keamanan
20. Uji skrining genetik, jika didapat lakukan (mis. Sel sabit,tay sachs, fibrosis kritis); hasil
21. Penyakit spesifik
a.Diabetes
b.Penyakit jantung (diagnosis, mis prolaps katup mitral) termasuk demam reumatik
c.Tuberkulosis
d.Asma
e.Hepatitis
f.Ginjal/infeksi saluran kemih
g.Varises/ tromboflebitis
h.Kelenjar/endokrin (diagnosis, seperti hipo/hipertiroid)
i.Kanker
j.Hipertensi
k.HIV/AIDS
l.Penyakit kejiwaan
22. Pengobatan
a.Diprogramkan
b.Tidak diprogramkan
11
BAB II
PEMBAHASAN PEMERIKSAAN FISIK
Dalam literature lain dibahas bahwa tujuan dari pemeriksaan fisik adalah :
1. Memperoleh data dasar tentang kemampuan fungsional klien atau keadaan tubuh pasien.
2. Memperoleh data untuk merumuskan diagnosis keperawatan dan rencana keperawatan.
12
3. Mengevaluasi hasil kesehatan fisik dan kemajuan masalah klien.
Cara pemeriksaan :
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
2) Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka sendiri pakaiannya.
Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun dibuka seperlunya untuk pemeriksaan
sedangkan bagian lain ditutupi selimut).
3) Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan abnormalitas.Contoh : mata
kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan(sianosis), dan lain-lain.
4) Catat hasilnya.
2. Palpasi
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan menggunakan ‘sense of touch’ Palpasi adalah
suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan
menggunakan jari atau tangan. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk
mengumpulkan data, misalnya metode palpasi ini dapat digunakan untuk mendeteksi suhu
tubuh(temperatur), adanya getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran.
Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh. Teknik palpasi dibagi menjadi dua:
a) Palpasi ringan
13
Caranya : ujung-ujung jari pada satu/dua tangan digunakan secara simultan. Tangan diletakkan pada
area yang dipalpasi, jari-jari ditekan kebawah perlahan-lahan sampai ada hasil.
b) Palpasi dalam (bimanual)
Caranya : untuk merasakan isi abdomen, dilakukan dua tangan. Satu tangan untuk merasakan bagian
yang dipalpasi, tangan lainnya untuk menekan ke bawah. Dengan Posisi rileks, jari-jari tangan kedua
diletakkan melekat pada jari-jari pertama.
Cara pemeriksaan :
1) Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri.
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman.
3) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
4) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
5) Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan dengan tekanan ringan.
6) Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan.
7) Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
8) Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
9) Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor bergerak/tidak dengan
konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut, ukurannya dan ada/tidaknya getaran/ trill,
serta rasa nyeri raba / tekan.
10) Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat.
3. Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi getaran/ gelombang
suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan
dengan ketokan jari atau tangan pada permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara
tergantung oleh kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan resonansi. Karakter bunyi
yang dihasilkan dapat menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat
gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan, semakin lemah hantarannya dan udara/ gas paling
resonan.
Cara pemeriksaan :
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang akan diperiksa.
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilex.
3) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
4) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
5) Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :
• Metode langsung yaitu mengentokan jari tangan langsung dengan menggunakan 1 atau 2
ujung jari.
14
• Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut : Jari tengah tangan kiri di letakkan
dengan lembut di atas permukaan tubuh, ujung jari tengah dari tangan kanan, untuk mengetuk
persendian, Pukulan harus cepat dengan lengan tidak bergerak dan pergelangan tangan rilek,
Berikan tenaga pukulan yang sama pada setiap area tubuh.
6). Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
a. Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan kualitas
seperti drum (lambung).
b. Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas bergema
(paru normal).
c. Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualitas ledakan
(empisema paru).
d. Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu agak
lama kualitas seperti petir (hati).
4. Auskultasi.
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan
oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan
adalah: bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
1) Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
2) Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3) Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara.
4) Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.
3. Pemeriksaan Pernafasan.
17
Pemeriksaan Pernafasan merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai proses
pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai
frekwensi, irama, kedalaman, dan tipe atau pola pernafasan. Pernapasan adalah tanda vital yang paling
mudah di kaji namun paling sering diukur secara sembarangan. Perawat tidak boleh menaksir
pernapasan. Pengukuran yang akurat memerlukan observasi dan palpasi gerakan dinding dada.
Tabel frekuensi nafas per menit berdasarkan usia,
FREKUENSI NAFAS PER
USIA
MENIT
Bayi baru lahir 30-50
Bayi (6 bulan) 35-40
Toodler 25-32
Anak-anak 20-30
Remaja 16-19
Dewasa 12-20
4. Pemeriksaan Suhu.
18
Merupakan salah satu pemeriksaan yang digunakan untuk menilai kondisi metabolisme dalam
tubuh, dimana tubuh menghasilkan panas secara kimiawi maupun metabolismedarah.Suhu dapat
menjadi salah satu tanda infeksi atau peradangan yakni demam (di atas > 37°C). Suhu yang tinggi juga
dapat disebabkan oleh hipertermia. Suhu tubuh yang jatuh atau hipotermia juga dinilai. Untuk
pemeriksaan yang cepat, palpasi dengan punggung tangan dapat dilakukan, tetapi untuk pemeriksaan
yang akurat harus dengan menggunakan termometer. Termometer yang digunakan bisa berupa
thermometer oral, thermometer rectal dan thermometer axilar.
Proses pengaturan suhu terletak pada hypotalamus dalam sistem saraf pusat. Bagian depan
hypotalamus dapat mengatur pembuangan panas dan hypotalamus bagian belakang mengatur upaya
penyimpanan panas.
Pemeriksaan suhu dapat dilakukan melalui oral, rektal, dan aksila yang digunakan untuk
menilai keseimbangan suhu tubuh serta membantu menentukan diagnosis dini suatu penyakit.
Tempat untuk mengukur suhu badan seseorang adalah:
Seseorang dikatakan bersuhu tubuh normal, jika suhu tubuhnya berada pada 36ºC – 37,5ºC.
Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien perlu dipersiapkan sehingga kenyamanan tetap terjaga,
misalnya pasien dianjurkan buang air kecil terlebih dahulu. Jaga privasi pasien dengan hanya membuka
bagian yang akan diperiksa, serta ajak teman ketiga bila pemeriksa dan pasien berlainan jenis kelamin.
Beri tahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan. Atur waktu seefisien mungkin sehingga pasien
maupun pemeriksa tidak kecapaian. Atur posisi pasien untuk mempermudah pemeriksaan.
1. Cuci tangan.
2. Pakai handscoon.
3. Kaji keadaan umum pasien (tingkat kesadaran).
4. Kaji tanda-tanda vital.
5. Pemeriksaan fisik kepala.
Tujuan pengkajian kepala adalah mengetahui bentuk dan fungsi kepala. Pengkajian diawalai
dengan inspeksi kemudian palpasi.
Cara inspeksi dan palpasi kepala.
1) Atur pasien dalam posisi duduk atau berdiri (bergantung pada kondisi pasien dan jenis
pengkajian yang akan dilakukan).
19
2) Bila pasien memakai kacamata, anjurkan untuk melepaskannya.
3) Lakukan inspeksi, yaitu dengan memperhatikan kesimetrisan wajah, tengkorak, warna dan
distribusi rambut, serta kulit kepala. Wajah normalnya simetris antara kanan dan kiri.
Ketidaksimetrisan wajah dapat menjadi suatu petunjuk adanya kelumpuhan/ paresif saraf
ketujuh. Bentuk tengkorak yang normal adalah simetris dengan bagian frontal menghadap kedepan dan
bagian parietal menghadap kebelakang. Distribusi rambut sangat bervariasi pada setiap orang, dan kulit
kepala normalnya tidak mengalami peradangan, tumor, maupun bekas luka/sikatriks.
4) Lanjutkan dengan palpasi untuk mengetahui keadaan rambut, massa, pembekuan, nyeri tekan,
keadaan tengkorak dan kulit kepala.
a) Pemeriksaan fisik mata
Kelengkapan dan keluasan pengkajian mata bergantung pada informasi yang diperlukan. Secara umum
tujuan pengkajian mata adalah mengetahui bentuk dan fungsi mata.
Cara inspeksi mata
Dalam inspeksi mata, bagian-bagian mata yang perlu diamati adalah bola mata, kelopak mata,
konjungtiva, sklera, dan pupil.
1) Amati bola mata terhadap adanya protrusi, gerakan mata, lapang pandang, dan visus.
2) Amati kelopak mata, perhatikan bentuk dan setiap kelainan dengan cara sebagai berikut.
a. Anjurkan pasien melihat kedepan.
b. Bandingkan mata kanan dan kiri.
c. Anjurkan pasien menutup kedua mata.
d. Amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata, serta pada bagian pinggir kelopak mata,
catat setiap ada kelainan, misalnya adanya kemerah-merahan.
e. Amati pertumbuhan rambut pada kelopak mata terkait dengan ada/tidaknya bulu mata, dan
posisi bulu mata.
f. Perhatikan keluasan mata dalam membuka dan catat bila ada dropping kelopak mata atas atau
sewaktu mata membuka (ptosis).
3) Amati konjungtiva dan sclera dengan cara sebagai berikut :
a. Anjurkan pasien untuk melihat lurus kedepan.
b. Amati konjungtiva untukmmengetahui ada/tidaknya kemerah-merahan, keadaan vaskularisasi,
serta lokasinya.
c. Tarik kelopak mata bagian bawah dengan menggunakan ibu jari.
d. Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah, catat bila didapatkan
infeksi atau pus atau bila warnanya tidak normal, misalnya anemic.
e. Bila diperlukan, amati konjungtiva bagian atas, yaitu dengan cara membuka/membalik
kelopak mata atas dengan perawat berdiri dibelakang pasien.
f. Amati warna sclera saat memeriksa konjungtiva yang pada keadaan tertentu warnanya dapat
menjadi ikterik.
20
g. Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Kemudian lanjutkan dengan mnegevaluasi
reaksi pupil terhadap cahaya. Normalnya bentuk pupil adalam sama besar (isokor). Pupil yang
mengecil disebut miosis,dan amat kecil disebut pinpoint, sedangkan pupil yang melebar/
dilatasi disebut midriasis.
c. Bila ditemukan adanya nistagmus, amati bentuk, frekuensi (cepat atau lambat), amplitudo
(luas/sempit) dan durasinya (hari/minggu).
d. Amati apakah kedua mata memandang lurus kedepan atau salah satu mengalami deviasi.
e. Luruskan jemari telunjuk anda dan dekatkan dengan jarak sekitar 15-30 cm.
f. Beri tahu pasien untuk mengikuti gerakan jari anda dan pertahankan posisi kepala pasien.
Gerakan jari anda ke delapan arah untuk mengetahui fungsi 6 otot mata.
Pemeriksaan pendengaran.
Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk mengetahui fungsi telinga. Secara sederhana
pemeriksaan pendengaran dapat diperiksa dengan mengguanakan suara bisikan. Pendengaran yang baik
akan mudah megetahui adanya bisikan.
1. Pemeriksaan Rinne
a) Vibrasikan garpu tala
b) Letakan garpu tala pada mastoid kanan pasien
c) Anjurkan pasien untuk member tahu sewaktu tidak merasakan getaran lagi.
d) Angkatan garpu tala dan pegang di depan telinga kanan pasien dengan posisi garpu tala
parallel terhadap lubang telinga luar pasien.
e) Anjurkan pasien untuk member tahu apakah masih mendengar suara getaran atau tidak.
Normalnya suara getaran masih dapat didengar karena konduksi udara lebih baik di banding
konduksi tulang.
2. Pemeriksaan Webber.
a) Vibrasikan garpu tala
b) Letakan garpu tala di tengah-tengah puncak kepala pasien
c) Tanya pasien tentang telinga yang mendengar suara getaran lebih keras. Normalnya kedua
telinga dapat mendengar secara seimbang sehingga getaran dirasakan di tengah-tengah telinga.
d) Catat hasil pendengaran.
e) Tentukan apakah pasien mengalami gangguan konduksi tulang, udara, atau keduanya.
Cara inspeksi dan palpasi hidung bagian luar serta palpasi sinus.
1. Duduk menghadap pasien.
2. Atur penerangan dan amati hidung bagian luar dari sisi depan, samping dan atas, perhatikan
23
bentuk atau tulang hidung dari ketiga sisi ini.
3. Amati wanrna dan pembengkakan pada kulit hidung.
4. Amati kesimetrisan hidung
5. Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar, dan catat bila ditemukan ketidak
abnormalan kulit atau tulang hidung.
6. Kaji mobilitas septum nasi.
7. Palpasi sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis. Perhatikan jika ada nyeri.
5. Lakukan palpasi trakea dengan cara berdiri disamping kanan pasien. Letakan jari tengah pada
bagian bawah trakea dan raba trakea ke atas, ke bawah, dan ke samping sehingga kedudukan
trakea dapat diketahui.
2) Tentukan sejauh mana pasien mampu menggerakan lehernya. Normalnya gerakan dapat dilakukan
secara terkoordinasi tanpa gangguan. Bila diperlukan, lakukan pengkajian gerakan secara pasif dengan
cara kepala pasien dipegang dengan dua tangan kemudian digerakan dengan urutan yang sama seperti
pada pengkajian gerakan leher secara aktif.
b) Palpasi
Palpasi dada dilakukan untuk mengkaji keadaan kulit dinding dada, nyeri tekan, massa,
peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan taktil fremitus (vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan
melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang berbicara).Nyeri tekan dapat timbul akibat adanya
luka setempat, peradangan, metastasis tumor ganas, atau pleuritis. Bila ditemukan pembengkakan atau
benjolan pada dinding dada, perlu dideskripdikan ukuran, konsistensi, dan suhunya secara jelas
sehingga mempermudah dalam menentukan apakah kelainan tersebut disebabkan oleh penyakit tulang,
tumor, bisul, atau proses peradangan. Pada saat bernapas, normalnya dada bergerak secara simetris.
28
Gerakan menjadi tidak simetris pada saat terjadi atelektasis paru (kolaps paru). Getaran taktil fremitus
dapat lebih keras atau lebih lemah dari normal. Getaran taktil fremitus dapat lebih keras atau lebih
lemah dari normal. Getaran menjadi lebih keras pada saat terdapat infiltrate. Getaran yang melemah
ditemukan pada keadaan emfisema, pneumotoraks, hidrotoraks, dan atelektasis obstruktif.
c) Perkusi
Keterampilan perkusi dada bagi perawat secara umum tidak banyak dipakai sehingga praktik di
laboratorium untuk keterampilan ini hanya dilakukan bila perlu dan di bawah pengawasan instruktur
ahli.
Cara perkusi paru – paru secara sistematis
1. Lakukan perkusi paru – paru anterior dengan posisi pasien terlentang.
a. Perkusi mulai dari atas klavikula ke bawah pada setiap ruang interkostal.
b. Bandingkan sisi kanan dan kiri
2. Lakukan perkusi paru – paru posterior dengan posisi pasien baiknya duduk atau berdiri.
a. Yakinkan dulu bahwa pasien duduk lurus.
29
b. Mulai perkusi dari puncak paru – paru ke bawah.
c. Bandingkan sisi kanan dan kiri.
d. Catat hasil perkusi dengan jelas.
3. Lakukan perkusi paru – paru posterior untuk menentukan gerakan diafragma (penting pada
pasien emfisema).
a. Minta pasien untuk menarik napas panjang dan menahannya.
b. Mulai perkusi dari atas ke bawah (dari resonan ke redup) sampai bunyi redup didapatkan.
c. Beri tanda dengan spidol pada tempat didapatkan bunyi redup (biasanya pada ruang interkostal
ke-9, sedikit lebih tinggi dari posisi hati di dada kanan).
d. Minta pasien untuk mengembuskan napas secara meksimal dan menahannya.
e. Lakukan perkusi dari bunyi redup (tanda I) ke atas. Biasanya bunyi redup ke-2 ditemukan di
atas tanda I. Beri tanda pada kulit yang ditemukan bunyi redup (tanda II).
f. Ukur jarak antara tanda I dan tanda II. Pada wanita, jarak kedua tanda ini normalnya 3 – 5 cm
dan pada pria adalah 5 – 6 cm.
d) Aukultasi
Aukultasi biasanya dilaksanakan dengan menggunakan stetoskop. Aukultasi berguna untuk
mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkial dan mengetahui adanya sumbatan aliran udara.
Aukultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru–paru dan rongga pleura. Untuk dapat melakukan
auskultasi, perawat harus mengetahui bunyi / suara napas yang dikategorikan menurut intensitas, nada,
dan durasi antara inspirasi dan ekspirasi seperti di bawah ini.
1. Vesikuler Insp > Eksp Rendah Lembut Sebagian area paru – paru kanan dan kiri
2. Bronkovesikuler Insp = Eksp Sedang Sedang Sering pada ruang interkostal ke-1 dan ke-2 dan
diantara scapula
3.Bronkial Eksp > Insp Tinggi Keras Di atas manubrium Trakeal Insp = Eksp Sangat tinggi
Sangat keras Di atas trakea pada leher
b) Auskultasi
Perawat melakukan auskultasi untuk mendengarkan dua suara abdomen, yaitu bising usus
(peristaltic) yang disebabkan oleh perpindahan gas atau makanan sepanjang intestinum dan suara
pembuluh darah. Teknik ini juga digunakan untuk mendeteksi fungsi pencernaan pasien setelah
menjalani operasi. Pada keadaan tertentu, suara yang didengar melalui auskultasi mungkin melemah.
Auskultasi juga dapat dilakukan untuk mendengarkan denyut jantung janin pada wanita hamil.
c) Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mendengarkan / mendeteksi adanya gas, cairan, atau massa di dalam
abdomen. Perkusi juga dilakukan untuk mengetahui posisi limpa dan hepar. Bunyi perkusi pada
abdomen yang normal adalah timpani, namun bunyi ini dapat berubah pada keadaan – keadaan tertentu.
Misalnya, apabila hepar dan limpa membesar, bunyi perkusi akan menjadi redup, khususnya perkusi di
area bawwah arkus kostalis kanan dan kiri. Apabila terdapat udara bebas pada rongga abdomen, daerah
pekak pada hepar akan hilang. Pada keadaan usu berisi terlalu banyak cairan, bunyi yang dihasilkan
pada perkusi seluruh dinding abdomen adalah hipertimpani, sedangkan daerah hepar tetap pekak.
Perkusi pada daerah yang berisi cairan juga akan menghasilkan suara pekak. Latihan perkusi abdomen
bagi mahasiswa keperawatan harus dibimbing oleh instruktur yang berpengalaman dan menguasai
pengkajian abdomen.
d) Palpasi
Palpasi Hepar
Palpasi hepar dapat dilakukan secara bimanual, terutama untuk mengetahui adanya pembesaran.
Cara Palpasi Hepar :
1) Berdiri di samping kanan pasien.
2) Letakkan tangan kiri Anda pada dinding toraks posterior kira – kira pada tulang rusuk ke-11
atau 12.
3) Tekan tangan kiri Anda ke atas sehingga sedikit mengangkat dinding dada.
4) Letakkan tangan kanan pada batas bawah tulang rusuk sisi kanan dengan membentuk sudut
kira – kira 45o dari otot rektus abdominis atau parallel terhadap otot rektus abdominis dengan
32
jari – jari kea rah tulang rusuk.
5) Sementara pasien ekshalasi, lakukan penekanan sedalam 4 – 5 cm kea rah bawah pada batas
tulang rusuk.
6) Jaga posisi tangan Anda dan minta pasien inhalasi / menarik napas dalam.
7) Sementara pasien inhalasi, rasakan batas hepar bergerak menentang tangan Anda yang secara
normal terasa dengan kontur reguler. Bila hepar tidak terasa /teraba dengan jelas, minta pasien
untuk menarik napas dalam, sementara Anda tetap mempertahankan posisi tangan atau
memberikan tekanan sedikit lebih dalam. Kesulitan dalam merasakan hepar ini sering dialami
pada pasien obesitas.
8) Bila hepar membesar, lakukan palpasi di batas bawah tulang rusuk kanan. Catat pembesaran
tersebut dan nyatakan dengan berapa sentimeter pembesaran terjadi di bawah batas tulang
rusuk.
Palpasi hepar (Sumber : Kozier, B., et al. (2004) Fundamental of Nursing: Concept, process,
and practice. New Jersey : Prentice Hall).
Palpasi Ginjal
Pada saat melakukan palpasi ginjal, posisi pasien telentang dan perawat yang melakukan palpasi berdiri
di sisi kanan pasien.
Cara Palpasi Ginjal
1) Dalam melakukan palpasi ginjal kanan, letakkan tangan kiri Anda di bawah panggul dan
elevasikan ginjal ke arah anterior.
2) Letakkan tangan kanan Anda pada dinding abdomen anterior di garis midklavikula pada tepi
bawah batas kosta.
3) Tekan tangan kanan Anda secara langsung ke atas sementara pasien menarik napas panjang.
Ginjal tidak teraba pada orang dewasa yang normal, tetapi pada orang yang sangat kurus,
bagian bawah ginjal kanan dapat dirasakan.
4) Bila ginjal teraba, rasakan kontur (bentuk), ukuran, dan amati adanya nyeri tekan.
5) Untuk melakukan palpasi ginjal kiri, lakukan di sisi kiri tubuh pasien, dan letakkan tangan
Anda di bawah panggul kemudian lakukan tindakan seperti pada palpasi ginjal kanan.
Palpasi Limpa
Limpa tidak teraba pada orang dewasa yang normal. Palpasi limpa dikerjakan dengan
menggunakan pola seperti pada palpasi hepar.
Cara Palpasi Limpa :
1) Anjurkan pasien untuk miring ke sisi kanan sehingga limpa lebih dekat dengan dinding
33
abdomen.
2) Lakukan palpasi pada batas bawah tulang rusuk kiri dengan menggunakan pola seperti pada
palpasi hepar.
Palpasi limpa (Sumber : Bickley, L. S., & Szilagyi, P.G. (2004). Bate’s Pocket Guide Physical
Examination and History Taking. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins).
2) Palpasi
Teknik ini dilakukan hanya bila ada indikasi atau keluhan.
1. Lakukan palpasi penis untuk mengetahui adanya nyeri tekan, benjolan, dan kemungkinan
adanya cairan kental yang keluar.
2. Palpasi skrotum dan testis dengan menggunakan jempol dan tiga jari pertama. Palpasi tiap
testis dan perhatikan ukuran, konsistensi, bentuk, dan kelicinannya. Testis normalnya teraba
elastic, licin, tidak ada benjolan atau massa, dan berukuran sekitar 2 – 4 cm.
3. Palpasi epididimis yang memanjang dari puncak testis ke belakang. Normalnya epidiimis
teraba lunak.
4. Palpasi saluran sperma dengan jempol dan jari telunjuk. Saluran sperma biasanya ditemukan
pada puncak bagian lateral skrotum dan teraba lebih keras daripada epididimis.
a) Inspeksi
35
1) Bantu pasien mengatur posisi duduk menghadap ke depan, telanjang dada dengan kedua
lengan rileks di sisi tubuh.
2) Mulai inspeksi ukuran, bentuk, dan kesimetrisan payudara. Payudara normalnya melingkar,
agak simetris, dan dapat dideskripsikan kecil, sedang, dan besar.
3) Inspeksi warna, lesi, vaskularisasi, dan edema pada kulit payudara.
4) Inspeksi waran areola. Areola wanita hamil umumnya berwarna lebih gelap.
5) Inspeksi adanya penonjolan atau retraksi pada payudara dan putting susu akibat adanya skar
atau lesi.
6) Inspeksi adanya rabas, ulkus, pergerakan, atau pembengkakan pada putting susu. Amati juga
posisi kedua putting susu yang normalnya mempunyai arah yang sama.
7) Inspeksi ketiak dan klavikula untuk mengetahui adanya pembengkakan atau tanda kemerah –
merahan.
b) Palpasi
1) Lakukan palpasi di sekeliling putting susu untuk mengetahuii adanya rabas. Bila ditemukan
rabas, identifikasi sumber, jumlah, warna, konsistensi rabas tersebut, dan kaji adanya nyeri
tekan.
2) Palpasi daerah klavikula dan ketiak terutama pada area nodus limfe.
3) Lakukan palpasi setiap payudara dengan teknik bimanual terutama untuk peyudara yang
berukuran besar. Caranya yaitu tekankan telapak tangan anda / tiga jari tengah ke permukaan
payudara pada kuadran samping atas. Lakukan palpasi dinding dada dengan gerakan memutar
dari tepi menuju ereola dan searah jarum jam.
4) Lakukan palpasi payudara sebelahnya.
5) Bila diperlukan, lakukan pula pengkajian dengan posisi pasien telanjang dan diganjal bantal /
selimut di bawah bahunya.
1. SISTEM CARDIOVASKULER
INSPEKSI
Jantung, secara topografik jantung berada di bagian depan rongga mediastinum.
Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau dalam posisi sedikit
dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit ditemukan misalnya pada stenosis mitral. dan pemeriksa
berdiri disebelah kanan penderita. Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi
kira-kira 2 cm, dengan punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada
waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya
pembesaran ventrikel kiri.
36
PALPASI
Denyut apeks jantung (iktus kordis) Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur
terlentang atau berdiri iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea
midclavicularis sinistra. Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV.
Denyutan nadi pada dada
Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada aorta.
Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan, sedangkan
denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan
aneurisma aorta descenden.
Getaran/Trhill
Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katup bawaan atau penyakit jantung
congenital. Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut melakukan
pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih cepat. Dengan terabanya
getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising jantung.
PERKUSI
Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung.
Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi
pericardium dan aneurisma aorta.
37
AUSKULTASI
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :
Dengarkan BJ I pada :
• ICS IV line sternalis kiri (BJ I Tricuspidalis)
• ICS V line midclavicula/ICS III linea sternalis kanan (BJ I Mitral)
Dengarkan BJ II pada :
• ICS II lines sternalis kanan (BJ II Aorta)
• ICS II linea sternalis kiri/ICS III linea sternalis kanan (BJ II Pulmonal)
Dengarkan BJ III (kalau ada)
• Terdengar di daerah mitral
• BJ III terdengar setelah BJ II dengan jarak cukup jauh, tetapi tidak melebihi separo dari fase
diastolik, nada rendah
• Pada anak-anak dan dewasa muda, BJ III adalah normal
• Pada orang dewasa/tua yang disertai tanda-tanda oedema/dipneu, BJ III merupakan tanda
abnormal.
• BJ III pada decomp. disebut Gallop Rythm.
Dari jantung yang normal dapat didengar lub-dub, lub-dub, lub-dub. Lub adalah suara
penutupan katup mitral dan katup trikuspid, yang menandai awalsistole. Dub adalah suara katup aorta
dan katup pulmonalis sebagai tanda awal diastole. Pada suara dub, apabila pasien bernafas akan
terdengar suara yang terpecah.
2. SISTEM PENCERNAAN
INSPEKSI
a. Pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh.
b. Inspeksi cavum oris, lidah untuk melihat ada tidaknya kelainan.
c. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk melemaskan/relaksasi otot-
otot abdomen.
d. Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.
e. Pemeriksa berdirilah pada sisi kanan pasien dan perhatikan kulit dan warna abdomen, bentuk
perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena, dan striae serta bayangan vena dan
pergerakkan abnormal.
f. Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus.
g. Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran atau penegangan. Bila abdomen
tampak menegang, minta pasien untuk berbalik kesamping dan inspeksi mengenai ada tidaknya
pembesaran area antara iga-iga dan panggul, tanyakan kepada pasien apakah abdomen terasa
lebih tegang dari biasanya.
h. Bila terjadi penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen dengan memasang tali/ perban
38
seputar abdomen melalui umbilikus. Buatlah simpul dikedua sisi tali/ perban untuk menandai
dimana batas lingkar abdomen, lakukan monitoring, bila terjadi peningkatan perenggangan
abdomen, maka jarak kedua simpul makin menjauh.
i. Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal.
j. Mintalah pasien mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya gerakan peristaltik atau
denyutan aortik.
PALPASI
Abdomen
a. Posisi pasien berbaring terlentang dan pemeriksa disebelah kanannya.
b. Lakukan palpasi ringan di tiap kuadran abdomen dan hindari area yang telah diketahui
sebelumnya sebagai titik bermasalah, seperti apendisitis.
c. Tempatkan tangan pemeriksa diatas abdomen secara datar, dengan jari- jari ekstensi dan
berhimpitan serta pertahankan sejajar permukaan abdomen.
d. Palpasi dimulai perlahan dan hati-hati dari superfisial sedalam 1 cm untuk mendeteksi area
nyeri, penegangan abnormal atau adanya massa.
e. Bila otot sudah lemas dapat dilakukan palpasi sedalam 2,5 – 7,5 cm, untuk mengetahui
keadaaan organ dan mendeteksi adanya massa yang kurang jelas teraba selama palpasi
f. Perhatikan karakteristik dari setiap massa pada lokasi yang dalam, meliputi ukuran, lokasi,
bentuk, konsistensi, nyeri, denyutan dan gerakan
g. Perhatikan wajah pasien selama palpasi untuk melihat adanya tanda/ rasa tidak nyaman.
h. Bila ditemukan rasa nyeri, uji akan adanya nyeri lepas, tekan dalam kemudian lepas dengan
cepat untuk mendeteksi apakah nyeri timbul dengan melepaskan tekanan.
i. Minta pasien mengangkat kepala dari meja periksa untuk melihat kontraksi otot-otot
abdominal
Hepar
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/ dada kanan posterior pasien pada iga kesebelas
dan keduabelas dan tekananlah kearah atas.
d. Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala / superior pasien
dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah
hati.
e. Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke atas.
f. Minta pasien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
Kandung Empedu
39
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dibawah dada kanan posterior pasien pada iga XI dan
XII dan tekananlah kearah atas.
d. Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala / superior pasien
dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah
hati.
e. Kemudian tekan lembut ke dalam dan ke atas.
f. Mintalah pasien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
g. Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus.
h. Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta pasien untuk menarik napas dalam selama
palpasi.
Limpa
a. Posisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
c. Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di bawah pinggang kiri pasien dan
tekanlah keatas.
d. Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi diatas abdomen dibawah tepi kiri
kostal.
e. Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta pasien untuk menarik napas dalam.
f. Palpasilah tepi limpa saat limpa bergerak ke bawah kearah tangan pemeriksa
g. Apabila dalam posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi pasien berbaring miring
kekanan dengan kedua tungkai bawah difleksikan.
h. Pada keadaan tertentu diperlukan Schuffner test
Aorta
a. Posisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
c. Pergunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan.
d. Palpasilah dengan perlahan namun dalam ke arah abdomen bagian atas tepat garis tengah.
Pemeriksaan Asites
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Prosedur ini memerlukan tiga tangan.
d. Minta pasien atau asisten untuk menekan perut pasien dengan sisi ulnar tangan dan lengan atas
40
tepat disepanjang garis tengah dengan arah vertikal.
e. Letakkan tangan pemeriksa dikedua sisi abdomen dan ketuklah dengan tajam salah satu sisi
dengan ujung- ujung jari pemeriksa.
f. Rasakan impuls / getaran gelombang cairan dengan ujung jari tangan yang satunya atau bisa
juga menggunakan sisi ulnar dari tangan untuk merasakan getaran gelombang cairan.
Colok Dubur
Pemeriksaan abdomen dapat diakhiri dengan colok dubur (sifatnya kurang menyenangkan
sehingga ditaruh paling akhir). Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien dalam posisi miring
(symposisi), lithotomi, maupun knee-chest. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan satu tangan maupun
dua tangan (bimanual, satu tangannya di atas pelvis). Colok dubur perlu hati-hati karena sifat anus yang
sensitif, mudah kontraksi. Oleh karena itu colok dubur dilakukan serileks mungkin menggunakan
lubrikasi. Sebaiknya penderita kencing terlebih dahulu. Pada posisi lithotomi diagnosis letak kelainan
menggunakan posisi jam yakni jam 3 sebelah kanan, jam 9 sebelah kiri, jam 6 ke arah sacrum dan jam
12 ke arah pubis.
AUSKULTASI
a. Pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi.
b. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala.
c. Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan
ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus
untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus.
d. Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising usus dan
perhatikan frekwensi/karakternya.
e. Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan
dengarkan tiap kuadran abdomen.
f. Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian epigastrik
dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang
kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta.
PERKUSI
Abdomen
Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat melakukannya
dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ berongga seperti lambung, usus, kandung
kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati, limfa,pankreas,ginjal.
Perkusi Batas Hati
a. Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan pasien.
b. Lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser perlahan keatas,
41
sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak, tandai batas bawah hati tersebut.
c. Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah hati.
d. Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.
e. Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke5 sampai kecelah tulang iga ke7.
f. Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan bagian bawah hati pada
waktu bernapas yaitu berkisar 2 – 3 cm.
Perkusi Lambung
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium kiri.
d. Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani
b. Palpasi
1) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas,
mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal premitus (vibrasi).
2) Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti : massa, lesi,
bengkak.
3) Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.
4) Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.
c. Perkusi
1) Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada disekitarnya
dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
2) Jenis suara perkusi :
Suara perkusi normal resonan (sonor) : dihasilkan untuk mengetahui batas antara bagian
jantung dan paru.
d. Auskultasi
1. Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara nafas normal,
suara tambahan (abnormal), dan suara.
2. Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke
alveoli, dengan sifat bersih.
3. Suara nafas normal :
a) Bronchial : Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch. Fase ekspirasinya
lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut.
b) Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang dari
ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
c) Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular. Suaranya
terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama panjang dengan
ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.
43
4. SISTEM MUSKULOSKELETAL
a. Inspeksi
1) Pada saat inspeksi tulang belakang, buka baju pasien untuk menampakkan seluruh tubuh.
2) Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan amati adanya atrofi atau
hipertrofi. Kelurusan tulang belakang, diperiksa dengan pasien berdiri tegak dan membungkuk
ke depan.
3) Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan menggunakan
meteran.
4) Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur yang ditunjukkan
oleh malposisi suatu bagian tubuh.
5) Amati kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas.
6) Skoliosis ditandai dengan kulvatura lateral abnormal tulang belakang, bahu yang tidak sama
tinggi, garis pinggang yang tidak simetris, dan skapula yang menonjol, akan lebih jelas dengan
uji membungkuk ke depan.
7) Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan persendian.
8) Inspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian.
9) Inspeksi pergerakkan persendian.
b. Palpasi
1) Palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif dan pasif untuk
mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba secara involunter (spastisitas)
2) Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik atau mendorong tangan pemeriksa,
bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dengan ekstremitas kiri.
3) Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan.
4) Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasif akan memberikan informasi mengenai
integritas sendi. Normalnya, sendi bergerak secara halus. Suara gemletuk dapat menunjukkan
adanya ligament yang tergelincir di antara tonjolan tulang. Permukaan yang kurang rata, seprti
pada keadaan arthritis, mengakibatkan adanya krepitus karena permukaan yang tidak rata
tersebut yang saling bergeseran satu sama lain.
5) Periksa adanya benjolan, rheumatoid arthritis, gout, dan osteoarthritis menimbulkan benjolan
yang khas. Benjolan dibawah kulit pada rheumatoid arthritis lunak dan terdapat di dalam dan
sepanjang tendon yang memberikan fungsi ekstensi pada sendi biasanya, keterlibatan sendi
mempunya pola yang simetris. Benjolan pada GOUT keras dan terletak dalam dan tepat
disebelah kapsul sendi itu sendiri.
6) Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
44
0 = Tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = Gerakan kontraksi.
2 = Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau gravitasi.
3 = Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = Kekuatan kontraksi yang penuh.
c. Perkusi
1) Refleks patela, Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan
refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2) Refleks biceps, lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90º, supinasi dan lengan bawah
ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps
(diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi
otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif
maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3) Refleks triceps, lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 90º, tendon triceps diketok dengan
refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon). Respon yang
normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila
ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang
sementara.
4) Refleks achilles, posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini
kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi
kaki.
5) Refleks abdominal, dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus.
Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
6) Refleks Babinski, merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki
dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon
Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon
yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
5. SISTEM ENDOKRIN
Inspeksi
a. (warna kulit) : Hiperpigmentasi ditemukan pada klien addison desease atau cushing syndrom.
Hipopigmentasi terlihat pada klien diabetes mellitus, hipertiroidisme, hipotiroidisme.
b. Wajah : Variasi, bentuk dan struktur muka mungkin dapat diindikasikan dengan penyakit
akromegali mata.
45
c. Kuku dan rambut : Peningkatan pigmentasi pada kuku diperlihatkan oleh klien dengan
penyakit addison desease, kering, tebal dan rapuh terdapat pada penyakit hipotiroidisme,
rambut lembut hipertyroidisme. Hirsutisme terdapat pada penyakit cushing syndrom.
d. Inspeksi ukuran dan proporsional struktur tubuh klien : Orang jangkung, yang disebabkan
karena insufisiensi growth hormon. Tulang yang sangat besar, bisa merupakan indikasi
akromegali.
e. Tanda trousseaus dan tanda chvoteks : Peningkatan kadar kalsium tangan dan jari-jari klien
kontraksi (spasme karpal).
Palpasi
a. Kulit kasar, kering ditemukan pada klien dengan hipotiroidisme. Dimana kelembutan dan
bilasan kulit bisa menjadi tanda pada klien dengan hipertiroidisme. Lesi pada ekstremitas
bawah mengindikasikan DM.
b. Palpasi kelenjar tiroid (tempatkan kedua tangan anda pada sisi lain pada trachea dibawah
kartilago thyroid. Minta klien untuk miringkan kepala ke kanan Minta klien untuk menelan.
Setelah klien menelan. pindahkan pada sebelah kiri. selama palpasi pada dada kiri bawah) :
Tidak membesar pada klien dengan penyakit graves atau goiter.
Auskultasi
Auskultasi pada daerah leher diata tiroid dapat mengidentifikasi bunyi “bruit“. Bunyi yg
dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Normalnya tidak ada bunyi.
6. SISTEM INTEGUMEN
Inspeksi
a. Kaji integritas kulit warna flushing, cyanosis, jaundice, pigmentasi yang tidak teratur
b. Kaji membrane mukosa, turgor, dan keadaan umum, kulit
c. Kaji bentuk, integritas, warna kuku.
d. Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus.
Palpasi
a. Adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu.
b. Tekstur kulit.
c. Turgor kulit, normal < 3 detik
d. Area edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi, temperatur, bentuk, mobilisasi.
e. Palpasi Capillary refill time : warna kembali normal setelah 3 – 5 detik.
46
7. SISTEM NEUROLOGI
Inspeksi
a. Kaji LOC (level of consiousness) atau tingkat kesadaran : dengan melakukan pertanyaan
tentang kesadaran pasien terhadap waktu, tempat dan orang.
b. Kaji status mental.
c. Kaji adanya kejang atau tremor.
Palpasi
a. Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi, tipe dan pengobatannya.
b. Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami gangguan. Kaji adanya
hilang rasa, rasa terbakar/panas dan baal.
c. Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot, pergerakan dan postur.
Perkusi
a.Refleks patela, diketuk pada regio patela (ditengah tengah patela).
b. Refleks achilles, dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi
kaki.
8. SISTEM REPRODUKSI
Inspeksi
a. Keadaan umum, pemeriksaan khusus obstetri, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan tambahan.
b. Inspeksi tentang status gizi : anemia, ikterus.
c. Kaji pola pernapasan (sianosis, dispnea).
d. Apakah terdapat edema, bagaimana bentuk dan tinggi badan, apakah ada perubahan
pigmentasi, kloasma gravidarum, striae alba, striae lividae, striae nigra, hiperpigmentasi, dan
areola mamma.
Palpasi
a. palpasi menurut Leopold I-IV
b. Serviks, yaitu untuk mengetahui pelunakan serviks dan pembukaan serviks.
c. Ketuban, yaitu untuk mengetahui apakah sudah pecah atau belum dan apakah ada ketegangan
ketuban.
d. Bagian terendah janin, yaitu untuk mengetahui bagian apakah yang terendah dari janin,
penurunan bagian terendah, apakah ada kedudukan rangkap, apakah ada penghalang di bagian
bawah yang dapat mengganggu jalannya persalinan.
e. Perabaan forniks, yaitu untuk mengetahui apakah ada bantalan forniks dan apakah bagian
janin masih dapat didorong ke atas.
47
Auskultasi
Auskultasi untuk mengetahui bising usus, gerak janin dalam rahim, denyut jantung janin, aliran
tali pusat, aorta abdominalis, dan perdarahan retroplasenter.
9. SISTEM PERKEMIHAN
Inspeksi
1) Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan ada/tidaknya
sedimen.
2) Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta riwayat infeksi
saluran kemih.
3) Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter, silikon kateter atau urostomy atau
supra pubik kateter.
4) Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait dengan sistem
perkemihan.
Palpasi
1. Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih)
2. Untuk melakukan palpasi Ginjal Kanan: Posisi di sebelah kanan pasien. Tangan kiri
diletakkan di belakang penderita, paralel pada costa ke-12, ujung cari menyentuh sudut
costovertebral (angkat untuk mendorong ginjal ke depan). Tangan kanan diletakkan dengan
lembut pada kuadran kanan atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada
puncak inspirasi tekan tangan kanan dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap
ginjal di antar kedua tangan (tentukan ukuran, nyeri tekan ga). Pasien diminta membuang nafas
dan berhenti napas, lepaskan tangan kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali waktu
ekspirasi.
3. Dilanjutkan dengan palpasi Ginjal Kiri : Pindah di sebelah kiri penderita, Tangan kanan untuk
menyangga dan mengangkat dari belakan. Tangan kiri diletakkan dengan lembut pada kuadran
kiri atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan
tangan kiri dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan
(normalnya jarang teraba).
Perkusi
Untuk pemeriksaan ketok ginjal prosedur tambahannya dengan mempersilahkan penderita
untuk duduk menghadap ke salah satu sisi, dan pemeriksa berdiri di belakang penderita. Satu tangan
diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul
dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kanan). Satu tangan diletakkan pada sudut
kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan
48
kepalan tangan (ginjal kiri). Penderita diminta untuk memberiksan respons terhadap pemeriksaan bila
ada rasa sakit.
49
dikumpulkan dengan melakukan perbandingan data subjektif dan objektif yang dikumpulkan
dari berbagai sumberberdasarkan standar nilai normal, untuk menemukan kemungkinan
pengkajian ulang atau pengkajian tambahan tentang data yang ada.
c. Identifikasi Pola/Masalah ; merupakan kegiatan terakhir dari tahap pengkajian setelah dilakukan
validasi data. Melalui identifikasi pola atau masalah dapat diketahui gangguan/masalah keperawatan
yang terdapat pada fungsi kesehatan, seperti pada persepsi tata laksana kesehatan, pola aktivitas
latihan, pola nutrisi metabolisme dll.
2.TahapDiagnosisKeperawatan
Merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial (Carpenito, 1995).
3. Tahap Perencanaan
Tahap ini merupakan proses penyusunan berbagagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan
untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi masalah-masalah pasien. Perencanaan merupakan
langkah ketiga dalam proses keperawatan yang mmebutuhkan berbagai pengetahuan dan keterampilan
diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan dari pasien, nilai dan kepercayaan pasien,
batasan praktik keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam memecahkan
masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan, serta memilih dan membuat strategi keperawatan yang
aman dalam memenuhi tujuan.
4. Tahap Pelaksanaan
Merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakanberbagai strategi
keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus mampu
mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik komunikasi,
kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat perkembangan
pasien. Dalam tahap pelaksanaan, terdapat dua tindakan yaitu tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi.
Berikut adalah contoh tindakan keperawatan mandiri (tindakan independen) dan kolaborasi
(interdependen) :
1.Tindakan Mandiri : Mengajarkan pasien menggunakan walker, mengkaji ROM ekstremitas
atas pasien dll
2.Tindakan Kolaborasi : Berkonsultasi dengan ahli terapi fisik mengenai kemajuan pasien
menggunakan walker.
5. Tahap Evalusi
Evaluasi merupakan tahapan terakhir proses keperawatan dengan cara menilai sejauh mana
tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam mengevaluasi perawat harus memiliki
50
pengetahuan dan kemampuan untuk memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Tahap evaluasi ini terdiri atas dua kegiatan, yaitu evaluasi hasil dan evaluasi proses. Evaluasi proses
dilakukan selama proses perawatan berlangsung atau menilai respons pasien, sedangkan evaluasi target
tujuan yang dihasilkan.
Dokumentasi
Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada pemeriksaan atau pada
akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format khusus yang mempermudah pencatatan
data pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil sebelum membantu klien berpakaian, untuk berjaga-
jaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau mendapatkan data tambahan. Temuan dari
pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana asuhan. Data di dokumentasikan berdasarkan format
SOAPIE, yang hamper sama dengan langkah-langkah proses keperawatan.
51
BAB III
PEMBAHASAN PERSONAL HIGIENE
53
Setiap klien memiliki keinginan individu dan pilihan tentang kapan untuk mandi, bercukur,
dan melakukan perawatan rambut . klien memilih produk yang berbeda (mis. Sabun, sampo, deodorant,
dan pasta gigi) menurut pilihan pribadi.
g. kondisi fisik.
Orang yang menderita penyakit tertentu (mis. Kanker tahap lanjut) atau menjalani operasi
sering kali kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan hygiene pribadi.
54
bersih dan sehat. Sebaliknya rambut yangdalam keadaan kotor, kusam dan tidak terawat akan terkesan
jorok dan penampilan tidak menarik.
Rambut dan kulit kepala harus selalu sehat dan bersih,sehingga perlu perawatan yang baik.
Untuk perawatan rambutdapat ditempuh dengan berbagai cara namun demikian carayang dilakukan
adalah cara pencucian rambut.
Rambut adalah bagian tubuh yang paling banyak mengandung minyak. Karenaitu kotoran,
debu, asap mudah melekat dengan demikian makapencucian rambut adalah suatu keharusan. Pencucian
rambutdengan shampoo dipandang cukup apabila dilakukan dua kalidalam seminggu (Depdikbud,
1986:12).
Rambut yang sehat yaitu tidak mudah rontok dan patah,tidak terlalu berminyak dan terlalu
kering serta tidak berketombedan berkutu.
Tujuan bagi klien yang membutuhkan perawatan rambut dan kulit kepala meliputi sebagai berikut:
1. Pola kebersihan diri klien normal
2. Klien akan memiliki rambut dan kulit kepala bersih yang sehat
3. Klien akan mencapai rasa nyaman dan harga diri
4. Klien dapat mandiri dalam kebersihan diri sendiri
5. Klien akan berpartisipasi dalam praktik perawatan rambut.
3. Kesehatan kulit
Kulit terletak diseluruh permukaan luar tubuh. Secara garis besar kulit dibedakan menjadi 2
bagian yaitu bagian luar yang disebut kulit ari dan bagian dalam yang disebut kulit jangat. Kulit ari
berlapis-lapis dan secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu lapisan luar
yangdisebut lapisan tanduk dan lapisan dalam yang disebut lapisanmalpighi. Kulit jangat terletak
disebelah bawah atau sebelahdalam dari kulit ari (Depdikbud, 1986:16).Kulit merupakan pelindung
bagi tubuh dan jaringan dibawahnya. Perlindungan kulit terhadap segala rangsangan dariluar, dan
perlindungan tubuh dari bahaya kuman penyakit. Sebagai pelindung kulitpun sebagai pelindung cairan-
cairantubuh sehingga tubuh tidak kekeringan dari cairan. Melaluikulitlah rasa panas, dingin dan nyeri
dapat dirasakan. Guna kulit yang lain sebagai alat pengeluaran ampas-amps berupa zatyang tidak
terpakai melalui keringat yang keluar lewat pori-pori(Soenarko, 1984:4).Kulit yang baik akan dapat
menjalankan fungsinyadengan baik sehingga perlu dirawat. Pada masa yang modernsekarang ini
tersedia berbagai cara modern pula berbagai perawatan kulit. Namun cara paling utama bagi kulit,
yaitupembersihan badan dengan cara mandi. Perawatan kulitdilakukan dengan cara mandi 2 kali sehari
yaitu pagi dan sore.Tentu saja dengan air yang bersih. Perawatan kulit merupakankeharusan yang
mendasar (Depdikbud, 1986:23).Kulit yang sehat yaitu kulit yang selalu bersih, halus, tidakada bercak-
bercak merah, tidak kaku tetapi lentur (fleksibel)
4. Kesehatan Telinga
Telinga dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu bagianpaling luar, bagian tengah, dan daun telinga.
Telinga bagian luar terdiri dari lubang telinga dan daun telinga. Telinga bagiantengah terdiri dari ruang
yang terdiri dari tiga buah ruang tulangpendengaran. Ditelinga bagian dalam terdapat alatkeseimbangan
55
tubuh yang terletak dalam rumah siput(Depdikbud, 1986 : 30).Telinga merupakan alat pendengaran,
sehingga berbagaimacam bunyi- bunyi suara dapat didengar. Disamping sebagai alat pendengaran
telinga juga dapat berguna sebagai alatkeseimbangan tubuh. Menjaga kesehatan telinga dapat dilakukan
dengan pembersihan yang berguna untuk mencegah kerusakan dan infeksi telinga. Telinga yang sehat
yaitu lubang telinga selalu bersih,untuk mendengar jelas dan telinga bagian luar selalu bersih.
5. Kesehatan Kuku
Kuku terdapat di ujung jari bagian yang melekat pada kulit yang terdiri dari sel-sel yang masih
hidup. Bentuk kuku bermacam-macam tergantung dari kegunaannya ada yangpipih, bulat panjang,
tebal dan tumpul (Depdikbud, 1986:21).Guna kuku adalah sebagai pelindung jari, alatkecantikan,
senjata , pengais dan pemegang (Depdikbud ,1986:22). Bila untuk keindahan bagi wanita karena kuku
harusrelatif panjang, maka harus dirawat terutama dalam halkebersihannya. Kuku jari tangan maupun
kuku jari kaki harus selalu terjaga kebersihannya karena kuku yang kotor dapat menjadisarang kuman
penyakit yang selanjutnya akan ditularkan kebagian tubuh yang lain.
6. Kesehatan Mata
Perawatan Mata
Pembersihan mata biasanya dilakukan selama mandi dan melibatkan pembersihan dengan
washlap bersih yang dilembabkan kedalam air. Sabun yang menyebabkan panas dan iritasi biasanya
dihindari. Perawat menyeka dari dalam ke luar kantus mata untuk mencegah sekresi dari pengeluaran
ke dalam kantong lakrimal. Bagian yang terpisah dari washlap digunakan sekali waktu untuk mencegah
penyebaran infeksi. Jika klien memiliki sekresi kering yang tidak dapat diangkat dengan mudah dengan
menyeka, maka perawat dapat meletakkan kain yang lembab atau kapas pada margin kelopak mata
pertama kali untuk melunakkan sekresi. Tekanan langsung jangan digunakan diatas bola mata karena
dapat meyebabkan cedera serius.
Klien yang tidak sadar memerlukan perawatan mata yang lebih sering. Sekresi bisa berkumpul
sepanjang margin kelopak mata dan kantus sebelah dalam bila refleks berkedip tidak ada atau ketika
mata tidak dapat menutup total. Mata dapat dibersihkan dengan kapas steril yang diberi pelembab
normal salin steril. Air mata buatan bisa diperlukan, dan pesanan untuk itu harus diperoleh dai dokter.
Tindakan pencegahan harus digunakan jika potongan kecil digunakan pada mata karena dapat
meyebabkan cedera kornea.
7. Kesehatan Hidung
Klien biasanya mengangkat sekresi hidung secara lembut dengan membersihkan ke dalam
dengan tisu lembut. Hal ini menjadi hygiene harian yang diperlukan. Perawat mencegah klien jangan
mengeluarkan kotoran dengan kasar karena mengakibatkan tekanan yang dapat mencenderai gendang
telinga, mukosa hidung, dan bahkan struktur mata yang sensitif. Perdarahan hidung adalah tanda kunci
dari pengeluaran yang kasar, iritasi mukosa, atau kekeringan.
Jika klien tidak dapat membuang sekresi nasal, perawat membantu dengan menggunakan
washlap basah atau aplikator kapas bertangkai yang dilembabkan dalam air atau salin. Aplikator
seharusnya jangan dimasukkan melebihi panjang ujung kapas. Sekresi nasal yang berlebihan dapat juga
56
dibuang dengan pengisap. Pengisap nasal merupakan kontraindikasi dalam pembedahan nasal atau
otak.
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan integritas kulit
Definisi : keadaan di mana kulit seseorang tidak utuh.Kemungkinan berhubungan dengan :
1) Bagian tubuh yang lama tertekan
2) Imobilitasi
3) Terpapar zat kimia
Kemungkinan data yang ditemukan
1) Kerusakan jaringan kulit
2) Gangrene
3) Dekubitus
4) Kelemahan fisik
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :
1) Stroke
2) Fraktur femur
3) Koma
4) Trauma medulla spinalis
Tujuan yang diharapkan
1) Pola kebersihan diri pasien normal
2) Keadaan kulit, rambut kepala bersih
3) Klien dapat mandiri dalam kebersihan diri sendiri
b. Gangguan membrane mukosa mulut
Definisi : kondisi dimana mukosa mulut pasien mengalami luka
Kemungkinan berhubungan dengan :
1) Trauma oral
2) Pembatasan intake cairan
3) Pemberian kemoterapi dan radiasi pada kepala dan leher
Kemungkinan data yang ditemukan
60
1) Iritasi atau luka pada mukosa mulut
2) Peradangan atau infeksi
3) Kesulitan dalam makan dan menelan
4) Keadaan mulut yang kotor
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada
1) Stroke
2) Stomatitis
3) Koma
Tujuan yang diharapkan
1) Keadaan mukosa mulut, lidah dalam keadaan utuh, warnamerah muda
2) Inflamasi tidak terjadi
3) Klien mengatakan rasa nyaman
4) Keadaan mulut bersih
c. Kurangnya perawatan diri / kebersihan diri
Definisi : kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya.
Kemungkinan berhubungan dengan :
a. Kelelahan fisik
b. Penurunan kesadaran
Kemungkinan data yang ditemukan.
a. Badan kotor dan berbaub.
b. Rambut kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Bau mulut dan motor
70
2. Ketika serumen tampak, penarikan kembali ke bawah secara lembutpada jalan masuk kanal
telinga dapat menyebabkan lilin melonggar dan keluar.
. Perawat menginstruksi klien untuk tidak pernah menggunakan benda tajam seperti peniti dan tusuk
gigi untuk mengeluarkan lilin telinga. Penggunaan benda itu dapat menyebabkan trauma pada kanal
telinga dan ruptur membran timpani. Penggunaan aplikator kapas bertangkai juga harus dihindari
karena akan menyebabkan lilin terjepit dalam kanal.
4. Anak-anak dan lasia umumnya mempunyai serumen yang keras. Serumen yang berlebihan atau
terjepit biasanya dapat dipindahkan hanya dengan irigasi. Prosedur pertama yaitu pemasukan tiga tetes
gliserin pada waktu tidur untuk melembutkan lilin, dan tiga tetes hidrogen peroksida dua kali sehari
untuk melunakkan lilin (Phipps, dkk, 1995).
5. Kemdian pemasukan kira-kira 250 ml air hangat (37o C) ke kanal telinga luar yang akan
membersihkan lilin yang telah lunak secara mekanis. Air dingin atau panas dapat menyebabkan normal
atau muntah.
6. Klien dapat duduk atau berbaring di samping telinga yang terkena menghadap ke sebelah atas.
Perawat meletakkan mangkok piala ginjal di bawah telinga yang terkena untuk menangkap larutan
irigasi. Water Pik atau pentolan spuit irigasi dapat digunakan mengirigasi ke dalam kanal telinga.
Ujung spuit atau Water Pik seharusnya tidak mengoklusi kanal telinga untuk menghindari penggunaan
tekanan terhadap membran timpani. Irigasi ringan diarahkan pada atas kanal yang melunakkan serumen
dari samping kanal telinga. Setelah kanal bersih, perawat menyeka setiap pelembab dari telinga klien
dan memeriksa kanal dari serumen yang masih tertinggal
g. Oral hygiene
Hygiene mulut
Pasien immobilisasi terlalu lemah untuk melakukan perawatan mulut, sebagai akibatnya mulut
menjadi terlalu kering atau teriritasi dan menimbulkanbau tidak enak. Masalah ini dapat meningkat
akibat penyakit atau medikasi yangdigunakan pasien. Perawatan mulut harus dilakukan setiap hari dan
bergantung terhadap keadaan mulut pasien. Gigi dan mulut merupakan bagian penting yang harus
dipertahankan kebersihannya sebab melalui organ ini berbagai kuman dapat masuk.
Hygiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan mulut, gigi, gusi, danbibir, menggosok
membersihkan gigi dari partikel – partikel makanan, plak, bakteri,memasase gusi, dan mengurangi
ketidaknyamanan yang dihasilkan dari bau dan rasayang tidak nyaman.Beberapa penyakit yang
mungkin muncul akibat perawatan gigi dan mulutyang buruk adalah karies, gingivitis (radang gusi),
dan sariawan.
Hygiene mulut yangbaik memberikan rasa sehat dan selanjutnya menstimulasi nafsu makan.
Tujuan perawatan hygiene
Mulut pasien adalah pasien akan memiliki mukosa mulut utuhyang terhidrasi baik serta untuk
mencegah penyebaran penyakit yang ditularkanmelalui mulut (misalnya tifus, hepatitis), mencegah
penyakit mulut dan gigi,meningkatkan daya tahan tubuh, mencapai rasa nyaman, memahami praktik
hygiene mulut dan mampu melakukan sendiri perawatan hygiene mulut dengan benar
71
b. Perawatan Gigi
Menggosok gigi adalah cara yang umum dianjurkan untuk membersihkan deposit lunak pada
permukaan gigi dan gusi.
Alat dan bahan
1. Handuk dan kain pengalas
2. Gelas kumur berisi:
a. Air masak/NaCl
b. Obat kumur
c. Borax gliserin
3. Spatel lidah yang telah dibungkus dengan kain kasa
4. Kapas lidi
5. Bengkok
6. Kain kasa
7. Pinset atau arteri klem
8. Sikat gigi dan pasta gigi
D. Prosedur kerja
1. Untuk pasien tidak sadar
1. Jelaskan prosedur pada klien/keluarga klien
2. Cuci tangan
3. Atur posisi dengan posisi tidur miring kanan/kiri
4. Pasang handuk dibawah dagu/pipi klien
5. Ambil pinset dan bungkus dengan kain kasa yang dibasahi dengan air hangat/masak
6. Gunakan tong spatel (sudip lidah) untuk membuka mulut pada saat membersihkan gigi/mulut
7. Lakukan pembersihan dimulai dari diding rogga mulut, gusi, gigi, dan lidah/
8. Keringkan dengan kasa steril yang kering
9. seeleh bersih, oleskan dengan Borax gliserin
10. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Untuk pasien sadar, tetapi tidak mampu melakukan sendiri
1. Jelaskan prosedur pada klien
2. Cuci tangan
3. Atur posisi dengan duduk
4. Pasang handuk dibawah dagu
5. Ambil pinset dan bungkus dengan kain kasa yang dibasahi dengan air hangat/masak
6. Kemudian bersihkan pada daerah mulut mulai rongga mulut, gisi, gigi dan lidah, lalu bilas dengan
larutan NaCl.
7. Setelah bersih oleskan dengan borax gliserin
8. Untuk perawatan gigi lakukan penyikatan dengan gerakan naik turun
9. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
72
2. Pembersihan gigi palsu
a. Alat dan bahan
1. Sikat gigi bebulu lembut
2. Sikat gigi untuk gigi palsu
3. Nirbekken
4. Detrifikasi gigi palsu atau pasta gigi
5. Gelas air
6. Kasa tunggal 4x4
7. Waslap
8. Cangkir plastik gigi palsu
9. Sarung tanga sekali pakai
h. Prosedur perawatan gigi palsu
1. Jelaskan prosedur pada pasien yang akan di lakukan perawata gigi palsu
2. Cuci tangan
3. Isi mangkok piala ginjal setengah dengan air biasa atau letakkan waslap pada westafel dan
nyalakan air sampai terisi kurang lebih 2.5 cm
4. Kenakan sarung tangan sekali pakai
5. Minta pasien untuk membuka gigi palsunya.
6. Gunakan detrifikasi pada gigi palsu dan sikat permukaan gigi palsu.Pegang gigi palsu di dekat
air.Pegang sikat secara horizontal dan gunakan gerakan ke belakang dan ke depan untuk membersihkn
permukaan penggigit pada permukaan gigi sebelah luar.Pegang sikat secara vertikal dan gunakan
gosokan pendek untuk membersihkan permukaan dalam gigi. Pegang sikat secara horizontal dan
gunakan gerakan ke belakang dan ke depan untuk membersihkn permukaan penggigit pada permukaan
dalam gigi.
7. Bilas gigi palsu dengan air biasa
8. Kembalikan gigi paslu pada paisen atau simpan dalam air biasa di dalam cangkir plastik
9. Kosongkan mangkok nirbekken dan tambahkan air dingin.Berikan pasta gigi pasa sikat gigi
lembut,dan sikat gusi ,langit langit dan lidah dengan lembut
10. Minta pasien untuk berkumur
11. Masukan kembali gigi palsu jika pasien menginginkan.
12. Buang srung tangan pada tempat sampah.Bersihkan dan simpan baha bahan .Cuci tngan
13. Tanyakan pada pasien jika gigi palsu terasa nyaman
14. Catat prosedur pada flowsheet atau catatn perawat.
73
BAB IV
PEMBAHASAN MOBILISASI DAN IMOBILISASI
1. Definisi Imobilisasi
Imobilisasi adalah ketidakmampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau
impairment (gangguan pada alat atau organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental. Imobilisasi dapat
juga diartikan sebagai keadaan tidak bergerak atau tirah baring yang terus menerus selama lima hari
atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis. (Potter & Perri, 2010)
Imobilisasi merupakan pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh
itu sendiri dalam berputar, duduk, dan berjalan. Hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada
posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring. (Susan J. Garrison, 2004)
Imobilisasi merupakan keadaan seseorang dimana ia tidak dapat bergerak secara bebas karena
kondisinya seperti trauma tulang belakang, cedera otak berat, fraktur pada ekstremitas dan lainnya.
Sehingga mengganggu pergerakan dalam aktivitasnya.
Kesimpulan :Imobilisasi adalah kemampuan seseorang yang mengalami keterbatasan gerak secara
bebas karena berbagi gangguan yang dialami baik secara fisik maupun mental.
2. Tujuan Imobilisasi
74
1. Imobilisasi Fisik
Merupakan pembatasan untuk bergerak swcara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya
gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu menahan
tekanan didaerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuh untuk mengurangi tekanan.
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien
yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya
perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat
disebabkan karena bedah amputai ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau
kehilangan sesuatu yang dicintai.
Keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan
penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
4. Faktor-faktor Imobilisasi
Faktor-faktornya yaitu:
1. Cidera tulang, seperti penyakit reumatik, pengapuran tulang atau fraktur tentu menghambat
pergerakan.
2. Penyakit saraf, seperti adany stroke, penyakit parkinson, paralis, dan gangguan saraf lain yang
menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi.
3. Penyakit jantung dan pernapasan, penyakit jantung dan pernafasan akan menimbulkan kelelahan
dan sesak nafas ketika beraktivitas. Akibatnya pasien dengan gangguan pada organ tersebut akan
mengurangi mobilisasinya, ia cenderung lebih banyak duduk dan berbaring.
4. Gangguan penglihatan, yaitu rasa percaya diri untuk bergerak akan terganggu bila ada gangguan
pada penglihatan karena ada ke khawatriran terpeleset atau tersandung.
5. Penykit kritis yang memerlukan istirahat
6. Penggunaan gips
5. Pencegahan Imobilisasi
75
Imobilisasi berdampak pada sisitem tubuh, seperti:
1.Imobilitas komplit, imobilisasi ini dilakukan pada individu yang mengalami gangguan tingkat
kesadaran.
2. Imobilitas parsial, imobiliasi ini dilakukan pada pasien yang mengalami fraktur
3.imobilitas karena alasan pengobatan, imobilisasi ini dilakukan pada individu yang mengalami
9. Pengertian Mobilisasi
1. Kebutuhan manusia untuk melakukan aktifitas dan kemampuan manusia untuk bergerak secara
bebas dan teratur untuk memenuhi kebutuhannya agar tetap terjaga kesehatannya.
2. Mobilisasi merupakan kemampuan untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan
memenuhi kebutuhan hidup sehat dan penting untuk kemandirian.
(barbara kozier,1995)
7. Meningkatkan peristaltik usus untuk mencegah okstipasi (klien gangguan muskuloskeletal,
2006)
6. Stroke
Gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang akan diikuti oleh prilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya.
Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya. Contohnya
seseorang yang ptah tulang akan kesulitan untuk bermobilisasi secara bebas.
3. Kebudayaan
77
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas. Contoh orang yang
berada di desa cenderung berpergian dengan berjalan kaki, beda halnya dengan orang yang berada
dikota yang cendenrung bepergian menggunakan kendaraan.
seseorang melakukan mobilisasi jelas membutuhkan energi. Sedangkan orang sakit berbeda obilitasnya
dengan orang sehat.
5. Usia
1. Mobilisasi penuh yaitu kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan penuh sehingga
dapat menjalankan aktifitas dan perannya sehari hari
2. Mobilisasi parsial / sebagian yaitu kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan tertentu
dan tidak mampu bergerak secara bebas karna adanya cidera atau penyakit gangguan syaraf motorik
dan sensorik pada tubuhnya.
Terdiri dari 2 yaitu
1. Mobilisasi sebagian temporer
Yaitu kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara.
2. Mobilisasi sebagian permanen
Yaitu kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya tetap.
Adalah suatu teknik dasar yang digunakan nutk bergerak dalamkeadaan normal dapat dilakukan
oleh sendi yang bersangkutan (suratun dan heriati, 2008)
Tujuan ROM :
Menurut addams dan clough (1998) ada empat kategori rentang gerak yaitu
1. pasif
adalah gerakan otot klien yang dilakukan oleh orang lain dengan bantuan klien itu.
2. aktif asistif
adalah kontraksi otot secara aktif dengan bantuan gaya dari luar, seperti terapi alat mekanis atau
ekstremitas yang tidak sedang dilatih.
3. Aktif
78
Adalah kontraksi otot secar aktif melawan gaya grafitasi seperti mengangka tungkai dalam
posisi lurus.
4. Aktif resistif
Adalah kontraksi otot secara aktif melawan tahanan yang diberikan misalnya beban.
(diagnosis keperawatan aplikasi pada praktik klisnis,2009)
79
BAB V
PEMBAHASAN ISTIRAHAT DAN TIDUR
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral
yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun.
Dalam keadaan sadar, neuron dalam Recticular activating system (RAS) akan melepaskan katekolamin
seperti norepineprin. RAS memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan. Juga
dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Pada saat
tidur, terdapat pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah
yaitu Bulbar syncronizing regional (BSR). Sedangkan saat bangunnya seseorang tergantung dari
keseimbangan implus yang diterima di pusat otak dan sistem limbiks.
1. Penyakit
Seseorang yang sedang sakit dapat menjadikan orang itu kurang tidur atau bahkan tidak bisa tidur
karena penyakitnya itu.
2. Stres Psikologis
Seseorang yang memiliki masalah psikologis akan mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur.
3. Obat-obatan
Obat golongan diuretik dapat mempengaruhi proses tidur (insomnia), antidepresan dapat menekan
REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan tidur.
4. Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Sebaliknya kebutuhan
nutrisi yang kurang akan menyebabkan sulit tidur.
5. Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur . Pada lingkungan yang
tenang memungkinkan seseorang dapat seseorang dapat tidur dengan nyeyak dan sebaliknya.
6. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi dan dapat menimbulkan keinginan untuk tetap bangun dan menahan
tidak tidur sehingga dapat meanimbulkan gangguan proses tidur.
7. Aktivitas
81
Kurang beraktivitas dan atau melakukan aktivitas yang berlebihan justru akan menyebabkan kesulitan
untuk memulai tidur.
1. Insomnia
Insomnia adalah suatu keadaan di mana seseorang sulit untuk memulai atau mempertahankan keadaan
tidurnya. Tanda-tanda Insomnia yaitu kecemasan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur di malam
hari, menderita depresi, terbangun beberapa kali di malam hari, dan tidak merasa cukup istirahat
meskipun tidur malam. Penyebab Insomnia yaitu efek samping dari obat-obatan, makan terlalu banyak
sebelum tidur, depresi, menderita gangguan kecemasan, mengkonsumsi kafein terlalu banyak, minum
alkohol terlalu banyak, perubahan dalam lingkungan, perubahan waktu kerja, dan stres.
2. Parasomnia
Parasomnia adalah kumpulan beberapa penyakit yang dapat mengganggu pola tidur seperti
somnambulis (berjalan-jalan dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak-anak.
3. Hipersomnia
Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berkelebihan terutama pada siang hari.
4. Narkolepsi
Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara tiba-tiba pada siang
hari.
5. Apnea tidur dan Mendengkur
Mendengkur yang disertai dengan apnea dapat menjadi masalah dalam tidur karena jika terjadi apnea
dapat mengacaukan saat bernapas dan bahkan dapat menyebabkan henti napas sehingga menyebabkan
kadar oksigen dalam darah menurun dan denyut nadi menjadi tidak teratur.
6. Enuresis
Enuresis adalah kencing yang tidak di sengaja (mengompol) terjadi pada anak-anak.
Ny T mengalami kesulitan memulai tidur dan hanya tidur kurang lebih tiga jam dalam satu
malam tetapi setiap satu jam sekali selalu terbangun. Kondisi ini mengakibatkan Ny T selalu merasa
tubuhnya tidak fresh dan berat badannya mengalami penurunan dari 52 kg menjadi 47 kg. Penyebab Ny
T mengalami hal ini adalah suami Ny T menuduh Ny T telah berselingkuh karena hasutan tetangga
yang tidak suka pada Ny T . Ny T berusaha menjelaskan pada suaminya bahwa dirinya tidak
berselingkuh, tetapi suami Ny T tetap tidak percaya. Suami Ny T selalu marah-marah pada Ny T dan
melarang Ny T untuk berbincang-bincang dengan tetangga di luar rumah serta sering melakukan
kekerasan terhadap Ny T. Suami Ny T juga pelit dalam memberikan uang belanja dan melarang Ny T
untuk berdagang. Pada awalnya, Ny T berusaha untuk tidak terlalu serius dalam memikirkan
masalahnya dan menuruti keinginan suaminya, namun suami Ny T tetap memperlakukan Ny T dengan
buruk. Suami Ny T selalu memarahi Ny T sehingga Ny T selalu memikirkannya dan merasa tertekan.
Ny T dan suaminya juga pisah ranjang. Ny T juga takut bercerita pada suaminya bahwa dirinya
mengalami kesulitan tidur setiap hari selama lebih dari enam bulan.
Pada kasus di atas jika kita cermati merupakan kasus insomnia. Karena pada kasus di atas
menunjukkan gejala-gejala insomnia, seperti kesulitan memulai tidur, selalu terbangun setiap satu jam
sekali, waktu tidur kurang lebih hanya tiga jam dalam satu malam, selalu merasa tubuhnya tidak fresh,
dan mengalami kesulitan tidur lebih dari enam bulan. Jika kita analisis, penyebab insomnia pada kasus
di atas adalah karena mengalami KDRT dari suaminya yang mengakibatkan si istri tertekan dan selalu
memikirkan masalahnya sehingga terjadilah insomnia. Dampak insomnia yang dialami si istri pada
kasus di atas adalah selalu merasa tubuh tidak fresh dan mengalami penurunan berat badan dari 52 kg
menjadi 47 kg.
Insomnia adalah suatu keadaan di mana seseorang sulit untuk memulai atau mempertahankan
keadaan tidurnya. Insomnia yang terjadi karena faktor psikologis sebaiknya diobati dengan psikoterapi
karena penyebabnya adalah faktor-faktor psikologis. Penting bagi penderita insomnia untuk secara
82
terbuka mengatakan pada psikolog,terapis atau konselor tentang awal mula penyebab insomnia
sehingga dapat ditentukan terapi apa yang sebaiknya diberikan. Selain itu, keluarga si penderita
insomnia juga harus memberi dukungan pada penderita agar insomnia yang dialaminya perlahan-lahan
dapat sembuh. Insomnia karena faktor psikologis dapat dicegah dengan cara memanage stres secara
positif dan jika ada masalah sebaiknya sharing pada seseorang yang dapat dipercaya.
Ada beberapa terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi insomnia, yaitu:
1. CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
CBT digunakan untuk memperbaiki distorsi kognitif si penderita dalam memandang dirinya,
lingkungannya, masa depannya, dan untuk meningkatkan rasa percaya dirinya sehingga si penderita
merasa berdaya atau merasa bahwa dirinya masih berharga.
2. Sleep Restriction Therapy
Sleep restriction therapy digunakan untuk memperbaiki efisiensi tidur si penderita insomnia.
3. Stimulus Control Therapy
Stimulus control therapy berguna untuk mempertahankan waktu bangun pagi si penderita secara
reguler dengan memperhatikan waktu tidur malam dan melarang si penderita untuk tidur pada siang
hari meski hanya sesaat.
4. Relaxation Therapy
Relaxation Therapy berguna untuk membuat si penderita rileks pada saat dihadapkan pada kondisi
yang penuh ketegangan.
5. Cognitive Therapy
Cognitive Therapy berguna untuk mengidentifikasi sikap dan kepercayaan si penderita yang salah
mengenai tidur.
6. Imagery Training
Imagery Training berguna untuk mengganti pikiran-pikiran si penderita yang tidak menyenangkan
menjadi pikiran-pikiran yang menyenangkan.
83
BAB VI
PEMBAHASAN OKSIGENASI
84
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi
Saraf Otonomik
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonomik dapat mempengaruhi kemampuan
untuk dilatasi dan konstriksi, hal ini dapat terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi
rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotsransmiter (untuk simpatis dapat mengeluarkan
norodrenalin yang berpengaruh pada bronkodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan asetilkolin
yang berpengaruh pada bronkhokonstriksi) karena pada saluran pernapasan terdapat reseptor
adrenergenik dan reseptor kolinergik.
Semua hormon termasuk derivate catecholamine dapat melebarkan saluran pernapasan.
Alergi pada Saluran Napas
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu yang terdapat dalam hawa
pernapasan , bulu binatang, serbuk benang sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain.
Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat memengaruhi jumlah kebutuhan oksigenasi, karena usia organ
dalam tubuh berkembang seiring usia perkembangan.
Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat memengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor alergi, ketinggian
tanah, dan suhu.kondisi tersebut memengaruhi kemampuan adaptasi.
Perilaku
Factor perilaku yang dapat memengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah perilaku dalam
mengkonsumsi makanan (status nutrisi).
85
Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh
akibat difisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen dalam tingkat sel, di tandai dengan
adanya warna kebiruan pada kulit (sianosis).
Perubahan pola pernapasan
1. Tachipnea, merupakan pernafasan yang memiliki frekuensi lebih dari 24 kali per menit.
2. B radypne a, merupakan pola pernapasan yang lambat dan kurang dari 10 kali per menit.
3. H ipervent ilas i, merupakan cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan jumlah oksigen dalam
paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam.
4. Kus maul, merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat Nditemukan pada orang
dalam keadaan asidosis metabolic.
5. H ipovont ilas i, merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan karbondioksida dengan cukup yang
dilakukan pada saat ventilasi alveolar serta tidak cukupnya penggunaan oksigen yang ditandai dengan
adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran disorientasi, atau ketidakseimbangan elektrolit yang dapat
terjadi akibat atelektasis, lumpuhnya otot-otot pernafasan, defresi pusat pernafasan, peningkatan
tahanan jalan udara, penurunan tahanan jaringan paru, dan toraks, sertta penurunan compliance paru
dan toraks.
6. Dis pne a, merupakan perasaan sesal dan berat saat pernafasan
7. Orthopne a, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan pola ini
sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongestif paru.
8. Cheyne stokes, merupakan siklus pernafasan yang amplitudonya mula-mula naik, turun, berhenti,
kemudian mulai dari siklus baru.
9. Pernapasan paradoksial, merupakan pernapasan yang ditandai dengan pergerakan dinding paru
yang berlawanan atah dari keadaan normal, seriong ditemukan pada keadaan atelektasis.
10. Bi ot, merupakan pernapasan dengan irama yang mirip dengan cheyne stokes, tetapi amplitudonya
tidak teratur.
11. Esteridor, merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran pernapasan
86
BAB VII
PEMBAHASAN NUTRISI
1. DEFINISI
Nutrisi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu energi,
membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000).
Menurut Rock CL (2004), nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk
membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal
Sedangkam menurut Supariasa (2001), nutrisi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan
yang dikonsumsi secara normal melalui proses degesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,
Vitamin adalah bahan organic yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan berfungsi sebagai
Vitamin dibagi dalam dua kelas besar yaitu vitamin larut dalam air (vitamin C, B1, B2, B6, B12) dan
Nutrien adalah zat kimia organik dan anorganik yang ditemukan dalam makanan dan
1. Karbohidrat
Karbohidrat adalah komposisi yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen dan oksigen. Karbohidrat
dibagi atas
A. Karbohidrat sederhana (gula) ; bisa berupa monosakarida (molekul tunggal yang terdiri dari
glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Juga bisa berupa disakarida (molekul ganda), contoh sukrosa
B. Karbohidrat kompleks (amilum) adalah polisakarida karena disusun banyak molekul glukosa.
87
C. Serat adalah jenis karbohidrat yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, tidak dapat dicerna oleh
tubuh dengan sedikit atau tidak menghasilkan kalori tetapi dapat meningkatkan volume feces.
Karbohidrat memiliki berbagai fungsi dalam tubuh makhluk hidup, terutama sebagai bahan bakar
(misalnya glukosa), cadangan makanan (misalnya pati pada tumbuhan dan glikogen pada hewan), dan
materi pembangun (misalnya selulosa pada tumbuhan, kitin pada hewan dan jamur). Kebutuhan
2. Protein
Protein sangat penting untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan tubuh. Beberapa
sumber protein berkualitas tinggi adalah: ayam, ikan, daging, babi, domba, kalkun, dan hati. Beberapa
sumber protein nabati adalah: kelompok kacang polong (misalnya buncis, kapri, dan kedelai), kacang-
Protein merupakan konstituen penting pada semua sel, jenis nutrien ini berupa struktur nutrien
kompleks yang terdiri dari asam-asam amino. Protein akan dihidrolisis oleh enzim-enzim proteolitik.
Untuk melepaskan asam-asam amino yang kemudian akan diserap oleh usus. Fungsi protein :
Protein menggantikan protein yang hilang selama proses metabolisme yang normal dan
Protein diperlukan dalam pembuatan protein-protein yang baru dengan fungsi khusus dalam tubuh
3. Lemak
Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak dan minyak terdiri atas gabungan
gliserol dengan asam-asam lemak. Kebutuhan lemak 10-25% dari kebutuhan energi total. Fungsi
lemak :
Sebagai sumber energi ; merupakan sumber energi yang dipadatkan dengan memberikan 9 kal/gr.
Perlindungan.
Asam arakhidonat (AA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA) adalah dua asam lemak penting,
khususnya dalam masa pertumbuhan otak bayi yang berlangsung sangat pesat selama 6 bulan kedua
kehidupan. Pada periode ini, AA dan DHA berperan besar dalam perkembangan mental dan daya lihat
bayi. Karena sebagian besar makanan sapihan mengandung sedikit AA dan DHA, susu-lanjutan yang
diperkaya dengan AA dan DHA akan menjadi sumber penting dua asam lemak ini.
4. Vitamin
Vitamin adalah bahan organic yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan berfungsi sebagai
Vitamin dibagi dalam dua kelas besar yaitu vitamin larut dalam air (vitamin C, B1, B2, B6, B12) dan
A. Vitamin A
Vitamin ini membantu perkembangan daya lihat bayi. Juga berperan dalam proses kerja sel tulang.
Anak-anak yang kekurangan vitamin A akan menderita rabun senja serta gangguan pertumbuhan.
Mereka juga rentan terhadap infeksi. Sumber vitamin A antara lain: telur, keju, dan hati.
Semua vitamin B membantu produksi energi, dan membantu terbentuknya sel-sel otak bayi. Vitamin
B1 dan niasin (salah satu anggota B-kompleks) membantu sel tubuh menghasilkan energi. Vitamin B6
membantu tubuh melawan penyakit dan infeksi. B12 digunakan dalam pembentukan sel darah merah.
penglihatan, kerusakan syaraf, dan gangguan jantung. Makanan seperti misalnya roti, padi-padian, dan
hati banyak mengandung vitamin B-kompleks. Setiap anggota vitamin B-kompleks bersumber dari
makanan tertentu misalnya: B1 dari kacang buncis dan daging babi; B12 dari daging, ikan, telur, dan
susu.
C. Vitamin C
89
Anak-anak dapat memperoleh vitamin C dari jeruk dan berbagai sayuran. Mereka memerlukan
vitamin C untuk membentuk beberapa zat kimia dan menggerakkan zat kimia lain (salah satu anggota
grup vitamin B, misalnya) agar dapat digunakan tubuh. Vitamin C juga membantu penyerapan zat besi.
Mereka yang kekurangan vitamin C bisa menderita kelemahan tulang, anemia, dan gangguan kesehatan
lainnya.
D. Vitamin D
Sinar matahari membantu tubuh membuat sendiri vitamin D, bahkan pada sejumlah anak,
kebutuhan vitamin ini sudah terpenuhi dengan bantuan sinar matahari. Vitamin D sangat penting
karena membantu kalsium masuk ke tulang. Inilah sebabnya mengapa vitamin D kadang ditambahkan
ke dalam susu sapi (disebut susu yang telah “diperkaya”). Sayangnya, banyak produk susu olahan yang
digemari anak-anak justru tidak diperkaya dengan vitamin D. Keju dan yogurt kaya kalsium tetapi
tidak mengandung vitamin D. Makanan yang diperkaya vitamin D lebih baik daripada suplemen
vitamin. Anak-anak yang mengkonsumsi diet rendah vitamin D bisa menderita ricketsia, suatu penyakit
Mineral merupakan unsure esensial bagi fungsi normal sebagian enzim, dan sangat penting dalam
pengendalian system cairan tubuh. Mineral merupakan konstituen esensial pada jaringan lunak, cairan
dan rangka. Rangka mengandung sebagian besar mineral. Tubuh tidak dapat mensintesis sehingga
Pembentukan garam-garam yang larut dan mengendalikan komposisi cairan tubuh ; contoh Na, Cl
Air merupakan zat makanan paling mendasar yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tubuh manusia
terdiri dari atas 50%-70% air. Pada orang dewasa asupan air berkisar antara 1200-1500cc per hari,
90
Tubuh memerlukan bahan bakar untuk menyediakan energi untuk fungsi organ dan
pergerakan badan, untuk menyediakan material mentah, untuk fungsi enzim, pertumbuhan, penempatan
kembali dan perbaikan sel. Metabolisme mengacu pada semua reaksi biokimia dalm tubuh. Proses
metabolic dapat menjadi anabolic (membangun) atau katabolic (merusak). Energy adalah kekuatan
untuk bekerja, manusia membutuhkan energy untuk terus menerus berhubungan dengan
lingkungannya.
Pemasukan energi merupakan energi yang dihasilkan selama oksidasi makanan. Makanan merupakan
sumber utama energi manusia. Besarnya energi yang dihasilkan dengan satuan kalori. 1 kalori juga
disebut 1 kalori besar ( K ) atau kkal adalah jumlah panas yang di butuhkan untuk menaikkan suhu 1 kg
A. Karbohidrat: karbohidrat merupakan sumber energy yang penting. Setiap gram karbohidrat
menghasilkan kurang lebih 4 kalori. Asupan karbohidrat di dalam diit sebaiknya berkisar 50%-60%
B. Lemak: komponen lemak dapat diberikan dalam bentuk nutrisi enteral maupun parenteral sebagai
emulsi lemak. Pemberian lemak dapat mencapai 20% -40% dari total kebutuhan. Satu gram lemak
menghasilkan 9 kalori.
C. Protein (Asam Amino): kebutuhan protein adalah 0,8gr/kgbb/hari atau kurang lebih 10% dari total
kebutuhan kalori.
2. Pengeluaran energy
Pengeluaran energi adalah energi yang digunakan oleh tubuh untuk men- support jaringan dan
fungsi-fungsi organ tubuh. Cadangan energi tubuh berbentuk senyawa phospat seperti ATP. Kebutuhan
Basal Metabolisme Rate adalah energi yang digunakan tubuh pada saat istirahat yaitu untuk
kegiatan fungsi tubuh seperti pergerakan jantung, perbafasan, peristaltic usus, kegiatan kelenjar-
kelenjar tubuh.
91
Makanan di dalam tubuh mengalami beberapa proses. Mulai dari pencernaan, absorbsi, metabolisme,
A. Pencernaan
Pencernaan dimulai dari mulut, tempat makanan di pecah secara mekanik dengan mengunyah. Protein
dan lemak dipecahkan secara fisik tetapi tetap tidak berubah secara kimia karena enzim dalam mulut
tidak bereaksi dengan nutrisi ini. Makanan yang telah ditelan memasuki esopagus dan bergerak
sepanjangnya dan dengan kontraksi otot seperti gelombang (peristaltik). Massa makanan yang berada
pada kardiak spinkter, berlokasi pada pembukaan atas lambung, menyebabkan spinkter relaksasi dan
memungkunkan makanan masuk lambung. Di dalam lambung, pepsinogen di sekresikan dan diaktifkan
oleh asam hidrokolik menjadi pepsin, enzim pemecah protein. Lambung juga mengeluarkan sejumlah
kecil lipase dan amilase untuk mencerna lemak dan zat tepung secara berturut-turut. Lambung juga
bertindak sebagai penyimpanan dan makanan menetap di dalam perut kira-kira 3 jam, dengan rentang
dari 1-7 jam. Makanan meninggalkan lambung pada spinkter pilorik sebagai asam, massa cair yang
disebut kimus. Kimus mengalir ke duodenum dan bercampur cepat dengan empedu, getah intestinal,
sekresi pangkreas. Peristaltik terjadi terus menerus dalam usus kecil, mencampur sekresi dengan kimus.
B. Absorbsi
Usus kecil merupakan tempat penyerapan utama nutrien. Sepanjang daerah ini terdapat penonjolan
seperti jari yang disebut vili, untuk meningkatkan area permukaan absorbsi. Nutrient diabsorbsi oleh
C. Metabolisme
Nutrien diabsopsi dalam intestinal, termasuk air, yang ditransportasikan melalui system sirkulasi
ke jaringan tubuh. Melalui perubahan kimia dari metabolisme, nutrien diubah ke jumlah substansi yang
diperlukan oleh tubuh. Dua tipe dasar metabolisme adalah anabolisme dan katabolisme. Anabolisme
merupakan produksi dari substansi kimia yang lebih kompleks dengan sintesis nutrient. Katabolisme
D. Penyimpanan
Beberapa, tapi tidak semua, nutrient yang diperlukan tubuh disimpan dalam jaringan tubuh.
Bentuk pokok tubuh dari energi yang disimpan adalah lemak, yang disimpan sebagai jaringan adiposa.
Glikogen disimpan dalam cadangan kecil di hati dan jaringan otot dan protein dan protein disimpan
92
dalam massa otot. Ketika keperluan energi tubuh melebihi persediaan energi dari nutrient yang
dimakan, maka energi yang disimpan digunakan. Sebaliknya energi yang tidak digunakan harus
1. Nutrisi Enteral
Nutrisi enteral adalah nutrisi yang diberikan pada pasien yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi diberikan melalui tube ke dalam lambung
(gastric tube), nasogastrik tube (NGT), atau jejunum dapat secara manual maupun dengan bantuan
pompa mesin (At Tock, 2007). Menurut Wiryana (2007), Nutrisi enteral adalah faktor resiko
independent pnemoni nosokomial yang berhubungan dengan ventilasi mekanik. Cara pemberian sedini
mungkin dan benar nutrisi enteral akan menurunkan kejadian pneumonia, sebab bila nutrisi enteral
yang diberikan secara dini akan membantu memelihara epitel pencernaan, mencegah translokasi
kuman, mencegah peningkatan distensi gaster, kolonisasi kuman, dan regurgitasi. Posisi pasien
setengah duduk dapat mengurangi resiko regurgitasi aspirasi. Diare sering terjadi pada pasien di
Intensif Care Unit yang mendapat nutrisi enteral, penyebabnya multifaktorial, termasuk therapy
antibiotic, infeksi clostridium difficile, impaksi feses, dan efek tidak spesifik akibat penyakit kritis.
Komplikasi metabolik yang paling sering berupa abnormalitas elektrolit dan hiperglikemi (Wiryana,
2007).
2 .Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui
pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaaan (Wiryana, 2007). Nutrisi parenteral diberikan
apabila usus tidak dipakai karena suatu hal, misalnya: malformasi kongenital intestinal, enterokolitis
nekrotikans, dan distress respirasi berat. Nutrisi parsial parenteral diberikan apabila usus dapat dipakai,
tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan ( Setiati, 2000).
Tunjangan nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan enteral tidak dapat dipenuhi dengan baik.
Terdapat kecenderungan untuk memberikan nutrisi enteral walaupun parsial dan tidak adekuat dengan
suplemen nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi parenteral pada setiap pasien dilakukan dengan tujuan
untuk dapat beralih ke nutrisi enteral secepat mungkin. Pada pasien IRIN, kebutuhan dalam sehari
diberikan lewat infuse secara kontinyu dalam 24 jam. Monitoring terhadap factor biokimia dan klinis
93
harus dilakukan secara ketat. Hal yang paling ditakutkan pada pemberian nutrisi parenteral total (TPN)
1. Nutrisi parenteral sentral ( untuk nutrisi parenteral total ) : Merupakan pemberian nutrisi melalui
intravena dimana kebutuhan nutrisi sepenuhannya melalui cairan infuse karena keadaan saluran
pencernaan klien tidak dapat digunakan. Cairan yang dapat digunakan adalah cairan yang mengandung
karbohidrat seperti Triofusin E 1000, cairan ini yang mengandung asam amino seperti Pan Amin G,
2. Nutrisi parenteral perifer ( untuk nutrisi Parenteral Parsial ) : Merupakan pemberian sebagian
kebutuhan nutrisi melalui intravena. Sebagian kebutuhan nutrisi harian pasien masih dapat dipenuhi
melalui enteral. Cairannya yang biasa digunakan dalam bentuk dekstrosa atau cairan asam amino
A. Gangguan absorbs makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia intestinal, colitis infeksiosa,
B. Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pancreatitis berat, status pre operatif dengan
D. Makan, muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemisis gravidarum (Wiryana, 2007).
94
BAB VIII
PEMBAHASAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
1. Pengertian
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat.
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari fisiologi
homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai
cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut).
Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika
berada dalam larutan.
Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena
(IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya
distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan
cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya jika salah satu terganggu maka akan
berpengaruh pada yang lainnya. Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan
intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan cairan
akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan
intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah
cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan
cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan
sekresi saluran cerna.
a) Distribusi Cairan Tubuh
Didistribusikan dalam dua kompartemen yang berbeda.
1. Cairan Ekstrasel, tediri dari cairan interstisial (CIS) dan Cairan Intravaaskular. Cairan
interstisial mengisi ruangan yang berada diantara sebagian besar sel tubuh dan menyusun sebagian
besar cairan tubuh. Sekitar 15% berat tubuh merupakan cairan tubuh interstisial.
Cairan intravascular terdiri dari plasma, bagian cairan limfe yang mengandung air tidak berwarna, dan
darah mengandung suspensi leukosit, eritrosit, dan trombosit. Plasma menyusun 5% berat tubuh.
2. Cairan Intrasel adalah cairan didalam membran sel yang berisi subtansi terlarut atau solut
yang penting untuk keseimbangan cairan dan elektrolit serta untuk metabolisme. Cairan intrasel
membentuk 40% berat tubuh. Kompartemen cairan intrasel memiliki banyak solute yang sama dengan
cairan yang berada diruang ekstrasel. Namun proporsi subtansi subtansi tersebut berbeda. Misalnya,
proporsi kalium lebih besar didalam cairan intrasel daripada dalam cairan ekstasel.
Secara Skematis Jenis dan Jumlah Cairan Tubuh dapat digambarkan sebagai berikut :
Distribusi cairan tubuh adalah relatif tergantung pada ukuran tubuh itu sendiri.
· Dewasa 60%
· Anak-anak 60 – 77%
· Infant 77%
· Embrio 97%
· Manula 40 – 50 %
Pada manula, prosentase total cairan tubuh berkurang dikarenakan sudah mengalami kehilangan
jaringan tubuh.
· Intracellular volume = total body water – extracellular volume
· Interstitial fluid volume = extracellular fluid volume – plasma volume
· Total bloods volume = plasma volume / (1 - hematocrite)
Fungsi Cairan Tubuh
· memberi bentuk pada tubuh
· berperan dalam pengaturan suhu tubuh
· berperan dalam berbagai fungsi pelumasan
· sebagai bantalan
· sebagai pelarut dan tranfortasi berbagai unsur nutrisi dan elektrolit
95
· media untuk terjadinya berbagai reaksi kimia dalam tubuh
· untuk performa kerja fisik
b) Komposisi Cairan Tubuh
Zat Plasma Intertisial Intraselular
(mOsm/l) (mOsm/l) (mOsm/l)
+
Na 142 139 14
+
K 4,2 4,0 140
2+
Ca 1,3 1,2 0
2+
Mg 0,8 0,7 20
-
Cl 108 108 4
-
HCO3 24 28,3 1,0
-
HPO4 , H2PO4 2 2 11
2-
SO4 0,5 0,5 1
Fosfokreatin - - 45
Kamosin - - 14
Asam amino 2 2 8
Kreatin 0,2 0,2 9
Laktat 1,2 1,2 1,5
Adenosin trifosfat - - 5
Heksosa monofosfat - - 3,7
Glukosa 5,6 5,6 -
Protein 1,2 1,2 4
Ureum 4 4 4
Lain-lain 4,8 3,9 10
Total mOsm/l 301,8 300,8 301,2
Aktivitas osmolar 282 281 281
terkoreksi
Tekanan osmotik 5443 5423 5423
total
c) Pergerakan Cairan Tubuh
Mekanismepergerakancairantubuhmelaluienam proses, yaitu :
a. Difusi
Perpindahan partikel melewati membran permeabel dan sehingga kedua kompartemen larutan
atau gas menjadi setimbang. Partikel listrik juga dapat berdifusi karena ion yang berbeda muatan dapat
tarik menarik. Kecepatan difusi (perpindahan yang terus menerus dari molekul dalam suatu larutan atau
gas) dipengaruhi oleh :
· Ukuran molekul ( molekul kecil lebih cepat berdifusi dari molekul besar).
· Konsentrasi molekul (molekul berpindah dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah).
· Temperatur larutan (temperatur tinggi meningkatkan kecepatan difusi).
b. Osmosis
Pelarut bergerak melewati membran menuju larutan yang berkonsentrasi lebih tinggi. Tekanan
osmotik terbentuk ketika dua larutan berbeda yang dibatasi suatu membran permeabel yang selektif.
Proses osmosis (perpindahan pelarut dari dari yang konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi),
dipengaruhi oleh :
· Pergerakan air
· Semipermeabilitas membran.
c. Transfor aktif
Merupakan proses pemindahan molekul atau ion yang memiliki gradien elektrokimia dari area
berkonsentrasi rendah menuju konsentrasi yang lebih tinggi. Pada proses ini memerlukan molekul ATP
untuk melintasi membran sel.
d. Tekanan hidrostatik
96
Gaya dari tekanan zat cair untuk melawan tahanan dinding pembuluh darah. Tekanan hidrostatik
berada diantara arteri dan vena (kapiler) sehingga larutan ber[indah dari kapiler ke intertisial. Tekanan
hidrostatik ditentukan oleh :
· kekuatan pompa jantung
· kecepatan aliran darah
· tekanan darah arteri
· tekanan darah vena
e. filtrasi
Filtrasi dipengaruhi oleh adanya tekanan hidrostatik arteri dan kapiler yang lebih tinggi dari ruang
intertisial. Perpindahan cairan melewati membran permeabel dari tempat yang tinggi tekanan
hidrostatiknya ke tempat yang lebih rendah tekanan hidrostatiknya.
f. Tekanan osmotik koloid
Terbentuk oleh larutan koloid (protein atau substansi yang tidak bisa berdifusi) dalam plasma.
Tekanan osmotik koloid menyebabkan perpindahan cairan antara intravaskuler dan intertisial melewati
lapisan semipermeabel. Hal ini karena protein dalam intravaskuler 16x lebih besar dari cairan
intertisial, cairan masuk ke capiler atau kompartemen pembuluh darah bila pompa jantung efektif.
Perpindahancairandanelektrolittubuhterjadidalamtigafaseyaitu :
1. FaseI :
Plasma darahpindahdariseluruhtubuhkedalamsistemsirkulasi, dannutrisi
danoksigendiambildariparu-parudantractus gastrointestinal.
2. Fase II :
Cairan interstitial dengankomponennyapindahdaridarahkapilerdansel
3. Fase III :
Cairandansubstansi yang ada di dalamnyaberpindahdaricairan interstitial
masukkedalamsel.Pembuluhdarahkapilerdanmembransel yang merupakanmembran
semipermiabelmampumemfiltertidaksemuasubstansidankomponendalamcairantubuhikutberpindah.
98
Merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Berfungsi untuk meningkatkan
kegiatan neuromuskular, metabolisme karbohidrat, pengaturan asambasa. Pengaturan oleh hormon
paratiroid.
NILAI-NILAI NORMAL
6. Penyakit
Trauma pada jaringan dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit dasar sel atau jaringan
yang rusak (mis., Luka robek, atau luka bakar). Pasien yang menderita diare juga dapat mengalami
peningkatan kebutuhan cairan akibat kehilangan cairan melalui saluran gastro intestinal. Gangguan
jantung dan ginjal juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Saat aliran darah
ke ginjal menurun karena kemampuan pompajantung menurun, tubuh akan melakukan penimbunan
cairan dan natrium sehingga terjadi retensi cairan dan kelebihan beban cairan (hipervelomia). Lebih
lajut, kondisi inidapat menyebabkan edema paru. Normalnya, urine akan dikeluarkan dalam jumlah
yang cukup untukmenyeimbangkan cairan dan elektrolit serta kadar asam dan basa dalam tubuh.
Apabila asupan cairan banyak, ginjal akan memfiltrasi cairan lebih banyak dan menahan ADH
sehingga produksi urine akan meningkat. Sebaliknya, dalam keadaan kekurangan cairan, ginjal akan
menurunkanproduksi urine dengan berbagi cara. Diantaranya peningkatan reapsorpsi tubulus, retensi
natrium dan pelepasan renin. Apabila ginjal mengalami kerusakan, kemampuan ginjal untuk
melakukan regulasi akan menurun. Karenanya, saat terjadi gangguan ginjal (mis., gagal ginjal) individu
dapat mengalami oliguria (produksi urine kurang dari 40ml/ 24 jam) sehingga anuria (produksi urine
kurang dari 200 ml/ 24 jam).
7. Tindakan Medis
Beberapa tindakan medis menimbulkan efek sekunder terhadap kebutuhan cairan dan elektrolit
tubuh. Tindakan pengisapan cairan lambung dapat menyebabkan penurunan kadar kalsium dan kalium.
8. Pengobatan
101
Penggunaan beberapa obat seperti Diuretik maupun laksatif secara berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan kehilangan cairan dalam tubuh.Akibatnya, terjadi defist cairan tubuh. Selain
itu, penggunan diuretic menyebabkan kehilangan natrium sehingga kadar kalium akan meningkat.
Penggunaan kortikostreroid dapat pula menyebabkan retensi natrium dan air dalam tubuh.
9. Pembedahan
Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami ketidakseimbangan cairan.
Beberapa klien dapat kehilangan banyak darah selama perode operasi, sedangkan beberapa klien lainya
justru mengalami kelebihan beban cairan akibat asupan cairan berlebih melalui intravena selama
pembedahan atau sekresi hormon ADH selama masa stress akibat obat-obat anastesia.
Pengkajian pada klien dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi pengkajian
riwayat kesehatan (keperawatan), pengukuran klinis (berat badan harian, tanda vital, serta asupan dan
haluaran cairan), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium untuk mengevaluasi keseimbangan
cairan dan elektrolit.
Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan dalam pengkajian meliputi asupan makanan dan cairan, haluaran cairan,
tanda–tanda kehilangan atau kelebihan cairan, tanda-tanda gangguan keseimbangan elektrolit, penyakit
yang diderita, obat atau tindakan yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan.
Pengukuran klinis
Tiga jenis pengukuran klinis yang dapat dilakukan oleh perawat adalah pengukuran berat badan
harian, tanda-tanda vital, serta asupan dan haluaran cairan.
Pengukuran berat badan
Pengukuran berat badan harian menyediakan informasi yang relatif akurat tentang status cairan
sebab perubahan berat badan menunjukkan adanya perubahan cairan akut. Setiap penurunan berat
badan satu kilogram menunjukkan tubuh kekurangan cairan sebanyak satu liter. Perubahan berat badan
menunjukkan terjadinya perubahan cairan pada seluruh kompartemen tubuh. Apabila
kehilangan/kelebihan berta badan mencapai 5%-8% dari total berat badan, ini mengindikasikan
terjadinya kelebihan/kehilangan cairan sedang hingga berat. Untuk memperoleh hasil pengukuran berat
badan yang akurat, diperlukan standardisasi alat ukur yang digunakan sebelun dan sesudah
penimbangan. Selain itu, penimbangan berat badan sebaiknya dilakukan pada waktu yang sama (mis.,
sebelum sarapan atau setelah buang air besar) dan dengan mengenakan pakaian yang sama. Secara
umum, jumlah cairan yang hilang dapat dihitung dengan rumus berikut.
Jika berat badan turun lebih dari 500 g/hari, ini mungkin menunjukkan telah terjadi kehilangan
cairan dari tubuh. Akan tetapi, jika penurunan kurang dari 300 g/hari, ini mungkin disebabkan oleh
penyebab lain. Begitu juga bila ada penambahan berat bdan, mungkn ini menunjukkan retensi cairan.
Tanda vital
Perubahantanda vital mungkin mengindikasikan adanya ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan
asma basa, atau sebagai upaya kompensasi dalam mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.
Peningkatan suhu tubuh mungkin menunjukkan kondisi dehidrasi, sedangkan takikardia merupakan
tanda pertama yang menunjukkan adanya hipovolemia akibat kekurangan cairan. Denyut nadi
cenderung menguat pada kondisi kelebihan cairan dan melemah pada kekurangan cairan. Perubahan
laju dan kedalaman pernapasan mungkin menunjukkan adanya gangguan keseimbangan asam-basa.
Tekanan darah cenderung meningkat pada kelebihan cairan dan menurun pada kekurangan cairan.
Asupan dan haluaran
Pengukuran klinis ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah besarnya asupan dan haluaran
cairan. Pengukuran dan pencatatan asupan dan haluaran cairan dalam 24 jam diperlukan sebagai data
102
dalam menentukan keseimbangan cairan tubuh. Perawat harus memberikan informasi pada klien,
keluarga, dan seluruh tenaga kesehatan tentang perlunya penghitungan asupan dan haluaran cairan
yang akurat. Penghitungan asupan cairan meliputi asupan minum per oral, makanan, makanan cair,
cairan parenteral, obat-obat intravena, serta irigasi kateter atau selang. Adapun penghitungan haluaran
cairan meliputi haluaran urine, feses encer, muntahan, keringat, drainase (lambung atau usus), drainase
luka/fistula, serta dari pernapasan yang cepat dan dalam.
Untuk menentukan apakah asupan dan haluaran cairan proporsional, kita dapat melakukan
beberapa teknik, seperti membandingkan total asupan cairan per 24 jam dengan total haluaran dalam 24
jam atau dengan membandingkan hasil pengukuran saat ini dengan sebelumnya. Langkah ini terutama
dilakukan untuk mengukur jumlah cairan yang besar, seperti urine. Normalnya, orang dewasa
memproduksi urine 40-80 ml/jam. Jika volume urine melebihi kisaran tersebut, kemungkinan tubuh
mengalami kelebihan cairan. Sebaliknya, jika volume urine kurang dari 30ml/jam, kemungkinan terjadi
dehidrasi.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang diperlukan untuk mengkaji kebutuhan cairan dan elektrolit difokuskan
pada kulit, rongga mulut, mata, vena jugularis,vena-vena tangan, dan sistem neurologis.
Turgor kulit
Turgor kulit menggambarkan cairan intertisial dan elastisitas kulit. Penurunan turgor terkait
dengan elastisitas kulit. Normalnya, jika dicubit, kulit akan kembali ke posisi normal setelah
dilepaskan. Pada klien dengan defisit volume cairan, kulit akan kembali datar dalam jangka waktu yang
lebih lama(hingga beberapa detik). Pada orang dewasa, pengukuran turgor kulit paling baik dilakukan
di atas sternum, kening, dan paha sebelah dalam. Pada anak, pengukuran turgor sebaiknya dilakukan di
area abdomen atau paha bagian tengah. Pada orang tua, turgor kulit mengalami penurunan sehingga
perlu dilakukan penimbangan berat badan untuk mengukur status hidrasi disamping dengan
pengukuran turgor kulit.
Iritabilitas neuromuskular
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkaji ketidakseimbangan kalsium dan magnesium.
Pemerikaan fisik meliputi pemeriksaan tanda chovstek dan tanda trousseau. Pemeriksaan tanda
chovstek dilakukan dengan mengetuk saraf wajah (sekitar 2cm di depan liang telinga). Jika pada saat
diketuk terjadi refleks meringis pada otot wajah, termasuk bibir, berarti tanda chovstek positif
(mungkin terjadi hipomagnesemia atau hipokalsemia). Untuk melakukan test trousseau, pasang manset
tekanan darah pada lengan, pompa dengan tekanan di bawah sistole selama 2-3 menit. Apabila timbul
spasme karpal dan tetani, mengindikasikan terjadinya hipokalsemia dan hipomagnesemia.
Pemeriksaan laboratorium
Elektrolit serum
Pemeriksaan kadar elektrolit serum sering dilakukan untuk mengkaji adanya gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemeriksaan yang paling sering adalah natrium, kaliium , klorida,
dan ion bikarbonat. Penghitungan kebutuhan cairan dengan menggunakan nilai Na+adalah:
Air yang hilang = 0,6 x BB x(Na+ serum terukur – 142)
Na+serum terukur
Hitung darah
Hematokrit (Ht) menggambarkan persentase total darah dengan sel darah merah. Karena
hematokrit adalah pengukuran volume sel dalam plasma, nilainya akan dipengaruhi oleh jumlah cairan
plasma. Dengan demikian, nilai Ht pada klien yang mengalami dehidrasi atau hipovolemia cenderung
meningkat, sedangkan nilai Ht pada pasien yang mengalami overdehidrasi dapat menurun. Normalnya,
nilai Ht pada laki-laki adalah 40%-54% dan perempuan 37%-47%. Biasanya, peningkatan kadar
hemoglobin diikuti dengan peningkatan kadar hematokrit.
Air yang hilang= PAT x BB x [1- (Ht normal/Ht terukur)
Keterangan
Perbandingan air tubuh(PAT)
a) nilai 0,2 untuk dehidrasi akut
b) nilai 0,6 untuk dehidrasi kroni
Osmolalitas
103
Osmolalitas merupakan indikator konsentrasi sejumlah partikel yang terlarut dalam serum
dan urine. Biasanya dinyatakan dalam mOsm/kg.
Ph urine
pH urine menunjukkan tingkat keasaman urine yang dapat digunakan untuk menggambarkan
ketidakseimbangan asam-basa. pH urine normal adalah 4,6-8 pada kondisi asidosis metabolik.
Berat jenis urine
Berat jenis urine dapat digunakan sebagai indikator gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit, walaupun hasilnya kurang reliabel. Akan tetapi, pengukuran BJ urine merupakan cara paling
mudah dan cepat untuk menentukan konsentrasi urine. Berat jenis urine dapat meningkat saat terjadi
pemekatan akibat kekurangan cairan dan menurun saat tubuh kelebihan cairan. Nilai BJ urine normal
adalah 1,005-1,030 (biasanya 1,010-1,025). Selain itu, BJ urine juga meningkat saat terdapat glukosa
dalam urine, juga pada pemberian dekstran, obat kontras radiografi, dan beberapa jenis obat lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
104
Jonathan, Gleadle, (2007), Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik, Jakarta : Erlangga.
Mandriwati, G.A, (2007), Penuntun Belajar Asuhan Kebidanan Ibu Hamil, Jakarta : EGC.)
Matondang, Corry S., Wahidiyat, Iskandar, dkk, (2009), Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi 2, Jakarta :
CV Sagung Seto.
Potter, Patricia A. dan Perry, Anne Griffin, (2005), Buku Ajar Fundamental Keperawatan,Edisi 4,
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Varney Helen, Kriebs, Jan M., dkk, (2007), Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Jakarta : EGC.
Hidayat, A.Aziz Alimul, 2006, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika
Joyce, K & Everlyn, R.H. (1996). Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : EGC
Mubarak,Iqbal wahit,2008,Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi Dalam
Praktik,Jakarta : EGC
Suryadi hikmat,2012,Buku Saku Pemeriksaan Fisik Head to Toe.Sukabumi : LCN Press Entrepreneur
http://nursingbegin.com/tag/pemeriksaan-fisik/
(Di akses pada tanggal 27 DESEMBER 2017 Pukul 14.15 WIB).
Alimul H, A Aziz. 2006. Pengantar KDM Aplikasi Konsep & Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Brunner & Suddart, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Vol.1. Jakarta: EGC
Towarto, Wartonal. 2007. Kebutuhan Dasar & Prose Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Salemba
Medika.
http://muhamadrezapahlevi.blogspot.com
Allen, CarolVestal, 1998,MemahamiProses Keperawatan DenganPendekatan
Latihan,, alih
A.Aziz Alimul H.Pengantar Kebutuhan DasarManusia. SalembaMedika. 2006 .
Jakarta.
Greven, Ruth, 1999, fundamental of nursing: human health and function,
Philadelphia: lippincott. bahasa Cristantie Effendy, Jakarta: EGC
Tamsuri, Anas. 2009. Seri Asuhan Keperawatan “Klien Gangguan Keseimbangan Cairan &
Elektrolit” . Jakarta: ECG
105