Anda di halaman 1dari 99

MAKALAH

KEBUTUHAN DASAR
MANUSIA
DI

N
OLEH : AGUSTRIYANTO

DOSEN : Ns.Murwati,S.Kep,M.Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DEHASEN


PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN ( S1)
TAHUN AJARAN 2017 / 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah KONSEP
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA sebagai dasar pelaksanaan mata kuliah Kebutuhan Dasar
Manusia . Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Ns.Murwati,S.Kep,M.Kes selaku Dosen mata
kuliah Kebutuhan Dasar Manusia yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Kebutuhan Dasar Manusia . Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami
harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Lubuk linggau, januari 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Cover......................................................................................................................................... 1
Kata Pengantar………………………………………………………………………............... 2
Daftar Isi....................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN............................................................................................................
BAB I Pembahasan Anamnesa / anamnesis............................................................... 4
BAB II Pembahasan Pemeriksaan Fisik..................................................................... 11
BAB III Pembahasan Personal Higine........................................................................ 48
BAB IV Pembahasan Mobilisasi /Imobilisasi.............................................................. 69
BAB V Pembahasan Istirahat Dan Tidur.................................................................... 75
BAB VI Pembahasan Oksigenasi................................................................................ 79
BAB VII Pembahasan Nutrisi.................................................................................... 81
BAB XI Pembahasan Cairan Dan Elektrolit............................................................... 90

Daftar Pustaka………………………………………………………………………................ 99

3
BAB I
PEMBAHASAN ANAMNESA /ANAMNESIS

1 Definisi Anamnesa
Menurut Patricia A Potter tahun 2005, anamnesa adalah pola komunikasi yang dilakukan
untuk tujuan spesifik dan difokuskan pada area dengan isi yang spesifik. Anamnesa juga
diartikan sebagai mekanisme dimana klien juga bisa mendapatkan informasi. Suatu anamnesa
dapat terfokus, seperti dalam kasus klien masuk ruang kedaruratan, atau wawancara dapat
bersifat komprehensif.
Dokter atau bidan mengumpulkan informasi tentang kesehatan klien, gaya hidup, sistem
pendukung, pola penyakit, pola adaptasi, kekuatan dan keterbatasan dan sumber-sumber. Dengan
perawat mendengarkan dan mempertimbangkan informasi yang dikemukakan, klien mungkin
diarahkan untuk memberikan lebih rinci atau mendiskusikan topik yang tampaknyadapat
mengungkapkan masalah yang mungkin ada. Karena laporan klien dapat mencakup informasi
subjektif, perawat menggunakan data dari anamnesa untuk validasi kemudian dengan informasi
objektif.
Ketika melakukan anamnesa, perawat menggunakan keterampilan berkomunikasi
spesifik untuk memfokuskan perhatian pada tingkat kesejahteraan klien. Perawat juga membantu
klien memahami perubahan yang sedang terjadi atau akan terjadi bila mulai diberikan asuhan.
Anamnesa keperawatan mencapai beberapa objektif. Pertama, hubungan perawat-klien
dibentuk. Hubungan perawat-klien adalah asosiasi antara perawat dan klien yang mempunyai
pertimbangan mutual, yaitu tentang kesejahteraan klien. Hubungan ini membentuk keeratan
interpersonal profesional yang mengembangkan dan membantu dala penyelidikan dan diskusi
tentang respon klien terhadap kesehatan dan penyakit. Hubungan ini menggalakkan pertukaran
informasi, ide-ide, dan emosi, serta memberdayakan perawat untuk mengekspresikan tingkat
perawatan untuk klien.
Selama anamnesa perawat mendapatkan informasi tentang dimensi fisik, perkembangan, emosi,
intelektual, sosial, dan spiritual klien. Informasi fisik dan perkembangan mencerminkan fungsi
normal dan perubahan patologis pada pola kehidupan individu yang disebabkan oleh penyakit,
trauma, atau krisis perkembangan. Informasi emosi mencakup respons perilaku terhadap
perubahan dalam kesehatan dan pola kehidupan. Informasi emosi yang relevan mencakup alam
perasaan, persepsi, citra tubuh, konsep diri, dan sikap tentang seksualitas.
Informasi intelektual yang mencakup kinerja intelektual, kemampuan pemecahan masalah
tingkat pendidikan, pola komunikasi, dan rentang perhatian. Informasi sosial mencakup
lingkungan, pola kultur, etnik, atau sosial yang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan saat
ini dan dimasa mendatang. Perawat juga mengumpulkan informasi tentang nilai-nilai, keyakinan,
dan praktek religius, yang merupakan bagian dari dimensi spiritual.
Anamnesa juga memberikan perawat kesempatan untuk mengobservasi klien. Perawat
mengamati interaksi antara klien dan keluarga dan antara klien dengan lingkungan layananan
kesehatan; perawat juga mengamati penggunaan kotak mata, komunikasi non-verbal, dan bahasa
tubuh lainnya. Sementara mengamati perilaku ini, penampilan dan interaksi dengan lingkungan,
perawat menentukan apakah data yang didapatkan melalui pengamatan sesuai dengan data yang

4
didapatkan melalui komunikasi verbal. Pengamatan selama anamnesa mengarahkan perawat
untuk mengumpulkan informasi objektif tambahan untuk membentuk konklusi yang akurat.
2. Jenis Teknik Anamnesa
Menurut Patricia A Potter tahun 2005, jenis teknik anamnesa meliputi :
1.             Teknik Mencari Masalah.
Anamnesa mencari masalah mengidentifikasi masalah potensial klien, dan pengumpulan
data selanjutnya difokuskan pada masalah tersebut. Sebagai contoh, perawat menanyakan pada
klien tentang perubahan yang dialami dalam pecernaan, seperti kurang nafsu makan, mual,
muntah atau diare. Jika klien mengatakan bahwa sebagian dari gejala ini dialaminya, perawat
melanjutkan dengan pertanyaan pemecahan masalah yang difokuskan pada perubahan spesifik
pada pencernaan.
2.             Teknik Pemecahan Masalah.
Teknik anamnesa pemecahan masalah difokuskanpada pengumpulan data yang lebih
mendalam pada masalah spesifik yang diidentifikasi oleh klien atau perawat (lvey,1988).
Sebagai contoh, jika klien melaporkan bahwa muntah telah dalam 2 hari, perawat menanyakan
apa pencetus muntah pertama kalinya, apakah klien mengalami gejala lain, apakah terjadi setiap
kali klien makan atau minum dan bagaimana karasteritik muntah.Informasi tentang awitan,
faktor pemberat, gejala yang berkaitan, tindakan pereda yang telah klien coba, dan keefektifan
tindakan ini pada akhirnya memadu pemilihan perawat tentang interverensi keperawatan.
3.             Teknik Pertanyaan Langsung.
Anamnesa pertanyaan langsung adalah format strukstur yang membutuhkan jawaban satu
atau dua kata dan sering kali digunakan untuk mengklarifikasi informasi sebelumnya atau
memberikan informasi tambahan (lvey,1998). Sebagai contoh "apakah anda mengalami nyeri
ketika muntah?" adalah suatu pertanyaan langsung.Dengan teknik ini pertanyaan tidak
mendorong klien untuk secara suka rela memberikan informasi lebih banyak dari yang
ditanyakan langsung.Tipe pertanyaan seperti ini sangat berguna dalam mengumpulkan data
biografi dan informasi spesifik mengenai masalah kesehatan seperti, gejala, faktor pencetus dan
tindakan pereda.
4.             Teknik Pertanyaan Terbuka.
Anamnesa pertanyaan terbuka ditunjukan untuk mendapatkan respons lebih dari satu kata
atau dua kata. Teknik ini mengarah pada diskusi di mana klien secara aktif menguraikan status
kesehatan mereka. Metode ini menguatkan hubungan perawat klien karena teknik ini
menunjukkan bahwa perawat ingin meluangkan waktu untuk mendengarkan pikiran klien.
Contoh-contoh pertanyaan terbuka adalah sebagai berikut :
a.     "Perawat kesehatan apa yang anda butuhkan?"
b.     "Bagaimana perasaan Anda?"
c.    "Ceritakan pada saya apa makna kedatangan ke rumah sakit bagi Anda?"

5
3. Fase – Fase Anamnesa
Menurut Patricia A Potter tahun 2005, fase-fase anamnesa adalah sebagai berikut :
a. Fase Orientasi

Perawat membuka wawancara dengan menjelaskan tujuan dari wawancara. Perawat juga
mendiskusikan tipe pertanyaan yang akan ditanyakan dan para klien dalam proses wawancara.
Kemudian perawat meluangkan waktu beberapa menit untuk saling mengenal dengan klien.
b. Fase Kerja
Dengan berkembangnya wawancara, perawat mengajukan pertanyaan untuk membentuk
data dasar yang digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan.
c.Fase Terminasi

Terminasi membutuhkan keterampilan dari pihak wawancara. Idealnya klien harus diberi
isyarat bahwa wawancara akan segera berakhir.

4           Aspek Sikap


Menurut G.A Mandriwati tahun 2007 aspek sikap yang harus tampak dalam setiap
kegiatan anamnesa, yaitu :
a.Sopan dan ramah
Sopan berarti memberi penghargaan, ramah memberi kesan menarik, dengan demikian
ibu akan tertarik datang ke unit pelayanan.
b. Menunjukkan niat membantu
Sikap ini memberi jaminan kepada ibu untuk mendapat pelayanan yang memuaskan.
c. Menghargai
Sikap ini akan meletakkan martabat ibu sesuai dengan kondisinya.
d. Tanggap
Dengan bersikap tanggap bisa lebih cepat mengenal kondisi ibu karena bosan atau tidak
nyaman.
e.Menjaga privasi.
Privasi ibu sebagai wanita harus tetap dijaga selama memberikan asuhan.

5         Komponen Anamnesa


Menurut Patricia A Potter tahun 2005, riwayat kesehatan keperawatan adalah data yang
dikumpulkan tentang tingkat kesejahteraan klien (saat ini dan masa lalu).Riwayat keluarga,
perubahan dalam pola kehidupan, riwayat sosial budaya, keseatan spiritual dan reaksi mental
serta emosi terhadap penyakit.Riwayat keperawatan dikumpulkan selama anamnesa, dan
merupakan langkah pertama dalam melakukan pengkajian. Macam-macam riwayat kesehatan
keperawatan :
a.Riwayat kesehatan masa lalu
Informasi yang dikumpulkan tentang riwayat masa lalu memberikan data tentang
pengalaman kesehatan klien. Perawat mengkaji apakah klien pernah dirawat di rumah sakit atau
pernah menjalani operasi. Perawat juga mengidentifikasi kebiasaan dan pola gaya hidup.

6
Penggunaan tembakau, alkohol, kafein, obat-obatan atau medikasi yang secara rutin
digunakan dapat membuat klien beresiko terhadap penyakit yang menyerang hepar, paru-paru,
jantung, sitem saraf, atau proses berfikir. Dengan membuat catatan tentang tipe kebiasaan, juga
frekuensi dan durasi penggunaan akan memberikan data yang penting. Rencana perawatan dalam
lingkungan pelayanan kesehatan harus sesuai dengan gaya hidup klien sedapat mungkin. Sering
kali variasi dalam tidur,aktivitas, dan pola nutrisi dapat diakomodasi.

b.Riwayat Keluarga
Tujuan dari riwayat keluarga adalah untuk mendapatkan data tentang hubungan
kekeluargaan langsug dan hubungan darah. Sasaranya untuk menentukan apakah klien berisiko
terhadap penyakit yang bersifat genetik atau familial dan untuk mengidentifikasi area tentang
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.
Riwayat keluarga juga memberikan informasi tentang struktur keluarga,interaksi, dan
fungsi yang mungkin berguna dalam merencanakan asuhan. Sebagai contoh, keluarga yang akrab
suportif dapat menjadi dapat menjadi sumber dalam membantu klien menyesuaikan diri terhadap
penyakit atau kecacatan dan harus dilibatkan ke dalam rencana perawatan.

c.Riwayat Lingkungan
Riwayat lingkungan memberikan data tentang lingkungan rumah klien dan segala
sistem pendukung yang anggota keluarga dan klien dapat digunakan. Riwayat lingkungan
misalnya mengidentifikasi pemajanan polutan yang dapat mempengaruhi kesehatan, tingkat
kriminalitas yang tinggi sehingga menghambat klien untuk berjalan-jalan sekitar lingkungan
rumah dan sumber yang dapat membantu klien dalam kembai ke komunitas.

d.Riwayat Psikososial
Riwayat psikososial yang lengkap menunjukkan siapa sistem pendukung klien,
termasuk pasangan, anak-anak anggota keluarga lain, atau teman dekat.
Riwayat psikososial termasuk informasi tentang cara-cara yang biasanya klien dan
anggota keluarga gunakan untuk mengatasi stres.perilaku yag sama seperti berjalan-jalan,
membaca, atau berbicara dengan teman, dapat digunakan sebagai intervensi keperawatan jika
klien mengalami stres ketika menerima perawatan kesehatan.perawat juga belajar apakah klien
telah mengalami suatu kehilangan baru-baru ini yang dapat menciptakan suatu rasa berduka.

Menurut Helen Varney tahun 2007, komponen anamnesa adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi informasi
1.Nama
Sebaiknya nama lengkap bukan nama panggilan atau alias.
2. Usia
Terutama penting pada pasien anak-anak karena kadang-kadang digunakan untuk
menentukan dosis obat. Juga dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan penyakit yang
diderita, beberapa penyakit khas untuk umur tertentu.
3. Ras/etik

7
Berhubungan dengan kebiasaan tertentu atau penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan ras/suku bangsa tertetu.
4.Alamat/telepon
Apabila pasien sering berpindah-pindah tempat maka tanyakan bukan hanya alamat
sekarang saja tetapi juga alamat pada waktu pasien merasa sakit untuk pertama kalinya. Data ini
kadang diperlukan untuk mengetahui terjadinya wabah, penyakit endemis atau untuk data
epidemiologi penyakit.
5.Agama
Keterangan ini berguna untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh (pantangan)
seorang pasien menurut agamanya.
6.Status pernikahan
Kadang berguna untuk mengetahui latar belakang psikologi pasien.
7.Pekerjaan
Bila seorang dokter mencurigai terdapatnya hubungan antara penyakit pasien dengan
pekerjaannya, maka tanyakan bukan hanya pekerjaan sekarang tetapi juga pekerjaan-pekerjaan
sebelumnya.
8.Jenis kelamin
Sebagai kelengkapan harus juga ditulis datanya.

b.  Keluhan Utama (KU)


Alasan wanita tersebut mengunjungi anda di klinik, kantor, kamar gawat darurat, pusat
pelayanan persalinan, rumah sakit, atau rumahnya, seperti yang diungkapkan dengan kata-
katanya sendiri (dapat berhubungan dengan sistem tubuh).
c.       Riwayat Penyakit Saat ini (RPS)
Dari seluruh tahapan anamnesa bagian inilah yang paling penting untuk menegakkan
diagnosis. Seperti :
1.        Tanggal dan waktu awitan
2.        Bentuk awitan
3.        Faktor pencetus atau latar belakang, yang berhubungan dengan awitan
4.        Perjalanan penyakit sejak awitan, termasuk durasi dan kekambuhan
5.        Lokasi spesifik
6.        Jenis nyeri atau ketidaknyamanan dan keparahan atau intensitas
7.        Gejala lain yang berkaitan
8.        Hubungan dengan fungsi dan ativitas tubuh
9.        Gambaran kualitas (warna, konsentrasi) dan kuantitas (jumlah,isi,) jika ada (mis, ruam,
rabas, perdarahan)
10. Faktor yang mempengaruhi masalah, baik yang memperparah atau yang meredakan
11. Bantuan medis sebelumnya (dan dari siapa) untuk masalah ini, diagnosis dan perawatan
12.    Keefektifan suatu terapi atau obat yang digunakan (dimulai atas inisiatif diri sendiri atau
yang diprogramkan dokter)

8
d.      Riwayat Medis Terdahulu dan Perawatan Primer
Seorang dokter harus mampu mendapatkan informasi tentang riwayat penyakit dahulu
secara lengkap, karena seringkali keluhan atau penyakit yang sedang diderita pasien saat ini
merupakan kelanjutan atau akibat dari penyakit-penyakit sebelumnya.
1. Penyakit pada masa kanak-kanak/imunisasi seperti campak (tipe), gondongan, dan cacar
air
2. Uji skrining laboratorium yang dilakukan baru-baru ini untuk penyakit infeksi (hepatitis,
campak, tuberkulosis, HIV) : tanggal, hasil
3.Penyakit utama (pneumonia, hepatitis, demam reumatik, difteri, polio)
4. Rawat inap ; tanggal, alasan
5. Pembedahan ; tanggal, alasan
6.Kecelakaan ; fraktur, cedera, tidak sadar
7.Tranfusi darah ; tanggal, alasan, reaksi
8.Alergi (makanan, demam Hay, lingkungan, debu, binatang ; asma)
9.Alergi obat
10.Penyalahgunaan alkohol/alkoholisme; perawatan
11.penyalahgunaan/ ketergantungan obat; zat, perawatan
12. Kebiasaan
a.         Merokok (jumlah,durasi)
b.        Alkohol (jumlah, durasi)
c.         Kafein (kopi, teh, soda, coklat)
d.        Obat "reaksi" (zat,jumlah;lama)
e.         Keamanan (sabuk pengaman,helm)
13. Pola tidur
Kantuk saat siang hari sering muncul terutama pada trimester pertama. Hal ini membuat
wanita hamil tidur siang cukup lama, tetapi pada malam hari, justru sulit tidur. Untuk itu, saat
kantuk muncul, lakukanlah kegiatan lain, agar Anda tidak tidur siang terlalu lama.
14. Diet/malnutrisi
15. Olahraga/ aktivitas bersenang-senang
16. Bahaya ditempat kerja : posisi (berdiri,duduk) tegangan (mata,otot), ventlisasi, terpajan zat
kimia beracun
17. Bahayan lingkungan : udara, air, pembuangan limbah, jumlah jendela kurang, tempat
perapian yang tebuka, cat
18. Penganiayaan fisik/seksual pada masa kanak-kanak
19. Kekreasan rumah tangga/ pemukulan/ pemerkosaan/ isolasi pada masa yang lalu, saat ini
keamanan
20. Uji skrining genetik, jika didapat lakukan (mis. Sel sabit,tay sachs, fibrosis kritis); hasil
21. Penyakit spesifik
a.Diabetes
b.Penyakit jantung (diagnosis, mis prolaps katup mitral) termasuk demam reumatik
c.Tuberkulosis
d.Asma

9
e.Hepatitis
f.Ginjal/infeksi saluran kemih
g.Varises/ tromboflebitis
h.Kelenjar/endokrin (diagnosis, seperti hipo/hipertiroid)
i.Kanker
j.Hipertensi
k.HIV/AIDS
l.Penyakit kejiwaan
22. Pengobatan
a.Diprogramkan
b.Tidak diprogramkan

e.       Riwayat Keluarga


Untuk mendapatkan riwayat penyakit keluarga ini seorang dokter terkadang tidak cukup
hanya menanyakan riwayat penyakit orang tuanya saja, tetapi juga riwayat kakek/nenek,
paman/bibi, saudara sepupu dan lain-lain. Untuk beberapa penyakit yang langka bahkan
dianjurkan untuk membuat susunan pohon keluarga, sehingga dapat terdeteksi siapa saja yang
mempunyai potensi untuk me nderita penyakit yang sama. Misalnya :
1. Ibu, ayah, saudara kandung
a.Usia
b.Status, misal, kehidupan dan kesejaheraanya? Jika telah meninggal, apa penyebab
kematiannya?
2. Retardasi metal
3. Kanker
4. Penyakit jantung
5. Hipertensi
6. Diabetes
7. Penyakit ginjal
8. Penyakit mental
9. Kelainan kengenital
10. Kehamilan lebih dari satu
11. Tuberkulosis

10
BAB II
PEMBAHASAN PEMERIKSAAN FISIK

 1. Definisi Pemeriksaan Fisik.


Pemeriksaan fisik berasal dari kata “Physical Examination” yang artinya memeriksa tubuh.
Jadi pemeriksaan fisik adalah memeriksa tubuh dengan atau tanpa alat untuk tujuan mendapatkan
informasi atau data yang menggambarkan kondisi klien yang sesungguhnya.
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh pasien secara keseluruhan atau hanya
beberapa bagian saja yang perlu oleh tim medis yang bersangkutan.
Pemeriksan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan
dari suatu sistim atau suatu organ tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi),
mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi). (Raylene M Rospond,2009; Terj D.
Lyrawati,2009).
Pemeriksaan fisik adalah metode pengumpulan data yang sistematik dengan memakai
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan rasa untuk mendeteksi masalah
kesehatan klien.Untuk pemeriksaan fisik perawat menggunakan teknik inspeksi, auskultasi,
palpasi, dan perkusi (Craven & Hirnle, 2000; Potter & Perry, 1997; Kozier et al., 1995).
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian
tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan
keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)
Pemeriksaan fisik dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data objektif dari
riwayat keperawatan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan
wawancara. Fokus pengkajian fisik keperawatan adalah pada kemampuan fungsional klien.
Misalnya ketika klien mengalami gangguan sistem muskuloskeletal, maka perawat mengkaji
apakah gangguan tersebut mempengaruhi klien dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari atau
tidak.

2. Tujuan pemeriksaan fisik.


Tujuan dari pemeriksaan fisik yaitu :

1. Mengkaji secara umum dari status umum keadaan klien.


2. Mengkaji fungsi fisiologi dan patologis atau gangguan.
3. Mengenal secara dini adanya masalah keperawatan klien baik aktual maupun resiko.
4. Merencanakan cara mengatasi permasalahan yang ada,serta menghindari masalah yang
mungkin terjadi.

Dalam literature lain dibahas bahwa tujuan dari pemeriksaan fisik adalah :

1. Memperoleh data dasar tentang kemampuan fungsional klien atau keadaan tubuh pasien.
2. Memperoleh data untuk merumuskan diagnosis keperawatan dan rencana keperawatan.
3. Mengevaluasi hasil kesehatan fisik dan kemajuan masalah klien.

11
3. Metode dan teknik pemeriksaan fisik.
1. Inspeksi.
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan melihat langsung seluruh tubuh pasien
atau hanya bagian tertentu yang diperlukan. Metode ini berupaya melihat kondisi klien dengan
menggunakan ‘sense of sign’ baik melalui mata telanjang atau alat bantu penerangan (lampu).
Inspeksi adalah kegiatan aktif, proses ketika perawat harus mengetahui apa yang dilihatnya dan
dimana lokasinya. Metode inspeksi ini digunakan untuk mengkaji warna kulit, bentuk, posisi,
ukuran dan lainnya dari tubuh pasien.
Pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara
seksama, persistem dan tidak terburu-buru sejak pertama bertemu dengan cara memperoleh
riwayat pasien dan terutama sepanjang pemeriksaan fisik dilakukan. Inspeksi juga menggunakan
indera pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan lebih
memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau dari pasien.
Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang diterima oleh
semua indera tersebut yang akan membantu dalam membuat keputusan diagnosis atau terapi.

Cara pemeriksaan :
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
2) Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka sendiri pakaiannya.
Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun dibuka seperlunya untuk pemeriksaan
sedangkan bagian lain ditutupi selimut).
3) Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan abnormalitas.Contoh : mata
kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan(sianosis), dan lain-lain.
4) Catat hasilnya.

2. Palpasi
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan menggunakan ‘sense of touch’ Palpasi
adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian
tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif
digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya metode palpasi ini dapat digunakan untuk
mendeteksi suhu tubuh(temperatur), adanya getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran.
Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh. Teknik palpasi dibagi menjadi dua:
a) Palpasi ringan
Caranya : ujung-ujung jari pada satu/dua tangan digunakan secara simultan. Tangan diletakkan
pada area yang dipalpasi, jari-jari ditekan kebawah perlahan-lahan sampai ada hasil.
b) Palpasi dalam (bimanual)
Caranya : untuk merasakan isi abdomen, dilakukan dua tangan. Satu tangan untuk merasakan
bagian yang dipalpasi, tangan lainnya untuk menekan ke bawah. Dengan Posisi rileks, jari-jari
tangan kedua diletakkan melekat pada jari-jari pertama.

12
Cara pemeriksaan :
1) Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri.
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman.
3) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
4) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
5) Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan dengan tekanan ringan.
6) Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan.
7) Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
8) Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
9) Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor bergerak/tidak dengan
konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut, ukurannya dan ada/tidaknya getaran/ trill,
serta rasa nyeri raba / tekan.
10) Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat.

3. Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi getaran/
gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang diperiksa.
Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada permukaan tubuh. Perjalanan
getaran/ gelombang suara tergantung oleh kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut
dengan resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan
kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan,
semakin lemah hantarannya dan udara/ gas paling resonan.
Cara pemeriksaan :
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang akan diperiksa.
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilex.
3) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
4) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
5) Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :
• Metode langsung yaitu mengentokan jari tangan langsung dengan menggunakan 1 atau 2
ujung jari.
• Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut : Jari tengah tangan kiri di letakkan
dengan lembut di atas permukaan tubuh, ujung jari tengah dari tangan kanan, untuk mengetuk
persendian, Pukulan harus cepat dengan lengan tidak bergerak dan pergelangan tangan rilek,
Berikan tenaga pukulan yang sama pada setiap area tubuh.
6). Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
a. Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan kualitas
seperti drum (lambung).
b. Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas bergema
(paru normal).
c. Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualitas ledakan
(empisema paru).

13
d. Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu agak
lama kualitas seperti petir (hati).

4. Auskultasi.
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang
dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang
didengarkan adalah: bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
1) Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
2) Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3) Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara.
4) Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.

Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :


1. Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus pernafasan
mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia,
TBC.
2. Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri
khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.
3. Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi maupun
ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
4. Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada kayu.
Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.
Cara pemeriksaan :
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang diperiksa dan bagian
tubuh yang diperiksa harus terbuka.
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman.
3) Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara bagian kepala, selang dan
telinga.
4) Pasanglah ujung steoskop bagian telinga ke lubang telinga pemeriksa sesuai arah.
5) Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan pada telapak tangan
 Pemeriksa.
6) Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang akan diperiksa.
7) Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada rendah pada tekanan ringan
yaitu pada bunyi jantung dan vaskuler dan gunakan diafragma untuk bunyi bernada tinggi
seperti bunyi usus dan paru.

4 Pemeriksaan tanda vital.


Pemeriksaan tanda vital merupakan bagian dari data dasar yang dikumpulkan oleh
perawat selama pengkajian. Perawat mengkaji tanda vital kapan saja klien masuk ke bagian
perawatan kesehatan. Tanda vital dimasukkan ke pengkajian fisik secara menyeluruh atau diukur
satu persatu untuk mengkaji kondisi klien. Penetapan data dasar dari tanda vital selama

14
pemeriksaan fisik rutin merupakan control terhadap kejadian yang akan datang.
Pemeriksaan tanda vital terdiri atas pemeriksaan nadi, pernafasan, tekanan darah dan suhu.
Pemeriksaan ini merupakan bagian penting dalam menilai fisiologis dari sistem tubuh secara
keseluruhan.
1. Pemeriksaan Nadi
Denyut nadi merupakan denyutan atau dorongan yang dirasakan dari proses pemompaan
jantung. Setiap kali bilik kiri jantung menegang untuk menyemprotkan darah ke aorta yang
sudah penuh, maka dinding arteria dalam sistem peredaran darah mengembang atau
mengembung untuk mengimbnagi bertambahnya tekanan. Mengembangnya aorta menghasilkan
gelombang di dinding aorta yang akan menimbulkan dorongan atau denyutan.

Tempat-tempat menghitung denyut nadi adalah:

1. Ateri radalis : Pada pergelangan tangan.


2. Arteri temporalis : Pada tulang pelipis.
3. Arteri carotis : Pada leher.
4. Arteri femoralis : Pada lipatan paha.
5. Arteri dorsalis pedis : Pada punggung kaki.
6. Arteri poplitea : pada lipatan lutut.
7. Arteri bracialis : Pada lipatan sikut

Jumlah denyut nadi yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:


Bayi baru lahir : 110 – 180 kali per menit
Dewasa : 60 – 100 kali per menit
Usia Lanjut : 60 -70 kali per menit

2. Pemeriksaan Tekanan Darah


Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan. Beberapa langkah yang dilakukan pada
pemeriksaan tekanan darah menggunakan sfigmomanometer air raksa. Tempat untuk mengukur
tekanan darah seseorang adalah : Lengan atas atau Pergelangan kaki. Langkah pemeriksaan :
1. Memasang manset pada lengan atas, dengan batas bawah manset 2 – 3 cm dari lipat siku dan
perhatikan posisi pipa manset yang akan menekan tepat di atas denyutan arteri di lipat siku
( arteri brakialis).
2. Letakkan stetoskop tepat di atas arteri brakialis.
3. Rabalah pulsasi arteri pada pergelangan tangan (arteri radialis).
4. Memompa manset hingga tekanan manset 30 mmHg setelah pulsasi arteri radialis
menghilang.
5. Membuka katup manset dan tekanan manset dibirkan menurun perlahan dengan kecepatan 2-3
mmHg/detik.
6. Bila bunyi pertama terdengar , ingatlah dan catatlah sebagai tekanan sistolik.
7. Bunyi terakhir yang masih terdengar dicatat sebagai tekanan diastolic.
8. Turunkan tekanan manset sampai 0 mmHg, kemudian lepaskan manset.

15
Yang harus diperhatikan sebelum melakukan pemeriksaan tekanan darah sebaiknya
sebelum dilakukan pemeriksaan pastikan kandung kemih klien kosong dan hindari alkohol dan
rokok, karena semua hal tersebut akan meningkatkan tekanan darah dari nilai sebenarnya.
Sebaiknya istirahat duduk dengan tenang selama 5 menit sebelum pemeriksaan dan jangan
berbicara saat pemeriksaan. Pikiran harus tenang, karena pikiran yang tegang dan stress akan
meningkatkan tekanan darah. Jumlah tekanan darah yang normal berdasarkan usia seseorang
adalah:

1. Bayi usia di bawah 1 bulan : 85/15 mmHg


2. Usia 1 – 6 bulan : 90/60 mmHg
3. Usia 6 – 12 bulan : 96/65 mmHg
4. Usia 4 – 6 tahun : 100/60 mmHg
5. Usia 6 – 8 tahun : 105/60 mmHg
6. Usia 8 – 10 tahun : 110/60 mmHg
7. Usia 10 – 12 tahun : 115/60 mmHg
8. Usia 12 – 14 tahun : 118/60 mmHg
9. Usia 14 – 16 tahun : 120/65 mmHg
10. Usia 16 tahun ke atas : 130/75 mmHg
11. Usia lanjut : 130-139/85-89 mmHg

3. Pemeriksaan Pernafasan.
Pemeriksaan Pernafasan merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai proses
pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai
frekwensi, irama, kedalaman, dan tipe atau pola pernafasan. Pernapasan adalah tanda vital yang
paling mudah di kaji namun paling sering diukur secara sembarangan. Perawat tidak boleh
menaksir pernapasan. Pengukuran yang akurat memerlukan observasi dan palpasi gerakan
dinding dada.
Tabel frekuensi nafas per menit berdasarkan usia,
FREKUENSI NAFAS PER
USIA
MENIT
Bayi baru lahir 30-50
Bayi (6 bulan) 35-40
Toodler 25-32
Anak-anak 20-30
Remaja 16-19
Dewasa 12-20

Tabel pola pernafasan.

16
POLA PERNAFASAN DESKRIFSI

Dispnea Susah bernafas yang menunjukkan adanya retraksi.

Bradipnea Frekuensi pernafasan cepat yang abnormal.

Pernafasan cepat dan normal atau peningkatan frekuensi dan


Hiperpnea
kedalaman pernapasan.

Apnea Tidak ada pernafasan.

Periode pernafasan cepat dalam yang bergantian dengan


Cheyne stokes periode apnea, umumnya pada bayi dan anak selama tidur
nyenyak, depresi, dan kerusakan otak.

Nafas normal yang abnormal bisa cepat, normal, atau lambat


Kusmaul
umumnya pada asidosis metabolik.

Nafas tidak teratur, menunjukkan adanya kerusakan atak


Biot
bagian bawah dan depresi pernafasan.

4. Pemeriksaan Suhu.
Merupakan salah satu pemeriksaan yang digunakan untuk menilai kondisi metabolisme
dalam tubuh, dimana tubuh menghasilkan panas secara kimiawi maupun
metabolismedarah.Suhu dapat menjadi salah satu tanda infeksi atau peradangan yakni demam (di
atas > 37°C). Suhu yang tinggi juga dapat disebabkan oleh hipertermia. Suhu tubuh yang jatuh
atau hipotermia juga dinilai. Untuk pemeriksaan yang cepat, palpasi dengan punggung tangan
dapat dilakukan, tetapi untuk pemeriksaan yang akurat harus dengan menggunakan termometer.
Termometer yang digunakan bisa berupa thermometer oral, thermometer rectal dan thermometer
axilar.
Proses pengaturan suhu terletak pada hypotalamus dalam sistem saraf pusat. Bagian
depan hypotalamus dapat mengatur pembuangan panas dan hypotalamus bagian belakang
mengatur upaya penyimpanan panas.
Pemeriksaan suhu dapat dilakukan melalui oral, rektal, dan aksila yang digunakan untuk
menilai keseimbangan suhu tubuh serta membantu menentukan diagnosis dini suatu penyakit.
Tempat untuk mengukur suhu badan seseorang adalah:

1. Ketiak/ axilea, pada area ini termometer didiamkan sekitar 10 – 15 menit.


2. Anus/ dubur/ rectal, pada area ini termometer didiamkan sekitar 3 – 5 menit.
3. Mulut/oral, pada area ini termometer didiamkan sekitar 2 – 3 menit

Seseorang dikatakan bersuhu tubuh normal, jika suhu tubuhnya berada pada 36ºC – 37,5ºC.

5. Pemeriksaan fisik head to toe.  

17
Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien perlu dipersiapkan sehingga kenyamanan tetap
terjaga, misalnya pasien dianjurkan buang air kecil terlebih dahulu. Jaga privasi pasien dengan
hanya membuka bagian yang akan diperiksa, serta ajak teman ketiga bila pemeriksa dan pasien
berlainan jenis kelamin. Beri tahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan. Atur waktu
seefisien mungkin sehingga pasien maupun pemeriksa tidak kecapaian. Atur posisi pasien untuk
mempermudah pemeriksaan.
1. Cuci tangan.
2. Pakai handscoon.
3. Kaji keadaan umum pasien (tingkat kesadaran).
4. Kaji tanda-tanda vital.
5. Pemeriksaan fisik kepala.
Tujuan pengkajian kepala adalah mengetahui bentuk dan fungsi kepala. Pengkajian
diawalai dengan inspeksi kemudian palpasi.
Cara inspeksi dan palpasi kepala.
1) Atur pasien dalam posisi duduk atau berdiri (bergantung pada kondisi pasien dan jenis
pengkajian yang akan dilakukan).
2) Bila pasien memakai kacamata, anjurkan untuk melepaskannya.
3) Lakukan inspeksi, yaitu dengan memperhatikan kesimetrisan wajah, tengkorak, warna dan
distribusi rambut, serta kulit kepala. Wajah normalnya simetris antara kanan dan kiri.
Ketidaksimetrisan wajah dapat menjadi suatu petunjuk adanya kelumpuhan/ paresif saraf
ketujuh. Bentuk tengkorak yang normal adalah simetris dengan bagian frontal menghadap
kedepan dan bagian parietal menghadap kebelakang. Distribusi rambut sangat bervariasi pada
setiap orang, dan kulit kepala normalnya tidak mengalami peradangan, tumor, maupun bekas
luka/sikatriks.
4) Lanjutkan dengan palpasi untuk mengetahui keadaan rambut, massa, pembekuan, nyeri tekan,
keadaan tengkorak dan kulit kepala.
a) Pemeriksaan fisik mata
Kelengkapan dan keluasan pengkajian mata bergantung pada informasi yang diperlukan. Secara
umum tujuan pengkajian mata adalah mengetahui bentuk dan fungsi mata.
Cara inspeksi mata
Dalam inspeksi mata, bagian-bagian mata yang perlu diamati adalah bola mata, kelopak mata,
konjungtiva, sklera, dan pupil.

1) Amati bola mata terhadap adanya protrusi, gerakan mata, lapang pandang, dan visus.
2) Amati kelopak mata, perhatikan bentuk dan setiap kelainan dengan cara sebagai berikut.
a. Anjurkan pasien melihat kedepan.
b. Bandingkan mata kanan dan kiri.
c. Anjurkan pasien menutup kedua mata.
d. Amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata, serta pada bagian pinggir kelopak mata,
catat setiap ada kelainan, misalnya adanya kemerah-merahan.
e. Amati pertumbuhan rambut pada kelopak mata terkait dengan ada/tidaknya bulu mata, dan
posisi bulu mata.

18
f. Perhatikan keluasan mata dalam membuka dan catat bila ada dropping kelopak mata atas atau
sewaktu mata membuka (ptosis).
3) Amati konjungtiva dan sclera dengan cara sebagai berikut :
a. Anjurkan pasien untuk melihat lurus kedepan.
b. Amati konjungtiva untukmmengetahui ada/tidaknya kemerah-merahan, keadaan vaskularisasi,
serta lokasinya.
c. Tarik kelopak mata bagian bawah dengan menggunakan ibu jari.
d. Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah, catat bila didapatkan
infeksi atau pus atau bila warnanya tidak normal, misalnya anemic.
e. Bila diperlukan, amati konjungtiva bagian atas, yaitu dengan cara membuka/membalik
kelopak mata atas dengan perawat berdiri dibelakang pasien.
f. Amati warna sclera saat memeriksa konjungtiva yang pada keadaan tertentu warnanya dapat
menjadi ikterik.
g. Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Kemudian lanjutkan dengan mnegevaluasi
reaksi pupil terhadap cahaya. Normalnya bentuk pupil adalam sama besar (isokor). Pupil yang
mengecil disebut miosis,dan amat kecil disebut pinpoint, sedangkan pupil yang melebar/
dilatasi disebut midriasis.

Cara inspeksi gerakan mata.


a. Anjurkan pasien melihat kedepan.
b. Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan (nistagmus) yaitu gerakan
ritmis bola mata, mula-mula lambat bergerak kesatu arah,kemudian dengan cepat kembali
keposisi semula.

c. Bila ditemukan adanya nistagmus, amati bentuk, frekuensi (cepat atau lambat), amplitudo
(luas/sempit) dan durasinya (hari/minggu).
d. Amati apakah kedua mata memandang lurus kedepan atau salah satu mengalami deviasi.
e. Luruskan jemari telunjuk anda dan dekatkan dengan jarak sekitar 15-30 cm.
f. Beri tahu pasien untuk mengikuti gerakan jari anda dan pertahankan posisi kepala pasien.
Gerakan jari anda ke delapan arah untuk mengetahui fungsi 6 otot mata.

Cara inspeksi lapang pandang.


a. Berdiri di depan pasien.
b. Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan cara menutup mata yang tidak diperiksa.
c. Beri tahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada satu titik pandang,
misalnya hidung anda.
d. Gerakan jari anda pada satu garis vertical/ dari samping, dekatkan kemata pasien secara
perlahan-lahan.
e. Anjurkan pasien untuk member tahu sewaktu mulai melihat jari anda.
f. Kaji mata sebelahnya.

Cara pemeriksaan visus (ketajaman penglihatan).

19
a. Siapkan kartu snellen atau kartu yang lain untuk pasien dewasa atau kartu gambar untuk anak-
anak.
b. Atur kursi tempat duduk pasien dengan jarak 5 atau 6 meter dari kartu snellen.
c. Atur penerangan yang memadai sehingga kartu dapat dibaca dengan jelas.
d. Beri tahu pasien untuk menutup mata kiri dengan satu tangan.
e. Pemeriksaan mata kanan dilakukan dengan cara pasien disuruh membaca mulai dari huruf
yang paling besar menuju huruf yang kecil dan catat tulisan terakhir yang masih dapat dibaca
oleh pasien.
f. Selanjutnya lakukan pemeriksaan mata kiri.

Cara palpasi mata.


Pada palpasi mata dikerjakan dengan tujuan untuk mengetahui tekanan bola mata dan
mengetahui adanya nyeri tekan. Untuk mengukur tekanan bola mata secara lebih teliti,
diperlukan alan tonometri yang memerlukan keahlian khusus.
a. Beri tahu pasien untuk duduk.
b. Anjurkan pasien untuk memejamkan mata.
c. Lakukan palpasi pada kedua mata. Bila tekanan bola mata meninggi, mata teraba keras.

b) Pemeriksaan fisik telinga


Pengkajian telinga secara umum bertujuan untukmengetahui keadaan teling luar, saluran
telinga, gendang telinga/membrane tipani, dan pendengaran. Alta yang perlu disiapkan dalam
pengkajian antara lain otoskop, garpu tala dan arloji.
Cara inspeksi dan palpasi pada telinga.
1. Bantu pasien dalam posisi duduk.
2. Atur posisi anda duduk meghadap sisi telinga pasien yang akan dikaji.
3. Untuk pencahayaan, gunakan auriskop, lampu kepala, atau sumber cahaya lain.
4. Mulai amati telinga luar, periksa ukuran, bentuk, warna, lesi, dan adanya massa pada pinna.
5. Lanjutkan pengkajian palpasi dengan cara memegang telinga dengan ibu jari dan jari telunjuk.
6. Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis, yaitu dari jaringan lunak, kemudian jaringan
keras, dan catat bila ada nyeri.
7. Tekan bagian tragus kedalam dan tekan pula tulang telinga di bawah daun telinga. Bila ada
peradangan, pasien akan merasa nyeri.
8. Bandingkan telinga kanan dan kiri.
9. Bila diperluka, lanjutkan pengkajian telinga dalam.
10. Pegang bagian pinggir daun telinga/heliks dan secara perlahan-lahan tarik daun telinga keatas
dan ke belakang sehingga lubang telinga menjadi lurus dan mudah diamati.
11. Amati pintu masuk lubang telinga dan perhatikan ada/ tidaknya peradangan, pendarahan atau
kotoran.

Pemeriksaan pendengaran.

20
Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk mengetahui fungsi telinga. Secara sederhana
pemeriksaan pendengaran dapat diperiksa dengan mengguanakan suara bisikan. Pendengaran
yang baik akan mudah megetahui adanya bisikan.

Cara pemeriksaan pendengaran dengan bisikan.


1. Atur posisi pasien berdiri membelakangi anda pada jarak 4,5-6m.
2. Anjurkan pasien untuk menutup salah satu telinga yang tidak diperiksa.
3. Bisikan suatu bilangan.
4. Beritahu pasien untuk mengulangi bilangan yang didengar.
5. Periksa telinga sebelahnya dengan cara yang sama.
6. Bandingkan kemampuan mendengar pada telinga kanan dan kiri pasien.

Cara pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala.


Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas
pendengaran secara lebih teliti. Pemeriksaan dengan garpu tala dilakukan dengan dua cara, yaitu
pemeriksaan Rinne dan pemeriksaan Webber.

1. Pemeriksaan Rinne
a) Vibrasikan garpu tala
b) Letakan garpu tala pada mastoid kanan pasien
c) Anjurkan pasien untuk member tahu sewaktu tidak merasakan getaran lagi.
d) Angkatan garpu tala dan pegang di depan telinga kanan pasien dengan posisi garpu tala
parallel terhadap lubang telinga luar pasien.
e) Anjurkan pasien untuk member tahu apakah masih mendengar suara getaran atau tidak.
Normalnya suara getaran masih dapat didengar karena konduksi udara lebih baik di
banding konduksi tulang.

2. Pemeriksaan Webber.
a) Vibrasikan garpu tala
b) Letakan garpu tala di tengah-tengah puncak kepala pasien
c) Tanya pasien tentang telinga yang mendengar suara getaran lebih keras. Normalnya kedua
telinga dapat mendengar secara seimbang sehingga getaran dirasakan di tengah-tengah telinga.
d) Catat hasil pendengaran.
e) Tentukan apakah pasien mengalami gangguan konduksi tulang, udara, atau keduanya.

3.Pemeriksaan fisik hidung dan sinus.


Hidung dikaji dengan tujuan untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi tulang hidung.
Pengkajian hidung dimulai dari bagian luar, bagian dalam dan sinus-sinus.
Alat yang perlu dipersiapkan antara lain otoskop, speculum hidung, cermin, dan sumber
penerangan.

Cara inspeksi dan palpasi hidung bagian luar serta palpasi sinus.

21
1. Duduk menghadap pasien.
2. Atur penerangan dan amati hidung bagian luar dari sisi depan, samping dan atas, perhatikan
bentuk atau tulang hidung dari ketiga sisi ini.
3. Amati wanrna dan pembengkakan pada kulit hidung.
4. Amati kesimetrisan hidung
5. Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar, dan catat bila ditemukan ketidak
abnormalan kulit atau tulang hidung.
6. Kaji mobilitas septum nasi.
7. Palpasi sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis. Perhatikan jika ada nyeri.

Cara inspeksi hidung bagian dalam.


1. Duduk menghadap pasien
2. Pasang lampu kepala, atur lampu sehingga tepat menerangi lubang hidung.
3. Elevasikan lubang hidung pasien dengan cara menekan hidung pasien secara lembut dengan
ibu jari anda, kemudian amati bagian anterior lubang hidung.
4. Amati posisi septum nasi dan kemungkinan adanya perfusi.
5. Amati bagian konka nasalis inferior
6. Pasang ujung spekulum hidung pada lubang hidung sehingga rongga hidung dapat diamati.
7. Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung, atur posisi kepala sehingga menengadah.
8. Amati bentuk dan posisi septum, kartilago, dan dinding-dinding rongga hidung serta selaput
lendir pada rongga hidung (warna, sekresi, bengkak)
9. Bila sudah selesai lepaskan speculum perlahan-lahan.

4. Pemeriksaan fisik hidung dan faring.


Pengkajian mulut dan faring dilakukan dengan posisi pasien duduk. Pencahayaan harus
baik, sehingga semua bagian dalam mulut dapat diamati dengan jelas. Pengamatan diawali
dengan mengamati bibir, gigi, gusi, lidah, selaput lendir, pipi bagian dalam, lantai dasar mulut,
dan platum/ langit-langit mulut, kemudian faring.

Cara inspeksi mulut.


1. Bantu pasien duduk berhadapan dan tinggi yang sejajar dengan anda.
2. Amati bibir untuk mengetahui adanya kelainan congenital, bibir sumbing, warna bibir, ulkus,
lessi dan massa.
3. Lanjutkan pada pengamatan gigi, anjurkan pasien untuk membuka mulut.
4. Atur pencahayaan yang memadai, bila perlu gunakan penekan lidah, agar gigi tampak jelas.
5. Amati posisi, jarak, gigi rahan atas dan bawah, ukuran, warna, lesi, atau adanya tumor pada
setiap gigi. Amati juga akar-akar gigi, dan gusi secara khusus.
6. Periksa setiap gigi dengan cara mengetuk secara sistematis, bandingkan gigi bagian kiri,
kanan, atas, dan bawah, serta anjurkan pasien untuk member tahu bila merasa nyeri sewaktu
giginya diketuk.
7. Perhatikan pula cirri-ciri umum sewaktu melakukan pengkajian antara lain kenersihan mulut
dan bau mulut.

22
8. Lanjutkan pengamatan pada lidah dan perhatikan kesimetrisannya. Minta pasien menjulurkan
lidah dan amati kelurusan, warna, ulkus dan setiap ada kelainan.
9. Amati warna, adanya pembengkakan, tumor, sekresi, peradangan, ulkus, dan perdarahan pada
selaput lendir semua bagian mulut secara sistematis.
10.Lalu lanjutkan pada inspeksi faring, dengan menganjurkan pasien membuka mulut dan
menekan lidah pasien kebawah sewaktu pasien berkata “ah”. Amati kesimetrisan uvula pada
faring.

Cara palpasi mulut.


Palpasi pada mulut dilakukan terutama bila dari inspeksi belum diperoleh data yang
meyakinkan. Tujuannya adalah mengetahui bentuk dan setiap ada kelainan yang dapat diketahui
dengan palpasi, yang meliputi pipi, dasar mulut, palatum, dan lidah.
1. Atur posisi duduk menghadap anda, anjurkan pasien membuka mulut.
2. Pegang pipi di antara ibu jari dan jari telunjuk. Palpasi pipi secara sistematis, dan perhatikan
adanya tumor atau pembengkakan. Bila ada pembengkakan, tentukan menurut ukuran,
konsistensi, hubungan dengan daerah sekitarnya, dan adanya nyeri.
3. Lanjutkan palpasi pada platum dengan jari telunjuk dan rasakan adanya pembengkakan dan
fisura.
4. Palpasi dasar mulut dengan cara minta pasien mengucapkan “el”, kemudian lakukan palpasi
pada dasar mulut secara sistematis dengan jari telunjuk tangan kanan, catat bila ditemukan
pembengkakan.
5. Palpasi lidah dengan cara meminta pasien menjulurkan lidah, pegang lidah dengan kasa steril
menggunakan tangan kiri. Dengan jari telunjuk tangan kanan, lakukan palpasi lidah terutama
bagian belakang dan batas-batas lidah.

e) Pemeriksaan fisik leher.


Leher dikaji setelah pengkajian kepala selesai dikerjakan. Tujuannya adalah mengetahui
bentuk leher, serta organ-organ penting yang berkaitan. Dalam pengkajian ini, sebaiknya baju
pasien dilepaskan, sehingga leher dapat dikaji dengan mudah.

Cara inspeksi leher


1. Anjurkan pasien untuk melepaskan baju, atur pencahayaan yang baik.
2. Lakukan inspeksi leher untuk mengetahui bentuk leher, warna kulit, adanya pembengkakan,
jaringan parut, dan adanya massa. Palpasi dilakukan secara sistematis, mulai dari garis tengah
sisi depan leher, samping, dan belakang. Warna kulit leher normalnya sama dengan kulit
sekitarnya. Warna kulit leher dapat menjadi kuning pada semua jenis ikterus, dan menjadi
merah, bengkak, panas serta ada nyeri tekan bila mengalami peradangan.
3. Inspeksi tiroid dengan cara meminta pasien menelan, dan amati gerakan kelenjar tiroid pada
insisura jugularis sterni. Normalnya gerakan kelenjar tiroid tidak dapat dilihat kecuali pada
orang yang sangat kurus.

Cara palpasi leher

23
Palpasi pada leher dilakukan terutama untuk mengetahui keadaan dan letak kelenjar
limfe, kelenjar tiroid, dan trakea.
1. Duduk dihadapan pasien
2. Anjurkan pasien untuk menengadah kesamping menjauhi perawat pemeriksa sehingga
jaringan lunak dan otot-otot akan relaks.
3. Lakukan palpasi secara sistematis,dan tentukan menurut lokasi, batas-batas, ukuran, bentuk
dan nyeri tekan pada setiap kelompok kelenjar limfe yang terdiri dari :
a. Preaurikular – didepan telinga
b. Postaurikular – superficial terhadap prosesus mostoideus
c. Oksipital – di dasar posterior tulang kepala
d. Tonsilar – disudut mandibular
e. Submandibular – ditengah-tengah antara sudut dan ujung mandibular
f. Submental – pada garis tengah beberapa cm dibelakang ujung mandibular
g. Servikal superficial – superficial terhadap sternomastoideus
h. Servikal posterior – sepanjang tepi anterior trapezius
i. Servikal dalam – dalam sternomastoideus dan sering tidak dapat dipalpasi
j. Supraklavikular – dalam suatu sudut yang terbentuk oleh klavikula dan sternomastoideus.

4. Lakukan palpasi kelenjar tiroid dengan cara :


a. Letakan tangan anda pada leher pasien.
b. Palpasi pada fosa suprasternal dengan jari telunjuk dan jari tengah.
c. Minta pasien menelan atau minum untuk memudahkan palpasi.
d. Palpasi dapat pula dilakuakan dengan perawat berdiri dibelakang pasien, tangan diletakan
mengelilingi leher dan palpasi dilakukan dengan jari kedua dan ketiga.

5. Lakukan palpasi trakea dengan cara berdiri disamping kanan pasien. Letakan jari tengah pada
bagian bawah trakea dan raba trakea ke atas, ke bawah, dan ke samping sehingga kedudukan
trakea dapat diketahui.

Cara pengkajian gerakan leher


Pengkajian gerak leher dilakukan paling akhir pada pemeriksaan leher. Pengkajian ini
dilakukan baik secara aktif maupun pasif. Untuk mendapatkan data yang akurat, leher dan dada
bagian atas harus bebas dari pakaian dan perawat berdiri/ duduk dibelakang pasien.
1) Lakukan pengkajian gerakan leher secara aktif. Minta pasien menggerakan leher dengan
urutan sebagai berikut :
a. Antefleksi, normalnya 45º
b. Dorsifleksi, normalnya 60º
c. Rotasi kekanan, normalnya 70º
d. Rotasi ke kiri, normalnya 70º
e. Lateral felksi ke kiri, normalnya 40º
f. Lateral fleksi ke kanan, normalnya 40º

24
2) Tentukan sejauh mana pasien mampu menggerakan lehernya. Normalnya gerakan dapat
dilakukan secara terkoordinasi tanpa gangguan. Bila diperlukan, lakukan pengkajian gerakan
secara pasif dengan cara kepala pasien dipegang dengan dua tangan kemudian digerakan dengan
urutan yang sama seperti pada pengkajian gerakan leher secara aktif.

6. Pemeriksaan fisik bagian dada.


a) Inspeksi
Dada diinspeksi terutama postur, bentuk, dan kesimetrisan ekspansi, serta keadaan kulit.
Postur dapat bervariasi, misalnya pada pasien dengan masalah pernafasan kronis, klavikulanya
menjadi elevasi. Bentuk dada berbeda antara bayi dan orang dewasa. Dada bayi berbentuk
melingkar dengan diameter dari depan ke belakang (antero-posterior) sama dengan diameter
transversal. Pada orang dewasa, perbandingan antara diameter antero-posterior dengan diameter
transversal adalah 1 : 2. Bentuk dada jadi tidak normal pada keadaan tertentu, misalnya pigeon
chest, yaitu bentuk dada yang ditandai dengan diameter transversal sempit, diameter antero-
posterior mengecil. Contoh kelainan bentuk dada lainnya adalah barrel chest yang ditandai
dengan diameter antero-posterior dan transversal mempunyai perbandingan 1 : 1. Ini dapat
diamati pada pasien kifosis. Pada saat mengkaji bentuk dada, perawat sekaligus mengamati
kemungkinan adanya kelainan tulang belakang, seperti kifosis, lordosis, atau skoliosis. Inspeksi
dada dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau diam, terutama sewaktu dilakukan
pengamatan pergerakan pernafasan. Sedangkan untuk mengamati adanya kelainan bentuk tulang
belakang (kifosis, lordosis, skoliosis), akan lebih mudah dilakukan pada saat dada tidak bergerak.
Pengamatan dada pada saat bergerak dilakukan untuk mengetahui frekuensi, sifat, dan ritme /
irama pernapasan. Normalnya frekuensi pernapasan berkisar antara 16 sampai 24 kali setiap
menit pada orang dewasa. Frekuensi pernapasan yang lebih dari 24 kali per menit disebut
takipnea.
Sifat pernapasan pada prinsipnya ada dua macam, yaitu pernapasan dada yang ditandai dengan
pengembangan dada, dan pernapasan perut yang ditandai dengan pengembangan perut. Pada
umumnya sifat pernapasan yang sering ditemukan adalah kombinasi antara pernapasan dada dan
perut. Pada keadaan tertentu, ritme pernapasan dapat menjadi tidak normal, misalnyapernapasan
Kussmaul, yaitu pernapasan yang cepat dan dalam, seperti terlihat pada pasien yang mengalami
koma diabetikum. Pernapasan Biot, yaitu pernapasan yang ritme maupun amplitudonya tidak
teratur, diselingi periode apnea, dan dapat ditemukan pada pasien yang mengalami kerusakan
otak. Pernapasan Cheyne-Stokes, yaitu pernapasan dengan amplitude yang mula – mula kecil,
makin lama makin membesar, kemudian mengecil lagi, diselingi periode apnea, dan biasanya
ditemukan pada pasien yang mengalami gangguan saraf otak. Kulit daerah dada perlu diamati
secara seksama untuk mengatahui adanya edema atau tonjolan (tumor).

25
Cara inspeksi pada dada secara rinci.
1) Lepaskan baju pasien dan tampakkan badan pasien sampai batas pinggang.
2) Atur posisi pasien (posisi diatur bergantung pada tahap pemeriksaan dan kondisi pasien).
Pasien dapat diminta mengambil posisi duduk atau berdiri.
3) Yakinkan bahwa perawat sudah siap (tangan bersih dan hangat), ruangan dan stetoskop
disiapkan.
4) Beri penjelasan kepada pasien tentang apa yang akan dikerjakan dan anjurkan pasien tetap
rileks.
5) Lakukan inspeksi bentuk dada dari empat sisi : depan, belakang, sisi kanan, dan sisi kiri pada
saat istirahat (diam), saat inspirasi dan saat ekspirasi. Pada saat inspeksi dari depan, perhatikan
area klavikula, fosa supraklavikularis dan fosa infraklavikularis, sternum, dan tulang rusuk.
Dari sisi belakang, amati lokasi vertebra servikalis ke-7 (puncak scapula terletak sejajar
dengan vertebra torakalis ke-8), perhatikan pula bentuk tulang belakang dan catat bila ada
kelainan bentuk. Terakhir, inspeksi bentuk dada secara keseluruhan untuk mengetahui adanya
kelainan, misalnya bentuk barrel chest.
6) Amati lebih teliti keadaan kulit dada dan catat bila ditemukan adanya pulsasi pada interkostal
atau di bawah jantung, retraksi intrakostal selama bernapas, jaringan parut, dan tanda – tanda
menonjol lainnya.

b) Palpasi
Palpasi dada dilakukan untuk mengkaji keadaan kulit dinding dada, nyeri tekan, massa,
peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan taktil fremitus (vibrasi yang dapat teraba yang
dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang berbicara).Nyeri tekan dapat
timbul akibat adanya luka setempat, peradangan, metastasis tumor ganas, atau pleuritis. Bila
ditemukan pembengkakan atau benjolan pada dinding dada, perlu dideskripdikan ukuran,
konsistensi, dan suhunya secara jelas sehingga mempermudah dalam menentukan apakah
kelainan tersebut disebabkan oleh penyakit tulang, tumor, bisul, atau proses peradangan. Pada
saat bernapas, normalnya dada bergerak secara simetris. Gerakan menjadi tidak simetris pada
saat terjadi atelektasis paru (kolaps paru). Getaran taktil fremitus dapat lebih keras atau lebih
lemah dari normal. Getaran taktil fremitus dapat lebih keras atau lebih lemah dari normal.
Getaran menjadi lebih keras pada saat terdapat infiltrate. Getaran yang melemah ditemukan pada
keadaan emfisema, pneumotoraks, hidrotoraks, dan atelektasis obstruktif.

Cara kerja palpasi dinding dada


1) Lakukan palpasi untuk mengetahui ekspansi paru – paru / dinding dada :
a. Letakkan kedua telapak tangan secara datar pada dinding dada depan.
b. Anjurkan pasien untuk menarik napas.
c. Rasakan gerakan dinding dada dan bandingkan sisi kanan dan sisi kiri.
d. Berdiri di belakang pasien, letakkan tangan Anda pada sisi dada pasien, perhatikan gerakan ke
samping sewaktu pasien bernapas.
e. Letakkan kedua tangan Anda di punggung pasien dan bandingkan gerakan kedua sisi dinding

26
dada.
2) Lakukan palpasi untuk mengkaji taktil fremitus. Minta pasien menyebut bilangan “enam –
enam” sambil perawat melakukan palpasi dengan cara :
a. Letakkan telapak tangan Anda pada bagian belakang dinding dada dekat apeks paru – paru.
b. Ulangi langkah a dengan tangan bergerak ke bagian basis paru – paru.
c. Bandingkan fremitus pada kedua sisi paru – paru serta di antara apeks dan basis paru –
paru.
d. Lakukan palpasi taktil fremitus pada dinding dada anterior.
Pada pengkajian taktil fremitus, vibrasi / getaran bicara secara normal dapat
ditransmisikan melalui dinding dada. Getaran lebih jelas terasa pada apeks paru–paru. Getaran
pada dinding dada lebih keras daripada dinding dada kiri karena bronkus sisi kanan lebih besar.
Pada pria, fremitus lebih mudah terasa karena suara pria lebih besar daripada suara wanita.

c) Perkusi
Keterampilan perkusi dada bagi perawat secara umum tidak banyak dipakai sehingga
praktik di laboratorium untuk keterampilan ini hanya dilakukan bila perlu dan di bawah
pengawasan instruktur ahli.
Cara perkusi paru – paru secara sistematis
1. Lakukan perkusi paru – paru anterior dengan posisi pasien terlentang.
a. Perkusi mulai dari atas klavikula ke bawah pada setiap ruang interkostal.
b. Bandingkan sisi kanan dan kiri

2. Lakukan perkusi paru – paru posterior dengan posisi pasien baiknya duduk atau berdiri.
a. Yakinkan dulu bahwa pasien duduk lurus.
b. Mulai perkusi dari puncak paru – paru ke bawah.
c. Bandingkan sisi kanan dan kiri.
d. Catat hasil perkusi dengan jelas.

3. Lakukan perkusi paru – paru posterior untuk menentukan gerakan diafragma (penting pada
pasien emfisema).
a. Minta pasien untuk menarik napas panjang dan menahannya.
b. Mulai perkusi dari atas ke bawah (dari resonan ke redup) sampai bunyi redup didapatkan.
c. Beri tanda dengan spidol pada tempat didapatkan bunyi redup (biasanya pada ruang interkostal
ke-9, sedikit lebih tinggi dari posisi hati di dada kanan).
d. Minta pasien untuk mengembuskan napas secara meksimal dan menahannya.
e. Lakukan perkusi dari bunyi redup (tanda I) ke atas. Biasanya bunyi redup ke-2 ditemukan di
atas tanda I. Beri tanda pada kulit yang ditemukan bunyi redup (tanda II).
f. Ukur jarak antara tanda I dan tanda II. Pada wanita, jarak kedua tanda ini normalnya 3 – 5 cm
dan pada pria adalah 5 – 6 cm.

d) Aukultasi

27
Aukultasi biasanya dilaksanakan dengan menggunakan stetoskop. Aukultasi berguna
untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkial dan mengetahui adanya sumbatan
aliran udara. Aukultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru–paru dan rongga pleura.
Untuk dapat melakukan auskultasi, perawat harus mengetahui bunyi / suara napas yang
dikategorikan menurut intensitas, nada, dan durasi antara inspirasi dan ekspirasi seperti di bawah
ini.
1. Vesikuler Insp > Eksp Rendah Lembut Sebagian area paru – paru kanan dan kiri
2. Bronkovesikuler Insp = Eksp Sedang Sedang Sering pada ruang interkostal ke-1 dan ke-2 dan
diantara scapula
3.Bronkial Eksp > Insp Tinggi Keras Di atas manubrium Trakeal Insp = Eksp Sangat tinggi
Sangat keras Di atas trakea pada leher

Cara kerja untuk melakukan auskultasi


1. Duduk menghadap pasien.
2. Minta pasien bernapas secara normal, mulai auskultasi dengan meletakan stetoskop pada
trakea, dan dengan bunyi napas secara teliti.
3. Lanjutkan auskultasi suara napas yang normal dengan arah seperti pada perkusi dan perhatikan
bila ada tambahan.
4. Ulangi auskultasi pada dada lateral dan posterior serta bandngkan sisi kanan dan kiri.

7. Pemeriksaan fisik abdomen


a) Inspeksi
Inspeksi dilakukan pertama kali untuk mengetahui bentuk dan gerakan – gerakan
abdomen.
Cara kerja inspeksi
1) Atur posisi yang tepat
2) Lakukan pengamatan bentuk abdomen secara umum, kontur permukaan abdomen, dan adanya
retraksi, penonjolan, serta ketidaksimetrisan.
3) Amati gerakan kulit abdomen saat inspirasi dan ekspirasi.
4) Amati pertumbuhan rambut dan pigmentasi pada kulit secara lebih teliti.

b) Auskultasi
Perawat melakukan auskultasi untuk mendengarkan dua suara abdomen, yaitu bising usus
(peristaltic) yang disebabkan oleh perpindahan gas atau makanan sepanjang intestinum dan suara
pembuluh darah. Teknik ini juga digunakan untuk mendeteksi fungsi pencernaan pasien setelah
menjalani operasi. Pada keadaan tertentu, suara yang didengar melalui auskultasi mungkin
melemah. Auskultasi juga dapat dilakukan untuk mendengarkan denyut jantung janin pada
wanita hamil.

Cara kerja auskultasi


1) Siapkan stetoskop, hangatkan tangan dan bagian diafragma stetoskop bila ruang pemeriksaan
dingin.

28
2) Tanya pasien tentang waktu terakhir makan. Bising usus dapat meningkat setelah makan.
3) Tentukan bagian stetoskop yang akan digunakan. Bagian diafragma digunakan untuk
mendengarkan bising usus, sedangkan bagian bel (sungkup) untuk mmendengarkan suara
pembuluh darah.
4) Letakkan diafragma stetoskop dengan tekanan ringan pada setiap area empat kuadran
abdomen dan dengarkan suara peristaltic aktif dan suara denguk (gurgling) yang secara normal
terdengar setiap 5 – 20 detik dengan durasi kurang atau lebih dari satu detik. Frekuensi suara
bergantung pada status pencernaan atau ada tidaknya makanan dalam saluran pencernaan.
Dalam pelaporannya, bising usus dapat dinyatakan dengan “terdengar, tidak ada / hipoaktif,
sangat lambat” (mis, hanya terdengar sekali per menit) dan “hiperaktif atau meningkat” (mis,
terdengar setiap 3 detik). Bila bising usus terdengar jarang sekali / tidak ada, dengarkan dahulu
selama 3 – 5 menit sebelum dipastikan.
5) Letakkan bagian bel (sungkup) stetoskop di atas aorta, arteri renalis, dan arteri iliaka.
Dengarkan suara – suara arteri (bruit). Auskultasi aorta dilakukan dari arah superior ke
umbilicus. Auskultasi arteri renalis dilakukan dengan cara meletakan stetoskop pada garis
tengah abdomen atau kea rah kanan kiri garis abdomen bagian atas mendekati panggul.
Auskultasi arteri iliaka dilakukan dengan cara meletakkan stetoskop pada area bawah
umbilicus di sebelah kanan dan kiri garis tengah abdomen.
6) Letakkan bagian bel stetoskop di atas area preumbilikal (sekeliling umbilicus) untuk
mendengarkan bising vena (jarang terdengar).
7) Dalam melakukan auskultasi pada setiap tempat, khususnya area hepar dan limpa, kaji pula
kemungkinan terdengar suara – suara gesekan seperti suara gesekan dua benda.
8) Untuk mengkaji suara gesekan pada area limpa, letakkan stetoskop pada area batas bawah
tulang rusuk di garis aksila anterior dan minta pasien menarik napas dalam. Untuk mengkaji
suara gesekan pada area hepar, letakkan stetoskop pada sisi bawah kanan tulang rusuk.

c) Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mendengarkan / mendeteksi adanya gas, cairan, atau massa di
dalam abdomen. Perkusi juga dilakukan untuk mengetahui posisi limpa dan hepar. Bunyi perkusi
pada abdomen yang normal adalah timpani, namun bunyi ini dapat berubah pada keadaan –
keadaan tertentu. Misalnya, apabila hepar dan limpa membesar, bunyi perkusi akan menjadi
redup, khususnya perkusi di area bawwah arkus kostalis kanan dan kiri. Apabila terdapat udara
bebas pada rongga abdomen, daerah pekak pada hepar akan hilang. Pada keadaan usu berisi
terlalu banyak cairan, bunyi yang dihasilkan pada perkusi seluruh dinding abdomen adalah
hipertimpani, sedangkan daerah hepar tetap pekak. Perkusi pada daerah yang berisi cairan juga
akan menghasilkan suara pekak. Latihan perkusi abdomen bagi mahasiswa keperawatan harus
dibimbing oleh instruktur yang berpengalaman dan menguasai pengkajian abdomen.

Cara perkusi abdomen secara sistematis


1) Perkusi dimulai dari kuadran kanan atas kemudian bergerak searah jarum jam (dari sudut
pandang / perspektif pasien).
2) Perhatikan reaksi pasien dan catat bila pasien merasa nyeri atau nyeri tekan.

29
3) Lakukan perkusi pada area timpani dan redup. Suara timpani mempunyai cirri nada lebih
tinggi daripada resonan. Suara timpani dapat didengarkan pada rongga atau organ yang berisi
udara. Suara redup mempunyai cirri nada lebih rendah atau lebih datar daripada resonan.
Suara ini dapat didengarkan pada massa padat, misalnya keadaan asites, keadaan distensi
kandung kemih, serta pembesaran atau tumor hepar dan limpa.

d) Palpasi
Palpasi Hepar
Palpasi hepar dapat dilakukan secara bimanual, terutama untuk mengetahui adanya pembesaran.
Cara Palpasi Hepar :
1) Berdiri di samping kanan pasien.
2) Letakkan tangan kiri Anda pada dinding toraks posterior kira – kira pada tulang rusuk ke-11
atau 12.
3) Tekan tangan kiri Anda ke atas sehingga sedikit mengangkat dinding dada.
4) Letakkan tangan kanan pada batas bawah tulang rusuk sisi kanan dengan membentuk sudut
kira – kira 45o dari otot rektus abdominis atau parallel terhadap otot rektus abdominis dengan
jari – jari kea rah tulang rusuk.
5) Sementara pasien ekshalasi, lakukan penekanan sedalam 4 – 5 cm kea rah bawah pada batas
tulang rusuk.
6) Jaga posisi tangan Anda dan minta pasien inhalasi / menarik napas dalam.
7) Sementara pasien inhalasi, rasakan batas hepar bergerak menentang tangan Anda yang secara
normal terasa dengan kontur reguler. Bila hepar tidak terasa /teraba dengan jelas, minta pasien
untuk menarik napas dalam, sementara Anda tetap mempertahankan posisi tangan atau
memberikan tekanan sedikit lebih dalam. Kesulitan dalam merasakan hepar ini sering dialami
pada pasien obesitas.
8) Bila hepar membesar, lakukan palpasi di batas bawah tulang rusuk kanan. Catat pembesaran
tersebut dan nyatakan dengan berapa sentimeter pembesaran terjadi di bawah batas tulang
rusuk.
Palpasi hepar (Sumber : Kozier, B., et al. (2004) Fundamental of Nursing: Concept, process,
and practice. New Jersey : Prentice Hall).

Palpasi Ginjal
Pada saat melakukan palpasi ginjal, posisi pasien telentang dan perawat yang melakukan palpasi
berdiri di sisi kanan pasien.
Cara Palpasi Ginjal
1) Dalam melakukan palpasi ginjal kanan, letakkan tangan kiri Anda di bawah panggul dan
elevasikan ginjal ke arah anterior.
2) Letakkan tangan kanan Anda pada dinding abdomen anterior di garis midklavikula pada tepi
bawah batas kosta.
3) Tekan tangan kanan Anda secara langsung ke atas sementara pasien menarik napas panjang.

30
Ginjal tidak teraba pada orang dewasa yang normal, tetapi pada orang yang sangat kurus,
bagian bawah ginjal kanan dapat dirasakan.

4) Bila ginjal teraba, rasakan kontur (bentuk), ukuran, dan amati adanya nyeri tekan.
5) Untuk melakukan palpasi ginjal kiri, lakukan di sisi kiri tubuh pasien, dan letakkan tangan
Anda di bawah panggul kemudian lakukan tindakan seperti pada palpasi ginjal kanan.

Palpasi Limpa
Limpa tidak teraba pada orang dewasa yang normal. Palpasi limpa dikerjakan dengan
menggunakan pola seperti pada palpasi hepar.
Cara Palpasi Limpa :
1) Anjurkan pasien untuk miring ke sisi kanan sehingga limpa lebih dekat dengan dinding
abdomen.
2) Lakukan palpasi pada batas bawah tulang rusuk kiri dengan menggunakan pola seperti pada
palpasi hepar.
Palpasi limpa (Sumber : Bickley, L. S., & Szilagyi, P.G. (2004). Bate’s Pocket Guide Physical
Examination and History Taking. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins).

Palpasi Kandung Kemih


Palpasi kandung kemih dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau dua tangan.
Kandung kemih teraba terutama bila mengalami distensi akibat penimbunan urine. Bila
ditemukan adanya distensi, lakukan perkusi pada area kandung kemih untuk mengetahui suara /
tingakatan redupnya.

8. Pemeriksaan fisik genital.


a) Pemeriksaan Fisik Alat Kelamin Pria
1) Inspeksi
1. Pertama – tama inspeksi rambut pubis, perhatikan penyebaran dan pola pertumbuhan rambut
pubis. Catat bila rambut pubis tumbuh sangat sedikit atau sama sekali tidak ada.
2. Inspeksi kulit, ukuran, dan adanya kelainan lain yang tampak pada penis.
3.  Pada pria yang tidak dikhitan, pegang penis dan buka kulup penis, amati lubang uretra dan
kepala penis untuk mengetahui adanya ulkus, jaringan parut, benjolan, peradangan, dan rabas
(bila pasien malu, penis dapat dibuka oleh pasien sendiri). Lubang uretra normalnya terletak di
tengah kepala penis. Pada beberapa kelainan, lubang uretra ada yang terletak di bawah batang
penis (hipospadia) dan ada yang terletak di atas batang penis (epispadia).
4. Inspeksi skrotum dan perhatikan bila ada tanda kemerahan, bengkak, ulkus, ekskoriasi, atau
nodular. Angkat skrotum dan amati area di belakang skrotum.

2) Palpasi
Teknik ini dilakukan hanya bila ada indikasi atau keluhan.
1. Lakukan palpasi penis untuk mengetahui adanya nyeri tekan, benjolan, dan kemungkinan
adanya cairan kental yang keluar.

31
2. Palpasi skrotum dan testis dengan menggunakan jempol dan tiga jari pertama. Palpasi tiap
testis dan perhatikan ukuran, konsistensi, bentuk, dan kelicinannya. Testis normalnya teraba
elastic, licin, tidak ada benjolan atau massa, dan berukuran sekitar 2 – 4 cm.
3. Palpasi epididimis yang memanjang dari puncak testis ke belakang. Normalnya epidiimis
teraba lunak.
4. Palpasi saluran sperma dengan jempol dan jari telunjuk. Saluran sperma biasanya ditemukan
pada puncak bagian lateral skrotum dan teraba lebih keras daripada epididimis.

b) Pemeriksaan Fisik Alat Kelamin Wanita


1) Palpasi alat kelamin bagian luar
a. Mulai dengan mengamati rambut pubis, perhatikan distribusi dan jumlahnya, dan bandingkan
sesuai usia perkembangan pasien.
b. Amati kulit dan area pubis, perhatikan adanya lesi, eritema, fisura, leukoplakia, dan ekskoriasi.
c. Buka labia mayora dan amati bagian dalam labia mayora, labia minora, klitoris, dan meatus
uretra. Perhatikan setiap ada pembengkakan, ulkus, rabas, atau nodular.

2) Palpasi alat kelamin bagian dalam


a. Lumasi jari telunjuk Anda dengan air steril, masukkan ke dalam vagina, dan identifikasi
kelunakan serta permukaan serviks. Tindakan ini bermanfaat untuk mempergunakan dan
memilih speculum yang tepat. Keluarkan jari bila sudah selesai.
b. Letakkan dua jari pada pintu vagina dan tekankan ke bawah kea rah perianal.
c. Masukkan speculum dengan sudut 45o.
d. Buka bilah speculum, letakkan pada serviks, dan kunci bilah sehingga tetap membuka.
e. Bila serviks sudah terlihat, atur lampu untuk memperjelas penglihatan dan amati ukuran,
laserasi, erosi, nodular, massa, rabas, dan warna serviks. Normalnya bentuk serviks melingkar
atau oval pada nulipara, sedangkan pada para berbentuk celah.
f. Lakukan palpasi secara bimanual. Pakai sarung tangan lalu lumasi jari telunjuk dan jari tengah,
kemudian masukkan jari tersebut ke lubang vagina dengan penekanan ke arah posterior, dan
meraba dinding vagina untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan nodular.
g. Palpasi serviks dengan dua jari Anda dan perhatikan posisi, ukuran, konsistensi, regularitas,
mobilitas, dan nyeri tekan. Normalnya serviks dapat digerakkan tanpa terasa nyeri.
h. Palpasi uterus dengan cara jari – jari tangan yang ada dalam vagina mengahadap ke atas.
Tangan yang ada di luar letakkan di abdomen dan tekankan ke bawah. Palpasi uterus untuk
mengetahui ukuran, bentuk, konsistensi, dan mobilitasnya.
i. Palpasi ovarium dengan cara menggeser dua jari yang ada dalam vagina ke formiks lateral
kanan. Tangan yang ada di abdomen tekankan ke bawah kea rah kuadran kanan bawah. Palpasi
ovarium kanan untuk mengetahui ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi, dan nyeri tekan
(normalnya tidak teraba). Ulangi untuk ovarium sebelahnya.

8. Pemeriksaan fisik payudara dan ketiak.


Dalam melakukan pemeriksaan payudara khususnya pada wanita, perawat harus
mempertimbangkan aspek psikososial, bukan aspek fisik saja. Hal ini mengingat payudara pada

32
wanita mempunyai arti yang luas, baik dari segi budaya, social, maupun fungsi seksual.
Payudara berkembang dan tumbuh selama rentang kehidupan yang dipengaruhi oleh
perkembangan / pertumbuhan seseorang, lingkungan, dan sosiokultural lainnya.

a) Inspeksi
1) Bantu pasien mengatur posisi duduk menghadap ke depan, telanjang dada dengan kedua
lengan rileks di sisi tubuh.
2) Mulai inspeksi ukuran, bentuk, dan kesimetrisan payudara. Payudara normalnya melingkar,
agak simetris, dan dapat dideskripsikan kecil, sedang, dan besar.
3) Inspeksi warna, lesi, vaskularisasi, dan edema pada kulit payudara.
4) Inspeksi waran areola. Areola wanita hamil umumnya berwarna lebih gelap.
5) Inspeksi adanya penonjolan atau retraksi pada payudara dan putting susu akibat adanya skar
atau lesi.
6) Inspeksi adanya rabas, ulkus, pergerakan, atau pembengkakan pada putting susu. Amati juga
posisi kedua putting susu yang normalnya mempunyai arah yang sama.
7) Inspeksi ketiak dan klavikula untuk mengetahui adanya pembengkakan atau tanda kemerah –
merahan.

b) Palpasi
1) Lakukan palpasi di sekeliling putting susu untuk mengetahuii adanya rabas. Bila ditemukan
rabas, identifikasi sumber, jumlah, warna, konsistensi rabas tersebut, dan kaji adanya nyeri
tekan.
2) Palpasi daerah klavikula dan ketiak terutama pada area nodus limfe.
3) Lakukan palpasi setiap payudara dengan teknik bimanual terutama untuk peyudara yang
berukuran besar. Caranya yaitu tekankan telapak tangan anda / tiga jari tengah ke permukaan
payudara pada kuadran samping atas. Lakukan palpasi dinding dada dengan gerakan memutar
dari tepi menuju ereola dan searah jarum jam.
4) Lakukan palpasi payudara sebelahnya.
5) Bila diperlukan, lakukan pula pengkajian dengan posisi pasien telanjang dan diganjal bantal /
selimut di bawah bahunya.

6. Pemeriksaan fisik per sistem.

1. SISTEM CARDIOVASKULER
INSPEKSI
Jantung, secara topografik jantung berada di bagian depan rongga mediastinum.
Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau dalam posisi sedikit
dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit ditemukan misalnya pada stenosis mitral. dan
pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita. Pulsasi ini letaknya sesuai dengan apeks jantung.
Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut.
Pulsasi timbul pada waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar,
kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri.

33
PALPASI
Denyut apeks jantung (iktus kordis) Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur
terlentang atau berdiri iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea
midclavicularis sinistra. Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV.
Denyutan nadi pada dada
Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada aorta.
Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan, sedangkan
denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan
aneurisma aorta descenden.
Getaran/Trhill
Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katup bawaan atau penyakit jantung
congenital. Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut melakukan
pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih cepat. Dengan terabanya
getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising jantung.

PERKUSI
Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung.
Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi
pericardium dan aneurisma aorta.

Batas kiri jantung


• Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
• Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas
jantung
kiri.
• Normal : Atas : ICS II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung) Bawah: ICS V kiri
agak ke medial linea midklavikularis kiri (tempat iktus)

Batas Kanan Jantung


• Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
• Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding depan
thorak
• Normal : Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan, di linea
parasternalis kanan. Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea
parasternalis kanan.

AUSKULTASI
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :
Dengarkan BJ I pada :
• ICS IV line sternalis kiri (BJ I Tricuspidalis)

34
• ICS V line midclavicula/ICS III linea sternalis kanan (BJ I Mitral)
Dengarkan BJ II pada :
• ICS II lines sternalis kanan (BJ II Aorta)
• ICS II linea sternalis kiri/ICS III linea sternalis kanan (BJ II Pulmonal)
Dengarkan BJ III (kalau ada)
• Terdengar di daerah mitral
• BJ III terdengar setelah BJ II dengan jarak cukup jauh, tetapi tidak melebihi separo dari fase
diastolik, nada rendah
• Pada anak-anak dan dewasa muda, BJ III adalah normal
• Pada orang dewasa/tua yang disertai tanda-tanda oedema/dipneu, BJ III merupakan tanda
abnormal.
• BJ III pada decomp. disebut Gallop Rythm.
Dari jantung yang normal dapat didengar lub-dub, lub-dub, lub-dub. Lub adalah suara
penutupan katup mitral dan katup trikuspid, yang menandai awalsistole. Dub adalah suara katup
aorta dan katup pulmonalis sebagai tanda awal diastole. Pada suara dub, apabila pasien bernafas
akan terdengar suara yang terpecah.

2. SISTEM PENCERNAAN
INSPEKSI
a. Pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh.
b. Inspeksi cavum oris, lidah untuk melihat ada tidaknya kelainan.
c. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk melemaskan/relaksasi otot-
otot abdomen.
d. Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.
e. Pemeriksa berdirilah pada sisi kanan pasien dan perhatikan kulit dan warna abdomen, bentuk
perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena, dan striae serta bayangan vena dan
pergerakkan abnormal.
f. Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus.
g. Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran atau penegangan. Bila abdomen
tampak menegang, minta pasien untuk berbalik kesamping dan inspeksi mengenai ada tidaknya
pembesaran area antara iga-iga dan panggul, tanyakan kepada pasien apakah abdomen terasa
lebih tegang dari biasanya.
h. Bila terjadi penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen dengan memasang tali/ perban
seputar abdomen melalui umbilikus. Buatlah simpul dikedua sisi tali/ perban untuk menandai
dimana batas lingkar abdomen, lakukan monitoring, bila terjadi peningkatan perenggangan
abdomen, maka jarak kedua simpul makin menjauh.
i. Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal.
j. Mintalah pasien mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya gerakan peristaltik atau
denyutan aortik.

PALPASI

35
Abdomen
a. Posisi pasien berbaring terlentang dan pemeriksa disebelah kanannya.
b. Lakukan palpasi ringan di tiap kuadran abdomen dan hindari area yang telah diketahui
sebelumnya sebagai titik bermasalah, seperti apendisitis.
c. Tempatkan tangan pemeriksa diatas abdomen secara datar, dengan jari- jari ekstensi dan
berhimpitan serta pertahankan sejajar permukaan abdomen.
d. Palpasi dimulai perlahan dan hati-hati dari superfisial sedalam 1 cm untuk mendeteksi area
nyeri, penegangan abnormal atau adanya massa.
e. Bila otot sudah lemas dapat dilakukan palpasi sedalam 2,5 – 7,5 cm, untuk mengetahui
keadaaan organ dan mendeteksi adanya massa yang kurang jelas teraba selama palpasi
f. Perhatikan karakteristik dari setiap massa pada lokasi yang dalam, meliputi ukuran, lokasi,
bentuk, konsistensi, nyeri, denyutan dan gerakan
g. Perhatikan wajah pasien selama palpasi untuk melihat adanya tanda/ rasa tidak nyaman.
h. Bila ditemukan rasa nyeri, uji akan adanya nyeri lepas, tekan dalam kemudian lepas dengan
cepat untuk mendeteksi apakah nyeri timbul dengan melepaskan tekanan.
i. Minta pasien mengangkat kepala dari meja periksa untuk melihat kontraksi otot-otot
abdominal

Hepar
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/ dada kanan posterior pasien pada iga kesebelas
dan keduabelas dan tekananlah kearah atas.
d. Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala / superior pasien
dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah
hati.
e. Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke atas.
f. Minta pasien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat abdomen mengempis.

Kandung Empedu
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dibawah dada kanan posterior pasien pada iga XI dan
XII dan tekananlah kearah atas.
d. Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala / superior pasien
dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah
hati.
e. Kemudian tekan lembut ke dalam dan ke atas.
f. Mintalah pasien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
g. Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus.
h. Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta pasien untuk menarik napas dalam selama
palpasi.

36
Limpa
a. Posisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
c. Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di bawah pinggang kiri pasien dan
tekanlah keatas.
d. Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi diatas abdomen dibawah tepi kiri
kostal.
e. Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta pasien untuk menarik napas dalam.
f. Palpasilah tepi limpa saat limpa bergerak ke bawah kearah tangan pemeriksa
g. Apabila dalam posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi pasien berbaring miring
kekanan dengan kedua tungkai bawah difleksikan.
h. Pada keadaan tertentu diperlukan Schuffner test

Aorta
a. Posisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
c. Pergunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan.
d. Palpasilah dengan perlahan namun dalam ke arah abdomen bagian atas tepat garis tengah.

Pemeriksaan Asites
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Prosedur ini memerlukan tiga tangan.
d. Minta pasien atau asisten untuk menekan perut pasien dengan sisi ulnar tangan dan lengan atas
tepat disepanjang garis tengah dengan arah vertikal.
e. Letakkan tangan pemeriksa dikedua sisi abdomen dan ketuklah dengan tajam salah satu sisi
dengan ujung- ujung jari pemeriksa.
f. Rasakan impuls / getaran gelombang cairan dengan ujung jari tangan yang satunya atau bisa
juga menggunakan sisi ulnar dari tangan untuk merasakan getaran gelombang cairan.

Colok Dubur
Pemeriksaan abdomen dapat diakhiri dengan colok dubur (sifatnya kurang
menyenangkan sehingga ditaruh paling akhir). Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien
dalam posisi miring (symposisi), lithotomi, maupun knee-chest. Pemeriksaan dapat dilakukan
dengan satu tangan maupun dua tangan (bimanual, satu tangannya di atas pelvis). Colok dubur
perlu hati-hati karena sifat anus yang sensitif, mudah kontraksi. Oleh karena itu colok dubur
dilakukan serileks mungkin menggunakan lubrikasi. Sebaiknya penderita kencing terlebih
dahulu. Pada posisi lithotomi diagnosis letak kelainan menggunakan posisi jam yakni jam 3
sebelah kanan, jam 9 sebelah kiri, jam 6 ke arah sacrum dan jam 12 ke arah pubis.

37
AUSKULTASI
a. Pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi.
b. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala.
c. Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan
ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus
untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus.
d. Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising usus dan
perhatikan frekwensi/karakternya.
e. Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan
dengarkan tiap kuadran abdomen.
f. Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian epigastrik
dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang
kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta.

PERKUSI
Abdomen
Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat
melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ berongga seperti
lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati,
limfa,pankreas,ginjal.
Perkusi Batas Hati
a. Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan pasien.
b. Lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser perlahan keatas,
sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak, tandai batas bawah hati tersebut.
c. Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah hati.
d. Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.
e. Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke5 sampai kecelah tulang iga ke7.
f. Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan bagian bawah hati pada
waktu bernapas yaitu berkisar 2 – 3 cm.

Perkusi Lambung
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium kiri.
d. Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani

3. PENGKAJIAN SISTEM PERNAFASAN


a. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.
3) Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan kondisinya, lesi, massa, gangguan tulang

38
belakang seperti : kyphosis, scoliosis dan lordosis, jumlah irama, kedalaman pernafasan, dan
kesimetrisan pergerakan dada.
4) Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan diafragma, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
5) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase ekspirasi (E). ratio
pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi
pada jalan nafas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL)/COPD.
6) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan diameter
lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya berkisar 1:2 sampai 5:7, tergantung dari cairan tubuh
klien.
7) Kelainan pada bentuk dada :
a. Barrel Chest, Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan diameter AP : T
(1:1), sering terjadi pada klien emfisema.
b. Funnel Chest (Pectus Excavatum), Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum.
Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang mengakibatkan murmur.
Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.
c. Pigeon Chest (Pectus Carinatum), Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum, dimana
terjadi peningkatan diameter AP. Timbul pada klien dengan kyphoscoliosis berat.
d. Kyphoscoliosis, Terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan mengganggu
pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien dengan osteoporosis dan kelainan
muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thorax.
e. Kiposis ,meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae torakalis menyebabkan klien
tampak bongkok.
f. Skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi vertebral.
8) Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak adekuatnya
ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.
9) Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat mengindikasikan
obstruksi jalan nafas.

b. Palpasi
1) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas,
mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal premitus (vibrasi).
2) Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti : massa, lesi,
bengkak.
3) Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.
4) Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.

c. Perkusi
1) Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada disekitarnya
dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
2) Jenis suara perkusi :

39
Suara perkusi normal resonan (sonor) : dihasilkan untuk mengetahui batas antara bagian
jantung dan paru.

d. Auskultasi
1. Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara nafas normal,
suara tambahan (abnormal), dan suara.
2. Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke
alveoli, dengan sifat bersih.
3. Suara nafas normal :
a) Bronchial : Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch. Fase ekspirasinya
lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase tersebut.
b) Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang dari
ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
c) Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular. Suaranya
terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama panjang dengan
ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.

4. SISTEM MUSKULOSKELETAL
a. Inspeksi
1) Pada saat inspeksi tulang belakang, buka baju pasien untuk menampakkan seluruh tubuh.
2) Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan amati adanya atrofi atau
hipertrofi. Kelurusan tulang belakang, diperiksa dengan pasien berdiri tegak dan membungkuk
ke depan.
3) Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan menggunakan
meteran.
4) Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur yang ditunjukkan
oleh malposisi suatu bagian tubuh.
5) Amati kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas.
6) Skoliosis ditandai dengan kulvatura lateral abnormal tulang belakang, bahu yang tidak sama
tinggi, garis pinggang yang tidak simetris, dan skapula yang menonjol, akan lebih jelas dengan
uji membungkuk ke depan.
7) Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan persendian.
8) Inspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian.
9) Inspeksi pergerakkan persendian.

b. Palpasi
1) Palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif dan pasif untuk
mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba secara involunter (spastisitas)
2) Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik atau mendorong tangan pemeriksa,
bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dengan ekstremitas kiri.

40
3) Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan.
4) Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasif akan memberikan informasi mengenai
integritas sendi. Normalnya, sendi bergerak secara halus. Suara gemletuk dapat menunjukkan
adanya ligament yang tergelincir di antara tonjolan tulang. Permukaan yang kurang rata, seprti
pada keadaan arthritis, mengakibatkan adanya krepitus karena permukaan yang tidak rata
tersebut yang saling bergeseran satu sama lain.
5) Periksa adanya benjolan, rheumatoid arthritis, gout, dan osteoarthritis menimbulkan benjolan
yang khas. Benjolan dibawah kulit pada rheumatoid arthritis lunak dan terdapat di dalam dan
sepanjang tendon yang memberikan fungsi ekstensi pada sendi biasanya, keterlibatan sendi
mempunya pola yang simetris. Benjolan pada GOUT keras dan terletak dalam dan tepat
disebelah kapsul sendi itu sendiri.
6) Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = Tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = Gerakan kontraksi.
2 = Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau gravitasi.
3 = Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = Kekuatan kontraksi yang penuh.

c. Perkusi
1) Refleks patela, Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan
refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2) Refleks biceps, lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90º, supinasi dan lengan bawah
ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps
(diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi
otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif
maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3) Refleks triceps, lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 90º, tendon triceps diketok dengan
refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon). Respon yang
normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila
ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang
sementara.
4) Refleks achilles, posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini
kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi
kaki.
5) Refleks abdominal, dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus.
Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
6) Refleks Babinski, merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki
dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon
Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon

41
yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.

5. SISTEM ENDOKRIN
Inspeksi
a. (warna kulit) : Hiperpigmentasi ditemukan pada klien addison desease atau cushing syndrom.
Hipopigmentasi terlihat pada klien diabetes mellitus, hipertiroidisme, hipotiroidisme.
b. Wajah : Variasi, bentuk dan struktur muka mungkin dapat diindikasikan dengan penyakit
akromegali mata.
c. Kuku dan rambut : Peningkatan pigmentasi pada kuku diperlihatkan oleh klien dengan
penyakit addison desease, kering, tebal dan rapuh terdapat pada penyakit hipotiroidisme,
rambut lembut hipertyroidisme. Hirsutisme terdapat pada penyakit cushing syndrom.
d. Inspeksi ukuran dan proporsional struktur tubuh klien : Orang jangkung, yang disebabkan
karena insufisiensi growth hormon. Tulang yang sangat besar, bisa merupakan indikasi
akromegali.
e. Tanda trousseaus dan tanda chvoteks : Peningkatan kadar kalsium tangan dan jari-jari klien
kontraksi (spasme karpal).

Palpasi
a. Kulit kasar, kering ditemukan pada klien dengan hipotiroidisme. Dimana kelembutan dan
bilasan kulit bisa menjadi tanda pada klien dengan hipertiroidisme. Lesi pada ekstremitas
bawah mengindikasikan DM.
b. Palpasi kelenjar tiroid (tempatkan kedua tangan anda pada sisi lain pada trachea dibawah
kartilago thyroid. Minta klien untuk miringkan kepala ke kanan Minta klien untuk menelan.
Setelah klien menelan. pindahkan pada sebelah kiri. selama palpasi pada dada kiri bawah) :
Tidak membesar pada klien dengan penyakit graves atau goiter.

Auskultasi
Auskultasi pada daerah leher diata tiroid dapat mengidentifikasi bunyi “bruit“. Bunyi yg
dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Normalnya tidak ada bunyi.

6. SISTEM INTEGUMEN
Inspeksi
a. Kaji integritas kulit warna flushing, cyanosis, jaundice, pigmentasi yang tidak teratur
b. Kaji membrane mukosa, turgor, dan keadaan umum, kulit
c. Kaji bentuk, integritas, warna kuku.
d. Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus.

Palpasi
a. Adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu.
b. Tekstur kulit.
c. Turgor kulit, normal < 3 detik
d. Area edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi, temperatur, bentuk, mobilisasi.

42
e. Palpasi Capillary refill time : warna kembali normal setelah 3 – 5 detik.

7. SISTEM NEUROLOGI
Inspeksi
a. Kaji LOC (level of consiousness) atau tingkat kesadaran : dengan melakukan pertanyaan
tentang kesadaran pasien terhadap waktu, tempat dan orang.
b. Kaji status mental.
c. Kaji adanya kejang atau tremor.

Palpasi
a. Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi, tipe dan pengobatannya.
b. Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami gangguan. Kaji adanya
hilang rasa, rasa terbakar/panas dan baal.
c. Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot, pergerakan dan postur.

Perkusi
a.Refleks patela, diketuk pada regio patela (ditengah tengah patela).
b. Refleks achilles, dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi
kaki.

8. SISTEM REPRODUKSI
Inspeksi
a. Keadaan umum, pemeriksaan khusus obstetri, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan tambahan.
b. Inspeksi tentang status gizi : anemia, ikterus.
c. Kaji pola pernapasan (sianosis, dispnea).
d. Apakah terdapat edema, bagaimana bentuk dan tinggi badan, apakah ada perubahan
pigmentasi, kloasma gravidarum, striae alba, striae lividae, striae nigra, hiperpigmentasi, dan
areola mamma.

Palpasi
a. palpasi menurut Leopold I-IV
b. Serviks, yaitu untuk mengetahui pelunakan serviks dan pembukaan serviks.
c. Ketuban, yaitu untuk mengetahui apakah sudah pecah atau belum dan apakah ada ketegangan
ketuban.
d. Bagian terendah janin, yaitu untuk mengetahui bagian apakah yang terendah dari janin,
penurunan bagian terendah, apakah ada kedudukan rangkap, apakah ada penghalang di bagian
bawah yang dapat mengganggu jalannya persalinan.
e. Perabaan forniks, yaitu untuk mengetahui apakah ada bantalan forniks dan apakah bagian
janin masih dapat didorong ke atas.

43
Auskultasi
Auskultasi untuk mengetahui bising usus, gerak janin dalam rahim, denyut jantung janin,
aliran tali pusat, aorta abdominalis, dan perdarahan retroplasenter.

9. SISTEM PERKEMIHAN
Inspeksi
1) Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan ada/tidaknya
sedimen.
2) Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta riwayat infeksi
saluran kemih.
3) Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter, silikon kateter atau urostomy atau
supra pubik kateter.
4) Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait dengan sistem
perkemihan.

Palpasi
1. Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih)
2. Untuk melakukan palpasi Ginjal Kanan: Posisi di sebelah kanan pasien. Tangan kiri
diletakkan di belakang penderita, paralel pada costa ke-12, ujung cari menyentuh sudut
costovertebral (angkat untuk mendorong ginjal ke depan). Tangan kanan diletakkan dengan
lembut pada kuadran kanan atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada
puncak inspirasi tekan tangan kanan dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap
ginjal di antar kedua tangan (tentukan ukuran, nyeri tekan ga). Pasien diminta membuang nafas
dan berhenti napas, lepaskan tangan kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali waktu
ekspirasi.
3. Dilanjutkan dengan palpasi Ginjal Kiri : Pindah di sebelah kiri penderita, Tangan kanan untuk
menyangga dan mengangkat dari belakan. Tangan kiri diletakkan dengan lembut pada kuadran
kiri atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan
tangan kiri dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan
(normalnya jarang teraba).

Perkusi
Untuk pemeriksaan ketok ginjal prosedur tambahannya dengan mempersilahkan
penderita untuk duduk menghadap ke salah satu sisi, dan pemeriksa berdiri di belakang
penderita. Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12
dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kanan). Satu tangan
diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan
memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kiri). Penderita diminta untuk
memberiksan respons terhadap pemeriksaan bila ada rasa sakit.

44
7. Proses keperawatan : tahapan dalam proses keperawatan (pengkajian keperawatan,
diagnosa keperawatan, tujuan keperawatan, rencana keperawatan, tindakan keperawatan,
evaluasi keperawatan).
1. Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan
pengumpulan data atau perolehan data yang akurat dari pasien guna mengetahui berbagai
permasalahan yang ada. Perawat juga harus memiliki berbagai pengetahuan, diantaranya
pengetahuan tentang kebutuhan biopsikososial dan spiritual bagi manusia, pengetahuan tentang
kebutuhan perkembangan manusia (tumbuh kembang), pengetahuan tentang konsep sehat dan
sakit, pengetahuan tentang patofisiologi tentang penyakit yang dialami, pengetahuan tentang
sistem keluarga, budaya, nilai-nilai keyakinan yang dimiliki pasien dan sebagainya.Perawat juga
harus memiliki kemampuan melakukan observasi secara sistematis kepada pasien, kemampuan
berkomunikasi secara verbal atau nonverbal, kemampuan menjadi pendengar yang baik,
menciptakan hubungan saling membantu, membangun kepercayaan, mengadakan wawancara,
kemampuan dalam melakukan pengkajian atau pemeriksaan fisik keperawatan.
Tahap pengkajian dilakukan dengan tahapan berikut :
a. Pengumpulan data; merupakan upaya untuk mendapatkan data sebagai informasi tentang
pasien. Data yang dibutuhkan tersebut mencakup data tentang biopsikososial dan spiritual atau
data yang berhubungan dengan masalah pasien serta data tentang faktor-faktor yang yang
memengaruhi masalah pasien. Dalam pengumpulan data, perangkat, atau format yang dimilki
dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara :
1. Wawancara, yaitu melalui komunikasi untuk mendapatkan respons dari pasien dengan tatap
muka
2. Observasi, dengan mengadakan pengamatan secara visual atau secara langsung kepada
pasien
3. Konsultasi, dengan melakukan konsultasi kepada ahli atau spesial bagian
4. Pemeriksaan, yaitu peneriksaan fisik dengan metode inspeksi melalui pengamatan secara
langsung pada organ yang diperiksa; palpasi dengan cara meraba organ yang diperiksa;
perkusi dengan melakukan pengetukan menggunakan jari telunjuk atau palu (hammer) pada
pemeriksaan neurologis; dan auskultasi dengan mendengarkan bunyi bagian organ yang
diperiksa, pemeriksaan laboratorium.
b. Validasi Data ; merupakan upaya untuk memberikan justifikasi pada data yang telah
dikumpulkan dengan melakukan perbandingan data subjektif dan objektif yang dikumpulkan
dari berbagai sumberberdasarkan standar nilai normal, untuk menemukan kemungkinan
pengkajian ulang atau pengkajian tambahan tentang data yang ada.
c. Identifikasi Pola/Masalah ; merupakan kegiatan terakhir dari tahap pengkajian setelah
dilakukan validasi data. Melalui identifikasi pola atau masalah dapat diketahui
gangguan/masalah keperawatan yang terdapat pada fungsi kesehatan, seperti pada persepsi
tata laksana kesehatan, pola aktivitas latihan, pola nutrisi metabolisme dll.

45
2.TahapDiagnosisKeperawatan
Merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai
akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial (Carpenito,
1995).

3. Tahap Perencanaan
Tahap ini merupakan proses penyusunan berbagagai intervensi keperawatan yang
dibutuhkan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi masalah-masalah pasien.
Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan yang mmebutuhkan berbagai
pengetahuan dan keterampilan diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan dari
pasien, nilai dan kepercayaan pasien, batasan praktik keperawatan, peran dari tenaga kesehatan
lainnya, kemampuan dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan, serta
memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan.

4. Tahap Pelaksanaan
Merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakanberbagai
strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat
harus mampu mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada
pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak
pasien tingkat perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan, terdapat dua tindakan yaitu
tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi.
Berikut adalah contoh tindakan keperawatan mandiri (tindakan independen) dan kolaborasi
(interdependen) :
1.Tindakan Mandiri : Mengajarkan pasien menggunakan walker, mengkaji ROM ekstremitas
atas pasien dll
2.Tindakan Kolaborasi : Berkonsultasi dengan ahli terapi fisik mengenai kemajuan pasien
menggunakan walker.

5. Tahap Evalusi
Evaluasi merupakan tahapan terakhir proses keperawatan dengan cara menilai sejauh
mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam mengevaluasi perawat harus
memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami respons terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Tahap evaluasi ini terdiri atas dua kegiatan, yaitu evaluasi hasil dan evaluasi proses. Evaluasi
proses dilakukan selama proses perawatan berlangsung atau menilai respons pasien, sedangkan
evaluasi target tujuan yang dihasilkan.

Dokumentasi
Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada pemeriksaan atau
pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format khusus yang mempermudah
pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil sebelum membantu klien

46
berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau
mendapatkan data tambahan. Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana
asuhan. Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama dengan
langkah-langkah proses keperawatan.

47
BAB III
PEMBAHASAN PERSONAL HIGIENE

1 Konsep personal Hygiene


Pengertian personal hygiene
Personal Hygiene berasal dari bahasaYunani yaitu personal yang artinya perorangan dan
hygiene berarti sehat. Kebersihanseseorang adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihandan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
Menurut beberapa ahli :
a.       Sjarifuddin
Personal hygiene adalah kesehatan pada seseorang atau perseorangan. Sjarifudin. 1979
(dalam Basyar.2005)
b.      Efendy
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan halyang sangat penting dan harus
diperhatikan karena kebersihanakan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang.
Kebersihanitu sendiri dangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan.Hal-hal yang sangat
berpengaruh itu di antaranya kebudayaan,sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang
terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan. (dalam Astutiningsih, 2006)
c.       Depkes
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalammemenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya,kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan
kondisi kesehatannya, kliendinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
d.      Nurjannah
Defisit perawatan diri adalah gangguankemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan
diri (mandi, berhias,makan, toileting)
e.       Poter. Perry
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatutindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri
adalah kondisidimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya
(dalam Tarwoto dan Wartonah 2006 )
Jika seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan. Hal ini terjadi
karena kita menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut
dibiarkan terus dapat mempengaruhi kesehatan secara umum. Karena itu hendaknya setiap orang
selalu berusaha supayapersonal hygiennya dipelihara dan ditingkatkan. Kebersihan dankerapian
sangat penting dan diperlukan agar seseorang disenangidan diterima dalam pergaulan, tetapi juga
karena kebersihan diperlukan agar seseorang dapat hidup secara sehat.

48
Faktor yang mempengaruhi personal hygiene
a.         Citra tubuh
Penampilan umum klien dapat menggambarkan pentinya hygiene pada orang tersebut.
Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya. Citra tubuh ini
dapat sering berubah. Citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan hygiene. Jika seorang
klien rapi sekali maka perawat mempertimbaagkan rincian kerapian ketika merencanakan
keperawatan dan berkonsultasi pada klien sebelum membuat keputusan tentang bagaimana
memberikan peraatan hygienis. Karena citra tubuh klien dapat berubah akibat pembedahan atau
penyakit fisik maka perawat harus membuat suatu usaha ekstra untuk meningkatkan hygiene.
b.         Praktik social.
Kelompok-kelompok social wadah seorang klien berhubungan dapat mempengaruhi
praktik hygiene pribadi. Selama masa kanak-kanak, kanak-kanak mendapatkan praktik hygiene
dari orang tua mereka. Kebiasaan keluarga, jumlah orang dirumah, dan ketersediaan air panas
dan atau air mengalir hanya merupakan beberapa faktok yang mempengaruhi perawatan
kebersihan.
c.          Status sosio-ekonomi
sumber daya ekonomi seeorang mempengruhi jenis dan tingkat praktik kebersihan
yang digunakan. Perawat hrus menentukan apakah klien dapat menyediakan bahan-bahan yang
penting seperti deodorant, sampo, pasta gigi dan kometik. Perawat juga harus menentukan jika
penggunaan produk-produk ini merupakan bagian dari kebiasaan social yang dipraktikkan oleh
kelompok social klien.
d.         Pengetahuan
Pengtahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya bagi kesehatan
mempengaruhi praktik hygiene. Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup. Klien
juga harus termotivasi untuk memelihara perawatan-diri. Seringkali, pembelajaran tentang
penyakit atau kondisi mendorong klien untuk meningkatkan hygiene. Pembelajaran praktik
tertentu yang diharapkan dan menguntungkan dalam mngurangi resiko kesehatan dapat
memotifasi seeorang untuk memenuhi perawatan yang perlu.
e.         kebudayaan
Kepercayaan kebudayaan klien dan nilai pribadi mempengaruhi perawatan hygiene.
Orang dari latar kebudayaan yang berbeda mengikuti praktik keperawatan diri yang berbeda
pula. Di asia kebersihan dipandang penting bagi kesehatan. Di Negara-negara eropa,
bagaimanapun, hal ini biasa untuk mandi secara penuh hanya sekali dalam seminggu.
f.           Pilihan pribadi
Setiap klien memiliki keinginan individu dan pilihan tentang kapan untuk mandi,
bercukur, dan melakukan perawatan rambut . klien memilih produk yang berbeda (mis. Sabun,
sampo, deodorant, dan pasta gigi) menurut pilihan pribadi.
g.         kondisi fisik.
Orang yang menderita penyakit tertentu (mis. Kanker tahap lanjut) atau menjalani
operasi sering kali kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan hygiene pribadi.

49
Tipe personal hygiene
1. Kesehatan Gigi dan Mulut
Mulut beserta lidah dan gigi merupakan sebagian dari alat pencerna makanan. Mulut
berupa suatu rongga yangdibatasi oleh jaringan lunak, dibagian belakang berhubungandengan
tengggorokan dan didepan ditutup oleh bibir. Lidahterdapat didasar rongga mulut terdiri dari
jaringan yang lunakdan ujung-ujung syaraf pengecap. Gigi terdiri dari jaringan kerasyang
terdapat di rahang atas dan bawah yang tersusun rapidalam lengkungan (Depdikbud, 1986:33).
Makanan sebelum masuk ke dalam perut, perludihaluskan, maka makanan tersebut
dihaluskan oleh gigi dalam rongga mulut. Lidah berperan sebagai pencampur
makanan,penempatan makanan agar dapat dikunyah dengan baik danberperan sebagai indera
perasa dan pengecap. Penampilanwajah sebagian ditentukan oleh tata letak gigi. Disamping itu
juga sebagai pembantu pengucapan kata-kata dengan jelas danterang (Soenarko, 1984:
28).Seperti halnya dengan bagian tubuh yang lain, makamulut dan gigi juga perlu perawatan
yang teratur danseyogyanya sudah dilakukan sejak kecil. Untuk pertumbuhangigi yang sehat
diperlukan sayur-sayuran yang cukup mineralseperti zat kapur, makanan dalam bentuk buah-
buahan yangmengandung vitamin A atau C sangat baik untuk kesehatan gigidan mulut. Gosok
gigi merupakan upaya atau cara yang terbaikuntuk perawatan gigi dan dilakukan paling sedikit
dua kali dalamsehari yaitu pagi dan pada waktu akan tidur. Denganmenggosok gigi yang teratur
dan benar maka plak yang adapada gigi akan hilang. Hindari kebiasaan menggigit benda-benda
yang keras dan makan makanan yang dingin dan terlalupanas (Depdikbud, 1986: 30).Gigi yang
sehat adalah gigi yang rapi, bersih, bercahaya,gigi tidak berlubang dan didukung oleh gusi yang
kencang danberwarna merah muda. Pada kondisi normal, dari gigi dan mulut
2. Kesehatan Rambut dan kulit rambut
Rambut berbentuk bulat panjang, makin ke ujung makinkecil dan ujungnya makin kecil.
Pada bagian dalam berlubangdan berisi zat warna. Warna rambut setiap orang tidak
samatergantung zat warna yang ada didalamnaya.
Rambut dapattumbuh dari pembuluh darah yang ada disekitar rambut(Depdikbud,
1986:23).
Rambut merupakan pelindung bagi kulit kepala dari sengatan matahari dan hawa dingin.
Dalam kehidupan sehari-hari sering nampak pemakaian alat perlindungan lain sepertitopi, kain
kerudung dan masih banyak lagi yang lain.Penampilan akan lebih rapi dan menarik apabila
rambutdalam keadaan bersih dan sehat. Sebaliknya rambut yangdalam keadaan kotor, kusam dan
tidak terawat akan terkesan jorok dan penampilan tidak menarik.
Rambut dan kulit kepala harus selalu sehat dan bersih,sehingga perlu perawatan yang
baik. Untuk perawatan rambutdapat ditempuh dengan berbagai cara namun demikian carayang
dilakukan adalah cara pencucian rambut.
Rambut adalah bagian tubuh yang paling banyak mengandung minyak. Karenaitu
kotoran, debu, asap mudah melekat dengan demikian makapencucian rambut adalah suatu
keharusan. Pencucian rambutdengan shampoo dipandang cukup apabila dilakukan dua kalidalam
seminggu (Depdikbud, 1986:12).
Rambut yang sehat yaitu tidak mudah rontok dan patah,tidak terlalu berminyak dan
terlalu kering serta tidak berketombedan berkutu.

50
Tujuan bagi klien yang membutuhkan perawatan rambut dan kulit kepala meliputi sebagai
berikut:
1.      Pola kebersihan diri klien normal
2.      Klien akan memiliki rambut dan kulit kepala bersih yang sehat
3.      Klien akan mencapai rasa nyaman dan harga diri
4.      Klien dapat mandiri dalam kebersihan diri sendiri
5.      Klien akan berpartisipasi dalam praktik perawatan rambut.
3. Kesehatan kulit
Kulit terletak diseluruh permukaan luar tubuh. Secara garis besar kulit dibedakan menjadi
2 bagian yaitu bagian luar yang disebut kulit ari dan bagian dalam yang disebut kulit jangat.
Kulit ari berlapis-lapis dan secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu
lapisan luar yangdisebut lapisan tanduk dan lapisan dalam yang disebut lapisanmalpighi. Kulit
jangat terletak disebelah bawah atau sebelahdalam dari kulit ari (Depdikbud, 1986:16).Kulit
merupakan pelindung bagi tubuh dan jaringan dibawahnya. Perlindungan kulit terhadap segala
rangsangan dariluar, dan perlindungan tubuh dari bahaya kuman penyakit. Sebagai pelindung
kulitpun sebagai pelindung cairan-cairantubuh sehingga tubuh tidak kekeringan dari cairan.
Melaluikulitlah rasa panas, dingin dan nyeri dapat dirasakan. Guna kulit yang lain sebagai alat
pengeluaran ampas-amps berupa zatyang tidak terpakai melalui keringat yang keluar lewat pori-
pori(Soenarko, 1984:4).Kulit yang baik akan dapat menjalankan fungsinyadengan baik sehingga
perlu dirawat. Pada masa yang modernsekarang ini tersedia berbagai cara modern pula berbagai
perawatan kulit. Namun cara paling utama bagi kulit, yaitupembersihan badan dengan cara
mandi. Perawatan kulitdilakukan dengan cara mandi 2 kali sehari yaitu pagi dan sore.Tentu saja
dengan air yang bersih. Perawatan kulit merupakankeharusan yang mendasar (Depdikbud,
1986:23).Kulit yang sehat yaitu kulit yang selalu bersih, halus, tidakada bercak-bercak merah,
tidak kaku tetapi lentur (fleksibel)
4. Kesehatan Telinga
Telinga dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu bagianpaling luar, bagian tengah, dan daun
telinga. Telinga bagian luar terdiri dari lubang telinga dan daun telinga. Telinga bagiantengah
terdiri dari ruang yang terdiri dari tiga buah ruang tulangpendengaran. Ditelinga bagian dalam
terdapat alatkeseimbangan tubuh yang terletak dalam rumah siput(Depdikbud, 1986 : 30).Telinga
merupakan alat pendengaran, sehingga berbagaimacam bunyi- bunyi suara dapat didengar.
Disamping sebagai alat pendengaran telinga juga dapat berguna sebagai alatkeseimbangan tubuh.
Menjaga kesehatan telinga dapat dilakukan dengan pembersihan yang berguna untuk mencegah
kerusakan dan infeksi telinga. Telinga yang sehat yaitu lubang telinga selalu bersih,untuk
mendengar jelas dan telinga bagian luar selalu bersih.
5. Kesehatan Kuku
Kuku terdapat di ujung jari bagian yang melekat pada kulit yang terdiri dari sel-sel yang
masih hidup. Bentuk kuku bermacam-macam tergantung dari kegunaannya ada yangpipih, bulat
panjang, tebal dan tumpul (Depdikbud, 1986:21).Guna kuku adalah sebagai pelindung jari,
alatkecantikan, senjata , pengais dan pemegang (Depdikbud ,1986:22). Bila untuk keindahan
bagi wanita karena kuku harusrelatif panjang, maka harus dirawat terutama dalam
halkebersihannya. Kuku jari tangan maupun kuku jari kaki harus selalu terjaga kebersihannya

51
karena kuku yang kotor dapat menjadisarang kuman penyakit yang selanjutnya akan ditularkan
kebagian tubuh yang lain.
6. Kesehatan Mata
Perawatan Mata
Pembersihan mata biasanya dilakukan selama mandi dan melibatkan pembersihan dengan
washlap bersih yang dilembabkan kedalam air. Sabun yang menyebabkan panas dan iritasi
biasanya dihindari. Perawat menyeka dari dalam ke luar kantus mata untuk mencegah sekresi
dari pengeluaran ke dalam kantong lakrimal. Bagian yang terpisah dari washlap digunakan sekali
waktu untuk mencegah penyebaran infeksi. Jika klien memiliki sekresi kering yang tidak dapat
diangkat dengan mudah dengan menyeka, maka perawat dapat meletakkan kain yang lembab
atau kapas pada margin kelopak mata pertama kali untuk melunakkan sekresi. Tekanan langsung
jangan digunakan diatas bola mata karena dapat meyebabkan cedera serius.
Klien yang tidak sadar memerlukan perawatan mata yang lebih sering. Sekresi bisa
berkumpul sepanjang margin kelopak mata dan kantus sebelah dalam bila refleks berkedip tidak
ada atau ketika mata  tidak dapat menutup total. Mata dapat dibersihkan dengan kapas steril yang
diberi pelembab normal salin steril. Air mata buatan bisa diperlukan, dan pesanan untuk itu harus
diperoleh dai dokter.  Tindakan pencegahan harus digunakan jika potongan kecil digunakan pada
mata karena dapat meyebabkan cedera kornea.
7. Kesehatan Hidung
Klien biasanya mengangkat sekresi hidung secara lembut dengan membersihkan ke dalam
dengan tisu lembut. Hal ini menjadi hygiene harian yang diperlukan. Perawat mencegah klien
jangan mengeluarkan kotoran dengan kasar karena mengakibatkan tekanan yang dapat
mencenderai gendang telinga, mukosa hidung, dan bahkan struktur mata yang sensitif.
Perdarahan hidung adalah tanda kunci dari pengeluaran yang kasar, iritasi mukosa, atau
kekeringan.
Jika klien tidak dapat membuang sekresi nasal, perawat membantu dengan menggunakan
washlap basah atau aplikator kapas bertangkai yang dilembabkan dalam air atau salin. Aplikator
seharusnya jangan dimasukkan melebihi panjang ujung kapas. Sekresi nasal yang berlebihan
dapat juga dibuang dengan pengisap. Pengisap nasal merupakan kontraindikasi dalam
pembedahan nasal atau otak.

Jenis personal hygiene


Berdasarkan waktu pelaksanaannya
Menurut Alimul (2006) personal hygiene berdasarkan waktu pelaksanaannyadibagi menjadi
empat yaitu:
a.   Perawatan dini hari
Merupakan personal hygiene yang dilakukan pada waktubangun tidur, untuk melakukan
tindakan untuk tes yang terjadwal seperti dalam pengambilan bahan pemeriksaan (urine atau
feses), memberikan pertolongan seperti menawarkan bedpan atau urinal jika pasien tidak mampu
ambulasi, mempersiap kanpasien dalam melakukan sarapan atau makan pagi dengan melakukan
tindakan personal hygiene, seperti mencuci muka, tangan, menjaga kebersihan mulut,

52
b.   Perawatan pagi hari
merupakan personal hygiene yang dilakukan setelah melakukan sarapan atau makan pagi
seperti melakukan pertolongan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi (BAB / BAK), mandi atau
mencuci rambut, melakukan perawatan kulit, melakukan pijatan pada punggung, membersihkan
mulut, kuku, rambut, serta merapikan tempat tidur pasien. Hal ini sering disebut sebagai
perawatan pagi yang lengkap.
c.    Perawatan siang hari
Merupakan personal hygiene yang dilakukan setelahmelakukan berbagai tindakan
pengobatan atau pemeriksaan dan setelah makan siangdimana pasien yang dirawat di rumah sakit
seringkali menjalani banyak tes diagnostik yang melelahkan atau prosedur di pagi hari. Berbagai
tindakan personal hygiene yang dapat dilakukan, antara lain mencuci muka dan tangan,
membersihkanmulut, merapikan tempat tidur, dan melakukan pemeliharaan kebersihan
lingkungankesehatan pasien.
d.   Perawatan menjelang tidur
Merupakan personal hygiene yang dilakukanpada saat menjelang tidur agar pasien relaks
sehingga dapat tidur atau istirahat dengantenang. Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan, antara
lain pemenuhan kebutuhaneliminasi (BAB / BAK), mencuci tangan dan muka, membersihkan
mulut, danmemijat daerah punggung

Tujuan Personal Hygiene


1. Tujuan perawatan personal hygiene adalah
a.       Menghilangkan minyak yang menumpuk , keringat , sel-sel kulit yang mati dan bakteri
b.      Menghilangkan bau badan yang berlebihan
c.       Memelihara integritas permukaan kulit
d.      Menstimulasi sirkulasi / peredaran darah
e.       Meningkatkan perasaan sembuh bagi klien
f.        Memberikan kesempatan pada perawatan untuk mengkaji kondisi kulit klien.
g.       Meningkatkan percaya diri seseorang
h.       Menciptakan keindahan
i.         Meningkatkan derajat kesehatan sesorang

Dampak yang sering ditimbulkan


1. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yangsering terjadi adalah:Gangguan
intergritas kulit,gangguan membranemukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga,dan gangguan
fisik padakuku.
2.Dampak Psikososial
Masalah social yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi
diri,dan gangguan interaksisosial.

53
Askep personal hygiene
1     Pengkajian
a.      Riwayat keperawatan
1)      Pola kebersihan tubuh
2)      Perlengkapan personal hygiene yang dipakai
3)      Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene
b.      Pemeriksaan fisik
1)      Rambut
a)      Keadaan kesuburan rambut
b)      Keadaan rambut yang mudah rontok
c)      Keadaan rambut yang kusam
d)      Keadaan tekstur
2)      Kepala
a)      Botak/alopesia
b)      Ketombe
c)      Berkutu
d)      Adakah Eritema
e)      Kebersihan
3)      Mata
a)      Apakah sklera ikterik
b)      Apakah kunjungtiva pucat
c)      Kebersihan mata
d)      Apakah gatal/mata merah
4)      Hidung
a)      Adakah pilek
b)      Adakah elergi
c)      Adakah pendarahan
d)      Adakah perubahan penciuman
e)      Kebersihan hidung
f)        Bagaimana membran mukosa
g)      Adakah septum deviasi
5)      Mulut
a)      Keadaan mukosa mulut
b)      Kelembapannya
c)      Adakah lesi
d)      Kebersihan
6)      Gigi
a)      Adakah karang gigi
b)      Adakah karies
c)      Kelengkapan gigi
d)      Pertumbuhan
e)      Kebersihan

54
7)      Telinga
a)      Adakah kotoran
b)      Adakah lesi
c)      Bagaimana bentuk telinga
d)      Adakah infeksi
8)      Kulit
a)      Kebersihan
b)      Adakah lesi
c)      Keadaan turgor
d)      Warna kulit
e)      Suhu
f)        Teksturnya
g)      Pertumbuhan bulu
9)      Kuku tangan dan kaki
a)      Bentuknya bagaimana
b)      Warnanya
c)      Adakah lesi
d)      Pertumbuhannya
10)  Genetalia
a)      Kebersihan
b)      Pertumbuhan rambut pubis
c)      Keadaan kulit
d)      Keadaan lubang uretra
e)      Keadaan skrotum, testis pada pria
f)        Cairan yang dikeluarkan
11)  Tubuh secara umum
a)      Kebarsihan
b)      Normal
c)      Keadaan postur

2. Diagnosa keperawatan
a.      Gangguan integritas kulit
Definisi : keadaan di mana kulit seseorang tidak utuh.Kemungkinan berhubungan dengan :
1) Bagian tubuh yang lama tertekan
2) Imobilitasi
3) Terpapar zat kimia
Kemungkinan data yang ditemukan
1) Kerusakan jaringan kulit
2) Gangrene
3) Dekubitus
4) Kelemahan fisik
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :

55
1) Stroke
2) Fraktur femur
3) Koma
4) Trauma medulla spinalis
Tujuan yang diharapkan
1) Pola kebersihan diri pasien normal
2) Keadaan kulit, rambut kepala bersih
3) Klien dapat mandiri dalam kebersihan diri sendiri
b. Gangguan membrane mukosa mulut
Definisi : kondisi dimana mukosa mulut pasien mengalami luka
Kemungkinan berhubungan dengan :
1) Trauma oral
2) Pembatasan intake cairan
3) Pemberian kemoterapi dan radiasi pada kepala dan leher
Kemungkinan data yang ditemukan
1) Iritasi atau luka pada mukosa mulut
2) Peradangan atau infeksi
3) Kesulitan dalam makan dan menelan
4) Keadaan mulut yang kotor
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada
1) Stroke
2) Stomatitis
3) Koma
Tujuan yang diharapkan
1) Keadaan mukosa mulut, lidah dalam keadaan utuh, warnamerah muda
2) Inflamasi tidak terjadi
3) Klien mengatakan rasa nyaman
4) Keadaan mulut bersih
c. Kurangnya perawatan diri / kebersihan diri
Definisi : kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk
dirinya.
Kemungkinan berhubungan dengan :
a. Kelelahan fisik
b. Penurunan kesadaran
Kemungkinan data yang ditemukan.
a. Badan kotor dan berbaub.
b. Rambut kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Bau mulut dan motor

Prosedur personal hygiene


Personal hygiene rambut sampai kaki

56
a.      Perawatan kulit kepala dan rambut
Merupakan tindakan keperawatan pada pasien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
perawatan diri dengan cara mencuci dan menyisir rambut.Tujuannya adalah membersihkan
kuman kuman yang ada pada kulit kepala ,menambaha rsa nyaman,membasmi kutu atau
ketombe yang melekat pada kulit ,serta memperlancar system peredaran darah di bawah kulit.
Alat dan Bahan
1.Handuk secukupnya
2.Perlak atau pengalas
3.Baskom berisi air hanagt
4.Sampo atau sabun dalam tempatnya
5.Kasa dan kapas
6.Sisir
7.Bengkok/nierbekken
8.Gayung
9.Ember kosong
Menjaga kebersihan atau pemeliharaan rambut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.   Pencucian Rambut
Frekuensi pencucian rambut sangat tergantung pada hal – hal berikut:
a.      Tebal atau tipisnya rambut, semakin tebal harus semakin sering dicuci.
b.      Lingkungan atau tempat tinggal seseorang, misalnya pada lingkungan yang berdebu orang
tersebut harus sering mencuci rambutnya.
c.      Seseorang yang memakai minyak rambut harus sering mencuci rambutnya.
Adapun cara – cara mencuci rambut adalah :
Prosedur Kerja
1.      Jelaskan prosedur pada pasien
2.      Cuci tangan
3.      Tutup jendela atau pasang sampiran
4.      Kondisikan pasien dalam posisi tidur
5.      Letakkan baskom di bawah tempat tidur tepat di bawah kepala pasien
6.      Pasang perlak atau pengalas di bawah kepala dan sambungkan ke arah bagian baskom dengan
pinggir di gulung
7.      Tutup telinga dengan kapas
8.      Tutup dada dengan handuk sampai ke leher
9.      Kemudian,sisir rambut dan lakukan pencucian dengan air hangat ,selanjutnya gunakan sampo
dan bilas dengan air hangat sambil di pijat
10.  Setelah selesai keringkan
11.  Cuci tangan
b.      Perawatan kulit seluruh tubuh
Kulit memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga dan memelihara kesehatan
tubuh. Cara membersihkan kulit secara keseluruhan umumnya dengan mandi, karena mandi
berguna untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada permukaan kulit, menghilangkan bau
keringat, merangsang peredaran darah dan syaraf dan mengembalikan kesegaran tubuh.

57
a.      Cara merawat kulit
Alat dan Bahan :
a.Baskom cuci
b.Sabu
c.Air
d.Agen pembersih
e.Balutan
f.Pelindung kulit
g.Plester
h.Sarng tangan
Prosedur Kerja
1.Jelaskan prosedur pada pasien
2.Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
3.Tutup pintu ruangan
4.Atur posisi pasien
5.Kaji ulang /kulit tertekan dengan memperhatikan warna ,kelembaban ,penampilan ,sekitar
kulit,ukur diameter kulit,ukur kedalaman.
6.Cuci kulit sekitar luka dengan air hangat atau sabun cuci secara menyeluruh dengan air.
7.Perlahan lahan keringkan kulit secara menyeluruh.
8.Bersihakan luka secara menyeluruh dengan cairan normal atau larutan pembersih ,gunakan
,semprit irigasi luka pada luka yang dalam.
9.Setelah selesai berikan obat atau agen topical.
10.Catat hasil
11.Cuci tangan
c. Memandikan Pasien di Tempat Tidur
Tindakann keperawatan di lakukan pada pasien yang tidak mampu mandi secara sendiri dengan
cara memandikan di tempat tidur.Tujuannya adalah menjaga kebersihan tubuh ,mengurangi
infeksi akibat kulit kotor ,memperlancar sisitem peredaran darah , dan menambah kenyamanan
pasien.
Alat dan Bahan
1.Baskom mandi du buah,masing masing berisi air dingin dan hangat.
2.Pakaian pengganti
3.Kain penutup
4.Handuk,sarung tangan pengusap badan
5.Tempat untuk pakaian kotor
6.Sampiran
7.Sabun
Prosedur Kerja
1.      Jelaskan prosedur pada pasien
2.      Cuci tangan
3.      Atur posisi pasien
4.      Lakukan tindakan memandikan pasien yang di awali dengan membentangkan handuk di bawah

58
kepala ,kmudian bersihkan muka ,telinga ,dan leher dengan sarung tangan pengusap.Kerngkan
dengan handuk.
5.      Kain penutup di turunkan ,kedua tangan pasin di angkat dan di pindahkan handuk di atas dada
pasien ,lalu bentangkan.Kemudian ,kembalikan kedua tangan ke posisi awal di atas handuk,lalu
basahi kedua tangan dengan air bersih.Lalu keringkan dengan handuk.
6.     Kedua tangan di angkat,handuk di pindahkan di sisi pasien,bersihkan daerah dada dan perut,lalu
keringkan dengan handuk.
7.      Miringkan pasien ke kiri,handuk di bentangkan di bawah punggung sampai glutea dan basahi
punggung hingga glutea,lalu keringkan dengan handuk.Selanjutnya,miringkan pasien ke kanan
dan lakukan hal yang sama.Kemudian,kembalikan pasien pada posisi telentang dan pasangkan
pakaian dengan rapi.
8.      Letakkan handuk di bawah lutut lalu bersihakan kaki .Kaki yang paling jauh di dahulukan dan
di keringkan dengan handuk
9.     Ambil handuk dan letakkan di bawah glutea.Pakaian bawah perut di buka ,lalu bersihakan
daerah lipatan paha dan genetalia.Setelah selseai ,pasnag kembali pakaian dengan rapai
10.  Cuci tangan.
a.      Memelihara kebersihan dan kesehatan mata
Yang perlu dipersiapkan
a.       Air hangat
b.      Kapas
c.       Kain
d.      Sapu tangan yang bersih
Prosedurnya :
1. Mata sebaiknya dibersihkan setiap hari.
2.   Sewaktu – waktu sebaiknya dibersihkan dengan boor water 3% atau air yang sudah
dimasak. Caranya ialah dengan menyapukan kapas mulai dari pinggir mata menuju ke arah
tengah ( menuju hidung ). Lakukan hal ini berulang – ulang sampai mata terasa bersih
3.  Jangan menggosok mata dengan tangan yang kotor, kain atau sapu tangan yang kotor atau
sapu tangan orang lain.
4.    Periksakan mata ke setahun sekali ke dokter spesialis atau petugas kesehatan terdekat.
5.    Biasakan membaca pada tempat yang cukup terang dengan jarak mata dan obyek yang
dibaca tidak kurang dari 30 cm.
Membersihkan kacamata
Membersihan Kacamata. Kacamata terbuat kaca yang diperkeras atau plastik yang tahan
akan pengaruh untuk mencegah pecah. Namun, karena biaya , perawat harus hati-hati bila
membersihkan kacamata dan harus melindungi dari kerusakan atau kehancuran lain ketika tidak
digunakan. Kacamata harus diletakkan pada tempatnya dan di laci meja sebelah tempat tidur
ketika tidak digunakan. Air hangat adalah cukup untuk membersihakn lensa kacamat. Kain yang
lembut paling baik untuk mengeringkan sehingga mencegah goresan. Lensa plastik dapat
tergores dengan mudah dan memerlukan larutan pembersih khusus dan tissue kering.
Perawatan Lensa Kontak. Lensa kontak adalah kecil, bulat, transparan dan kadang-kadang
berbentuk cakram berwarna yang pas diletakkan di atas kornea mata. Lensa mengambang pada

59
lapisan air mata yang meminyaki mata. Lensa kontak dibentuk khusus untuk mengoreksi
kesalahan rekraktif mata atau ketidaknormalan bentuk kornea. Lensa kontak relatif mudah
digunakan dan dilepaskan. Ada tiga tipe lensa kontak: keras, lembut dan dapat ditembus gas
yang kaku (RGP), juga dikenal sebagai lensa yang dapat ditembus oksigen.
Bila lensa kontak dipakai klien, lensa mengakumulasi sekresi dan benda asing. Material
ini memburuk dan kemudian mengiritasi mata, yang menyebabkan gangguan penglihatan dan
risiko infeksi. Setelah dilepas, lensa kontak harus dibersihkan dan didesinfeksi dengan teliti.
Lensa kontak memberikan beberapa keuntungan dibandingkan kacamata.
1.      Meningkatkan kejelasan penglihatan
2.      Lebih aman dari kacamata selama aktivitas tertentu
3.      Memperhalus secara optik permukaan yang tidak rata dari mata
4.      Memberikan penampilan yang lebih atraktif untuk pemakai.
b. Perawatan Lensa kontak
Prosedur perawatan lensa kontak
1. Inspeksi mata atau Tanya pada klien apakah kontak lensa di gunakan
2. Kaji kemampauan klien untuk memanipulasi dan memegang kontak lensa
3. Setelah lensa di lepas ,inspeksi mata terhadap tanda tanda iritasi kornea,air mata yang
berlebihan ,kemerahan,rasa perih terbakar.
4. Persiapakn peralatan dan bahan yang di perlukan untuk melepasklan lensa :
a.Tempatnya penyimpanan lensa kontak di beri label dengan nama klien
b.Mangkuk pengisap lensa
c.Lrutan saline steril
d.Handuk mandi
5. Persiapkan peralatan dan bahan untuk pembersihan dan insersi
a.Lensa di dalam tempat penyimpanna yang bersih,di beri label nama klien
b.Peralatan desinfektan termal
c.Pembersih sunfaktan
d.Larutan pembilas
e.Desinfektan lensa steril dan larutan enzim
f.Larutan pembasah steril untuk lensa keras
g.Bola kapas atau kapas bertangkai
h.Handuk mandi
i.Gelas berisi air hangat
6. Diskusikan prosedur dengan klien
7. Atur posisi klien yang telentang atau duduk di tempat tidur atau kursi
8.Melepas lensa lunak
a.Cuci tangan
b.Letakkan handuk di bawah wajah klien
c.Tanbahkan beberapa tetes salin steril ke mata klien
d.Minta klien untuk memandang lurus ke depan
e.Manggunakan jari tengah ,tarik kelopak mata bagian bawah
f.Dengan telapak jari telunjuk pada tanagn yang sama ,geser lensa keluar kornea ke arah

60
bagian putih mata
g.Tarik kelopak mata bagian atas ke bawah secara lembut dengan ibu jari pada tangan yang
lain dan tekan lensa sedikit di antara ibu jari dan jari telunjuk
h.Ambil lensa secara perlahan dan angkat keluar tanpa membuat ujung – ujung lensa
berhimpitan
i.Jika ujung –ujung lensa menempel ,letakkan lensa di telapak tangan dan rendam
keseluruhan dengan salin steril .Secara lembut balikkan lensa dengan ibu jari telunjuk
dengan gerakan ke depan ke belakng.Jika gosokan tidak memisahkan ujung –ujung lensa
maka lensa dapat di rendam dalam larutan steril.
j.Bersihkan dan bilas lensa .Letakkan lensa ke dalam kontak tempat penyimpanan yang
sesuai.R untuk lena kanan L untuk lensa kiri .Pastikan lensa berada di tengah
k.Ulangi langakah 8c-8j untuk lensa yang lain.Amankan penutup pada penyimpanan.
l.Kembalikan handuk dan cuci tangan
9. Melepas lensa kaku
a.Cuci tangan
b.Letakkan handuk di bawah wajah klien
c.Pastikan lensa berada pada posisi tepat di atas kornea.Jika tidak ,minta klien tutup mata
,letakkan jari telunjuk dan jari tengah dari satu tangan di belakang lensa ,secara perlahan
tapi kuat pijat lensa kembali ke tempatnya.
d.Letakkan jari telunjuk pada pojok luar mata dan tarik kulit secara lembut ke belakang arah
telinga
e.Minta klien berkedip .Jangan melepas tekanan pada kelopak sampai selesai.
f.Jika lensa gagal keluar ,secara lembut tarik kelopak mata melebihi ujung lensa .Tekan
kelopak mata ke bawah berlawanan dengan ujung bawah lensa.
g.Biarkan kelopak mata menutup sedikit dan pegang lensa saat naik dari mata.Mangkuk
pengisap dapat di gunakan untuk klien gelisah atau tidak sadar.
h.Letakkan lensa di tangan anda.
i.Bersihkan dan bilas lensa.Letakkan lensa di dalam kotak tempat penyimpanan yang sesuai .
R untuk lena kanan L untuk lensa kiri.Letakkan lensa di tengah tempat penyimpanan ,sisi
konveks di bawah.
j.Ulangi langkah 8c-8j untuk lensa yang lain.Amankan penutup atas kotak penyimpanan.
k.Kembalikan handuk dan cuci tangan
10.Membersihkan dan mendesenfeksi lensa kontak
a.Cuci tangan
b.Susun peralatan di samping tempat tidur
c.Letakkan handuk di atas area kerja
d.Buka tempat lensa hati –hati
e.Berikan 1 – 2 tetes larutan pembersih pada lensa.
f.Gosok lensa dengan lembut selama 20-30 detik .
g.Pegan lensa di ats mangkuk nirbekken lalu bilas dengan larutan pembilas.
h.Letakkan lensa di kotak penyimpanan.

61
11.Memasukaka lensa kaku
a.Cui tangan
b.Letakkan handuk di dada klien
c.Uahakan mengangkat lensa lurus ke atas
d.Bilas dengan air
e.Bashi lensa
f.Letakkan lensa pada tangan dominan
g.Melihat lurus ke depan dengan mata terbuka lebar ,lalu letakkan lensa secara lembut .
h.Ulangi langkah 10c-10i untuk mata kiri .
i.Bantu klien dalam possisi nyaman
j.Buang peralatan yang kotor.Cuci tangan
12. Memasukkan lensa lunak
a.Cuci tangan
b.letakkan handuk di atas dada klien
c.Angkat lensa kanan dan bilas
d.Gunakan jari tengah
e.Mata lurus ke depan ,lalu masukkan dengan lembut pad kornea
f.Berkedip beberapa kali
g.Ulangi langkah 12c-12k untuk mata yang lain
h.Bantu klien pada posisi nyaman
i.Buang peralatan yang kotor , lalu cuci tangan .
13.Tanya klien ,apakah lensa suadah nyaman
14.Catat laporan
c.       Perawatan kuku kaki dan tangan
Merupakan tindakan keperawatan pada pasien yang tidak mampu merawat kuku
sendiri.Tujuannya adalah menjaga kebersihan kuku dan mencegah timbulnya luka atau infeksi
akibat garukan dari kuku.
Alat dan bahan
1. Alat pemotong kuku
2. Handuk
3. Baskom berisi air hangat
4. Bengkok/nierbekken
5. Sabun
6. Kapas
7. Sikat kuku
Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur pada pasien
2. Cuci tangan
3. Atur posisi pasien dengan duduk atau tidur
4. Tentukan kuku yang akan di potong
5.  Rendamlah kuku denga air hangat kurang lebih 2 menit dan lakukan sikat dengan beri sabun
bila kotor.

62
6. Keringkan dengan handuk
7. Letakkan tangan di atas bengkok /nierbekken dan lakukan pemotongan kuku.
8. Cuci tangan
d.      Perawatan genetalia
1.      Alat dan Bahan
a.       Baskom
b.      Sabun dan tempatnya
c.       Dua atau tiga waslap
d.      Handuk mandi
e.       Selimut mandi
f.        Alas tahan air atau bedpan
g.       Tisu toilet
h.       Sarung tangan pakai
2.               Prosedur Kerja
1.     Identifikasi pasien berisiko untuk perkembangan infeksi genitalia ,atau saluran slauran
reproduksi (misalnya keberdaan kateter yang tetap ,inkontensia fekal atau insisi bedah).
2.      Jekaskan prosedur dan tujuan pada pasien
3.      Persiapkan alat dan bahan
Bahan bahan tanbahan bila perawatan perinium di berikan selama waktu di luar mandi :
a.       Bola kapas atau lidi kapas
b.      Botol larutan atau tempat yang di isi air dengan air hangat atau larutan pembersih yang
direspkan
c.       Kanting tahan air
4.      Atur peralatan di sampinh tempat tidur
5.      Cuci tangan
6.      Tutup pintu kamar dan tutup jendela untuk menjaga privasi pasien.Tinggikan tempat tidur
sampai posisi kerja yang nyaman.
7.      Turunkan penghalang tempat tidur dan bantu pasien pada posisis miring ,letakkan handuk
sepanjang sisi badan pasien dan pertahankan pasien agar tertutup dengan selimut mandi
semaksimal mungkin.
8.      Kenakan sarung tangan sekali pakai
9.      Jika ada feses ,ambil popok atau tisu toilet dan bersihkan dengan usapan sekali
buang.Bersihkan bokong dan anus depan ke belakang .Bersihkan dan bilas dengan
teliti.Keringkan secara lengkap.Pindahkan dan buang popok dag anti dengan yang baru.
10.  Berikan perawatan genitilia
a.      Perawatn pada wanita
1.      Ganti sarung tangan jika sudah kotor
2.      Letakkan popok tahan air di bawah bokong pasien dengan posisi pasien supine(tambahan
:letakkan pispot di bawah pasien.
3.      Bantu pasien dengan posisi dorsal rekumben
4.      Lipat linen tempat tidur paling atas ke arah kaki tempat tidur dan angkat baju pasien sampai
daerah genitalia

63
5.      Bungkus pasien secara “DIAMOND” dengan menempatkan selimut mandi dengan satu ujung
di antara dua kaki ,satu ujung arah masing masing sisi tempat tidur ,dan satu ujung di atas dada.
6.      Naikkan penghalang tempat tidur.Isi baskom dengan air hangat
7.      Turunkan penghalang dan bantu pasien memfleksi lututnya dan pisahkan dua kaki terbuka.
8.      Lipat ujung bawah selimut mandi di antara ke dua tungkai pasien ke arah abdomen
9.      Bersihkan dan keringkan paha atas pasien .
10.  Bersihaka labia mayora
11.  Pisahkan labia dengan tangan tidak dominan untuk membuka meatus uretra dan orifisium
vagina.
12.  Jika pasien di atas pispot,siram air hangat di atas daerah perineum.
13.  Keringkan daerah perineum secara merata
14.  Lipat ujung bawah selimut mandi kembali di antara kaki pasien dan di atas perineum.Minta
pasien untuk menurunkan kaki da memeproleh posisi nyaman.
b.      Perawatan pada pria
a.       Ganti sarung tangan jika sudah kotor
b.      Turunkan penghalang ,turunkan ujung atas selimut mandi di bawah perineum pasien.Secara
lembut angkat penis dan letakkan handuk mandi di bawahnya.
c.       Secara lenbut raih tungkai penis.Jika pasien ereksi tangguhakan prosedur
d.      Cuci kepala penis pertama pada meatus urethra
e.       Kembalikan kulit luar ke posisi semula
f.      Cuci tangkai penis dengan usapan lembut tetapi tegas ke arah.Beri perhatian khusus pada
permukaan bawah penis.
g.     Bilas dan keringkan secara erata instruksikan pasien untuk membuka kaki sedikit.
h.      Secara lembut bersihkan skrotum.
i.      Lipat kembali selimut mandi di atas perineum dan bantu pasien kembali ke posisis yang
nyaman
1. Jika pasien mengalami inkontensia feses atau uirn gunakan lapisan tipis pelindung kulit
yang berisi petrolatum atau oksida pada anus dsan pada kulit
2.      Buka sarung tangan sekali pakai dan buang pada tempat sampah
3.      Bantu pasien memperoleh posisi yan nyaman dan tutup dengan selimut
4.      Angkat selimut andi dan buang semua linen tempat tidur yang kotor.
5.      Tinggikan penghalang dan turunkan posisi ke tempat tidur pada ketinngia yang sesuai
6.      Cuci tangan
7.     Inspeksi permukaan genitalia eksternal dan kulit sekitar terhadap
kemerahan,bengkak,kotoran,atau iritasi setelah pembersihan
8.      Jika kateter yang tetap berada pada tempatnya.
9.      Catat prosedur dan segala temuan yang tidak normal
e.      Perawatan hidung
Yang perlu dipersiapkan :
1.      Cutton bath
2.      Wash lap
3.      Kapas

64
Prosedurnya :
1.      Klien biasanya mengangkat sekresi hidung secara lembut dengan membersihkan ke dalam
dengan tisu lembut. Hal ini menjadi hygiene harian yang diperlukan. Perawat mencegah klien
jangan mengeluarkan kotoran dengan kasar karena mengakibatkan tekanan yang dapat
mencenderai gendang telinga, mukosa hidung, dan bahkan struktur mata yang sensitif.
Perdarahan hidung adalah tanda kunci dari pengeluaran yang kasar, iritasi mukosa, atau
kekeringan.
2.      Jika klien tidak dapat membuang sekresi nasal, perawat membantu dengan menggunakan
washlap basah atau aplikator kapas bertangkai yang dilembabkan dalam air atau salin. Aplikator
seharusnya jangan dimasukkan melebihi panjang ujung kapas. Sekresi nasal yang berlebihan
dapat juga dibuang dengan pengisap. Pengisap nasal merupakan kontraindikasi dalam
pembedahan nasal atau otak.
f.        Perawatan telinga
Yang perlu dipersiapkan :
1.      Cutton Bath
2.      Washlap
3.      Water pik
4.      Hidrogen proksida
Prosedurnya :
1.      Perawat membersihkan telinga klien merupakan bagian rutin dalam kegiatan mandi di tempat
tidur. Pembersihan berakhir dengan washlap yang dilembabkan, dirotasikan ke kanal telinga
dengan lembut, kerja terbaik untuk pembersihan.
2.      Ketika serumen tampak, penarikan kembali ke bawah secara lembutpada jalan masuk kanal
telinga dapat menyebabkan lilin melonggar dan keluar.
3.      Perawat menginstruksi klien untuk tidak pernah menggunakan benda tajam seperti peniti dan
tusuk gigi untuk mengeluarkan lilin telinga. Penggunaan benda itu dapat menyebabkan trauma
pada kanal telinga dan ruptur membran timpani. Penggunaan aplikator kapas bertangkai juga
harus dihindari karena akan menyebabkan lilin terjepit dalam kanal.
4.      Anak-anak dan lasia umumnya mempunyai serumen yang keras. Serumen yang berlebihan atau
terjepit biasanya dapat dipindahkan hanya dengan irigasi. Prosedur pertama yaitu pemasukan tiga
tetes gliserin pada waktu tidur untuk melembutkan lilin, dan tiga tetes hidrogen peroksida dua
kali sehari untuk melunakkan lilin (Phipps, dkk, 1995).
5.      Kemdian pemasukan kira-kira 250 ml air hangat (37 o C) ke kanal telinga luar yang akan
membersihkan lilin yang telah lunak secara mekanis. Air dingin atau panas dapat menyebabkan
normal atau muntah.
6.      Klien dapat duduk atau berbaring di samping telinga yang terkena menghadap ke sebelah atas.
Perawat meletakkan mangkok piala ginjal di bawah telinga yang terkena untuk menangkap
larutan irigasi. Water Pik atau pentolan spuit irigasi dapat digunakan mengirigasi ke dalam kanal
telinga. Ujung spuit atau Water Pik seharusnya tidak mengoklusi kanal telinga untuk
menghindari penggunaan tekanan terhadap membran timpani. Irigasi ringan diarahkan pada atas
kanal yang melunakkan serumen dari samping kanal telinga. Setelah kanal bersih, perawat

65
menyeka setiap pelembab dari telinga klien dan memeriksa kanal dari serumen yang masih
tertinggal
g.      Oral hygiene
Hygiene mulut
Pasien immobilisasi terlalu lemah untuk melakukan perawatan mulut, sebagai akibatnya
mulut menjadi terlalu kering atau teriritasi dan menimbulkanbau tidak enak. Masalah ini dapat
meningkat akibat penyakit atau medikasi yangdigunakan pasien. Perawatan mulut harus
dilakukan setiap hari dan bergantung terhadap keadaan mulut pasien. Gigi dan mulut merupakan
bagian penting yang harus dipertahankan kebersihannya sebab melalui organ ini berbagai kuman
dapat masuk.
Hygiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan mulut, gigi, gusi, danbibir,
menggosok membersihkan gigi dari partikel – partikel makanan, plak, bakteri,memasase gusi,
dan mengurangi ketidaknyamanan yang dihasilkan dari bau dan rasayang tidak
nyaman.Beberapa penyakit yang mungkin muncul akibat perawatan gigi dan mulutyang buruk
adalah karies, gingivitis (radang gusi), dan sariawan.
Hygiene mulut yangbaik memberikan rasa sehat dan selanjutnya menstimulasi nafsu makan.
Tujuan perawatan hygiene
Mulut pasien adalah pasien akan memiliki mukosa mulut utuhyang terhidrasi baik serta
untuk mencegah penyebaran penyakit yang ditularkanmelalui mulut (misalnya tifus, hepatitis),
mencegah penyakit mulut dan gigi,meningkatkan daya tahan tubuh, mencapai rasa nyaman,
memahami praktik hygiene mulut dan mampu melakukan sendiri perawatan hygiene mulut
dengan benar
b. Perawatan Gigi
Menggosok gigi adalah cara yang umum dianjurkan untuk membersihkan deposit lunak pada
permukaan gigi dan gusi.
Alat dan bahan
1. Handuk dan kain pengalas
2. Gelas kumur berisi:
a. Air masak/NaCl
b. Obat kumur
c. Borax gliserin
3. Spatel lidah yang telah dibungkus dengan kain kasa
4. Kapas lidi
5. Bengkok
6. Kain kasa
7. Pinset atau arteri klem
8. Sikat gigi dan pasta gigi
D. Prosedur kerja
1. Untuk pasien tidak sadar
1. Jelaskan prosedur pada klien/keluarga klien
2. Cuci tangan
3. Atur posisi dengan posisi tidur miring kanan/kiri

66
4. Pasang handuk dibawah dagu/pipi klien
5. Ambil pinset dan bungkus dengan kain kasa yang dibasahi dengan air hangat/masak
6. Gunakan tong spatel (sudip lidah) untuk membuka mulut pada saat membersihkan gigi/mulut
7. Lakukan pembersihan dimulai dari diding rogga mulut, gusi, gigi, dan lidah/
8. Keringkan dengan kasa steril yang kering
9. seeleh bersih, oleskan dengan Borax gliserin
10. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Untuk pasien sadar, tetapi tidak mampu melakukan sendiri
1. Jelaskan prosedur pada klien
2. Cuci tangan
3. Atur posisi dengan duduk
4. Pasang handuk dibawah dagu
5. Ambil pinset dan bungkus dengan kain kasa yang dibasahi dengan air hangat/masak
6. Kemudian bersihkan pada daerah mulut mulai rongga mulut, gisi, gigi dan lidah, lalu bilas
dengan larutan NaCl.
7. Setelah bersih oleskan dengan borax gliserin
8. Untuk perawatan gigi lakukan penyikatan dengan gerakan naik turun
9. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
2. Pembersihan gigi palsu
a.      Alat dan bahan
1.      Sikat gigi bebulu lembut
2.      Sikat gigi untuk gigi palsu
3.      Nirbekken
4.      Detrifikasi gigi palsu atau pasta gigi
5.      Gelas air
6.      Kasa tunggal 4x4
7.      Waslap
8.      Cangkir plastik gigi palsu
9.      Sarung tanga sekali pakai
h.      Prosedur perawatan gigi palsu
1.      Jelaskan prosedur pada pasien yang akan di lakukan perawata gigi palsu
2.      Cuci tangan
3.      Isi mangkok piala ginjal setengah dengan air biasa atau letakkan waslap pada westafel dan
nyalakan air sampai terisi kurang lebih 2.5 cm
4.      Kenakan sarung tangan sekali pakai
5.      Minta pasien untuk membuka gigi palsunya.
6.      Gunakan detrifikasi pada gigi palsu dan sikat permukaan gigi palsu.Pegang gigi palsu di dekat
air.Pegang sikat secara horizontal dan gunakan gerakan ke belakang dan ke depan untuk
membersihkn permukaan penggigit pada permukaan gigi sebelah luar.Pegang sikat secara
vertikal dan gunakan gosokan pendek untuk membersihkan permukaan dalam gigi. Pegang sikat
secara horizontal dan gunakan gerakan ke belakang dan ke depan untuk membersihkn
permukaan penggigit pada permukaan dalam gigi.

67
7.      Bilas gigi palsu dengan air biasa
8.      Kembalikan gigi paslu pada paisen atau simpan dalam air biasa di dalam cangkir plastik
9.      Kosongkan mangkok nirbekken dan tambahkan air dingin.Berikan pasta gigi pasa sikat gigi
lembut,dan sikat gusi ,langit langit dan lidah dengan lembut
10.  Minta pasien untuk berkumur
11.  Masukan kembali gigi palsu jika pasien menginginkan.
12.  Buang srung tangan pada tempat sampah.Bersihkan dan simpan baha bahan .Cuci tngan
13.  Tanyakan pada pasien jika gigi palsu terasa nyaman
14.  Catat prosedur pada flowsheet atau catatn perawat.

68
BAB IV
PEMBAHASAN MOBILISASI DAN IMOBILISASI

1. Definisi Imobilisasi

Imobilisasi adalah ketidakmampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit
atau impairment (gangguan pada alat atau organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental.
Imobilisasi dapat juga diartikan sebagai keadaan tidak bergerak atau tirah baring yang terus
menerus selama lima hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis. (Potter & Perri, 2010)

Imobilisasi merupakan pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan
tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk, dan berjalan. Hal ini salah satunya disebabkan oleh
berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring. (Susan J.
Garrison, 2004)

Imobilisasi merupakan keadaan seseorang dimana ia tidak dapat bergerak secara bebas
karena kondisinya seperti trauma tulang belakang, cedera otak berat, fraktur pada ekstremitas
dan lainnya. Sehingga mengganggu pergerakan dalam aktivitasnya.

Kesimpulan :Imobilisasi adalah kemampuan seseorang yang mengalami keterbatasan gerak


secara bebas karena berbagi gangguan yang dialami baik secara fisik maupun mental.

2. Tujuan Imobilisasi

Tujuan imobilisasi yaitu antara lain:

         Meningkatkan kemampuan pasien untuk otot dan sendi

         Memotivasi Pasien

         Mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh

         Mengurangi nyeri

         Mengembalikan kekuatan tubuh dan otot-otot

         Meningkatkan fungsi kardiovaskuler, respirasi, gastrointernal.

         Mencegah terjadinya kecacatan sekunder atau komplikasi.

3.  Jenis Imobilisasi

Jenis imobiolisasi yaitu antara lain:

1.      Imobilisasi Fisik

Merupakan pembatasan untuk bergerak swcara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya
gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu
menahan tekanan didaerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuh untuk
mengurangi tekanan.

2.      Imobilisasi intelektual

Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada
pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.

3.      Imobilisasi emosional

69
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena
adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stress
berat dapat disebabkan karena bedah amputai ketika seseorang mengalami kehilangan bagian
anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang dicintai.

4.      Imobilisasi sosial

Keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena
keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

4.  Faktor-faktor Imobilisasi

Faktor-faktornya yaitu:

1.      Cidera tulang, seperti penyakit reumatik, pengapuran tulang atau fraktur tentu menghambat
pergerakan.
2.      Penyakit saraf, seperti adany stroke, penyakit parkinson, paralis, dan gangguan saraf lain
yang menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi.
3.      Penyakit jantung dan pernapasan, penyakit jantung dan pernafasan akan menimbulkan
kelelahan dan sesak nafas ketika beraktivitas. Akibatnya pasien dengan gangguan pada
organ tersebut akan mengurangi mobilisasinya, ia cenderung lebih banyak duduk dan
berbaring.
4.      Gangguan penglihatan, yaitu rasa percaya diri untuk bergerak akan terganggu bila ada
gangguan pada penglihatan karena ada ke khawatriran terpeleset atau tersandung.
5.      Penykit kritis yang memerlukan istirahat
6.      Penggunaan gips

5. Pencegahan Imobilisasi

Pencegahan imobilisasi antara lain, yaitu:

  Pasien dimotivasi untuk banyak minum


  Fisioterapi
  Mencegah dekobitus dengan cara sering melakukan perubahan posisi
  Peningkatan fungsi motorik
  Memperbaiki kemampuan mobilitas
  Melakukan pergerakan aktif dan pasif

6.     Dampak Imobilisasi

Imobilisasi berdampak pada sisitem tubuh, seperti:

  Perubahan pada metabolisme tubuh


  Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
  Gangguan dalam kebutuhan nutrisi
  Gangguan gatrointestina (kurangnya nafsu makan)
  Respiratori
  Kardiovaskuler
  Muskuluskeletal
  Vertigo
Respon fisiologis terhadap imobilitas:
1.   Muskuluskeletal : menurunnya massa otot dan menyebabkan kekuatan otot menurun dan akan
mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosit
2.   Kardiovaskuler : dapat mengakibatkan hipotensi, meningkatkan kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan trombus

70
3.    Respiratori : akibat hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, aliran darah keparu-pru
terganggu sehingga pertukaran gas menurun, kerja diasidosis respiratori
4.   Vertigo : terjadi akibat seseorang terlalu lama berbaring, hingga aliran darah ke otak berkurang
dan menyebabakan pusing.

7.     Komplikasi dan Dampak Imobilisasi Bagi Tubuh


1.      Infeksi saluran kemih
2.      Infeksi paru-paru
3.      Gangguan aliran darah
4.      Dekubitus

8.     Tingkat Imobilisasi

1.Imobilitas komplit, imobilisasi ini dilakukan pada individu yang mengalami gangguan tingkat

kesadaran.

2. Imobilitas parsial, imobiliasi ini dilakukan pada pasien yang mengalami fraktur

3.imobilitas karena alasan pengobatan, imobilisasi ini dilakukan pada individu yang mengalami

gangguan pernafasan atau pada penderita penyakit janting.

9.  Pengertian Mobilisasi

1.      Kebutuhan manusia untuk melakukan aktifitas dan kemampuan manusia untuk bergerak
secara bebas dan teratur untuk memenuhi kebutuhannya agar tetap terjaga kesehatannya.

(asuhan keperaratan pada klien pada gangguan sistem muskuloskeletal)

2.      Mobilisasi merupakan kemampuan untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai
tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat dan penting untuk kemandirian.

(barbara kozier,1995)

10.  Tujuan Mobilisasi

1.      Untuk mencegah terjadinya kontraktur

2.      Meningkatkan perdaran darah keorgan ekstermitas

3.      Memberikan kenyamanan pada tubuh

4.      Mempertahankan fungsi tubuh

5.      Memperlancar peredaran darah

6.      Mempertahankan tonus otot

7.      Meningkatkan peristaltik usus untuk mencegah okstipasi (klien gangguan muskuloskeletal,

2006)

2.11 Indikasi Mobilisasi

1.      Pasca amputasi kaki

2.      Hemiparese (kelemahan pad satu sisi tubuh)

3.      Paraparese (kelemahan pada kedua ekstremitas bawah)

71
4.      Fraktur pada ekstermitas bawah

5.      Terpasang dan pasca gips

6.      Stroke

7.      Kelemahan otot

8.      Fase rehabilitasi fisik

9.      Tirah baring lemah

12. Kontra indikasi

1.      Emboli pada pembuluh darah

2.      Kelainan sendi atau tulang

3.      Imobilisasi karna penyakit jantung

(klien gangguan muskuloskeletal, 2006)

13. Faktor mobilisasi

Menurut barbara kozier 1995

1.      Gaya hidup

Gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang akan diikuti oleh prilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya.

2.      Proses penyakit dan injury

Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhi  mobilitasnya. Contohnya
seseorang yang ptah tulang akan kesulitan untuk bermobilisasi secara bebas.

3.      Kebudayaan

Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas. Contoh orang yang
berada di desa cenderung berpergian dengan berjalan kaki, beda halnya dengan orang yang
berada dikota yang cendenrung bepergian menggunakan kendaraan.

4.      Tingkat energi

seseorang melakukan mobilisasi jelas membutuhkan energi. Sedangkan orang sakit berbeda
obilitasnya dengan orang sehat.

5.      Usia

Seorang anak akan berbda tingkat kemampuan mobiliasnya de=ibandingkan remaja.

(pengantar kebutuhan dasar manusia aplikasi konsep dan proses keperawatan)

14. Jenis mobilisasi

1.   Mobilisasi penuh yaitu kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan penuh sehingga
dapat menjalankan aktifitas dan perannya sehari hari
2.    Mobilisasi parsial / sebagian yaitu kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan tertentu
dan tidak mampu bergerak secara bebas karna adanya cidera atau penyakit gangguan syaraf
motorik dan sensorik pada tubuhnya.
Terdiri dari 2 yaitu
1. Mobilisasi sebagian temporer

72
Yaitu kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara.
2.  Mobilisasi sebagian permanen
Yaitu kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya tetap.

15. Range of motion (ROM)

Adalah suatu teknik dasar yang digunakan nutk bergerak dalamkeadaan normal dapat
dilakukan oleh sendi yang bersangkutan (suratun dan heriati, 2008)

Tujuan ROM :

1.      Meningkatkan dan mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.

2.      Merangsang sirkuasi darah

3.      memelihara persendian

4.      mencegah kelainan bentuk pada tubuh

16. Kategori Rentang Gerak

Menurut addams dan clough (1998) ada empat kategori rentang gerak yaitu
1.   pasif
adalah gerakan otot klien yang dilakukan oleh orang lain dengan bantuan klien itu.
2.   aktif asistif
adalah kontraksi otot secara aktif dengan bantuan gaya dari luar, seperti terapi alat
mekanis atau ekstremitas yang tidak sedang dilatih.
3.   Aktif
Adalah kontraksi otot secar aktif melawan gaya grafitasi seperti mengangka tungkai
dalam posisi lurus.
4.   Aktif resistif
Adalah kontraksi otot secara aktif melawan tahanan yang diberikan misalnya beban.
(diagnosis keperawatan aplikasi pada praktik klisnis,2009)

17. Asuhan Keperawatan


1.        Pengkajian, alasan pasien yan g menyebabkan terjadinya keluhan.
a.       Riwayat keperawatan sekarang
b.      Riwayat keperawatan dahulu
c.       Kemampuan fungsi motorik
d.      Kemampuan mobilitas
e.       Kemampuan rentang gerak
f.       Perubahan intolerensi aktivitas
g.      Kekuatan otot dan gangguan koordinasi
h.      Perubahan psikologis
2.        Diagnosa keperawatan
a.       Gangguan eliminasi akibat imobilitas
b.      Gangguan interaksi sosial akibat imobilitas
c.       Gangguan konsep dari akibat imobilitas
3.        Perencanaan keperawatan
a.       Meningkatkan fungsi kardiovaskuler
b.      Meningkatkan fungsi respirasi
c.       Meningkatkan fungsi gastrointestinal
d.      Meningkatkan fungsi sistem perkemihan
e.       Memperbaiki gangguan psikologis
4.        Pelaksanaan tindakan keperawatan

73
Yaitu pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien serta melakukan latihan
ROM aktif dan pasif
5.        Evaluasi keperawatana.
a.       Peningkatatn fungsi sistem tubuh
b.      Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
c.       Peningkatan fleksibelitas sendi
d.     Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien dan ekspresi pasien
menunjukkan keceriaan.

74
BAB V
PEMBAHASAN ISTIRAHAT DAN TIDUR

A.   Pengertian Istirahat dan Tidur


a.       Istirahat
Istirahat adalah keadaan rileks tanpa adanya tekanan emosional, bukan hanya dalam keadaan
tidak beraktivitas tetapi juga kondisi yang membutuhkan ketenangan. Terdapat beberapa
karakteristik dari istirahat, diantaranya: merasa segala sesuatu dapat diatasi, merasa diterima,
mengetahui apa yang sedang terjadi, bebas dari gangguan ketidaknyamanan, mempunyai
sejumlah kepuasan terhadap aktivitas yang mempunyai tujuan, mengetahui adanya bantuan
sewaktu memerlukan.
b.      Tidur
Tidur adalah kondisi tidak sadar dimana individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau
sensoris yang sesuai (Guyton, 1986). Tidur memiliki ciri, yaitu adanya aktivitas yang minim,
memiliki kesadaran yang bervariasi, dan terjadinya penurunan respons terhadap rangsangan dari
luar.
B.   Fisiologi Tidur

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme
serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan
bangun. Dalam keadaan sadar, neuron dalam Recticular activating system (RAS) akan
melepaskan katekolamin seperti norepineprin. RAS memberikan rangsangan visual,
pendengaran, nyeri dan perabaan. Juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk
rangsangan emosi dan proses pikir. Pada saat tidur, terdapat pelepasan serum serotonin dari sel
khusus yang berada di pons dan batang otak tengah yaitu Bulbar syncronizing regional (BSR).
Sedangkan saat bangunnya seseorang tergantung dari keseimbangan implus yang diterima di
pusat otak dan sistem limbiks.

C.   Jenis Tidur


Terdapat dua jenis tidur yaitu :
1.      Tidur Gelombang Lambat/ Nonrapid Eye Movement (NREM)
Jenis tidur ini dikenal dengan tidur dalam, istirahat penuh, dengan gelombang otak yang lebih
lambat. Ciri-cirinya adalah mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah menurun,
frekuensi napas menurun, metabolisme turun dan gerakan bola mata lambat.
a.       Tahap I
Merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan ciri: rileks, masih sadar dengan
lingkungan,merasa mengantuk,bola mata bergerak dari samping ke samping, frekueansi nadi dan
nafas seadikit menurun, dapat bangun segera selama tahap ini berlangsung selama lima menit.
b.      Tahap II
Merupakann tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun berciri : Mata umumnya
menetap, denyut jantung dan freakuensi nafas menurun, temperature tubuh menurun,
metabolisme menurun, berlangsung pendek dan berakhir 5-10 menit.
c.       Tahap III
Merupakann tahap tidur berciri : denyut nadi dan frekuensi nafas dan proses tubuh lainnya
lambat, di sebabkan oleh dominasi sistem saraf parasimpatis dan sulit banngun.
d.      Tahap IV
Merupakan tahap tidur berciri : Kecepatan jantung dan pernafasan turun, jaranng bergerak dan
sulit di bangunkan, gerak bola mata cepat, sekresi lambunng turun, tonus otot turun.

2.      Tidur Paradoks/ Rapid Eye Movement (REM)


Tidur jenis ini dapat berlangsung pada tidur malam selama 5-20 menit, rata-rata 90 menit.
Periode pertam terjadi selama 80-100 menit, namun bila kondisi oranng sangat lelah maka awal
tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini tidak ada. Ciri-cirinya antara lain:
a.       Biasanya di sertai dengan mimpi aktif

75
b.      Lebih sulit di bangunkan dari pada selama tidur nyeyak gelombang lambat.
c.       Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertentu.
d.      Frekuensi jantung dan pernafasan menjadi tidak teratur.
e.       Pada oto perifer terjadi bebrapa gerakan otot yang tidak teratur.
f.       Mata cepat tertutup dan cepat terbuka, nadi cepat dan inregular, tekanan darah meningkat dan
fluktuasi, sekresi gaster meningkat, metabolisme meningkat.
g.      Pada tidur ini sangat penting untuk keseimbangan mental, emosi dan berperan dalam belajar,
memori dan adaptasi.

D.   Fungsi dan Tujuan Tidur

Fungsi dan tujuan tidur antara lain:


1.      Regenerasi sel-sel tubuh yang rusak menjadi baru.
2.      Menambah konsentrasi dan kemampuan fisik.
3.      Memperlancar produksi hormon pertumbuhan tubuh.
4.      Memelihara fungsi jantung.
5.      Mengistirahatkan tubuh yang letih akibat aktivitas seharian.
6.      Menyimpan energi.
7.      Meningkatkan kekebalan tubuh kita dari serangan penyakit.
8.      Menambah konsentrasi dan kemampuan fisik.
E.   Faktor yang mempengaruhi Kebutuhan Tidur

1.      Penyakit
Seseorang yang sedang sakit dapat menjadikan orang itu kurang tidur atau bahkan tidak bisa
tidur karena penyakitnya itu.
2.      Stres Psikologis
Seseorang yang memiliki masalah psikologis akan mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk
tidur.
3.      Obat-obatan
Obat golongan diuretik dapat mempengaruhi proses tidur (insomnia), antidepresan dapat
menekan REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan tidur.
4.      Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Sebaliknya
kebutuhan nutrisi yang kurang akan menyebabkan sulit tidur.
5.      Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur . Pada lingkungan yang
tenang memungkinkan seseorang dapat seseorang dapat tidur dengan nyeyak dan sebaliknya.

6.      Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi dan dapat menimbulkan keinginan untuk tetap bangun dan
menahan tidak tidur sehingga dapat meanimbulkan gangguan proses tidur.
7.      Aktivitas
Kurang beraktivitas dan atau melakukan aktivitas yang berlebihan justru akan menyebabkan
kesulitan untuk memulai tidur.

F.    Gangguan atau Masalah Tidur

1.      Insomnia
Insomnia adalah suatu keadaan di mana seseorang sulit untuk memulai atau mempertahankan
keadaan tidurnya. Tanda-tanda Insomnia yaitu kecemasan, kelelahan, ketidakmampuan untuk
tidur di malam hari, menderita depresi, terbangun beberapa kali di malam hari, dan tidak merasa
cukup istirahat meskipun tidur malam. Penyebab Insomnia yaitu efek samping dari obat-obatan,
makan terlalu banyak sebelum tidur, depresi, menderita gangguan kecemasan, mengkonsumsi
kafein terlalu banyak, minum alkohol terlalu banyak, perubahan dalam lingkungan, perubahan
waktu kerja, dan stres.
2.      Parasomnia
Parasomnia adalah kumpulan beberapa penyakit yang dapat mengganggu pola tidur seperti
somnambulis (berjalan-jalan dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak-anak.
3.      Hipersomnia

76
Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berkelebihan terutama pada siang
hari.
4.      Narkolepsi
Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara tiba-tiba pada
siang hari.
5.      Apnea tidur dan Mendengkur
Mendengkur yang disertai dengan apnea dapat menjadi masalah dalam tidur karena jika terjadi
apnea dapat mengacaukan saat bernapas dan bahkan dapat menyebabkan henti napas sehingga
menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun dan denyut nadi menjadi tidak teratur.
6.      Enuresis
Enuresis adalah kencing yang tidak di sengaja (mengompol) terjadi pada anak-anak.

A.   Contoh Kasus

Ny T mengalami kesulitan memulai tidur dan hanya tidur kurang lebih tiga jam dalam
satu malam tetapi setiap satu jam sekali selalu terbangun. Kondisi ini mengakibatkan Ny T selalu
merasa tubuhnya tidak fresh dan berat badannya mengalami penurunan dari 52 kg menjadi 47
kg. Penyebab Ny T mengalami hal ini adalah suami Ny T menuduh Ny T telah berselingkuh
karena hasutan tetangga yang tidak suka pada Ny T . Ny T berusaha menjelaskan pada suaminya
bahwa dirinya tidak berselingkuh, tetapi suami Ny T tetap tidak percaya. Suami Ny T selalu
marah-marah pada Ny T dan melarang Ny T untuk berbincang-bincang dengan tetangga di luar
rumah serta sering melakukan kekerasan terhadap Ny T. Suami Ny T juga pelit dalam
memberikan uang belanja dan melarang Ny T untuk berdagang. Pada awalnya, Ny T berusaha
untuk tidak terlalu serius dalam memikirkan masalahnya dan menuruti keinginan suaminya,
namun suami Ny T tetap memperlakukan Ny T dengan buruk. Suami Ny T selalu memarahi Ny
T sehingga Ny T selalu memikirkannya dan merasa tertekan. Ny T dan suaminya juga pisah
ranjang. Ny T juga takut bercerita pada suaminya bahwa dirinya mengalami kesulitan tidur setiap
hari selama lebih dari enam bulan.

B.   Analisis Kasus

Pada kasus di atas jika kita cermati merupakan kasus insomnia. Karena pada kasus di atas
menunjukkan gejala-gejala insomnia, seperti kesulitan memulai tidur, selalu terbangun setiap
satu jam sekali, waktu tidur kurang lebih hanya tiga jam dalam satu malam, selalu merasa
tubuhnya tidak fresh, dan mengalami kesulitan tidur lebih dari enam bulan. Jika kita analisis,
penyebab insomnia pada kasus di atas adalah karena mengalami KDRT dari suaminya yang
mengakibatkan si istri tertekan dan selalu memikirkan masalahnya sehingga terjadilah insomnia.
Dampak insomnia yang dialami si istri pada kasus di atas adalah selalu merasa tubuh
tidak fresh dan mengalami penurunan berat badan dari 52 kg menjadi 47 kg.
Insomnia adalah suatu keadaan di mana seseorang sulit untuk memulai atau
mempertahankan keadaan tidurnya. Insomnia yang terjadi karena faktor psikologis sebaiknya
diobati dengan psikoterapi karena penyebabnya adalah faktor-faktor psikologis. Penting bagi
penderita insomnia untuk secara terbuka mengatakan pada psikolog,terapis atau konselor tentang
awal mula penyebab insomnia sehingga dapat ditentukan terapi apa yang sebaiknya diberikan.
Selain itu, keluarga si penderita insomnia juga harus memberi dukungan pada penderita agar
insomnia yang dialaminya perlahan-lahan dapat sembuh. Insomnia karena faktor psikologis
dapat dicegah dengan cara memanage stres secara positif dan jika ada masalah sebaiknya sharing
pada seseorang yang dapat dipercaya.
Ada beberapa terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi insomnia, yaitu:
1.      CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
CBT digunakan untuk memperbaiki distorsi kognitif si penderita dalam memandang dirinya,
lingkungannya, masa depannya, dan untuk meningkatkan rasa percaya dirinya sehingga si
penderita merasa berdaya atau merasa bahwa dirinya masih berharga.
2.      Sleep Restriction Therapy
Sleep restriction therapy digunakan untuk memperbaiki efisiensi tidur si penderita insomnia.
3.      Stimulus Control Therapy
Stimulus control therapy berguna untuk mempertahankan waktu bangun pagi si penderita secara
reguler dengan memperhatikan waktu tidur malam dan melarang si penderita untuk tidur pada
siang hari meski hanya sesaat.
4.      Relaxation Therapy
Relaxation Therapy berguna untuk membuat si penderita rileks pada saat dihadapkan pada
kondisi yang penuh ketegangan.

77
5.      Cognitive Therapy
Cognitive Therapy berguna untuk mengidentifikasi sikap dan kepercayaan si penderita yang
salah mengenai tidur.
6.      Imagery Training
Imagery Training berguna untuk mengganti pikiran-pikiran si penderita yang tidak
menyenangkan menjadi pikiran-pikiran yang menyenangkan.

78
BAB VI
PEMBAHASAN OKSIGENASI

A.     Pengertian Oksigenasi


Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang di gunakan untuk
kelangsungan metabolism sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau
sel.

B.     Proses Oksigenasi


a.       Ventilasi.
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari
alveoli ke atmosfer.Proses ventilasi di pengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan
tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin
rendah, demikian sebaliknya, semakin rendah tempat tekanan udara semakin tinggi.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complienci dan recoil.  Complience
merupakan kemampuan paru untuk mengembang. sedangkan recoil adalah kemampua CO2 atau
kontraksi menyempitnya paru.
b.      Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen dialveoli dengan kapiler paru dan co2 di
kapiler dengan alveoli.Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa paktor, yaiti luasnya
permukaan paru, tebal membran respirasi / permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial( keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses
penebalan).Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 (hal ini sebagai mana o2 dari alveoli masuk
kedalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam
darah vena pulmonalis, masuk dalam darah secara difusi).
c.       Transfortasi Gas
Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan Co2
jaringan tubuh ke kaviler.Transfortasi gas dapat dipengaruhi olehy beberapa factor, yaitu curah
jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah,latihan (exercise), perbandingan sel darah
dengan darah secara keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit dan kadar Hb

C.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi


        Saraf Otonomik
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonomik dapat mempengaruhi
kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi, hal ini dapat terlihat simpatis maupun parasimpatis.
Ketika terjadi rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotsransmiter (untuk simpatis
dapat mengeluarkan norodrenalin yang berpengaruh pada bronkodilatasi dan untuk parasimpatis
mengeluarkan asetilkolin yang berpengaruh pada bronkhokonstriksi) karena pada saluran
pernapasan terdapat reseptor adrenergenik dan reseptor kolinergik.

79
Semua hormon termasuk derivate catecholamine dapat melebarkan saluran  pernapasan.
        Alergi pada Saluran Napas
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu yang terdapat dalam hawa
pernapasan , bulu binatang, serbuk benang sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain.
        Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat memengaruhi jumlah kebutuhan oksigenasi, karena usia
organ dalam tubuh berkembang seiring usia perkembangan.
        Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat memengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor alergi,
ketinggian tanah, dan suhu.kondisi tersebut memengaruhi kemampuan adaptasi.
        Perilaku
Factor perilaku yang dapat memengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah  perilaku dalam
mengkonsumsi makanan (status nutrisi).

D.    Jenis Pernapasan


        Pernapasan Eksternal
Pernapasan eksternal merupakan proses masuknya O2 dan keluarnya CO2 dari tubuh,
sering disebut sebagai pernapasan biasa.Proses pernapasan ini dimulai dari masuknya oksigen
melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas, kemudian oksigen masuk melalui trakea dan
pipa bronchial ke alveoli, lalu oksigen akan menembus membrane yang akan diikat oleh Hb sel
darah merah dan dibawa ke jantung. Setelah itu, sel darah merah dipompa oleh arteri ke seluruh
tubuh untuk kemudian meninggalkan paru dengan tekanan oksigen 100 mmHg.
        Pernapasan Internal
Pernapasan internal merupakan proses terjadinya pertukaran gas antar sel jaringan dengan
cairan sekitarnya yang sering melibatkan proses  Semua hormon termasuk derivate
catecholamine dapat melebarkan saluran  pernapasan.

E.     Masalah Kebutuhan Oksigen


        Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam
tubuh akibat difisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen dalam tingkat sel, di tandai
dengan adanya warna kebiruan pada kulit (sianosis).
        Perubahan pola pernapasan
1.      Tachipnea, merupakan pernafasan yang memiliki frekuensi lebih dari  24 kali per menit.
2.      B radypne a, merupakan pola pernapasan yang lambat dan kurang dari  10 kali per menit.
3.      H ipervent ilas i, merupakan cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan jumlah oksigen
dalam paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam.
4.      Kus maul, merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat  Nditemukan pada orang
dalam keadaan asidosis metabolic.
5.      H ipovont ilas i, merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan karbondioksida dengan cukup
yang dilakukan pada saat ventilasi alveolar serta tidak cukupnya penggunaan oksigen yang

80
ditandai dengan adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran disorientasi, atau ketidakseimbangan
elektrolit yang dapat terjadi akibat atelektasis, lumpuhnya otot-otot pernafasan, defresi pusat
pernafasan, peningkatan tahanan jalan udara, penurunan tahanan jaringan paru, dan toraks, sertta
penurunan compliance paru dan toraks.
6.      Dis pne a, merupakan perasaan sesal dan berat saat pernafasan
7.      Orthopne a, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan pola ini
sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongestif paru.
8.      Cheyne stokes, merupakan siklus pernafasan yang amplitudonya  mula-mula naik, turun,
berhenti, kemudian mulai dari siklus baru.
9.      Pernapasan paradoksial, merupakan pernapasan yang ditandai dengan pergerakan dinding paru
yang berlawanan atah dari keadaan normal, seriong ditemukan pada keadaan atelektasis.
10.  Bi ot, merupakan pernapasan dengan irama yang mirip dengan cheyne  stokes, tetapi
amplitudonya tidak teratur.
11.  Esteridor, merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran
pernapasan

81
BAB II
PEMBAHASAN NUTRISI

1. DEFINISI
                 Nutrisi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu

energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan

(Soenarjo, 2000). Menurut Rock CL (2004), nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia

menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan

untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ baik antara asupan nutrisi dengan kebutuhan

nutrisi.

Sedangkam menurut Supariasa (2001), nutrisi adalah suatu proses organisme menggunakan

makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses degesti, absorbsi, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk

mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ, serta

menghasilkan energi.

                 Vitamin adalah bahan organic yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan berfungsi

sebagai katalisator proses metabolisme tubuh.

Vitamin dibagi dalam dua kelas besar yaitu vitamin larut dalam air (vitamin C, B1, B2, B6, B12)

dan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K).

2 Jenis – Jenis Nutrien

                 Nutrien adalah zat kimia organik dan anorganik yang ditemukan dalam makanan dan

diperoleh untuk penggunaan fungsi tubuh.

Nutrient terdiri dari beberapa , diantarannya :

    

1.      Karbohidrat

Karbohidrat adalah komposisi yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen dan oksigen.

Karbohidrat dibagi atas

A.    Karbohidrat sederhana (gula) ; bisa berupa monosakarida (molekul tunggal yang   terdiri dari

glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Juga bisa berupa disakarida         (molekul ganda), contoh

sukrosa (glukosa + fruktosa), maltosa (glukosa +       glukosa), laktosa (glukosa + galaktosa).

B.      Karbohidrat kompleks (amilum) adalah polisakarida karena disusun banyak molekul glukosa.

82
C.      Serat adalah jenis karbohidrat yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, tidak dapat dicerna oleh

tubuh dengan sedikit atau tidak menghasilkan kalori tetapi dapat meningkatkan volume feces.

Karbohidrat memiliki berbagai fungsi dalam tubuh makhluk hidup, terutama sebagai bahan bakar

(misalnya glukosa), cadangan makanan (misalnya pati pada tumbuhan dan glikogen pada

hewan), dan materi pembangun (misalnya selulosa pada tumbuhan, kitin pada hewan dan

jamur). Kebutuhan karbohidrat  60-75% dari kebutuhan energi total.

2.      Protein

                 Protein sangat penting untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan tubuh.

Beberapa sumber protein berkualitas tinggi adalah: ayam, ikan, daging, babi, domba, kalkun, dan

hati. Beberapa sumber protein nabati adalah: kelompok kacang polong (misalnya buncis, kapri,

dan kedelai), kacang-kacangan, dan biji-bijian.

Protein merupakan konstituen penting pada semua sel, jenis nutrien ini berupa struktur nutrien

kompleks yang terdiri dari asam-asam amino. Protein akan dihidrolisis oleh enzim-enzim

proteolitik. Untuk melepaskan asam-asam amino yang kemudian akan diserap oleh usus. Fungsi

protein :

  Protein menggantikan protein yang hilang selama proses metabolisme yang normal dan

proses  pengausan yang normal.

  Protein menghasilkan jaringan baru.

  Protein diperlukan dalam pembuatan protein-protein yang baru dengan fungsi khusus dalam tubuh

yaitu enzim, hormon dan haemoglobin.

  Protein sebagai sumber energi.

Kebutuhan protein  10-15%  atau 0,8-1,0 g/kg BB dari kebutuhan energi total.

3. Lemak

                 Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak dan minyak terdiri atas

gabungan gliserol dengan asam-asam lemak. Kebutuhan lemak   10-25% dari kebutuhan energi

total. Fungsi lemak :

  Sebagai sumber energi ; merupakan sumber energi yang dipadatkan dengan memberikan 9 kal/gr.

  Ikut serta membangun jaringan tubuh.

  Perlindungan.

  Penyekatan/isolasi, lemak akan mencegah kehilangan panas dari tubuh.

83
  Perasaan kenyang, lemak dapat menunda waktu pengosongan lambung dan mencegah timbul rasa

lapar kembali segera setelah makan.

  Vitamin larut dalam lemak.

Asam arakhidonat (AA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA) adalah dua asam lemak penting,

khususnya dalam masa pertumbuhan otak bayi yang berlangsung sangat pesat selama 6 bulan

kedua kehidupan. Pada periode ini, AA dan DHA berperan besar dalam perkembangan mental

dan daya lihat bayi. Karena sebagian besar makanan sapihan mengandung sedikit AA dan DHA,

susu-lanjutan yang diperkaya dengan AA dan DHA akan menjadi sumber penting dua asam

lemak ini.

4. Vitamin

                 Vitamin adalah bahan organic yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan berfungsi

sebagai katalisator proses metabolisme tubuh.

Vitamin dibagi dalam dua kelas besar yaitu vitamin larut dalam air (vitamin C, B1, B2, B6, B12)

dan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K).

Berikut ini rincian dari beberapa vitamin dan penting:

A.      Vitamin A

Vitamin ini membantu perkembangan daya lihat bayi. Juga berperan dalam proses kerja sel

tulang. Anak-anak yang kekurangan vitamin A akan menderita rabun senja serta gangguan

pertumbuhan. Mereka juga rentan terhadap infeksi. Sumber vitamin A antara lain: telur, keju,

dan hati.

B.       Vitamin B-kompleks

Semua vitamin B membantu produksi energi, dan membantu terbentuknya sel-sel otak bayi.

Vitamin B1 dan niasin (salah satu anggota B-kompleks) membantu sel tubuh menghasilkan

energi. Vitamin B6 membantu tubuh melawan penyakit dan infeksi. B12 digunakan dalam

pembentukan sel darah merah. Kecukupan vitamin B-kompleks membantu mencegah

kelambatan pertumbuhan, anemia, gangguan penglihatan, kerusakan syaraf, dan gangguan

jantung. Makanan seperti misalnya roti, padi-padian, dan hati banyak mengandung vitamin B-

kompleks. Setiap anggota vitamin B-kompleks bersumber dari makanan tertentu misalnya: B1

dari kacang buncis dan daging babi; B12 dari daging, ikan, telur, dan susu.

C.     Vitamin C

84
        Anak-anak dapat memperoleh vitamin C dari jeruk dan berbagai sayuran. Mereka

memerlukan vitamin C untuk membentuk beberapa zat kimia dan menggerakkan zat kimia lain

(salah satu anggota grup vitamin B, misalnya) agar dapat digunakan tubuh. Vitamin C juga

membantu penyerapan zat besi. Mereka yang kekurangan vitamin C bisa menderita kelemahan

tulang, anemia, dan gangguan kesehatan lainnya.

D.     Vitamin D

        Sinar matahari membantu tubuh membuat sendiri vitamin D, bahkan pada sejumlah anak,

kebutuhan vitamin  ini sudah terpenuhi dengan bantuan sinar matahari. Vitamin D sangat penting

karena membantu kalsium masuk ke tulang. Inilah sebabnya mengapa vitamin D kadang

ditambahkan ke dalam susu sapi (disebut susu yang telah “diperkaya”). Sayangnya, banyak

produk susu olahan yang digemari anak-anak justru tidak diperkaya dengan vitamin D. Keju dan

yogurt  kaya kalsium tetapi tidak mengandung vitamin D. Makanan yang diperkaya vitamin D

lebih baik daripada suplemen vitamin. Anak-anak yang mengkonsumsi diet rendah vitamin D

bisa menderita ricketsia, suatu penyakit yang melemahkan tulang atau menjadikan tulang cacat.

5. Mineral dan Air

     Mineral merupakan unsure esensial bagi fungsi normal sebagian enzim, dan sangat penting

dalam pengendalian system cairan tubuh. Mineral merupakan konstituen esensial pada jaringan

lunak, cairan dan rangka. Rangka mengandung sebagian besar mineral. Tubuh tidak dapat

mensintesis sehingga harus disediakan lewat makanan. Tiga fungsi mineral :

  Konstituen tulang dan gigi ; contoh : calsium, magnesium, fosfor.

  Pembentukan garam-garam yang larut dan mengendalikan komposisi cairan tubuh ; contoh Na, Cl

(ekstraseluler), K, Mg, P (intraseluler).

  Bahan dasar enzim dan protein.

Kira-kira 6% tubuh manusia dewasa terbuat dari mineral.

Air merupakan zat makanan paling mendasar yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tubuh

manusia terdiri dari atas 50%-70% air. Pada orang dewasa asupan air berkisar antara 1200-

1500cc per hari, namun dianjurkan sebanyak 1900 cc sebagai batas optimum

3.  Fisiologi Nutrisi dan Metabolisme

                 Tubuh memerlukan bahan bakar untuk menyediakan energi untuk fungsi organ dan

pergerakan badan, untuk menyediakan material mentah, untuk fungsi enzim, pertumbuhan,

penempatan kembali dan perbaikan sel. Metabolisme mengacu pada semua reaksi biokimia dalm

85
tubuh. Proses metabolic dapat menjadi anabolic (membangun) atau katabolic (merusak). Energy

adalah kekuatan untuk bekerja, manusia membutuhkan energy untuk terus menerus berhubungan

dengan lingkungannya.

1.      Pemasukan energy

Pemasukan energi merupakan energi yang dihasilkan selama oksidasi makanan. Makanan

merupakan sumber utama energi manusia. Besarnya energi yang dihasilkan dengan satuan kalori.

1 kalori juga disebut 1 kalori besar ( K ) atau kkal adalah jumlah panas yang di butuhkan untuk

menaikkan suhu 1 kg air sebesar 1 °c. 1 kkal = 1 K atau sama dengan 1000 kalori.

 3 Bentuk pemberian kalori yaitu :

A.     Karbohidrat: karbohidrat merupakan sumber energy yang penting. Setiap gram karbohidrat

menghasilkan kurang lebih 4 kalori. Asupan karbohidrat di dalam diit sebaiknya berkisar 50%-

60% dari kebutuhan kalori. (Setiati, 2000).

B.      Lemak: komponen lemak dapat diberikan dalam bentuk nutrisi enteral maupun parenteral

sebagai emulsi lemak. Pemberian lemak dapat mencapai 20% -40% dari total kebutuhan. Satu

gram lemak menghasilkan 9 kalori.

C.      Protein (Asam Amino): kebutuhan protein adalah 0,8gr/kgbb/hari atau kurang lebih 10% dari

total kebutuhan kalori.

2.  Pengeluaran energy

        Pengeluaran energi adalah energi yang digunakan oleh tubuh untuk men- support jaringan

dan fungsi-fungsi organ tubuh. Cadangan energi tubuh berbentuk senyawa phospat seperti ATP.

Kebutuhan energi seseorang ditentukan oleh BMR dan aktivitas fisik.

3.  Basal metabolisme rate (MBR)

                 Basal Metabolisme Rate adalah energi yang digunakan tubuh pada saat istirahat yaitu

untuk kegiatan fungsi tubuh seperti pergerakan jantung,  perbafasan, peristaltic usus, kegiatan

kelenjar-kelenjar tubuh.

Makanan di dalam tubuh mengalami beberapa proses. Mulai dari pencernaan, absorbsi,

metabolisme, dan penyimpanan hingga eliminasi.

A.     Pencernaan

Pencernaan dimulai dari mulut, tempat makanan di pecah secara mekanik dengan mengunyah.

Protein dan lemak dipecahkan secara fisik tetapi tetap tidak berubah secara kimia karena enzim

dalam mulut tidak bereaksi dengan nutrisi ini. Makanan yang telah ditelan memasuki esopagus

86
dan bergerak sepanjangnya dan dengan kontraksi otot seperti gelombang (peristaltik). Massa

makanan yang berada pada kardiak spinkter, berlokasi pada pembukaan atas lambung,

menyebabkan spinkter relaksasi dan memungkunkan makanan masuk lambung. Di dalam

lambung, pepsinogen di sekresikan dan diaktifkan oleh asam hidrokolik menjadi pepsin, enzim

pemecah protein. Lambung juga mengeluarkan sejumlah kecil lipase dan amilase untuk

mencerna lemak dan zat tepung secara berturut-turut. Lambung juga bertindak sebagai

penyimpanan dan makanan menetap di dalam perut kira-kira 3 jam, dengan rentang dari 1-7 jam.

Makanan meninggalkan lambung pada spinkter pilorik sebagai asam, massa cair yang disebut

kimus. Kimus mengalir ke duodenum dan bercampur cepat dengan empedu, getah intestinal,

sekresi pangkreas. Peristaltik terjadi terus menerus dalam usus kecil, mencampur sekresi dengan

kimus.

B.      Absorbsi

Usus kecil merupakan tempat penyerapan utama nutrien. Sepanjang daerah ini terdapat

penonjolan seperti jari yang disebut vili, untuk meningkatkan area permukaan absorbsi. Nutrient

diabsorbsi oleh difusi pasif dan osmosis, transport aktif, dan pinositosis.

C.      Metabolisme

         Nutrien diabsopsi dalam intestinal, termasuk air, yang ditransportasikan melalui system

sirkulasi ke jaringan tubuh. Melalui perubahan kimia dari metabolisme, nutrien diubah ke jumlah

substansi yang diperlukan oleh tubuh. Dua tipe dasar metabolisme adalah anabolisme dan

katabolisme. Anabolisme merupakan produksi dari substansi kimia yang lebih kompleks dengan

sintesis nutrient. Katabolisme merupakan pemecahan substansi kimia menjadi substansi yang

lebih sederhana.

D.     Penyimpanan

         Beberapa, tapi tidak semua, nutrient yang diperlukan tubuh disimpan dalam jaringan tubuh.

Bentuk pokok tubuh dari energi yang disimpan adalah lemak, yang disimpan sebagai jaringan

adiposa. Glikogen disimpan dalam cadangan kecil di hati dan jaringan otot dan protein dan

protein disimpan dalam massa otot. Ketika keperluan energi tubuh melebihi persediaan energi

dari nutrient yang dimakan, maka energi yang disimpan digunakan. Sebaliknya energi yang tidak

digunakan harus disimpan terutama lemak.

4.  Cara Pemberian Nutrisi

1.  Nutrisi Enteral

87
                 Nutrisi enteral adalah nutrisi yang diberikan pada pasien yang tidak dapat memenuhi

kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi diberikan melalui tube ke dalam lambung

(gastric tube), nasogastrik tube (NGT), atau jejunum dapat secara manual maupun dengan

bantuan pompa mesin (At Tock, 2007). Menurut Wiryana (2007), Nutrisi enteral adalah faktor

resiko independent pnemoni nosokomial yang berhubungan dengan ventilasi mekanik. Cara

pemberian sedini mungkin dan benar nutrisi enteral akan menurunkan kejadian pneumonia,

sebab bila nutrisi enteral yang diberikan secara dini akan membantu memelihara epitel

pencernaan, mencegah translokasi kuman, mencegah peningkatan distensi gaster, kolonisasi

kuman, dan regurgitasi. Posisi pasien setengah duduk dapat mengurangi resiko regurgitasi

aspirasi. Diare sering terjadi pada pasien di Intensif Care Unit yang mendapat nutrisi enteral,

penyebabnya multifaktorial, termasuk therapy antibiotic, infeksi clostridium difficile, impaksi

feses, dan efek tidak spesifik akibat penyakit kritis. Komplikasi metabolik yang paling sering

berupa abnormalitas elektrolit dan hiperglikemi (Wiryana, 2007).

2 .Nutrisi Parenteral

Nutrisi parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui

pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaaan (Wiryana, 2007). Nutrisi parenteral diberikan

apabila usus tidak dipakai karena suatu hal, misalnya: malformasi kongenital intestinal,

enterokolitis nekrotikans, dan distress respirasi berat. Nutrisi parsial parenteral diberikan apabila

usus dapat dipakai, tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisi untuk pemeliharaan dan

pertumbuhan ( Setiati, 2000).

Tunjangan nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan enteral tidak dapat dipenuhi

dengan baik. Terdapat kecenderungan untuk memberikan nutrisi enteral walaupun parsial dan

tidak adekuat dengan suplemen nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi parenteral pada setiap pasien

dilakukan dengan tujuan untuk dapat beralih ke nutrisi enteral secepat mungkin. Pada pasien

IRIN, kebutuhan dalam sehari diberikan lewat infuse secara kontinyu dalam 24 jam. Monitoring

terhadap factor biokimia dan klinis harus dilakukan secara ketat. Hal yang paling ditakutkan

pada pemberian nutrisi parenteral total (TPN) melalui vena sentral adalah infeksi (Ery Leksana,

2000).

Berdasarkan cara pemberian nutrisi parenteral dibagi atas :

1.       Nutrisi parenteral sentral ( untuk nutrisi parenteral total ) : Merupakan pemberian nutrisi melalui

intravena dimana kebutuhan nutrisi sepenuhannya melalui cairan infuse karena keadaan saluran

88
pencernaan klien tidak dapat digunakan. Cairan yang dapat digunakan adalah cairan yang

mengandung karbohidrat seperti Triofusin E 1000, cairan ini yang mengandung asam amino

seperti Pan Amin G, dan cairan yang mengandung lemak seperti intralipid

2.       Nutrisi parenteral perifer ( untuk nutrisi Parenteral Parsial ) : Merupakan pemberian sebagian

kebutuhan nutrisi melalui intravena. Sebagian kebutuhan nutrisi harian pasien masih dapat

dipenuhi melalui enteral. Cairannya yang biasa digunakan dalam bentuk dekstrosa atau cairan

asam amino

Indikasi Nutrisi Parenteral :

A.     Gangguan absorbs makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia intestinal, colitis

infeksiosa, obstruksi usus halus.

B.      Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pancreatitis berat, status pre operatif

dengan malnutrisi berat, angina intestinal, diare berulang.

C.      Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan.

D.     Makan, muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemisis gravidarum (Wiryana,

2007).

89
BAB II
PEMBAHASAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

1.     Pengertian
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat.
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari
fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan
berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu
(zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik
yang disebut ion jika berada dalam larutan.
Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian
tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya jika salah
satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya. Cairan tubuh dibagi dalam dua
kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan
cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu :
cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan intravaskuler
(plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang terletak
diantara sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan
serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
a)      Distribusi Cairan Tubuh
Didistribusikan dalam dua kompartemen yang berbeda.
1. Cairan Ekstrasel, tediri dari cairan interstisial (CIS) dan Cairan Intravaaskular. Cairan
interstisial mengisi ruangan yang berada diantara sebagian besar sel tubuh dan menyusun
sebagian besar cairan tubuh. Sekitar 15% berat tubuh merupakan cairan tubuh interstisial.
Cairan intravascular terdiri dari plasma, bagian cairan limfe yang mengandung air tidak
berwarna, dan darah mengandung suspensi leukosit, eritrosit, dan trombosit. Plasma menyusun
5% berat tubuh.
2. Cairan Intrasel adalah cairan didalam membran sel yang berisi subtansi terlarut atau
solut yang penting untuk keseimbangan cairan dan elektrolit serta untuk metabolisme. Cairan
intrasel membentuk 40% berat tubuh. Kompartemen cairan intrasel memiliki banyak solute yang
sama dengan cairan yang berada diruang ekstrasel. Namun proporsi subtansi subtansi tersebut
berbeda. Misalnya, proporsi kalium lebih besar didalam cairan intrasel daripada dalam cairan
ekstasel.
Secara Skematis Jenis dan Jumlah Cairan Tubuh dapat digambarkan sebagai berikut :
Distribusi cairan tubuh adalah relatif tergantung pada ukuran tubuh itu sendiri.
·                Dewasa 60%
·                Anak-anak 60 – 77%
·                Infant 77%
·                Embrio 97%
·                Manula 40 – 50 %
Pada manula, prosentase total cairan tubuh berkurang dikarenakan sudah mengalami kehilangan
jaringan tubuh.
·                Intracellular volume = total body water – extracellular volume
·                Interstitial fluid volume = extracellular fluid volume – plasma volume
·                Total bloods volume = plasma volume / (1 - hematocrite)
Fungsi Cairan Tubuh
·                memberi bentuk pada tubuh
·                berperan dalam pengaturan suhu tubuh
·                berperan dalam berbagai fungsi pelumasan
·                sebagai bantalan
·                sebagai pelarut dan tranfortasi berbagai unsur nutrisi dan elektrolit
·                media untuk terjadinya berbagai reaksi kimia dalam tubuh
·                untuk performa kerja fisik
b) Komposisi Cairan Tubuh

90
Zat Plasma Intertisial Intraselular
(mOsm/l) (mOsm/l) (mOsm/l)
+
Na 142 139 14
K+ 4,2 4,0 140
2+
Ca 1,3 1,2 0
2+
Mg 0,8 0,7 20
-
Cl 108 108 4
-
HCO3 24 28,3 1,0
-
HPO4 , H2PO4 2 2 11
2-
SO4 0,5 0,5 1
Fosfokreatin - - 45
Kamosin - - 14
Asam amino 2 2 8
Kreatin 0,2 0,2 9
Laktat 1,2 1,2 1,5
Adenosin trifosfat - - 5
Heksosa monofosfat - - 3,7
Glukosa 5,6 5,6 -
Protein 1,2 1,2 4
Ureum 4 4 4
Lain-lain 4,8 3,9 10
Total mOsm/l 301,8 300,8 301,2
Aktivitas osmolar 282 281 281
terkoreksi
Tekanan osmotik 5443 5423 5423
total
c)       Pergerakan Cairan Tubuh
Mekanismepergerakancairantubuhmelaluienam proses, yaitu :
a.       Difusi
Perpindahan partikel melewati membran permeabel dan sehingga kedua kompartemen
larutan atau gas menjadi setimbang. Partikel listrik juga dapat berdifusi karena ion yang berbeda
muatan dapat tarik menarik. Kecepatan difusi (perpindahan yang terus menerus dari molekul
dalam suatu larutan atau gas) dipengaruhi oleh :
·                Ukuran molekul ( molekul kecil lebih cepat berdifusi dari molekul besar).
·                Konsentrasi molekul (molekul berpindah dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah).
·                Temperatur larutan (temperatur tinggi meningkatkan kecepatan difusi).
b.       Osmosis
Pelarut bergerak melewati membran menuju larutan yang berkonsentrasi lebih tinggi.
Tekanan osmotik terbentuk ketika dua larutan berbeda yang dibatasi suatu membran permeabel
yang selektif. Proses osmosis (perpindahan pelarut dari dari yang konsentrasi rendah ke
konsentrasi tinggi), dipengaruhi oleh :
·         Pergerakan air
·         Semipermeabilitas membran.
c.       Transfor aktif
Merupakan proses pemindahan molekul atau ion yang memiliki gradien elektrokimia dari
area berkonsentrasi rendah menuju konsentrasi yang lebih tinggi. Pada proses ini memerlukan
molekul ATP untuk melintasi membran sel.
d.       Tekanan hidrostatik
Gaya dari tekanan zat cair untuk melawan tahanan dinding pembuluh darah. Tekanan
hidrostatik berada diantara arteri dan vena (kapiler) sehingga larutan ber[indah dari kapiler ke
intertisial. Tekanan hidrostatik ditentukan oleh :
·         kekuatan pompa jantung
·         kecepatan aliran darah
·         tekanan darah arteri
·         tekanan darah vena
e.       filtrasi

91
Filtrasi dipengaruhi oleh adanya tekanan hidrostatik arteri dan kapiler yang lebih tinggi dari
ruang intertisial. Perpindahan cairan melewati membran permeabel dari tempat yang tinggi
tekanan hidrostatiknya ke tempat yang lebih rendah tekanan hidrostatiknya.
f.       Tekanan osmotik koloid
Terbentuk oleh larutan koloid (protein atau substansi yang tidak bisa berdifusi) dalam
plasma. Tekanan osmotik koloid menyebabkan perpindahan cairan antara intravaskuler dan
intertisial melewati lapisan semipermeabel. Hal ini karena protein dalam intravaskuler 16x lebih
besar dari cairan intertisial, cairan masuk ke capiler atau kompartemen pembuluh darah bila
pompa jantung efektif.
Perpindahancairandanelektrolittubuhterjadidalamtigafaseyaitu :
1.      FaseI :
Plasma darahpindahdariseluruhtubuhkedalamsistemsirkulasi, dannutrisi
danoksigendiambildariparu-parudantractus gastrointestinal.
2.      Fase II :
Cairan interstitial dengankomponennyapindahdaridarahkapilerdansel
3.      Fase III :
Cairandansubstansi yang ada di dalamnyaberpindahdaricairan interstitial
masukkedalamsel.Pembuluhdarahkapilerdanmembransel yang merupakanmembran
semipermiabelmampumemfiltertidaksemuasubstansidankomponendalamcairantubuhikutberpinda
h.

d)      Pengaturan Cairan tubuh


Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan antara jumlah cairan yang
masuk dan jumlah cairan yang keluar.
1.       Asupan
Asupan (intake) cairan untuk kondisi normal pada orang dewasa adalah ± 2500cc per hari.
Asupan cairan dapat langsung berupa cairan atau ditambah dari makanan lain. Pengaturan
mekanisme keseimbangan cairan ini menggunakan mekanisme haus. Pusat pengaturan rasa haus
dalam rangka mengatur keseimbangan cairan adalah hipotalamus. Apabila terjadi
ketidakseimbangan volume cairan tubuh di mana asupan cairan kurang atau adanya perdarahan,
maka curah jantung menurung, menyebabakan terjadinya penurunan tekanan darah.
2.       Pengeluaran
Pengeluaran (output) cairan sebagai bagian dalam mengimbangi asupan cairan pada orang
dewasa, dalam kondisi normal adalah ±2300 cc. Jumlah air yang paling banyak keluar berasal
dari ekskresi ginjal (berupa urine), sebanyak ±1500 cc per hari pada orang dewasa. Hal ini juga
dihubugkan dengan banyaknya asupan air melalui mulut. Asupan air melalui mulut dan
pengeluaran air melalui ginjal mudah diukur, dan sering dilakukakan melalui kulit (berupa
keringat) dan saluran pencernaan (berupa feses). Pengeluaran cairan dapat pula dikategorikan
sebagai pengeluaran cairan yang tidak dapat diukur karena, khususnya pada pasien luka bakar
atau luka besar lainnya, jumlah pengeluaran cairan (melalui penguapan) meningkat sehingga
sulit untuk diukur. Pada kasus seperti ini, bila volume urine yang dikeluarkan kurang dari 500 cc
per hari, diperlukan adanya perhatian khusus. Setiap 1 derajat celcius akan berpengaruh pada
output cairan.
Pasien dengan ketidakadekuatan pengeluaran cairan memerlukan pengawasan asupan dan
pengeluaran cairan secara khusus. Peningkatan jumlah dan kecepatan pernapasan, deman,
keringat, dan diare dapat menyebabkan kehilangan cairan secara berlebihan adalah muntah
secara terus menerus.
Hasil-hasil pengeluaran cairan adalah:
1.      Urine
Pembentukan urine terjadi di ginjal dan dikeluarkan melalui vesika urinaria (kandung
kemih). Proses ini merupakanproses pengeluaran cairan tubuh yang utama. Cairan dalam ginjal
disaring pada glomerulus dan dalam tubulus ginjal untuk kemudian diserap kembali ke dalam
aliran darah. Hasil ekskresi terakhir proses ini adalah urine. Jika terjadi penurunan volume dalam
sirkulasi darah, reseptor atrium jantung kiri dan kanan akan mengirimkan impuls kembali ke
ginjal dan memproduksi ADH sehingga mempengaruhi pengeluaran urine.
2.      Keringat

92
Keringat terbentuk bila tubuh menjadi panas akibat pengaruh suhu yang panas. Keringat
banyak mengandung garam, urea, asam laktat, dan ion kalium. Banyaknya jumlah keringat yang
keluar akan memengaruhi kadar natrium dalam plasma.
3.      Feses
Feses yang keluar mengandung air dan sisanya berbentuk padat. Pengeluaran air melalui
feses merupakan pengeluaran cairan yang paling sedikit jumlahnya. Jika cairan yang keluar
melalui feses jumlahnya berlebihan,maka dapat mengakibatkan tubuh menjadi lemas. Jumlah
rata-rata pengeluaran cairan melalui feese adalah 100 ml/hari.
e)       Pengaturan Elektrolit
1.       Natrium (Na+)
Merupakankation paling banyakdalamcairanekstrasel. Na+mempengaruhikeseimbanagan
air, hantaranimpulssarafdankontraksiotot.  ion natrium di dapat dari saluran pencernaan,
makanan atau minuman masuk ke dalam cairan ekstrasel  melalui proses difusi. Pengeluaran ion
natrium melalui ginjal, pernapasan, saluran pencarnaan, dan kulit. Pengaturan konsentrasi  ion di
lakukan oleh ginjal. Normalnyasekitar 135-148 mEq/lt.
2.       Kalium (K+)
Merupakankationutamacairanintrasel.Berfungsi sebagai excitability neuromuskuler dan
kontraksi otot. Diperlukan untuk pembentukan glikogen, sintesa protein,
pengaturankeseimbanaganasambasa, karena ion K+ dapatdiubahmenjadi ion hidrogen
(H+). Kalium dapat diperoleh melalui makanan seperti daging, buah-buahan dan sayur-sayuran.
Kalium dapat dikeluarkan melalui ginjal, keringat dan saluran pencernaan. Pengaturan
konsentrasi kalium dipengaruhi oleh perubahan ion kalium dalam cairan
ekstrasel.Nilainormalnyasekitar 3,5-5,5 mEq/lt.
3.       Kalsium (Ca2+)
Kalsium merupakan ion yang paling banyak dalam tubuh,
bergunauntukintegritaskulitdanstruktursel, konduksijantung, pembekuandarah,
sertapembentukantulangdangigi. Kalsium dalam cairan ekstra sel diatur oleh kelenjar paratiroid
dan tiroid. Hormon paratiroid mengabsorpsi kalisum melalui gastrointestinal, sekresi melalui
ginjal. Hormon thirocalcitonin menghambat penyerapan Ca+tulang. Kalsuim diperoleh dari
absorpsi usus dan resorpsi tulang dan di keluaran melalui ginjal, sedikit melalui keringaserta di
simpan dalam tulang. Jumlah normal kalsium 8,5 – 10,5 mg/dl.
4.       Magnesium (Mg2+)
Merupakankationterbanyakkeduapadacairanintrasel. Sangat penting untuk aktivitas
enzim, neurochemia, dan muscular excibility.  Sumber magnesium didapat dari makanan seperti
sayuran hijau, daging dan ikan.Nilainormalnyasekita 1,5-2,5 mEq/lt.
5.     Klorida (Cl ˉ )
Terdapatpadacairanekstraseldanintrasel, berperan dalam pengaturan osmolaritas serum dan
volume darah, regulasi asam basa, berperan dalam bufer pertukaran oksigen, dan karbon
dioksida dalam sel darah merah. Klorida disekresi dan di absorpsi bersama natrium di ginjal dan
pengaturan klorida oleh hormin aldosteron.Normalnyasekitar 95-105 mEq/lt.
6.       Bikarbonat (HCO3ˉ )
HCO3adalah buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat pada cairan ekstra sel dan
intrasel dengan fungsi utama adalah regulasi keseimbangan asam basa. Biknatdiaturolehginjal.
7.       Fosfat
Merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Berfungsi untuk meningkatkan
kegiatan neuromuskular, metabolisme karbohidrat, pengaturan asambasa. Pengaturan oleh
hormon paratiroid.

NILAI-NILAI NORMAL

Jeniscairandanelektrolit Nilai normal dalamtubuh

93
-      Potasium [K+] 3.5 – 5 mEq/L
-      Sodium [Na+] 135 – 145 mEq/L
-      Kalsium [Ca2+] 8.5 – 10.5 mg/dl (4.5 – 5.8 mEq/L)
-      Magnesium [Mg2+] 1.5 – 2.5 mEq/L
-      Fosfat [PO42-] 2.7 – 4.5 mg/dl
-      Klorida [Cl-] 98 – 106 mEq/L
-      Bikarbonat [HCO3] 24 – 28 mEq/L

2.2     Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


1.       Ketidakseimbangan cairan
Ketidakseimbangan cairan meliputi dua kelompok dasar, yaitu gangguan keseimbangan
isotonis dan osmolar.Ketidakseimbangan isotonis terjadi ketika sejumlah cairan dan elektrolit
hilang bersamaan dalam proporsi yang seimbang. Sedangkan ketidakseimbangan osmolar terjadi
ketika  kehilangan cairan tidak diimbangi dengan perubahan kadar elektrolit dalam  proporsi
yang seimbang sehingga menyebabkan perubahan pada konsentrasi dan osmolalitas serum.
Berdasarkan hal tersebut, terdapat empat  kategori  ketidak seimbangan cairan, yaitu :
a.       Kehilangan cairan dan elektrolit isotonik
b.       Kehilangan cairan (hanya air yang berkurang)
c.       Penigkatan cairan dan elektrolit isotonis, dan
d.       Penigkatan osmolal (hanya air yang meningkat)
2.       Defisit Volume Cairan
Defisit volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan  cairan   dan elektrolit ekstraseluler
dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini disebut juga
hipovolemia.Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler, lalu
diikuti dengan   perpindahan cairan interseluler menuju intravaskuler sehingga menyebabkan
penurunan cairan ekstraseluler.Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan
pemindahan cairan   intraseluler. Secara umum, defisit  volumecairan disebabkan oleh beberapa
hal, yaitu kehilangan   cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan cairan, perdarahan dan
pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi tempat cairan berpindah dan tidak mudah  untuk
mengembalikanya ke   lokasi semula dalam  kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat
berpindah dari  lokasi  intravaskuler  menuju lokasi potensial seperti pleura, peritonium,
perikardium, atau rongga sendi. Selain itu,  kondisitertentu, seperti terperangkapnya cairan dalam
saluran pencernaan, dapat terjadi akibat obstruksi saluran pencernaan.
3.       Defisit Cairan
Faktor Resiko
1.       kehilangan cairan berlebih (muntah, diare,dan pengisapan lambung) tanda klinis : kehilangan
berat badan
2.       ketidakcukupan asupan cairan (anoreksia, mual muntah, tidak ada cairan dan depresi konfusi)
tanda klinis : penurunan tekanan darah
4.       Dehidrasi
Dehidrasi disebut juga ketidakseimbangan hiiper osmolar, terjadi akibat kehilangan cairan
yang tidak diimbangi dengan kehilangan elektrolit dalam jumlah proporsional, terutama
natrium.Kehilangan cairan menyebabkan peningkatan kadarnatrium, peningkatan osmolalitas,
serta dehidrasi intraseluler. Air berpindah dari  sel  dan  kompartemen interstitial  menuju ruang
vascular. Kondisi ini menybabkan  gangguan fungsi sel da kolaps sirkulasi. Orang yang beresiko
mengalami dehidrasi salah satunya adalah individu lansia.Mereka mengalami penurunan respons
haus atau pemekatan urine.Di samping itu lansia memiliki  proporsi lemak yang lebih besar
sehingga beresiko tunggi mengalami dehidrasi akibat cadangan air yang sedikit dalam
tubuh.Klien dengan diabetes insipidus akibat penurunan hormon diuretik sering mengalami
kehilangan cairan tipe hiperosmolar. Pemberian cairan  hipertonik juga meningkatkan jumlah
solute dalam aliran darah.
5.       Kelebihan Volume Cairan (Hipervolemia)
Kelebihan volume cairan terjadi apabila tubuh menyimpan cairan   dan  elektrolit dalam
kompartemen ekstraseluler dalam proporsi yang seimbang. Karena adanya retensi cairan
isotonik, konsentrasi natrium dalam serum masih normal. Kelebihan cairan tubuh
hampir   selalu   disebabkan  oleh  penungkatan   jumlah natrium dalam serum. Kelebihan cairan

94
terjadi akibat overload cairan/adanya gangguan mekanisme homeostatispada proses regulasi
keseimbangan cairan.
Penyebab spesifik kelebihan cairan, antara lain :
a.       Asupan natrium yang berlebihan
b.       Pemberian infus berisi natrium terlalu cepat dan banyak, terutama pada klien dengan gangguan
mekanisme regulasi cairan.
c.       Penyakit yang mengubah mekanisme regulasi, seperti gangguan jantung (gagal ginjal kongestif),
gagal ginjal, sirosis hati, sindrom Cushing
d.       Kelebihan steroid.
e.       Kelebihan Volume Cairan
Factor resiko :
1.       Kelebihan cairan yang mengandung natrium dari terapi intravena Tanda klinis : penambahan
berat badan
2.       Asupan cairan yang mengandung natrium dari diet atau obat-obatan Tanda klinis : edema perifer
dan nadi kuat
6.       Edema
Pada kasus kelebihan cairan, jumlah cairan dan natrium yang berlebihan dalam
kompartemen  ekstraselulermeningkatkan tekanan osmotik. Akibatnya, cairan keluar dari sel
sehingga menimbulkan penumpukan cairan dalm ruang interstitial (Edema). Edema yang
sering  terlihat disekitar mata, kaki dan tangan. Edema dapat bersifat local atau menyeluruh,
tergantung pada kelebihan cairan yang terjadi. Edema dapat terjadi ketika
adapeningkatan   produksi cairan interstisial/gangguan perpindahan cairan interstisial.
Hal ini dapat terjadi ketika:
a.       Permeabilitas kapiler meningkat (mis.,karena luka bakar, alergi yang menyebabkan perpindahan
cairan dari kapiler menuju ruang interstisial).
b.       Peningkatan hidrostatik kapiler meningkat (mis., hipervolemia, obstruksisirkulasi vena) yang
menyebabkan cairan dalam pembuluh darahterdorong ke ruang interstisial.
c.       Perpindahan cairan dari ruangan interstisial terhambat (mis., pada blokade limfatik)
Edema pitting adalah edema yang meninggalkan sedikit depresi atau cekungan setelah
dilakukan  penekanan pada area yang bengkak.  Cekungan unu terjadiakibat pergerakan cairan
dari daerah yang ditekan menuju jaringan sekitar (menjauhi lokasi tekanan). Umumnya, edema
jenis ini adalah edema yang disebabkan oleh gangguan natrium. Adapun edema yang disebabkan
oleh retensi cairan hanya menimbulkan edema non pitting.

3.     Variabel Yang Mempengaruhi Keseimbangan Normal Cairan Dan Elektrolit


1.       Usia
Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini, usiaberpengaruh
terhadap proporsi tubuh, luas permukaan tubuh, kebutuhan metabolik, serta berat badan. Bayi
dan anak di masa pertunbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih besar dibandingkan
orang dewasa.Karenanya, jumlah cairan yang diperlukan dan jumlah cairan yang hilang juga
lebih besar dibandingkan orang dewasa. Besarnya kebutuhan cairan pada bayi dan anak-
anak juga dipengaruhi oleh laju metabolik yang tinggi serta kondisi ginjal mereka yang belum
atur dibandingkan ginjal orang dewasa. Kehilangan   cairan dapat terjadi akibat pengeluaran
cairan yang besar dari kulit dan pernapasan.   Pada individu lansia, ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit sering disebabkan oleh   masalah jantung atau gangguan ginjal
2.       Aktivitas
Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan cairan dan elektrolit.
Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan
penigkatan haluaran cairan melalui keringat. Dengan demikian, jumlah  cairan yang dibutuhkan
juga meningkat. Selain itu,kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) juga
mengalami peningkatan laju pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat.
3.       Iklim
Normalnya,individu yang tinggal di lingkungan yang iklimnya tidak terlalu panas tidak
akan mengalami pengeluaran cairan yang ekstrem melalui kulit dan pernapasan. Dalam situasi
ini, cairan yang keluar umumnya tidak dapat disadari (insensible water loss,  IWL). Besarnya
IWL pada tiap individu bervariasi, dipengaruhi oleh suhu lingkungan, tingkat metabolisme,dan
usia. Individu yang tinggal di lingkungan yang bertsuhu tinggi atau di dearah dengan
kelembapan yang rendah akan lebih sering mengalami kehilangan cairandan elektrolit. Demikian

95
pula  pada orang yang bekerja berat di  lingkungan yang bersuhu tinggi, mereka dapat kehilangan
cairan sebanyak lima litet sehari melalui keringat. Umumnya, orang yang biasa berada di
lingkungan panas akan  kehilangan cairan sebanyak 700 ml per jam saat berada ditempat yang
panas, sedangkan orang yang tidak biasa berada di lingkungan  panas dapat kehilangan cairan
hingga dua liter per jam.
4.       Diet
Diet seseorang berpengaruh juga terhadap asupan cairan dan elektrolit. Jika asupan
makanan tidak seimbang, tubuh berusaha memcah simpanan protein dengan terlebih dahulu
memecah simpanan lemak dan glikogen. Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar albumin.
5.       Stress
Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Saat stress, tubuh
mengalami peningkatan metabolism seluler, peningkatan konsentrasi glukosa darah, dan
glikolisis otot. Mekanisme ini mengakibatkan retensi air dan natrium.Disamping itu, stress juga
menyebabkan peningkatan produksi hormone anti deuritik yang dapat mengurangi produksi
urine.

6.       Penyakit
Trauma pada jaringan dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit dasar sel atau
jaringan yang rusak (mis., Luka robek, atau luka bakar). Pasien yang menderita diare juga dapat
mengalami peningkatan kebutuhan cairan akibat kehilangan cairan melalui saluran gastro
intestinal. Gangguan jantung dan ginjal juga  dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Saat aliran darah ke ginjal menurun karena kemampuan pompajantung menurun, tubuh
akan melakukan penimbunan cairan dan natrium sehingga terjadi retensi cairan dan kelebihan
beban cairan (hipervelomia). Lebih lajut, kondisi inidapat menyebabkan edema paru. Normalnya,
urine akan dikeluarkan dalam jumlah yang cukup untukmenyeimbangkan cairan dan elektrolit
serta kadar asam dan basa dalam tubuh. Apabila asupan cairan banyak, ginjal akan memfiltrasi
cairan lebih banyak dan menahan ADH sehingga produksi urine akan meningkat. Sebaliknya,
dalam keadaan kekurangan cairan, ginjal akan menurunkanproduksi urine dengan berbagi cara.
Diantaranya peningkatan reapsorpsi tubulus, retensi natrium dan pelepasan renin. Apabila ginjal
mengalami kerusakan, kemampuan ginjal untuk melakukan regulasi akan menurun. Karenanya,
saat terjadi gangguan ginjal (mis., gagal ginjal) individu dapat mengalami oliguria (produksi
urine kurang dari  40ml/ 24 jam) sehingga anuria (produksi urine kurang dari  200 ml/ 24 jam).
7.       Tindakan Medis
Beberapa tindakan medis menimbulkan efek sekunder terhadap kebutuhan cairan dan
elektrolit tubuh. Tindakan pengisapan cairan lambung dapat menyebabkan penurunan kadar
kalsium dan kalium.
8.       Pengobatan
Penggunaan beberapa obat seperti Diuretik maupun laksatif secara berlebihan dapat
menyebabkan peningkatan kehilangan cairan dalam tubuh.Akibatnya, terjadi defist cairan tubuh.
Selain itu, penggunan diuretic menyebabkan kehilangan natrium sehingga kadar kalium akan
meningkat. Penggunaan kortikostreroid dapat pula menyebabkan retensi natrium dan air dalam
tubuh.
9.       Pembedahan
Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami ketidakseimbangan cairan.
Beberapa klien dapat kehilangan banyak darah selama perode operasi, sedangkan beberapa klien
lainya justru mengalami kelebihan beban cairan  akibat asupan cairan berlebih melalui intravena
selama pembedahan atau sekresi hormon ADH selama masa stress akibat obat-obat anastesia.

4.   Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Keseimbangan Cairan Elektrolit Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi
pengkajian riwayat kesehatan (keperawatan), pengukuran klinis (berat badan harian, tanda vital,
serta asupan dan haluaran cairan), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium untuk
mengevaluasi keseimbangan cairan dan elektrolit.

Riwayat Kesehatan

96
Riwayat kesehatan dalam pengkajian meliputi asupan makanan dan cairan, haluaran cairan,
tanda–tanda kehilangan atau kelebihan cairan, tanda-tanda gangguan keseimbangan elektrolit,
penyakit yang diderita, obat atau tindakan yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan
cairan.
Pengukuran klinis
Tiga jenis pengukuran klinis yang dapat dilakukan oleh perawat adalah pengukuran berat
badan harian, tanda-tanda vital, serta asupan dan haluaran cairan.
Pengukuran berat badan
Pengukuran berat badan harian menyediakan informasi yang relatif akurat tentang status
cairan sebab perubahan berat badan menunjukkan adanya perubahan cairan akut. Setiap
penurunan berat badan satu kilogram menunjukkan tubuh kekurangan cairan sebanyak satu liter.
Perubahan berat badan menunjukkan terjadinya perubahan cairan pada seluruh kompartemen
tubuh. Apabila kehilangan/kelebihan berta badan mencapai 5%-8% dari total berat badan, ini
mengindikasikan terjadinya kelebihan/kehilangan cairan sedang hingga berat. Untuk
memperoleh hasil pengukuran berat badan yang akurat, diperlukan standardisasi alat ukur yang
digunakan sebelun dan sesudah penimbangan. Selain itu, penimbangan berat badan sebaiknya
dilakukan pada waktu yang sama (mis., sebelum sarapan atau setelah buang air besar) dan
dengan mengenakan pakaian yang sama. Secara umum, jumlah cairan yang hilang dapat dihitung
dengan rumus berikut.

Kehilangan air= berat badan normal – berat badan sekarang

Jika berat badan turun lebih dari 500 g/hari, ini mungkin menunjukkan telah terjadi
kehilangan cairan dari tubuh. Akan tetapi, jika penurunan kurang dari 300 g/hari, ini mungkin
disebabkan oleh penyebab lain. Begitu juga bila ada penambahan berat bdan, mungkn ini
menunjukkan retensi cairan.
Tanda vital
Perubahantanda vital mungkin mengindikasikan adanya ketidakseimbangan cairan,
elektrolit, dan asma basa, atau sebagai upaya kompensasi dalam mempertahankan keseimbangan
dalam tubuh. Peningkatan suhu tubuh mungkin menunjukkan kondisi dehidrasi, sedangkan
takikardia merupakan tanda pertama yang menunjukkan adanya hipovolemia akibat kekurangan
cairan. Denyut nadi cenderung menguat pada kondisi kelebihan cairan dan melemah pada
kekurangan cairan. Perubahan laju dan kedalaman pernapasan mungkin menunjukkan adanya
gangguan keseimbangan asam-basa. Tekanan darah cenderung meningkat pada kelebihan cairan
dan menurun pada kekurangan cairan.
Asupan dan haluaran
Pengukuran klinis ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah besarnya asupan dan haluaran
cairan. Pengukuran dan pencatatan asupan dan haluaran cairan dalam 24 jam diperlukan sebagai
data dalam menentukan keseimbangan cairan tubuh. Perawat harus memberikan informasi pada
klien, keluarga, dan seluruh tenaga kesehatan tentang perlunya penghitungan asupan dan
haluaran cairan yang akurat. Penghitungan asupan cairan meliputi asupan minum per oral,
makanan, makanan cair, cairan parenteral, obat-obat intravena, serta irigasi kateter atau selang.
Adapun penghitungan haluaran cairan meliputi haluaran urine, feses encer, muntahan, keringat,
drainase (lambung atau usus), drainase luka/fistula, serta dari pernapasan yang cepat dan dalam.
Untuk menentukan apakah asupan dan haluaran cairan proporsional, kita dapat melakukan
beberapa teknik, seperti membandingkan total asupan cairan per 24 jam dengan total haluaran
dalam 24 jam atau dengan membandingkan hasil pengukuran saat ini dengan sebelumnya.
Langkah ini terutama dilakukan untuk mengukur jumlah cairan yang besar, seperti urine.
Normalnya, orang dewasa memproduksi urine 40-80 ml/jam. Jika volume urine melebihi kisaran
tersebut, kemungkinan tubuh mengalami kelebihan cairan. Sebaliknya, jika volume urine kurang
dari 30ml/jam, kemungkinan terjadi dehidrasi.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang diperlukan untuk mengkaji kebutuhan cairan dan elektrolit
difokuskan pada kulit, rongga mulut, mata, vena jugularis,vena-vena tangan, dan sistem
neurologis.
Turgor kulit
Turgor kulit menggambarkan cairan intertisial dan elastisitas kulit. Penurunan turgor
terkait dengan elastisitas kulit. Normalnya, jika dicubit, kulit akan kembali ke posisi normal

97
setelah dilepaskan. Pada klien dengan defisit volume cairan, kulit akan kembali datar dalam
jangka waktu yang lebih lama(hingga beberapa detik). Pada orang dewasa, pengukuran turgor
kulit paling baik dilakukan di atas sternum, kening, dan paha sebelah dalam. Pada anak,
pengukuran turgor sebaiknya dilakukan di area abdomen atau paha bagian tengah. Pada orang
tua, turgor kulit mengalami penurunan sehingga perlu dilakukan penimbangan berat badan untuk
mengukur status hidrasi disamping dengan pengukuran turgor kulit.
Iritabilitas neuromuskular
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkaji ketidakseimbangan kalsium dan magnesium.
Pemerikaan fisik meliputi pemeriksaan tanda chovstek dan tanda trousseau. Pemeriksaan tanda
chovstek dilakukan dengan mengetuk saraf wajah (sekitar 2cm di depan liang telinga). Jika pada
saat diketuk terjadi refleks meringis pada otot wajah, termasuk bibir, berarti tanda chovstek
positif (mungkin terjadi hipomagnesemia atau hipokalsemia). Untuk melakukan test trousseau,
pasang manset tekanan darah pada lengan, pompa dengan tekanan di bawah sistole selama 2-3
menit. Apabila timbul spasme karpal dan tetani, mengindikasikan terjadinya hipokalsemia dan
hipomagnesemia.
Pemeriksaan laboratorium
Elektrolit serum
Pemeriksaan kadar elektrolit serum sering dilakukan untuk mengkaji adanya gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemeriksaan yang paling sering adalah natrium, kaliium ,
klorida, dan ion bikarbonat. Penghitungan kebutuhan cairan dengan menggunakan nilai
Na+adalah:
Air yang hilang = 0,6 x BB x(Na+ serum terukur – 142)
Na+serum terukur
Hitung darah
Hematokrit (Ht) menggambarkan persentase total darah dengan sel darah merah. Karena
hematokrit adalah pengukuran volume sel dalam plasma, nilainya akan dipengaruhi oleh jumlah
cairan plasma. Dengan demikian, nilai Ht pada klien yang mengalami dehidrasi atau hipovolemia
cenderung meningkat, sedangkan nilai Ht pada pasien yang mengalami overdehidrasi dapat
menurun. Normalnya, nilai Ht pada laki-laki adalah 40%-54% dan perempuan 37%-47%.
Biasanya, peningkatan kadar hemoglobin diikuti dengan peningkatan kadar hematokrit.
Air yang hilang= PAT x BB x [1- (Ht normal/Ht terukur)
Keterangan
Perbandingan air tubuh(PAT)
a)              nilai 0,2 untuk dehidrasi akut
b)             nilai 0,6 untuk dehidrasi kroni
Osmolalitas
Osmolalitas merupakan indikator konsentrasi sejumlah partikel yang terlarut dalam
serum dan urine. Biasanya dinyatakan dalam mOsm/kg.
Ph urine
pH urine menunjukkan tingkat keasaman urine yang dapat digunakan untuk
menggambarkan ketidakseimbangan asam-basa. pH urine normal adalah 4,6-8 pada kondisi
asidosis metabolik.
Berat jenis urine
Berat jenis urine dapat digunakan sebagai indikator gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit, walaupun hasilnya kurang reliabel. Akan tetapi, pengukuran BJ urine merupakan
cara paling mudah dan cepat untuk menentukan konsentrasi urine. Berat jenis urine dapat
meningkat saat terjadi pemekatan akibat kekurangan cairan dan menurun saat tubuh kelebihan
cairan. Nilai BJ urine normal adalah 1,005-1,030 (biasanya 1,010-1,025). Selain itu, BJ urine
juga meningkat saat terdapat glukosa dalam urine, juga pada pemberian dekstran, obat kontras
radiografi, dan beberapa jenis obat lainnya.

98
DAFTAR PUSTAKA

Jonathan, Gleadle, (2007), Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik, Jakarta : Erlangga.


Mandriwati, G.A, (2007), Penuntun Belajar Asuhan Kebidanan Ibu Hamil, Jakarta : EGC.)
Matondang, Corry S., Wahidiyat, Iskandar, dkk, (2009), Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi 2,
Jakarta : CV Sagung Seto.
Potter, Patricia A. dan Perry, Anne Griffin, (2005), Buku Ajar Fundamental Keperawatan,Edisi
4, Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Varney Helen, Kriebs, Jan M., dkk, (2007), Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Jakarta :
EGC.
Hidayat, A.Aziz Alimul, 2006, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika
Joyce, K & Everlyn, R.H. (1996). Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : EGC
Mubarak,Iqbal wahit,2008,Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi Dalam
Praktik,Jakarta : EGC
Suryadi hikmat,2012,Buku Saku Pemeriksaan Fisik Head to Toe.Sukabumi : LCN Press
Entrepreneur
http://nursingbegin.com/tag/pemeriksaan-fisik/
(Di akses pada tanggal 27 DESEMBER 2017 Pukul 14.15 WIB).
Alimul H, A Aziz. 2006. Pengantar KDM Aplikasi Konsep & Proses            
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Brunner & Suddart, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Vol.1. Jakarta: EGC
Towarto, Wartonal. 2007. Kebutuhan Dasar & Prose Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :       
Salemba Medika.
http://muhamadrezapahlevi.blogspot.com
Allen, CarolVestal, 1998,MemahamiProses Keperawatan DenganPendekatan
Latihan,, alih
A.Aziz Alimul H.Pengantar Kebutuhan DasarManusia. SalembaMedika. 2006 .
Jakarta.
Greven, Ruth, 1999, fundamental of nursing: human health and function,
Philadelphia: lippincott. bahasa Cristantie Effendy, Jakarta: EGC
Tamsuri, Anas. 2009. Seri Asuhan Keperawatan “Klien Gangguan Keseimbangan Cairan   &
Elektrolit” . Jakarta: ECG

99

Anda mungkin juga menyukai