Laporan Pendahuluan Ilius Obstructionnnn
Laporan Pendahuluan Ilius Obstructionnnn
ILEUS OBSTRUKTIF
Akumulasigas dan
cairan dalam humen
usus
Distensia abdomen
Resiko Nyeri
Kehilangan Volume Kekurangan
H2O dan ECF volume cairan
elektrolit
Peristaltik meningkat
sementara waktu, dalam Distensia bertambah
upaya memaksa isi usus
mendorong sumbatan
Distensia menghalangi
pasokan darah ke dalam
usus sehingga
menghambat absorbsi
usus
Dinding usus membengkak
Resiko Ketidakseimbangan ketika air, natrium serta kalium
Elektrolit di sekresikan ke dalam usus
dan tidak di absorbsi kembali
dari dalam anus
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus)
memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas
antara air dan udara atau gas (air-fluid level) yang membentuk pola
bagaikan tangga.
b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi
usus halus. Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika
suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto
polos abdomen. Pada anak-anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan
enema barium tidak hanya sebagai diagnostik tetapi juga mungkin
sebagai terapi.
c. CT–Scan.
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos
abdomen dicurigai adanya strangulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan
secara lebih teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus,
dan peritoneum. CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat
kontras kedalam pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui
derajat dan lokasi dari obstruksi.
d. USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab
dari obstruksi.
e. MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan
kontras yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini
digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
f. Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk
mendiagnosis adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus,
malrotation, dan adhesi.
2) Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada
urinalisa mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat
mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic. ( Brunner and Suddarth,
2002 )
7. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda -
tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi
mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu
diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi
dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang
keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan
nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung,
mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi
abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan
sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala
mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik
untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi
kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil
eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau
pertimbangan untuk dilakukan operasi : Jika obstruksinya berhubungan
dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang
dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat
diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang
dilakukan pada obstruksi ileus :
1) Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada
volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus baru
yang “melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan
sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan
tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri
maupun karena, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi keadaan penderitanya saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Sabara, 2007)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Identitas
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku dan gaya hidup.
b) Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat
dikaji. Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada
abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri
lepas, abdomen tegang dan kaku.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari
pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul
atau terus- menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala
numeric 1 s/d 10.
T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat
dan memperingan keluhan.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami penyakit pada sistem
pencernaan, atau adanya riwayat operasi pada sistem pencernaan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
dengan klien.
b. Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap
dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien.
2. Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal
3. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, pucat, hipotensi (tanda syok)
4. Sistem persarafan
Tidak ada gangguan pada sistem persyarafan
5. Sistem perkemihan
Retensio urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika
syok hipovolemik
6. Sistem pencernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau
tidak ada, ketidakmampuan defekasi dan flatus.
7. Sistem muskuloskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
8. Sistem integumen
Turgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah (syok)
9. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin
10. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi
2. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan output
berlebih Ketidak efektifan pola nafas b/d distensi abdomen
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d gangguan absorbsi nutrisi
3. Nyeri b/d distensi abdomen
4. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b/d distensia abdomen
meningkat
5. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
3. Intervensi
No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Kekurangan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1) Kaji kebutuhan cairan pasie 1) Mengetahui kebutuhan cairan pasien.
volume cairan selama 2x24 jam diharapkan 2) Observasi tanda-tanda vital: N, TD, P, 2) Perubahan yang drastis pada tanda-
dan elektrolit Kebutuhan cairan dan elektrolit S tanda vital merupakan indikasi
berhubungan terpenuhi, Mempertahankan hidrasi 3) Observasi tingkat kesadaran dan kekurangan cairan.
dengan output adekuat dengan bukti membran tanda-tanda syok 3) kekurangan cairan dan elektrolit dapat
berlebih mukosa lembab, turgor kulit baik, dan 4) Observasi bising usus pasien tiap 1-2 mempengaruhi tingkat kesadaran dan
pengisian kapiler baik, tanda-tanda jam mengakibatkan syok.
vital stabil, dan secara individual 5) Monitor intake dan output secara ketat 4) Menilai fungsi usus
mengeluarkan urine dengan tepat. 6) Pantau hasil laboratorium serum 5) Menilai keseimbangan cairan
Kriteria hasil: elektrolit, hematokrit 6) Menilai keseimbangan cairan dan
1. Tanda vital normal (N:70- 7) Beri penjelasan kepada pasien dan elektrolit
80 x/menit, S: 36-37 C, TD: keluarga tentang tindakan yang 7) Meningkatkan pengetahuan pasien dan
110/70 -120/80 mmHg) dilakukan: pemasangan NGT dan keluarga serta kerjasama antara
2. Intake dan output cairan puasa. perawat-pasien-keluarga.
seimbang 8) Kolaborasi dengan medik untuk 8) Memenuhi kebutuhan cairan dan
3. Turgor kulit elastic pemberian terapi intravena elektrolit pasien.
4. Mukosa lembab
5. Elektrolit dalam batas
normal (Na: 135-147
mmol/L, K: 3,5-5,5
mmol/L, Cl: 94-111
mmol/L).
2 Perubahan nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1) Tinjau faktor-faktor individual yang 1) Mempengaruhi pilihan intervensi.
kurang dari selama 2x24 jam diharapkan Berat mempengaruhi kemampuan untuk 2) Menentukan kembalinya peristaltik
kebutuhan b/d badan stabil dan nutrisi teratasi. mencerna makanan, mis: status puasa, ( biasanya dalam 2-4 hari ).
gangguan Kriteria hasil : mual, ileus paralitik setelah selang 3) Meningkatkan kerjasama pasien dengan
absorbsi nutrisi 1) Tidak ada tanda-tanda mal dilepas aturan diet. Protein/vitamin C adalah
nutrisi. 2) Auskultasi bising usus; palpasi kontributor utuma untuk pemeliharaan
2) Berat badan stabil. abdomen; catat pasase flatus. jaringan dan perbaikan. Malnutrisi
3) Pasien tidak mengalami 3) Identifikasi kesukaan / ketidaksukaan adalah fator dalam menurunkan
mual muntah diet dari pasien. Anjurkan pilihan pertahanan terhadap infeksi.
makanan tinggi protein dan vitamin C. 4) Sindrom malabsorbsi dapat terjadi
4) Observasi terhadap terjadinya diare; setelah pembedahan usus halus,
makanan bau busuk dan berminyak. memerlukan evaluasi lanjut dan
5) Kolaborasi dalam pemberian obat- perubahan diet, mis: diet rendah serat.
obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: 5) Mencegah muntah. Menetralkan atau
proklorperazin (Compazine). Antasida menurunkan pembentukan asam untuk
dan inhibitor histamin, mis: simetidin mencegah erosi mukosa dan
(tagamet). kemungkinan ulserasi.
3 Nyeri b/d Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1) Observasi TTV: N, TD, HR, P tiap shif 1) Nyeri hebat yang dirasakan pasien akibat
distensia selama 2x24 jam diharapkan rasa nyeri 2) Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan adanya distensi abdomen dapat
abdomen teratasi atau terkontrol skala nyeri yang dirasakan pesien menyebabkan peningkatan hasih TTV.
Kriteria hasil: sehubungan dengan adanya distensi 2) Mengetahui kekuatan nyeri yang
1) pasien mengungkapkan abdomen dirasakan pasien dan menentukan
penurunan 3) Berikan posisi yang nyaman: posisi tindakan selanjutnya guna mengatasi
ketidaknyamanan; semi fowler nyeri.
2) menyatakan nyeri pada 4) Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi 3) Posisi yang nyaman dapat mengurangi
tingkat dapat ditoleransi, tarik nafas dalam saat merasa nyeri rasa nyeri yang dirasakan pasien
menunjukkan relaks. 5) Anjurkan pasien untuk menggunakan 4) Relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
3) Skala nyeri menunjukkan tehnik pengalihan saat merasa nyeri 5) Mengurangi nyeri yang dirasakan pasien.
skala 0-1 hebat. 6) Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri
6) Kolaborasi dengan medic untuk terapi
analgetik
4 Resiko Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1) Monitor status cairan 1) Penurunan volume cairan mengakibatkan
ketidakseimbanga selama 2x24 jam diharapkan tidak 2) Dokumentasi intake dan ouput menurunnya produksi urine, monitoring
n cairan dan terjadi ketidakseimbangan cairan dan cairan yang ketat pada produksi urine <600
elektrolit b/d elektrolit 3) Kolaborasi dengan dokter ml/hari merupakan tanda-tanda
distensia Kriteria hasil pemberian cairan secara intravena terjadinya syok hipovolemi
abdomen 1) KH : CRT <3 detik, 4) Evaluasi kadar elektrolit 2) Sebagai data dasar dalam pemberian
meningkat 2) urine >600 ml/hari terapi cairan dan pemenuhan hidrasi
ditandai dengan tubuh secara umum
mual muntah 3) Jalur paten penting untuk pemberian
cairan cepat dan memudahkan perawat
dlaam melakukan kontrol intake dan
output cairan.
4) Sebagai deteksi awal menghindari
gangguan elektrolit sekunder dari muntah
pada pasien peritonitis
5 Ketidak efektifan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1) Observasi TTV: P, TD, N,S 1) Perubahan pada pola nafas akibat adanya
pola nafas selama 2x24 jam diharapkan pola 2) Kaji status pernafasan: pola, distensi abdomen dapat mempengaruhi
berhubungan nafas menjadi efektif frekuensi, kedalaman peningkatan hasil TTV.
dengan distensia Kriteria hasil : 3) Kaji bising usus pasien 2) Adanya distensi pada abdomen dapat
abdomen 1) pasien memiliki pola 4) Tinggikan kepala tempat tidur 40- menyebabkan perubahan pola nafas.
pernafasan: irama vesikuler, 60 derajat 3) Berkurangnya/hilangnya bising usus
frekuensi: 18-20x/menit 5) Observasi adanya tanda-tanda menyebabkan terjadi distensi abdomen
hipoksia jaringan perifer: cianosis sehingga mempengaruhi pola nafas.
6) Monitor hasil AGD 4) Mengurangi penekanan pada paru akibat
7) Berikan penjelasan kepada distensi abdomen.
keluarga pasien tentang penyebab 5) Perubahan pola nafas akibat adanya
terjadinya distensi abdomen yang distensi abdomen dapat menyebabkan
dialami oleh pasien oksigenasi perifer terganggu yang
8) Laksanakan program medic dimanifestasikan dengan adanya
pemberian terapi oksigen cianosis.
6) Mendeteksi adanya asidosis respiratorik.
7) Meningkatkan pengetahuan dan
kerjasama dengan keluarga pasien.
8) Memenuhi kebutuhan oksigenasi pasien
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan sesuai diagnose keperawatan
1. Tidak ada atau nyeri abdomen berkurang
2. Menunjukkan tanda-tanda keseimbangan cairan elektrolit
3. Membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan
ketetapan jumlah dan konsistensi
4. Mendapat nutrisi yang optimal
5. Tidak adanya depresi pernafasan
6. Tidur/istirahat tidak ada gangguan
7. Tidak mengalami komplikasi dengan suhu batas normal
8. Menunjukkan rileks dan tidak cemas
9. Memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang proses penyakitnya
DAFTAR PUSTAKA
Guyton A.C., Hall J.E. 2005a. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi ke- 9. Jakarta :
EGC
o.29.http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi 2 Jakarta :