Anda di halaman 1dari 17

EVIDENCE BASED MEDICINE

SCAD (Stable Coronary Arteri Disease)


BETA BLOCKER (BB)
DAN
CALCIUM CHANNEL BLOCKER (CCB)

Oleh:
Putu Ryan Mahardika 161200096
Sang Ayu Nyoman Wahyu Astika Dewi 161200097
Vincent Gunawan 161200098
Yunita Triani 161200099
Putu Aditya Dharma Sastra 161200100

JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sembahkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat-Nya makalah kajian ilmiah ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Makalah kajian ilmiah yang berjudul “Beta Blocker (BB) Dan Calcium Channel
Blocker (CCB)” ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam
menempuh mata kuliah Farmakoterapi I yang diampu oleh Bapak Made Krisna
Adi Jaya, S.Farm., M.Farm., Apt pada Semester Genap Tahun Akademik
2017/2018.
Makalah ini dapat hadir seperti sekarang ini tak lepas dari bantuan banyak
pihak, melalui kesempatan ini dengan penuh rasa hormat kami mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang telah berjasa membantu kami
selama proses pembuatan makalah ini.
Namun, kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna dan
luput dari perhatian kami. Baik itu dari bahasa yang digunakan maupun dari
teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan kerendahan
hati, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca serta demi
perbaikan makalah ini kedepannya.
Akhirnya, besar harapan kami agar kehadiran makalah ini dapat
memberikan manfaat yang berarti untuk para pembaca dan yang terpenting adalah
semoga dapat turut serta memajukan ilmu pengetahuan.

Denpasar, 24 Mei 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Coronary Artery Disease (CAD) atau dikenal juga dengan Coronary Heart
Disease (CHD)/Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kondisi dimana
terjadi penyempitan arteri koroner. Penyempitan tersebut dapat disebabkan antara
lain aterosklerosis, berbagai jenis arteritis, emboli koronaria, dan spasme sehingga
menyebabkan terbatasnya aliran darah yang mengalir dalam arteri koroner. Akibat
dari terbatasnya suplai darah pada jantung adalah iskemia, sehingga CAD juga
terkadang disebut Ischemic Heart Disease (IHD) (Katz MJ., 2010).
Penanganan lini pertama pada serangan akut SCAD adalah Nitrat, apabila
nyeri masih dirasakan pasien dengan terapi pengobatan Beta Bloker, Calcium
Channel Bloker (CCB), Ivabradine, Renolazine, Nicorandril, Trimetazidine
(Sharonne N, 2014).
Di Indonesia, penyakit jantung cenderung meningkat sebagai penyebab
kematian. Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1996 menunjukkan
bahwa proporsi penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun sebagai penyebab
kematian. Tahun 1975 kematian akibat penyakit jantung hanya 5,9%, tahun 1981
meningkat sampai dengan 9,1%, tahun 1986 melonjak menjadi 16% dan tahun
1995 meningkat menjadi 19%. Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa
kematian karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit jantung koroner
adalah sebesar 26,4 %, dan sampai dengan saat ini PJK juga merupakan penyebab
utama kematian dini pada sekitar 40% dari sebab kematian laki-laki usia
menengah(Supriyono M, 2008). Literatur lain menyebutkan, juga berdasarkan
survei kesehatan rumah tangga, angka kematian karena penyakit kardiovaskular
semakin meningkat di Indonesia. Pada tahun 1980 menduduki urutan ketiga
(9,9%), tahun 1986 urutan kedua (9,7%) dan tahun 1992 telah menduduki urutan
pertama sebagai penyebab kematian bagi penduduk usia lebih dari 45 tahun yaitu
sebanyak 16,4%. Pada SKRT tahun 1995, proporsi penyakit sistem sirkulasi ini
meningkat cukup pesat dan pada tahun 2009 tetap menduduki urutan pertama
sebagai sebab kematian di Indonesia (Makmun LH, 2009).

1
Berdasarkan data di atas, menjadi suatu keharusan bagi para calon
apoteker yang nantinya juga akan terjun ke masyarakat untuk memahami CAD
secara langsung maupun tidak langsung sehingga mampu melakukan tindakan
tepat berupa tindakan pendahuluan dalam kasus gawat darurat. Keputusan
penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan manfaat dan resiko.
Keamanan pemakaian obat antiiskemik perlu diperhatikan. Oleh karena itu,
penting untuk mengetahui pilihan terapi antiiskemik yang sesuai dan efektif.
Sehingga dalam terapi antiiskemik, professional kesehatan dapat memberikan
pertimbangan terapi yang sesuai dengan kondisi pasien yang didukung oleh
evidence based. Upaya tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien dengan resiko yang minimal.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut.
1. Apa definisi penyakit SCAD?
2. Bagaimana patofisiologi penyakit SCAD?
3. Apa saja obat-obat SCAD beserta mekanisme kerjanya?
4. Bagaimana perbandingan obat-obat SCAD berdasarkan EBM?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Agar mengetahui definisi dari penyakit SCAD
2. Agar mengetahui patofisiologi dari penyakit SCAD
3. Mengetahui penatalaksanaan penyakit SCAD (Farmakologi dan Non-
farmakologi)
4. Agar mengetahui macam-macam obat SCAD (antiiskemik) beserta
mekanisme kerjanya
5. Agar mengetahui perbandingan efektivitas obat SCAD (antiiskemik)
berdasarkan EBM

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi SCAD


Stable Coronary Artery Disease (SCAD) atau dikenal juga dengan
Coronary Heart Disease (CHD)/Penyakit Jantung Koroner (PJK) didefinisikan
sebagai penyakit jantung dan pembuluh darah yang disebabkan karena
penyempitan arteri koroner. Stable coronary artery disease (SCAD) adalah suatu
penyakit dengan manifestasi nyeri dada yang disebabkan oleh suatu aktivitas
atau stress akibat penyempitan ≥50% arteri koroner left main dan ≥70% pada
satu atau lebih pembuluh darah koroner mayor lainnya. Prevalensi angina pada
studi populasi menunjukkan peningkatan sesuai usia pada kedua jenis kelamin,
mulai dari 5-7% pada wanita usia 45-64 tahun, hingga 10-12% pada wanita usia
65-84 tahun, dan 4-7% pada laki-laki usia 45-64 tahun hingga 12-14% pada laki-
laki usia 65-84 tahun (Montalescot et al., 2013).
Oleh karena aterosklerosis merupakan penyebab terbanyak (99%), maka
pembahasan tentang PJK pada umumnya terbatas pada penyebab tersebut(Katz
MJ., 2010). Arterosklerosis pada dasarnya merupakan suatu kelainan yang terdiri
atas pembentukan fibrolipid dalam bentuk plak-plak yang menonjol atau
penebalan yang disebut ateroma yang terdapat di dalam tunika intima dan pada
bagian dalam tunika media. Proses ini dapat terjadi pada seluruh arteri, tetapi yang
paling sering adalah pada left anterior descendent arteri coronaria, proximal arteri
renalis dan bifurcatio carotis(Katz MJ., 2010).
Penyakit ini ditandai dengan adanya mismatch antara kebutuhan dan suplai
oksigen yang menyebabkan hipoksia dan iskemi, namun masih bersifat reversible
dan timbul secara episodik (periodik).

Sup
ply
Gambar 2.1 Dema
nd
3
2.2 Klasifikasi SCAD
Pada patogenesis aterosklerosis telah dijelaskan bahwa di akhir
pembentukannya dalam lumen arteri, dapat bersifat sebagai plak yang stabil atau
plak vulnerable (tak stabil). Oleh karena itu penyakit jantung koroner memberikan
dua manifestasi klinis penting yaitu Angina Pektoris Stabil dan Sindrom Koroner
Akut(Darmawan A, 2010).
a. Angina Pektoris Stabil
Angina Pektoris adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia
miokardium(Rahman Muin, 2006). Iskemia miokardium merupakan hasil dari
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen
miokard(Rahman Muin, 2006). Iskemia miokard dapat disebabkan oleh stenosis
arteri koroner, spasme arteri koroner dan berkurangnya kapasitas oksigen di
darah(Alaeddini J, 2011).
b. Sindroma Koroner Akut
Sindroma Koroner Akut merupakan sekumpulan gejala klinis umum
sebagai hasil akhir dari iskemia miokardial akut. Iskemia akut biasanya
disebabkan oleh rupturnya plak aterosklerosis atau ditambah dengan trombosis
intrakoroner. Sindroma koroner akut meliputi Infark Miokard (disertai ST elevasi
atau Non-ST elevasi) dan Angina Pektoris Tak Stabil(Kim MC, 2011).
c. Angina Pektoris Tak Stabil
Istilah angina tidak stabil pertama kali digunakan 3 dekade yang lalu dan
dimaksudkan untuk menandakan keadaan antara infark miokard dan kondisi lebih
kronis angina stabil. Angina tidak stabil merupakan bagian dari sindrom koroner
akut dimana tidak ada pelepasan enzim dan biomarker nekrosis miokard(21).
Angina dari sindrom koroner akut cenderung merasa lebih parah dari angina
stabil, dan biasanya tidak berkurang dengan istirahat beberapa menit atau bahkan
dengan tablet nitrogliserin sublingual. SKA menyebabkan iskemia yang
mengancam kelangsungan hidup dari otot jantung. Kadang-kadang, obstruksi
menyebabkan SKA hanya berlangsung selama waktu yang singkat dan tidak ada
nekrosis jantung yang terjadi(Katz MJ, 2010).

4
d. Non STEMI
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur
plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi
menyeluruh lumen arteri koroner. Non STEMI memiliki gambaran klinis dan
patofisiologi yang mirip dengan Angina Tidak Stabil, sehingga penatalaksanaan
keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan
manifestasi klinis Angina Tidak Stabil menunjukkan bukti adanya nekrosis
miokard berupa peningkatan biomarker jantung (Harun S, Alwi I, 2006).
e. STEMI
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika
aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus arteri
koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular (Harun S, Alwi I, 2006).
2.3 Patofisiologi SCAD
Nyeri dada pada angina pektoris disebabkan karena timbulnya iskemia
miokard atau karena suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang.
Berkurangnya aliran darah terjadi karena penyempitan pembuluh darah koroner
(arteri koronaria).
Penyempitan terjadi karena proses ateroskleosis atau spasme pembuluh
koroner atau kombinasi proses aterosklerosis dan spasme. Aterosklerosis dimulai
ketika terjadinya timbunan lemak kolesterol di intima arteri besar. Timbunan ini,
dinamakan ateroma atau plak. Plak akan menyumbat aliran darah karena timbunan
ini menonjol kelumen pembuluh darah.
Ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrient oleh sel-sel endotel
yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran
darah karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan
menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran
darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan
cenderung terjadi pembentukan bekuan darah

5
Pendekatan Diagnostik SCAD

6
Sindrom Koroner Akut
Angina
Kriteria Pektoris Angina Tidak
Diagnostik Stabil Stabil NSTEMI STEMI

Nyeri dada iskemik, identifikasi faktor pencetus dan atau faktor resiko. Sifat
nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut:

1. Lokasi: substernal, retrosternal dan prekordial.

2. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.

3. Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi,


punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.

4. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan

5. Hati-hati pada pasien diabetes mellitus, kerap pasien tidak mengeluh


nyeri dada akibat neuropati diabetik.

Berikut perbedaan nyeri dada jantung dan non-jantung

Anamnesis

1. Angina
Istirahat:
Angina timbul
saat istirahat,
>20 menit

2. Angina
Onset baru:
1. Ny baru timbul
eri dada dalam 2 bulan,
berlang aktivitas sehari-
sung hari nyata
selama terbatas seperti
sekitar nyeri muncul
1-3 saat naik
menit, tangga 1 lantai
dan dengan
dapat kecepatan biasa
>10′ (CCS III) 1. Nyeri dada >20 menit

2. Ge 3. Angina 2. Tidak hilang dengan


jala Progresif: istirahat maupun nitrat
sistemi dalam 2 bulan
k (-) bertambah Gambaran 3. Tidak selalu dicetuskan
seperti sering, lama klinis oleh aktivitas.
mual, dan CCS naik 7 mirip
muntah, minimal Angina 4. Disertai gejala sistemik:
Anamnesis keringat menjadi CCS Tidak mual, muntah, lemah, keringat
Khusus dingin. III Stabil. dingin.
Hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti
oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan komplikasi tersering aterosklerosis.
Awalnya, suplai darah tersebut walaupun berkurang masih cukup untuk
memenuhi kebutuhan miokard pada waktu istirahat, tetapi tidak cukup bila
kebutuhan oksigen miokard meningkat seperti pada waktu pasien melakukan
aktivitas fisik yang cukup berat.
Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigennya
juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung yang sehat,
arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan
oksigen ke otot jantung. Akan tetapi apabila arteri koroner mengalami kekakuan
atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon
terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan terjadi iskemia (kekurangan suplai
darah) miokard dan sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob
untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Proses pembentukan energy ini sangat tidak efisien dan menyebabkan
pembentukan asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan
menyebabkan nyeri pada kondisi angina pectoris. Apabila kebutuhan energy sel-
sel jantung berkurang, suplai oksigen oksigen menjadi adekut dan sel-sel otot
kembali keproses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energy. Proses ini tidak
menghasilkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri
angina pectoris mereda.

2.3 Obat-obat SCAD Beserta Mekanisme Kerja (Golongan Antiiskemia)


1. Nitrat
Nitrat mejadi 1st choice pada serangan akut, karena nitrat dapat
mengurangi aliran balik vena ke jantung sehingga mampu mengurangi kerja
jantung
Penggunaan Nitrat pada serangan angina:
 Nitrat short acting untuk angina akut
a. Nitroglycerin sublingual (0,3-0,6 mg) setiap 5 menit dan dosis max.
1,2 mg digunakan selama 15 menit.

8
b. ISDN sublingual 5 mg selama1 jam
 Nitrat long acting untuk pencegahan angina
a. ISDN selalu diberikan untuk pencegahan angina
b. Transdermal nitrogliserin patches

2. Beta Bloker
Membantu menurunkan tekanan darah dengan menghambat efek hormon
epinephrine atau adrenalin yang dapat meningkatkan denyut jantung secara
berlebihan. Golongan beta bloker juga membantu melebarkan pembuluh darah
dan melancarkan aliran darah
Golongan b-bloker : propanolol, metoprolol, atenolol.

3. Calcium Channel Bloker (CCB)


Memiliki efek mendilatasi arteri jantung dan meningkatkan supply O2 ke
otot jantung. Bekerja dengan menghambat secara selektif masuknya ion Ca²+
melewati slow channel yang terdapat pada membran sel (sarkolema) otot jantung
dan pembuluh darah.
CCB dibagidalam 2 golongan besar: golongan dihidropiridin seperti
nifedipin , amlodipin, dan nicardipin. dan golongan non dihirdropiridin seperti
diltiazem dan verapamil. Golongan dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi
lebih kuat dan efek inotropik negatif juga lebih kecil.

4. Ivabradine
Menurukan denyut jantung secara selektif dengan menghambat sinus node
I(f) pacemaker sehingga mengurangi kebutuhan oksigen pada miokard. Obat ini
menurunkan kecepatan denyut jantung seperti golongan beta-bloker, tetapi
memiliki tingkat keamanan lebih bagi pasien dengan infeksi paru, atau penyakit
lainnya yang intoleransi mengonsumsi obat golongan beta-bloker.

5. Renolazine

9
Digunakan untuk melemaskan otot jantung dan meningkatkan aliran
darah. Obat ini umumnya diberikan bagi penderita gagal jantung dan artimia
karena tidak mempengaruhi kecepatan denyut jantung

6. Nicorandril
Obat ini mengandung penggerak kanal kalium yang berfungsi melebarkan
pembuluh arteri dan melancarkan peredaran darah menuju jantung. Biasanya
digunakan sebagai pengganti obat CCB bagi penderita dengan kondisi medis
tertentu.

7. Trimetazidine
Obat anti-angina modulator metabolik yang memiliki efektivitas anti-
angina mirip dengan propanolol pada dosis 20 mg tiga kali sehari.

BAB III

PEMBAHASAN

Management of stable angina:


A commentary on the European Society of Cardiology guidelines

Gambar 3.1

10
Pada gambar diatas di tunjukkan bahwa CCB di hydropiridine dan beta
blocker, antara CCB dan non dihydropyridine. Bisa di lihat pada gambar di atas
bahwa total waktu CCB dihydropyridine dan beta blocker dengan CCB non
dihydropyridine dengan beta blocker memiliki hasil yang tidak signifikan.Tetapi
kombinasi antara obat CCB non dihydropyridine dan beta blocker harus di hindari
karena dapat mengakibatkan bradycardia atau blok atrioventricular, sedangkan
CCB dihydropyridine dengan beta blocker tidak memiliki efek samping yang
dapat mengakibatkan bradycardia atau blok atrioventricular.
Dimana bradycardia sendiri adalah kondisi di mana jantung penderita
berdetak lebih lambat dari kondisi normal. Umumnya, detak jantung normal pada
orang dewasa saat beristirahat adalah 60 sampai 100 kali per menit. Sedangkan
jantung penderita bradikardia berdetak di bawah 60 kali per menit. Itu artinya
penyakit ini memperlemah jantung dan dapat membuat iskemik myocardial
bertambah parah. Sama halnya pada blok atrioventricular, blok atrioventricular
adalah interupsi atau penundaan konduksi listrik dari atria ke ventrikel karena
kelainan sistem konduksi di AV node atau sistem His-Purkinje.
Walaupun hasil dari data di atas tidak signifikan tetapi kombinasi obat
CCB non dihydropyridine dengan beta blocker harus di hindari karena dapat
mengakibatkan bradycardia dan atrioventricular block yang dapat memperparah
iskemik myocardial, maka dari itu di ajnurkan menggunakan CCB
dihydropyridine dengan Beta Blocker walaupun tidak memberikan hasil yang
signifikan dalam evidence based medicine tetapi CCB dihydropyridine dengan
beta blocker tidak memberikan efek samping yang dapat memperparah iskemik
myocardial.

11
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Stable Coronary Artery Disease (SCAD) atau dikenal juga dengan
Coronary Heart Disease (CHD)/Penyakit Jantung Koroner (PJK) didefinisikan
sebagai penyakit jantung dan pembuluh darah yang disebabkan karena
penyempitan arteri koroner. Salah satu penyebab utama dari SCAD merupakan
arterosklerosis. Arterosklerosis pada dasarnya merupakan suatu kelainan yang
terdiri atas pembentukan fibrolipid dalam bentuk plak-plak yang menonjol atau
penebalan yang disebut ateroma yang terdapat di dalam tunika intima dan pada
bagian dalam tunika media.
Iskemia miokard adalah kondisi terjadi ketika suplai darah dan oksigen ke
miokard berkurang. Obat-obat dari SCAD golongan antiiskemia adalah, nitrat,

12
beta blocker, Calcium Channel Blocker (CCB), Ivabradine, Renolazine,
Nicorandril, dan Trimetazidine.
Pada jurnal yang di bahas terdapat 2 golongan obat yaitu, CCB
Dihydropyridine dan Beta blocker dengan CCB non dihydropyridine dan beta
blocker, dimana hasil dari Evidence based medicine, tidak menunjukkan hasil
yang signifikan, akan tetapi kombinasi antara CCB non dihydropyridine dan beta
blocker harus di hindari di karenakan memeiliki efek samping yang dapat
mengakibatkan bradycardia atau blok atreioventricular.

DAFTAR PUSTAKA

Alaeddini J. Angina pectoris. Medscape [serial online] Oct 2011 [cited 2011 Nov
17]; Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/150215-overview#showall

Bryg RJ. 2009. Coronary artery disease. WebMD [serial online] 2009 [cited 2011
Nov 10]; Available from: URL: http://www.webmd.com/heart-
disease/guide/heart-disease-coronary-artery-disease?page=3

Darmawan A. 2010. Penyakit jantung koroner. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran


Universitas Muhammadiyah.

Deckelbaum L. Heart attacks and Coronary artery disease. Chapter 11. [cited
2011 Nov 10]; Available from:
URL:http://www.med.yale.edu/library/heartbk/11.pdf. p.133.

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F. & Geissler, A.C. 2010. Nursing care plant
Libby P & Theroux P, 2014. Pathophysiology of Coronary Artery Disease.

13
Harun S, Alwi I. 2006. Infak miokard akut tanpa elevasi ST. In Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam. p:1626.

Katz MJ. 2010. Coronary artery disease. Atrain Education [serial online] 2010
[cited 2011 Nov 09]; Available from:
URL: http://www.atrainceu.com/pdf/41_Coronary_Artery_Disease_C
AD.pdf

Kim MC, Kini AS & Fuster V. 2011. Definitions of acute coronary syndromes. In
Hurst’s The Heart. Vol. 2. 13th ed. New York: McGraw-Hill. p.1287.

Latif Ch. 2011. Buku panduan pendidikan klinik dokter muda laboratorium ilmu
penyakit dalam. Samarinda: Lab. Penyakit Dalam FK UNMUL.

Makmun LH, Alwi I & Ranitya R. 2009. Panduan tatalaksana sindrom koroner
akut dengan elevasi segmen ST. Jakarta: Interna Publishing.

Montalescot G, Sechtem U, Achenbach S, et al. 2013 ESC guidelines on the


management of stable coronary artery disease: The Task Force on the
management of stable coronary artery disease of the European Society of
Cardiology. Eur Heart J. 2013;34(38):2949-3003.

Montalescot G, Sechtem U, Achenbach S, Andreotti F, et al. 2013. ESC


guidelines on the management of stable coronary artery disease. Eur Heart
J 34:2949-3003.

Rahman Muin. 2006. Angina pektoris stabil. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
4th ed. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam: Jakarta.
p:1611.

Supriyono M. 2008. Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian


penyakit jantung koroner pada kelompok usia < 45 tahun (studi kasus
di RSUP dr. Kariadi dan RS Telogorejo Semarang). Semarang: Undip.

14

Anda mungkin juga menyukai