Anda di halaman 1dari 17

Fenomena LGBT di Negara dengan Ideologi Pancasila

Oleh Kelompok 6 RA

1. Silmia Trisnawati (R011201011)


2. Alda Dwi Aprilia (R011201025)
3. Adinda Tasya Pratiwi (R011201039)
4. Michael Abednego (R011201053)
5. Aurelia Daud Valentina (R011201067)
6. Nurhikma (R011201081)
7. Rifna Safira (R011201095)
8. Marwah Umar (R011201109)
9. Suriani (R011201123)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah swt. yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kelompok kami dapat
menyelesaikan makalah Pancasila ini yang berjudul “Fenomena LGBT di
Negara dengan Ideologi Pancasila” dengan tepat waktu. Tak lupa pula kita
senantiasa mengirimkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad
SAW., yang telah menjadi khuswatun hasanah bagi seluruh umat islam.
Makalah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas dari
dosen pada mata kuliah Pendidikan Pancasila pada prodi ilmu
keperawatan, Universitas Hasanuddin. Selain itu, kami para penulis juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan terkait hakekat nilai-
nilai Pancasila baik bagi pembaca maupun kami selaku penyusun makalah
ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Walaupun kami telah menyusun makalah ini dengan upaya yang
sungguhsungguh, karena berbagai keterbatasan kami, makalah ini masih
memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya dan kami mengharapkan pembaca dapat memberikan
saran dan kritik yang membangun.

Makassar, 8 Oktober 2021

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 3
C. Tujuan ..................................................................................................................... 3
BAB II................................................................................................................................. 4
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 4
A. Konsep .................................................................................................................... 4
B. Realita ..................................................................................................................... 5
C. Masalah ................................................................................................................... 6
D. Solusi..................................................................................................................... 10
BAB III ............................................................................................................................. 13
PENUTUP ........................................................................................................................ 13
A. Kesimmpulan ........................................................................................................ 13
B. Saran ..................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara
bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila.
Kesatuan Pancasila ini merangkum tiga aspek1 : (1) kepribadian; (2)
identitas diri; (3) keunikan masyarakat. Maka sebagai suatu sistem
kesatuan yang utuh atau dengan kata lain sebagai ideologi nasional, sudah
seharusnya Pancasila dapat menampik perkembanganperkembangan yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Pada tahap Pancasila
berhadapan dengan perkembangan teknologi dan perkembangan zaman
inilah maka Pancasila layak disebut sebagai ideologi pembangunan.
Sebagai ideologi pembangunan Pancasila harus bersifat evolutif, karena
pemikiran manusia sebagai subyek pangatur zaman pada hakikatnyapun
bersifat evolutif.
Di samping masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai
masyarakat heterosexual di sisi lain banyak pula kelompok-kelompok
kecil yang diluar kelompok heterosexual. Fakta di lapangan
memperlihatkan bahwa di Indonesia terdapat banyak individu dengan
orientasi seksual menyimpang. Penyimpangan orientasi seksual yang
terjadi seperti: Lesbian, Gay, Bisexsual, dan Transgender (untuk
selanjutnya akan disebut LGBT). Pengaturan tentang orientasi seksual
belum ada di tata peraturan perundang-undangan Indonesia
Fenomena Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender (LGBT)
merupakan fenomena yang menjadi perdebatan di kalangan masyarakat
internasional maupun nasional. Secara garis besar, LGBT merupakan
bentuk menyukai sesama jenis. Tidak sedikit pula negaranegara di dunia

1
yang telah mendukung perilaku LGBT dan melegalkan perkawinan
sesame jenis.
Berbagai kelompok masyarakat , utamanya dari kelompok agama
menentang keras adanya fenomena tersebut. Disisi lain, tidak sedikit pula
kelompok masyarakat yang mendukung adanya LGBT di Indonesia,
bahkan ada yang mengusulkan agar pemerintah segera membuat kebijakan
untuk mengakomodasi kepentingan para penganut LGBT. Pihak yang
menentang tersebut berpendapat bahwa LGBT merupakan perilaku
menyimpang dan bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Terlebih
lagi, perilaku LBGT sedang “trend” di kalangan generasi muda sehingga
dapat memberikan pengaruh negatif, terutama bagi masa depan mereka.
Bagi kelompok masyarakat yang mendukung LBGT, perilaku tersebut
sah-sah saja untuk dilakukan sebagaimana manusia normal pada
umumnya. Justru Pemerintah harus mengakomodasi kepentingan kaum
LBGT agar setara dengan masyarkat lainnya atas dasar persamaan hak
asasi manusia
Pada dasarnya, perilaku LBGT sudah lama ada di Indonesia,
namun tidak secara terang-terangan muncul di lingkungan masyarakat,
mengingat respon masyarakat cenderung negatif menanggapi hal tersebut.
Namun, setelah isu LBGT menjadi perbincangan dunia dan beberapa
Negara mendukung legalisasi hak kaum LBGT, maka kaum LBGT di
Indonesia ikut mendesak Pemerintah untuk melegalkan LBGT melalui
pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur hak-hak
kaum LBGT. Saat ini, kaum LBGT-pun secara terang-terangan berani
untuk menyatakan sikap di hadapan umum maupun di lingkungan
masyarakat. Menurut survey yang dilakukan oleh Freedom to Marry
Organization pada tahun 2014, bahwa telah ada 22 negara dari 204 negara
yang telah diakui secara de facto oleh PBB yang melegalkan perkawinan
sejenis diseluruh wilayah negaranya.

2
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Bagaimanakah arti penting Pancasila terhadap pengaturan kaum
LGBT?
2. Apakah fenomena LGBT yang terjadi di Indonesia bertentangan
dengan nilai Pancasila sebagai dasar negara?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui arti penting pancasila terhadap pengaturan kaum
LGBT.
2. Untuk mengetahui apakah fenomena LGBT yang terjadi di Indonesia
bertentangan dengan nilai pancasila sebagai dasar negara.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep

LGBT merupakan akronim dari “Lesbian, Gay, Biseksual dan


Transgender”. Istilah ini digunakan circa tahun 90 an untuk menggantikan
frase “komunitas gay”. Setiap komunitas yang disebut dan terkandung
dalam akronim di atas tersebut, pada praktiknya, telah berjuang untuk
mengembangkan identitasnya masing-masing. Bagaimana mereka
bersekutu dan menyimbolisasikannya lewat bendera pelangi adalah hal
yang telah melewati proses yang sangat panjang. Perkembangan LGBT di
Indonesia walaupun tidak dapat dikatakan cukup pesat,namun masyarakat
makinmenyadari akan adanya keberadaan kaum LGBT disekitar mereka .
Data yang dilansir oleh portal gaya nusantara (Oetomo,2006)
mengatakan bahwa kaum ini di Indonesia sudah mencapai sekitar 20.juta.
Bahkan Kinsey dalam penelitiannya menemukan bahwa setiap individu
memeliki kecndrungan seksual menyukai sesame jenis ,satu dari tiga orang
respondennya pernah memilki pengalaman melakukan hubungan seksual
paling tidak sekali dengan sesame jenis (Oetomo,2006). Kemudian WHO
pada tahun 2005 menyatakan bahwa orientasi seksual seseorang yang tidak
“lazim”bukanlah penyakit social melainkan hanya preferensi seksual
individu.
Dewasa ini kecendrungan kaum penganut LGBT untuk
mengespresikan dirinya semakin nampak dan makin berani. Fenomena dan
isu seputar LGBT telah menjadi perbincangan yang sangat hangat di
banyak kalangan masyarakat dan khalayak ramai, terutama di
negaranegara berkembang yang mana masih berpendapat bahwa orientasi
seksual adalah sesuatu yang masih asing dalam kebudayaan mereka.

4
Bahkan, banyak lagi yang telah meloloskan regulasi untuk melarang
orang-orang dari perilaku LGBT tersebut. Lembaga-lembaga swadaya
masyarakat pun beramai-ramai dan bertubitubi melawan dengan getir
peraturan-peraturan yang melarang orientasi seksual ini sembari
menyatakan bahwa pangkal permasalahannya kembali kepada sebuah
pilihan pribadi dan tindakan yang telah melumpuhkan pengamalan dan
pelaksanaan isu-isu fundamental lagi mendasar dari arti hak asasi manusia.

B. Realita
Isu LGBT yang dewasa ini santer terdengar di Indonesia menjadi
pihak latih-tanding untuk UUD NRI 1945 dan Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia. Hasil survey pada bulan Juli
2015 menyebutkan jumlah gay di Indonesia ada ratusan ribu orang. Data
yang dirilis Kementerian Kesehatan di tahun 2006, Jumlah Lesbian, Gay
dan Bisexsual 760 ribuan orang. Sementara transgender 28 ribu orang.11
Direktorat Jenderal Administrasi dan Kependudukan Kementerian Dalam
Negeri pernah mendata jumlah transgender di Indonesia pada 2005
mencapai 400 ribu orang. Sedangkan pada 2008 terdata oleh data Yayasan
Srikandi Sejati sebanyak 6 juta transgender di Indonesia.12 Dari data
statistik diatas digambarkan 58,3% lelaki Indonesia adalah gay; 32,8%
tergolong bisexsual; 5,6% perempuan di Indonesia adalah lesbian; 0,7%
adalah transgender; dan 2,6% termasuk dalam queer. Jumlah responden
pengisian survey adalah 573 orang dan dilakukan dalam rentang waktu 21
hari secara online.
Pengakuan HAM kaum LGBT secara eksplisit dari bunyi pasal-
pasal Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia
memang tidak ditemukan. Namun hal itu tidak menjadikan pemenuhan
hak terhadapnya dapat diabaikan karena LGBT juga merupakan warga
negara Indonesia. Masalah pemenuhan hak kaum LGBT dari Undang-
undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia sebagai dasar
harus ditinjau ulang.

5
Kurang efektifnya norma hukum dalam Undang-undang Nomor 39
Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia terhadap kaum LGBT lebih
disebabkan karena mengkristalnya pemahaman seks dan gender di kepala
masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia masih menganggap asing
kaum LGBT atau dalam hal ini digunakan istilah homophobic. Nilai-nilai
sosial dan keagaman masih tertanam kuat dalam pengertian masyarakat.
Setiap orang diluar perempuan dan laki-laki dengan keterterikan dan
orientasi seksual bukan kepada lawan jenis adalah sesat dan pendosa14.
Maka dari itu pengasingan, pengucilan dan stigmatisasi terhadap kaum
LGBT wajar untuk dilakukan. Hal ini terkait bahwa kaum LGBT adalah
bukan anggota kelompok warga masyarakat Indonesia, maka
sewajarnyalah mereka yang sesat dan pendosa ini dikeluarkan dari
kelompok sosial layaknya sanksi berat yang dijatuhkan kepada mereka
pelanggar aturan kelompok.

C. Masalah
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memiliki peran penting
sebagai pedoman penyelenggaran negara. Dikaji berdasarkan stuffenbau
theory (teori piramida berjenjang), Pancasila menempati posisi paling atas
sebagai grudnorm (norma dasar) yang mendasari keseluruhan peraturan
perundang-undangan dibawahnya. Dengan demikian Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum yang ada di Indonesia, sehingga
keseluruhan peraturan perundang-undangan yang dibuat, nilai-nilainya
tidak boleh bertentangan dengan sila Pancasila.
Fenomena LGBT di Indonesia yang saat ini menjadi perbincangan
menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dengan demikian
perlu dikaji apakah fenomena LGBT sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
sebagai jati diri dan kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila terdiri dari 5
sila yang masing-masing silanya memiliki hakikat tersendiri, namun saling

6
berkorelasi. Tiap sila tersebut memiliki nilai-nilai yang mencerminkan
sifat dan karakter bangsa Indonesia.
Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, hakikat sila pertama
merupakan nilai Ketuhanan, dimana Negara Indonesia percaya dan
mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta alam semesta
beserta isinya, sehingga nilai Ketuhanan dijadikan sebagai pedoman dalam
menjalankan sistem ketatanegaraan. Konsekuensinya, Negara ikut campur
dalam urusan agama. Salah satu pengaturan yang diberlakukan yaitu
mengenai mekanisme terjadinya perkawinan di Indonesia yang diatur
dalam UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pada Pasal 1 dijelaskan
bahwa “Perkawinan ialah ikatan bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa “Pada azasnya dalam
suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri.
Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami”. Menurut KBBI
online, makna suami merupakan pri yang menjadi pasangan hidup resmi
seorang wanita, sedangkan makna istri adalah wanita (perempuan) yang
telah menikah atau yang bersuami.
Berdasarkan pengaturan dan makna tersebut, jelas bahwa perilaku
LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender) merupakan perilaku
yang bertentangan dengan nilai Ketuhanan. Pada dasarnya perilaku LGBT
merupakan perilaku ketertarikan seksual dengan sesama jenis yaitu antara
pria dengan pria dan wanita dengan wanita. Dengan demkian pelaku
LGBT tidak mempercayai bahwa Tuhan hanya menciptakan makhluknya
untuk berpasang-pasangan dengan lawan jenis untuk membentuk keluarga
yang sah dan melanjutkan keturunan. Pelaku LGBT juga tidak dapat
melakukan perkawinan sesama jenis di Indonesia karena sudah jelas
bahwa syarat dilakukannya perkawinan yaitu antara pria dan wanita.
Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, manusia dalam
kehidupan sehari-hari menjalankan dua peran sekaligus, yaitu sebagai

7
makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Dalam menjalankan
perannya tersebut, manusia wajib menjunjung tinggi harkat dan martabat
dirinya sendiri dan sesama manusia lain tanpa melakukan bentuk
diskriminasi sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 28 J ayat (1) UUD NKRI
Tahun 1945 bahwa “Setiap manusia wajib menghormati hak asasi manusia
orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbagsa dan
bernegara”. Selanjutnya pada Pasal 28 J ayat (2) dijelaskan bahwa “Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai
dengan perimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis”.
Kedua aturan tersebut menjelaskan bahwa tiap individu memiliki
hak asasi, namun hak asasi yang dimiliki juga ada batasannya untuk
menghargai hak asasi orang lain dengan memperhatikan norma dan nilai
yang ada di masyarakat. Terkait dengan perilaku LGBT, pada dasarnya
pelaku LGBT berhak menerima hak asasi seperti hak hidup, hak
bersosialisasi maupun hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi.
Namun kenyataanya di masyarakat, fenomena tersebut mayoritas belum
diterima oleh masyarakat Indonesia sehingga mengganggu keamanan dan
ketertiban umum di masyarakat karena bertentangan dengan moral dan
nilai agama. Dengan demkian apabila keberadaan kaum LGBT
menyebabkan terganggunga ketertiban umum, maka bertentangan dengan
hak asasi kepentingan umum sehingga bertentangan dengan sila kedua.
Namun tetap pada koridor bahwa pelaku LGBT tidak boleh dijauhi
maupun diperlakukan dengan kekerasan, justru pelaku LGBT harus
dirangkul agar bisa disembuhkan layaknya manusia normal pada
umumnya.
Sila Ketiga, Persatuan Indonesia, Indonesia merupakan bangsa
yang multikultur dari berbagai aspek, namun kemultikulturan tersebut

8
tidak mengarahkan pada perpecahan namun dari yang berbeda tersebut
dapat menjadi satu kesatuan bangsa yang utuh. Selain memberlakukan
norma hukum, bangsa Indonesia juga menerapkan berbagai norma yang
dibuat dan dikehendaki sendiri oleh masyarakat setempat. Salah satunya
yaitu norma kesopanan dan norma kesusilaan. Norma tersebut bersifat
tidak tertulis namun ditaati dan dilaksanakan sebagai kaidah untuk
mengatur masyarakat. Dalam norma kesopanan maupun norma kesusilaan
menghendaki bahwa hubungan pasangan yang sah merupakan hubungan
dalam ikatan perkawinan antara laki-laki dan perempuan, jika belum
terlaksananya perkawinan maka hubungan seksual antara laki-laki dan
perempuan tidak boleh dilaksanakan atau dianggap tabu. Terlebih apabila
hubungan tersebut dilakukan sesama jenis. Pada dasarnya, masyarakat
mutlak beranggapan bahwa pasangan adalah antara laki-laki dan
perempuan, sehingga jika adanya hubungan sesama jenis maka masyarakat
mengaggap bahwa perilaku tersebut tidak sesuai dengan norma yang ada
dan bertetangan dengan nilai agama.
Apabila perilaku LGBT terjadi di suatu masyarakat yang
menjunjung tinggi berbagai norma dan nilai agama, maka dipastikan akan
terjadi pertentangan dan mengganggu ketertiban umum, sehingga dapat
mengarahkan pada disintegrasi (perpecahan). Apabila mayoritas
masyarakat Indonesia tidak menghendaki adanya LGBT, namun LGBT
haknya diakomodasi melalui perkawinan sesama jenis, maka terjadi
pemberontakan yang menyebabkan masyarakat Indonesia terpecah belah.
Dengan demkian fenomena LGBT rentan dimungkinkan menyebabkan
disintegrasi antar masyarakat sehingga bertentangan dengan nilai
persatuan.
Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan. Hakikat sila keempat
merupakan makna demokratis atau musyawarah. Masyarakat Indonesia
diarahkan menjadi manusia yang bijaksana dalam menetukan suatu
keputusan secara bersama dengan kesepakatan bersama, baik di kehidupan

9
bermasyarakat, berbagsa maupun bernegara. Dengan demikian ukuran
kesepakatan adalah ukuran masyarakat secara mayoritas demi kepentingan
umum / bersama. Dikaitkan dengan fenomena LGBT, apabila mayoritas
masyarakat Indonesia tidak menghendaki adanya LGBT dan menganggap
bahwa perilaku LGBT merupakan perilaku menyimpang, maka fenomena
LGBT bertentangan dengan sila keempat, sehingga pemerintah tidak boleh
melegalkan perkawinan sesama jenis di Indonesia karena bertentangan
dengan kehendak masyarakat secara umum.
Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Hakikat sila kelima merupakan makna adil. Pengertian adil yang dimaksud
adalah adil bagi kepentingan umum. Sila kelima berkaitan dengan keempat
sila sebelumnya, sehingga makna adil tidak diartikan adil menurut tiap
individu, karena sifatnya relatif dan berbeda-beda makna antar satu
individu dengan individu lainnya. Dengan demkian ukuran untuk
menetukan makna adil adalah adil bagi kepentingan masyarakat secara
luas. Jika perilaku LGBT dianggap sebagai perilaku yang menyimpang
dan mengganggu tatanan sosial di masyarakat, maka fenomena LGBT
bertentangan dengan sila kelima.
Berdasarkan kajian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
fenomena LGBT di Indonesia bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila,
sehingga peran Pancasila adalah sebagai filter untuk menolak segala
bentuk legalisasi bagi kaum LGBT di Indonesia, termasuk Pemerintah
Indonesia wajib menolak untuk mengesahkan regulasi mengenai
perkawinan sesama jenis.

D. Solusi
LGBT apabila ditabrakan dengan nilai-‐nilai Pancasia sila pertama
dari sisi ontologisnya, seperti azas-‐azas yang bersifat religius,
transendental lagi suprarasional sebagaimana eksistensi Tuhan dan
hubungnnya dengan manusia sebagai makhluk ciptaan-‐Nya, dimana
Tuhan menciptakan, dan manusia, atas kehendak dan kodrat-‐Nya, dapat

10
berkeluarga, menikah, bereproduksi dan berkembangbiak, sungguh
kontradiktif dengan pribadi manusia yang bersifat utuh dan mengemban
amanat-‐amanat keagamaan. Untuk seseorang menganut LGBT, dalam
sudut pandang hakikat ontologis Pancasila, adalah melawan eksistensi
umat manusia secara universal yang sudah seharusnya berkembang dengan
siklus generasisasi.
Secara epistemologis Pancasila yang mencakup asal, syarat,
susunan, metode, dan ilmu pengetahuan yang membentuk bangsa ini,
sudah sejelas kristal bahwa dengan adanya LGBT, pengetahuan yang
diemban lewat nilai-‐ nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri ini
akan lenyap secara bertahap. Disamping karena manusia, dalam
pandangan dan prakiraan ekstrim, dapat mencapai ambang kepunahan,
kata-‐kata “Ketuhanan” dalam sila ke-‐1, “kemanusiaan” dalam sila ke-‐ 2,
“persatuan” dalam sila ke-‐3 dapat luntur dan hilang maknanya apabila
LGBT itu memang dipaksakan kehadirannya di Indonesia.
Pancasila bukanlah hanya hafalan semata, namun merupakan
amalan nilai-‐nilai luhur yang tercakup di dalamnya. Setelah kita sebagai
warga Negara Indonesia yang baik telah mengerti, walaupun belum secara
mendalam secara medis-‐psikologis, isu- ‐isu dan faktor-‐faktor
perkembangan nilai-‐nilai LGBT, serta tren dan pola pandangan mengenai
LGBT dari berbagai dimensi, sudah sepatutnya lagi kita merenungkan dan
merefleksikan pembahasan ini dari sudut pandang cita Negara kita yang
terkukuhkan lewat cita hukumnya, Pancasila. Formell fgesetz, verordnung,
dan autonome salzung-‐nya saja tidak mendukung gerakan pro-‐ LGBT
seperti yang sudah dibahas di atas, apalagi staatsfundamentalnorm-‐nya
yang jelas-‐jelas merupakan landasan filosofis dari pengaturan bernegara
dan berkewarganegaraan. Pada akhirnya, keberadaan LGBT dan para
pendukungnya memang, oleh sebahagian lain yang masih erat nilai
Pancasila-‐nya, harus disadarkan secara psikologis, medis, ataupun bahkan
secara agamais. Tentu saja bukan dengan kekerasan dan kepicikan
bertindak, tapi dengan dialog-‐dialog konstruktif dalam bidang-‐bidang

11
yang relevan dan pemberian penyuluhan-‐penyuluhan tanpa menghakimi
mereka yang terkurung dalam pola pikir LGBT ini.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimmpulan
Eksistensi LGBT di Indonesia tidak mungkin diakui secara yuridis
di Indonesia apabila dihadapkan pada Pancasila. Sistem hukum
Pancasila final sebagai identitas dan tidak akan pernah mencapai
tujuannya yang bulat dan utuh. Bentuk, rumusan, isi dan tujuan yang
akan dicapai kesemuanya masuk dalam ranah identitas Pancasila.
Dengan demikian sistem hukum Indonesia sudah mempunyai
ketentuanketentuan sendiri sesuai dengan Pancasila dan tidak bisa
menerima LGBT.
LGBT bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, yaitu
bertentangan dengan nilai Ketuhanan, Nilai Kemanusiaan, Nilai
Persatuan, Nilai Kerakyatan dan Nilai Keadilan. Pada dasarnya
perilaku LGBT tidak membawa manfaat apapun, justru sebaliknya,
menimbulkan berbagai dampak negatif seperti rusaknya tataran norma
dan nilai di masyarakat, terjangkitnya berbagai penyakit seksual
menular yang berbahaya dan mematikan, serta dalam jangka waktu
panjang dapat menyebabkan punahnya manusia karena tidak dapat
melanjutkan keturunan. Dengan demkian, perilaku LGBT bertentangan
dengan kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia. Ibarat suatu barang
dapat berfungsi dan digunakan apabila ada pasangannya, demikian
pula dengan manusia yang telah diciptakan oleh Tuhan untuk
berpasang-pasangan dan saling melengkapi.

B. Saran
Kelompok kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang konstruktid kami
butuhkan dari teman-teman agar makalah ini dapat bermanfaat dan
membantu bagi yang membacanya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Setiawan, W., & Sukmadewi, Y. D. (2017). “PERAN PANCASILA PADA ERA


GLOBALISASI” KAJIAN TERHADAP PANCASILA DAN
FENOMENA LGBT (LESBIAN, GAY, BISEXUAL,
TRANSGENDER) DI INDONESIA. Jurnal Dinamika Sosial
Budaya, 19(1), 126-147.

Manik, E. S., Purwanti, A., & Wijaningsih, D. (2016). Pengaturan LGBT


(Lesbian Gay Bisexual dan Transgender) dalam Perspektif Pancasila di
Indonesia. Diponegoro Law Journal, 5(2), 1-13.

WANGSA, A. O. (2021). Fenomena LGBT Di Indonesia Dan Kekerasan Yang


Dialaminya Dalam Perspektif Sila Kelima Pancasila: Keadilan Sosial
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Doctoral dissertation, STFK Ledalero).

Mulyono, G. P., & Yosafak, H. (2020). ANALISIS FENOMENA PERILAKU


PENYIMPANGAN SEKSUAL (LGBT) DI INDONESIA DALAM
PANDANGAN HUKUM ASASI MANUSIA. Yurispruden: Jurnal
Fakultas Hukum Universitas Islam Malang, 3(1), 12-23.

14

Anda mungkin juga menyukai