Anda di halaman 1dari 4

HPI BIDANG HUKUM KONTRAK

A. Hukum Kontrak
Hukum kontrak merupakan bagian hukum privat. Hukum ini memusatkan perhatian
pada kewajiban untuk melaksanakan kewajiban sendiri (self imposed obligation).
Dipandang sebagai hukum privat karena pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban
yang ditentukan dalam kontrak, murni menjadi urusan pihak-pihak yang berkontrak.

B. Pengertian kontrak
Kontrak adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh dua atau lebih pihak di mana
masing-masing pihak yang ada di dalamnya dituntut untuk melakukan satu atau lebih
prestasi. Dalam pengertian demikian kontrak merupakan perjanjian. Namun demikian
kontrak merupakan perjanjian yang berbentuk tertulis.
Istilah contract digunakan dalam kerangka hukum nasional atau internasional yang
bersifat perdata. Dalam kerangka hukum internasional publik, yang kita sebut
“perjanjian”, dalam bahasa Inggris seringkali disebut treaty atau kadang-kadang juga
covenant. Sejauh yang dapat kita ketahui, tidak pernah ada dua pihak swasta atau lebih
membuat treaty atau covenant, sebaliknya, tidak pernah terekam dua negara yang
diwakili oleh pemerintah masing-masing membuat suatu contract.
Dengan demikian, dalam kontrak mengandung unsur-unsur: pihakpihak yang
berkompeten, pokok yang disetujui, pertimbangan hukum, persetujuan timbal balik, dan
kewajiban timbal balik.

C. Kontrak dalam Sistem Hukum Anglo-Amerika dan Eropa Kontinental


Perlindungan hukum terhadap hubungan antar orang atau antar perusahaan yang
bersifat lintas batas negara dapat dilakukan secara publik maupun privat. Perlindungan
secara publik dilakukan dengan cara memanfaatkan fasilitas perlindungan yang
disediakan oleh ketentuanketentuan yang bersifat publik, seperti peraturan perundang-
undangan domestik dan perjanjian-perjanjian internasional, bilateral maupun universal,
yang dimaksudkan demikian. Perlindungan secara privat dapat dilakukan dengan cara

1
memanfaatkan fasilitas perlindungan hukum yang bersifat privat, yaitu dengan cara
berkontrak yang cermat.
Kontrak yang dikonsep dengan baik akan sangat membantu memastikan bahwa pihak-
pihak yang memiliki latar belakang budaya berbeda mencapai pemahaman bersama
dengan mempertimbangkan hak dan kewajiban masing-masing. Semua pihak yang
menjalin kontrak hadir dengan ekspektasi masing-masing, yang pada gilirannya
mewarnai pemahaman mereka terhadap persyaratan-persyaratan yang dicantumkan
dalam kontrak.
Kontrak yang mencerminkan ekspektasi budaya masing-masing pihak kemungkinan
besar bisa dijalankan secara memuaskan bagi kedua pihak. Pemahaman bersama tidak
sekedar berarti bahwa masing-masing pihak memahami hak dan kewajibannya sebelum
membubuhkan tanda tangan, tetapi pihak-pihak tersebut harus memiliki kesepakatan
yang tuntas mengenai hak dan kewajiban. Persengketaan biasanya muncul ketika salah
satu pihak menafsirkan hak dan kewajiban dengan cara yang berbeda dengan pihak lain.
Secara garis besar di dunia ini meskipun dikenal ada 5 (lima) sistem hukum, yaitu:
civil law, common law, socialis law, islamic law dan sistem hukum adat, tetapi
sesungguhnya yang dominan dipakai di dunia internasional hanyalah 2 (dua), yaitu
sistem hukum civil law dan common law.
1) Kontrak Pada Common Law System
Dalam pembuatan kontrak di sistem common law, para pihak memiliki
kebebasan untuk menyepakati persyaratan yang diinginkan, sepanjang persyaratan
tersebut tidak melanggar kebijakan publik ataupun melakukan tindakan yang
melanggar hukum.
Peraturan ini memberi kesempatan kepada satu pihak untuk menggugat
kerugian sejumlah manfaat yang bisa dibuktikan yang akan diperoleh pihak tersebut
jika pihak lain tidak melanggar kontrak. Di kebanyakan yurisdiksi, salah satu pihak
diminta untuk membayar ganti rugi akibat pelanggaran, yang dikenal sebagai
konsekuensi kerugian.
2) Kontrak pada Civil Law System
Teori mengatakan bahwa civil law berpusat pada undang-undang dan
peraturan. Undang-Undang menjadi pusat utama dari civil law, atau dianggap sebagai
jantung civil law. Namun dalam perkembangannya civil law juga telah menjadikan
putusan pengadilan sebagai sumber hukum.

2
Di banyak hukum dalam sistem civil law tidak tersedia peraturan untuk
menghitung kerugian karena pelanggaran kontrak. Standar mengenai penghitungan
kerugian ini masih tetap belum jelas di banyak negara dengan civil law system.
Meskipun demikian pengadilan di negara-negara ini cenderung memutuskan untuk
menghukum pihak yang salah tidak dengan uang, tetapi dengan pelaksanaan tindakan
kontrak tertentu.

D. Persoalan HPI di Bidang Hukum Kontrak


Persoalan HPI di bidang Hukum Kontrak adalah:
1. Penentuan “the proper law of contract”, yaitu hukum yang seyogyanya
diberlakukan untuk mengatur masalah-masalah yang ada di dalam suatu kontrak.
2. Teori-teori HPI di bidang hukum kontrak berbicara upaya untuk menetapkan“the
proper law of contract”.

Doktrin-doktrin di dalam HPI Inggris

Di Inggris terdapat 2 (dua) kelompok teori utama, yaitu:

1. yang mendasarkan diri pada maksud para pihak (intention of the parties), dan
2. yang bertitik tolak dari penentuan tempat di aman kontrak seharusnya berada
(localization of contract).

Doktrin-doktrin dalam Conflict of Laws Amerika Serikat

Persoalan HPI yang dihadapi dalam hukum kontrak pada dasarnya bertalian dengan
persoalan penentuan hukum yang harus berlaku atas masalah-masalah yang timbul dari suatu
kontrak, khususnya apabila para pihak tidak melakukan pilihan hukum.

Tujuan utama yang tampak mendominasi doktrin-doktrin di Amerika Serikat adalah


maintaning high degree of predictability as to the protection of justified party interests and
expectations (mempertahankan tingkat kemungkinan yang tinggi sebagai perlindungan bagi
kepentingan para pihak dan harapan para pihak yang adil).

3
The Most Characteristic Connection Theory

Menurut teori ini, sistem hukum yang seyogyanya menjadi “the proper law of contract”
adalah sistem hukum dari pihak yang dianggap memberikan prestasi yang khas dalam suatu
jenis/bentuk kontrak tertentu.

Teori ini berkembang di Eropa Kontinental (khususnya di Swiss) sebagai reaksi


terhadap teori yang hanya mengandalkan akumulasi titik-taut untuk “melokalisir”
(melokalisasi) suatu kontrak pada suatu tempat tertentu. Contoh: dalam perjanjian jual-beli,
hukum dari penjual dianggap sebagai “the proper law of contract” mengingat prestasi penjual
yang khas di dalamnya, dalam perjanjian asuransi adalah hukum si asurador, dalam perjanjian
kredit dengan bank adalah hukum dari pihak bank.

Menurut teori ini, dalam menghadapi suatu hubungan hukum, sebaiknya ditentukan
dulu titik-titik taut yang secara fungsional menunjukkan adanya kaitan antara kontrak dengan
hubungan sosial yang hendak diatur oleh suatu tata hukum tertentu.

Anda mungkin juga menyukai