Anda di halaman 1dari 25

Dasar Pengenaan Pajak

Diajukan dalam rangka memenuhi


Tugas Mata Kuliah Pajak Pertambahan Nilai

Kelompok 3
Gregorius Evan Tumbu Hakiki Samosir
Janar Pradita
Reza Krishna Mukti
Ryan Pratama
Senvi Riksi Primananda

Kelas II-H
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
ARIL 2011
Kata Pengantar

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini
dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya penyusun tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik.
Makalah ini bertajuk DASAR PENGENAAN PAJAK, kami sajikan berdasarkan hasil studi
pustaka yang telah kami lakukan sebelumnya. Penyusun tidak bisa memungkiri bahwa
makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini berisi tentang kajian komprehensif tentang Dasar Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai, yang telah penyusun sesuaikan dengan peraturan yang berlaku pada
saat ini. Harapan penyusun adalah semoga makalah ini dapat memperjelas pengetahuan
kita semua mengenai Dasar Pengenaan Pajak sebagai dasar perhitungan dan pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai.
Tak lupa, penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang kepada dosen pengajar mata
kuliah Pajak Pertambahan Nilai, Bapak Richard Eddy, atas bimbingan, kritik, maupun saran
yang telah beliau berikan dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, yang tidak dapat penyusun sebutkan
satu persatu. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

Jurangmangu, November 2010

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar 2

Daftar Isi 3

Bab I Pendahuluan 4

1.1 Latar Belakang 4

1.2 Rumusan masalah 4

1.3 Tujuan 4

1.4 Metode Penyusunan 4

Bab II Pembahasan 5

2.1 Harga Jual 5

2.2 Penggantian 7

2.3 Nilai Impor 9

2.4 Nilai Ekspor 11

2.5 Nilai lain 11

Bab III Kesimpulan 23

Daftar Pustaka 25

3
Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

PPN dikenal sebagai pajak objektif, maka pengenaan serta pemungutan PPN
harus memiliki dasar yang jelas terutama hal-hal bersifat ekonomis. Oleh karena
dasar pengenaan PPN adalah objek pajak yang dikenakan PPN itu sendiri maka
dibutuhkan pengungkapan tentang dasar pengenaan PPN harus jelas, agar tidak
menimbulkan tafsir ganda serta kebingungan dalam penerapannya, yang baik secara
langsung maupun tidak langsung akan berkaitan dengan jumlah penerimaan pajak.
Untuk itu disusunlah makalah ini agar dapat memberikan penjelasan terkait
hal itu. Kami akan mencoba untuk mengulas dasar pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai sesuai dengan UU Nomor 42 tahun 2009, beserta peraturan pelaksanaannya
yang terbaru.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa saja yang termasuk dalam Dasar Pengenaan PPN berdasarkan
undang-undang?
b. Bagaimana contoh dari penerapan dan perhitungan peraturan mengenai
Dasar Pengenaan PPN dalam kehidupan sehari-hari?

1.3 Tujuan Penyusunan Makalah


Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk memperjelas Dasar Pengenaan Pajak dalam UU PPN;
b. Memberi contoh mengenai perhitungan DPP PPN dalam kenyataan;

1.4 Metode Penyusunan Topik


Metode yang digunakan adalah metode bibliografi, dengan membandingkan
sumber-sumber biblik dan referensi seperti Undang-undang atau peraturan
pelaksananya.

4
Bab II Pembahasan

Dasar Pengenaan PPN

Dasar pengenaan PPN


Berdasarkan pasal 1 angka 17 UU PPN 1984 merumuskan : “ Dasar Pengenaan Pajak adalah
jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak
yang terutang.”

Untuk itu akan diuraikan satu per satu mengenai dasar pengenaan pajak terutang.

2.1Harga Jual
Penjelasan tentang harga jual dimasukkan dalam Pasal 1 angka 18. Menurut pasal ini,
harga jual adalah Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak,
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini
dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

Berarti, ada 3 hal yang bisa kita ambil dari kalimat itu:
1. Semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual, dalam hal ini
meliputi biaya pengangkutan (freight), biaya asuransi (Insurance), biaya bantuan teknik,
biaya pemeliharaan, biaya pengiriman, biaya garansi, dan biaya pendidikan.;
2. Keuntungan penjual (margin profit);
3. Biaya pokok penjualan suatu barang (dalam hal ini adalah BKP), atau CoGS (Cost of
Goods Sold)

Tetapi ada contoh nilai diatas yang tidak termasuk dalam pengertian harga jual sebagai
dasar pengenaan PPN mereka adalah sebagai berikut:
a. Potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak (trade discount);

5
b. PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang dipungut; dan
c. PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) yang dipungut.

Sehingga ketiga nilai tersebut harus dikurangkan untuk menghitung PPN nya, untuk lebih
jelasnya diberikan contoh berikut ini:

1) PT Intan Cahyawulan menjual kertas kepada PT Evan Hakika dengan harga jual
sebesar Rp 2.200.000 sebelum dikurangi potongan 10% dan sebelum PPN. Apabila
potongan tersebut diakui dalam faktur pajak, maka besarnya DPP adalah:
Penjualan kotor Rp 2.200.000,00
Potongan 10% Rp 220.000,00
Penjualan bersih Rp 1.980.000,00
DPP PPN 100/110 Rp 1.800.000,00

2) PT Melati menyerahkan beberapa unit AC dengan harga yang dirinci sebagai berikut:
- Harga AC Rp 100.000.000,00
- Biaya pengiriman Rp 5.000.000,00
- Biaya Pemasangan Rp 10.000.000,00

Jumlah yang dibayar Rp 115.000.000,00

Maka dasar Pengenaan Pajak adalah Rp 115.000.000,00.

3) PT Merdeka Motor menyerahkan satu unit kendaraan bermotor dengan rincian


harga :
- Harga kendaraan bermotor Rp50.000.000,00
- STNK, BBN, BPKB Rp8.000.000,00
- Biaya Pengiriman Rp 200.000,00

Jumlah yang dibayar adalah Rp 58.200.000,00 merupakan Dasar Pengenaan Pajak.

Meskipun demikian dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor: SE-43/PJ.5/1989
tanggal 7 Agustus 1989 (Seri PPN-155) ditegaskan bahwa biaya BBN, STNK, dan BPKB
tersebut tidak dicantumkan dalam Faktur Pajak.

6
Dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor: SE-31/PJ.3/1985 (Seri PPN-44)
ditegaskan bahwa sepanjang bunga dalam perjanjian secara angsuran atau beli-sewa
bukan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Harga Jual, maka DPP untuk
menghitung PPN terutang adalah Harga Jual Tunai sebelum diperhitungkan dengan
bunga angsuran.

2.2Penggantian

Definisi tentang ‘Penggantian’ dijelaskan secara jelas di Pasal 1 angka 19 UU PPN.


Penggantian, menurut angka ini, adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak,
ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan
potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang
dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena
Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean.
Pasal tersebut memberikan pemahaman kepada kita, bahwa terminologi ‘Penggantian’
digunakan untuk Dasar Pengenaan Pajak dalam penyerahan:
a. Jasa Kena Pajak; dan
b. Barang Kena Pajak tidak berwujud.
Senada dengan harga jual, dalam ketentuan ini termuat pula unsur – unsur pokok
mengenai Penggantian, yakni:
a. Biaya yang digunakan untuk menghasilkan Jasa Kena Pajak ataupun Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud, atau CoGS (Cost of Goods Sold);
b. Keuntungan penjual (margin profit);
c. Semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual, dalam hal ini
meliputi biaya pengangkutan (freight), biaya asuransi (Insurance), biaya bantuan teknik,
biaya pemeliharaan, biaya pengiriman, biaya garansi, dan biaya pendidikan.

7
Namun demikian, tidak termasuk dalam pengertian terminologis penggantian sebagai
dasar pengenaan PPN adalah sebagai berikut:
a. Potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak (trade discount); dan
b. PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang dipungut.

Adapun contoh yang termasuk dalam pengertian biaya yang merupakan unsur
Penggantian sehubungan dengan Penyerahan BKP atau JKP, antara lain adalah:
- biaya pengangkutan;
- biaya asuransi;
- biaya bantuan teknik;
- biaya pemeliharaan;
- biaya pengiriman;
- biaya garansi

Dalam pasal 11 PP Nomor 143 Tahun 2000, ditetapkan bahwa dalam Harga
Jual/Penggantian menggunakan valuta asing, nilai konversi yang digunakan adalah Nilai
Konversi menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan Faktur Pajak. Tetapi
apabila berkenaan dengan penyerahan kepada pemungut PPN, maka nilai konversi yang
digunakan adalah nilai konversi menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat
pembayaran.

Contoh:

PT Bangunlah Jiwa memberikan jasa perbaikan komputer kepada PT Baru Berjuang


dengan biaya Rp 320.000 dan pemakaian komponen seharga Rp 1.000.000. Biaya tersebut
belum dikurangi potongan 15% dan sebelum PPN. Apabila potongan tersebut tidak diakui
pada Faktur Pajak, maka besarnya DPP:

Penjualan kotor Rp 1.320.000


Potongan 15% 0
Penjualan bersih Rp 1.320.000
DPP PPN 100/110 Rp 1.200.000

8
2.3 Nilai Impor

Penjelasan tentang NI (Nilai Impor) terkandung dalam Pasal 1 angka 20 UU PPN 1984.
Menurut pasal ini, Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan
bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena
Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
yang dipungut menurut Undang-Undang ini.
Menurut pasal tersebut, unsur – unsur Nilai Impor adalah sebagai berikut:
a. Nilai uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk.
Nilai uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk lebih dikenal dengan istilah CIF.
CIF adalah singkatan dari harga pokok yang dibayar oleh importir kepada produsen barang
di luar Daerah Pabean (Cost), biaya asuransi yang dibayar oleh importir (Insurance), dan
biaya pengangkutan yang dibayar oleh importir (Freight).
b. Pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak pungutan
berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak. Pungutan ini lebih dikenal dengan
istilah BM (Bea Masuk).
Contoh:
1) PT Cakra Classic mengimpor bahan baku industri plastik dari Cina dengan seharga
USD 1.400. Insurance sbesar USD 20 dan Freight USD 80. Nilai Kurs pada saat elaksanakan
impor adalah Rp 9.2o0/USD 1. Sedangkan Kurs Menteri Keuangan Rp 9.000/USD 1. Maka
besarnya DPP:
Cost USD 1.400
Insurance USD 20
Freight USD 80
CIF USD 1.500
DPP PPN (Rp 9.000x 1.500) Rp 13.500.000

2) PT Mekanik Mobil mengimpor sejumlah tape mobil dari Jepang dengan Harga Impor
(CIF) USD 100,000.00. Terutang Bea Masuk 50%. Nilai kurs USD 1 = Rp 5000,00

9
Dasar pengenaan Pajak untuk menghitung PPN dan PPnBM yang terutang adalah nilai impor
yang dihitung sebagai berikut:
CIF = USD 100,000.00= 100.000 x Rp 5.000,00 = Rp 500.000.000,00
Bea Masuk = 50% x Rp 500.000.000,00 = Rp 250.000.000,00
Nilai Impor = Rp 750.000.000,00

Dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-358 / PJ.32 / 1990 tanggal 2
November 1990, ditegaskan bahwa dapat terjadi Harga Impor (CIF) yang berbeda antara:
1) Harga Impor menurut Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS) yang dibuat oleh
Surveyor tanpa terikat pada harga menurut invoice;
2) Harga Impor menurut PIUD yang ditentukan sesuai dengan syarat penyerahan (CIF);
3) Harga Impor yang dipengaruhi oleh praktek under invoicing.

Dalam hal terjadi kasus seperti ini, maka nilai Impor yang digunakan sebagai Dasar
Pengenaan Pajak, adalah:

a) Nilai Impor yang dihitung berdasar LPS; atau


b) Nilai Impor yang tercantum dalam PIUD, apabila Nilai Impor menurut PIUD lebih
besar daripada Nilai Impor yang dihitung berdasar LPS, yang dibuktikan dengan
jumlah PPN / PPnBM yang disetor menurut SSP-nya.

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-35 / PJ.322 / 1990 tanggal 15
November 1990 tersebut di atas ditegaskan bahwa dalam hal terjadi under invoicing atas
Impor, Dasar Pengenaan Pajak akan dikoreksi berdasar harga Pasar wajar yang diminta oleh
Importir atau Distributor, yang pada umumnya akan diketahui pada mata rantai jalur
distribusi berikutnya.

PPN dan PPnBM yang kurang dibayar sebagai akibat dari praktek under invoicing dapat
ditagih pada setiap mata rantai jalur distribusi yang melakukan praktik under invoicing
tersebut.

2.4Nilai Ekspor
Nilai Ekspor sebagai Dasar Pengenaan Pajak dirumuskan dalam Pasal 1 angka 26 UU PPN
1984 sebagai nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya

10
diminta oleh eksportir. DPP atas ekspor BKP adalah Nilai Ekspor yang tercantum dalam PEB
yang telah difiat muat oleh DJBC. Untuk JKP dan BKP tidak berwujud, yang digunakan adalah
harga penggantian.

Walaupun ekspor ini dikenakan tarif 0% (nol persen), pemahaman tentang Dasar
Pengenaan Pajak untuk ekspor tetap menjadi hal yang krusial. Dalam praktek, akan timbul
pertanyaan: Yang manakah nilai ekspor yang dijadikan dasar pengenaan PPN? Setelah
mencari beberapa informasi, maka yang dijadikan dasar penghitungan PPN dalam nilai
ekspor adalah nilai ekspor sebagaimana tercantum dalam PEB (Pemberitahuan Ekspor
Barang) Fiat Muat (Pemberitahuan Ekspor Barang yang telah difiat muat oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai). Nilai ini lebih dikenal dengan istilah FOB.
Contoh:
PT Duta Dinamika mengekspor mebel ke Jepang dengan nilai ekspor total termasuk
biaya-biaya yang diminta eksportir sebesar USD 1.500. Nilai Kurs BI pada saat
melaksanakan ekspor adalah Rp 9.2o0/USD 1. Sedangkan Kurs Menteri Keuangan Rp
9.000/USD 1. Maka besarnya DPP:
Nilai Ekspor USD 1.500
DPP PPN (Rp 9.000x 1.500) Rp 13.500.000

2.5Nilai Lain

UU PPN 1984 tidak memberikan rumusan otentik tentang pengertian Nilai Lain sebagai
Dasar Pengenaan Pajak. Meskipun demikian, berdasarkan ketentuan yang ada dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Nilai Lain adalah suatu nilai berupa uang yang
digunakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak bagi penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak yang memenuhi kriteria tertentu.

NILAI LAIN

Dalam hal penetapan harga jual atau penggantian atas nilai impor atau nilai ekspor
akan menimbulkan ketidakadilan atau karena harga jual atau penggantian sulit untuk
ditetapkan, maka Menteri Keuangan menentukan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan

11
Pajak. Pada PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
75/PMK.03/2010 TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK disebutkan
nilai lain adalah sebagai berikut :

Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ditetapkan sebagai berikut :


a. Untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah
Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
Contoh:
 PT Evan Mendoza pada bulan Desember 2009 telah menggunakan produk
meubelnya untuk keperluan kntor. Harga Jual meubel tersebut adalah sebesar Rp
1.500.000, sedangkan laba kotor yang diperhitungkan atas meubel tersebut
adalah sebesar Rp 300.000. Sehingga DPP:
Harga Jual – Laba Kotor
= Rp 1.500.000 – Rp 300.000
= Rp 1.200.000
 PT Meltung adalah produsen mebel yang sudah dikukuhkan sebagai PKP. Pada
bulan Januari 2009 menyerahkan 10 set meja makan kepada para karyawan yang
sudah bekerja minimal 15 tahun sebagai hadiah. Harga jual satu set meja kepada
para konsumen adalah Rp800.000,00 per set. Di dalam harga sudah termasuk
laba kotor 25%. Dasar Pengenaan Pajak dalam hal BKP dipakai sendiri adalah
harga jual tidak termasuk laba kotor 25%, sehingga besarnya Dasar Pengenaan
Pajak adalah Rp6.400.000,00 [100/125 x (10 x Rp800.000,00)]

b. Untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah
Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;

Contoh:
1) PT Eras Edessa menghadiahkan sofa kepada langganannya yang berharga jual Rp
7.200.000 dengan memperhitungkan laba kotor 20%. Sehingga besarnya DPP:
Harga Pokok Penjualan
= (100/120) x Rp 7.200.000
= Rp 6.000.000

12
PT Susu Sehat adalah produsen susu yang telah dikukuhkan sebagai PKP. Selama
bulan Juli 2008 telah menyumbangkan kepada Yayasan Yatim Piatu sebanyak 300
kaleng susu. Harga per kaleng susu adalah Rp25.000,00 termasuk laba kotor sebesar
25%. Dasar Pengenaan Pajak dalam hal BKP yang diberikan secara cuma-cuma
adalah harga jual tidak termasuk laba kotor 25%, sehingga besarnya Dasar
Pengenaan Pajak adalah Rp6.000.000,00 [100/125 x (300 x Rp25.000,00)]

c. untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual
rata-rata;

Sebagai peraturan pelaksana untuk menindaklanjuti pengenaan PPN terhadap hasil


rekaman suara maka diterbitkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-81/PJ./2004
tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Produk Rekaman Suara.

Produk Rekaman Suara diartikan sebagai semua produk rekaman suara yang dibuat di
atas media rekaman seperti pita kaset, Compact Disc (CD), dan Video Compact Disc
(VCD), Laser Disc (LD), Digital Versatile Disc (DVD) dan media rekaman lain, yang berisi
rekaman suara atau rekaman suara beserta tayangan gambar. Sesuai dengan pasal 2
Keputusan Derektur Jenderal Pajak ini, maka PPN terutang atas penyerahan produk
rekaman suara dipungut oleh produsen rekaman suara dan disetor dengan cara
penebusan “stiker lunas PPN”. Stiker ini merupakan pita yang terbuat dari kertas atau
bahan lain yang digunakan sebagai bukti pemungutan dan pelunasan Pajak
Pertambahan Nilai.

Pembagian jenis produk rekaman suara adalah sebagai berikut:

1) Kaset isi jenis A adalah produk rekaman suara di atas pita kaset yang berisi:
a. lagu berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa Indonesia
dan berbahasa daerah, yang seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia;
atau
b. lagu instrumentalia yang seluruh penciptanya warga negara Indonesia.
2) Kaset isi jenis B adalah produk rekaman suara di atas pita kaset yang berisi:
a. lagu berbahasa asing dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa asing dan
berbahasa Indonesia/Daerah, selain lagu keagamaan; atau

13
b. lagu yang satu atau lebih penciptanya atau penyanyinya warga negara asing; atau
c. lagu instrumentalia yang satu atau lebih penciptanya warga negara asing.

3) Kaset isi jenis C adalah produk rekaman suara di atas pita kaset yang berisi:
a. lagu yang seluruhnya berbahasa daerah yang seluruh pencipta dan penyanyinya
warga negara Indonesia; atau
b. rekaman cerita, lawak, wayang, dan rekaman yang sejenis lainnya dalam bahasa
Indonesia/Daerah; atau
c. suara burung dan suara hewan lainnya; atau
d. lagu keagamaan.

4) Compact Disc jenis CD.1 adalah produk rekaman suara di atas compact disc yang
berisi:
a. lagu berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa Indonesia
dan berbahasa daerah, yang seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia;
atau
b. lagu instrumentalia yang seluruh penciptanya warga negara Indonesia; atau
c. lagu keagamaan.

5. Compact Disc jenis CD.2 adalah produk rekaman suara di atas compact disc yang
berisi:
a. lagu berbahasa asing dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa asing dan
berbahasa Indonesia/Daerah, selain lagu keagamaan; atau
b. lagu yang satu atau lebih penciptanya atau penyanyinya warga negara asing; atau
c. lagu instrumentalia yang satu atau lebih penciptanya warga negara asing.

6. Video Compact Disc jenis VCDK.1 adalah produk rekaman suara di atas video
compact disc dengan harga jual eceran di atas Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) yang
berisi:
a. lagu berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa Indonesia
dan berbahasa daerah beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke), yang
seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia; atau

14
b. lagu instrumentalia beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke) yang
seluruh penciptanya warga negara Indonesia; atau
c. lagu keagamaan beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke).

7. Video Compact Disc jenis VCDK.2 adalah produk rekaman suara di atas video
compact disc yang berisi:
a. lagu berbahasa asing dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa asing dan
berbahasa Indonesia/daerah beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke),
selain lagu keagamaan; atau
b. lagu beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke) yang satu atau lebih
penciptanya atau penyanyinya warga negara asing; atau
c. lagu instrumentalia beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke) yang
satu atau lebih penciptanya warga negara asing.

8. Video Compact Disk jenis VCDK. Ekonomis adalah produk rekaman suara di atas
video compact disc dengan harga jual eceran sampai dengan Rp. 10.000,- (sepuluh ribu
rupiah) yang berisi:
a. lagu berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa Indonesia
dan berbahasa daerah beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke), yang
seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia; atau
b. lagu intrumentalia beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke) yang
seluruh penciptanya warga negara Indonesia; atau
c. lagu keagamaan beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke).

Perlu diketahui Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Produk
Rekaman Suara:
a. Kaset isi jenis A
b. Kaset isi jenis B
c. Kaset isi jenis C
d. Compact disc jenis CD.1
e. Compact disc jenis CD.2
f. Video compact disc jenis VCDK.1

15
g. Video compact disc jenis VCDK.2
h. Video compact disc jenis VCDK. Ekonomis
dipungut oleh Produsen rekaman suara dan disetor dengan cara penebusan Stiker
Lunas PPN.

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan produk rekaman suara selain
itu berupa:
1. Produk rekaman suara yang berisi materi buku pelajaran umum, pelajaran bahasa,
atau pelajaran agama;
2. Laser disc karaoke (LD.K);
3. Digital versatile disc karaoke (DVD.K);
dipungut dan disetor sesuai dengan ketentuan umum Pajak Pertambahan Nilai

Harga Jual Rata-rata yang tertera adalah:


a) Rp. 8.000,- (delapan ribu rupiah) per buah untuk kaset isi jenis A;
b) Rp. 16.000,- (enam belas ribu rupiah) per buah untuk kaset isi jenis B;
c) Rp. 7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah) per buah untuk kaset isi jenis C;
d) Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) per buah untuk Compact disc jenis CD.1;
e) Rp. 48.000,- (empat puluh delapan ribu rupiah) per buah untuk Compact disc jenis
CD.2;
f) Rp. 18.000,- (delapan belas ribu rupiah) per buah untuk Video compact disc jenis
VCDK.1;
g) Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) per buah untuk Video compact disc jenis
VCDK.2;
h) Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) per buah untuk Video compact disc jenis VCDK.
Ekonomis.
Sehingga Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana adalah sebesar 10%
(sepuluh persen) dari Harga Jual Rata-rata sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), yaitu
sebesar:
a) Rp. 800,- (delapan ratus rupiah) per buah untuk kaset isi jenis A;
b) Rp. 1.600,- (seribu enam ratus rupiah) per buah untuk kaset isi jenis B;
c) Rp. 750,- (tujuh ratus lima puluh rupiah) per buah untuk kaset isi jenis C;

16
d) Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) per buah untuk Compact disc jenis CD.1;
e) Rp. 4.800,- (empat ribu delapan ratus rupiah) per buah untuk Compact disc jenis
CD.2;
f) Rp. 1.800,- (seribu delapan ratus rupiah) per buah untuk Video compact disc jenis
VCDK.1;
g) Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) per buah untuk Video compact disc jenis VCDK.2
h) Rp. 1.000,- (seribu rupiah) per buah untuk Video compact disc Jenis VCDK. Ekonomis.

Selain Produk rekaman suara adapula produk rekaman gambar, menurut Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 153/PJ./2002, Produk rekaman gambar adalah
semua produk rekaman gambar yang dibuat di atas media rekaman Video Compact Disc
(VCD), Digital Versatile Disc (DVD), Laser Disc (LD), pita kaset (VHS), atau bahan hasil
penemuan teknologi lainnya, yang ditayangkan kepada khalayak dengan sistem
proyeksi elektronik, selain produk rekaman gambar yang berisi:
a. lagu beserta tayangan gambar (karaoke);
b. tayangan gambar yang berisi materi buku pelajaran umum termasuk pelajaran
bahasa dan pelajaran agama;
c. software program komputer.

Untuk menetapkan dasar pengenaan pajaknya Direktur jenderal pajak membagi produk
rekaman gambar menjadi 7 jenis dengan menetapkan juga harga jual rata-ratanya
untuk selanjutnya dikenai PPN sebesar 10% dari harga jual tersebut.
Pengelompokannya yaitu:
Jenis I

Produk ini adalah semua produk rekaman gambar yang diperdagangkan dengan harga
jual eceran paling tinggi Rp 10.000,- per kopi judul film atau per kopi seri judul film.
Harga jual rata-rata ditetapkan sebesar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).

Jenis II

Produk ini adalah semua produk rekaman gambar yang diperdagangkan dengan harga
jual eceran di atas Rp 10.000,- s.d. Rp 20.000,- per kopi judul film atau per kopi seri

17
judul film. Harga jual rata-rata ditetepkan sebesar Rp 12.500,- (dua belas ribu lima ratus
rupiah)

Jenis III

Produk ini adalah semua produk rekaman gambar yang diperdagangkan dengan harga
jual eceran di atas Rp 20.000,- s.d. Rp 40.000,- per kopi judul film atau per kopi seri
judul film. Harga jual rata-rata ditetepkan sebesar Rp 25.000,- (dua puluh lima ribu
rupiah)

Jenis IV

Produk ini adalah semua produk rekaman gambar yang diperdagangkan dengan harga
jual eceran di atas Rp 40.000,- s.d. Rp 60.000,- per kopi judul film atau per kopi seri
judul film. Harga jual rata-rata ditetepkan sebesar Rp 47.500,- (empat puluh tujuh ribu
lima ratus rupiah)

Jenis V

Produk ini adalah semua produk rekaman gambar yang diperdagangkan dengan harga
jual eceran di atas Rp 60.000,- s.d. Rp 80.000,- per kopi judul film atau per kopi seri
judul film. Harga jual rata-rata ditetepkan sebesar Rp 65.000,- (enam puluh lima ribu
rupiah)

Jenis VI

Produk ini adalah semua produk rekaman gambar yang diperdagangkan dengan harga
jual eceran di atas Rp 80.000,- s.d. Rp 100.000,- per kopi judul film atau per kopi seri
judul film. Harga jual rata-rata ditetepkan sebesar Rp 85.000,- (delapan puluh lima ribu
rupiah)

Jenis VII

Produk ini adalah semua produk rekaman gambar yang diperdagangkan dengan harga
jual eceran di atas Rp 100.000,- per kopi judul film atau per kopi seri judul film. Harga
jual rata-rata ditetepkan sebesar Rp 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah)

18
d. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;

Pajak pertambahan nilai atas ceritera film dapat dibedakan menjadi dua yaitu dari cerita
film nasional yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE -
30/PJ.3/1987 dan film cerita impor dalam SE-04/PJ.52/1996.

Dasar Pengenaan Pajak Film cerita nasional didasarkan suatu perkiraan harga (Deemed
Taxable Price) dan ditetapkan sebesar Rp20.000.000,00 per judul film sesuai dengan
perhitungan Pajak Masukan dan harga rata-rata produksi 1 (satu) judul film cerita yang
diajukan oleh Pengurus Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI). Deemed Taxable Price
berlaku untuk 1 (satu) judul film dengan jumlah maksimum 30 buah copy produksi dan
reproduksi. Atas setiap copy produksi atau reproduksi diatas jumlah tersebut dikenakan
tambahan pembayaran PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp1.000.000,00.

Sementara itu, Produk film impor mempuyai perlakuan sebagai berikut sesuai dengan
SE-04/PJ.52/1996.

NEGARA ASAL DASAR PENGENAAN PAJAK

Film Amerika/Eropa Rp. 87.000.000,00

Film Mandarin Rp. 54.375.000,00

Film Asia Non Mandarin Rp. 40.600.000,00

Dasar Pengenaan Pajak tersebut di atas diberlakukan untuk film yang diimpor pertama
kali. Bagi film yang diimpor untuk yang kedua kalinya dan seterusnya (repeat), yang
dilakukan tanpa harus meminta quota/izin baru dari Pemerintah, Dasar Pengenaan Pajaknya
adalah biaya-biaya : Subtitling, Sertifikat Produksi, Sensor, dan Profit Margin (sebagaimana
ditetapkan dalam angka 4 huruf b SE-32/PJ.3/1986) yang rata-rata untuk sementara
ditetapkan sebesar Rp3.000.000,00 per copy film.

e. untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;
Dasar Pengenaan Pajak untuk kegiatan penyerahan hasil tembakau diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 62/KMK.03/2002. Ketentuan –
ketentuan yang terdapat di dalam KMK ini adalah sebagai berikut:

19
 Hasil tembakau adalah hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok
daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak
mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam
pembuatannya.
 Harga Jual Eceran adalah harga penyerahan kepada konsumen akhir yang di
dalamnya sudah termasuk Cukai dan Pajak Pertambahan Nilai.
 Harga Jual Eceran hasil tembakau atas penyerahan hasil tembakau yang diberikan
secara cuma-cuma kepada karyawan pabrik adalah sebesar 50% dari Harga Jual
Eceran hasil tembakau untuk jenis dan merek yang sama, yang dijual untuk umum.
 Harga Jual Eceran hasil tembakau atas penyerahan hasil tembakau yang diberikan
secara cuma-cuma kepada pihak ketiga adalah sebesar 75% dari Harga Jual Eceran
hasil tembakau untuk jenis dan merek yang sama, yang dijual untuk umum.

f. Untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, adalah harga pasar wajar;

Aktiva yang untuk tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, tetapi dijual karena akan
dibubarkan, terutang PPN 10% dari Dasar Pengenaan Pajak adalah harga pasar wajar
pada saat aktiva yang bersangkutan dijual. Hal ini merujuk pada PP No.143 Tahun 2000
Pasal 8 ayat (2).
Contoh:
1) Saat membubarkan perusahaannya dengan melakukan likuidasi, PT Pratama Perkasa
membagikan mobil sebagai salah satu aktiva dengan nilai buku sebesar Rp
120.000.000 dan harga pasar sebesar Rp 140.000.000 kepada pemegang saham.
Maka Dasar Pengenaan PPNnya sebesar Rp 140.000.000.

g. Untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga
perolehan;

20
h. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara DPPnya adalah harga
yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli;

i. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang DPPnya adalah harga lelang;

j. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang
ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih
Pengusaha JKP yang melakukan salah satu atau keseluruhan kegiatan penyerahan jasa
titipan seperti:
 Menerima barang titipan untuk dikirim/diantarkan ke tempat lain,
 Menerima bayaran/penggantian jasa,
 Menerbitkan faktur pajak,
 Menyelenggarakan administrasi pembukuan.
harus mengukuhkan setiap tempat tersebut sebagai PKP. Jika salah satu tempat
tersebut tidak memenuhi ketentuan untuk dikukuhkan menjadi PKP, maka tempat
pajak terutang dilakukan di tempat (lokasi, cabang, kantor pusat) perusahaan
dikukuhkan menjadi PKP.
DPP atas jasa pengiriman paket adalah nilai lain sebesar 10% dari jumlah tagihan atau
jumlah yang seharusnya ditagih. Besarnya PPN yang terutang sebesar 10% x 10% x
jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. Pajak Masukan yang yang telah
dibayar dalam hal ini tidak dapat dikreditkan karena Pajak Maskannya sudah termasuk
dalam nilai lain.
Contoh:
PT Kurir Kilat sebagai pengusaha jasa pengiriman paket yang mempunyai 100 cabang di
berbagai kota. Pada satu masa pajak, kantor pusat dan salah satu cabangnya yang
belum dikukuhkan sebagai PKP memperoleh penghasilan masing-masing sebesar Rp
100.000.000 unyuk kantor pusat dan Rp 10.000.000 untuk cabang. Maka besarnya DPP
adalah:
10% x Rp (100.000.000 + 10.000.000)
= 10% x Rp 110.000.000
= Rp 11.000.000
21
k. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh
persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata
adalah nilai lain sebesar 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
Contoh:
1) PT Jayakarta Jaya adalah pengusaha biro wisata. Pada musim liburan sekolah
menyediakan jasa perjalanan ke Pulau Bali dengan biaya Rp 1000.000 per orang.
Besarnya DPP PPN yang dipungut untuk setiap peserta wisata adalah:
10% x Rp 1.000.000 = Rp 100.000
2) Hotel Grand Glass telah melakukan penjualan voucher kepada agennya. Nilai
voucher tersebut masing-masing adalah Rp 500.000. Penjualan voucher tersebut
terutang PPN dengan DPP sebesar:
10% x Rp 500.000 = Rp 50.000
3) PT TITIP memberikan jasa pengiriman paket barang ke luar negeri kepada PT
MANASAJA dengan jumlah tagihan sebesar Rp700.000, maka besarnya DPP adalah
10% x Rp700.000 atau Rp70.000. Besarnya PPN yang terutang sebesar 10% x 10% x
jumlah tagihan. Pajak Masukan yang telah dibayar oleh PT TITIP dalam hal ini, tidak
dapat dikreditkan karena sudah termasuk nilai lain 10%.

22
BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah nilai uang yang dijadikan dasar
perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. Definisi DPP PPN diatur dalam UU PPN 1984
pada Pasal 1 angka 17.
Yang termasuk dalam DPP PPN adalah:
a. Harga Jual;
b. Penggantian;
c. Nilai Impor;
d. Nilai Ekspor; dan
e. Nilai lain yang dijadikan DPP.

Adapun nilai lain yang diatur sebagai Dasar Pengenaan Pajak diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan nomor 75/PMK.03/2010. Menurut ketentuan ini, nilai
lain yang dijadikan Dasar Perhitungan Pajak adalah:
a. untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak, Dasar Pengenaan Pajaknya
adalah sebesar Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
b. untuk pemberian cuma – cuma Barang Kena Pajak, Dasar Pengenaan
Pajaknya adalah sebesar Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi
laba kotor;
c. untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah sebesar
perkiraan harga jual rata – rata, yang besaran dan tata cara
perhitungannya ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak;
d. untuk penyerahan film cerita adalah sebesar perkiraan hasil rata – rata
per judul film, yang besaran dan tata cara perhitungannya ditetapkan
lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak;
e. untuk penyerahan hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran, yang
besaran dan tata caranya ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak;

23
f. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa
pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar;
g. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau
sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah
harga pokok penjualan atau harga perolehan;
h. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara adalah
harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli;
i. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga
lelang;
j. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen)
dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
k. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah
10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya
ditagih.
Akhirnya, secara umum, nilai lain yang dijadikan Dasar Pengenaan Pajak
dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
- Harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor 
- Perkiraan harga jual rata-rata
- Harga pasar wajar

Persentase tertentu dari harga jual, tagihan atau imbalan, lebih dikenal sebagai harga
faktual yang dianggap wajar.

24
Daftar Pustaka

Sukardji,Untung. (2010). Pokok - Pokok PPN Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

UU 42 tahun 2009

PMK 75/PMK .03/2010 Tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak

25

Anda mungkin juga menyukai