Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN TUTORIAL

ILMU KULIT DAN KELAMIN

SKENARIO 3

Disusun oleh:

Kelompok 2

Tutor Pembimbing:

dr. Winawati Eka Putri, Sp.KK

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan tutorial “Skenario 3” telah melalui konsultasi dan disetujui oleh Tutor Pembimbing

Surabaya, 21 Mei 2021

Tutor Pembimbing,

dr. Winawati Eka Putri, Sp.KK


PENYUSUN

Ketua : Firdina Alya Sabila 6130017015

Sekretaris 1 : Rani Nur Mukarromatin Baroroh 6130017018

Sekretaris 2 : Muhammad Rais Faisal 6130017019

Anggota : Muhammad Dandy Rizaldi Putra 6130016010

Muhammad Wahyu 6130016051

Febriani Nasuha 6130017011

Muhamad Fachrul Ilyas 6130017012

Dinda Farah Salsabila 6130017013

Revani Yuni Nailuvar 6130017014

Iwa Wahyu Kusuma 6130017016

Shafira Nur Lailia 6130017017

Dika Maulidya Sari 6130017020


SKENARIO 3

Seorang laki-laki berusia 24 tahun datang ke praktik dokter umum dengan keluhan
timbul luka lecet di kemaluan.

DATA TAMBAHAN

Anamnesis

- Luka sejak 2 minggu yang lalu

- Nyeri (-), gatal (-)

- Status pernikahan: belum menikah

- Gangguan BAK (-)

- Aktivitas seksual : terakhir 1 bulan yang lalu dengan teman perempuan, 1x dengan
teman laki-laki, sering berganti pasangan dan tidak menggunakan kondom

- Pekerjaan : mahasiswa

- Luka tidak mudah berdarah

- Pembengkakan : di sela lipat paha di kanan dan kiri

- Keluar nanah di uretra : tidak ada data


- Riwayat pengobatan : betadine tidak membaik

- RPD : tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya

- RPK : tidak ada data

- Riwayat sosial : aktif berorganisasi

- Keluhan lain : (-), demam (tidak ada data)

Pemeriksaan Fisik

- KU : dbn, Vital sign : dbn

- Pembesaran KGB inguinal medial bilateral

Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan VDRL : reaktif

- Pemeriksaan mikroskopik dark field : ditemukan pergerakan Spirochaeta pallidum

- TPHA : non reaktif

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

STEP 1: KATA SULIT

1. VDRL (Venereal Disease Research Laboratories) : untuk mendeteksi munculnya


antibodi terhadap bakteri Treponema pallidum

2. TPHA (Treponema pallidum hemagglutination) : adalah tes diagnostik yang


digunakan untuk mendeteksi jumlah antibodi terlarut dalam sampel serum pasien
terhadap agen penyebab sifilis. Tepatnya tes TPHA membantu dalam deteksi antibodi
Paladium melalui metode hemagglutination

3. Pemeriksaan mikroskop dark field : merupakan metode yang digunakan untuk


memastikan diagnosis sifilis primer dengan menemukan Treponema dengan
gambaran karakteristik yang terlihat pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dari
cairan yang diambil pada permukaan chancre (luka terbuka pada genital oleh karena
infeksi bakteri).
STEP 2: KATA KUNCI

- Laki-laki, 24 tahun

- Luka sejak 2 minggu yang lalu

- Status pernikahan: belum menikah

- Aktivitas seksual : terakhir 1 bulan yang lalu dengan teman perempuan, 1x dengan
teman laki-laki, sering berganti pasangan dan tidak menggunakan kondom

- Pekerjaan : mahasiswa

- Luka tidak mudah berdarah

- Pembengkakan : di sela lipat paha di kanan dan kiri

- Riwayat pengobatan : betadine tidak membaik

- Riwayat sosial : aktif berorganisasi

- Pembesaran KGB inguinal medial bilateral

- Pemeriksaan VDRL : reaktif

- Pemeriksaan mikroskopik dark field : ditemukan pergerakan Spirochaeta pallidum

- TPHA : non reaktif

STEP 3: RUMUSAN MASALAH

1. Apa kemungkinan diagnosis utama dan diagnosis banding dari skenario?

2. Mengapa timbul luka pada genital pasien

STEP 4: MENJAWAB RUMUSAN MASALAH

1. Diagnosis utama : sifilis

Diagnosis banding : ulkus molle, herpes simpleks genitalis

2. Luka kecil pada kulit (chancre) timbul disebabkan oleh infeksi bakteri yang menyebar
melalui hubungan seksual dengan penderita sifilis. Luka tersebut timbul pada lokasi
bakteri masuk ke dalam tubuh. Pasien pada skenario sering bergonta-ganti pasangan
seksual dimana hal tersebut merupakan faktor risiko
Pria 24 tahun

STEP 5: MIND MAPPING Timbul luka lecet di kemaluan

Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan ginekologi

KU : dbn
Vital sign : dbn
u dengan teman perempuan, 1x dengan teman laki-laki, sering berganti pasangan dan tidak menggunakan kondom Pembesaran KGB inguinal medial bilateral

dan kiri
aik
nya Diagnosis Banding
Sifilis
Ulkus Mole
Herpes Simpleks Genitalia

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan VDRL : reaktif


Pemeriksaan mikroskopik dark field : ditemukan pergerakan Spirochaeta pallidum

Diagnosis Utama
Sifilis

Komplikasi Tatalaksana Prognosis


STEP 6: LEARNING OBJECTIVES

1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, dan manifestasi klinis dari


diagnosis dan diagnosis banding

2. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi sifilis

3. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor risiko sifilis

4. Mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis sifilis

5. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik sifilis

6. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan sifilis

7. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi sifilis

8. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis sifilis

STEP 7: JAWABAN LEARNING OBJECTIVES

1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, dan manifestasi klinis dari


diagnosis dan diagnosis banding

DEFINISI ETIOLOGI MANIFESTASI KLINIS


DIAGNOSIS UTAMA
Sifilis Sifilis adalah Penyebab sifilis Stadium Primer
penyakit infeksi adalah Treponema - Ulkus/luka/tukak, biasanya
menular seksual pallidum, yaitu soliter, tidak nyeri, batasnya
(IMS) yang anareobic spirochete tegas, ada indurasi dengan
disebabkan oleh (Copstead, 1995). pembesaran kelenjar getah
spirochete yaitu Treponema pallidum bening regional
Treponema pallidum berbentuk spiral (limfadenopati)
dan di klasifikasikan dengan panjang 0-20 - Durasi: 3 minggu
berdasarkan
. Dengan Stadium Sekunder
stadium. (Copstead,
diameter 0,10 sampai - Bercak merah polimorfik
1995). biasanya di telapak tangan
0,18
Penularan sifilis dan telapak kaki, lesi kulit
(Holmes,1999).
melalui hubungan papuloskuamosa dan
seksual. Penularan Penyebab sifilis mukosa, demam, malaise,
juga dapat terjadi adalah bakteri limfadenopati generalisata,
secara vertikal dari Treponema pallidum. kondiloma lata, patchy
ibu kepada janin Treponema berasal dari alopecia, meningitis,
dalam kandungan bahasa Yunani yang uveitis, retinitis
atau saat kelahiran, berarti benang yang - Durasi: 2-12 minggu
melalui produk terpuntir. Panjang Stadium Laten
darah atau transfer mikro-organisme ini 5- - Asimtomatik
jaringan yang telah 20 mm dan - Durasi Dini<1 tahun
tercemar, kadang- diameternya 0,092-0,5 - Durasi Lanjut>1tahun
kadang dapat mm. Stadium Tersier
ditularkan melalui Treponema pallidum Gumma
alat kesehatan. merupakan spesies Treponema - Destruksi jaringan di organ
Sifilis dalam dari famili Spirochaeta, ordo dan lokasi yang terinfeksi
perjalanannya dibagi Spirochaetales. Treponema
- Durasi: 1-46 tahun
menjadi tiga stadium pallidum berbentuk spiral,
Sifilis Kardiovaskular
yaitu stadium sifilis Gram negatif dengan panjang
- Aneurisma aorta,
primer, stadium kisaran 11 µm dengan
regurgitasi aorta, stenosis
sifilis sekunder, dan diameter antara 0,09 – 0,18
osteum
stadium sifilis µm. Terdapat dua lapisan,
- Durasi 10-30 tahun
tersier, dimana sitoplasma merupakan lapisan
Neurosifilis
diantara tiga stadium dalam mengandung mesosom,
- Bervariasi dari asimtomatis
tersebut terdapat vakuol ribosom dan bahan
sampai nyeri kepala,
fase laten, yaitu fase nukleoid, lapisan luar yaitu
vertigo, perubahan
dimana tidak bahan mukoid. Potongan
kepribadian, demensia,
menimbulkan gejala melintang Treponema
ataksia, pupil Argyll
klinis namun dari pallidum dapat dilihat pada
Robertson
pemeriksaan Gambar berikut.
- Durasi >2 tahun - 20 tahun
laboratorium positif.
(Prof Dr Sjaiful Fahmi Daili,
(Suryani, 2014) 2013)
DIAGNOSIS BANDING
Ulkus Mole Ulkus mole - Penyebab ulkus mole - Diawali dengan papul
atau sering berupa basil Gram negatif, inflamasi yang cepat
disebut tidak berkapsul, dan berkembang menjadi ulkus
chancroid anaerob fakultatif yang nyeri dalam 1-2 hari.
merupakan disebut - Ulkus multipel, dangkal,
penyakit Haemophilusducreyi. tidak terdapat indurasi,
ulkus genital - Penyakit ini terutama sangat nyeri.
akut, menular melalui hubungan - Bagian tepi bergaung,
setempat, seksual dengan seseorang rapuh, tidak rata, kulit atau
dapat yang telah terinfeksi. mukosa sekeliling ulkus
berinokulasi - Organisme masuk ke kulit eritematosa.
sendiri dan/atau membrane - Dasar ulkus dilapisi oleh
(autoinoculat mukosa melalui abrasi eksudat nekrotik kuning
ion), mikro yang terjadi saat keabu-abuan dan mudah
disebabkan hubungan seksual. berdarah jika lapisan
oleh - Keberadaan bakteri tersebut diangkat.
Haemophilus menyebabkan - Ulkus dapat menyebar ke
ducreyi, perkembangan penyakit perineum, anus, skrotum,
dengan gejala dari bentuk pustular tungkai atas, atau abdomen
klinis khas menjadi ulseratif bagian bawah sebagai
berupa ulkus (Indriatmi, 2016). akibat inokulasi sendiri.
di tempat - Pada laki-laki: ulkus
masuk kuman berlokasi di preputium,
dan frenulum, dan sulkus
seringkali koronarius.
disertai - Pada perempuan terdapat di
supurasi introitus, vestibulum dan
kelenjar labia minora.
getah bening - Ulkus mole dapat terjadi di
regional dalam uretra dan
(Indriatmi, menimbulkan keluhan dan
2016). gejala seperti pada uretritis
non-gonore (Indriatmi,
2016).
Herpes Herpes Disebabkan virus Gejala klinis lokal
Genital genital adalah herpes simpleks tipe 1 berupa nyeri, gatal,
penyakit (HSV-1) atau tipe 2 disuria, discharge
infeksi (HSV-2) yang menular vagina dan uretra serta
menular melalui hubungan nyeri dan pembesaran
seksual intim, baik lewat kelenjar inguinal
(IMS) yang vagina (vaginal), mulut (Wayan, 2017).
disebabkan (oral), maupun anus
Lesi genital berupa
virus herpes (anal). Tipe 1 biasa
papul, berkembang
simpleks tipe ditemukan di daerah
menjadi sekelompok
1 (HSV-1) mulut (herpes oral) dan
vesikel berdinding tipis
atau tipe 2 tipe 2 disebut herpes
(6 hari setelah kontak
(HSV-2) genital (Wayan, 2017).
seksual), diatas dasar
(Suryani,
eritematous, sebelum
2013).
pecah menjadi ulkus.
Ulkus basah akan
menjadi krusta basah
yang mengering
(Suryani, 2013).

2. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi sifilis

Klasifikasi sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisita (didapat).
Sifilis kongenital dibagi menjadi: sifilis kongenital dini (sebelum dua tahun), sifilis
kongenital lanjut (sesudah dua tahun) dan stigmata.

Sifilis akuisita (didapat) dapat dibagi menurut dua cara, secara klinis dan
epidemiologik. Terdapat juga bentuk lain ialah sifilis kardiovaskular dan neurosifilis
(Djuanda, 2019):

A. Sifilis akuisita secara klinis


- Stadium I (S I)
- Stadium II (S II)
- Stadium III (S III)
B. Sifilis akuisita secara epidemiologik menurut WHO
- Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi), terdiri atas S I, S
II, stadium rekuren, dan stadium laten dini
- Stadium lanjut tak menular (setelah satu tahun sejak infeksi), terdiri atas
stadium laten lanjut dan S III

Sifilis Primer (S I)

Kelainan kulit dimulai dengan papul lentikular yang permukaannya segera menjadi
erosi, umumnya kemudian menjadi ulkus. Ulkus tersebut biasanya bulat, solitar,
dasarnya ialah jaringan granulasi berwarna merah dan bersih, di atasnya hanya
tampak serum. Dindingnya tak bergaung, kulit di sekitarnya tidak menunjukkan
tanda-tanda radang akut. Yang khas ialah ulkus tersebut indolen dan teraba indurasi
karena itu disebut ulkus durum. Kelainan tersebut dinamakan afek primer (Djuanda,
2019).

Sifilis Sekunder (S II)

Berbeda dengan S I yang tanpa disertai gejala konstitusi, pada S II dapat disertai
gejala tersebut yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejalanya umumnya tidak berat,
berupa anoreksia, turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak
tinggi, dan artralgia. Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit
sehingga disebut the great imitator. Selain memberi kelainan pada kulit, S II dapat
juga memberi kelainan pada mukosa, kelenjar getahbening, mata, hepar, tulang, dan
saraf. Kelainan kulit yang membasah (eksudatif) pada S II sangat menular, kelainan
yang kering kurang menular. Kondilomata lata dan plaque muqueuses ialah bentuk
yang sangat menular. Gejala yang penting untuk membedakannya dengan berbagai
penyakit kulit yang lain ialah: kelainan kulit pada S II umumnya tidak gatal, sering
disertai limfadenitis generalisata, pada S II dini kelainan kulit juga terjadi pada
telapak tangan dan kaki (Djuanda, 2019).

Sifilis Tersier (S III)

Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya
melunak, dan destruktif. Besar guma bervariasi dari lentikular sampai sebesar telur
ayam. Kulit di atasnya mula-mula tidak menunjukkan dapat digerakkan. Setelah
beberapa bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda radang mulai
tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta melekat terhadap guma tersebut.
Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah cairan seropurulen, kadang-kadang
sanguinolen; pada beberapa kasus disertai jaringan nekrotik. Selain guma, kelainan
yang lain pada ialah nodus. Mula-mula di kutan kemudian ke epidermis,
pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu/bulan dan umumnya meninggalkan
sikatriks yang hipotrofi. Nodus tersebut dalam perkembangannya mirip guma,
mengalami nekrosis di tengah dan membentuk ulkus (Djuanda, 2019).

Sifilis laten dini

Laten berarti tidak ada gejala klinis dan kelainan, termasuk alat-alat dalam, tetapi
infeksi masih ada dan aktif. Tes serologik darah positif, sedangkan tes likuor
serebrospinalis negatif. Tes yang dianjurkan ialah VDRL dan TPHA (Djuanda, 2019).

Sifilis rekuren

Relaps dapat terjadi baik secara klinis berupa kelainan kulit mirip S II, maupun
serologik yang telah negatif menjadi positif. Hal ini terjadi terutama pada sifilis yang
tidak diobati atau yang mendapat pengobatan tidak cukup. Umumnya bentuk relaps
ialah S II, kadang-kadang S I, Kadang-kadang relaps terjadi pada tempat afek primer
dan disebut monorecidive. Relaps dapat memberi kelainan pada mata, tulang, alat
dalam, dan susunan saraf. Juga dapat terlahir bayi dengan sifilis kongenita (Djuanda,
2019).

Sifilis laten lanjut

Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tes serologik.


Lama masa laten beberapa tahun hingga bertahun-tahun, bahkan dapat seumur hidup.
Likuor serebrospinalis hendaknya diperiksa untuk menyingkirkan neurosifilis
asimtomatik. Demikian pula sinar-X aorta untuk melihat, apakah ada aorititis. Perlu
diperiksa pula, apakah ada sikatriks bekas S I pada alat genital atau leukoderma pada
leher yang menunjukkan bekas S II (colar of Venus). Kadang-kadang terdapat pula
banyak kulit hipotrofi lentikular pada badan bekas papul-papul S II (Djuanda, 2019).

3. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor risiko sifilis

Faktor risiko umum untuk sifilis:


- Aktivitas seksual tanpa pelindung yang melibatkan kontak dengan mukosa mulut
dan genital
- Kontak seksual dengan penderita Sifilis yang telah diketahui
- Berhubungan seks dengan seseorang dari negara/wilayah dengan prevalensi sifilis
yang tinggi
- Pernah menderita Sifilis sebelumnya dan adanya infeksi HIV
- Lahir dari seseorang yang didiagnosis dengan sifilis menular saat hamil
- Anggota dari populasi yang rentan (Stoltey dan Cohen, 2015)

Infeksi sifilis telah dikaitkan dengan perilaku tertentu dan faktor lain, termasuk
penahanan (orang dalam penjara), pasangan seks banyak atau anonim (tanpa
mengetahui riwayat seks pasangan), aktivitas seksual yang berhubungan dengan
penggunaan obat-obatan terlarang, mencari pasangan seks melalui internet dan
dinamika jaringan seksual berisiko tinggi lainnya. Faktor risiko sifilis sering tumpang
tindih. Hasil laporan yang tidak biasa dan perkembangan cepat sifilis pada pasien
dengan infeksi HIV bersamaan telah menyebabkan hipotesis bahwa infeksi dengan
atau pengobatan HIV mengubah riwayat alami sifilis (Peeling et al, 2017).

4. Mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis sifilis

Bakteri Treponema Pallidum masuk dengan cepat melalui membran mukosa yang
utuh dan kulit yang lecet lalu masuk ke dalam kelenjar getah bening dan aliran darah,
kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh. Bergerak masuk keruang intersisial
jaringan dengan cara gerakan cork-screw (seperti membuka tutup botol). Beberapa
jam setelah terpapar terjadi infeksi sistemik meskipun gejala klinis dan serologi belum
kelihatan pada saat itu (Devi, 2014).
Darah dari pasien yang baru terkena sifilis atau pun yang masih dalam masa
inkubasi bersifat infeksius. Waktu berkembang biak Treponema pallidum selama
masa aktif penyakit secara invivo 30-33 jam. Lesi primer muncul di tempat kuman
pertama kali masuk, biasanya bertahan selama 4-6 minggu dan kemudian sembuh
secara spontan. Pada tempat masuknya, kuman mengadakan multifikasi dan tubuh
akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat yang terdiri atas limfosit, makrofag dan sel
plasma yang secara klinis dapat dilihat sebagai papul. Reaksi radang tersebut tidak
hanya terbatas di tempat masuknya kuman tetapi juga di daerah perivaskuler
(Treponema pallidum berada diantara endotel kapiler dan sekitar jaringan), hal ini
mengakibatkan hipertrofi endotel yang dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler
(endarteritis obliterans). Kerusakan vaskular ini mengakibatkan aliran darah pada
daerah papula tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus dan keadaan ini
disebut chancre (Devi, 2014).

5. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik sifilis

Diagnosis sifilis dapat ditegakkan dengan mencari gejala yang timbul seperti
chancre dan condyloma lata, menggali faktor risiko pasien, dan melakukan
pemeriksaan penunjang seperti VDRL (Chandrasekar, 2017).
Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan riwayat seksual dan sosial pasien. Pertanyaan
meliputi jumlah pasangan seksual, penggunaan kondom, riwayat infeksi menular
seksual pada pasien dan pasangannya, penggunaan napza, dan paparan terhadap
produk darah. Tanyakan juga riwayat munculnya chancre yang sembuh sendiri pada
daerah kelamin, anus, vulva, atau perineum (Chandrasekar, 2017).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien sifilis berbeda-beda pada setiap stadium sifilis.

A. Sifilis Primer
Chancre berbentuk ulkus tunggal, tepi teratur, indurasi, dengan dasar bersih,
tidak nyeri. Biasanya lesi dimulai dengan papul soliter, kemerahan dan keras yang
muncul pada glans penis, vulva, serviks, anus, jari, orofaring, lidah, dan puting.
Lesi umumnya sembuh dalam 4 minggu atau 2 minggu dengan antibiotik. Bisa
juga didapatkan pembesaran kelenjar getah bening regional (Chandrasekar, 2017)
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit Indonesia, 2017).
B. Sifilis Sekunder
Pada sifilis sekunder lesi berbentuk polimorfik, tidak gatal dan seringkali
terdapat pembesaran kelenjar getah bening generalisata. Umumnya lesi muncul 3
minggu setelah lesi primer dengan durasi 2-10 minggu. Bila tidak diterapi
keseluruhan dapat hilang sendiri atau dapat pula rekuren dalam 2 tahun.
Gambaran yang sering ditemukan adalah ruam mukokutan difus, berbentuk
makulopapular, papular, makular, atau anular papular, nonpruritik, dan simetris.
Lesi seringkali ditemukan pada telapak tangan dan kaki. Gambaran lain yang
dapat muncul yaitu patchy alopecia, condyloma lata, dan gejala sistemik berupa
malaise, demam, myalgia dan arthralgia (Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit
Indonesia, 2017) (Peeling & Hook, 2006).
C. Sifilis Laten
Sifilis laten umumnya asimptomatik dan terbagi menjadi laten awal dan laten
akhir. Periode laten awal adalah 1 tahun pertama setelah resolusi dari sifilis primer
atau sekunder dengan hasil tes serologi reaktif. Bila durasi lebih dari 1 tahun atau
tidak diketahui, maka dianggap sebagai periode laten akhir (Perhimpunan Dokter
Spesialis Kulit Indonesia, 2017).
D. Sifilis Tersier
Sifilis tersier memiliki progresifitas lambat dan dapat mengenai organ
manapun dan menyebabkan kematian. Secara umum sifilis tersier terbagi menjadi
sifilis gummatosa, sifilis kardiovaskular, dan neurosifilis (Chandrasekar, 2017).
Lesi gummatosa sering muncul dalam 3-10 tahun setelah terinfeksi berupa
infiltrat sirkumskrip kronis, berbatas tegas,dan destruktif yang dapat mengenai
kulit, mukosa, atau tulang.
Sifilis kardiovaskular umumnya mengenai aorta dan dapat menyebabkan
terbentuknya aneurisma, gangguan katup, dan penyempitan ostium koroner.
Neurosifilis dapat bersifat simtomatik dan asimtomatik. Pada jenis asimtomatik
tidak ditemukan tanda dan gejala tetapi ditemukan abnormalitas pada cairan
serebrospinal. Pada jenis simptomatik, neurosifilis dapat muncul sebagai
meningitis sifilis, neurosifilis meningovaskular, dan neurosifilis parenkimatosa
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit Indonesia, 2017).
E. Sifilis Kongenital
Sifilis kongenital terbagi menjadi sifilis kongenital awal (terjadi dalam 2 tahun
pertama kehidupan) dan sifilis kongenital akhir (terjadi pada anak berusia diatas 2
tahun.) Tanda yang muncul pada sifilis kongenital awal dapat berupa ruam difus,
pengelupasan kulit, hepatosplenomegali, anemia, limfadenopati, demam, ikterik,
saddle nose, pseudoparalisis, periostitis, glomerulonefritis, dan gangguan
neurologi. Pada sifilis kongenital akhir, tanda yang muncul mirip dengan gejala
sifilis tersier pada orang dewasa (Chandrasekar, 2017).

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan serologi merupakan pemeriksaan standar untuk mendeteksi seluruh
stadium dari sifilis (Centers of Disease Control and Prevention, 2017).

A. Sifilis Didapat
Pada sifilis yang didapat, mula-mula dilakukan pemeriksaan skrining
nontreponema menggunakan Venereal Disease Research Laboratory (VDRL)
dan Rapid Plasma Reagen (RPR). Oleh karena dapat terjadi positif palsu atau
negatif palsu, perlu dilakukan konfirmasi dengan tes treponema seperti
fluorescent treponemal antibody-absorbed test (FT-ABS), Treponema Pallidum
Particle Agglutination (TPPA), dan Enzyme Immuno Assay (EIA).
Titer antibodi pemeriksaan nontreponema dipengaruhi oleh aktivitas penyakit
dan dapat digunakan untuk mengetahui respon terapi dimana titer akan non
reaktif seiring penyembuhan penyakit. Peningkatan titer 4 kali lipat
mengindikasikan perbedaan yang signifikan antara dua pemeriksaan
nontreponemal.
Pemeriksaan treponema umumnya akan tetap positif dalam waktu lama dan
tidak dipengaruhi oleh aktivitas penyakit atau terapi (Centers of Disease Control
and Prevention, 2017) (Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit Indonesia, 2017).
B. Sifilis Kongenital
Pemeriksaan sifilis pada ibu hamil disarankan pada saat kunjungan prenatal
yang pertama kali. Wanita berisiko tinggi untuk tertular sifilis harus diperiksa
kembali pada trimester ketiga dan saat kelahiran anak. Wanita hamil dengan hasil
tes sero positif harus dianggap infeksius kecuali terdapat riwayat terapi yang
adekuat dalam rekam medis dan hasil titer antibodi sekuensial menunjukkan
penurunan sebesar 4 kali lipat.
Titer serologi harus diperiksa setiap bulan bila pasien memiliki resiko untuk
terinfeksi sifilis atau tinggal pada daerah dengan prevalensi tinggi penyakit ini.
Setiap wanita yang melahirkan bayi lahir mati setelah 20 minggu masa gestasi
disarankan untuk menjalani pemeriksaan sifilis. Menentukan diagnosis sifilis
kongenital tidak mudah karena antibodi IgG nontreponema dan treponema dari
ibu dapat disalurkan pada bayi (Chandrasekar, 2017) (Centers of Disease Control
and Prevention, 2017).

Tabel. Klasifikasi Sifilis Kongenital

Klasifikasi Kriteria Pemeriksaan Lanjutan

Proven atau highly - Pemeriksaan fisik abnormal yang VDRL, hitung jumlah sel dan
probable konsisten dengan sifilis kongenital. protein pada cairan
- Hasil kuantitatif pemeriksaan serebrospinal, pemeriksaan
serologi nontreponema titernya 4 darah lengkap, pemeriksaan
kali lipat dibandingkan titer ibu. lain sesuai indikasi seperti
- Hasil positif pada pemeriksaan rontgen tulang, rontgen
mikroskop lapangan gelap atau PCR thoraks, fungsi hati, pencitraan
menggunakan cairan lesi atau cairan neurologi, pemeriksaan
tubuh. oftalmologi dan auditory
brainstem response.

Possible Bila ditemukan hasil pemeriksaan fisik VDRL, hitung jumlah sel dan
normal  dan pemeriksaan serologi protein pada cairan
nontreponemal titernya kurang dari 4 kali serebrospinal, pemeriksaan
lipat dengan 1 dari keadaan berikut: darah lengkap, pemeriksaan
- Ibu tidak diterapi secara adekuat atau radiologi pada tulang panjang.
tidak ada bukti telah diterapi
- Ibu diterapi menggunakan regimen
yang berada diluar rekomendasi
- Ibu mendapat terapi dengan regimen
yang direkomendasikan kurang dari 4
minggu sebelum kelahiran

Less likely Bila ditemukan hasil pemeriksaan fisik Tidak ada


normal dan pemeriksaan serologi
nontreponemal titernya kurang dari 4 kali
lipat dengan 1 dari keadaan berikut:
- Ibu mendapat terapi dengan regimen
yang direkomendasikan lebih dari 4
minggu sebelum kelahiran
- Tidak ada bukti reinfeksi atau relaps
pada ibu

Unlikely Bila ditemukan hasil pemeriksaan fisik Tidak ada


normal dan pemeriksaan serologi
nontreponemal titernya kurang dari 4 kali
lipat dengan 1 dari keadaan berikut:
- Ibu mendapat terapi dengan regimen
yang direkomendasikan sebelum
kehamilan
- Hasil titer serologi nontreponemal
tetap rendah dan stabil sebelum hamil,
saat hamil dan saat kelahiran.

6. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan sifilis

Tatalaksanaan sifilis dibagi berdasarkan stadiumnya yaitu (Kemkes, 2013; Suryani


& Sibero, 2014):

A. Early syphilis / sifilis stadium dini (sifilis primer, sifilis sekunder)

- Terapi anjuran  Benzatin benzilpenisilin, 2,4 juta IU injeksi IM


(pemberian dengan dua kali injeksi ditempat berbeda)
- Alternatif terapi  Prokain benzilpenisilin, 1,2 juta IU injeksi IM (setiap
hari selama 10 hari berturut-turut)
- Alternatif terapi pada alergi penisilin  Eritromisin, 500mg oral 4 kali
sehari selama 14 hari pada ibu hamil. Dosisiklin, 100 mg (2 kali sehari)
atau Tetrasiklin 500 mg oral (4 kali sehari) selama 14 hari.
B. Late laten syphilis / sifilis stadium lanjut
- Terapi anjuran  Benzatin benzilpenisilin, 2,4 juta IU (total 7,2 juta IU)
injeksi IM, (sekali seminggu selama 3 minggu berturut-turut di hari ke 1,
8 dan 15)
- Alternatif terapi  Prokain benzilpenisilin, 1,2 juta IU injeksi IM (setiap
hari selama 20 hari berturut-turut)
- Alternatif terapi pada alergi penisilin  Eritromisin, 500 mg oral 4 kali
sehari selama 30 hari pada ibu hamil. Dosisiklin 100 mg oral (2 kali
sehari), atau Tetrasiklin, 500 mg (4 kali sehari) selama 30 hari, atau 21-28
hari
C. Neurosyphilis
- Terapi anjuran  Aquaous benzylpenicillin, 18-24 juta IU injeksi IV
( pemberian dengan 3-4 juta IU. Setiap 4 jam selama 14 hari).
- Alternatif terapi  Prokain benzilpenisilin, 1,2-2,4 juta IU, injeksi IM
setiap hari dan Probenesid, 500 mg oral (4 kali sehari) selama 10-14 hari)
atau; Ceftriaxone 1-2 g IV setap hari selama 10-14 hari (apabila tiak ada
penisilin).
- Alternatif terapi pada alergi penisilin  Dosisiklin, 200 mg oral (2 kali
sehari) selama 30 hari, atau; Tetrasiklin, 500 mg oral, (4 kali sehari selama
30 hari)
D. Siflis kongenital
- Terapi anjuran  Usia < 2 tahun dan infant dengan abnormal CSF
dengan; Aquaous benzylpenicillin 100.000-150.000 juta IU/kg/hari injeksi
IV setiap 12 jam, selama 7 hari awal kehidupan dan setelah itu setiap 8
jam, totalnya selama 10 hari. Atau; Prokain benzilpenisilin 50.000 juta
IU/kg injeksi IM dosis tunggal (selama 10 hari)
- Alternatif terapi pada alergi penisilin  Eritromisin 7,5- 12,5 mg/kg
oral (4 kali sehari) selama 30 hari (pada bayi diawal bulan kehidupan)

Catatan: sebelum injeksi benzathin benzylpenicillin lakukan uji penisilin terlebih


dulu untuk memastikan pasien tidak alergi terhadap penisilin.

7. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi sifilis


Komplikasi yang dapat terjadi bisa berupa adanya guma atau benjolan kecil yang
bisa tumbuh pada kulit, tulang, hati atau organ lain pada tahap akhir (sifilis tersier).
Sifilis juga menyebabkan peningkatan kemungkinan penularan HIV hingga 2-5 kali.
Lesi siflis mudah berdarah sehingga memudahkan penularan virus HIV saat
melakukan hubungan seksual. Penularan sifilis dari ibu ke bayi pada saat kehamilan
juga akan meningkatkan risiko keguguran dan kematian bayi beberapa hari setelah
melahirkan. Selain itu, komplikasi yang dapat terjadi adalah neurosifilis dimana
terjadi pada kurang lebih 60% bayi yang menderita sifilis kongenital (Setiati dkk,
2014).

8. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis sifilis

Pengobatan pada sifilis primer dan sekunder memberikan hasil yang sangat baik.
Kegagalan terapi masih ditemukan pada penderita HIV. Sifilis kardiovaskular juga
memberikan respon yang baik dengan pengobatan sifilis walaupun infark iskemik
masih dapat ditemukan (Setiati dkk, 2014).
KESIMPULAN

Seorang laki-laki berusia 24 tahun datang ke praktek dokter umum dengan keluhan
timbul luka lecet di kemaluan. Pada anamnesis didapatkan luka sejak 2 minggu yang
lalu, belum menikah, aktivitas seksual yaitu terakhir 1 bulan yang lalu dengan teman
perempuan, 1x dengan teman laki-laki, sering berganti pasangan dan tidak menggunakan
kondom dan pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran kelenjar getah bening
inguinal medial bilateral. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan VDRL (Venereal Disease Research Laboratories) hasil reaktif dan
pemeriksaan mikroskopik dark field ditemukan pergerakan Spirochaeta pallidum.
Sehingga dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat
diketahui bahwa pasien mengalami penyakit sifilis yang disebabkan oleh Treponema
palidum.
DAFTAR PUSTAKA

Centers of Disease Control and Prevention, 2017. Sexually Transmitted Diseases: Syphilis.
[Online] Available at: https://www.cdc.gov/std/tg2015/syphilis.html
[Diakses 20 05 2021].
Chandrasekar, P., 2017. Syphilis. [Online] Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/229461-overview
[Diakses 20 05 2021].
Devi, et al. 2014. Syphilis. J Majority: Volume 3 Nomor 7.
Djuanda, Adhi. 2019. Sifilis Dalam: Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Indriatmi, W., 2016. Ulkus Mole. In: S. L. S. Menaldi, K. Bramono & W. Indriatmi, eds.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, pp. 475-477k
Kemkes, 2013. Pedoman Tata Laksana Sifilis untuk Pengendalian Sifilis di Layanan
Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Peeling, R. & Hook, E., 2006. The Pathogenesis of Syphilis: the Great Mimicker Revisited..
J Pathol, pp. 208(2):224-32.
Peeling, R. W., Mabey, D., Kamb, M. L., Chen, X. S., Radolf, J. D., & Benzaken, A. S. 2017.
Syphilis. Nature reviews. Disease primers, 3, 17073. https://doi.org/10.1038/nrdp.2017.73
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit Indonesia, 2017. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter
Spesialis Kulit di Indonesia: Sifilis. [Online] Available at:
https://www.perdoski.id/buku/read/114-panduan-praktik-klinis
[Diakses 20 05 2021].
Prof Dr Sjaiful Fahmi Daili, S. (2013). Pedoman Tata Laksana Sifilis untuk Pengendalian
Sifilis di Layanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan .
Setiati dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edis VI. Jakarta: Interna Publishing
Stoltey JE, Cohen SE. 2015. Syphilis transmission: A review of the current evidence. Sexual
health. 12(2):103-109.
Suryani, D. P. A. & Sibero, H. T., 2014. Syphilis. J Majority, 3(7), pp. 7-16.
Suryani, Metta. 2013. Masalah dan penatalaksaan herpes genital rekurens. Ebers Papyrus
Tarumanegara Journal: Vol 19, No 2
Wayan, Hendrawan. 2017. Venereologi G2P1A0H0 32-33 Minggu dengan Herpes Genitalis.
Jurnal Kedokteran Unram, 6(1): 50-54.

Anda mungkin juga menyukai