Anda di halaman 1dari 39

Integrated Dispensing

Praktek Peracikan yang Baik, Kompatibilitas dan


Stabilitas
5th meeting, September 16 2021 – Dr. Rachmat Mauludin

Peracikan IV: Parenteral Dosage Form IV Large


Dose (Infusion)
6th meeting, September 20 2021 – Dr. Rachmat Mauludin

Tugas review/rangkuman: dari USP


Tonisitas dan stabilita, 21 oktober 2021

Kadang2, sediaan yg di IV in ini tidak tunggal, tapi campuran dari beberapa zat aktif, jadi harus
disiapkan oleh apoteker
Sediaan parenteral dosis besar:
- Cairan infus: NaCl, ringer laktat, glukosa, dekstrosa
- TPN: Total Parenteral Nutrition: emulsi lipid
- Antibiotik intravena
- Sediaan untuk kontrol analgesik: untuk org yg histeris sakitnya, org abis kecelakaan,
luka terbuka, dll
- Cairan dialisis: hemodialisis, dialisis peritoneal
- Larutan irigasi: luka terbuka yg harus dibersihkan

Tujuan diberikan:
a. Mengembalikan kesetimbangan cairan tubuh dan elelktrolit untuk pasien dehidrasi,
shock, atau luka
b. Menyediakan nutrisi untuk pasien malnutrisi,
c. Pembawa/penghantar obat yg harus masuk sistem sirkulasi dg segera
d. Cairan dialisis
e. Cairan irigasi utk nyuci luka terbuka
IV:
- Volume besar, bisa sampai 3 L
- Ukuran syringe: 1- 60 ml
- Harus tau kecepatan aliran, tergantung vena yg dipilih
- Ukuran jarum 20 – 22 gauge

Pencampuran IV:
Dibuat dg menambahkan sekurang2nya satu jenis injeksi steril ke dalam sediaan
larutan intravena (50 ml atau lebih) untuk diberikan kepada pasien

High risk: campurin sediaan diluar LAF, ada sterilisasi ulang/akhir, atau steril+non
steril
medium risk: banyak yg dicampurkan,
low risk: pengenceran biasa

pencampuran dilakukan di ruang kelas aseptik yg dilengkapi dg isolator kabiner (LAF)

pemberian obat scr IV:


a. Kontinyu dan konstan: infus
b. Intermiten: dikasi, stop, kasi lagi, stop lagi
c. Bolus IV

Kontinyu dan konstan:


Keuntungan:
- Menjaga dosis diberikan scr konstan
- Minimalisasi iritasi pada vena dan trauma krn obat diberikan dlm konsentrasi yg
encer
- Lebih murah krn lebih sedikit peralatannya
Profil farmakokinetik infus – kontinyu:

Naik secara logaritmik, sampai suatu saat mencapai keadaan konstan


Ae^-kt
Kenapa setelah waktu tertentu jumlah obat dalam tubuh menjadi konstan?
- Ada proses eliminasi dengan Konstanta kecepatan eliminasi (Ke . waktu)

Kerugian:
- Perlu monitoring yg kontinyu
- Gabisa untuk pasien yg ada pembatasan penerimaan cairan
- Kalo infus distop, ada bagian obat yg dibelum dihantarkan
- Penambahan waktu pemberian gabisa digunakan untuk obat yg tidak stabil

Intermitten:
Profilnya

Tidak kontinyu. Obat ditambahkan ke lar parenteral dosis sedang, diberikan dalam waktu
sedang, dg selang waktu tertentu, misalnya 6 jam, biasanya untuk dosis pemeliharaan

Keuntungan:
- Gaperlu monitoring kontinyu
- Dosis obat bisa dikasi seluruhnya
- Ga ada risiko toksisitas spt pada pemberian bolus
- Banyak obat yg lebih stabil dalam kons sedang dibanding pekat, kl pekat lebih mudah
mengiritasi pembuluh darah, mudah berinteraksi dan terjadi proses penguraian
Kerugian:
- Gabisa untuk cairan dan elektrolit (harus kontinyu)
- Level kons obat dalam darah kurang konstan
- Gabisa untuk organ target (bolus bisa), kan gatau kemana dia perginya, menyebar gitu
dianya
- Tidak praktis untuk keadaan darurat

Profil farkin:

Bolus:
Obat diberi dalam waktu singkat, dan dapat diulang dalam periode tertentu
Keuntungan:
- Bisa dipake untuk keadaan darurat
- Gaperlu monitoring
- Lebih murah
Kerugian:
- Iritan
- Kurang stabil obatnya,
- Toksisitas tinggi, menyebabkan tromboemboli
- Perlu staf untuk pemberian ulang
- Level kons obat dalam darah tidak konstan

Kecepatan aliran infus:


- Setiap obat diharapkan ada di daerah therapeutic window
- Ada istilah faktor tetesan: tergantung besar jarum suntiknya,
Ada 10, 15, 20, dan 60 tetes per mL
Cairan dibiarkan menetes melalui pengaruh gravitasi atau menggunakan pompa infus

Cara menghitung:
a. Metode proporsi
b. Metode formula
R = regimen = berapa tetes per menit
R=VD/T

Metode proporsi: 800 ml/ (5 jam x 60 menit) = 2,67 ml/menit -> 40 tetes/menit

Metode formula:
R = V D /T
R = 800 ml x 15 ml/menit / 300 menit = 40 tetes/menit

PRODUK SITOTOKSIK
Siklofosfamid serbuk steril
Larutan isotonis MTX
Serbuk kering beku Cisplatin-> kalau cair, tidak stabil, mudah rusak

Serbuk mengandung NaCl untuk menjamin lar isotonis setelah direkonstitusi. Bisa dipake
dg jarum suntik (efek segera), atau ke dalam infus (untuk pemeliharaan)
Obat yg sitotoksik harus ditangani dg hati2, krn bersifat general (sel yg bukan cancer juga
disasar)

Risiko peracikan sitotoksik:


Diracik di LAF, pake seragam lengkap,
a. Efek lokal krn kontak dg kulit, mata, dan membran mukosa, disiapkan HClO 10 M
b. Efek sistemik krn menghirup atau menelan selama pembuatan zat sitotoksik
Gejala:
Pusing, sakit kepala, lightheadedness, mual
Jangka panjang: mutagenik, teratogenik, karsinogenik

Peracikan sitotoksik:
- Harus di ruang aseptik
- Prosedur rekons:
a. Luer lock syringe: jarum spt ulir
b. Deadender: ada plastik penutup

Sediaan radiofarmasi:
a. Umumnya pake Technicium (Tc)
Ligannya protein

TPN: karbohidrat (glukosa, dekstrosa), protein (asam amino), lipid (minyak), elektrolit
Dipake kalo:
- Pasien butuh penambahan nutrisi
- Sal cerna gaberfungsi dg baik
- Pemakaian max sampai 2 minggu krn bisa merusak vena perifer

Indikasi:
- Malabsorpsi
- Penyakit sal cerna
- Trauma luka bakar parah
- Septikemia parah
- Pasien unit perawatan intensif
- Pembedahan abdominal
- Terapi radiasi enteritis
- Malignancy of the small bowel: krn obat cancer
- Kemoterapi dosis tinggi
- Transplantasi tulang belakang
Komposisi TPN:
- Protein
- Karbo
- Lemak
- Elektrolit: Na, K, Mg, Ca, Cl, PO4
- Trace element: kofaktor enzim biasanya, Zn, Cu, Mn, Cr
- Vitamin mineral: ADEK BC, asam folat, biotik
- Air: rata2 kebutuhan org dewasa: 1500 – 3000 ml

Perhitungan:
Kalo urea banyak, berarti banyak N yg diekskresikan

0,2. g/kg/24 jam


BB = 47
9,4 g Nitrogen/24 jam

Vamin 9: mengandung 9,4 g N ~ 60 g protein


Asam amino kebanyakan amfoter: hipertonis

Karbohidrat: dekstrosa: tersedia dg kons 5 – 70 %


Larutan hipertonis dg pH 3 – 5, hipertonis ga masalah, hipotonis yg masalah, krn bakal me lisis
sel
Kalo > 300 -400 g, ditambahkan insulin untuk meningkatkan uptake ke jaringan

Lemak: emulsi minyak dalam air, isotonis, pH netral, warnanya putih, ukuran <3 mcm atau
kadang < 1 mcm globul emulsi, untuk mencegah emboli (penyumbatan kapiler), dibuat labu
sendiri, atau dicampurkan di tahap akhir

Peracikan TPN:
- Aseptik
- Cek ketercampuran formula -> apoteker matters, bikin matriks ketercampuran, bisa
dicampur ga? Untuk mencegah presipitasi
- Simpan di coolbox
- Kantong TPN harus steril, jangan mengandung plasticizer (pengenyal) yg mudah
lepas, spt pada PVC. Biasa dipake EVA, bukan PVC,
Kalo ada O2 masuk -> oksidasi
- Kantong diletakkan di LAF lalu masing2 diletakkan di tiang dan dibiarkan mengalir
bebas ke dalam kantong
- Vitamin mudah rusak, jadi ditambahkan sesaat sebelum digunakan
- Kantong dimasukkan ke kantong berwarna gelap -> mencegah fotolisis
- Simpan dilemari es atau coolbox
bsa: bovine serum albumin -> pembawa, misal: cisplatin

Dialisis:

Video Penanganan Obat Sitostatika


7th meeting, September 23 2021 – Dr. Rachmat Mauludin

Kuliah Tamu: Penanganan Resep dan Obat di


UGD
9th meeting, October 1 2021 – Ibu Jacinta
INSTALASI GAWAT DARURAT DI RS
Kasus 1:
CHF: Congested Heart Failure
CAD: Coronary Artery Disease
BP: Bronkopneumonia
KU: kesadaran umum
Soporo komatus: hanya tinggal refleks cornea (sentuhan ujung kapas pada kornea akan menutup kornea
mata
TD: rendah
HR: tinggi
RR: tinggi

Kasus 2:
Usia sangat lansia: 85 tahun
GE: gastroenteritis
Dehidrasi -> ganggu keseimbangan elektrolit
STEMI: ST elevation myocardial infarction
Total AV Block dilihat dari EKG
TD: cukup tinggi
RR: tinggi -> sesak -> makanya ada ventilator dan midazolam, FiO2 = fiksasi O2
Ring As: ringer asetat

Pemeriksaan fisik:
1. Anamnesa:
Sebelum pemeriksaan fisik: anamnesa:
- identifikasi data pasien,
- keluhan,
- riwayat penyakit skrng,
- riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya,
- riwayat penyakit keluarga dan sosial,
- review
Sumber info untuk anamnesa:
Auto anamnesa: lgsg ke pasien
Allo anamnea: dari keluarga/org terdekat

4 teknik pemeriksaan fisik:

 Inspeksi : pengamatan visual, misalnya: orang ga bisa tidur: lesu, ngantuk, org demam: mukanya
merah

 Palpasi : deteksi dengan menggunakan sentuhan/ indera peraba, misalnya pegang dahi buat tau
demam

 Perkusi : memeriksa struktur tubuh (padat, terisi udara, terisi cairan) dengan mengetukkan jari
berdasarkan perbedaan pantulan suara,
 Auskultasi : mendengarkan suara dalam tubuh menggunakan stetoskop: untuk bunyi nafas, bising
usus, dll

Tanda dan Gejala:


- Tanda (signs) : informasi obyektif (ada satuannya) yang diperoleh dari pemeriksaan fisik (misal :
suhu, nadi, tekanan darah, dst)
- Gejala (symptoms) : informasi subyektif yang diperoleh dari anamnesa (misal : mual, nyeri, dst)

2. KU: kesadaran umum


 Compos mentis: sadar scr penuh
 Somnolen: kayak org mabuk, ga 100% sadar, tp masi bisa komunikasi
 Sopor: ada refleks thd cahaya, nyeri, babinski, dll
 Koma: ada denyut jantung dan nafas, tapi gabisa respons apa2
3. TTV: tanda tanda vital
 Tekanan darah
 Denyut nadi
 Suhu tubuh
 Laju nafas
 Berat badan
 Tinggi badan
 Nyeri: visual assesment, numeric scale

GCS: Glasgow Coma Scale

Compos mentis GCS 15


Sopor 3 dan dibawahnya

a. TEKANAN DARAH
Dapat bervariasi tergantung pada usia, ras & gender
 Klasifikasi :
o Normal : < 120/80 mmHg
o Prehypertension:130-140/80-90mmHg
o Mild hypertension : 140-160/90-100 mmHg
o Moderate hypertension : 160-180/100-120 mmHg
o Severe hypertension : > 180/120 mmHg
 Penurunan sistolik > 10 mmHg dapat terjadi karena deplesi volume intravaskular, disfungsi otonom,
obat antihipertensi atau efek samping obat (misal : antikolinergik dan antidepresan)

b. DENYUT NADI

 Merupakan penilaian frekuensi, ritme & kekuatan denyut jantung


 Normal heart rate (HR) : 60 – 100 x/ menit.
Deviasi dari normal HR : takikardia (> 100 bpm) dan bradikardia (< 60 bpm, kecuali pada atlit
merupakan nilai normal)
 Takikardia dapat terjadi pada keadaan nyeri, cemas, deplesi volume (mis: diare terus menerus)
atau emboli paru, atau efek samping obat (misal : simpatomimetik dan antikolinergik)
 Bradikardia terjadi karena peningkatan tonus vagal, defek konduksi jantung atau efek kronotropik
negatif obat (misal : digoxin, beta bloker)
 Ritme dapat dilihat dari pemeriksaan EKG

c. PERNAFASAN
 Kecepatan dan pola pernafasan dapat merefleksikan penyakit kardio pulmonari dan neurologi
 Respiratory Rate (RR) normal dewasa : 10–20 x/ menit.
 Tachipnea (RR > 20 x/ menit) dapat terjadi pada keadaan nyeri, cemas dan penyakit jantung –
paru
 Bradipnea (RR < 10 x/ menit) dapat terjadi karena depresi pernafasan (misal : opiat)
 Pernafasan Ceyne Stokes : karakter pernafasan dengan periodik apnea (misal : pada kerusakan
otak karena trauma atau perdarahan otak)
 Pernafasan Kussmaul’s : pernafasan dalam (misal : diabetik ketoasidosis dan metabolik asidosis)

d) SUHU
Pengukuran temperatur tubuh dapat dilakukan melalui mulut, rektal dan aksila. Untuk bayi dapat diukur
melalui telinga.
o
 Temperatur normal pada pengukuran melalui : o Mulut : 35,8 – 37,3 C
o
o Aksila : 35,3 – 36.8 C
o
o Rektal : 36.3 – 37,8 C
o
 Indikasi demam : temperatur > 37,8 C
 Pemeriksaan suhu era pandemi Covid19 : infrared, sensor suhu dengan camera, dll -> skrining

e) Pemeriksaan fisik lainnya


tergantung pada kondisi pasien
 Kulit,rambut,kuku
 Kepala:mata,hidung,telinga,mulut
 Leher: tekanan vena jugularis, kelenjar getah bening,kelenjar gondok
 Thorax:bentuk,pergerakan,keadaan jantung,paru-paru
 Abdomen:bentuk, keadaan hepar, lien ,Gerakan usus
 Ekstremitas: jari dan tangan
 Kardiovaskular:murmur
 Penilaiansaraf: tangan, kaki, dan jari,
dll

f) Pemeriksaan Penunjang
- radiologi: Rontgen, MRI, CT Scan, BMD (bone mineral densitometry), Pet Scan, dll
- USG: abdomen, liver, jantung, dll
- Lab: hematologi, kimia, urin, feses, sero-imunologi (PCR, rapid antigen), patologi-anatomi (untuk
periksa jaringan, misalnya pasien pasca operasi dilihat apakah ada keganasan atau tidak)
- EKG, Treadmill
- EEG: encephalo
- EMG: electromyograph

DIAGNOSIS
a. Diagnosis kerja: yang paling mungkin terjadi
b. Diagnosis banding/diferensial: yg mungkin terjadi (yg gejalanya mirip sama diagnosis
kerja)
PROGNOSIS
Perkiraan perjalanan penyakit:
a. Ad bonam: bisa sembuh
b. Ad malam: gabisa sembuh

Db/dd: penyakit yg mirip gejalanya sama dk


Ad bonam: bisa sembuh
Ad malam: cenderung memburuk
Penanganan dan Pengaturan Obat di IGD:
Kelengkapan yg ada di IGD:
Ada yg mini kaya di ICU
Ada yg mini kaya ruang operasi
Jadi IGD itu cukup lengkap lah ya, ada oksigen

Transportasi yg memudahkan pasien untuk mendapat akses kesehatan saat emergency: ambulans

Permenkes no 47 th 2018 ttg pelayanan kegawatdaruratan


Tindakan medis yg dibutuhkan oleh pasien gawat darurat, harus segera, untuk menyelamatkan
nyawa, dan mencegah kecacatan

Gawat dan darurat: keadaan klinis yg membutuhkan tindakan medis segera untuk penyelamatan
nyawa dan pencegahan kecacatan -> ini yg prioritas dibantu di IGD
Gawat tidak darurat:
Tidak gawat, tp darurat
Tidak gawat, tidak darurat

Kriteria pasien gawat darurat:


Penilaiannya: gangguan pada ABC: airway (jalan nafas), breathing (pernafasan), dan circulation
(fungsi jantung)

- Terganggunya jalan nafas: sumbatan jalan nafas oleh benda asing, asma berat, spasme
laringeal, trauma muka yang mengganggu jalan nafas dan lain-lain

- Terganggunya fungsi pernafasan, antara lain trauma torak (tension pneumotorak,


hematotorak, emfisema, fraktur dada, fraktur iga), paralisis otot pernafasan karena obat atau
penyakit

- Terganggunya fungsi sirkulasi antara lain syok (hipovolemik, kardiogenik, anafilaksis,


sepsis, neurogenik), tamponade jantung dan lain-lain

- Terganggunya fungsi otak dan kesadaran antara lain stroke dengan penurunan kesadaran,
trauma capitis dengan penurunan kesadaran, koma diabetika, koma uremikum, koma
hepatikum, infeksi otak, kejang dan lain-lain

+ D (disability) E (exposure): misalnya kesiram asam: dilakukan dekontaminasi di ruang


khusus sebelum masuk IGD

Berdasarkan PerMenKes RI No 47 Thn 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan Bab II Pasal 3, ayat
(2) :

- Mengancam nyawa, membahayakan diri dan org lain atau lingkungan

- Gangguan jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi


- Penurunan kesadaran

- Gangguan hemodinamik

- Memerlukan Tindakan segera

KETENAGAAN DI UGD :
a. Dokter, dengan kompetensi Basic Life Support (BLS), Advanced Trauma Life Support (ATLS) dan
atau Advanced Cardiac Life Support (ACLS) dan Emergency Life Support (ELS) b. Perawat, dengan
kompetensi kegawatdaruratan medik
c. APOTEKER, dgn pengetahuan kegawatdaruratan medik: pelajari dan pernah handle di IGD

ALUR PELAYANAN DI UGD :


Pasien tiba di UGD -> menjalani pemilahan terlebih dahulu (TRIASE) -> anamnesa untuk menentukan
sifat dan keparahan penyakitnya. Petugas triase pada umumnya adalah perawat.

Pasien dengan penyakit gawat darurat menjadi prioritas penanganan dan mendapat visite dokter spesialis
sesuai penyakitnya.

Setelah penaksiran dan penanganan awal, pasien ditangani SAMPAI KEADAAN STABIL ->
DIPINDAHKAN ke ruang rawat ICU atau ruang rawat biasa atau rujuk ke RS lain.

Kalo IGD penuh? Gaboleh dirujuk, harus ada Tindakan kestabilan dulu, baru boleh nanti maunya gimana

Seharusnya UGD buka 24 jam

Kategori Triase
Hitam: DOA: Death on Arrival

the golden hour: 1 jam pertama

triase pandemic COVID:

OBAT OBAT DI UNIT GAWAT DARURAT

Tujuan :

Untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat lainnya dengan
menggunakan obat-obatan

Pemberian obat-obatan di UGD dilakukan oleh tenaga kesehatan yang KOMPETEN di


bidangnya (dokter atau tenaga terlatih di bidang gawat darurat)

 peran APOTEKER di Unit Gawat Darurat


PERANAN APOTEKER DI UGD
Memastikan KETERSEDIAAN:
- Obat2 emergensi: onset cepat: injeksi, iv, infus, drip, rentang terapi sempit dg
pengawasan ketat, contoh: adrenalin, sulfas atropine, dopamine, dan lidokain
- Alkes emergensi
- Cairan parenteral
- Oksigen
- Antidot
Ketersediaan informasi obat

Pemberian Obat melalui rute INTRA VENA (IV) :


 IV bolus (diberikan langsung)
 IV flush (setelah bolus, diberikan 10-20 mL NaCl 0,9% / NS)
 IV infus/ drip (dicampur infus) diberikan dengan alat infusion pump atau syringe pump
Trolley emergency:
- Tempat obat dan alkes emergency
- Tempat obat life saving
- Terdapat kunci disposable (sekali pakai)
- Sebagai upaya swalayan 24 jam ruang perawatan tanpa (TIDAK memiliki) depo
farmasi
- Mempercepat pelayanan obat/alkes emergensi
- Stok harus tetap
- Ada perawat dan assist apoteker PJ

Pemilihan obat berdasarkan pengalaman di IGD, jumlah kasus yg sering masuk (mis: pasien dg
gangguan jantung dan pernafasan)
Paling atas (rak paling atas): defibrillator
Kedua: epinefrin
Ada alat medis: infus, gunting, sarung tangan, penlight, jarum jahit, laringoskop, dll

Semua jenis syok harus diberikan oksigen dan cairan IV, biasanya RL atau NS
Pasien yg gabisa nafas krn gangguan jalan nafas krn ada stridor, wheezing, infeksi serius dan
trauma, ada penanganan khususnya
Obat emergensi yang sering digunakan:
- Adrenalin: rx anafilaksis, rx alergi parah dan severe wheezing, CPR pada pasien henti
jantung
Untuk pasien miokard infark: MONA: morphin, oxygen, nitrogliserin, dan aspirin
- Aspirin: suspected serangan jantung
- Diazepam: kejang2
- Glukosa: dekstrosa (di Indonesia: 40%): hipoglikemia
- Mg sulfat: eklamsia atau kehamilan dg kejang2
- Naloxone: overdosis opioid
- Oksitosin: perdarahan pasca melahirkan
- Salbutamol: severe wheezing
- Vaksin tetanus: luka (termasuk luka bakar dan fraktur terbuka)

Cairan parenteral:
Kristaloid:
- Cairan bersifat iso-osmolar
- Tidak mengandung partikel onkotik sehingga tidak menetap di intravaskular, banyaknya di
ekstravaskular
- Cairan ini baik untuk tujuan mengganti kehilangan volume terutama kehilangan cairan
interstisial
- Harga relatif murah, tidak menyebabkan reaksi anafilaksis
- Pemberian berlebih akan menyebabkan edema paru dan edema perifer
- Untuk resusitasi digunakan Ringer Laktat (RL), Ringer Asetat (RA) dan NaCl 0,9%

Koloid:

- Cairan (lebih kental dari kristaloid) dengan tekanan osmotik yang menetap di intravascular

- Koloid yang bersifat plasma ekspander akan menarik cairan ekstravaskular ke


intravaskuler

- Dapat menyebabkan reaksi anafilaksis

- Harganya relatif mahal

- Pemberian berlebih dapat menyebabkan edema paru tetapi tidak menyebabkan edema
perifer. Untuk resusitasi digunakan Dekstran, HES, gelatin

2 jenis koloid:

a. Koloid non sintetik: Albumin (5%, 10%, 25%), digunakan pada pasien dengan luka
bakar, syok sepsis dan pediatrik. Produk darah, digunakan pada pasien dengan syok
perdarahan

b. Koloid sintetik: derivat gelatin (lebih tinggi risiko alerginya), dextran dan HES (hidroksi
etil starch), digunakan untuk meningkatkan vol plasma dan memperbaiki fungsi
kardiovaskular dan transport oksigen

syok hipovolemik (volum berkurang) karena perdarahan, menurut advanced trauma life
support:
klasifikasi:

Kelas I : Penemuan Klinis: kehilangan volume darah < 15 % EBV Takikardi minimal, nadi <
100 kali/menit, Pengelolaan: Tidak perlu penggantian volume cairan secara IV
Kelas II : Penemuan Klinis: kehilangan volume darah 15 – 30 % EBV Takikardi (>120
kali/menit), takipnea (30-40 kali/menit), penurunan pulse pressure, penurunan produksi urin (20-
30 cc/jam), Pengelolaan:Penggantian volume darah yg hilang dengan cairan kristaloid NaCl
0,9% atau RL sejumlah 3 kali volume darah yang hilang

Kelas III: Penemuan Klinis: kehilangan volume darah 30 - 40 % EBV (estimation blood volume)
Takikardi (>120 kali/menit), takipnea (30-40 kali/menit), perubahan status (confused),
penurunan produksi urin, Pengelolaan: Penggantian volume darah yg hilang dgn cairan
kristaloid (NaCl 0,9% RL) & darah (5-15 cc/jam)

Kelas IV: Penemuan Klinis: kehilangan volume darah > 40 % EBV Takikardi (>140 kali/menit),
takipnea (35 kali/menit), perubahan status mental (confused dan lethargic),
Bila kehilangan volume darah > 50 % pasien tidak sadar, tekanan sistolik = diastolik, produksi
urin minimal/tidak keluar, Pengelolaan: Penggantian volume darah yang hilang dengan cairan
kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) & darah (5-15 cc/jam)

Koloid selain darah dipake pada pasien sepsis, pasca operasi (dextran).

Contoh penanganan syok hipovolemik


Penyebab : muntah/diare yang sering; dehidrasi karena berbagai sebab seperti heat stroke,
terkena radiasi; luka bakar grade II-III yang luas; trauma dengan perdarahan; perdarahan masif
oleh sebab lain seperti perdarahan ante natal, perdarahan post partum, abortus, epistaksis
(mimisan), melena (feses berdarah)/ hematemesis (muntah darah)

Diagnosis : perubahan pada perfusi ekstremitas (dingin, basah, pucat), takikardi, pada keadaan
lanjut : takipnea, penurunan tekanan darah, penurunan produksi urin, pucat, lemah dan apatis

Tindakan : pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan diberikan infus cairan
kristaloid (Ringer Laktat/Ringer Asetat/NaCl 0,9 %) dengan jumlah cairan melebihi cairan yang
hilang.

Catatan : untuk perdarahan dengan syok kelas III-IV selain diberikan infus kristaloid sebaiknya
disiapkan tranfusi darah segera setelah sumber perdarahan dihentikan

TERAPI OKSIGEN
Tujuan: untuk memberi tambahan oksigen ke pasien agar kebutuhan oksigen terpenuhi
Indikasi:
- Sumbatan jalan nafas
- Henti nafas
- Henti jantung
- Nyeri dada/angina pectoris
- Trauma toraks
- Tenggelam
- Hipoventilasi (resp < 10 kali/menit)
- Distress nafas
- Hipertermia
- Syok
- Stroke (serebro vaskular attack)
- Keracunan gas
- Pasien tidak sadar
Peralatan:
- O2 medis (oksigen tabung)
- Flowmeter/regulator
- Humidifier: diisi NaCl
- Nasal kanul
- Face mask
- Partial rebreather mask
- Non rebreather face mask (NRFM)
- Venture mask
- Bag valve mask (ambu bag: resusitator)
Konsentrasi O2:
tergantung dari jenis alat dan flow rate (liter per menit) yang diberikan. Kondisi pasien
menentukan keperluan alat dan konsentrasi oksigen yg diperlukan (saturasi oksigen)

*LPM: liter per menit


SpO2 90% dan di bawahnya: kasi oksigen

Antidot
1. Toxin : kerja langsung pada toxin
2. Reseptor/enzim: inhibitor kompetitif dengan enzim yg diikat oleh toxin
3. Metabolit toksik: menurunkan metabolit yg toksik
4. Efek membahayakan: counteract efek yg membahayakan

Mis: organofosfat -> dari baygon dll -> dikasi atropin


Kepmenkes RI no 813 th 2019 ttg fornas:
Antidot:
- Atropin
- Efedrin
- Ca glukonat
- Nalokson
- Biknat
- Na tiosulfat
- Neostigmin
- Protamin sulfat
- Mg sulfat
Antidot khusus untuk racun

STUDI KASUS
Tn. GDH, Laki-laki, 38 tahun.
Tgl 13 Januari 20xx jam 19.21
Pasien diantar oleh temannya tidak serumah ke IGD RS :
Pasien ditemukan tidak sadar di rumahnya ada muntahan, sebelumnya pk 17.00 pasien mengirim
pesan ke temannya, hasil ketikan mengaco, di mobil pasien muntah sekali lagi, keluhan
sebelumnya nyeri kepala tidak diketahui
Riwayat penyakit dahulu tidak diketahui
Dugaan sementara: stroke
19.32 dokter jaga IGD memeriksa pasien :
Kepala : Abnormal: pupil isokor 2 mm RC +/+
Leher : Normal
Dada/ Punggung : Abnormal : rh -/- wh -/-
Perut : Normal
Panggul/Pelvis : Normal
Ekstremitas : Abnormal : Kesan lateralisasi kanan (cenderung kelemahan yg kanan)
Mulut : Normal
Kulit : Normal
Neurologis : Normal

Tanda-tanda Vital : jam 19:33 TEMP : 37.1 °C


GCS : 3-4-0 KESADARAN : apatis
GCS-E : 3 - membuka mata dengan rangsang suara
GCS-M : 4 - menarik dari nyeri
GCS-V : tidak dapat dinilai
TDs : 220 mmHg, TDd : 140 mmHg, BP-Location : Right Arm
HR : 75 bpm (normal)
RR : 20 rpm (normal)
MAP : 166.67 mmHg (Mean Arterial Pressure)

Diagnosis masuk :
Stroke Suspek PIS (pendarahan intraserebral) dd/Infark Hipertensi Emergensi (220/140)
Cerebrovascular Diseases
Rencana rawat inap : DPJP dokter spesialis saraf

Pada pasien stroke, tekanan darah tinggi tidak boleh dinormalkan terlalu cepat takutnya pasien
malah tidak tertolong

19.35:
Periksa EKG, cek lab rutin IGD, CT scan kepala, pasang NGT
Manitol 200 cc
Amlodipin 10 mg
Infus NS 20 gtt/menit (tetes/menit)
21.46:
Memberikan Nicardipin HCl drip mulai 0,3mcq/kgBB/menit, BB 80 kg Nicardipin HCl 10 mg +
NaCl 0,9 % 40 cc -->7,2 cc/jam
dan memberikan Omeprazole 40 mg IV
22.24
TD ulang 220/130 mmHg, HR 110 x/menit, SPO2 100%, RR 22 x/menit Nicardipin HCl drip
naik 0,5mcq/kgBB/menit-->12 cc/jam
22.42
TD ulang 220/130 mmHg, HR 114 x/menit, SPO2 100%, RR 36 x/menit Nicardipin HCl drip
naik 0,6mcq/kgBB/menit -->14,4 cc/jam
23.00
TD ulang 230/110 mmHg, HR 86 x/menit, SPO2 100%, RR 36 x/menit Nicardipin HCl drip naik
0,7mcq/kgBB/menit -->16,8 cc/jam Membuang urine 700 cc
23.15
TD ulang 280/160 mmHg
Nicardipin HCl drip naik 0,9mcq/kgBB/menit -->21,6 cc/jam Cek pupil, reaksi cahaya negatif
-->Lapor dokter
23.30
Pasien kejang, apneu, RJP 1 siklus, Adrenalin masuk 1 amp IV
Pasien diintubasi dengan ETT No 7, batas bibir 21 cm oleh dokter jaga IGD
00.02
TD 200/130 mmHg, HR 156 x/menit, SPO2 100%, RR 22 x/menit, suhu 39,2 Advise dokter jaga
IGD :
- Paracetamol infus 1 gr IV
- Nicardipin HCl 1 mcq/kg BB/menit --> 24 cc/jam
00.10
Menelfon DPJP dokter spesialis saraf, lapor pasien sudah terintubasi, TD 200/130 mmHg,
Nicardipin HCl 1 mcq/kgBB/menit, lapor hasil lab, dan pasien belum CT scan kepala , advis dr
SpS :
- target TD 150 mmHg
- Nicardipin HCl naik bertahap
00.22
TD ulang 220/130 mmHg
Nicardipin HCl drip naik 1,2 mcq/kgBB/menit --> 28,8 cc/jam
00.55
Amiodaron (diberikann karena HR tinggi di jam sebelumnya) drip habis , observasi HR 137
x/menit, SPO2 100%, RR 12x/menit, TD 120/90 mmHg, Nicardipin HCl habis, ganti Nicardipin
HCl ke 2 -> Nicardipin HCl 10 mg+NaCl 0,9% 40 cc-> Nicardipin HCl turun 1 mcq/kgBB/mnt
01.01
TD 120/100 mmHg
Nicardipin HCl turun 0,8 mcq/kgBB/menit
01.21
TD ulang 160/100 mmHg, HR 143 x/menit, SPO2 100%, RR 12x/menit
02.25
Pasien kembali dari CT scan
Mengobservasi HR 146x/menit (masih takikardia), SPO2 98%, RR 12 x/menit, TD 153/100
mmHg
03.00
Menelfon DPJP lapor CT scan kepala, advise - Manitol 4x150 cc
- Sitikolin 2x250 mg IV
- Konsul dokter spesialis bedah saraf
Menerima WA DPJP advise
- Nimodipine drip 5 cc/jam
- Fenitoin 3x100 mg IV
- Paracetamol infus 3x1 gr IV
- Esomeprazole 1x1 vial IV
Menelfon DPJP konfirmasi TD 150/100 mmHg, - Nicardipin HCl 0,8 mcq/kgBB/menit,
- advise Nimodipin tetap diberikan,
03.15
Memberikan Sitikolin 250 mg IV, Fenitoin 100 mg IV Memberikan Nimodipin 5 cc/jam
- Nicardipin HCl habis, ganti Nicardipin HCl ke 3 --> Nicardipin HCl 10 mg+NaCl 0,9% 40 cc

Pasien di transfer ke ICU


07.57
S : OS tidak sadar, sulit dikaji
O:
KU - sakit berat, comatous
TD -178/79 mmHg;
HR - 147 bpm
Pupil 5/5 mm, reflex cahaya -/- Abdomen - taa
EKG - nsr, 72 bpm, N axis, LVH by voltage
A:
Stroke Haemorrhagic,
Hypertensive Emergency
HHD
(?) Aspirasi Pneumonia
UGI Bleeding ec Stressed Ulcer Gagal napas tipe 1
P:
Mengontrol TD
Mengatasi Infeksi
I:
Thorax foto, Lab - rutin interna sisa, pasien puasa
Inj. Esomeprazole 80 mg IV bolus, lalu 8 mg/jam
Amiodarone drip 1 mg/jam, target HR </= 100 bpm
Sucralfat suspensi 4 x 2 cth
Infus Asering 1500 cc/24 jam sementara puasa
Bila > 38oC, inj. Paracetamol infus 3 x 1 g IV
Inj.Cefepime 3x1gIV
Target TD </+ 160/90 mmHg dalam 24 jam pertama
Prognosa ad malam
11.15
Lapor dokter Sp Anestesi
TD 61/40 mmHg
HR 90 bpm
RR 14 x/mnt
Suhu 39oC
Saturasi O2 100 %
Pasien post loading Gelofusal 500 mL/1 jam
--> menanyakan apakah perlu inotropik positif advise: pasang Nor Epinefrin 0.05
mcg/kgbb/menit
12.30
WA dokter spesialis penyakit dalam, lapor hasil laboratorium - LED 2
- Kolesterol total 214 (H)
- HDL 47
- LDL 163 (H)
- Trigliserida 102
- Asam urat 12.2 (H)
- Klorida 112 (H)
- Kalsium ion 1.02 (L)
– Magnesium 2.19
- Urine rutin

06.15 next 2 day


S:
Pasien sulit dikaji
O:
KU - saki berat, comatous
S - 38.7o C; TD - 138/111 mmHg; HR - 150 bpm Pupil midriasis, reflex cahaya -/-
A:
Stroke Haemorrhagic Aspirasi Pneumonia
P:
Meneruskan terapi yang ada
I:
Prognosa ad malam Obat2 diteruskan
Visite dr SpBS
S:
tidak bangun
O:
GCS E1 M1 V1 = 3
Pupil bulat isokor , diameter ODS 4 mm RC -/- Reflek cahaya : -/-
Reflex batuk (-)
Reflek kornea (-) / (-)
Respirasi apneu
A:
Mati Batang Otak ec PIS sist Karotis sinistra - cerebellum
P:
Penjelasan pada keluarga, kondisi pasien MBO
I:
Pernyataan MBO
Diet parenteral dan terapi lanjut sesuai TS
Pasien meninggal 13.10

TAMBAHAN
ACLS (Advanced Cardiac Life Support)
Cardiac arrest: sering terjadi karena aritmia
Ada beberapa tipe cardiac arrest:
a) Shockable rhytm
 Pulseless ventricular tachycardia
 Ventricular fibrillation
b) Non Shockable rhythm
 Asystole or severe bradychardia
 Pulseless ventricular activity

Compounding Non Sterile Products (CNSP)


10th meeting, October 7 2021 – Kel 1

1. Intro
Peracikan produk non steril dapat diartikan sebagai proses menggabungkan, menyampurkan,
mengencerkan, menyatukan, dan/atau menyusun bahan selain yang dicantumkan pada label
manufaktur, atau mengubah senyawa obat / ruahan obat untuk membuat sediaan non steril.

Sediaan yang harus memenuhi persyaratan produk non steril:


a) Sediaan oral padat
b) Sediaan oral cair
c) Sediaan rektal
d) Sediaan vaginal
e) Topikal
f) Sediaan nasal dan sinus untuk aplikasi lokal
g) Sediaan telinga

Prosedur yang tidak perlu menigkuti persyaratan non steril, yaitu:


a. Administrasi: penyiapan obat dosis tunggal untuk pasien ketika administrasi
b. dilakukan dalam 4 jam setelah penyiapan obat dimulai
c. Radiofarmasetika non steril
d. Rekonstitusi: rekonstitusi produk non steril konvensional sesuai arahan manufaktur
e. Pengemasan ulang
f. Splitting tablet: menggerus atau memotong tablet menjadi bagian yg lebih kecil

1. Pelatihan dan Evaluasi Personel


Setiap pelatihan harus memberikan nilai inti kompetensi sebagai berikut:
- Higienitas tangan
- Pakaian
- Kebersihan dan sanitasi
- Penanganan dan pemindahan komponen serta produk non steril
- Pengukuran dan penyampuran
- Penggunaan peralatan untuk peracikan produk non steril yang tepat
- Dokumentasi proses peracikan

2. Kebersihan Personel dan pakaian


Sebelum memasuki area peracikan, personil harus menyingkirkan barang apapun yang sulit
dibersihkan dan perlengkapan yang dapat mengganggu, seperti:
a. Pakaian luar pribadi (bandana, mantel, topi, jaket)
b. Aksesoris tangan dan perhiasan termasuk anting (jam tangan, cincin dapat merobek
sarung tangan)
c. Earbuds atau headphone

Kebersihan tangan: cuci tangan hingga siku minimal 30 detik dg sabun, pastikan benar2
kering sebelum memakai sarung tangan, pastikan sarung tangan dalam keadaan baik

Perlengkapan garbing dan gloves:


a. Sarung tangan harus dipakai pada seluruh proses compounding
b. Perlengkapan seperti penutup sepatu, penutup rambut dan wajah, masker wajah, dan
gown harus dipakai untuk proteksi dan pencegahan kontaminasi
c. Frekuensi pergantian pakaian dan perlengkapan di atas harus ditentukan dan
didokumentasikan sesuai SOP yang berlaku
d. Pakaian dan perlengkapan harus disimpan dengan baik (terhindar dari air, debu, dan
sumber kerusakan lainnya)
e. Pakaian dan perlengkapan yang sobek, berlubang, dan rusak harus diganti sesegera
mungkin
f. Pakaian (gown) dapat digunakan kembali jika tidak kotor
g. Perlengkapan (sarung tangan, penutup sepatu, penutup rambut dan kepala, masker
wajah tidak boleh digunakan kembali dan harus diganti dengan yang baru
h. Perlengkapan (garb) yang non-disposable seperti goggles harus dibersihkan dan
disanitasi dengan isopropil alkohol 70% sebelum digunakan kembali

3. Bangunan dan Fasilitas


a. Tempat peracikan
o Tempat harus digunakan khusus untuk sediaan non-steril. Pembagian tempat harus
dijelaskan jelas dalam SOP fasilitas.
o Tidak boleh ada kegiatan lain di tempat peracikan saat sedang digunakan untuk
meracik
o Harus memiliki pencahayaan baik, bersih, teratur, dan kondisi perbaikan yang baik.
o Tidak boleh ada karpet pada tempat peracikan
o Permukaan harus tahan terhadap kerusakan yang dikarenakan bahan pembersih
o Penempatan peralatan dan bahan harus teratur sehingga tidak ada kekeliruan barang,
wadah, label, bahan, dan produk jadi.
o Tempat dirancang untuk meminimalisir kemungkinan kontaminasi silang
b. Daerah penyimpanan
o Suhu diukur setidaknya sekali setiap hari fasilitas dibuka dan disesuaikan dengan
suhu ideal dari sediaan jadi atau bahan-bahannya
o Suhu harus didokumentasikan pada log khusus untuk suhu
o Alat pengukur suhu harus dikalibrasi dengan metode yang disarankan manufakturnya
setiap 12 bulan atau sesuai saran manufaktur
o Jika sediaan terekspos pada suhu diluar suhu idealnya, perlu ditentukan apakah
integritas atau mutunya masih terjaga atau terganggu. Sediaan yang mutunya
terganggu harus dibuang
o Semua sediaan non steril, bahan sediaan, peralatan, dan wadah tidak boleh disimpan
menyentuh lantai.
o Semua barang disimpan untuk meminimalisir kontaminasi dan memudahkan untuk
inspeksi dan pembersihan daerah penyimpanan
c. Sumber air
o Sumber air panas dan dingin harus mudah diakses saat peracikan.
o Semua benda yang tidak berhubungan dengan peracikan harus disingkirkan sebelum
wastafel digunakan untuk membersihkan peralatan untuk peracikan
o Pipa saluran air harus bebas segala cacat yang dapat menjadi sumber kontaminasi
sediaan non-steril
o Pembilasan alat harus menggunakan air yang dimurnikan (Purified Water), aquades,
atau air osmosis balik

4. Pembersihan dan Sanitasi


Tempat Waktu pembersihan (minimum)
Permukaan kerja Awal setiap shift, setelah tumpahan, saat dicurigai ada
kontaminan, diantara peracikan sediaan non steril
dengan bahan yang berbeda
Lantai Setiap hari, setelah tumpahan, saat dicurigai atau
diketahui ada sumber kontaminasi
Tembok Setiap 3 bulan, setelah penumpahan, saat ada sumber
kontaminasi
Langit-langit Saat kotor atau ada sumber kontaminasi
Rak penyimpanan Setiap 3 bulan, setelah penumpahan, saat ada sumber
kontaminasi

5. Peralatan dan Komponen


a. peralatan
o Peralatan yang digunakan harus sesuai dengan tujuannya
o Peralatan tidak boleh bereaksi atau mengubah mutu sediaan non steril
o Alat sekali pakai atau alat khusus dapat digunakan untuk mengurangi bioburden atau
kontaminasi silang
o Peralatan disimpan sehingga mengurangi kemungkinan kontaminasi dan memudahkan
untuk digunakan, di inspeksi, dan dibersihkan.
o Peralatan harus diinspeksi sebelum setiap pemakaian dan dan diuji akurasinya sesuai
saran manufaktur atau min. sekali per tahun
o Setelah penggunaan, alat dibersihkan untuk mengurangi kesempatan kontaminasi silang
o Alat yang mengukur, menimbang, menggunakan bahan yang dapat menyebabkan partikel
berterbangan harus dievaluasi apakah perlu digunakan dalam sistem yang tertutup untuk
mencegah paparan pada personnel atau cemaran pada sediaan
1. Contoh sistem tertutup: Containment Ventilated Enclosures (CVEs), Biological
Safety Cabinets (BSCs), single use containment glove bags.
2. Evaluasi dilakukan sesuai SOP fasilitas dan pengujiannya didokumentasi
o BSC dan CVE yang digunakan harus melalui sertifikasi setiap tahun sesuai standar
Controlled Environment Testing Association (CETA), NSF International, atau American
Society of Heating, Refrigerating, and Air-Conditioning Engineers (ASHRAE), atau
regulasi lain.
b. Komponen
Fasilitar CNSP harus punya:
- SOP tertulis
- Lembar MSDS (API dan eksipien)
Pemilihan API harus:
- memenuhi kriteria monografi USP,
- memiliki COA yg memuat spesifikasi dan hasil uji
- di USA, diperoleh dari fasilitas yg teregistrasi
- di luar USA, sesuai dg hukum yg berlaku
Pemilihan eksipien harus:
- memiliki COA yang memverifikasi bahwa bahan sesuai monografi USP
- di USA, diperoleh dari fasilitas yg teregistrasi
- di luar USA, harus sesuai dengan hukum yg berlaku

Penerimaan Komponen
 COA komponen selain produk yang diproduksi secara konvensional harus ditinjau
dan dipastikan telah memenuhi kriteria penerimaan dalam monografi USP-NF, jika
ada.
 Informasi tanggal penerimaan, jumlah yang diterima, nama pemasok, nomor lot,
tanggal kadaluarsa, dan hasil dari pengujian internal atau pihak ketiga yang
dilakukan harus didokumentasikan.
 Komponen yang tidak memiliki tanggal kadaluarsa vendor harus ditandai dengan
jelas tanggal penerimaannya (tidak boleh digunakan setelah 3 tahun)
 Tanggal kadaluarsa lebih pendek jika komponen yang sama digunakan dalam
peracikan
 steril atau bahan diketahui rentan degradasi.
 Pada setiap penggunaan, lot harus diperiksa untuk bukti kerusakan.
 Komponen yang sudah dikeluarkan dari wadah asli harus dibuang dan tidak
 dikembalikan untuk meminimalkan risiko kontaminasi.
 Komponen yang tidak sesuai kriteria penerimaan harus segera ditolak, diberi label
jelas, dan dipisahkan dari stok aktif sebelum pembuangan. Komponen lain dari
vendor harus diperiksa untuk menentukan apakah memiliki cacat yang sama.
Evaluasi Komponen Sebelum Digunakan
 Sebelum digunakan, personel peracikan harus memeriksa kembali semua komponen
secara visual untuk mendeteksi pecah wadah, kelonggaran tutup, atau tekstur isi
 Personel peracikan harus memastikan identitasnya benar berdasarkan label dan telah
disimpan dalam kondisi yang dipersyaratkan
 Jika identitas, kekuatan, kemurnian, dan kualitas komponen tidak bisa dikonfirmasi
(contoh : wadah dengan label yang rusak atau tidak lengkap), maka harus segera
ditolak dan dibuang, atau dilabeli sebagai ditolak dan dipisahkan sebelum dibuang.
Penanganan Komponen
 Semua komponen harus ditangani sesuai dengan instruksi pabrik atau hukum dan
peraturan yang berlaku.
 Harus meminimalkan risiko kontaminasi, campur aduk, dan kemunduran (contoh :
kehilangan identitas, kekuatan, kemurnian, dan kualitas)
Tumpahan dan Pembuangan Komponen
 Harus ada informasi bahaya dan pembuangan bahan kimia (contoh : SDS), diperbarui
setiap 12 bulan
 Informasi bahaya dan pembuangan bahan kimia (contoh : SDS), accessable
 Harus memiliki SOP untuk pengelolaan tumpahan dan pembuangan komponen yang
tidak berbahaya. Jika perlu didokumentasikan dan diambil tindakan korektif
 Harus memiliki kit tumpahan yang mudah diakses di area peracikan. Ditempel ke
kemasan.
 Personel harus menerima pelatihan dalam pengelolaan tumpahan bahan kimia yang
digunakan dan disimpan di fasilitas peracikan.
 Pelatihan penyegaran harus dilakukan setiap 12 bulan dan didokumentasikan
 Limbah harus dibuang sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku

6. Formulasi Master dan Compounding Record


a. Pembuatan master formulation: catatan rinci prosedur produksi non steril
Data2 pada master formulation:
1) Nama, kekuatan, aktivitas, dan bentuk sediaan produk non steril
2) Identitas dan jumlah seluruh komponen, jika memungkinkan, karakteristik seperti
ukuran partikel, bentuk garam, derajat kemurnian, dan kelarutan
3) Container closure system
4) Instruksi penyiapan produk non steril, termasuk alat, bahan, dan langkah-langkah
peracikan
5) Deskripsi fisik produk akhir non steril
6) Penentuan beyond-use date (BUD) dan persyaratan penyimpanan
7) Jika memungkinkan, perhitungan untuk menentukan kuantitas dan atau konsentrasi
komponen dan kekuatan atau aktivitas zat aktif (API)
8) Perintah pada label (misalnya: kocok dahulu sebelum diminum)
9) Prosedur pengendalian mutu (QC) seperti uji pH, inspeksi visual, dll
10) Informasi lainnya yang dibutuhkan untuk mendeskripsikan proses compounding
b. Pembuatan compounding record
1) Nama, kekuatan, aktivitas, dan bentuk sediaan produk non steril
2) Tanggal dan waktu preparasi produk non steril
3) Angka identifikasi internal (resep, pesanan, atau nomor lot)
4) Metode identifikasi individu yang terlibat dalam proses peracikan dan metode untuk
memverifikasi produk akhir (non steril)
5) Nama vendor atau manufaktur, nomor lot, dan tanggal kadaluarsa tiap komponen
6) Berat atau pengukuran tiap komponen
7) Kuantitas total yang akan diracik
8) Penentuan BUD dan persyaratan penyimpanan
9) Jika memungkinkan, perhitungan untuk menentukan kuantitas dan atau konsentrasi
komponen dan kekuatan atau aktivitas zat aktif (API)
10) Deskripsi fisik produk akhir non steril
11) Hasil dari prosedur pengendalian mutu (QC) seperti uji pH dan inspeksi visual
12) Referensi catatan formulasi master untuk produk non steril
7. Inspeksi Perilisan
 Inspeksi sediaan nonsteril untuk memastikan penampilan secara fisik sesuai dengan
yang diharapkan
 Inspeksi dalam beberapa hal
1. Sediaan nonsteril dan label sesuai dengan Compounding record dan resep/
medication order
2. Pengecekan secara fisik sesuai Master Formulation Record
3. Proses harus didokumentasikan
4. Pemeriksaan visual mengenai integritas container (kebocoran, keretakan, seal tidak
rapat)
 Jika hasil tidak memenuhi syarat(TMS) -> dimusnahkan/ditandai/dipisah dari unit yang
memenuhi syarat
8. Pelabelan
Informasi minimum pada label immediate container:
- Nomor identifikasi interal (barcode, nomor order, resep, dan nomor lot)
- Zat aktif (jumlah, konsentrasi, dan aktivitas)
- Bentuk sediaan
- Jumlah/volume obat dalam wadah
- Kondisi penyimpanan
- BUD
- Rute pemberian
- Indikasi sediaan yg diracik
- Instruksi khusus (jika ada)
- Peringatan
- Nama, alamat, kontak fasilitas peracikan
!INGAT
Label harus mengikuti aturan yg berlaku
Proses pelabelan harus diatur untuk mencegah kesalahan pelabelan dan tertukarnya
sediaan non steril
Wajib final check label sediaan non steril
9. Penetapan BUD
BUD: waktu sediaan yg dipreparasi TIDAK DAPAT LAGI DIGUNAKAN dan harus
dibuang, ditulis dalam bentuk jam atau tanggal, ditentukan untuk meminimalisir risiko
kontaminasi/degradasi
ED: waktu obat, API, atau eksipien tetap memenuhi persyaratan kompendial (jika ada) atau
kualitas yg dipersyaratkan pada penyimpanan tertentu, dg cara: analisis dan uji sterilitas,
kestabilan kimia dan fisika, dan integritas kemasan
a. Parameter penentuan BUD:
Faktor yg harus diperhatikan:
- Kestabilan fiskim dari API atau eksipien pada preparasi
- Kompatibilitas tempat penyimpanan: leaching, adsorpsi, dan kondisi penyimpanan
- Degradasi dari tempat penyimpanan spt menurunnya integritas kemasan
- Potensi proliferasi bakteri
b. Penentuan BUD
Waktu maksimal BUD jika disimpan pada kemasan rapat, tahan cahaya
Bentuk sediaan BUD Waktu Pembersihan (Minimum)
Aqueous tanpa pengawet 14 hari Refrigerator
Aqueous dengan pengawet 35 hari Ruangan suhu terkontrol atau refrigerator
Non aqueous 90 hari Ruangan suhu terkontrol atau refrigerator
Solid 180 hari Ruangan suhu terkontrol atau refrigerator
* Aqueous dan non aqueous dilihat aktivitas air (Aw)
Aqueous Aw >0.6 (co: emulsi, gel, krim, larutan, suspensi)
Non Aqueous Aw <0.6 (co: suppositoria, salep, fixed oil, wax)
Sediaan dengan Aw>0,6 harus menggunakan bahan antimikroba. Jika tidak dapat
menggunakan antimikroba dapat dicegah dengan disimpan pada refrigerator selama
tidak merusak (co: presipitasi)
c. CNSP dengan BUD pendek
BUD produk non steril dapat lebih pendek jika:
- Zat aktif atau komponen lain CNSP memiliki tanggal kadaluarsa lebih awal
dibandingkan BUD pada tabel -> tanggal kadaluarsa menggantikan BUD
- CNSP berisi komponen dari produk yang diproduksi secara konvensional -> BUD
tidak boleh lebih dari tanggal kadaluarsa produk tersebut
- CNSP berisi komponen dari sediaan racikan lainnya -> BUD dari CNSP final tidak
boleh lebih dari BUD terpendek dari sediaan gabungan
- Formulasi diketahui membutuhkan BUD pendek
d. Perpanjangan BUD untuk CNSP
- BUD sediaan cair dan non cair dapat diperpanjang hingga 180 hari, jika: terdapat
pengujian stabilitas untuk zat aktif, CNSP dan jenis kemasan primer yg digunakan
- Perlu dilakukan pengujian efektivitas antimikroba untuk sediaan cair dg ketentuan:
1) Pengujian 1x untuk tiap formulasi dalam sistem kemasan primer yang digunakan,
atau
2) Pengujian yang telah disediakan/dipublikasikan oleh FDA jika formulasi CNSP
dan sistem kemasan primer sama dengan yang telah diujikan
3) Studi Bracketing : menguji efektivitas antimikroba pada konsentrasi zat aktif
terendah dan tertinggi pada formulasi dan konsentrasi pengawet sama
10. SOP
Fasilitas: dapat menerapkan SOP pada semua aspek kegiatan peracikan CNSP
Personel: semua personel yg melakukan aktivitas peracikan harus terlatih dan mematuhi
SOP
PJ: Memastikan SOP terlaksana menyeluruh dan menindaklanjuti jika ada masalah,
penyimpangan atau kesalahan

11. QA dan QC
QA: sistem prosedur, aktivitas, dan pengawasan yg menjamin proses peracikan scr konsisten
memenuhi standar kualitas
QC: sampling, pengujian, dan dokumentasi yg dilakukan scr bersamaan, sehingga dapat
menjamin CNSP memenuhi spesifikasi sebelum rilis
QA dan QC secara resmi dan tertulis menetapkan sistem:
- Kepatuhan terhadap prosedur
- Pencegahan dan deteksi kesalahan serta masalah mutu lainnya
- Eval keluhan dan adverse events
- Investigasi yang tepat berlaku dan tindakan korektif
SOP: harus mendeskripsikan peran, tugas, dan pelatihan personel yg mencakup setiap aspek
QA
PJ: telah menjalani pelatihan, berpengalaman, berTJ, dan berwenang melakukan tugas
Waktu peninjauan: min 12 bulan sekali
Hasil peninjauan: didokumentasikan dan dibuat CAPA jika butuh

12. Pengemasan dan Transportasi CNSP


a) Pengemasan sediaan non steril:
- harus dijelaskan dalam SOP.
- harus menggunakan bahan kemasan yang dapat mempertahankan integritas fisik,
kimia, serta stabilitas dari sediaan.
- Bahan kemasan harus melindungi dari kerusakan, kebocoran, kontaminasi, degradasi,
sekaligus melindungi personel dari paparan.
b) Transportasi:
- fasilitas yang digunakan harus menyiapkan SOP untuk menjelaskan jenis transportasi,
instruksi penanganan khusus, dan kebutuhan perangkat monitor suhu.
13. Penanganan Keluhan dan Pelaporan Efek yang Tidak Diinginkan
a) Penanganan keluhan
Wajib diketahui penyebab keluhan -> dilakukan tindakan perbaikan ke sediaan ybs dan
sediaan yg mungkin terpengaruh -> pertimbangan penarikan atau penghentian peracikan
hingga clear -> catatan tertulis/elektronik dari tiap keluhan harus disimpan, komponen
catatannya:
-  Nama pengadu
-  Nama dan kekuatan sediaan non steril
-  Tanggal keluhan diterima
-  Jenis keluhan
-  Resep/nomor pesanan obat
-  Tanggapan terhadap keluhan tersebut
-  Nomor lot

●  Catatan juga berisi penyelidikan dan tindakan lanjutan. Catatan keluhan harus dapat
dengan mudah diambil kembali dan dievaluasi serta disimpan sesuai aturan pencatatan pada
“15. Dokumentasi”
●  CNSP yang ditarik kembali akibat keluhan harus dikarantina hingga produk tersebut
dihancurkan setelah penyelidikan selesai dan sesuai dengan hukum dan regulasi dari
yurisdiksi peraturan yang berlaku

b) Pelaporan efek yg tidak diinginkan


- Personel harus meninjau laporan terkait potensi efek samping dari sediaan non steril
- Jika terdapat permasalahan kualitas pada sediaan non steril, maka pemberi resep dan
pasien harus diinformasikan.
- Adapun semua laporan efek samping harus ditinjau sebagai bagian dari QA dan QC
- Efek samping harus dilaporkan sesuai dengan SOP, semua hukum dan regulasi dari
yurisdiksi peraturan yang berlaku
14. Dokumentasi
Semua fasilitas yang digunakan untuk peracikan sediaan non steril farmasi harus
didokumentasikan baik secara tulisan/elektronik. Hal-hal yang harus didokumentasikan
antara lain:
a. Pelatihan personel, uji kompetensi, evaluasi terhadap kesalahan
b. Peralatan (kalibrasi, verifikasi, perbaikan)
c. Sertifikat analisis (Certificate on Analysis/COA)
d. Penerimaan komponen
e. Standar Operasional Prosedur (SOP), formulasi master, dokumentasi peracikan
f. Inspeksi dan Pengujian
g. Informasi mengenai komplain dan efek yang tidak diinginkan termasuk tindakan yang
diambil untuk mengatasi komplain tersebut.

Proses dokumentasi harus sesuai dengan hukum dan regulasi yang berlaku. Catatan harus
terbaca, mudah diakses, dan disimpan dengan baik agar tidak hilang/rusak.

Compounding Sterile Products (CSP)


11th meeting, October 14 2021 – Kel 3
QnA:
Spora bakteri geobacillus sterarothermophilus adalah spora bakteri yg sering ada di autoklaf, jadi
kalau sporanya saja sudah bisa dimatikan maka bakterinya pasti mati juga,

Uji sterilitas nanti kan juga bs mendeteksi apakah ada pertumbuhan bakteri pada sediaan steril yg
disterilisasi menggunakan autoklaf di atas

Filtrasi: kenapa pakai Brevundimonas diminuta? Dia adalah bakteri yg paling kecil, dengan
ukuran yg seragam, sehingga bisa dijadikan sbg indikator sterilisasi filtrasi,

Bakteri untuk panas kering (insert name) dipilih karena dia bisa tahan di suhu panas kering

Gimana kita bisa memastikan posisi wastafel aman untuk personil?


Bedanya SCA dengan PEC?
PEC: lebih steril, lebih untuk yg high risk, harus dibersihkan setiap hari: ISO kelas V
SCA: Segregated Compounding area: ruangan yg dibuat terpisah, tapi kondisinya dikontrol,
untuk high risknya pake PEC, ada LAF, CAI/CACI, BSC, dll, SCA klasifikasinya lebih rendah
daripada clean room

1. Intro
CSP: proses menggabungkan, mencampurkan, mengencerkan, menyatukan, menyusun kembali,
mengemas kembali atau mengubah obat atau senyawa obat ruahan untuk dibentuk menjadi obat
steril
Tujuan: meminimalisir bahaya yg berasal dari:
1. Kontaminasi Mikroba
2. Endotoksin bakteri yang berlebih
3. Variabilitas dari bahan
4. Inkompatibilitas kimia dan fisik
5. Kontaminan fisik dan kimia, dan/atau
6. Penggunaan bahan dengan kualitas yang tidak tepat

Compounding Sterile Products (CSP) - Lanjutan


12th meeting, October 18 2021 – Kel XX

Pharmaceutical Calculation
13th meeting, October 21 2021 –

Artikel 1160 USP:


Lupakan no 1-11: S1 harusnya sudah bisa
Yang dibahas:
12, 14, dan 17 : kelompok 7
18: kelompok 5

Volume serbuk
Untuk melihat referensi BJ serbuk:
Mock index
The pharmaceutical codex

Vol serbuk belum tentu sama dengan vol cairan

ENDOTOKSIN

Berat badan pasien 71.8 kg

Akan menerima infus morfin sulfat intratekal, 0.3 mg/jam

Morfin sulfat injeksi bebas pengawet (10 mg/mL) dilarutkan dalam injeksi NaCl 0.9%, 2 mL/jam.

1. Volume untuk 24 jam

Morfin sulfat : 0.3 mg per jam x 24 jam = 7.2 mg


Vol injeksi morfin sulfat : 7.2 mg/(10 mg/mL) = 0.72 mL

Volume total : 2 mL per jam x 24 jam = 48 mL


Volume injeksi NaCl 0.9% : 48 mL – 0.72 mL = 47.28 mL

2. Endotoksin maksimum per jam dari sediaan

Dari morfin sulfat : 7.2 mg x 14.29 EU/mg = 102.89 EU

Dari injeksi NaCl = 47.28 mL x 0.5 EU/mL = 23.64 EU

Beban endotoksin = 102.89 EU + 23.64 EU = 126.53 EU


126.53 EU/24 jam = 5.27 EU/jam

Note
Batas atas endotoksin unit (USP)
Injeksi morfin sulfat intratekal : 14.29 EU/mg
Injeksi yang mengandung 0.5-0.9% NaCl. : 0.5 EU/mL

3. Tentukan apakah beban endotoksin melebihi batas USP untuk pasien


Beban maksimum endotoksin = (0.2 EU/kg/jam) x 71.8 kg pasien = 14.36 EU/jam

Beban endotoksin dari 5.27 EU/jam tidak melebihi batas yang diperbolehkan untuk pasien
tersebut.

Note
Beban endotoksin maksimum pada administrasi intratekal adalah 0.2 EU/kg/jam.

Tabel endotoksin load dapet dari USP


LVP injeksi butuh bgt data endotoksin, endotoksin itu sbg pirogen

TONISITAS
1. Metode ekivalensi NaCl
2. Metode penurunan titik beku

STABILITAS
1. Perhitungan laju order 0
2. Perhitungan laju order 1
3. Perhitungan stabilitas berdasarkan teori arrhenius
4.
5.

6.

Studi Kasus Resep pak Rachmat


14th meeting, October 28 2021 –
Komentar bu Ima:
1. Gmn anda punya analisis kok bisa awalnya copd tapi obatnya malah ke pengobatan asma
2. Apakah rasional pemberian ranitidinnya?
3. Ada antibiotik, antiinflamasi steroid (metilprednisolon), antipiretik, ranitidin,
ondansetron, kira2 sakitnya apa ya ini?
Infeksi saluran pernafasan:

Ondansetron kaitannya dg apa ya?


Ranitidin?
4. Sanmol atau metilprednisolon pilih 1 aja untuk demamnya
5. Ondansetron dan ranitidin dibuang
6. Aturan pakai sefiksim: 2 x1 sudah betul, durasi pengobatan: ?? perhatian selama
menggunakan obat: ???
7. Saran non farmol untuk asma? berenang
8. Desensitisasi/hiposensitisasi gabisa dipake untuk asma, untuk alergi bisa
9. Monitoring dan eval? PTO: kemunculan/frekuensi serangan? Kapan serangannya and
what to do?

Komentar bu Jessie:
1. Iter pada resep?
2. Ranitidin mudah teroksidasi makanya disalut
3.

Anda mungkin juga menyukai