Anda di halaman 1dari 11

RESUME

EKG MAJOR: VT DAN VF


KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis
Program Profesi Ners XLI

Oleh:
Intan Maeilani Rahayu 220112200586

Dosen Pembimbing :
Ristina Mirwanti, M.Kep
Yanny Trisyani, Ph. D

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XLI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2021
EKG MAJOR: VT DAN VF

A. Ventricular Tachycardia (VT) / Takikardia Ventrikel

VT ditandai dengan ritme jantung cepat berasal dari ventrikel di bawah berkas His, pada
miokardium atau keduanya. VT dapat dibedakan dari takikardia supraventikuler dengan adanya
QRS lebar pada EKG (Siagian, 2018). VT diklasifikasikan berdasar durasinya yaitu
berkelanjutan dan tidak berkelanjutan. VT tidak berkelanjutan terjadi kurang dari 30 detik dan
muncul dengan takiaritmia dengan lebih dari 3 denyut dari ventricular awal. VT berkelanjutan
terjadi lebih dari 30 detik atau terjadi instabilitas hemodinamik dalam kurang dari 30 detik (Foth,
Gangwani, & Alvey, 2021).

VT dikarakteristikan dengan wide complex (durasi QRS lebih besar dari 120 milidetik)
takiaritmia pada denyut jantung lebih dari 100 kali per menit. Klasifikasi lebih lanjut dari VT
yaitu monomorfik, polimorfik, dan torsade de pointes (Jones, 2016).

VT monomorfik:

- Pada VT monomorfik, QRS memiliki bentuk dan amplitude yang sama


- Kecepatan: 100 – 250 kali/menit
- Irama: regular
- Gelombang P: tidak ada atau tidak berkaitan dengan QRS
- Interval PR: tidak ada
- QRS: melebar (> 0,10 detik), gambarannya aneh
VT polimorfik:

- Pada VT polimorfik, bentuk dan amplitude kompleks QRS bervariasi


- Interval QT normal atau memanjang
- Kecepatan: 100 – 250 kali/menit
- Irama: regular atau irregular
- Gelombang P: tidak ada atau tidak berkaitan dengan QRS
- Interval PR: tidak ada
- QRS: melebar (> 0,10 detik), gambarannya aneh

Torsade de Pointes:

- Kompleks QRS membalikkan polaritas dan grafik menunjukkan efek kumparan


- Irama torsade de pointes merupakan varian yang tidak biasa dari VT polimorfik dengan
interval QT memanjang
- Kecepatan: 200 – 250 kali/menit
- Irama: irregular
- Gelombang P: tidak ada
- Interval PR: tidak ada
- QRS: melebar (> 0,10 detik), gambarannya aneh
B. Etiologi

VT dapat terjadi karena kelainan struktur jantung dan paling sering disebabkan oleh infark
miokard akut. Infark miokard akut biasanya menyebabkan VT polimorfik atau ventrikel fibrilasi.
Selama fase akut kebocoran kalium menyebabkan peningkatan kalium ekstrasel sehingga terjadi
depolarisasi pada daerah iskemik. Depolarisasi ini menyebabkan perbedaan konduksi listrik dan
masa refrakter menyebabkan VT polimorfik. VT monomorfik sering disebabkan oleh parut
miokard akibat infark lama. Parut miokard juga sering disebabkan oleh kardiomiopati non-
iskemik, kardiomiopati hipertrofi, sarcoidosis, dysplasia ventrikel kanan, dan post-operasi
koreksi kelainan katup jantung dan kelainan jantung bawaan.

VT juga dapat terjadi akibat kelainan genetic. Umumnya penyebab VT dengan kelainan genetic
adalah gangguan kanal ion (chanellopathy). Long QT syndrome yang sering terjadi; terdapat
gangguan kanal kalium dan natrium, sehingga interval QT memanjang. Brugada syndrome
merupakan kelainan genetic kanal natrium yang menyebabkan blok berkas cabang kanan
inkomplit dan elevasi segmen ST di anterior pada EKG. Catecholaminergic polymorphic VT dan
arrythmogenic right ventricular dysplasia (ARVD) juga merupakan kelainan genetic yang sering
menyebabkan kematian mendadak.

VT idiopatik adalah VT yang terjadi tanpa adanya kelainan struktur jantung, kelainan genetic,
dan gangguan metabolic atau gangguan elektrolit. Umumnya VT idiopatik berasal dari right
ventricular outflow tract (RVOT); terjadi automatisasi yang diperantarai aktivitas cyclic
adenosine monophosphate-dependent sehingga kalsium intrasel meningkat

C. Ventricular Fibrillation (VF)

VF merupakan kondisi denyut jantung cepat dengan aktivitas listrik yang tidak teratur. Hal
ini mengakibatkan jantung tidak dapat mengangkut darah secara efektif, kemudian menyebabkan
kolaps sirkulasi, kematian klinis, hingga kematian biologis. VF memiliki gambaran umum yaitu
irama tidak teratur, frekuensi HR > 350 kali/menit sehingga tidak dapat dihitung, kompleks QRS
tidak terkihat, tidak ada gelombang P, dan tidak ada interval PR (Pintaningrum et al., 2020). VF
merupakan wide complex tachycardia yang disebabkan oleh aktivitas elektrik irregular dan
ditandai dengan HR lebih dari 300 kali/menit. Kelainan QRS di VF bervariasi dalam bentuk,
amplitude, dan durasi dengan irama tidak teratur yang menonjol (Ludhwani, Goyal, & Jangtao,
2021).

- VF memiliki aktivitas listrik yang kacau yang terjadi tanpa adanya depolarisasi atau
kontraksi ventrikel
- Amplitude dan frekuensi dari aktivitas fibrilasi dapat menentukan jenis fibrilasi, yaitu
kasar, sedang (medium), dan halus. Undulasi kecil pada garis dasar disebut dengan
dibrilasi halus; sedangkan undulasi besar disebut dengan fibrilasi kasar
- Kecepatan: tidak menentu
- Irama: kacau
- Gelombang P: tidak ada
- Interval PR: tidak ada
- QRS: tidak ada

D. Etiologi

VF biasanya diakibatkan oleh gangguan struktur jantung. VF kebanyakan disebabkan oleh


miokardial infark yang berkembang menjadi VF ketika fase akut. Pasien dengan oklusi koroner
lengkap pada angiogram, infark dinding anterior, fibrilasi atrium, dan angina pra-infark lebih
rentan untuk mengembangkan VF. Beberapa kondisi lain yang juga dapat menyebabkan VF
adalah abnormalitas elektrolit (hipokalemia/hiperkalemia, hypomagnesemia), asidosis,
hipotermia, hipoksia, kardiomiopati, riwayat keluarga dengan kematian jantung mendadak,
abnormalitas QT kongenital, brugada syndrome, dan penggunaan alkohol. Pasien dengan riwayat
VT monorfir atau polimorfik dapat bertransisi menjadi VF (Ludhwani et al., 2021).
E. Tatalaksana henti jantung VT atau VF tanpa denyut

Gambaran klinis

- Pasien tidak merespons


- Tidak ada pernapasan atau hanya terdapat pernapasan agonal saja
- Tidak ada denyut

Tata laksana:

1. Penilaian respons: tercantum pada gambaran klinis


2. Panggil bantuan
3. C – A – B (compression, airway, breathing):
- Mulailah RJP, awali dengan kompresi
- Berikan oksigen
4. Defibrilasi
- Pasang AED atau defibrillator-monitor manual sesegera mungkin setelah tersedia tanpa
menginterupsi kompresi
- Ketika alat telah terpasang, hentikan RJP dan nilai irama
● AED: jika disarankan unutk memberikan kejut listrik, maka lakukan defibrilasi
sesuai saran AED
● Defibrilator – monitor manual:
a. Defibrillator manual bifasik: lakukan defibrilasi pada 120 – 200 J (gunakan
energi yang spesifik pada alat sesuai petunjuk developer, atau gunakan 200 J
jika tidak ada petunjuk)
b. Defibrillator manual monofasik: lakukan defibrilasi pada 360 J
5. Segera lanjutkan RJP
- Berikan 5 siklus RJP (2 menit) tanpa terputus
- Selama RJP, dapatkan akses IV atau IO
- Siapkan dosis vasopressor (epinefrin atau vasopressin)
6. Defibrilasi
- Hentikan RJP
- Nilai irama
- Jika irama tetap shockable, maka ikuti saran AED atau lakukan defibrilasi
a. Defibrilasi manual bifasik: lakukan defibrilasi dengan energi yang sama atau lebih
tinggi
b. Defibrillator manual monofasik: lakukan defibrilasi dengan energi 360 J
7. Segera lanjutkan RJP, awali dengan kompresi
- Berikan 5 siklus RJP (2 menit) tanpa terputus
- Pasang alat bantu napas tingkat lanjut (endotracheal tube, laryngeal mask airway, king
LT, atau combitube) jika penanganan alat bantu jalan napas dasar tidak adekuat
● Pastikan pemasangan alat bantu jalan napas sudah benar tanpa mengintrupsi RJP
● Setelah pemasangan dipastikan benar, lakukan kompresi dada tanpa terputus
dengan kecepatan minimal 100 kali/menit dan berikan napas buatan sebanyak 8 –
10 kali/menit dengan kecepatan minimal 1 napas setiap 6 – 8 detik
8. Obat-obatan
- Berikan epinefrin 1 mg
● Berikan 10 ml: 1:10,000 IV/IO
● Lanjutkan dengan bilas 20 mL
● Ulangi setiap 3 – 5 menit jika diperlukan
- Dosis tunggal vasopressin 40 unit IV/IO dapat diberikan untuk menggantikan dosis
pertama atau dosis kedua epinefrin
- Jika tidak terdapat akses IV/IO dan pada pasien terpasang ETT, maka hentikan kompresi
dan injeksikan 2 – 2,5 mg epinefrin (1:1,000) yang dilarutkan dalam 5 – 10 mL normal
saline atau air steril langsung ke slang ETT setiap 3 – 5 menit hingga akses IV/IO
tersedia. Setelah pemberian obat melalui ETT, lanjutkan dengan 5 ventilasi berturut-turut
untuk menyebarkan obat ke dalam saluran napas kecil agar dapat diabsorbsi ke dalam
pembuluh darah pulmonal, kemudian lanjutkan kompresi
9. Lanjutkan RJP, periksa irama setiap 2 menit
10. Defibrilasi
- Jika irama tetap shockable, maka ikuti saran ED atau lakukan defibrilasi dengan energi
bifasik yang sama atau lebih tinggi; 360 monofasik
11. Segera lanjutkan RJP; periksa irama setiap 2 menit
12. Obat-obatan
- Pertimbangkan obat anti aritmia untuk syok irama VF atau VT tanpa denyut yang tidak
membaik dengan pemberian kejut listrik
● Berikan amiodaron 300 mg IV/IO
● Jika amiodaron tidak tersedia atau pasien diketahui memiliki alergi, maka berikan
lidocaine 1 – 1,5 mg/kg IV/IO
- Ulangi terapi antiaritmia untuk VF atau VT tanpa denyut yang tidak membaik dengan
pemberian kejut listrik
● Amiodaron 150 mg IV/IO dalam 3 – 5 menit (gunakan hanya sekali)
● Jika menggunakan lidocaine, berikan 0,5 – 0,75 mg/kg IV/IO dan ulangi setiap 5
– 10 menit jika diperlukan, dosis maksimal 3 mg/kg
- Pertimbangkan pemberian magnesium sulfat 1 – 2 g (2 – 4 mL larutan 50%) yang
dilarutkan dalam 10 mL Dextrose 5% in water IV/IO, berikan selama 1 – 2 menit hanya
untuk henti jantung yang disebabkan oleh hypomagnesemia atau torsade de pointes
13. Selama RJP, pertimbangkan dan beri terapi kemungkinan penyebab VF atau VT yang
reversible: hipokalemia/hiperkalemia, hypovolemia, hipoksia, hipotermia, asidosis,
tension pneumotoraks, thrombosis (pulmonal atau koroner), tamponade jantung, toksin
14. Jika iram aberubah menjadi asistol atau PEA, maka ikuti algoritma untuk asistol atau
PEA
15. Jika irama berubah menjadi stabil dengan ROSC:
- Pantau dan nilai ulang kondisi pasien
- Persiapkan pemindahan ke unit perawatan kritis karena pasien butuh rencana perawatan
yang menyeluruh

F. Tatalaksana VT/pVF berdasar Guideline AHA 2020

A. Mulai CPR
- Kualitas CPR dengan kedalaman 5 cm dan kecepatan 100-120x/menit dan minimalkan
interupsi selama CPR
- Berikan oksigen
- Pasang monitor/defibrillator
B. Pantau monitor EKG apakah ritme jantung dapat diberikan syok atau tidak

Jika dapat diberi syok:


1. Berikan syok bifasik (120-200 J) atau monofasik (360 J). Dosis syok bifasik terus
menerus harus setara atau lebih tinggi.
2. lanjutkan CPR dan dapatkan akses IV/IO
3. Monitor EKG, apakah ritme dapat diberi syok
4. Jika dapat diberi syok, berikan syok bifasik dengan energi yang sama atau lebih tinggi
atau monofasik (360 J)
5. Lanjutkan pemberian CPR 5 siklus (2 menit) tanpa terputus
6. Berikan epinefrin dosis 1 mg melalui IV/IO setiap 3 - 5 menit
7. Monitor EKG, apakah ritme dapat diberi syok
8. Jika dapat diberi syok, berikan syok bifasik dengan energi yang sama atau lebih tinggi
atau monofasik (360 J)
9. Lanjutkan pemberian CPR 5 siklus (2 menit) tanpa terputus
10. Berikan amiodarone atau lidocaine. Amiodarone dosis pertama 300 mg bolus, dosis ke
dua 150 mg IV/IO. Lidocaine dosis pertama 1 - 1,5 mg/kg, dosis ke dua 0,5 - 0,75 mg/kg
11. Tangani penyebab yang bisa diatasi
12. Monitor EKG, apakah ritme dapat diberi syok
13. Jika tidak menunjukkan Return of Spontaneous Circulation (ROSC), lanjutkan CPR dan
beri epinefrin setiap 3 - 5 menit atau tangani penyebab
14. jika menunjukan ROSC, persiapkan pemindahan ke unit perawatan kritis karena pasien
butuh rencana perawatan yang menyeluruh
Jika tidak dapat diberi syok (asistol/PEA):
1. Berikan epinefrin segera dengan dosis 1 mg tiap 3-5 menit melalui IV/IO
2. Lanjutkan CPR selama 2 menit dan epinefrin tiap 3-5 menit, petimbangkan saluran napas
lanjutan
3. Monitor EKG apakah ritme dapat diberikan syok
4. Jika dapat diberi syok maka berikan syok bifasik (120-200 J) atau monofasik (360 J). Jika
tidak dapat diberi syok maka lanjutkan pemberian CPR selama 2 menit
5. Monitor EKG apakah ritme dapat diberikan syok
6. Jika tidak dapat diberikan syok maka kaji ada atau tidaknya ROSC
7. Apabila tidak ada ROCS, kembali berikan CPR selama 2 menit. Apabila ROSC maka
lanjutkan ke perawatan Pasca-Henti Jantung
8. Pertimbangkan kelayakan resusitasi berkelanjutan
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. (2020). Pedoman CPR dan ECC. American Heart Association.
https://doi.org/10.1159/000165558
Foth, C., Gangwani, M. K., & Alvey, H. (2021). Ventricular Tachycardia. StatPearls [Internet].
Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532954/
Jones, S. A. (2016). Seri Panduan Klinis BLS, ACLS, dan PALS. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Ludhwani, D., Goyal, A., & Jangtao, M. (2021). Ventricular Fibrillation. StatPearls [Internet].
Retrieved from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537120/
Pintaningrum, Y., Setyo Pambudi, A., Astuti, A. A., Bhadranitya Buana, B., Gilang Tilanan, F.,
Theddy, F., … Riskinie, T. (2020). Fibrilasi Ventrikel: Mengenali Awitan Hingga
Tatalaksana. Jurnal Kedokteran, 9(2)(2), 494–501.
Siagian, L. A. (2018). Tatalaksana Takikardia Ventrikel. Cermin Dunia Kedokteran, 45(9), 10–
12.

Anda mungkin juga menyukai