Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan tidak pernah terlepas dari sejarah


peradaban manusia. Ia selalu terkait satu sama lainnya. Tidak terkecuali
sejarah filsafat ilmu. Filsafat itu sendiri telah muncul sejak ribuan tahun yang
lalu di mana akal manusia masih dihadapkan pada ruang dinamika pemikiran
yang sederhana dan permasalahan yang tidak begitu komplek seperti saat ini.
Latar belakang perkembangan ilmu dimulai sejak zaman purba.

Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamin, ia sangat menekankan


umatnya agar menjadi umat yang unggul dalam segala bidang sehingga
bentuk kesucian dan keagungan islam termaniveastasi lewat keluhuran
umatnya. Seorang muslim harus senantiasa menggunakan daya pikirnya.
Allah mewujudkan fenomena alam untuk dipikirkan, beraneka macamnya
tingkah laku manusia sampai adanya aneka pemikiran dan pemahaman
manusia hendaknya menjadi pemikiran seorang muslim. Tetapi satu hal yang
tidak boleh dilupakan adalah bahwa tujuan berpikir tidak lain adalah untuk
meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT bukan sebaliknya.

Seorang intelektual muslim dikenal tidak hanya aktif dalam berfikir,


menguasai ilmu pengetahuan, kritis dalam menanggapi persoalan sosial, akan
tetapi seorang intelektual muslim itu juga dihitung dari segi keimanannya dan
tingkat amal shalehnya. Maka oleh karna itu, seseorang yang ingin
mempersiapkan diri untuk menjadi seorang intelektual di tuntut untuk dapat
menerapkan Kreativitas ilmunya dengan ideology sehingga mampu bergerak
dalam berbangai dimensi kehidupan manusia. Dengan memilki bekal yang
cukup intelektual muslim tidak akan terbenam dan larut dengan berbangai
macam kemajuan zaman, tetapi dengan Kreativitasnya dan jiwa kritis,
obyektif dan tanggung jawab berusaha mengeinternalisasikan segala
permasalahan ummat. Kemudian dengan jiwa yang dimilikinya dapat
menjawab permasalah menggunakan banyak alternatif pemecahhan yang
hasilnya dapat dipertanggung jawabkan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan dimensi kreatif dalam filsafat ilmu ?


2. Siapa yang dimaksud dengan intelektual Muslim ?
3. Bagaimana dimensi Kreativitas filsafat ilmu membangun ciri khas
intelektual Muslim ?

1.3 Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui tentang dimensi kreatif dalam filsafat ilmu


2. Untuk mengetahui tentang intelektual Muslim
3. Untuk mengetahui Bagaimana dimensi Kreativitas filsafat ilmu
membangun ciri khas intelektual Muslim
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dimensi Kreatif Filsafat Ilmu

A. Konsep Dasar Dan Fungsi

Kalau filsafat ilmu abad ke-19 difokuskan pada upaya untuk


menemukan penjelasan yang radikal tentang apa, bagaimana, dan untuk
apa gejala alam itu, maka seperti sudah dikemukakan dimuka, filsafat abad
ke-20 memperlihatkan kecenderungan menggeser landasan dan objek
telaahan nya. Filsafat ilmu abad ke-20 bersumber pada manusia sendiri
dan menjadi filsafat ilmu kehidupan. Artinya ilmu bukan lagi merupakan
hasil usaha manusia semata-mata berdasarkan pengalaman (empiri) yang
diperolehnya melalui pengamatan inderanya dan penelitian percobaannya
serta pembuktiannya, melainkan manusia itu sendiri makhluk yang
istimewa dalam telaahnya karena karunia yang istimewa yang dimilikinya,
yaitu kemampuan berimajinasi (Darstellung function).
Kemampuan ini merupakan anugrah alam dan anugrah tuhan ( a gift
of nature and a gift of God) yang sekaligus menuntut manusia untuk
berkecimpung dengan filsafat ilmu yang mencari kesejahteraan hidup
manusia. Oleh karena itu, filsafat ilmu abad ke-20 tidak lagi
mengutamakan penalaran semata, tetapi juga bertujuan untuk
meningkatkan dan membuka tabir alam yang tersedia dalam mendalami
alam melaui suatu dimensi yang disebut dimensi kreatif.
Kreativitas yang dimiliki manusia lahir bersamaan dengan lahirnya
manusia itu. Sejak lahir, manusia memperlihatkan kecenderungan
mengaktualkan diri nya yang mencakup kemampuan kreatif.
Kreativitas adalah suatu kondisi, sikap atau keadaan yang sangat
khusus sifat nya dan hampir tak mungkin dirumuskan secara tuntas.
Beberapa tahun terakhir telah diadakan berbagai penelitian dan usaha
perumusannya. Akan tetapi, setiap kali pengertian itu tak pernah dipahami
sepenuhnya. Juga sudah diketahui bahwa setiap anak memiliki kadar
kreativitas tertentu, tetapi kadar tersebut berkurang dan menghilang pada
waktu ia menjadi dewasa. Oleh karena itu, kini sedang dicari keseluruhan
pengertian kreativitas yang sifat nya terintegrasi dan kompleks. Sementara
orang menganggap kreativitas sama dengan keberbakatan, sedangkan
sementara pendapat mengkaitkannya dengan perkembangan penalaran dan
perkembangan efektif tetapi semuanya itu merupakan pengertian yang
terbatas.

Konsep terbaru dari kreativitas yang menonjol dalam filsafat abad ke-
20 didasarkan atas fungsi dasar berfikir, merasa, pengindraan cipta talen
dan intuisi. Kreativitas melibatkan sintesis dari semua fungsi ini bahkan
lebih dari itu karena ada percikan dari dimensi lain.

Bagan yang ditampilkan disini merupakan model integrative yang


mencakup empat fungsi dasar, yaitu : (a). berfikir rasional, (b),
perkembangan emosional atau perasaan pada tingkat tinggi, (c),
perkembangan bakat khusus (pengindraan cipta talen) dalam kehidupan
mental dan fisik pada tingkat tinggi dan (d) tingkat tinggi kesadaran yang
menghasilkan penggunaan imajinasi, fantasi, dan pendobrakan pada
kondisi ambang kesadaran atau ketidaksadaran.

Jadi, kreativitas selalu mencakup interpenetrasi (interpenetration)


keseluruhan kehidupan berfikir, merasa mengindera dan intuisi, yang
terjadi secara menyatu dan menerobos dengan bergeraknya satu fungsi
atau sebagian fungsi dari keseluruhan fungsi saja, kreativitas itu belum
terjadi sepenuhnya.

Gowan (1981), ketika menjelaskan proses kreativitas dalam


perkembangan ilmu, menyorotnya dari fungsi secara total otak manusia.
Semua fungsi system otak manusia terlibat pada tingkat tinggi pada saat
terjadi kreativitas. Oleh karena nya, dibedakan kreativitas personal dan
kreativitas kultural. Pada setiap manusia dapat ditumbuhkan kreartivitas
personal karena setiap insan memiliki dasar kreativitas tertentu, tetapi
kreativitas yang akan memberikan urunan terhadap penemuan-penemuan
besar yang membangkitkan kebudayaan atau peningkatan kehidupan
manusia secara kualitatif yang disebut kreativitas kebudayaan adalah
pernyataan tertinggi kreartivitas manusia.

Meskipun setiap fungsi memiliki ciri masing- masing dan memiliki


kekuatan dan kelebihan, kreativitas baru terjadi bila fungsi yang satu
berinteraksi dengan yang lain. Oleh karena itu, pertumbuhan dari
berfungsinya semua fungsi tersebut dalam suatu interaksi yang
menyeluruh (holistik) merupakan tujuan yang harus dicapai dalam
pelayanan pendidikan.

Empat fungsi kreatif akan kita teropong satu persatu sesuai dengan
pendapat beberapa filsuf dan ilmuan. Meskipun para ahli itu meneropong
nya dari satu fungsi pengamatannya didasarkan atas penjabaran fungsi lain
dalam mengembangkan pendapatnya. Marilah kita ikuti pandangan
mereka.

Aspek “rasa” terfokus kepada persfektif baru kualitas manusia yang


mengaktualisankan dirinya dan memiliki kehidupan emosional yang
positif dan sehat.kebutuhan pertumbuhan (growth needs) merupakan
dorongan berkembang (the drive to develop) yang inheren dalam diri
seseorang sehingga terjadi aktualisasi potensi yang terus menerus (on-
going-actualization of potentials).

Untuk pengertian kreativitas ditinjau dari kesadaran yang digali dari


ketaksadaran yang dianggap sebagai tingkat yang tertinggi kesadaran telah
dianalisis proses kreativitas dilihat dari fungsi otak manusia. Dalam
menjelaskan proses kreativitas kita akan menjelajahi fungsi otak sebagai
wujud struktural terjadi secara genetik, namun dalam perkembangannya
dan cara berfungsinya ditentukan oleh interaksi dengan lingkungannya.
Salah satu cara berfungsinya organisasi biologis itu adalah inteligensi yang
bersumber dari otak manusia dan ikut mempengaruhi perkembangan
kreativitas manusia.
T. Tyler (1977) dalam Clark (1983) menyatakan bahwa pembentukan
otak terjadi sebagai hasil interaksi antara pola (cetak biru = blueprint)
genetik dan pengaruh lingkungan. Ciri organisasi dan pembagian sel otak
sudah sejak lahir sempurna, namun pertumbuhan otak melalui proses saraf
ditingkatkan melalui stimulasi dari lingkungannya. Bahkan pertumbuhan
tersebut bisa terhenti sama sekali dan bahkan pola tersebut bisa hilang bila
tidak ada stimulasi dari lingkungannya.

Pada waktu lahir, otak manusia terdiri dari 100-200 milyar sel neuron.
Setiap sel neuron tersebut siap untuk ditumbuhkan guna memproseskan
beberapa triliyun informasi. Caranya perkembangan sistem yang kompleks
ini terjadi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan intelegensi dan
kepribadian maupun kualitas sebagaimana dialami individu yang
bersangkutan.

Meskipun pada waktu anak manusia lahir ia tidak memiliki ide atau
konsep, konstitusinya memungkinkannya bereaksi terhadap lingkungan-
lingkungannya melalui saluran pengalaman yang dibawa sejak lahir.
Reaksi refleks merupakan permulaan perkembangan, namun kemudian
menjadi respons yang terkontrol, dan akhirnya menjadi suatu organisasi
mental yang luas.

Cerebrum (otak besar) terbagi menjadi dua belahan otak yang


disambung oleh segumpal serabut yang disebut corpus callosum. Tugas
dan fungsi setiap ciri belahan otak itu adalah khusus dan berespons secara
berbeda terhadap berbagai jenis pengalaman belajar.

Keterlibatan belahan otak sebelah kanan lebih tertuju pada variabel


keseluruhan, holistik, imajinatif, sedangkan belahan otak kiri lebih
berfungsi untuk mengembangkan berfikir rasional, linier dan keteraturan.
Meskipun pembagian tugas dan fungsi ini tidak muthlak, terdapat
kecenderungan yang lebih mewarnai cirinya. Emosi terletak di dalam
kejadian belajar yang dialami seseorang.
Ini berarti bahwa semua pengalaman belajar dan pengalaman
kehidupan anak manusia seyogyanya disesuaikan dengan kondisi dan
keseimbangan antara kedua belahan otak itu untuk menampilkan empat
fungsi dasar manusia, yaitu rasa pikir , cipta talen, dan intuisi.

Pengalaman belajar yang dapat menyentuh kondisi berfungsinya


kedua belahan itulah yang dapat menimbulkan kreativitas dalam
perkembangan ilmu yang meningkatkan kebudayaan serta menaikkan
harkat dan martabat.

Ada 4 kesimpulan yang dapat diambil dari pemahaman kreativitas menurut


para filusuf :

1. Bahwa daya kreatif tumbuh dalam diri seseorang dan merupakan


pengalaman yang paling mendalam dan unik bagi seseorang.
2. Bahwa untuk itu diperlukan suatu suasana yang kondusif yang
menggambarkan kemungkinan tumbuhnya daya tersebut.
3. Bahwa kreativitas memiliki dimensi intuitif yang sangat berpengaruh
terhadap timbulnya proses kreatif serta melibatkan fungsi rasio, rasa,
dan keterampilan.
4. Bahwa kreativitas memiliki perspektif proses dan produk serta tahap,
tingkat, dan urutan tertentu.

Dalam bagian berikut akan diuraikan perspektif-perspektif dari kreativitas


itu.

B. Tahap dalam proses kreatif

Graham Wallas menjelaskan tentang tahap-tahap dalam proses kreativitas


berlangsung sebagai berikut :

 Tahap I : Persiapan (preparation)


Pada tahap ini ide itu datang dan timbul dari berbagai kemungkinan.
Namun, biasanya ide itu berlangsung dengan hadirnya suatu
ketrampilan, keahlian, atau ilmu pengetahuan tertentu sebagai latar
belakang atau sumber dari mana sumber ide itu lahir.
 Tahap II : Inkubasi (incubation)
Dalam ilmu kedokteran masa inkubasi menunjuk pada masa
pengeraman suatu penyakit. Dalam pengembangan kreativitas, pada
masa ini diharapkan hadirnya suatu pemahaman serta kematangan
terhadap ide yang tadi timbul (setelah dieram). Berbagai teknik dalam
menyegarkan dan meningkatkan kesadaran itu, seperti meditasi,
latihan peningkatan kreativitas, dapat dilangsungkan untuk
memudahkan “perembetan”, perluasan, dan pengalaman ide.
 Tahap III : Iluminas (illumination)
Suatu tingkat penemuan saat inspirasi yang tadi diperoleh, dikelola,
digarap kemudian menuju kepada pengembangan suatu hasil (product
development). Pada masa itu terjadi komunikasi terhadap hasilnya
dengan orang yang signifikan (yang penting) bagi penemu, sehingga
hasil yang telah dicapai dapat lebih disempurnakan lagi.
 Tahap IV : Verifikasi (verification)
Perbaikan dan perwujudan hasil dan tanggung jawab terhadap hasil
menjadi tahap terakhir dalam proses ini. Diseminasi dari perwujudan
karya kreatif untuk diteruskan kepada masyarakat yang lebih luas
terjadi setelah perbaikan dan penyepurnaan terhadap karyanya itu
berlangsung.

C. Proses Kreatif

Dalam menjelaskan proses berfikir, Arthur Koestler dalam bukunya


Art of Creativity, telah mengajukan teori berfikir bisosiatif sebagai cara
melukiskan proses kreativitas. Jenis berfikir yang kreatif, divergen, dan
imaginatif, yang dibedakan dari berfikir konvergen, logis, analitis,
sebagaiman menjadi tugas dan fungsi dari masing-masing belahan otak,
kanan dan kiri, telah dilukiskannya sebagai proses berfikir yang bisosiatif.

Kalau berfikir analisis belaku peraturan yang memungkinkan suatu


pendekatan logis, vertikal, yang menuju kepada satu jawaban tunggal atau
dapat diramalkan sebelumnya (terutama merupakan ciri fungsi dan tugas
belahan otak kiri), maka berfikir holistik, imaginatif merupakan proses
berfikir kreatif yang mempertimbangkan berbagai kemungkinan terutama
merupakan ciri, tugas dan fungsi belahan otak kanan. Koestler
menganggap bahwa dalam proses berfikir kreatif , pikiran dalam mencari
jawaban terhadap suatu persoalan pada suatu bidang pengembara
sepanjang permukaan bidang itu. Pencarian dan pengembangan
berlangsung terus tanpa banyak hasil sampai ditemukan bidang yang lain.
Pikiran meloncat atau melakukan bisosiasi kedalam bidang baru dan
menemukan jawaban terhadap persoalan. Dua bidang itu saling berpisah
dan pada permukaannya tidak berhubungan sama sekali. Akan tetapi,
setelah terjadi loncatan melintasi bidang, terlihat jawaban yang original
unik terhadap persoalan tersebut.

Menurut Gowan kemampuan berpikir lintas bidang ini terletak


pada tingkat berfikir di atas tingkat berfikir abstrak konvergen
sebagaimana dilukiskan oleh piagiet yang merupakan ciri utama dari
kemungkinan perkembangan berfikir usia 17 tahun keatas.

D. Tingkat Kreativitas

Proses kreativitas yang memiliki empat tahap seperti dilukiskan oleh


Graham Wallas memiliki tiga tingkat sesuai dengan mendapat Gowan dan
Treffinger, yaitu :

 Tahap I : yaitu disebut tingkat kreatif, ditandai oleh ciri-ciri timbulnya


pemikiran yang divergen dan baru secara intuitif, atau penemuan
pikiran baru yang hidup di masyarakat itu. Dari segi efektif kehidupan
tingkat ini ditandai oleh keterbukaan dan toleransi terhadap keraguan
tentang sesuatu. Kehidupan perasaan ditandai oleh kepercayaan pada
diri sendiri dalam menghadapi tantangan.
 Tahap II : yang disebut tingkat psikodelik atau perluasan pikiran dan
perasaan ditandai oleh pengembangan kesadaran untuk menjangkau
pada pandangan diluar pandangan ataupun kebiasaan kita sendiri dan
penerimaan ide dan respons yang berbeda untuk diterima dan
dihormati sebagai sesuatu yang original.
 Tahap III : yaitu tingkat imajinatif . pada tingkat ini sudah ada suatu
perkembangan produk, ciri utama dari pengembangan produk ini
adalah sudah teresapinya empat tahap perkembangan kreativitas
sebagai dilukiskan di muka dan telah pula ada penerimaan dari
penemuan tersebutdalam kelompok tertentu. Pada tingkat ini sudah
dapat dihasilkan produk tertentu. Pada tingkat ini sudah dihasilkan
produk, yaitu suatu bentuk baru dari suatu pola, model struktur,
ataupun konsep yang sebelumnya belum atau tidak dikenal oleh
kelompok manusia tertentu.

Ketiga tingkat yang telah disebutkan diatas telah dijelaskan oleh


Gowan sebagai tingkat perkembangan kognitif piaget dan afektif erikson,
dan merupakan tingkat perkembangan manusia yang tertinggi.

E. Urutan, Produk, Dan Landasan Perkembangan Kreativitas

Perkembangan kreativitas dapat di ibaratkan lingkaran eskalasi yang


memiliki ciri yang terdiri atas lima aspek, yaitu:

1. Urutan (succession) : Jenjang perkembangan terjadi menurut urutan.


2. Diskontinuitas (discontinuity) : Perkembangan terjadi sejajar dengan
urutan. Pada setiap tahap terjadi proses keseimbangan (equilibrium).
3. Kemenonjolan (emergence) : Pada setiap jenjang muncul karakteristik
yang menonjol yang tidak Nampak pada jenjang sebelumnya.
4. Diferensiasi : Istilah ini menunjukkanpacda pengertian “spesifikasi”
atau “difokuskan-kepada-sesuatu”.
5. Integrasi : Istilah ini menunjuk pada system dari semua jenjang.
Sampai batas tertentu dapat disamakan dengan pengertian integral
matematika yang mengisyaratkan adanya fungsi tertentu yang tekait
dengan fungsi lain dari tingkat yang lebih tingi dan ditambahkan
dengan suatu konstanta yang harus diperoleh melalui pengamatan dari
sumber lain. Jadi, ada komleksitas yang lebih besar yang bermakna
dan terlihat adanya kebebasan.

Konsep, tahap, dan tingkat dengan berbagai ciri dan urutan


perkembangan kreatif bukan saj pertahapan berurutan, melainkan juga
suatu interelasi yang membentuk makna baru yang membentuk Gestalr
baru. Piaget, ahli matematik, filsuf, pendidik, dan psikolog menyebutnya
structures d’ensemble.

F. Product Development Yang Menghasilkan Penemuan Ilmu

Product development adalah suatu realisasi dari dorongan untuk


berkembang dan tumbuh (the drive to the develop and to grow) sehingga
menjadikan kemampuan tersebut suatu kenyataan (realization) dalam
memasuki pengalaman menggunakan kemampuan berfikir, merasa, dan
berbuat sesuatu bersama orang lain (sharing with other) untuk meraih cita-
cita tertentu.

Namun, di samping itu, setiap orang adalah perwujudan dari aktualitas


empiris dan kemungkinan idealnya (dalam bahasa Yunani adalah daimon).
Menjadikan dua agaris itu suatu kombinasi berarti menemukan daimon
yang ada pada diri seseorang dan menghidupi apa yang dinilainya sebagai
kemungkinannya.

Meskipun daimon seseorang tak pernah dapat diwujudkan


sepenuhnya, menghayati dan mengembangkan kemungkinan yang unik
yang ada pada diri setiap orang berarti belajar menghidupi kehidupan ,
mewujudkan diri sesuai dengan potens yang dimiliki (self-realization =
eudaimonism). Perwujudan hidup semacam ini adalah pernyataan yang
bermakna dari kualitas individualitasnya dalam keseimbangan dengan
sosialitasnya, dan dapat menjadikan makna baru bagi manusia.

Dalam mewujudkan manifestasi potensi kreatif diperlukan suatu


suasana kondusif yang dapat menggelitik potensi yang “tersembunyi”
dalam diri seseorang (hidden in personhood). Kesadaran dapat digalakkan
dalam mewujudkan kreativitas secara spontan melalui berbagai kegiatan
pendidikan, meditasi, dan terapeutik.

Fokus perhatian manusia dalam perkembangannya selalu terbagi


tiga, yaitu:

1. “aku terhadap diriku sendiri”


2. “aku dengan orang yang paling signifikan bagiku” , aau oleh Buber
dalam hubungan “aku-kamu” (ich-du), serta oleh Marcel disebut relasi
dalam zone etre
3. “aku dengan dunia” , yang biasa disebut oleh Buber “aku-dia” (ich-
es), adalah suatu hubungan yang ditandai oleh hubungan yang bersifat
perkara, atau meurut Sartre bersifat menguasai dan memiliki.
Demikian Marcel menunjukkan pada relasi dalam zone avoir.

Karena energy yang tak mencukupi ini, maka energy dipusatkan


secara berturut-turut pada satu aspek, kemudian aspek berikutnya. Roses
dari fokus bergantian inilah yang membawa kita pada tiga pertahapan dari
perkembangan kreatif yang disebut tingkat kreatif (I), tingkat psikodelik
(II), dan tingkat iluminatif (III), yang merupakan gerak penanjakan (es-
kalasi) yang makin kompleks.

Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa tingkah laku kreatif bukan suatu
tingkah laku yang random, tak bertujuan atau tak terkontrol. Kreativitas,
meskipun meskipun memperlihatkan unsur divergendalam perwujudannya,
pada hakikatnya merupakan suatu keseimbangan. Setiap penemuan yang
mengandung unsur divergensi menurut suatu keseimbangan kembali
dalam penanjakannya, sebab ia tumbuh dari suatu konvergensi, ia
merupakan suatu mit-sein atau Je suis avec …, “aku bersama … orang
yang signifikanbagi diriku”.

Namun, bila kita ingin daya kreatif manusia tumbuh untuk bisa
memberi urunan terhadap peningkatan harkat dan martabat, maka perlu
peluang bagi manusia untuk mengadakan penemuan yang memberi
kontribusi terhadap “realisasi diri” . untuk itu dituntut suatu relasi manusia
yang ditandai oleh hubungan “aku-kamu” antarpribadi.

Relasi antarmanusia, sebagaimana digambarkan di atas, merupakan


landasan untuk proses demokratisasi, yaitu suatu proses keputusan melalui
musyawarah yang merupakan proses untuk mencapai kemandirian dan
mewujudkan pertumbuhan kreatif.

Hanya dengan landasan inilah akan dapat disusun kemampuan kreatif


yang akan mampu mengendalikan dampak negative yang ditimbulkan oleh
teknologi sehingga tidak menjadi kekuatan yang berjalan sendiri yang
hanya dipahami dan dimonopoli pengelolaannya oleh para ahlinya, tetapi
berpengaruh terhadap reorganisasi nilai, perubahan sikap, serta
pengembangan perilaku yang bermakna bagi peningkatan kualitas dan
martabat manusia yang tak bisa dilihat terlepas sebagai landasan etis dalam
perkembangan ilmu. 1

G. Pengaruh Dimensi Kreatif

Pengaruh dimensi kreatif dapat dilihat dari perkembangan ide-ide


kreatif yang mencetuskan teori-teori ilmiah spektakuler, meskipun terdapat
dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan tersebut.

1. Ilmu dan Teknologi

Penemuan-penemuan ilmiah yang pada awalnya hanya bersifat teoretis


yang berasal dari ide-ide yang sangat cemerlang, yang bukan saja
mempengaruhi penalaran ilmiah dengan langsung, melainkan juga
mengubah arah penalaran filosofis tertentu yang sudah mapan pada
waktu itu secara tidak langsung. Dampak perkembangan ini munculnya
teori relativitas oleh Albert Einstein dan Teori Kuantum oleh Max
Planck.

1
Semiawan, Conny. Dkk. 2010. Dimensi Kreatif Dalam Filsafat Ilmu. Bandung : Remaja
Rosdakarya. Hal. 59-70
2. Gejolak Alam

Alam mempunyai karakteristik yang luar biasa, penuh pesona dapat


menerangi penalaran filosofis seseorang dan merupakan sumber
inspirasi bagi dimensi kreatifnya, namun cenderung diabaikan.

3. Gejolak makhluk hidup

Manusia belum dapat memahami apa dan mengapanya sebagian besar


rahasia di alam ini apalagi untuk mengatasi atau menirunya. Tantangan
ini memaksa kaum ilmuwan untuk melakukan kontemplasi dan refleksi
filosofis yang merupakan cikal bakal dari ide-ide cemerlang.

4. Biologi

Berkembangnya ilmu dan teknologi dalam biologi meningkatkan


kemajuan dalam menghasilkan sesuatu karya yang selama ini dianggap
berada di luar kekuasaan manusia, seperti cloning (menggandakan,
fotokopi, membelah diri) dan Rekayasa Genetika (membudidayakan
gen yang menguntungkan dan membuang gen yang merugikan). Namun
demikian terdapat unsur positif dan negatif akibat perkembangan
biologi tersebut.

2.2 Intektual Muslim

A. Pengertian Intelektual Muslim

Intelektual merupakan sebuah istilah yang disandangkan bagi orang-


orang yang cerdas, berakal, berilmu pengetahuan tinggi, taat kepada agama
serta kritis dalam menanggapi persoalan-persoalan sosial. Istilah
intelektual memiliki makna yang hampir sama dengan cendekiawan.
Cendikiawan dapat diartikan sebagai orang cerdik dan pandai yang
memiliki sikap hidup yang terus menerus meningkatkan kemampuan
berpikirnya untuk mendapatkan pengetahuan atau memahami sesuatu.
Seorang intelektual adalah seorang yang kreatif, yang selalu berusaha
mencari kemungkinan yang baru yang mungkin lebih baik dari hasil yang
sudah ada. Dengan demikian, pengertian intelektual merupakan pengertian
sikap hidup, bukan hanya sekedar pengetian dalam dunia pendidikan,
meski sebenarnya antara dunia pendidikan yang tinggi dan sikap hidup
seorang intelektual terdapat korelasi yang tinggi (semakin banyak
pengetahuan seseorang, semakin dia merasa bahwa masih banyak hal-hal
yang belum ia ketahuai).2

Dengan demikian, Para intelektual adalah mereka yang terlibat secara


kritis dengan nilai, tujuan dan cita-cita, yang mengatasi kebutuhan-
kebutuhan praktis, baik yang berhubungan dengan agama maupun yang
berhubungan dengan urusan duniawi. Maksudnya, intelektual adalah orang
yang menggarap sekaligus mengkolaborasi antara teori dengan
operasionalnya berdasarkan gagasan-gagasan normatif. Kaum intelektual
adalah mereka yang berusaha membentuk lingkungan dan masyarakatnya
dengan gagasan-gagasan analisis dan normative serta mewujudkan
keadilan, kebebasan, dan kemajuan masyarakatnya.

Seorang Nabi pun, disamping sebagai manusia pilihan yang disucikan


juga sebagai individu yang merupakan bagian dari kaumnya yang
berupaya dan berperan dalam membuka keran-keran ruang kebebasan dan
mengupayakan kemajuan. Nabi, disamping sebagai utusan juga merupakan
seorang intelektual yang peduli dan berjuang untuk memperbaiki aturan
lama dan mempromosikan aturan dan tatanan hidup baru yang lebih
relevan dengan konteks zaman, beliau berhasil membuka mata dunia,
menyebarkan ide-ide baru yang tauhidi untuk melakukan perubahan demi
terwjudnya kesejahtraan.

Sejarah berbicara dunia Intektual Muslim telah berkembang sejak


Islam datang namun perkembangan pesat terjadi pada masa keemasan
Islam pada daulah Bani Abbasiyah dengan lahirnya beberapa tokoh
Intelektual seperti: Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu
2
Arif Budiman. Kebebasan, Negara, Pembangunan: Kumpulan Tulisan 1965-2005. Jakarta :
Pustaka Alvabet, 2006. hal. 155
Taimiyah, Ibnu Rusdy, Ibnu Khaldun dan masih banyak yang lainnya.3
Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa orang muslim pada
awalnya adalah musuh bagi ilmu atau tidak suka terhadap ilmu karena
mereka beranggapan bahwa ilmu adalah hasil pikiran manusia yang
banyak membawa kemudaratan. Mereka hanya menerima ilmu yang
bersumber atau berasal dari Al-Qur’an dan Al- Hadist. Pendapat diatas
pada kenyataan tidak benar karena pada dasarnya ilmu adalah bebas nilai,
sehingga dalam penggunaannya tergantung pada penggunanya itu sendiri,
hal ini dapat dilihat pada tokoh Islam semisal: Al-Kindi, Al- Farabi, Ar-
Razi ketiga tokoh ini adalah orang-orang ahli filsafat, yang mana pertama
kali filsafat dibawa oleh ilmuan non Muslim yaitu Plato, Socrates, dll. Para
tokoh intelektual Muslim tidak menolak secara keseluruhan tetapi mereka
mengadopsi dan mengembalikannya lagi pada sumber ajaran Islam. Meski
kita tahu ada beberapa ilmu yang dihasilkan dari mengadopsi ilmu-ilmu
barat yang kurang sesuai atau berada di luar lingkungan kita tetapi para
ilmuawan telah banyak berjasa terhadap dunia Islam terutama ketika dunia
barat mengalami keterpurukan sampai mereka mengalami masa
renaissaince (lahir kembali) dalam bidang ilmu pengetahuan yang mana
mereke banyak belajar pada para tokoh Intelektual Muslim.

B. Langkah-langkah Menjadi Muslim Yang Intelek

1. Membangun Strategi
Strategi merupakan suatu cara yang disusun untuk memuluskan
pihak terkait dari batu hambatan pertarungan. Menyusun strategi tidak
hanya berlaku untuk perang ataupun sepak bola, tetapi berlaku dimana
saja dalam sebuah pertarungan, tidak terlepas dalam prosesi belajar.
Dalam upaya menjadi seorang muslim yang intelek ada beberapa
langkah yang harus diperhatikan, langkah utama yang harus ditempuh
tidak hanya sebatas melalui disiplin-disiplin akademik dalam arti
perkuliahan (co-curiculer). Dalam persoaalan ini, semua pihak terkait

3
Nurckholis Majid. Khazanah Intelktual Islam, Bulan Bintang. Jakarta. Hal. 81
haruslah berpikir strategis dan dinamis untuk memadukan kedua unsur
penting tersebut dalam membentuk character building yang intelek. Ini
berarti bahwa pembinaan seseorang untuk melangkah menjadi
intelektual disamping dilakukan dengan kulyah-kulyah resmi harus pula
dilakukan diluar jam-jam kulyah, seperti bergabung dengan grup-grup
diskusi dan komunitas intelek lainnya.

a. Membangun pola pikir yang islami

Salah satu tolak ukur seorang intlektual adalah terletak pada


akalnya, akal sangat berperan dalam membentuk pribadi seseorang
yang intelek. Akal adalah gerbang dan dasar pembentuk karakter
seseorang pribadi yang islami, Pola pikir islami juga harus dibangun
dalam diri seorang muslim. Semua alur berpikir seorang muslim
harus mengarah dan bersumber pada satu sumber yaitu kebenaran
dari Allah swt.

Dalam Islam, akal diartikan sebagai daya berfikir yang terdapat


dalam jiwa manusia; daya, yang sebagai digambarkan dalam Al-
Qur’an adalah memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan
alam sekitarnya. Akal dalam pengertian inilah yang dikonstruksi
dalam Islam dengan wahyu yang membawa pengetahuan dari luar
diri manusia, yaitu dari Tuhan.4

Islam sangat menghargai kerja pikir ummatnya. Di dalam al-


Qur’an sering kita jumpai ayat-ayat yang menganjurkan untuk
berpikir, Seperti dalam Q.S.Yunus:100 yang artinya :

“Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin
Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang
tidak mempergunakan akalnya”. (Q.S.Yunus:100),

“Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-


tanaman; zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan.

4
Harun Nasution. 1986. Akal dan Wahyu Dalam Islam. Jakarta : UI-Press. hal. 13
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (Q.S. An-Nahl: 11)

“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan


untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan
perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami
(nya)”. (Q.S. An-Nahl: 12)

Dari uraian ayat-ayat diatas, kita bisa melihat bahwa Islam sangat
menghormati fungsi akal. Penghormatan Islam terhadap fungsi akal
karna didasari atas beberapa hal: Pertama, akal merupakan salah
satu faktor yang menjadikan manusia dipandang sebagai makhluk
ciptaan Allah yang paling baik. Kedua, dengan akalnya, manusia
dapat mencapai peradaban dan kebudayaan yang sangat tinggi.
Ketiga, dengan akal pula, manusia dapat mengemban tugas sebagai
khalifah dimuka bumi ini. Keempat, Allah sendiri yang
memerintahkan manusia untuk menggunakan akal, termasuk dalam
memahami Al-Qur’an itu sendiri dan mencemooh terhadap orang-
orang yang tidak menggunakan akalnya. 5

Oleh karena demikian, seorang muslim harus senantiasa


menggunakan daya pikirnya. Allah mewujudkan fenomena alam
untuk dipikirkan, oleh sebab itu, akal dalam Islam memiliki posisi
yang istimewa, bahkan mulianya manusia disisi Allah terletak pada
akalnya. Tetapi satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa
tujuan berpikir tidak lain adalah untuk meningkatkan keimanan kita
kepada Allah SWT bukan sebaliknya.

b. Membangun Kepribadian yang Islami

Menjadi pribadi yang Islami merupakan suatu hal yang sangat


diperhatikan dalam agama Islam. Hal ini karena Islam itu tidak
hanya ajaran normatif yang hanya diyakini dan dipahami tanpa
diwujudkan dalam kehidupan nyata, tapi Islam memadukan dua hal

5
Ilyas Supena. 2010. Pengantar Filsafat Islam. Semarang : Walisongo Press. hal. 8
antara keyakinan dan aplikasi, antara norma dan perbuatan, antara
keimanan dan amal saleh. Oleh sebab itulah ajaran yang diyakini
dalam Islam harus tercermin dalam setiap tingkah laku, perbuatan
dan sikap insan yang islami.

2. Membangun motivasi keilmuan

Menjadi seorang intelektual bukanlah perkara yang mudah, ia tidak


memadang dengan menyandang gelar sarjana tapi memerlukan usaha
dan pengorbanan yang luar biasa, memiliki semangat keilmuan yang
tinggi dan peka terhadap problem-problem sosial. Untuk menggenggam
predikat intelektual, seseorang harus mampu menggunakan ilmu dan
ketajaman fikirannya untuk mengkaji, menganalisa serta merumuskan
segala perkara dalam kehidupan masyarakat.

Untuk menjadi seorang intelektual, seseorang harus memiliki


motivasi keilmuan yang tinggi, karena motivasi merupakan bahan baku
dan substansi yang diperlukan manusia dalam menempuh perjalanan
hidupnya. Ia adalah kristalisasi formula-formula visi dan misi, serta
orientasi yang terpadu dan terintegrasi secara sempurna, selanjutnya
motivasi tersebut akan menjadi muatan inti dari niat seseorang dalam
melakukan dan memformat bentuk, jenis, dan dimensi keilmuan.

Dengan dasar motivasi ini, kita harus menjadi yang terbaik karena
Islam sebagai konsep dan jalan hidup kita berada pada posisi terluhur
dalam segala dimensinya. Dan kita sebagai umat Islam harus mampu
berada pada setiap dimensi itu dengan menguasai ilmu pengetahuan
sebagai sandaran intelektualitasnya, kepercayaan dan keyakinan sebagai
spiritualitasnya dan prilaku sebagai moralitasnya.

Setiap muslim yang mukallaf pasti memiliki potensi akal, nalar, hati
nurani dan intuisi, potensi ini apabila digunakan secara efektif, yakinlah
bahwa kepribadian yang intelek akan terbantuk, hanya saja tinggal
memaksimalkan dalam penguasaan ilmu pengetahuan baik yang teoritis
maupun ilmu-ilmu yang bersifat praktis. Untuk dapat menguasai ilmu-
ilmu tersebut kita harus terbuka dengan dunia pendidikan baik formal
maupun informal, terbuka dengan sejumlah informasi sepanjang
kehidupan kita, baik itu informasi aktif yang memberikan rumusan dan
kesimpulan, seperti guru, orang tua maupun teman-teman, dan kita juga
harus terbuka dengan informasi pasif yang membutuhkan rumusan dari
kita sendiri dengan bantuan informasi aktif. Informasi-informasi
semacam ini sangat dibutuhkan dalam menguasai ilmu pengetahuan
serta bisa mempengaruhi pemikiran, perasaan dan prilaku kita untuk
bergabung dengan kaum intelektual.

3. Merekonstruksi Kembali Warisan Pemikiran Islam

Kehidupan umat islam sekarang telah dihadapkan pada sebuah


persoalan yang sangat menyedihkan, yaitu rasa bangga terhadap
peradaban luar yang tidak islam. Banyak umat islam sekarang yang
terkena rayuan manis system dan pola hidup dunia barat. Kita
berbondong-bondong membeli pemikiran hasil produk mereka dan
melupakan warisan emas pemikiran produk orang islam sendiri. Kita
telah kelabakan dalam meniru setiap dimensi produk mereka, seperti
system ekonomi, pendidikan dan pola pemikiran, sehingga kita saling
menyerang sesama.

Kita telah enggan dalam memahami sejarah sendiri, melupakan


usaha susah payah ulama tempo dulu dalam hal ilmu pengetahuan
sehingga telah memberi efek yang negative, yaitu kedangkalan
pemikiran islam dikalangan umat sekarang ini. Bahkan lebih
memprihatinkan lagi muncul fenomena ketidak pecayaan terhadap
warisan intelektual umat islam sebagi alternative pengayaan dan
rekonstruksi pemikiran umat kontemporer dalam usahanya untuk
mengatasi distorsi peradaban manusia dari visi dan misi terhadap
konteks kehidupan sekarang ini.

Opini-opini sebagian umat islam produk barat telah menggiring pola


pikir generasi muda Islam untuk mengagumi intelektualitas peradaban
barat. Pemuda-pemudi Islam tidak lagi menyadari, tidak lagi membaca
sejarah bahwa peradaban intelektualitas mereka adalah hasil jiplakan
dari peradaban intelektualitas muslim yang kemudian dirumuskan
dalam bentuk kemusyrikan. Fenomena dilematis ini telah membawa
sikap kekaguman umat islam yang berlebihan terhadap khazanah
intelektualitas peradaban barat (non-islam) seraya mengucilkan
khazanah peradaban intelektualitas sendiri (Islam). Akibat dari rekayasa
dan manipulasi ini telah membawa dunia pendidikan Islam kesebuah
jurang yang sangat menyedihkan yaitu, ideology umat Islam tidak
sepenuhnya lagi berkiblat kepada al-Qur’an dan Sunnah, akan tetapi
telah berpaling kepada filsafat barat yang sarat dengan kemusyrikan.

Dengan melihat realitas demikian, kita sebagai mahasiswa/pemuda


yang peduli dengan nilai warisan keislaman, mari kita membangkitkan
semangat intelektualitas kita dengan membangun ideology yang tauhidi
dengan berpijak kepada al-Qur’an dan Hadits. Mari kita merekonstruksi
kembali pemikiran yang islami mulai dari paradigm, epistimologi dan
metodologi sampai realisasi empirisnya dalam bentuk peradaban Islam
sebagaimana yang telah dibangun oleh para ulama kita, cendikiawan
kita dan kaum intelektual kita tempo dulu. Mudah-mudahan dengan
merekonstruksi wawasan pemikiran Islam mereka, dunia Islam akan
meraih kembali kejayaan dan keemasan peradaban yang maju.

4. Membentuk Unsur-Unsur Kepribadian Yang Intelek dan Islami

Dalam Islam, Seorang intelektual dikenal tidak hanya aktif dalam


berfikir, menguasai ilmu pengetahuan, kritis dalam menanggapi
persoalan sosial, akan tetapi seorang intelektual muslim itu juga
dihitung dari segi keimanannya dan tingkat amal shalehnya. Maka, oleh
karena itu, seseorang yang ingin mempersiapkan diri untuk menjadi
seorang intelektual harus mampu memperlihatkan sikap kepribadiannya
yang islami, aktif dan benar-benar komit dengan keislamannya.
Setidaknya ada tiga aspek yang mendukung seseorang untuk bisa
bergabung dengan kaum intelektual, yaitu komit dengan keimanannya,
aktif dalam menggunakan akalnya dan kuat tingkat amal shalehnya.

a. Iman
Iman merupakan bentuk kata lain dari tauhid dan aqidah. Meski
ketiga kata ini berbeda tapi substansinya sama, yaitu bentuk
pensucian Allah dari sifat-sifat alam atau makhluk. Aqidah
merupakan iman yang kuat kepada Allah dan apa yang diwajibkan
berupa tauhid (mengesakan Allah dalam peribadatan), yaitu berupa
beriman kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-
Nya, hari akhir, taqdir baik dan buruk, serta mengimani semua
cabang dari pokok-pokok keimanan ini serta hal-hal yang masuk
dalam katagorinya berupa prinsip-prinsip agama. Iman secara bahasa
berasal dari kata a-mi-na yang berarti merasa aman dan tenteram,
sedangkan a-ma-na berarti meyakini, percaya, atau beriman. Jika
dilihat dari kata dasarnya, keimanan adalah sesuatu yang
memberikan keamanan dan ketenangan bagi pemiliknya. Jika
keimanan tidak memberikan nuansa tersebut maka telah terjadi
distorsi, penyimpangan, ketidakberfungsingan, bahkan mungkin
kesalahan total pada objek yang diimaninya. Ini parallel dengan
sebuah Firman Allah;
ْ ‫َط َمئِ ُّن قُلُوبُهُ ْم بِ ِذ ْك ِر هَّللا ِ أَال بِ ِذ ْك ِر هَّللا ِ ت‬
ُ‫َط َمئِ ُّن ْالقُلُوب‬ ْ ‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا َوت‬

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi


tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah hati menjadi tenteram”. (Q.S. ar-Ra’d: 28)

Iman merupakan pembentuk dasar kepribadian seseorang


muslim. Iman bukanlah produk akal manusia tetapi ia berasal dari
Zat yang mencipta seluruh alam ini yang termanvestasi dalam
wahyu-Nya. Yang membedakan seorang muslim dengan non-muslim
adalah terletak pada keimanannya. Dalam buku Ensiklopedi Islam
karangan Bisri M. DJaelani disebutkan, bahwa Iman merupakan
kunci keislaman seseorang yang dalam perwujudannya disimbolkan
dengan mengucap dua kalimat syahadat, yaitu persaksian bahwa
tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan sesungguhnya Nabi
Muhammad adalah utusan Allah. Iman merupakan kunci pokok
dalam membentuk keislaman seseorang. Antara iman dan Islam
merupakan satu kesatuan yang saling mengisi, iman tidak ada artinya
tanpa Islam. Begitu juga Islam, ia tidak akan berfungsi bila tidak
dilandasi dengan keimanan.

Dengan demikian, berbicara tentang islam/muslim berarti juga


berbicara tentang iman, kenapa demikian? Karena islam atau seorang
muslim beranjak dari sebuah kalimat tauhid yaitu, “laa ilaha illallah”
(tidak ada Tuhan selain Allah). Begitu juga seorang intelektual
muslim, ia terbina dari kalimat tauhid, maka ia tidak bisa terlepas
dari yang namanya iman. Apabila ia ingin lepas dari iman maka ia
bukan lagi seorang muslim. Oleh sebab itulah seorang intelektual
muslim harus dibangun atas dasar keimanan.

b. Akal
Akal (pemikiran) merupakan aspek kedua dalam membentuk
kepribadian seorang muslim. Ia merupakan muara bagi tiap-tiap
individu yang mukallaf. Dalam islam, akal memiliki posisi yang
sangat central, ia adalah pembentuk karakter manusia sebagai
khalifah dimuka bumi, termulia atas segala makhluk lainnya.
Dengan akal pula manusia dapat berfikir secara dinamis untuk
menghasilkan suatu rumusan yang namanya pemikiran. Pemikiran
merupakan sebuah anugerah Tuhan yang sangat luar biasa.
Dengannya manusia dapat mengetahui kebesaran Sang-Ilahi yang
termanivestasi dialam jagat ini. Dengan akal pula manusia dapat
berkreasi, berinovasi dan berkarya secara baik, efektif dan efesien.
Dengan akal, manusia dapat membentuk karakter kepribadiaannya
dan mampu menata dunia dengan penuh peradaban mulia.

Akan tetapi kita umat Islam harus sadar bahwa, manusia tidak
akan bisa menjaga akalnya kecuali jika Islam ditegakkan.
Pengalaman telah membuktikan bahwa seluruh system hukum yang
berlaku didunia ini sebenarnya tidak mengandung suatu konsepsi
yang menjamin keselamatan akal manusia kecuali jika umat Islam
menerapkan agama-agamanya.
Apabila suatu bangsa mendidik pemuda-pemudinya untuk
menggunakal akal secara efektif dan Islami, maka bangsa tersebut
akan mudah menguasai dunia, tak perlu dengan intervensi militer
yang membunuh banyak orang dan menghancurkan fasilitas sipil
yang bisa berakibat fatal.

Islam yang merupakan agama wahyu (Allah), sangat


menekankan umatnya untuk menggunakan akal, ini bisa dilihat
dengan banyaknya ayat-ayat al-Qur’an yang mengimbau dengan
kata-kata “apakah kalian tidak berfikir”, “apakah kalian tidak
memikirkannnya”, “apakah kalian tidak memperhatikannya”.
Bahkan dalam sebuah Hadits disebutkan “Agama diperuntukkan
bagi orang-orang yang berakal, tidak ada agama bagi yang tidak
berakal”.

Dengan demikian kita bisa menyimpulkan bahwa islam sangat


menekankan umatnya untuk menggunakan akal dengan bijak dan
efektif sehingga dapat meninggikan derajatnya diatas para malaikat.
Oleh karena itu, tidak heran bila aspek yang central dalam
membentuk karakter seorang intelektual muslim adalah terletak pada
sejauh mana ia mampu memfungsikan akalnya. Dengan demikian
jelas bahwa seseorang yang ingin menjadi intelektual muslim harus
mampu mempergunakan akal dan ilmunya dengan efektif dan
terarah.

c. Amal Shaleh

Amal shaleh secara bahasa berarti kerja yang baik, layak, sesuai,
benar, serasi dan segala sesuatu yang bernuansakan makna kebaikan
dan kemaslahatan. Pilihan kata ini amatlah tepat dan mencerminkan
kemukjizatan al-Qur’an. Amal yang shaleh merupakan bentuk ketiga
yang berpengaruh dalam membentuk kepribadian seorang
intelektual. Amal shaleh juga merupakan refleksi konkrit dimensi
kedua dari Islam yaitu syariah, ia adalah sebuah prinsip dasar metode
pemikiran dalam Islam.
Amal shaleh yang dimaksud disini bukan hanya amalan-amalan
yang individual, tapi juga amal shaleh yang berhubungan dengan
sosial seperti mengajarkan orang lain, memberi solusi-solusi
terhadap persoalan masyarakat, saling menasehati dengan penuh
kesabaran dan lain sebagainya.

Oleh karna itu, Islam tidak pernah menyerukan umatnya untuk


memusuhi dunia dan tidak pula memerintahkan umatnya untuk
menghabiskan waktu hanya semata-mata untuk beribadah dan
bermunajat kepada Allah SWT, tetapi Islam adalah sebuah agama
yang berdiri pada Azaz keterpaduan antara dunia dan akhirat,
berupaya merealisasikan kesempurnaan keduanya, menjadikan dunia
sebagai ladang memasuki kehidupan akhirat dan berupaya
membahagiakan umatnya didunia dan akhirat.

Perpaduan ketiga unsur diatas, yaitu iman, akal dan amal saleh
akan menjadi sinergi bagi seseorang untuk menjadi pribadi yang
mulia dan agung. Sinergi ini selanjutnya akan menjadi landasan
kekuatan dalam berbagai dimensi dan aspek kehidupan. Dimulai
dengan memahami esensi keimanan dan pemikiran Islam yang
selanjutnya diaktualisasi dalam bentuk aplikasi (akhlak) baik dalam
konteks individu maupun sosial-masyarakat. Dengan demikian,
membangun pribadi yang islami dengan mengadopsi ketiga unsur
diatas akan menjadikan tiap individu sebagai intelektual yang pada
akhirnya akan mampu membentuk karakter bangsa yang maju,
agung dan berperadaban.

2.3 Dimensi Kreativitas Filsafat Ilmu Membangun Ciri Khas Intelektual


Muslim

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

 Sejak lahir, manusia memperlihatkan kecenderungan mengaktualkan diri


nya yang mencakup kemampuan kreatif. Kreativitas adalah suatu kondisi,
sikap atau keadaan yang sangat khusus sifat nya dan hampir tak mungkin
dirumuskan secara tuntas.
 Seorang intelektual adalah seorang yang kreatif, yang selalu berusaha
mencari kemungkinan yang baru yang mungkin lebih baik dari hasil yang
sudah ada. Dengan demikian, pengertian intelektual merupakan pengertian
sikap hidup, bukan hanya sekedar pengetian dalam dunia pendidikan,
meski sebenarnya antara dunia pendidikan yang tinggi dan sikap hidup
seorang intelektual terdapat korelasi yang tinggi (semakin banyak
pengetahuan seseorang, semakin dia merasa bahwa masih banyak hal-hal
yang belum ia ketahuai).

Anda mungkin juga menyukai