PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Konsep terbaru dari kreativitas yang menonjol dalam filsafat abad ke-
20 didasarkan atas fungsi dasar berfikir, merasa, pengindraan cipta talen
dan intuisi. Kreativitas melibatkan sintesis dari semua fungsi ini bahkan
lebih dari itu karena ada percikan dari dimensi lain.
Empat fungsi kreatif akan kita teropong satu persatu sesuai dengan
pendapat beberapa filsuf dan ilmuan. Meskipun para ahli itu meneropong
nya dari satu fungsi pengamatannya didasarkan atas penjabaran fungsi lain
dalam mengembangkan pendapatnya. Marilah kita ikuti pandangan
mereka.
Pada waktu lahir, otak manusia terdiri dari 100-200 milyar sel neuron.
Setiap sel neuron tersebut siap untuk ditumbuhkan guna memproseskan
beberapa triliyun informasi. Caranya perkembangan sistem yang kompleks
ini terjadi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan intelegensi dan
kepribadian maupun kualitas sebagaimana dialami individu yang
bersangkutan.
Meskipun pada waktu anak manusia lahir ia tidak memiliki ide atau
konsep, konstitusinya memungkinkannya bereaksi terhadap lingkungan-
lingkungannya melalui saluran pengalaman yang dibawa sejak lahir.
Reaksi refleks merupakan permulaan perkembangan, namun kemudian
menjadi respons yang terkontrol, dan akhirnya menjadi suatu organisasi
mental yang luas.
C. Proses Kreatif
D. Tingkat Kreativitas
Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa tingkah laku kreatif bukan suatu
tingkah laku yang random, tak bertujuan atau tak terkontrol. Kreativitas,
meskipun meskipun memperlihatkan unsur divergendalam perwujudannya,
pada hakikatnya merupakan suatu keseimbangan. Setiap penemuan yang
mengandung unsur divergensi menurut suatu keseimbangan kembali
dalam penanjakannya, sebab ia tumbuh dari suatu konvergensi, ia
merupakan suatu mit-sein atau Je suis avec …, “aku bersama … orang
yang signifikanbagi diriku”.
Namun, bila kita ingin daya kreatif manusia tumbuh untuk bisa
memberi urunan terhadap peningkatan harkat dan martabat, maka perlu
peluang bagi manusia untuk mengadakan penemuan yang memberi
kontribusi terhadap “realisasi diri” . untuk itu dituntut suatu relasi manusia
yang ditandai oleh hubungan “aku-kamu” antarpribadi.
1
Semiawan, Conny. Dkk. 2010. Dimensi Kreatif Dalam Filsafat Ilmu. Bandung : Remaja
Rosdakarya. Hal. 59-70
2. Gejolak Alam
4. Biologi
1. Membangun Strategi
Strategi merupakan suatu cara yang disusun untuk memuluskan
pihak terkait dari batu hambatan pertarungan. Menyusun strategi tidak
hanya berlaku untuk perang ataupun sepak bola, tetapi berlaku dimana
saja dalam sebuah pertarungan, tidak terlepas dalam prosesi belajar.
Dalam upaya menjadi seorang muslim yang intelek ada beberapa
langkah yang harus diperhatikan, langkah utama yang harus ditempuh
tidak hanya sebatas melalui disiplin-disiplin akademik dalam arti
perkuliahan (co-curiculer). Dalam persoaalan ini, semua pihak terkait
3
Nurckholis Majid. Khazanah Intelktual Islam, Bulan Bintang. Jakarta. Hal. 81
haruslah berpikir strategis dan dinamis untuk memadukan kedua unsur
penting tersebut dalam membentuk character building yang intelek. Ini
berarti bahwa pembinaan seseorang untuk melangkah menjadi
intelektual disamping dilakukan dengan kulyah-kulyah resmi harus pula
dilakukan diluar jam-jam kulyah, seperti bergabung dengan grup-grup
diskusi dan komunitas intelek lainnya.
“Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin
Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang
tidak mempergunakan akalnya”. (Q.S.Yunus:100),
4
Harun Nasution. 1986. Akal dan Wahyu Dalam Islam. Jakarta : UI-Press. hal. 13
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (Q.S. An-Nahl: 11)
Dari uraian ayat-ayat diatas, kita bisa melihat bahwa Islam sangat
menghormati fungsi akal. Penghormatan Islam terhadap fungsi akal
karna didasari atas beberapa hal: Pertama, akal merupakan salah
satu faktor yang menjadikan manusia dipandang sebagai makhluk
ciptaan Allah yang paling baik. Kedua, dengan akalnya, manusia
dapat mencapai peradaban dan kebudayaan yang sangat tinggi.
Ketiga, dengan akal pula, manusia dapat mengemban tugas sebagai
khalifah dimuka bumi ini. Keempat, Allah sendiri yang
memerintahkan manusia untuk menggunakan akal, termasuk dalam
memahami Al-Qur’an itu sendiri dan mencemooh terhadap orang-
orang yang tidak menggunakan akalnya. 5
5
Ilyas Supena. 2010. Pengantar Filsafat Islam. Semarang : Walisongo Press. hal. 8
antara keyakinan dan aplikasi, antara norma dan perbuatan, antara
keimanan dan amal saleh. Oleh sebab itulah ajaran yang diyakini
dalam Islam harus tercermin dalam setiap tingkah laku, perbuatan
dan sikap insan yang islami.
Dengan dasar motivasi ini, kita harus menjadi yang terbaik karena
Islam sebagai konsep dan jalan hidup kita berada pada posisi terluhur
dalam segala dimensinya. Dan kita sebagai umat Islam harus mampu
berada pada setiap dimensi itu dengan menguasai ilmu pengetahuan
sebagai sandaran intelektualitasnya, kepercayaan dan keyakinan sebagai
spiritualitasnya dan prilaku sebagai moralitasnya.
Setiap muslim yang mukallaf pasti memiliki potensi akal, nalar, hati
nurani dan intuisi, potensi ini apabila digunakan secara efektif, yakinlah
bahwa kepribadian yang intelek akan terbantuk, hanya saja tinggal
memaksimalkan dalam penguasaan ilmu pengetahuan baik yang teoritis
maupun ilmu-ilmu yang bersifat praktis. Untuk dapat menguasai ilmu-
ilmu tersebut kita harus terbuka dengan dunia pendidikan baik formal
maupun informal, terbuka dengan sejumlah informasi sepanjang
kehidupan kita, baik itu informasi aktif yang memberikan rumusan dan
kesimpulan, seperti guru, orang tua maupun teman-teman, dan kita juga
harus terbuka dengan informasi pasif yang membutuhkan rumusan dari
kita sendiri dengan bantuan informasi aktif. Informasi-informasi
semacam ini sangat dibutuhkan dalam menguasai ilmu pengetahuan
serta bisa mempengaruhi pemikiran, perasaan dan prilaku kita untuk
bergabung dengan kaum intelektual.
a. Iman
Iman merupakan bentuk kata lain dari tauhid dan aqidah. Meski
ketiga kata ini berbeda tapi substansinya sama, yaitu bentuk
pensucian Allah dari sifat-sifat alam atau makhluk. Aqidah
merupakan iman yang kuat kepada Allah dan apa yang diwajibkan
berupa tauhid (mengesakan Allah dalam peribadatan), yaitu berupa
beriman kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-
Nya, hari akhir, taqdir baik dan buruk, serta mengimani semua
cabang dari pokok-pokok keimanan ini serta hal-hal yang masuk
dalam katagorinya berupa prinsip-prinsip agama. Iman secara bahasa
berasal dari kata a-mi-na yang berarti merasa aman dan tenteram,
sedangkan a-ma-na berarti meyakini, percaya, atau beriman. Jika
dilihat dari kata dasarnya, keimanan adalah sesuatu yang
memberikan keamanan dan ketenangan bagi pemiliknya. Jika
keimanan tidak memberikan nuansa tersebut maka telah terjadi
distorsi, penyimpangan, ketidakberfungsingan, bahkan mungkin
kesalahan total pada objek yang diimaninya. Ini parallel dengan
sebuah Firman Allah;
ْ َط َمئِ ُّن قُلُوبُهُ ْم بِ ِذ ْك ِر هَّللا ِ أَال بِ ِذ ْك ِر هَّللا ِ ت
َُط َمئِ ُّن ْالقُلُوب ْ الَّ ِذينَ آ َمنُوا َوت
b. Akal
Akal (pemikiran) merupakan aspek kedua dalam membentuk
kepribadian seorang muslim. Ia merupakan muara bagi tiap-tiap
individu yang mukallaf. Dalam islam, akal memiliki posisi yang
sangat central, ia adalah pembentuk karakter manusia sebagai
khalifah dimuka bumi, termulia atas segala makhluk lainnya.
Dengan akal pula manusia dapat berfikir secara dinamis untuk
menghasilkan suatu rumusan yang namanya pemikiran. Pemikiran
merupakan sebuah anugerah Tuhan yang sangat luar biasa.
Dengannya manusia dapat mengetahui kebesaran Sang-Ilahi yang
termanivestasi dialam jagat ini. Dengan akal pula manusia dapat
berkreasi, berinovasi dan berkarya secara baik, efektif dan efesien.
Dengan akal, manusia dapat membentuk karakter kepribadiaannya
dan mampu menata dunia dengan penuh peradaban mulia.
Akan tetapi kita umat Islam harus sadar bahwa, manusia tidak
akan bisa menjaga akalnya kecuali jika Islam ditegakkan.
Pengalaman telah membuktikan bahwa seluruh system hukum yang
berlaku didunia ini sebenarnya tidak mengandung suatu konsepsi
yang menjamin keselamatan akal manusia kecuali jika umat Islam
menerapkan agama-agamanya.
Apabila suatu bangsa mendidik pemuda-pemudinya untuk
menggunakal akal secara efektif dan Islami, maka bangsa tersebut
akan mudah menguasai dunia, tak perlu dengan intervensi militer
yang membunuh banyak orang dan menghancurkan fasilitas sipil
yang bisa berakibat fatal.
c. Amal Shaleh
Amal shaleh secara bahasa berarti kerja yang baik, layak, sesuai,
benar, serasi dan segala sesuatu yang bernuansakan makna kebaikan
dan kemaslahatan. Pilihan kata ini amatlah tepat dan mencerminkan
kemukjizatan al-Qur’an. Amal yang shaleh merupakan bentuk ketiga
yang berpengaruh dalam membentuk kepribadian seorang
intelektual. Amal shaleh juga merupakan refleksi konkrit dimensi
kedua dari Islam yaitu syariah, ia adalah sebuah prinsip dasar metode
pemikiran dalam Islam.
Amal shaleh yang dimaksud disini bukan hanya amalan-amalan
yang individual, tapi juga amal shaleh yang berhubungan dengan
sosial seperti mengajarkan orang lain, memberi solusi-solusi
terhadap persoalan masyarakat, saling menasehati dengan penuh
kesabaran dan lain sebagainya.
Perpaduan ketiga unsur diatas, yaitu iman, akal dan amal saleh
akan menjadi sinergi bagi seseorang untuk menjadi pribadi yang
mulia dan agung. Sinergi ini selanjutnya akan menjadi landasan
kekuatan dalam berbagai dimensi dan aspek kehidupan. Dimulai
dengan memahami esensi keimanan dan pemikiran Islam yang
selanjutnya diaktualisasi dalam bentuk aplikasi (akhlak) baik dalam
konteks individu maupun sosial-masyarakat. Dengan demikian,
membangun pribadi yang islami dengan mengadopsi ketiga unsur
diatas akan menjadikan tiap individu sebagai intelektual yang pada
akhirnya akan mampu membentuk karakter bangsa yang maju,
agung dan berperadaban.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan