Perbandingan Tindak Pidana Percobaan PDF
Perbandingan Tindak Pidana Percobaan PDF
NEGARA
Disusun oleh:
Nama kelompok :
FAK. HUKUM
2018/2019
Dalam ilmu hukum pidana lazim dikenal tiga sistem hukum pidana di dunia yang paling
mengemuka, yaitu 1. Sistem Eropa Kontinental, 2. Sistem Anglo Saxon dan 3. Sistem
Negara-negara sosial. Maka disini akan membandingkan antara sistem hukum Indonesia
dengan sistem hukum Korea yang sama-sama menganut sistem hukum Eropa Kontinental.
Manfaat memperbandingkan hukum pidana kita dengan hukum pidana dari Negara lain
antara lain dapat menambah pemahaman kita mengenai kelebihan dan kelemahan dari dari
hukum pidana kita, sebagaimana yang kita ketahui bahwa hukum pidana yang berlaku
dewasa ini adalah warisan dari penjajahan Belanda dan resminya berbahasa Belanda Belanda.
Sekalipun sudah ditambal-sulam di sana-sini, namun masih perlu pembaharuan.
Perbandingan hukum dalam istilah asing mengenai perbandingan hukum ini, antara lain:
Comparative law, Comparative jurisprudence, Foreign law (istilah inggris); Droit compare
(istilah prancis); Rechtsgelijking (istilah belanda) dan Rechverleichung atau Vergleichende
Rechlehre (istilah jerman)
Adapun perbedaan dalam Comparative Law dan Foreign Law, yaitu :
1. Comprative Law
Mempelajari berbagai sistem asing dengan maksud untuk membandingkannya;
2. Foreign Law
Mempelajari hukum asing dengan maksud semata-mata mengetahui sistem hukum
asing itu sendiri dengan tidak secara nyata bermaksud untuk membandingkannya
dengan sistem hukum yang ada
Perbandingan hukum sebagai suatu metode mengandung arti, bahwa ia merupakan suatu cara
pendekatan untuk lebih memahami suatu objek atau masalah yang diteliti. Oleh karena itu,
sering digunakan dengan istilah metode perbandingan hukum.
Untuk melakukan perbandingan hukum, perlu terlebih dahulu mempelajari sistem hukum dari
negara asing. Setiap negara mempunyai sistem hukumnya sendiri-sendiri. Untuk mengetahui
sistem hukum asing itu sangatlah sulit. Oleh karena itu, untuk memudahkan diadakan
klasifikasi sistem hukum yang ada di dunia dalam beberapa “keluarga hukum” (legal
families)
II. PEMBAHASAN
- Sistematika Hukum Pidana Korea
Hukum pidana Korea sudah dikodifikasikan sebagaimana terdapat dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana Korea (Criminal Code of The Republic of Korea yang
selanjutnya disebut CC saja) yang diundangkan berdasarkan Undang-Undang No. 239
tanggal 18 September 1953. Hukum Pidana Indonesia dikodifikasikan dalam KUHP
(Undang-undang No. 1 Tahun 1946 jo. Undang-undang No. 73 Tahun 1958). Sistematika
Hukum Pidana (KUHP) Indonesia berbeda dengan sistematika CC Korea.
Jika diperbandingkan sistematika KUHP dengan CC, maka perbedaan yang sangat
mencolok yang dapat dilihat dalam hal ini adalah bahwa CC tidak membedakan antara
Kejahatan dengan Pelanggaran, sedangkan KUHP masih membedakannya. Kejahatan
dan Pelanggaran dalam CC disatukan dalam satu buku, dalam hal ini buku kedua yang
memuat tindak pidana.
Selanjutnya, berbeda dengan Buku I KUHP yang dibagi dalam IX BAB + Aturan
Penutup, maka Buku I CC dibagi dalam empat BAB saja yang terdiri dari:
Perbandingan hukum pidana indonesia dengan Korea dalam percobaan tindak Pidana.
Dari perumusan tersebut diatas terlihat bahwa unsur-unsur dapat dipidana nya
percobaan melakukan kejahatan, ialah apabila seseorang : a. Mulai
melaksanakan suatu kejahatan, dan
b. Pelaksanaan itu:
- Tidak diselesaikan atau
- Akibatnya terjadi
Sub 2 : Whoever attempts to commit an offence shall be liable to two thirds of the
punishment provided for such offence
(Barangsiapa mencoba melakukan tindak pidana akan dipidana dua pertiga dari
ancaman pidana yang ditetapkan untuk tindak pidana yang ditetapkan untuk tindak
pidana yang bersangkutan).
Unsur-unsur :
1. Telah mulai melakukan suatu tindak pidana (telah ada permulaan pelaksanaan)
2. Tidak diselesaikannya
3. Hasil/akibat tujuannya tidak tercapai
1. Telah mulai melakukan suatu tindak pidana (jadi telah ada permulaan
pelaksanaan)
2. Tetapi pelaksanaan itu:
- Tidak diselesaikannya, atau
- Hasil/akibat tujuannya tidak tercapai
Rumusan ini pada intinya sama dengan rumusan dalam pasal 25 KUHP Korea seperti
telah dikemukakan di atas.
Menurut Prof. Mulyatno pernah mengemukakan pendapat bahwa unsur ke-3 delik
percobaan dalam pasal 53 KUHP Indonesia (“pelaksanaan tidak selesai bukan karena
kehendak sendiri”) merupakan alasan penghapus penuntutan. Walaupun demikian
beliau tidak berkeberatan untuk menuntut orang yang secara sukarela telah
mengurungkan niatnya itu apabila telah menimbulkan kerugian, dan pidananya dapat
dikurangi menurut kebijaksanaan hakim. Pendapat Prof. Muliyatno ini mirip dengan
penggabungan ketentuan dalam KUHP Korea dan Thailand.
Dalam melakukan Perbandingan Tindak Pidana Percobaan Indonesia dengan Negara asing
yaitu Negara Korea dan Negara Thailand kami mengetahui suatu kekurangan dan kelebihannya.Yang
menjadi suatu kelebihan dan kekurangan dalam sistem Tindak Pidana Percobaan yaitu :
1. Negara Indonesia
Kelebihan yaitu :
Kekurangan yaitu :
1. Tidak adanya perlindungan terhadap orang yang menjadi korban kejahatan atau tidak
mendapatkan perhatian dari pembentuk undang-undang.
2. Negara Korea
Negara Thailand
Kelebihan yaitu :
1. Adanya perlindungan terhadap korban yang dimana diberdayakan sehingga hak asasi
korban dapat diperjuangkan.
2. Sistem peradilan pidana Thailand lebih mengarah kepada “Crime Control Model” dan
berlaku apa yang disebut dengan “Presumtion Of Guilty”
Kekurangan yaitu :
BUKU
INTERNET