Anda di halaman 1dari 11

PERBANDINGAN HUKUM PIDANA PERCOBAAN ANTAR

NEGARA

Dosen Pengasuh: Dr. July Esther S.H.,M.H

Disusun oleh:

Nama kelompok :

1. Ramot Hasibuan (17600016)


2. Merlinda Anatasya Laia (17600021)
3. Cristina Simalango (17600035)

UNIVERSITAS HKBP NOMENSEN

FAK. HUKUM

2018/2019

PERBANDINGAN TINDAK PIDANA PERCOBAAN


INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN
I. PENDAHULUAN

Dalam ilmu hukum pidana lazim dikenal tiga sistem hukum pidana di dunia yang paling
mengemuka, yaitu 1. Sistem Eropa Kontinental, 2. Sistem Anglo Saxon dan 3. Sistem
Negara-negara sosial. Maka disini akan membandingkan antara sistem hukum Indonesia
dengan sistem hukum Korea yang sama-sama menganut sistem hukum Eropa Kontinental.
Manfaat memperbandingkan hukum pidana kita dengan hukum pidana dari Negara lain
antara lain dapat menambah pemahaman kita mengenai kelebihan dan kelemahan dari dari
hukum pidana kita, sebagaimana yang kita ketahui bahwa hukum pidana yang berlaku
dewasa ini adalah warisan dari penjajahan Belanda dan resminya berbahasa Belanda Belanda.
Sekalipun sudah ditambal-sulam di sana-sini, namun masih perlu pembaharuan.
Perbandingan hukum dalam istilah asing mengenai perbandingan hukum ini, antara lain:
Comparative law, Comparative jurisprudence, Foreign law (istilah inggris); Droit compare
(istilah prancis); Rechtsgelijking (istilah belanda) dan Rechverleichung atau Vergleichende
Rechlehre (istilah jerman)
Adapun perbedaan dalam Comparative Law dan Foreign Law, yaitu :

1. Comprative Law
Mempelajari berbagai sistem asing dengan maksud untuk membandingkannya;
2. Foreign Law
Mempelajari hukum asing dengan maksud semata-mata mengetahui sistem hukum
asing itu sendiri dengan tidak secara nyata bermaksud untuk membandingkannya
dengan sistem hukum yang ada

Perbandingan hukum sebagai suatu metode mengandung arti, bahwa ia merupakan suatu cara
pendekatan untuk lebih memahami suatu objek atau masalah yang diteliti. Oleh karena itu,
sering digunakan dengan istilah metode perbandingan hukum.

Untuk melakukan perbandingan hukum, perlu terlebih dahulu mempelajari sistem hukum dari
negara asing. Setiap negara mempunyai sistem hukumnya sendiri-sendiri. Untuk mengetahui
sistem hukum asing itu sangatlah sulit. Oleh karena itu, untuk memudahkan diadakan
klasifikasi sistem hukum yang ada di dunia dalam beberapa “keluarga hukum” (legal
families)

II. PEMBAHASAN
- Sistematika Hukum Pidana Korea
Hukum pidana Korea sudah dikodifikasikan sebagaimana terdapat dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana Korea (Criminal Code of The Republic of Korea yang
selanjutnya disebut CC saja) yang diundangkan berdasarkan Undang-Undang No. 239
tanggal 18 September 1953. Hukum Pidana Indonesia dikodifikasikan dalam KUHP
(Undang-undang No. 1 Tahun 1946 jo. Undang-undang No. 73 Tahun 1958). Sistematika
Hukum Pidana (KUHP) Indonesia berbeda dengan sistematika CC Korea.

Sistematika KUHP terdiri dari tiga buku, yaitu:

• Buku I yang memuat Ketentuan Umum


• Buku II yang memuat Kejahatan
• Buku III yang memuat Pelanggaran

Sedangkan CC terdiri dari dua buku saja, yaitu:

• Buku pertama : Ketentuan-ketentuan Umum


• Buku Kedua : Ketentuan-ketentuan Khusus yang memuat tindak
pidana

Jika diperbandingkan sistematika KUHP dengan CC, maka perbedaan yang sangat
mencolok yang dapat dilihat dalam hal ini adalah bahwa CC tidak membedakan antara
Kejahatan dengan Pelanggaran, sedangkan KUHP masih membedakannya. Kejahatan
dan Pelanggaran dalam CC disatukan dalam satu buku, dalam hal ini buku kedua yang
memuat tindak pidana.

Selanjutnya, berbeda dengan Buku I KUHP yang dibagi dalam IX BAB + Aturan
Penutup, maka Buku I CC dibagi dalam empat BAB saja yang terdiri dari:

• BAB I. Batas berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


• BAB II. Tindak Pidana (Crime)  BAB III. Pidana (Punishment)
• BAB IV. Penghitungan waktu.

- Sistematika Hukum pidana indonesia


KUHP atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah kitab undang-undang hukum
yang berlaku sebagai dasar hukum di Indonesia. KUHP merupakan bagian hukum politik
yang berlaku di Indonesia, dan terbagi menjadi dua bagian: hukum pidana materiil dan
hukum pidana formil. Semua hal yang berkaitan dengan hukum pidana materiil adalah
tentang tindak pidana, pelaku tindak pidana dan pidana (sanksi). Sedangkan, hukum pidana
formil adalah hukum yang mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil.

Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :


1.Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
2.Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
3.Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).

- Sistematika Hukum Pidana Thailand


Induk Hukum Pidana Thailand adalah Penal Code of Thailand atau Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Thailand. Penal Code of Thailand ini terdiri dari 3 buku yaitu
1. General Provision (Ketentuan Umum) dari Pasal 1 sampai dengan Pasal 101; 2.
Specific Offences (Tindak Pidana Tertentu) dari Pasal 136 sampai dengan Pasal 366;
3. Petty Offences (Tindak Pidana Ringan) dari Pasal 367 sampai dengan Pasal 398.

PERBANDINGAN HUKUM PIDANA

Perbandingan hukum pidana indonesia dengan Korea dalam percobaan tindak Pidana.

A. Menurut Negara Indonesia


Adapun bahasa istilah mengenai percobaan, adalah usaha kehendak berbuat
atau melakukan sesuatu dalam keadaan diuji. Dari apa yang dijelaskan diatas, ada dua
arti dalam percobaan. Pertama, tentang apa yang dimaksud dengan usaha hendak
berbuat, ialah orang yang telah mulai berbuat (untuk mencapai suatu tujuan) yang
mana perbuatan itu tidak menjadi selesai. Kedua, “melakukan sesuatu dalam keadaan
diuji” adalah pengertian yang lebih spesifik ialah berupa melakukan perbuatan atau
rangkaian perbuatan dalam hal untuk menguji suatu kajian tertentu dibidang ilmu
pengetahuan tertent.
Dalam pasal 53 ayat (1) KUHP tidaklah merumuskan perihal pengertian mengenai
percobaan melainkan merumuskan tentang syarat-syarat untuk dapat dipidananya bagi
orang yang melakukan percobaan kejahatan. Adapun tentang syarat untuk
dipidananya pembuat percobaan kejahatan dirumuskan dalam pasal 53 ayat (1) yakni
“mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya
permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata
disebabkan karena kehendaknya sendiri. Jadi ada 3 syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Adanya niat
2. Adanya permulaan pelaksanaan
3. Pelaksanaan tidak selesai yang bukan karena kehendaknya sendiri
B. Menurut Negara korea
Ketentuan mengenai percobaan diatur dalam pasal 25 s.d 29 yang termasuk
dalam “ketentuan-ketentuan umum” (bagian I)
(1) Where a person commences the execution of a crime but does not complete it
or the result does not occur, he shall be punished for attemped to commit such
crime.
(Jika seseorang melakukan eksekusi kejahatan tetapi tidak menyelesaikannya
atau hasilnya tidak terjadi, ia akan dihukum karena berusaha melakukan
kejahatan tersebut)

Dari perumusan tersebut diatas terlihat bahwa unsur-unsur dapat dipidana nya
percobaan melakukan kejahatan, ialah apabila seseorang : a. Mulai
melaksanakan suatu kejahatan, dan
b. Pelaksanaan itu:
- Tidak diselesaikan atau
- Akibatnya terjadi

Adapun perlu diperhatikan bahwa ada unsur-unsur criminal attempt dalam


Pasal 25 (1) diatas yakni tidak dimasukkannya unsur-unsur adanya niat dan
pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata karena kehendak sendiri seperti
terdapat dalam rumusan pasal 53 KUHP indonesia.

Percobaan dapat dipidana tidaklah terhadap semua jenis kejahatan, karena


dalam ketentuan umum pasal 29 ditetapkan sebagai berikut:

“ The punishment of attempted crimes will be specifically provided in each


article concerned”

Jadi, pasal 25 (1) diatas hanya menetapkan syarat-syarat/unsur-unsur kapan


akan dikatakan ada percobaan kejahatan yang dapat dipidana; sedangkan
menurut pasal 29 kejahatan-kejahatan mana yang percobaannya yang dapat
dipidana ditetapkan dalam pasal tersendiri. Dengan perkataan lain, percobaan
kejahatan dirumuskan sebagai delik tersendiri dalam pasal-pasal (kejahatan)
yang bersangkutan dalam ketentuan khusus bagian II.
Perlu diketahui percobaan-percobaan kejahatan yang dapat dipidana menurut
KUHP korea, antara lain:

1. Terhadap penyerangan negara asing(antara lain membujuk dengan negara


asing; bekerja sama dengan musuh, memberi keuntungan kepada musuh)
2. Terhadap penggunaan bahan-bahan peledak
3. Terhadap perbuatan melarikan diri atau membantu melarikan diri dari
penahanan yang sah
4. Terhadap kejahatan pembakaran karena kealpaan
5. Terhadap beberapa jenis kejahatan sarana lalu lintas
6. Terhadap kejahatan yang berhubungan dengan keuangan
7. Terhadap pembunuhan penculikan dan sebagainya

Mengenai pelaksanaan kejahatan tidak selesai, pasal 26 KUHP korea


merumuskannya sebagai berikut

“Where a person, after commencing the execution of a crime, voluntarily


desists from his criminal conduct or prevents the consummation there of,
punishment shall be mitigated or remitted”

(Apabila seseorang, setelah melaksanakan kejahatan, dengan sengaja atau


sukarela menghentikan perbuatannya itu atau mencegah selesainya
pelaksanaan kejahatan itu, pidananya akan dikurangi atau dihapuskan)

Dari rumusan tersebut terlihat bahwa apabila pelaksanaan dari percobaan


kejahatan itu tidak selesai karena kehendak sendiri dari si pelaku, yaitu dengan
sengaja/ secara sukarela:

a. Menghentikan perbuatan jahatnya, atau


b. Mencegah selesainya pelaksanaan kejahatan itu

Maka terhadap si pelaku pidananya dapat dikurangi atau dihapuskan. Jadi


tidak selesainya percobaan atas kehendak sendiri menurut KUHP korea, tidak
secara otomatis dapat merupakan alasan penghapus pidana. Ini berbeda
dengan KUHP indonesia.
C. Menurut Negara Thailand
Ketentuan mengenai percobaan diatur dalam pasal 80-82 Buku I mengenai
“ketentuan-ketentuan umum”. Syarat-syarat atau unsur-unsur dapat dipidananya
percobaan dirumuskan dalam pasal 80 sebagai berikut.
Sub 1: Whoever commences to commit an offence, but does not carry it through, or
carries it through but does not achieve its end, is said to attemot to commit an offence.
(Dikatakan melakukan percobaan tindak pidana, barangsiapa mulai melakukan suatu
tindak pidana, tetapi tidak menyelesaikannya tetapi tidak mencapai hasil/tujuannya.
Unsur – unsur :
1. Mulai melakukan tindak pidana
2. Tidak menyelesaikan atau melaksanakan/menyelesaikan tetapi tidak mencapai
hasil

Sub 2 : Whoever attempts to commit an offence shall be liable to two thirds of the
punishment provided for such offence

(Barangsiapa mencoba melakukan tindak pidana akan dipidana dua pertiga dari
ancaman pidana yang ditetapkan untuk tindak pidana yang ditetapkan untuk tindak
pidana yang bersangkutan).
Unsur-unsur :
1. Telah mulai melakukan suatu tindak pidana (telah ada permulaan pelaksanaan)
2. Tidak diselesaikannya
3. Hasil/akibat tujuannya tidak tercapai

Percobaan tidak mampu (Ps.81)


Percobaan tidak mampu, baik tidak mampu alat maupun tidak mampu objek yang
ditujunya, maka akan dikenakan pidana lebih ringan, yakni ½ dari maksimum pidana
yang diancamkan untuk TP yang bersangkutan.
• Thailand tidak memasukkan secara tegas “niat”dan “menghentikan bukan karena
kehendak sendiri”sebagai salah satu unsur Percobaan.
• Namun, pabila terdapat penghentian pelaksanaan atas kehendak sendiri (Ps. 82):
1. Tidak dipidana, dalam hal “RUCKTRIIT” atau “TATiGER REUE”.
2. Tetap dipidana apabila tidak selesainya atas kehendak sendiri itu telah merupakan TP
tersendiri menurut UU.
rumusan diatas terlihat bahwa unsur-unsur percobaan tindak pidana menurut KUHP
Thailand, ialah:

1. Telah mulai melakukan suatu tindak pidana (jadi telah ada permulaan
pelaksanaan)
2. Tetapi pelaksanaan itu:
- Tidak diselesaikannya, atau
- Hasil/akibat tujuannya tidak tercapai

Rumusan ini pada intinya sama dengan rumusan dalam pasal 25 KUHP Korea seperti
telah dikemukakan di atas.

Perumusan unsur-unsur percobaan dalam Pasal 60 KUHP Thailand tersebut, seperti


halnya dengan pasal 25 KUHP korea, tidak memasukkan secara tegas adanya unsur
niat dan pelaksanaan tidak selesai bukan semata-mata karena kehendaknya sendiri
seperti halnya dalam pasal 53 KUHP indonesia.

Menurut Prof. Mulyatno pernah mengemukakan pendapat bahwa unsur ke-3 delik
percobaan dalam pasal 53 KUHP Indonesia (“pelaksanaan tidak selesai bukan karena
kehendak sendiri”) merupakan alasan penghapus penuntutan. Walaupun demikian
beliau tidak berkeberatan untuk menuntut orang yang secara sukarela telah
mengurungkan niatnya itu apabila telah menimbulkan kerugian, dan pidananya dapat
dikurangi menurut kebijaksanaan hakim. Pendapat Prof. Muliyatno ini mirip dengan
penggabungan ketentuan dalam KUHP Korea dan Thailand.

Ketentuan Indonesia Korea Thailand


Aturan Hukum pidana di Hukum pidana korea Hukum pidana thailand diatur
hukum Indonesia diatur dalam diatur dalam kitab dalam kitab undang-undang
KUHP ( kitab undang-undang korea Thailand (penal code of
undangundang hukum (Criminal Code of The Thailand)
pidana ) Republic of
Korea yang selanjutnya
disebut CC)
berdasarkan
UndangUndang No.
239 tanggal 18
September 1953.
Sistematik Dalam sistematika Dalam sistematika Dalam sistematika hukum
a hukum hukum pidana diatur hukum pidana diatur pidana diatur dalam 3 buku
kedalam 3 bagian buku: dalam 4 bab yaitu: Bab I yaitu: Buku I (tentang ketentuan
Buku I (tentang (batas berlakunya Umum), Buku II (tentang tindak
ketentuan pidana), undang-undang) , Bab II pidana tertentu) dan Bab III
Buku II (tentang (tindak pidana), Bab III
(tentang tindak pidana berat)
kejahatan), Buku III ( pidana) dan Bab IV
(tentang pelanggaran) (perhitungan waktu)
Unsur – 1. Adanya niat 1. Mulainya suatu 1. Mulai melakukan tindak
unsurnya 2. Adanya permulaan pelaksanaan pidana
pelaksanaan kejahatan 2. Tidak
3. Pelaksanaan 2. Pelaksaan itu: menyelesaikan/melaksan
tidak selesai - Tidak akan tetapi tidak
yang bukan diselesaikan mencapai hasil.
karena - Dan
kehendaknya akibatnya
sendiri yang terjadi
3. Pelaksaan tidak
selesai bukan
semata-mata
karena
kehendaknya
sendiri

PERBANDINGAN TINDAK PIDANA PERCOBAAN INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN

Dalam melakukan Perbandingan Tindak Pidana Percobaan Indonesia dengan Negara asing
yaitu Negara Korea dan Negara Thailand kami mengetahui suatu kekurangan dan kelebihannya.Yang
menjadi suatu kelebihan dan kekurangan dalam sistem Tindak Pidana Percobaan yaitu :

1. Negara Indonesia

Kelebihan yaitu :

1. Dalam KUHP masih membedakan suatu tindakan kejahatan dan pelanggaran.


2. Dalam KUHP Hapusnya Hak Penuntut ( Hak Pelaksanaan ) di berlakukan di KUHP dapat
ditemukan dalam Pasal 83 sampai dengan Pasal 85.
3. Lebih diperhatikannya hak-hak tersangka dan terdakwa
4. Adanya bantuan hukum pada semua tingkat pemeriksaan
5. Diaturnya dasar hukum untuk penangkapan/penahanan disertai dengan pembatasan jangka
waktunya
6. Ketentuan mengenai ganti kerugian dan rehabilitasi.

Kekurangan yaitu :

1. Tidak adanya perlindungan terhadap orang yang menjadi korban kejahatan atau tidak
mendapatkan perhatian dari pembentuk undang-undang.

2. Negara Korea

Kelebihan dalam CC yang dimana mengenai Tindak Pidana Percobaan yaitu :

1. Dalam CC tidak membedakan antara kejahatan dengan pelanggaran.


2. Kejahatan dan Pelanggaran dalam CC disatukan dalam satu buku yang dimana dalam hal ini
buku kedua yang memuat tindak pidana.
3. Dalam suatu penyertaan dalam CC memiliki 3 Penyertaan mengenai antara lain : 1. Pelaku
peserta (Co-principlas), yaitu dua orang atau lebih bersama-sama melakukan suatu tindak
pidana (Pasal 30).
2. Penghasut (Instigator), yaitu seseorang yang menghasut orang lain untuk
melakukan suatu tindak pidana (Pasal 31).
3. Pembantu (Accessories), yaitu mereka yang membantu atau memberi bantuan
kepada kepada orang lain yang melakukan suatu tindak pidana (pasal 32)
4. Penghasut yang gagal (pasal 30 ayat 3)

Kekurangan dalam CC yang dimana mengenai Tindak Pidana Percobaanyaitu :

1. Dalam CC mengenai Hapusnya Hak Penuntutan tidaklah di atur dalam CC .

Negara Thailand

Kelebihan yaitu :

1. Adanya perlindungan terhadap korban yang dimana diberdayakan sehingga hak asasi
korban dapat diperjuangkan.
2. Sistem peradilan pidana Thailand lebih mengarah kepada “Crime Control Model” dan
berlaku apa yang disebut dengan “Presumtion Of Guilty”

Kekurangan yaitu :

1. Thailand menganut sistem penuntutan Mandatory Prosecutorial System.


2. Tidak memiliki kewenangan untuk memberikan petunjuk kepada penyidik dalam
melengkapi hasil penyidikan yang masih kurang
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Prof.Dr.Barda Nawawi Arief, S.H. Perbanding Hukum Pidana (Jakarta:Gravindo Persada,


1990)

INTERNET

Bab III Metode Penelitian dalam http://purpleworl.blogspot.com. 29 Oktober 2013.

Laporan Tahunan Kejaksaan RI dalam http://www.kejaksaan.go.id, 2 Maret 2014.

Lembaga/lppm/f113/jurnal/pembentukan Negara dalam http://www.usd.ac.id, 1 Februari


2014.

Pembaharuan Dalam Rancangan Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum


Acara Pidana Indonesia dalam http://www.aai.or.id/v3/index.php?option=com, 2
Maret 2014.

Sejarah Lahirnya KUHAP Setelah Lahirnya dalam http://dediwongelik.blogspot.com, 2


Oktober 2013.

Sistem Hukum Anglo Saxon dan Sistem dalam http://rizalwarahadi.blogspot.com, 1 Oktober


2013.

Anda mungkin juga menyukai