Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Keperawatan Kritis 2 yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kritis Pada
Kasus Peritonitis”

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan
umumnya kepada semua pihak yang membaca makalah ini. Dalam
menyelesaikan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari
banyak pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: Dra. Sugijati,
S.Kep., Ns, MMKes selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Kritis 2.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat penulis
butuhkan demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 15 September 2018

Kelompok 7

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I (PENDAHULUAN).....................................................................................1

A. Latar belakang...............................................................................................1

B. Rumusan masalah.........................................................................................1

C. Tujuan...........................................................................................................2

BAB II (PEMBAHASAN).......................................................................................3

A. Konsep Teori.................................................................................................3

1. Definisi Peritonitis........................................................................................3

2. Klasifikasi.....................................................................................................3

3. Etiologi..........................................................................................................4

4. Manifestasi Klinis.........................................................................................5

5. Patofisiologi..................................................................................................6

6. Pathway Keperawatan...................................................................................8

7. Komplikasi....................................................................................................9

8. Pemeriksaan Penunjang................................................................................9

9. Penatalaksanaan Medis...............................................................................10

B. Konsep Asuhan Keperawatan.....................................................................12

BAB III (PENUTUP).............................................................................................21

A. Kesimpulan.................................................................................................21

B. Saran............................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................22

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Peradangan merupakan respon terhadap cedera. Arti khususnya,
peradangan adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman
cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan
interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Peradangan sebenarnya
adalah gejala menguntungkan dan pertahanan, yang hasilnya adalah
netralisasi dan pembuangan agen-agen penyerang, penghancur jaringan
nekrosis, pembentukkan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan serta
pemulihan. Peradangan bisa terjadi di seluruh bagian tubuh manusia,
misalnya peritonitis.
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada
selaput organ perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis da
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.
Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan
pathogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptic. Pada keadaan normal,
peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inkolasi kecil-kecilan),
kontaminasi yang terus menerus, bakteri yan virulen, resistesi yang
menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil
karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan
penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada
data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat di dalam makalah ini yaitu :
1. Apa definisi dari peritonitis ?
2. Bagainana klasifikasi dari peritonitis ?
3. Apa saja etiologi dari peritonitis ?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari peritonitis ?

1
5. Bagaimana patofisiologi dari peritonitis ?
6. Bagaimana pathway keperawatan tentang peritonitis ?
7. Apa saja komplikasi dari peritonitis ?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk peritonitis ?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis untuk pasien peritonitis ?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pasien dengan peritonitis ?

C. Tujuan
Adapun rumusan masalah yang terdapat di dalam makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari peritonitis.
2. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi dari peritonitis.
3. Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari peritonitis.
4. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari peritonitis.
5. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi dari peritonitis.
6. Untuk mengetahui dan memahami pathway keperawatan tentang
peritonitis.
7. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi dari peritonitis.
8. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang untuk
peritonitis.
9. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan medis untuk
pasien peritonitis.
10. Untuk mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pasien
dengan peritonitis.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Teori
1. Definisi Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membrane serosa
rongga abdomen dan meliputi visera yang merupakan penyulit berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan
gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans
muscular dan tanda – tanda umum inflamasi. ( Santosa, Budi. 2005)
Peritonitis merupakan proses peradangan pada membran mukosa
pada ruang abdomen dan organ viscera peritonium yang dapat disebabkan
oleh perforasi apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastro duodenum,
ruptura saluran cerna, obstruksi dan strangulasi saluran cerna, komplikasi
post operasi, iritasi kimiawi, atau luka tembus abdomen. (Suratun. 2010)

2. Klasifikasi
Peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (Suratun. 2010)
a) Peritonitis primer (spontan). Disebabkan oleh penyebaaran
mikroorganisme melalui hematogen. Penyebab paling sering dari
peritonitis primer adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hepar kronis selain penyebab lainnya seperti E.Coli,
streptococcus atau pneumococus. Pasien yang berisiko menderita
peritonitis primer ini bila adanya malnutrysy keganasan intrabdomeen,
imunosupresi, splenektomi, sindrom nefrotik, gagal ginjl kronik, lupus
eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
b) Peritonitis sekunder. Penyebab yang paling sering perforasi atau
nekrosis viscera oleh bakteri seperti perforasi appendicitis, perforasi
gaster dan penyakit ulkus duodenum, p0erforasi kolon akibat
diverticulitis, perforasi setelah endoskopi, kateterisasi dan biopsy,
volvulus, kanker serta strangulasi usus setinggi isi organ tersebut akan
keluar ke cavitas peritoneum. Trauma akibat penetras benda tajam dapat
menyebabkan perforasi organ dalam dan memicu infeksi pada cavitas
peritoneum. Bakteri penyebab terbesar adalah bakteri gram positif.

3
c) Peritonitis tertier. Biasanya disebabkan oleh kekambuhan penyakit
setelah selesai pengobatannya dan umumnya disebabkan oleh jamur.
Pasien dengan peritonitis tersier biasanya terdapat abses atau flegmo,
dengan atau tanpa fistula disertai penurunan daya tahan tubuh.

3. Etiologi
a) Infeksi bakteri
1) Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan
beta hemolitik, stapilokokus aureus, enterokokus dan yang paling
berbahaya adalah clostridium wechii.
2) Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
3) Appendiksitis yang meradang dan perforasi
4) Tukak peptik (lambung / dudenum)
5) Tukak thypoid
6) Tukak pada tumor
b) Secara langsung dari luar.
1) Operasi yang tidak steril
2) Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa
3) Trauma pada kecelakaan peritonitis lokal seperti rupturs limpa,
ruptur hati
4) Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
c) Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,
glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau
pnemokokus.
d) Post operasi. Prosedur pembedahan yang menyebabkan cidera pada
kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus (Lepasnya
anastomosis usus) dapat menyebabkan perpindahan bakteri ke rongga
peritoneum.
e) Dialysis peritoneal. Penyebab tersering adalah infeksi pada pipa saluran
hemodialisa yang menjadi port de entry mikroorganisme.

4
f) Iritasi tanpa infeksi. Misalnya peradanan pancreas (pancreatitis akut)
atau bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat
menyebabkan peritonitis

4. Manifestasi Klinis
Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya.
1) Biasanya penderita muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri
tumpul di perutnya.
2) Bisa terbentuk satu atau beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan
jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang
akhirnya bisa menyumbat usus. Bila peritonitis tidak diobati dengan
seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat. Gerakan
peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan
usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam
rongga peritoneum.
3) Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya
bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau
hati dan bekuan darah yang menyebar.

Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat yaitu :


1) Demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia,
takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi.
2) Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum
ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa
tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi
peritoneum. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu
pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat,
penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik,
syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia
dan penderita geriatric.

5
5. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Bila bahan-bahan
infeksi tersebar luas pada pemukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar,
dapat timbul peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan
dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oliguri. Peritonitis menyebabkan penurunan
aktivitas fibrinolitik intraabdomen (meningkatkan aktivitas inhibitor
aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan
jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting
dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam
jumlah yang sangat banyak di antara matriks fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan
mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-
kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada
keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu
mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman
dengan membentuk kompartemen - kompartemen yang kita kenal sebagai
abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai
sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat
penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen.
Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga
abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang
tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri
dengan neutrofil.
Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan
bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi
Bacteroides fragilis dan bakterigram negatif, terutama E. coli. Isolasi
peritoneum pada pasien peritonitis menunjukkan jumlah Candida albicans
yang relatif tinggi, sehingga dengan menggunakan skor APACHE II (acute

6
physiology and cronic health evaluation) diperoleh mortalitas tinggi, 52%,
akibat kandidosis tersebut. Saat ini peritonitis juga diteliti lebih lanjut
karena melibatkan mediasi respon imun tubuh hingga mengaktifkan
systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multiple organ
failure (MOF).

7
6. Pathway Keperawatan

InfeksiBakteri, virus, Trauma Appendiksitis Konsumsi diit rendah serat


cacing/ parasitabdomen

Obstruksi lumen peritonium Fekalit dalam lumen


Ruptur Peritonium Perforasi
Mukosa Terbendung Konstipasi

Sekresi mukus terus menerus Tekanan intra sekal

Tekanan intra luminal


Respon inflamasi Sumbatan fungsional dan pertumbuhan
kuman kolon
Aliran limfe terhambat
Oedema, ulserasi mukosa

Peritonitis

Pre Operasi

Peradangan Peritonium Peningkatan Peristaltik Proses infeksi Konsumsi


mendadak diit rendah serat

Proses penyakit Anoreksia, mual, muntah ruptur Kemungkinan distensi


abdomen
Nyeri Ketidakseimbangan nutrisi Resiko Konstipasi
kurang dari kebutuhan infeksi
Hipetermi tubuh

Post Operasi

Pembedahan/Laparatomy Pembatasan, paskaoperasi (puasa) Kelemahan fisik

Resiko Intoleransi
Nyeri kekurangan aktivitas
volume cairan
Resiko
infeksi

8
Sumber: Mansjoer,2000 dan Syamsuhidayat,2004.

7. Komplikasi
Penumpukan cairan mengakibatkan penurunan tekanan vena
sentral yang menyebabkan gangguan elektrolit bahkan hipovolemik, syok
dan gagal ginjal.

a) Abses peritoneal
b) Cairan dapat mendorong diafragma sehingga menyebabkan kesulitan
bernafas.
c) Sepsis

8. Pemeriksaan Penunjang
a) Test laboratorium
1) Complete blood count (CBC). Dapat terjadi leukositosis karena
adanya infeksi intraabdomen (leukosit > 20.000/µL) terjadi
leucopenia pada pasien yang mengalami penurunan daya tahan
tubuh dan menderita infeksi jamur, serta cytomegalovirus ; sel
darah merah meningkat (hemokonsentrasi).
2) Tes fungsi hati jika ada dugaan gangguan liver; peningkatan
SGOT/SGPT.
3) Serum amylase dan lipase meningkat jika adanya dugaan
pancreatitis.
4) Serum protein/albumin; menurun, karena keluar ke intersisiel.
5) Analisa gas darah : asidosis metabolic dan alkolisis respiratorik

b) X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
1) Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
2) Usus halus dan usus besar dilatasi.
3) Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

c) Radiografi abdomen; dapat terjadi distensi usus dengan akumulasi


cairan, distensi gas pada abdomen karena ada udara bebas pada
abdomen, penebalan lumen, ileus paralitik dan terdapat perforasi usus;

9
radiologi kemungkinan terdapat elevasi diaphragma.
d) USG pelvis; mendiagnosa peritonitis yang dapat disebabkan oleh
rupture apendiks atau diverticulitis.
e) Parasintesis abdomen. Bertujuan untuk mengambil sampel cairan
peritoneum. Cairan tersebut mungkin berisi darah/eksudat, emilase dan
kreatinin. Hasil analisa cairan dari rongga peritoneum sebagai berikut;
bila bercampur darah berarti terdapat perforasi dan bila cairan keruh
berarti terdapat peningkatan jumlah protein, leukosit, debris seluler dan
darah. Hal ini menandakan terjadinya infeksi. Kultur terhadap cairan
rongga peritoneum diperlukan agar diketahui mikroorganisme
penyebabnya (60% spontaneous bacterial peritonitis/SBP disebabkan
oleh escheria coli dan klebsiella pneumonia, 25 % kasus disebabkan
oleh bakteri coccus gram positif (streptococcus; tersering
pneumococcus dan enterococcus), dan 15 % disebabkan oleh bakteri
lainnya. Bila agen penyebabnya bakteri dapat diketahui dari jumlah
PMN >250 sel/mm3, glukosa yang rendah, peningkatan protein dan
nilai LDH pada cairan peritoneal. Kultur cairan asites dikatakan positif
bila memenuhi minimal 2 karakteristik yaitu : konsentrasi serum
glucose < 50 mg/dl, hitung protein total >1 g/dl atau LDH >225u/ml.

9. Penatalaksanaan Medis
a) Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena
syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan
cairan vena untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein.
Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus untuk
mengurangi tekanan dalam usus. Pergantian cairan dan elektrolit secara
intravena dengan cairan NaCL. Pergantian cairan ini bertujuan untuk
meningkatkan volume intravascular sehingga perfusi jaringan membaik
dan kebutuhan jaringan akan oksigen, nutrisi dan agen pertahanan
tubuh dapat terpenuhi. Monitoring output urine, CVP dan tekanan darah
untuk menilai keadekuatan penggantian cairan dan elektrolit tersebut.
b) Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah
dan perbaikan dapat diupayakan.

10
c) Pembedahan. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah
peritonitis, seperti apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi
pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses.
Pembedahan darurat (laparatomi eksplorasi) dilakukan bila diduga
adanya perforasi apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi
atau diverticulitis. Pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan pada
pasien pacreatitis atau radang panggul pada wanita tetapi mendapatkan
terapi antibiotic yang tepat atau beberapa macam antibiotic.
d) Pemberikan antibiotika yang sesuai. Antibiotika berspektum luas
diberikan sebelum hasil kultur cairan diketahui. Pemilihan antibiotika
berdasarkan kecurigaan terhadap mikroorganisme penyebab.
Antibiotika berspektrum luas juga digunakan ketika dilakukan
pembedahan untuk mencegah berkembangnya bakterimia intraoperasi.
Pemberian sefalosporin generasi III berdasarkan hasil kultur dan
sensitifitas mkroorganisme selama 5 hari profilaktasis (apabila ada
riwayat SBP atau penurunan albumin < 1,0 g/dl).
e) Pemberian analgesic bertujua untuk menurunkan nyeri.
f) Dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan
intestinal bertujuan untuk menurunkan distensi abdomen dan
meningkatan fungsi usus.
g) Pemberian oksigen dengan nasal kanul atau masker bertujuan
meningkatkan oksigenasi akibat ekspansi paru yang terbatas karena
adanya asites.
h) Irigasi peritoneum pada peritonitis difus dengan menggunakan larutan
kristaloid. Untuk mencegah kontaminasi ke organ lainnya dapat
diberikan antibiotika (misal sefalosporin) atau antiseptic (misal povidon
iodine) pada cairan irigasi.
i) Drainase (pengaliran) tidak disarankan pada peritonitis umum sebab
dapat menjadi port de entry mikroorganisme dan sebaliknya drainase
tersebut disarankan pada fistula dan peritonitis terlokalisasi yang tidak
dapat direseksi.

11
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Biodata
b) Nama, umur, alamat, agama, pendidikan, dll.
c) Riwayat kesehatan
1) Kaji keluhan utama
2) Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah, demam,
sakit kepala, nyeri ulu hati, makan-minum kurang, turgor kulit jelek,
keadaan umum lemah.
3) Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau tidak
4) Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah
menderita penyakit seperti pasien
5) Aktivitas/istirahat : kelemahan, kesulitan ambulasi
6) Sirkulasi : tachikardia, diaphoresis, pucat, hipotensi (tanda-tanda
syok), edema jaringan.
7) Eliminasi :
 Ketidakmampuan utuk defekasi atau flatus, diare
 Cegukan, distensi abdomen, bising usus menurun, menurunnya
output urine, urine berwarna gelap, menurun/tidak adanya bising
usus (ileus paralitik), kadang-kadang bunyi bising usus meningkat
dank eras (obstruksi); kekakuan abdomen, distensi,
hipersonan/timpani (ileus); berkurangnya dullness, peningkatan
peristaltic usus (udara bebas dalam abdomen), pekak hati
berkurang, urin berwarna pekat.
8) Makanan/cairan :
 Anorexia, nausea/muntah, haus.
 Muntah proyektil, membrane mukosa kering, turgor kulit lemah,
lidah yang membengkak
9) Nyeri :

12
 Nyeri abdomen akut, hebat/berat, umum atau terlokasasi,
menyebar ke bahu, dan bertambah nyeri dengan pergerakan.
 Distensi, kaku, nyeri lepas, perilaku distraksi gelisah, fleksi lutut.
10) Respirasi : pernapasan dngkal, takipnea.
11) Kenyamanan :
 Keluhan nyeri yang tiba-tiba, sakityang sangat hebat pada perut,
nyeri lepas pada perut, nyeri local atau umum.
 Demam menggigil.
12) Keamanan :
 Riwayat inflamasi organ pelvis (salpingitis), infeksi puerpuralis,
aborsi sepsis, abses retroperitoneal.
13) Pengajaran/pembelajaran : riwayat trauma dengan penetrasi
abdomen, perforasi kandung kemih/rupture kandung empedu,
perforasi Ca lambung, perforasi ulcer gaster/ulkus duodenum,
obstruksi gangrene usus, perforasi divertikulum, hernia strangulasi.
d) Pemeriksaan fisik
1) Tanda vital : kenaikan TD, nadi, suhu dan respirasi
2) Inspeksi :
- Kepala : Keadaan rambut, mata, muka, hidung,
mulut,telinga,danleher
- Abdomen: biasanya terjadi pembesaran limfa,
- Genetalia : Tidak ada perubahan
3) Palpasi abdomen : Teraba pembesaran limfa , perut kembung, nyeri
4) Auskultasi : peristaltic usus menurun
5) Perkusi abdomen : hipersonor

Pengkajian primer
a) Airway
Menilai apakah jalan nafas pasien bebas. Adakah sumbatan jalan nafas
berupa secret, lidah jatuh atau benda asing
b) Breathing
Kaji pernafasan klien, berupa pola nafas, ritme, kedalaman, dan nilai

13
berapa frekuensi pernafasan klien per menitnya.
c) Circulation
Nilai sirkulasi dan peredaran darah, kaji pengisian kapiler, kaji
keseimbangan cairan dan elektrolit klien, lebih lanjut kaji output dan
intake klien.
d) Disability
Menilai kesadaran dengan cepat dan akurat. Hanya respon terhadap nyeri
atau sama sekali tidak sadar. Tidak di anjurkan menggunakan GCS,
adapun
cara yang cukup jelas dan cepat adalah :
A: Awakening
V: Respon Bicara
P: Respon Nyeri
U: Tidak Ada Nyeri
e) Exposure
Lepaskan pakaian yang dikenakan dan penutup tubuh agar dapat
diketahui kelaianan yang muncul, pada abdomen akan tampak distensi
sebagai akibat perubahan sirkulasi, penumpukan cairan dan udara yang
tertahan dilumen.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan kasus peritonitis
berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara
lain:

a) Pre Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual,muntah, anoreksia.
3) Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
4) Konstipasi berhubungan dengan distensi abdomen.
5) Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.

14
b) Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan
yang tidak adekuat.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention
Classsification (NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000)
Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain:

a) Pre Operasi
Dx I : Nyeri Akut Berhubungan Dengan Proses Penyakit.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
dapat berkurang atau hilang.
 NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1) Nyeri berkurang
2) Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3) Kegelisahan atau keteganganotot
4) Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
5) Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai
kenyamanan.
 NIC : Penatalaksanaan nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,
keparahan, factor presipitasinya
2) Observasi ketidaknyamanan non verbal
3) Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat
pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara:
masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-
buru
4) Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon

15
pasien terhadap ketidaknyamanan
5) Anjurkan pasien untuk istirahat
6) Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
7) Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II : Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh


Berhubungan Dengan Mual, Muntah, Anoreksia.

 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi


pasien adekuat.
 NOC : Status Gizi, kriteria hasil:
1) Mempertahankan berat badan.
2) Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
3) Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi.
4) Turgor kulit baik.
 NIC : Pengelolaan Nutrisi
1) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
2) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
3) Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya.
4) Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
5) pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.

Dx III : Hipertermi Berhubungan Dengan Proses Peradangan.

 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu


tubuh kembali normal 370 C
 NOC : Thermoregulation,kriteria hasil:
1) Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
2) Suhu tubuh dalam batas normal
3) Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan
4) Perubahan warna kulit tidak ada
 NIC : Fever Treatment
1) Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan
2) Pantau warna kulit dan suhu

16
3) Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan hanya
selembar pakaian.
4) Berikan cairan intravena

Dx IV : Konstipasi Berhubungan Dengan Pola Makan Yang Buruk.

 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan


konstipasi teratasi.
 NOC : Eliminasi defekasi, kriteria hasil:
1) Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan
2) Mengeluarkan feses tanpa bantuan.
3) Mengingesti cairan dan serat dengan adekuat.
 NIC : Penatalaksanaan defekasi
1) Pantau pergerakan defekasi meliputi frekuensi, konsistensi,bentuk,
volume, dan warna yang tepat.
2) Perhatikan masalah defekasi yang telah ada sebelumnya, rutinitas
defekasi dan penggunaan laksatif.
3) Instruksikan pada pasien dan keluarga tentang diet, asupan
cairan,aktivitas dan latihan.
4) Awali konferensi keperawatan dengan melibatkan pasien dan
keluarga untuk mendorong perilaku positif yaitu perubahan diet.
5) Beri umpan balik positif untuk pasien saat terjadi perubahan
tingkah laku.

Dx V. Resiko Infeksi Berhubungan Dengan Kemungkinan Ruptur.

 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien


bebas dari gejala peritonitis.
 NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1) Terbebas dari tanda dan gejala peritonitis.
2) Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan,genitourinaria,
dan imun dalam batas normal.
3) Menunjukan gejala dan tanda infeksi dan mengikuti prosedur dan
pemantauan.
 NIC : Pengendalian Infeksi

17
1) Pantau TTV dengan ketat, khususnya adanya peningkatan frekuensi
jantung dan suhu serta pernafasan yang cepat dan dangkal untuk
mendeteksi rupturnya apendiks.
2) Observasi adanya tanda-tanda lain peritonitis ( misal hilangnya
nyeri secara tiba-tiba pada saat terjadi perforasi diikuti dengan
peningkatan nyeri yang menyebar dan kaku abdomen, distensi
abdomen, kembung, sendawa karena akumulasi udara, pucat,
menggigil, peka rangsang untuk menentukan tindakan yang tepat.
3) Hindari pemberian laksatif,karena dapat merangsang motilitas usus
dan meningkatkan resiko perforasi.
4) Pantau jumlah SDP sebagai indikator infeksi.
5) Lindungi pasien dari kontaminasi silang.

b) Post Operasi
Dx I : Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
dapat berkurang atau hilang.
 NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1) Nyeri berkurang
2) Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3) Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
4) Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai
kenyamanan.
 NIC: Penatalaksanaan nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,
keparahan.
2) Observasi ketidaknyamanan non verbal
3) Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien
untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,
perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru
4) Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan

18
5) Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai
saat nyeri.
6) Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.

Dx II : Resiko Kekurangan Volume Cairan Berhubungan Dengan


Asupan Cairan Yang Tidak Adekuat.

 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan


keseimbangan cairan pasien normal dan dapat mempertahankan
hidrasi yang adekuat.
 NOC : Fluid balance, kriteria hasil:
1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ
urine normal, HT normal
2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran
mukosa lembab,
4) Tidak ada rasa haus yang berlebihan
 NIC : Fluid Management
1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2) Monitor vital sign dan status hidrasi
3) Monitor status nutrisi
4) Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu
pembekuan.
5) Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
6) Atur kemungkinan transfusi darah.

Dx. III. Resiko Infeksi Berhubungan Dengan Prosedur Invasif.

 Tujuan: Setelah dilakuakan tindakan keperawatan diharapkan tidak


terjadi infeksi pada luka bedah.
 NOC : Pengendalian Resiko, kriteria hasil:
1) Bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2) Higiene pribadi yang adekuat.
3) Mengikuti prosedur dan pemantauan.
 NIC: Pengendalian Infeksi

19
1) Pantau tanda dan gejala infeksi( suhu, denyut jantung, penampilan
luka).
2) Amati penampilan praktek higiene pribadi untuk perlindungan
terhadap infeksi.
3) Instruksikan untuk menjaga higiene pribadi untuk melindungi
tubuh terhadap infeksi.
4) Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan pemakaian set
ganti balut yang steril.
5) Bersihkan lingkungan dengan benar setelah.

Dx. IV : Intoleransi Aktivitas Berhubungan Dengan Kelemahan


Fisik.

 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan pasien dapat


beraktivitas tanpa mengalami kelemahan.
 NOC : Konservasi energi, kriteria hasil:
1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi, dan RR
2) Mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
 NIC : Management Energi
1) Tirah baring pada pasien dan bantu segala aktivitas sehari-hari, atur
periode istirahat dan aktivitas
2) Monitor terhadap tingkat kemampuan aktivitas, hindari aktivitas
yang berlebihan
3) Tingkatkan aktivitas sesuai dengan toleransi
4) Monitor kadar enzim serum untuk mengkaji kemampuan aktivitas
5) Monitor tanda-tanda vital dan atur perubahan posisi.
6) Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intevensi keperawatan
yang sudah direnncanakan sebelumnya.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilihat dari criteria hasil yang dapat dicapai oleh
pasien.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peritonitis merupakan proses peradangan pada membran mukosa pada ruang
abdomen dan organ viscera peritonium yang dapat disebabkan oleh perforasi
apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastro duodenum, ruptura saluran
cerna, obstruksi dan strangulasi saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi
kimiawi, atau luka tembus abdomen.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan perawat dapat menangai dan dapat
mengatasi apabila pasien dengan peritonitis. Perawat diharapkan dapat
melaksanakan asuhan keperawatan denggan baik kepada klien dengan
peritonitis.

21
DAFTAR PUSTAKA

Andra. 2007. Peritonitis Pedih dan Sulit Diobati. www.majalah-farmacia.com. 2


Desember 2007.

Brunner / Sudart. Texbook of Medical Surgical Nursing Fifth edition IB.


Lippincott Company. Philadelphia. 1984.

Doenges, Marilynn E. et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Johnson, Marion et all. 2000. Iowa Intervention Project Nursing Outcomes


Classification (NOC). St. Louis : Mosby Inc.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

McCloskey, Joanne C. dan Gloria M. Bulechek. 1996. Iowa Intervention Project


Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis : Mosby - Year
Book Inc.

Potter dan Perry. 1999. Fundamental Keperawatan Edisi 4 Vol 2. Buku


Kedokteran. Jakarta : ECG.

Soeparman, dkk 1987. Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima


Medika.

22
23

Anda mungkin juga menyukai