Anda di halaman 1dari 13

Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

RUANG SAKRAL DAN PROFAN DALAM ARSITEKTUR MASJID AGUNG


DEMAK, JAWA TENGAH

Dwindi Ramadhana1, Atyanto Dharoko2


1,2
Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan FT UGM
Email: dwindi@mail.ugm.ac.id

ABSTRACT

Demak Great Mosque is a mosque of historical heritage during the Islamic kingdoms in the 14th century. Until
now, this mosque still has an important share for the community as a place of religious worship and considered
sacred. Against this background and the social conditions of society have developed, there is an indication that
the Great Mosque of Demak has its own meaning on the spaces within the mosque-related to sacred and
profane. The purpose of this research is to identify the sacred and profane space in the architecture of the Grand
Mosque of Demak and identify the factors that influence the formation of the properties of the space. This
research uses rationalistic approach and deductive qualitative method. The result of this study reveals that in its
use, the spaces at the Great Mosque of Demak are divided into a room that is not worldly (sacred) and the room
that is worldly (profane). Space that is (not worldly) is liwan and pawestren. While the worldly room is pawestren
and porch. Factors affecting the sanctity of space are physical barriers and holiness of worship space. While
sanctity becomes a legitimate requirement of worship activities, so it becomes the main requirement of the sacred
or not a place.

Keywords: Demak, Mosque, Profane, Sacred

ABSTRAK

Masjid Agung Demak adalah masjid warisan sejarah selama kerajaan Islam di abad ke-14. Hingga saat ini,
masjid ini masih memiliki andil penting bagi masyarakat sebagai tempat ibadah dan dianggap sakral. Dengan
latar belakang ini dan kondisi sosial masyarakat telah berkembang, ada indikasi bahwa Masjid Agung Demak
memiliki maknanya sendiri di ruang-ruang di dalam masjid yang berkaitan dengan sakral dan profan. Tujuan dari
Kajian ini adalah untuk mengidentifikasi ruang sakral dan profan dalam arsitektur Masjidil Haram dan
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sifat ruang. Kajian ini menggunakan pendekatan
rasionalistik dan metode kualitatif deduktif. Hasil Kajian ini mengungkapkan bahwa dalam penggunaannya, ruang
di Masjid Agung Demak terbagi menjadi ruangan yang tidak bersifat duniawi (sakral) dan ruangan yang bersifat
duniawi (profan). Ruang yang (bukan duniawi) adalah liwan dan pawestren. Sedangkan ruang duniawi adalah
pawestren dan serambi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesucian ruang adalah penghalang fisik dan kesucian
ruang ibadah. Sedangkan kesucian menjadi kebutuhan ibadah yang sah, sehingga menjadi kebutuhan utama
yang sakral atau bukan tempat.

Kata kunci: Demak, Masjid, Profane, Sakral

PENDAHULUAN pusat kota dan berfungsi sebagai masjid


Jami’, masjid negara kesultanan Demak
Masjid Agung Demak adalah peninggalan pada zaman dahulu.
sejarah Islam yang sampai saat ini masih
ada di kota Demak. Masjid Agung Demak Purwanto (2014) berpendapat, sampai saat
diyakini sebagai pusaka bagi tanah Jawa ini keberadaan citra Masjid Agung Demak
dari masa awal kedatangan Islam, masih tinggi terbukti suasana religius dan
khususnya bagi kerajaan-kerajaan Islam bangunan yang dianggap suci. Terlihat dari
yang mengikutinya. Purwanto (2014) pengunjung yang datang berbondong-
mengatakan bahwa Masjid Agung Demak bondong untuk beribadah dan berziarah ke
merupakan salah satu artefak peninggalan makam-makam para sunan yang ada
kebudayaan Kerajaan Demak yang masih disekitar Masjid Agung Demak. Mereka
lengkap dan utuh. Artefak ini selesai yang datang ingin merasakan kesakralan
dibangun pada tahun 1403 Caka atau 1481 suasana yang ada didalamnya dan
Masehi. Masjid ini berdiri di atas tanah mengharapkan pahala serta keberkahan
seluas kurang lebih 1,5 hektar di kawasan hidup.

INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 13


Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

gagasan dapat dianggap sebagai kudus.


Bangunan ibadah yang memiliki nilai Sedangkan profan adalah sesuatu yang
kesakralan ditentukan dari nilai agama, biasa, umum, tidak dikuduskan, dan
latar budaya, simbolisasi dan tujuan bersifat sementara. Sementara itu, Ustadz
spiritualnya, karena bangunan yang Abu Ayub mengungkapkan bahwa
memiliki nilai-nilai sakral akan terpancarkan mengingat salah satu makna sakral adalah
pada tempat yang terbangun untuk keramat, terutama bagi masyarakat Jawa,
menghasilkan makna dari simbol dan Islam lebih mengenal istilah suci atau
akomodasi ritual pada sistem kepercayaan berkah. Suci adalah sesuatu yang terpisah
yang dianut oleh masyarakat setempat dari sikap orang yang ingin menghormati
(Marwoto, et.all, 2014). Fenomena ruang yang dilakukan karena ada manfaat
pada Masjid Agung Demak memunculkan terhadap kehidupan sehari-hari. Jadi
rasa keingintahuan dan ketertarikan sebenarnya anggapan itu hanya terletak
mengenai bagaimana penggunaan ruang pada pemeluknya saja yang menyebabkan
pada arsitektur Masjid Agung Demak yang timbulnya perbedaan pandangan. Tentang
telah terjadi dan apa faktor-faktor yang wujud yang gaib disucikan, oleh karena
menyebabkan ruang sakral dan profan mereka tidak dapat melihatnya, maka
arsitektur bangunan masjid. realitasnya tidak dapat ditunjukkan, yang
bagi orang lain adalah suatu yang tidak
Schoggen dalam Sarwono (2002) ada. Namun bagi penganutnya,
berpendapat, pengertian setting diartikan penghormatan itu benar-benar merupakan
sebagai tatanan suatu lingkungan yang suatu yang suci, yang memungkinkan
dapat mempengaruhi perilaku manusia, wujud yang disucikan itu terdapat di dalam
artinya ditempat yang sama, perilaku diri para pemeluknya. Lebih jauh dari pada
manusia dapat berbeda jika setingnya itu, wujud suci itu merupakan wujud yang
(tatanannya) berbeda. Menurut Gobel dapat diselidiki secara empiris (Muhammad
(2012 dalam Malangjudo, 2015) setting 2013). Sedangkan tempat suci adalah
dapat terbagi menjadi dua bagian, yaitu tempat keilahian kekudusan, berbeda dari
komponen bangunan dan properti. Properti tempat profan, karena inilah tempat tinggal
adalah karakter atau kualitas dari yang ilahi. Tingkah laku di tempat yang
komponen. Sedangkan komponen terdiri seperti ini diperhatikan menyangkut
atas tiga kategori, yaitu komponen fixed, kemurnian dan hormatnya yang khusus,
komponen semi fixed dan komponen non tidak seperti di tempat profan (Muhammad,
fixed. Rapoport (1991) dalam Setiawan 2013).
(2005), mengungkapkan bahwa ruang
yang menjadi wadah dari aktivitas Secara bahasa, kata masjid (ٌ‫ ) َمسْ ِجد‬adalah
diupayakan untuk memenuhi kemungkinan tempat yang dipakai untuk bersujud.
kebutuhan yang diperlukan manusia, yang Kemudian maknanya meluas menjadi
artinya menyediakan ruang yang bangunan khusus yang dijadikan orang-
memberikan kepuasan bagi pemakainya. orang untuk tempat berkumpul menunaikan
Setting terkait langsung dengan aktivitas shalat berjama’ah. Hal tersebut juga
manusia sehingga dengan mengidentifikasi diperkuat dengan pernyataan Sumalyo
sistem aktivitas atau perilaku yang terjadi (2006) mengungkapkan bahwa pada
dalam suatu ruang ajan teridentifikasi pula hakekatnya, masjid adalah tempat untuk
sistem settingnya yang terkait dengan melakukan segala aktivitas berkaitan
keberadaan elemen dalam ruang. dengan kepatuhan kepada Allah semata.
Oleh karena itu, masjid dapat diartikan
Dhavamony (1995: 87) mengungkapkan lebih jauh, bukan hanya sekedar tempat
bahwa yang sakral (kudus) adalah sesuatu bersujud, pensucian, tempat shalat dan
yang terlindung dari pelanggaran, bertayamum, namun juga sebagai tempat
pengacauan dan pencemaran. Yang sakral melaksanakan segala aktivitas kaum
adalah sesuatu yang dihormati, dimuliakan, muslim berkaitan dengan kepatuhan
dan tidak dapat dinodai. Dalam hal ini kepada Tuhan.
pengertian tentang yang kudus tidak hanya
terbatas pada agama, maka banyak objek, Fungsi masjid secara umum adalah untuk
baik yang bersifat keagamaan maupun tempat umat Islam beribadah kepada Allah
bukan, tindakan-tindakan, tempat-tempat, SWT. Ayub dkk (1996:7) mengatakan
kebiasaan-kebiasaan dan gagasan-
14 INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018
Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

bahwa selain untuk bersujud, masjid juga sakral dan profan di bangunan Masjid
digunakan untuk : a) tempat kaum Agung Demak. Selain bertujuan untuk
muslimin beribadat dan mendekatkan diri menemukan ruang sakral dan profan,
kepada Allah SWT, b) tempat kaum Kajian ini juga bertujuan untuk menemukan
muslimin beri’tikaf, membersihkan diri, faktor yang mempengaruhi terbentuknya
menggembleng batin untuk membina ruang sakraldan profan tersebut.
kesadaran dan mendapatkan pengalaman
Lokasi Kajian yaitu Masjid Agung Demak
batin/ keagamaan sehingga selalu yang terletak di sebelah barat alun-alun
terpelihara keseimbangan jiwa dan raga kota Demak, Desa Kauman, Kecamatan
serta keutuhan kepribadian, c) tempat Demak, Kabupaten Demak Provinsi Jawa
musyawarah kaum muslimin guna Tengah.
memecahkan persoalan-persoalan yang
timbul dalam masyarakat, d) tempat kaum
muslimin berkonsultasi, mengajukan
kesulitan-kesulitan, meminta bantuan dan
pertolongan.

METODE

Kajian ini menggunakan Kajian rasionalistik Gambar 1. Masjid Agung Demak pada saat ini
dengan metode deduktif kualitatif. Kajian ini (sumber: http://www.idsejarah.net (diakses 30
menggunakan teori setting ruang sebagai November 2017)
teori yang mendasari terbentuknya ruang

Gambar 1. Lokasi Masjid Agung Demak (sumber: analisis penulis, 2017)

Teknik pengumpulan data yang digunakan dan ruang yang nyaman untuk bersantai.
adalah observasi (dilakukan dengan Observasi dilakukan untuk mendapatkan
melakukan dokumentasi, pengukuran dan data per hari dari Senin sampai Ahad pada
pengamtan). Observasi di sini adalah setiap jeda waktu shalat. Cara mencari dat
pengamatan terhadap aktifitas ayang kedua adalah dengan literatur. Studi
pengunjung, observasi penggunaan literatur dilakukan pada tinjauan pustaka,
ruang-ruang untuk mengidentifikasi ruang- teori-teori dan konsep yang berkaitan
ruang yang dianggap suci untuk beribadah dengan Kajian ini, studi literatur ini
INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 15
Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

dilakukan sebgai bacground knowledge


dalam Kajian ini. Literatur yang digunakan
antara lain buku, jurnal, foto, sketsa,
sumber internet, dan e-book.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selanjutnya melakukan penyebaran
kuesioner, daftar pertanyaan yang dibuat Identifikasi ruang sakral dan profan terbagi
secara terstruktur dengan bentuk menjadi tiga bagian, yaitu berdasarkan
pertanyaan terbuka (open question). alur kegiatan pengunjung, berdasarkan
Metode ini digunakan untuk memperoleh jenis kegiatan yang dilakukan di Masjid
data tentang aktifitas yang dilakukan oleh Agung Demak dan berdasarkan hasil
pengunjung selama berada di masjid, kuesioner. Identifikasi ruang berdasarkan
ruang-ruang mana saja yang kegiatan pengunjung Masjid Agung Demak
dipergunakan dan persepsi pengunjung menghasilkan ruang-ruang yang
mengenai sakral dan profan ruang di dipergunakan oleh pengunjung untuk
Masjid Agung Demak. Dan cara terakhir melakukan aktifitasnya di masjid.
adalah dengan melakukan wawancara
yang dilakukan kepada takmir masjid
untuk mengetahui data mengenai sejarah
bentukan fisik bangunan masjid dan
penggunaan ruang-ruang di dalam masjid
pada masa itu, aktifitas keseharian dari
pengunjung masjid, penggunaan ruang-
ruang di masjid pada hari biasa maupun
hari-hari besar.

Gambar 3. Pemetaan berdasarkan Alur Kegiatan


Metode analisis yang dilakukan dalam
(sumber: analisis penulis, 2017)
Kajian ini dilakukan dalam beberapa
langkah, di antaranya sebagai berikut: 1)
Ruang yang masuk kategori sakral adalah
Menggali secara luas tentang
Liwan, Pawestren, Paseban, Tajuk,
perkembangan arsitektur pada masjid di
Cungkup Makam Sultan Trengono, Makam
bangunan Masjid Agung Demak
Raden Patah dan Makam Maolana Al-
berdasarkan obyek Kajian yang
Maghribi, karena ruangan ini menjadi
ditetapkan, 2) Mengelompokkan hasil
tujuan utama para jama’ah Shalat maupun
pengamatan pengunjung berdasarkan
peziarah datang ke Masjid Agung Demak.
kegiatan yang dilakukan di Majid Agung
Liwan dan pawestren merupakan ruang
Demak, kemudian membuat alur kegiatan
ibadah yang terletak di dalam bangunan
pengunjung secara spesifik, 3) Mengolah
masjid. Makna sakral yang dimaksudkan
(menganalisis) data kegiatan pengunjung
untuk masjid adalah suci, karena masjid
dengan perhitungan teori sakral dan
merupakan rumah Allah dan banyak
profan yang dijadikan dasar untuk
keberkahan yang disebutkan dalam Al-
mengetahui dominasi kegiatan
Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan
pengunjung masjid 4) Mengolah
masjid. Serambi, sebagai ruang yang
(menganalisis) data kegiatan pengunjung
masih menyatu dengan masjid, memiliki
berdasarkan persepsi responden dari hasil
status suci yang sama dengan liwan dan
kuesioner, 5) Membahas hasil temuan
pawestren. Namun, berdasarkan hasil
antara hasil pengamatan dan hasil
pengamatan alur kegiatan, serambi di
persepsi penggunaan ruang oleh
Masjid Agung Demak digunakan sebagai
pengunjung dengan teori perkembangan
tempat singgah dan tempat lewat oleh
sakral dan profan. Dalam tahapan ini
para jamaah, tanpa bersuci (wudhu)
mencari hubungan konsep-konsep yang
terlebih dahulu, sehingga serambi di
diperoleh dari konsep kesakralan
Masjid Agung Demak masuk dalam
ruang,sehingga diperoleh deskripsi
kategori profan. Sedangkan Museum dan
analisis dan perbandingan kerangka
Halaman Masjid yang melingkupi Menara
konseptual menjadi hasil temuan
dan Kolam Wudhu juga masuk kategori
mengenai konsep sakral profan bangunan
profan karena para jamaah dan peziarah
Masjid Agung Demak.
16 INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018
Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

tidak perlu bersuci untuk memasukinya adalah keramat. Sedangkan ruang-ruang


dan tidak ada kegiatan ritual khusus yang lainnya masuk dalam kategori profan
dilakukan di ruangan-ruangan ini. karena kegiatan profan yang
mendominasinya.
Identifikasi ruang sakral dan profan
berdasarkan analisis jenis kegiatan Hasil identifikasi ruang sakral dan profan
menghasilkan grafik sebagai berikut: berdasarkan hasil kuesioner menghasilkan
Liwan dan pawestren dianggap sakral
lebih dari dua puluh orang, maka
keduanya layak dimasukkan dalam
kategori sakral. Tempat wudhu, paseban,
tajuk, cungkup makam Sultan Trenggono,
serta makam-makam memiliki lebih dari
sepuluh dan kurang dari atau sama
dengan dua puluh orang, maka
dimasukkan dalam kategori transisi atau
semi sakral. Serambi, museum dan
Gambar 4. Grafik Penggunaan Ruang halaman masjid yang melingkupi menara
(sumber: analisis penulis, 2017) dan kolam wudhu dianggap sakral oleh
kurang dari atau sama dengan sepuluh
Dari tabel dan grafik di atas, maka dapat orang, maka ruang-ruang ini masuk dalam
dipetakan ruang sakral dan ruang profan kategori profan.
di Masjid Agung Demak berdasarkan
pengamatan jenis kegiatan yang dilakukan
oleh para pengguna ruang.

Gambar 6. Pemetaan berdasarkan Kuesioner


(sumber: analisis penulis, 2017)
Gambar 5. Pemetaan berdasarkan Jenis Kegiatan
(sumber: analisis penulis, 2017) Secara normatif, ruang sakral digunakan
untuk kegiatan sakral. Sebagaimana yang
Pemetaan tersebut menunjukkan bahwa disebut oleh Dhavamony (1995:100)
Liwan, Tempat Wudhu Pria, Tajuk dan bahwa yang kudus (suci atau sakral)
Cungkup Makam Sultan Trenggono masuk terdapat rasa takut dan hormat, hening
dalam kategori sakral karena jenis dan menggetarkan jiwa serta penggunaan
kegiatan sakral yang mendominasi ruang- kata-kata suci. Dengan adanya
ruang tersebut. Liwan didominasi dengan penghormatan yang agung terhadap
kegiatan shalat, tilawah (membaca Al- masjid sebagai Baitullah (rumah Allah),
Qur’an) dan i’tikaf, sehingga makna maka ruang-ruang sakral (suci)
sakralnya adalah suci. Tempat wudhu pria, selayaknya digunakan untuk kegiatan-
sebagai tempat bersuci dan melakukan kegiatan suci seperti ibadah utama
kegiatan bersuci, maka tempat ini sakral (Shalat, I’tikaf, tilawah, dll). Begitu juga
dengan makna suci. Tajuk dan Cungkup dengan ruang yang terletak di luar
Makam Sultan Trenggono sebagai tempat bangunan masjid, ruang sakral (keramat)
ziarah dan tak jarang peziarah yang tidak seperti makam wali yang dihormati
menghentikan kegiatannya ketika masuk seharusnya diisi dengan kegiatan-kegiatan
waktu shalat, memprioritaskan kegiatan yang sakral pula. Baik kegiatan suci atau
ziarah di atas shalat, dan tidak ada dalil keramat, namun ada batasan-batasan
yang membolehkan hal ini dilakukan maka yang menunjukkan adanya penghormatan
makna sakral untuk kedua ruang ini yang mengagungkan keduanya. Dari tiga

INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 17


Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

puluh responden, 27 di antaranya tidak


setuju bila ada kegiatan profan di ruang
yang sakral.

Ruang transisi memiliki kedua jenis yaitu


sakral dan juga profan. Ruang transisi
merupakan ruang yang kebersihan dan
kesuciannya juga diperhatikan oleh para
pengurus masjid dan memenuhi syarat
untuk digunakan sebagai tempat ibadah
utama (kegiatan suci) dan juga ritual-ritual
lain yang menurut kepercayaan
pelakunya. Ruang transisi diperbolehkan
pula digunakan untuk kegiatan yang
profan, dengan syarat tidak mengganggu
kegiatan sakral yang sedang berlangsung. Gambar 7. Layering pemetaan Alur Kegiatan
Maka tidak ada masalah bila terdapat dengan Kuesioner
kegiatan baik sakral maupun profan di (Sumber: Analisis penulis)
ruang transisi.
Dari hasil layering antara pemetaan alur
Ruang profan, sebagaimana Dhavamony kegiatan dan hasil kuesioner, ditemukan
(1995:87) mendefinisikannya sebagai perbedaan warna di beberapa ruang, yaitu
sesuatu yang biasa, umum dan tidak makam-makam, paseban, tajuk dan
dikuduskan, maka kegiatan-kegiatan yang cungkup. Perbedaan warna tersebut
terdapat dalam ruang-ruang profan adalah menunjukkan bahwa kegiatanyang
kegiatan-kegiatan biasa yang tidak ada terdapat pada ruang-ruang tersebut
kaitannya dengan riutual keagamaan atau adalah kegiatan sakral yang dilakukan di
ibadah.Ruang profan di Masjid Agung ruang-ruang yang dianggap semi sakral
Demak sering menjadi perluasan ruang (transisi). Sedangkan ruagn transisi lain,
sakral (baik suci maupun keramat) ketika yaitu tempat wudhu, digunakan untuk
ruang sakral tidak mampu mewadahi kegiatan peralihan (transisi/semi sakral)
jama’ah dalam acara atau kegiatan dari tidak suci menjadi suci. Liwan dan
keagamaan tertentu. 26 dari 30 responden pawestren sebagai ruang yang dianggap
setuju bila kegiatan sakral dilakukan di sakral (suci) juga terlihat digunakan untuk
ruang profan, dengan syarat menyucikan kegiatan yang sakral (suci) sebagai ruang
atau membersihkan ruang tersebut untuk yang menjadi tujuan utama para jama’ah
kelayakan yang sesuai dengan syari’at Shalat. Sedangkan ruang-ruang profan,
atau syarat sah suatu ibadah. Seperti yaitu serambi, museum, dan halaman
contoh kegiatan shalat, bila jama’ah harus yang melingkupi menara dan kolam
ekspansi ke ruang profan karena ruang wudhu tidak terdapat konflik dengan alur
sakral (suci_ telah penuh, maka upaya kegiatan.
yang dapat dilakukan adalah memastikan
lantai di ruang profan telah bersih atau Berdasarkan definisi yang telah
menggelar alas berupa koran, tikar atau dipaparkan, ruang transisi layak digunakan
sajadah. sebagai tempat berkegiatan sakral (baik
suci maupun keramat), karena kebersihan
Data yang telah diperoleh yaitu pemetaan dan kesucian di ruang transisi juga
ruang sakral dan ruang profan yang dibuat mendapat perhatian khusus dari para
berdasarkan tiga sumber data. Untuk pengurus masjid. Oleh karena itu, maka
mendeteksi adanya atau tidaknya secara keseluruhan tidak ditemukan
kontradiksi antara jenis kegiatan dan kontradiktif ruang antara pemetaan alur
kesucian/ kekeramatan ruang, maka data kegiatan dan pemetaan hasil kuesioner.
pemetaan ruang tersebut dikomunikasikan
dengan cara layering.

18 INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018


Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

akan dibahas tentang kesakralan


(kesucian) ruangnya lebih detail.

Liwan merupakan ruang paling utama


dalam sebuah masjid. Ruang tersebut
dijelaskan oleh Rasdi (1998) sebagai area
suci, yang melarang wanita haid dan
muslim yang junub/kotor untuk datang,
masuk dan tinggal untuk beberapa saat.
Area ini ditandai dengan penggunaan
ruang untuk ber-tahiyyah (Shalat) dan
I’tikaf.

Gambar 8. Layering Pemetaan Jenis Kegiatan


dengan Kuesioner
(Sumber: Analisis penulis)

Layering antara hasil pengamatan jenis


kegiatan dan hasil dari kuesioner
menunjukkan banyak konflik. Tempat
wudhu wanita, paseban dan makam-
makam yang dianggap sebagai ruang
semi sakral (transisi) didominasi oleh Gambar 9. Liwan
kegiatan profane, namun tempat wudhu (Sumber: Analisis penulis)
pria, tajuk, dan cungkup yang juga
dianggap sebagai ruang semi sakral Terutama di masjid tipe Jami’, liwan terdiri
(transisi) didominasi oleh kegiatan sakral. dari mihrab (pengimaman), shaf-shaf
Dengan pembahasan pada layering shalat berupa sajadah panjang atau garis-
sebelumnya, hal ini tidak menjadikan garis penanda, dan juga mimbar untuk
keduanya sebagai konflik ruang. Liwan khatib mengisi cerama. Rasdi (1998)
yang dianggap sebagai ruang sakral (suci) menyatakan bahwa ruang ini dapat
didominasi oleh kegiatan sakral (suci), digunakan untuk berbagai aktivitas apa
sebagaimana kondisi yang seharusnya pun oleh jama’ah, kecuali kegiatan-
terjadi sesuai syari’at dan definisi kegiatan yang bersifat pencemaran.
kudus/sakral dari Dhavamony (1995).
Ruang pawestren yang juga dianggap Liwan di Masjid Agung Demak memiliki
sebagai ruang sakral (suci), menunjukkan beberapa titik yang diyakini lebih berkah,
adanya kontradiktif. yaitu di shaf-shaf terdepan dengan alasan
syari’at yang memang menyebutkan ada
Berdasarkan hasil pengamatan dan jenis keberkahan yang lebih bila Shalat
kegiatan, ruang yang dianggap sakral berjama’ah dan menempatkan diri di shaf
(suci) ini didominasi oleh kegiatan profane. terdepan.
Maka pawestren butuh analisis dan
pembahasan yang lebih detail. Sedangkan Rasulullah ‫ﷺ‬bersabda: “Seandainya
ruang-ruang profane yang terdiri dari manusia mengetahui pahala yang terdapat
serambi, museum dan halaman masjid dalam panggilan adzan dan shaf pertama,
termasuk menara dan kolam wudhu tidak kemudian mereka tidak mendapatkan
ditemukan adanya kontradiksi karena kecuali dengan diundi, niscaya mereka
ruang-ruang profan ini didominasi oleh melakukannya.” (HR. Bukhari dari Abu
kegiatan profan. Hurairah radiyallahu ‘anhu) Yakin dengan
adanya keberkahan atau keutamaan di
Bangunan Masjid Agung Demak terdiri shaf terdepan ketika Shalat, hal ini
dari tiga ruang utama, yaitu Liwan, diterapkan oleh orang-orang yang
Pawestren, dan Serambi yang kemudian beri’tikaf, yaitu berdiam diri di masjid
dengan melakukan Shalat malam, dzikir
INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 19
Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

atau pun membaca Al-Qur’an. Secara menerima tamu dan berfoto. Kegiatan ini
umum, shaf terdepan (A) memiliki terjadi ketika Masjid Agung Demak
kesakralan yang lebih tinggi. Gus dikunjungi oleh Imam Besar dari Turki,
Faturrahman menjelaskan adanya yaitu Mawlana Syaikh Muhammad Adil Ar-
keistimewaan yang spesifik di bagian Rabbani. Beliau disambut pengurus di
selatan dan bagian utara shaf terdepan Liwan.
dalam liwan. Bagian selatan (A1)
digunakan bila akan berdoa meminta hal Ustadz Abdullah Imam ketika
yang berkaitan dengan keduaan seperti membicarakan “kesalahan-kesalahan
kelulusan, kesuksesan, jabatan dan ketika di masjid” menyatakan: “…Pada
sejenisnya. Sedangkan bagian utara (A2) dasarnya tidak mengapa berbicara atau
digunakan bila akan berdoa untuk berbincang tentang urusan dunia di masjid
meminta hal yang berkaitan dengan ghaib, dengan syarat pembicaraannya ringan,
seperti meminta ampunan dosa dan tidak meluas, tidak rebut dan tidak
sejenisnya. mengganggu orang lain yang sedang
beribadah di masjid tersebut. Jika tidak
Kamar khalwat (B), yaitu ruangan kecil terpenuhi syarat-syarat tersebut maka
yang memutus shaf pertama hingga shaf hukumnya makruh…”
ketiga yang konon digunakan sebagai
tempat ber-khalwat para wali dan Maka, bukan suatu pelanggaran bila
digunakan sebagai tempat Shalat berkumpul dan membicarakan tentang
pangeran, kini digunakan sebagai ruang kepentingan dunia selama hal tersebut
persiapan bagi imam sebelum memimpin tidak berlarut-larut, sehingga tidak
Shalat. Tidak ada ayat maupun Hadits mengusik kesakralan, baik suci maupun
yang menerangkan tentang hal tersebut, keramat.
maka makna sakralnya adalah keramat.
Pawestren merupakan ruagn yang
I’tikaf di antara empat saka guru © juga disediakan khusus untuk wanita, sehingga
diyakini dapat memberikan banyak tidak ada pria yang diperkenankan masuk
kemuliaan dan keutamaan amalan. Konon, atau bergabung dalam ruang ini sekalipun
menurut cerita Gus Faturrahman, area di ia bertindak sebagai imam atau memimpin
antara saka guru ini digunakan oleh para Shalat berjama’ah. Pawestren menjadi
wali untuk berdiskusi tentang strategi tempat yang paling aman untuk wanita
dakwah dan beribadah. Soko guru membuka hijabnya demi berbagai
merupakan emen khas bangunan Jawa. kepentingan. Hal ini terbentuk karena
Tidak ada dalil Al-Qur’an dan Hadits yang aturan syari’at yang mewajibkan wanita
membahasnya, maka kesakralan yang untuk menutup seluruh tubuhnya kecuali
disebut bermakna keramat. wajah dan telapak tangan, dan hal ini
diketahui oleh setiap Muslim (pria) dan
Muslimah (wanita) di seluruh penjuru
dunia, sehingga sikap menjaga diri
dengan menutup baik dengan pakaian
yang tertutup maupun beraktivitas di
ruangan tertutup dari pandangan pria
adalah suatu sikap ketaatan terhadap
perintah Allah.

Ruang khusus wanita ini dianggap


Gambar 10. Grafik Kegiatan Sakral Profan di sebagai ruang sakral karena fungsinya
Liwan yang terbatas hanya untuk wanita dan
(Sumber: Analisis Penulis) untuk melaksanakan ibadah. Maka makna
sakral di ruang pawestren ini adalah suci,
Dilihat dari grafiknya, setiap hari liwan Hal ini dapat dilihat ketika waktu Shalat,
selalu didominasi secara signifikan oleh pawestren dipenuhi oleh jama’ah wanita
kegiatan sakral (suci), yaitu Shalat, I’tikaf yang melaksanakan Shalat. Namun, ketika
dan tilawah. Namun ada sedikit kegiatan pelaksanaan Shalat usai, hasil
profan (warna biru) yaitu kegiatan pengamanan jenis kegiatan menunjukkan
banyaknya kegiatan profan di ruang
20 INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018
Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

pawestren ini, sehingga jenis kegiatan Serambi, sebagia bagian dari masjid,
yang mendominasi ruang pawestren merupakan ruang suci multifungsi.
adalah kegiatan profan secara signifikan. Serambi Masjid Agung Demak
mengakomodasi hampir seluruh kegiatan
masjid. Secara kasat mata, ruang serambi
digunakan untuk singgah dan berlalu-
lalang walaupun tidak dalam keadaan
suci, karena serambi banyak dilewati oleh
jama’ah atau peziarah yang belum bersuci
kemudian melewati serambi menuju
tempat wudhu baik wanita maupun pria.

Keadaan tidak suci (berhadas kecil),


Gambar 11. Grafik Kegiatan Sakral Profan di bahkan haid atau junub (berhadas besar)
Pawestren diperbolehkan melewati masjid secara
(Sumber: Analisis Penulis) umum. Namun Masjid Agung Demak
hanya membiarkan bagian serambi yang
Berdasarkan grafik, sangat jelas kegiatan menjadi tempat lalu-lalang jama’ah,
yang mendominasi adalah kegiatan sedangkan liwan dan pawestren dijaga
profan. Untuk dapat lebih mengidentifikasi dari jama’ah yang masih dalam keadaan
konflik yang terjadi di ruang pawestren ini, belum suci (berhadas).
maka pengamatan dilakukan lebih detail.

Gambar 13. Grafik Kegiatan di Serambi


(Sumber: Analisis Penulis)

Serambi digunakan sebagai ruang Shalat


bagi para peziarah yang datang setelah
jam Shalat dan tertinggal oleh jama’ah
kloter pertama yang diimami oleh imam
Gambar 12. Pola Kegiatan di Pawestren pilihan takmir. Seringnya peziarah
(Sumber: Analisis Penulis) melaksanakan Shalat berjama’ah bersama
rombongannya baik pria maupun wanita
Pawestren didominasi oleh kegiatan sakral dan dilaksanakan di serambi. Shalat juga
hanya ketika masuk waktu Shalat saja. dilaksanakan oleh pengunjung yang datang
Setelah rentang waktu pelaksanaan setelah jam 8 malam, karena liwan ditutup dari
Shalat tersebut, kegiatan mulai beragam. jam 8 hingga jam 12 malam dengan alasan
Di area paling barat atau paling mendekati keamanan, kebersihan dan perawatan.
kiblat (A) tetap digunakan untuk beribadah Kecenderungan tempat yang dipilih adalah
Shalat bagi jama’ah yang datang bagian tengah serambi.
terlambat. Bagian tengah (B) mulai terlihat
wanita-wanita yang duduk-duduk santai
dan bicara dengan suara pelan,
cenderung berbisik. Sedangkan bagian
paling timur atau paling jauh dari kiblat (C)
digunakan untuk berbagai kegiatan seperti
berbaring, berdandan, berfoto,
bercengkrama dan lainnya.

INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 21


Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

Bagian pinggir serambi, baik sisi selatan,


timur maupun utara digunakan untuk
kegiatan profane. Di bagian ini pengguna
ruang merasa sangat nyaman untuk
beristirahat, berbaring, berfoto bahkan
para pedagang tidak sungkan untuk
menjajakan barang dagangannya kepada
pengguna ruang yang sedang duduk
santai di pinggiran serambi ini. Pinggiran
serambi di sisi utara adalah bagian favorit
bagi para jama’ah pria untuk merokok.

Secara menyeluruh, serambi digunakan


untuk berbaring bahkan tidur, baik oleh
pria maupun wanita, pada malam hari
Gambar 14. Pola Kegiatan Sakral Profan di sambil menunggu waktu Shubuh datang.
Serambi
(Sumber: Analisis Penulis) Pembatas ruang memiliki peran besar
dalam membentuk persepsi pengguna
Kegiatan suci lainnya yang dilaksanakan ruang dalam menggunakan ruang yang
di serambi yaitu membaca Al-Qur’an yang sedang dimasukinya. Bangunan Masjid
dipimpin oleh seorang Hafidz (penghapal Agung Demak memiliki keunikan fungsi
Al-Qur’an) setiap hari antara waktu pembatas ruang yang menarik untuk
maghrib dan isya. Hafidz dan jama’ah pria dibahas. Dengan pembatas yang serupa,
duduk di tengah serambi, sedangkan fungsi pembatas ruang di liwan dan
jama’ah wanita duduk di shaf depan pawestren memiliki perbedaan yang
serambi di bagian selatan (mendekati
pawestren) dengan ditutupi kain hijab
(pembatas).

Selain itu, bagian tengah serambi juga


dipilih sebagai tempat melaksanakan akad
nikah. Pernikahan adalah kegiatan sakral
(suci), namun tidak dilaksanakan di lliwan
sebagai ruang paling sakral (suci) dengan
alasan menjaga kesucian. Dikhawatirkan
ada peserta acara pernikahan baik
keluarga maupun kerabat mempelai yang
sedang haid ketika menghadiri acara.
Serambi juga diperbolehkan untuk kontradiktif.
pemasangan segala perlengkapan
dokumentasi untuk mengabadikan momen Gambar 15. Pembatas Ruang pada Liwan
pernikahan. (Sumber: data penulis)

Kegiatan profan mulai terlihat di bagian Dinding yang mengelilingi liwan berfungsi
tengah selatan dan utara yang dipilih oleh untuk memisahkan dan mengeluarkan
pengguna ruang untuk duduk-duduk kegiatan-kegiatan profan ke luar liwan dan
santai atau sekadar bercengkrama dialokasikan ke serambi. Salah satu upaya
dengan suara yang tidak keras. Menjaga
yang sangat tampak adalah jadwal
suara dilakukan agar tidak mengganggu
konsentrasi atau kekhusu’an para jama’ah menutup seluruh akses untuk memasuki
yang Shalat di dekatnya. Di bagian ini pula liwan setiap jam 20.00 hingga 24.00 setiap
pengguna ruang juga merasa nyaman harinya. Sekalipun dalil Qur’an Surat An-
untuk mengeluarkan bekal berupa Nisa ayat 43 menunjukkan bahwa masjid
makanan atau minuman yang mereka boleh dilewati atau sebagai tempat lalu-
bawa sendiri. lalang oleh orang yang sedang dalam
keadaan tidak suci, ta’mir masjid menjaga
liwan agar terhindar dari hal-hal yang tidak

22 INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018


Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

suci. setiap ritual ibadah. Kriteria suci dalam


Islam berarti tidak terkena najis. Segala
Selain itu, dinding tersebut mengurangi sesuatunya dalam Islam berhukum asal
cahaya matahari yang masuk ke dalam suci. Bila ada sesuatu yang diklaim
liwan, sehingga liwan cenderung lebih sebagai najis, maka harus ada dalil yang
gelap dibandingkan dengan serambi. Bagi mendasarinya. Kesucian pakaian dan
sebagian banyak orang, beribadah tempat menjadi prioritas pertama yang
ditempat yang lebih gelap dapat harus diperhatikan sebelum beribadah.
mendukung kekhusuan ibadah.
Contohnya, ketika pintu liwan dibuka Ketika menempati liwan maupun
kembali pukul 24.00, lampu liwan tidak pawestren, atau bahkan serambi sebagai
dinyalakan semua dengan tujuan agar tempat shalat, kesucian tempat bisa
orang-orang yang sedang ber-i’tikaf dapat dipercayakan pada perawatan yang
mencapai kekhusuan yang optimal. Tidak dilakukan oleh ta’mir. Namun bila terjadi
ada dalil yang menganjurkan secara pembengkakan jumlah jama’ah sehingga
khusus untuk Shalat di tempat yang gelap, liwan, pawestren dan serambi tidak
sehingga para ulama berpendapat bahwa mampu menampung, mengakibatkan
hukumnya mubah (diperbolehkan). jama’ah akan menggunakan ruang-ruang
lain sebagai tempat ibadah. Salah satu
contoh kasusnya adalah Shalat Jum’at.

Bagan 16. Pembatas Ruang pada Pawestren


(Sumber: data penulis)

Bertolak belakang dengan Pawestren. Bagan 17. Penggunaan ruang di Masjid Agung
Dengan memiliki dinding yang masif, Demak saat Shalat Jumat
pawestren justru mengakomodasi seluruh (Sumber: data penulis)
kegiatan wanita, dari kegiatan suci hingga
kegiatan profan. Hal ini terjadi karena Shalat Jum’at di Masjid Agung Demak
dinding tersebut dianggap mampu dihadiri oleh jama’ah pria dan juga wanita,
menghalangi akses masuk bagi pria, meskipun tetap didominasi oleh jama’ah
walaupun hanya sekadar pandangan atau pria. Jama’ah wanita tetap menempati
visual saja, sehingga wanita yang menjaga pawestren. Liwan dan serambi tidak cukup
aurat sesuai syari’at merasa lebih bebas untuk menampung semua jama’ah pria
untuk beraktivitas seperti yang ada di yang hadir, sehingga harus menggunakan
serambi, yaitu duduk santai, ruangan lain. Jama’ah pria yang datang
bercengkrama hingga berbaring. Larangan lebih awal akan mendapat tempat di liwan
di pintu masuk pawestren bahwa wanita dan serambi, sedangkan bagi yang
yang sedang haid dilarang masuk terlambat akan mendapat tempat di
menunjukkan ada upaya ta’mir menjaga halaman, koridor tempat wudhu, tajuk,
pawestren dari hal-hal tidak suci yang paseban, koridor makam, dan juga ruang
dapat mengotori atau mencemarkan transit. Mereka yang menempati ruang
kesucian ruang. selain liwan dan serambi membawa
sajadah sendiri dan menggelarnya di
Kesucian merupakan syarat utama dalam ruang-ruang tersebut.
INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 23
Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

Masjid Agung Demak dianggap dan


diperlakukan sebagai ruang suci,
walaupun ditemukan adanya kegiatan
profan pada pawestren.

Selain sebagai ruang sakral, pawestren


juga berfungsi sebagai ruang profan bagi
para wanita karena wanita dapat bebas
melakukan berbagai hal dengan nyaman.
Pawestren didominasi oleh kegiatan
Bagan 18. Penggunaan ruang di Masjid Agung profan. Sebagian wanita yang memegang
Demak saat Tabligh Akbar syari’at dalam bertingkah laku tentu
(Sumber: data penulis) menjaga agar auratnya tidak tampak sama
sekali oleh sembarang pria. Serambi,
Hal serupa terjadi ketika Masjid Agung menjadi ruang untuk jama’ah berlalu-
Demak mengadakan Tabligh Akbar untuk lalang dan beristirahat dengan berbagai
memperingati Hari Santri pada tanggal 20 kegiatan profan, baik saat sampai di
Oktober 2017. Sebagai syarat sah dalam kompleks Masjid Agung Demak maupun
setiap ritual ibadah, suci atau bersih dari setelah melaksanakan ibadah.
segala kotoran baik yang terlihat maupun
tidak harus diperhatikan sebelum Faktor-faktor yang mempengaruhi
menggunakan tempat terutama di ruang- kesakralan ruang adalah pembatas fisik
ruang profan. Ketika ruang profan harus dan kesucian ruang ibadah. Pembatas
digunakan sebagai perluasan ruang fisik yang masif di pawestren membuat
sakral, baik pengurus maupun jama’ah ruang tersebut suci hanya untuk wanita,
harus berupaya agar ibadah yang sedang tapi didominasi dengan kegiatan profan
karena kebebasan wanita beraktivitas di
dilakukan memenuhi syarat sah tersebut.
dalamnya tanpa terlihat oleh sembarang
Maka ruang profan dapat menjadi layak pria. Bertolak belakang dengan liwan yang
sebagai tempat beribadah bila didalamnya sangat didominasi dengan
dibersihkan, atau dialas dengan tikar atau kegiatan sakral (suci) karena dibatasi
sajadah. dinding, dan juga serambi yang menjadi
profan karena tidak memiliki batas fisik
yang masif. Sedangkan kesucian menjadi
SIMPULAN syarat sah kegiatan ibadah, sehingga
menjadi syarat utama sakral atau tidaknya
Berdasarakan kesakralan di Kompleks sebuah tempat. Menjaga kesucian diri,
Agung Demak, ruang yang disakralkan pakaian maupun tempat/ruang merupakan
adalah liwan dan pawestren sebagai ruang cara menghormati kesakralan ruang.
utama untuk Shalat dan makam sebagai Ruang sakral sangat dijaga kesucian
tempat berziarah. Istilah sakral untuk tempatnya. Ketika ruang profan harus
Shalat dan ruang yang digunakan untuk berubah fungsi untuk mendukung ruang
Shalat adalah suci, sesuai dengan dalil Al- sakral, maka perlu diperhatikan
Qur’an dan Hadits yang mengatur tentang bagaimana kesucian tempat tersebut
syarat sah Shalat. Sedangkan istilah dengan berbagai upaya seperti
sakral untuk ziarah dan makam-makam membersihkan tempat atau mengalas
adalah keramat, karena kegiatan ziarah tempat ibadah dengan menggunakan tikar
yang dilakukan di Masjid Agung Demak atau sajadah.
tidak didasari oleh dalil, melainkan
keyakinan bahwa berziarah di makam- DAFTAR RUJUKAN
makam tersebut dapat mendatangkan
berkah. Bila dilihat lebih dalam lagi, pada Ayub, Moh. E. 1996. Manajemen Masjid.
setiap ruang-ruang di masjid Agung
Jakarta: Gema Insani.Fabrian.
Demak kesakralan terbagi menjadi dua
makna, yaitu sakral karena kesucian atau
kebersihannya sebagai ruang untuk Dhavamony, Mariasusai. 1995.
beribadah dan sakral karena Fenomenologi Agama. Sleman: PT
dikeramatkan. Liwan dan Pawestren di

24 INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018


Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

Kanisius. Pranowo, Labdo. 2014. Kelurahan Bintor Kecamatan Demak


Kabupaten Demak. Jurnal Ilmiah
Malangjudo, et. all. 2015. Pola Sistem Pendidikan Sejarah IKIP Veteran
Setting Natah di Rumah Tinggal Semarang Vol. 02. No.1, Nopember
Orang Bali pada Lahan Terbatas di 2014.
Yogyakarta. Jurnal Arsitektur dan
Perencanaan. Edisi April 2015. Rasdi, Mohamad Tjuddin Haji Mohamad.
Jurusan Tekni Arsitektur dan 1998. Masjid: Pusat Ibadat dan
Perencanaan Fakultas Teknik Kebudayaan Islam Edisi 3. Jakarta :
Universitas Gadjah Mada, Pustaka Antara.
Yogyakarta.
Sarwono, S. 2002. Psikologi Lingkungan.
Marwoto, dkk. 2014. Masjid Agung Yogyakarta: Gadjah Mada University
Demak sebagai Pencitraan Kawasan Press.
Kota. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI
2014 Setiawan, Haryadi B. 1995. Arsitektur
Lingkungan dan Perilaku.
Muhammad, Nurdinah. 2013. Memahami Yogyakarta: Direktorat Jenderal
Konsep Sakral Dan Profan Dalam Pendidikan.
Agama-Agama. Jurnal Substantia
Vol. 15, No.2, Oktober 2013, hal. Sumalyo, Yulianto. 2006. Arsitektur Masjid
268-280. dan Monumen Sejarah Muslim
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Purwanto. 2014. Peranan Keberadaan Press.
Masjid Agung Demak Dalam
Perkembangan Kehidupan Sosial
Ekonomi dan Budaya Masyarakat

INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 25

Anda mungkin juga menyukai