Studi Perilaku Harian dan Tingkat Kesejahteraan Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus Linnaeus, 1760) di Taman
Satwa Taru Jurug (TSTJ), Kota Surakarta
ABSTRAK
Orangutan Kalimantan merupakan primata endemik yang berasal dari Pulau Kalimantan. Ancaman berupa pengalihan
fungsi hutan atau perburuan dapat menurunkan populasi orangutan Kalimantan. Pencegahannya dapat dilakukan dengan
cara konservasi ex situ seperti yang dilakukan oleh Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ). Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui perilaku harian dan mengetahui tingkat kesejahteraan orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di TSTJ.
Metode yang digunakan untuk studi perilaku harian yaitu teknik focal animal sampling selama 30 hari dari pukul 06.30-
17.00 dengan interval waktu sebesar 2 menit. Tingkat kesejahteraan dilakukan menggunakan teknik observasi dan
wawancara kepada pengelola TSTJ, lalu dilakukan skoring dari kelima variabel penilaian yang dilandaskan pada five
animal freedom. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif, sedangkan beberapa data kuantitatif ditabulasi dan disajikan
dalam bentuk grafik. Hubungan jumlah pengunjung dan frekuensi perilaku unik dianalisis regresi. Hasil yang didapatkan
yakni perilaku harian yang paling mendominasi keempat orangutan adalah perilaku beristirahat. Didi memiliki frekuensi
istirahat paling tinggi (67,2%) dan Dustin memiliki frekuensi yang paling rendah (32,42%). Faktor yang mempengaruhi
perilaku orangutan di TSTJ dapat meliputi usia, jenis kelamin, kondisi enrichment dan lingkungan. Nilai akhir tingkat
kesejahteraan orangutan di TSTJ sebesar 84,6 dengan kategori sangat baik.
Kata kunci: focal animal sampling, kesejahteraan satwa, konservasi ex-situ, Pongo pygmaeus, Taman Satwa Taru
Jurug.
ABSTRACT
Bornean orangutans are endemic primates originating from Borneo Island. Forest transformation and poaching or
hunting threaten Bornean orangutans. Ex-situ conservation is carried out to prevent orangutan from extinction, as Taru
Jurug Zoo has done. The purpose of this study was to determine daily behavior and the welfare level of the Bornean
orangutan at TSTJ. The focal animal sampling technique method was carried out to study the daily behavior of
orangutan. The study was conducted for 30 days from 06:30 to 17:00, with 2 minutes interval. The animal welfare
level was determined by using techniques of direct observation and interviews with the TSTJ managers and were
scored based on five animal freedom. Qualitative data were analyzed descriptively, while some quantitative data were
analyzed and presented in graphical form. The correlation between total visitors and the frequency of unique behavior
was analyzed using regression analysis. The results showed that the most dominant behavior of four orangutans in
TSTJ is resting behavior. Didi has the highest resting behavior frequency (67.2%), whereas Dustin has the lowest
(32.42%). Orangutans behavior in TSTJ is influenced by age, sex, enrichment, and environmental factors. The animal
welfare level of orangutans in TSTJ is 84.6 with the category of very good.
Keywords: focal animal sampling, animal welfare, ex-situ conservation, Pongo pygmaeus, Taru Jurug Zoo.
segi bereproduksi dan mencari pakan. dari rasa sakit dan terluka, bbas untuk
Konservasi orangutan dapat dilakukan berperilaku secara normal, bebas dari rasa takut
dengan cara in-situ ataupun ex-situ. Konservasi dan menderita) (UU No. 18, 2009). Penilaian
in-situ dapat melalui perlindungan orangutan kesejahteraan akan dilihat dari berbagai aspek
yang berada di habitat alaminya seperti di dan kualitas hidup orangutan Kalimantan yang
taman nasional, cagar alam dan habitat alami berada di dalam kandang kebun binatang.
lainnya. Konservasi ex-situ adalah upaya Penelitian mengenai studi perilaku dan tingkat
melindungi orangutan di luar habitat alaminya kesejahteraan diharapkan mampu memberikan
seperti di kebun binatang. Kebun binatang masukan untuk menjaga kelangsungan hidup,
memiliki peranan penting untuk meningkatkan menjaga kesehatan satwa, mengevaluasi dan
populasi dan kesejahteraan satwa yang berada meningkatkan manajemen konservasi orangutan
di dalamnya. Kebun binatang dapat mendukung Kalimantan di TSTJ.
daya hidup orangutan Kalimantan melalui
pemberian pakan yang berkualitas, pemeriksaan METODE PENELITIAN
kesehatan, serta pembersihan kandang secara Waktu dan Tempat
rutin. Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) yang Pelaksanaan penelitian dilakukan di
terletak di Kota Surakarta merupakan lembaga tempat konservasi Pongo pygmaeus, Taman
konservasi yang lokasinya berdekatan dengan Satwa Taru Jurug, Surakarta, Jawa Tengah.
Universitas Sebelas Maret. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Juli -
Studi mengenai perilaku harian orangutan Agustus 2019.
Kalimantan di TSTJ belum pernah dilakukan.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Alat dan Objek
perilaku harian yang paling banyak dan sedikit Alat yang digunakan adalah kamera
dilakukan oleh orangutan Kalimantan di TSTJ digital, termometer, tally sheet, alat tulis, jam
dan mengetahui nilai tingkat kesejahteraan tangan, panduan wawancara, dan alat perekam
orangutan Kalimantan di TSTJ. Penelitian suara. Objek yang digunakan adalah empat
mengenai perilaku harian dan tingkat individu Pongo pygmaeus terdiri dari satu
kesejahteraan dapat memberikan data untuk individu dewasa jantan, dua individu dewasa
kebun binatang yang dapat menjadi panduan betina dan satu individu juvenil jantan.
dalam manajemen konservasi ex-situ. Melalui
perilaku harian dan tingkat kesejahteraan, pihak Cara Kerja
TSTJ dapat mengetahui hal apa saja yang 1. Perilaku Harian Orangutan Kalimantan di
kurang dalam manajemennya (dapat seperti Taman Satwa Taru Jurug
pemberian enrichment, pengelolaan pengunjung Pencatatan data tingkah laku orangutan
dsb). Tingkat kesejahteraan orangutan Kalimantan dilakukan menggunakan
Kalimantan diukur berdasarkan five animal metode focal animal sampling (Altman,
freedom (bebas dari rasa lapar dan haus, bebas 1974), yaitu pengamat mencatat seluruh
dari ketidaknyamanan fisik dan suhu, bebas tingkah laku setiap individu dengan kurun
waktu yang sama. Pengamatan tingkah laku
dilakukan sepanjang hari dari pukul 06.30-
3
Gambar 1. Diagram perilaku keempat individu Orangutan Kalimantan di TSTJ.
Orangutan tidak hanya memakan buah untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, oleh
sebab itu dapat dikatakan bahwa orangutan
yang rendah karena frekuensi perilaku
merupakan satwa tipe pengumpul atau
makannya tinggi. Orangutan mendapatkan
pencari makan yang oportunis yaitu dapat
air dari buah yang dimakannya (Sudarno,
memakan apa saja yang dapat diperolehnya
2010).
seperti buah-buahan, daun, kulit kayu,
3. Perilaku defekasi (mengeluarkan feses) dan
serangga kecil dll (Haddad et al., 2017).
urinasi (mengeluarkan urin)
Perilaku makan pada Didi dan Yeti
Pada penelitian ini, perhitungan
dilakukan dengan cara duduk atau tiduran di
persentase frekuensi untuk perilaku defekasi
tanah, sedangkan untuk mengambil pakan
dan urinasi dijadikan satu, karena keduanya
dengan lokomosi secara quadrupedal,
merupakan kegiatan mengeluarkan zat
sedangkan orangutan yang ada di pulau
metabolisme. Pola perilaku keempat
memanfaatkan lokomosi quadrupedal dan
orangutan tidak jauh berbeda, umumnya
bipedal untuk mengambil pakan. Perilaku
apabila orangutan hendak mengeluarkan
makan dapat dilihat pada Gambar 3.
urin atau feses, maka orangutan akan naik
ke atas pohon atau enrichment. Pada
penelitian diketahui bahwa orangutan betina
paling banyak melakukan perilaku defekasi,
namun hal ini sedikit berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sopiansah et
al (2018) yang menyebutkan bahwa
semakin tinggi aktivitas makan orangutan,
maka semakin sering melakukan aktivitas
defekasi. Namun, menurut penelitian
Kurniawan dkk (2015) menerangkan bahwa
aktivitas defekasi orangutan yang berada di
Taman Safari terjadi diduga karena lokasi
Gambar 3. Perilaku makan Orangutan penelitian berada di dataran tinggi bersuhu
Kalimantan di TSTJ. rendah sehingga orangutan Taman Safari
Cisarua sering melakukan aktivitas
2. Perilaku minum
defekasi.
Ketersediaan air minum untuk
B. Moving
orangutan yang ada di kandang disuplai
1. Lokomosi
dengan cara per oral (langsung diberikan ke
a. Lokomosi quadrupedal
mulut) dan orangutan yang ada di pulau
Tipe lokomosi quadrupedal biasa
dapat meminum langsung dari air danau.
ditemukan pada primata yang hidup
Apabila dibandingkan, frekuensi tersebut
secara arboreal maupun primata yang
sesuai dengan perilaku orangutan di habitat
bersifat terestrial (Schmitt, 2010).
alaminya. Yeti memiliki frekuensi minum
Lokomosi secara quadrupedal merupakan
pergerakan dengan memanfaatkan
keempat alat gerak yang dimiliki oleh
orangutan. Didi memiliki frekuensi yang paling rendah, karena Didi beberapa kali
menghabiskan waktunya di kandang
tidur. Hal tersebut dapat mempengaruhi
frekuensi pergerakan Didi. Perilaku
lokomosi quadrupedal dapat dilihat pada
Gambar 4.
ranting, daun, pakannya untuk objek bermain. Objek tersebut umumnya dilempar
-lempar atau diketok-ketok ke pohon. Hal
2016, aktivitas grooming sering dilakukan
ini sesuai dengan penelitian Harteti (2009)
oleh individu dewasa karena telah mengerti
yang menyatakan bahwa perilaku istirahat
dalam merawat diri berbeda dengan juvenil
yang dilakukan oleh anak orangutan paling
yang lebih banyak melakukan aktivitas
sedikit karena anak orangutan mempunyai
bermain dibandingkan dengan aktivitas
usia yang sangat muda, sehingga sering
grooming, umumnya aktivitas grooming
melakukan aktivitas terutama bermain.
dilakukan saat istirahat pada siang dan sore
Bermain baik menggunakan atau tanpa
hari. Perilaku autogrooming dapat dilihat
menggunakan objek merupakan perilaku
pada Gambar 7.
sosial yang berfungsi meningkatkan kondisi
C. Resting
fisik, mengambangkan kemampuan dan
1. Perilaku diam
ikatan sosial, membantu hewan untuk
Didi memiliki persentase diam yang
belajar kemampuan spesifik (Altmann,
paling tinggi dan Dustin memiliki
1974).
persentase yang paling rendah. Hal ini
3. Autogrooming
sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Autogrooming atau menelisik
oleh Purnawan dkk (2016) bahwa orangutan
merupakan perilaku mengambil kotoran dan
dewasa lebih banyak melakukan aktivitas
membersihkan diri sendiri dengan berbagai
istirahat yang tinggi di antara individu
cara seperti menggaruk atau menjilat
lainnya karena pada orangutan dewasa lebih
rambut dan kulit yang hanya dilakukan oleh
dipengaruhi oleh kebutuhan pakan, faktor
diri sendiri.
ukuran tubuh dan daya dukung habitatnya.
Perilaku diam ini juga berkaitan dengan
sifat orangutan jantan yang soliter sehingga
jarang melakukan interaksi dengan individu
lainnya. Perilaku diam dapat dilihat pada
Gambar 8.
lebih rendah dibandingkan dengan orangutan yang ada di kandang. Hal ini
diduga karena usia Didi dan Yeti yang lebih
hendak melakukan kopulasi, orangutan
tua sehingga lebih sering untuk melakukan
jantan dewasa yang bersifat soliter akan
istirahat dibandingkan aktivitas bergerak.
berinteraksi dengan orangutan betina
Selain itu, terdapatnya pohon di pulau
dewasa. Namun setelah selesai melakukan
diduga dapat membuat orangutan yang ada
kopulasi, Didi pergi dan kembali menjadi
di pulau lebih dapat mengekspresikan
soliter. Perilaku seksual dapat dilihat pada
perilakunya sebagai satwa arboreal.
Gambar 9.
Orangutan di TSTJ tidak membuat sarang/
menunjukkan perilaku bersarang ketika
ingin istirahat. Sarang bagi orangutan dapat
berfungsi sebagai tempat bermain, tempat
berlindung, melahirkan anak, melakukan
kopulasi dan aktifitas makan (Van Schaik et
al.,1994).
D. Social
1. Allogrooming
Perilaku allogrooming merupakan Gambar 9. Perilaku seksual Orangutan
Kalimantan di TSTJ.
kegiatan menelisik dan membersihkan
kotoran pada tubuh individu lain. 3. Bermain bersama
Allogrooming hanya dilakukan oleh dua Perilaku bermain bersama yakni
individu yaitu Tori dan Dustin yang hanya interaksi bermain bersama antar sesama
memiliki ikatan ibu dan anak. Sedangkan individu orangutan. Perilaku ini hanya
Didi merupakan orangutan jantan dewasa dilakukan oleh orangutan yang ada di pulau
yang sifatnya soliter, sehingga tidak pernah karena masih memiliki ikatan ibu dan anak.
melakukan kegiatan allogrooming dengan Pola bermain bersama antar kedua individu
Yeti. tersebut seperti memanjat pohon bersama,
2. Perilaku seksual bergelantungan beriringan dan terkadang
Perilaku seksual merupakan kegiatan Dustin mengikuti arah dan bentuk
kopulasi yang dilakukan orangutan jantan pergerakan induknya. Perilaku bermain
terhadap orangutan betina ataupun perilaku dapat dilihat pada Gambar 10.
memegang alat kelamin. Perilaku seksual
yaitu berupa kopulasi Didi terhadap Yeti,
sebelum melakukan kopulasi Didi terlebih
dahulu mengeluarkan suara panjang dan a b
mengejar Yeti. Sehingga perilaku bersuara
Gambar 10. Perilaku bermain (a) bersama
pun hanya dilakukan oleh Didi. Strategi dan (b) sendiri dari Orangutan
Kalimantan di TSTJ.
reproduksi jantan flanged adalah bersuara
panjang (long call) (Sujoko, 2015). Saat 4. Perilaku affiliatif
Perilaku affiliatif merupakan perilaku
friendly atau bersahabat antar sesama
Gambar 11. Grafik hubungan jumlah perilaku unik Orangutan TSTJ dan jumlah pengunjung
TSTJ (A: Didi, B: Yeti, C: Tori, D: Dustin).
oleh jumlah pengujung. Hasil tersebut dapat dilihat pada angka korelasi Yeti sebesar
0,6371 dan Didi sebesar 0,0903. Perilaku
unik Yeti disebabkan karena kondisi Tabel 3. Skoring aspek bebas dari rasa lapar
dan haus Orangutan di TSTJ.
lingkungan di kandang lebih mudah
Aspek Nilai
dijangkau oleh pengunjung dan pengunjung
Jenis dan Frekuensi 5
pun dapat melempar makanan ke kandang Pakan
orangutan Pada hari Sabtu dan Minggu Kebersihan Pakan 5
pulau. Orangutan pun akan mengkonsumsi Tabel 4. Jenis dan berat pakan Orangutan di
TSTJ.
makanan yang dilemparkan oleh
Berat per 1
pengunjung, karena hal ini terjadi terus Jenis Pakan individu Kategori
menerus maka menjadi kebiasaan bagi
Pisang 1 kg Utama
orangutan di TSTJ. Apabila pengunjung Nanas 1 kg Utama
tidak memberikan makanan, terkadang Pepaya 0,5 kg Utama
orangutan di TSTJ akan menunjukkan Buah musim 0,5 kg Utama
perilaku agresif seperti hendak Timun 0,25 kg Utama
melemparkan ranting pohon ke arah Kacang Panjang 0,1 kg Utama
pengunjung. Bengkoang 0,25 kg Utama
Wortel 0,05 kg Utama
Tingkat Kesejahteraan Orangutan Kangkung 0,15 kg Utama
Kalimantan di TSTJ Telur Rebus 1 butir Tambahan
A. Aspek bebas dari rasa lapar dan haus Tempe rebus 2 iris Tambahan
Aspek bebas dari rasa lapar dan haus Madu Secukupnya Tambahan
penggantian pakan pada hari yang sama. Namun hal tersebut dapat berbeda
Pakan yang lolos saat pemeriksaan kualitas apabila di musim penghujan karena suhu
maka akan didistribusikan menggunakan akan cenderung lebih rendah. Saat terjadi
kotak plastik dan dibawa oleh kendaraan hujan, orangutan dapat masuk ke dalam
menuju tempat satwa. Setelah didistribusi, kandang tidur atau menggunakan tempat
pakan akan diberikan kepada satwa melalui berlindung. Sedangkan untuk orangutan
penjaga hewan. yang di pulau dapat berlindung di
Maka kebersihan pakan mendapatkan enrichment berupa pipa beton berbentuk
poin memuaskan, karena terdapat tabung dengan diameter sebesar 1 m dan
pengelolaan dan sudah sesuai prosedur. panjang 1,6 m. Poin aspek luas kandang
Ketersediaan minum di kandang diberikan mendapatkan nilai memuaskan karena
langsung oleh penjaga menggunakan botol kandang telah memenuhi aspek luas
minum sebanyak 3 liter/individu dan dapat minimum. Selain itu, menurut Commission
meminum langsung dari bak air yang ada on Life Sciences National Research
di kandang peraga. Orangutan yang ada di Council (1996) untuk kelompok kera yang
pulau mencukupi kebutuhan minum dengan memiliki berat badan lebih dari 35 kg
meminum langsung air danau atau bak air. membutuhkan minimal luas kandang 1,35
m2 untuk satu individu satwa. Maka,
Menurut Setio dan Takandjandji (2007) bahwa tindakan yang dibutuhkan untuk
menjaga kebersihan kandang adalah:
alaminya, hal ini tentu akan berdampak
a. Mengeruk, menyikat dan menyapu
pada pola perilaku hariannya. Selain itu,
kotoran yang melekat pada bagian-
penggunaan jeruji untuk kandang tidur
bagian kandang untuk dibuang pada
satwa sebaiknya dihindari agar tidak
tempat pembuangan yang telah
melukai satwa.
disiapkan.
C. Aspek bebas dari rasa sakit dan terluka
b. Menyemprot atau menyiram dengan air
Penjabaran nilai untuk aspek tersebut
pada bagian kandang yang telah
dapat dilihat pada Tabel 6. Pemeriksaan
dibersihkan secara rutin.
kesehatan dilakukan sebanyak dua kali
c. Menyemprot kandang dengan
dalam 3-6 bulan. Pemeriksaan tersebut
desinfektan secara reguler satu bulan
meliputi pemeriksaan feses, pemeriksaan
sekali.
gigi pengukuran tubuh, pengambilan
Kandang peraga terletak di depan
sampel darah untuk cek hepatitis dan
kandang tidur, lantainya berupa tanah yang
pemeriksaan tuberkulosis (TBC). Kontrol
ditumbuhi rumput. Batas kandang peraga
kesehatan juga meliputi observasi terhadap
terbuat dari semen dan bagian atasnya
nafsu makan keempat orangutan. Apabila
dilengkapi dengan kawat. Pada dinding
terindikasi mengalami penurunan, maka
pembatas yang dapat dijangkau pengunjung
segera diperiksa oleh dokter hewan dan
terdapat petunjuk klasifikasi orangutan dan
penjaga hewan. Pemeriksaan sampel darah
tulisan larangan pemberian pakan dan
orangutan dilakukan di laboratorium. Data
membuang sampah di dalam kandang.
kesehatan (pengukuran tubuh dan
Namun, kawat yang mengelilingi pembatas
pemeriksaan feses) dilakukan oleh pihak
belum cukup tinggi sehingga pengunjung
TSTJ.
tetap dapat melempar makanan atau
sampah ke dalamnya. Kandang peraga Tabel 6. Skoring aspek bebas dari rasa sakit
memiliki beberapa enrichment seperti alat dan terluka orangutan di TSTJ.
bergelantung, tempat beristirahat, dan tali Aspek Nilai
Pemeriksaan kesehatan 4
untuk memanjat. Selain itu, terdapat
enrichment yang rusak dan perbaikannya Penanganan infeksi/luka 5
terlaksana. Penanganan infeksi bergantung pada jenis penyakit, apabila luka di kulit
maka dapat diberikan obat oles atau
karena tidak terdapat pohon untuk melakukan
semprot. Apabila penyakit dalam,
aktivitas lokomosi brakhiasi. MacKinnon
penanganan dilakukan dengan memberikan
(1974) menyatakan orangutan merupakan
obat secara per oral (dicampur pakan atau
satwa arboreal, yakni satwa yang segala
minum). Secara keseluruhan, poin
aktivitasnya dilakukan di atas pohon. Maka,
penanganan terhadap luka/infeksi
seharusnya di dalam kandang ditanam pohon
orangutan di TSTJ sudah ada
untuk mendukung orangutan sebagai satwa
pengelolaannya dan diterapkan. Stres
arboreal yang membutuhkan pohon untuk
merupakan salah satu faktor yang
melakukan kegiatannya. Untuk pulau lepas
menyebabkan penurunan pada sistem
liar terbatas telah tertanam 2 pohon trembesi
imunitas tubuh.
yang masing-masing tingginya ±5-6 m. Poin
D. Aspek berperilaku secara normal
untuk aspek ini mendapatkan kategori baik,
Penjabaran nilai untuk aspek tersebut
karena sudah ada pengelolaan namun hanya
dapat dilihat pada Tabel 7. Kondisi
sebagian.
platform kandang dapat meliputi tempat
Perilaku abnormal dapat dilihat pula
bernanung dan segala fasilitas/enrichment
dari data perilaku harian orangutan. Jenis
yang ada. Fungsi enrichment kandang
perilaku stereotype abnormal berupa
adalah agar orangutan dapat melakukan
perilaku tepuk tangan, meminta-minta,
perilakunya dengan normal. Tempat
meludah, menjilat-jilat jemari/lengan,
bernaung terdapat 2 sisi yang dapat
minum air kencing sendiri, mengintip,
dimanfaatkan oleh Didi maupun Yeti.
mondar-mandir, menari, dan memegang
Tempat bernanung terbuat dari semen yang
kepala sendiri serta empat jenis perilaku
tampak kokoh. Menurut Anggraini (2015)
seksual abnormal meliputi masturbasi,
enrichment kandang harus cukup kuat dan
homoseksual, dan stimulasi kelamin
tahan lama untuk digunakan sehari-hari
(Sujoko, 2015). Dari data perilaku harian,
oleh orangutan.
orangutan di TSTJ yaitu Yeti, Tori dan
Namun apabila dilihat dari perilaku
Dustin kerap kali menunjukkan salah satu
hariannya Didi dan Yeti termasuk
perilaku abnormal yaitu bertepuk tangan
orangutan yang banyak menghabiskan
ketika meminta makanan kepada
waktunya secara terestrial. Hal ini diduga
pengunjung. Hal ini telah menjadi
kebiasaan untuk ketiga orangutan tersebut,
Tabel 7. Skoring aspek berperilaku secara
normal orangutan di TSTJ. karena pengunjung beberapa kali melempar
Aspek Nilai makanan ke dalam kandang/ke pulau.
Kondisi platform 4 Orangutan terbiasa untuk meminta
kandang
makanan, apabila tidak diberi makan
Menunjukan perilaku 3
abnormal orangutan kerap kali akan menunjukkan
perilaku agresif seperti melempar batu/
Rata-rata nilai 3.5
ranting pohon. Selain itu, perilaku
stereotype abnormal dilakukan oleh Yeti