Anda di halaman 1dari 18

Zoo Indonesia 2020 29(1): 1-18

Studi Perilaku Harian dan Tingkat Kesejahteraan Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus Linnaeus, 1760) di Taman
Satwa Taru Jurug (TSTJ), Kota Surakarta

STUDI PERILAKU HARIAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN


ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus LINNAEUS, 1760) DI
TAMAN SATWA TARU JURUG (TSTJ), KOTA SURAKARTA

DAILY BEHAVIOR STUDY AND WELFARE LEVEL OF BORNEAN


ORANGUTANS (Pongo pygmaeus LINNAEUS, 1760) IN TARU JURUG ZOO,
SURAKARTA CITY

Nufannisa Umi Muslimah, Tetri Widiyani, Agung Budiharjo


Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret
Jalan Ir. Sutami 36 Kentingan, Jebres, Surakarta
E-mail: nufannisaumi@student.uns.ac.id

(diterima November 2019, direvisi April 2020, disetujui Juni 2020)

ABSTRAK
Orangutan Kalimantan merupakan primata endemik yang berasal dari Pulau Kalimantan. Ancaman berupa pengalihan
fungsi hutan atau perburuan dapat menurunkan populasi orangutan Kalimantan. Pencegahannya dapat dilakukan dengan
cara konservasi ex situ seperti yang dilakukan oleh Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ). Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui perilaku harian dan mengetahui tingkat kesejahteraan orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di TSTJ.
Metode yang digunakan untuk studi perilaku harian yaitu teknik focal animal sampling selama 30 hari dari pukul 06.30-
17.00 dengan interval waktu sebesar 2 menit. Tingkat kesejahteraan dilakukan menggunakan teknik observasi dan
wawancara kepada pengelola TSTJ, lalu dilakukan skoring dari kelima variabel penilaian yang dilandaskan pada five
animal freedom. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif, sedangkan beberapa data kuantitatif ditabulasi dan disajikan
dalam bentuk grafik. Hubungan jumlah pengunjung dan frekuensi perilaku unik dianalisis regresi. Hasil yang didapatkan
yakni perilaku harian yang paling mendominasi keempat orangutan adalah perilaku beristirahat. Didi memiliki frekuensi
istirahat paling tinggi (67,2%) dan Dustin memiliki frekuensi yang paling rendah (32,42%). Faktor yang mempengaruhi
perilaku orangutan di TSTJ dapat meliputi usia, jenis kelamin, kondisi enrichment dan lingkungan. Nilai akhir tingkat
kesejahteraan orangutan di TSTJ sebesar 84,6 dengan kategori sangat baik.

Kata kunci: focal animal sampling, kesejahteraan satwa, konservasi ex-situ, Pongo pygmaeus, Taman Satwa Taru
Jurug.

ABSTRACT
Bornean orangutans are endemic primates originating from Borneo Island. Forest transformation and poaching or
hunting threaten Bornean orangutans. Ex-situ conservation is carried out to prevent orangutan from extinction, as Taru
Jurug Zoo has done. The purpose of this study was to determine daily behavior and the welfare level of the Bornean
orangutan at TSTJ. The focal animal sampling technique method was carried out to study the daily behavior of
orangutan. The study was conducted for 30 days from 06:30 to 17:00, with 2 minutes interval. The animal welfare
level was determined by using techniques of direct observation and interviews with the TSTJ managers and were
scored based on five animal freedom. Qualitative data were analyzed descriptively, while some quantitative data were
analyzed and presented in graphical form. The correlation between total visitors and the frequency of unique behavior
was analyzed using regression analysis. The results showed that the most dominant behavior of four orangutans in
TSTJ is resting behavior. Didi has the highest resting behavior frequency (67.2%), whereas Dustin has the lowest
(32.42%). Orangutans behavior in TSTJ is influenced by age, sex, enrichment, and environmental factors. The animal
welfare level of orangutans in TSTJ is 84.6 with the category of very good.

Keywords: focal animal sampling, animal welfare, ex-situ conservation, Pongo pygmaeus, Taru Jurug Zoo.

PENDAHULUAN ditemukan di Pulau Kalimantan dan berstatus


Pongo pygmaeus (Orangutan critically endangered (Ancrenaz et al., 2016).
Kalimantan) merupakan salah satu spesies Ancaman berupa perusakan lahan hutan,
primata yang dilindungi oleh Peraturan pengalihan fungsi hutan ataupun perburuan
Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 7 dapat mengancam kehidupan orangutan.
Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan Perusakan lahan hutan atau pengalihan fungsi
dan Satwa liar. Orangutan Kalimantan hutan menjadi perumahan, perkebunan,
merupakan primata endemik yang hanya pertambangan dan lain sebagainya dapat
menghilangkan habitat orangutan dan mengurangi kesempatan hidup orangutan dari
1
Zoo Indonesia 2020 29(1): 1-18
Studi Perilaku Harian dan Tingkat Kesejahteraan Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus Linnaeus, 1760) di Taman
Satwa Taru Jurug (TSTJ), Kota Surakarta

segi bereproduksi dan mencari pakan. dari rasa sakit dan terluka, bbas untuk
Konservasi orangutan dapat dilakukan berperilaku secara normal, bebas dari rasa takut
dengan cara in-situ ataupun ex-situ. Konservasi dan menderita) (UU No. 18, 2009). Penilaian
in-situ dapat melalui perlindungan orangutan kesejahteraan akan dilihat dari berbagai aspek
yang berada di habitat alaminya seperti di dan kualitas hidup orangutan Kalimantan yang
taman nasional, cagar alam dan habitat alami berada di dalam kandang kebun binatang.
lainnya. Konservasi ex-situ adalah upaya Penelitian mengenai studi perilaku dan tingkat
melindungi orangutan di luar habitat alaminya kesejahteraan diharapkan mampu memberikan
seperti di kebun binatang. Kebun binatang masukan untuk menjaga kelangsungan hidup,
memiliki peranan penting untuk meningkatkan menjaga kesehatan satwa, mengevaluasi dan
populasi dan kesejahteraan satwa yang berada meningkatkan manajemen konservasi orangutan
di dalamnya. Kebun binatang dapat mendukung Kalimantan di TSTJ.
daya hidup orangutan Kalimantan melalui
pemberian pakan yang berkualitas, pemeriksaan METODE PENELITIAN
kesehatan, serta pembersihan kandang secara Waktu dan Tempat
rutin. Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) yang Pelaksanaan penelitian dilakukan di
terletak di Kota Surakarta merupakan lembaga tempat konservasi Pongo pygmaeus, Taman
konservasi yang lokasinya berdekatan dengan Satwa Taru Jurug, Surakarta, Jawa Tengah.
Universitas Sebelas Maret. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Juli -
Studi mengenai perilaku harian orangutan Agustus 2019.
Kalimantan di TSTJ belum pernah dilakukan.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Alat dan Objek
perilaku harian yang paling banyak dan sedikit Alat yang digunakan adalah kamera
dilakukan oleh orangutan Kalimantan di TSTJ digital, termometer, tally sheet, alat tulis, jam
dan mengetahui nilai tingkat kesejahteraan tangan, panduan wawancara, dan alat perekam
orangutan Kalimantan di TSTJ. Penelitian suara. Objek yang digunakan adalah empat
mengenai perilaku harian dan tingkat individu Pongo pygmaeus terdiri dari satu
kesejahteraan dapat memberikan data untuk individu dewasa jantan, dua individu dewasa
kebun binatang yang dapat menjadi panduan betina dan satu individu juvenil jantan.
dalam manajemen konservasi ex-situ. Melalui
perilaku harian dan tingkat kesejahteraan, pihak Cara Kerja
TSTJ dapat mengetahui hal apa saja yang 1. Perilaku Harian Orangutan Kalimantan di
kurang dalam manajemennya (dapat seperti Taman Satwa Taru Jurug
pemberian enrichment, pengelolaan pengunjung Pencatatan data tingkah laku orangutan
dsb). Tingkat kesejahteraan orangutan Kalimantan dilakukan menggunakan
Kalimantan diukur berdasarkan five animal metode focal animal sampling (Altman,
freedom (bebas dari rasa lapar dan haus, bebas 1974), yaitu pengamat mencatat seluruh
dari ketidaknyamanan fisik dan suhu, bebas tingkah laku setiap individu dengan kurun
waktu yang sama. Pengamatan tingkah laku
dilakukan sepanjang hari dari pukul 06.30-

Tabel 1. Skor penilaian kesejahteraan Orangutan Kalimantan (DITJEN


2
Zoo Indonesia 2020 29(1): 1-18
Studi Perilaku Harian dan Tingkat Kesejahteraan Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus Linnaeus, 1760) di Taman
Satwa Taru Jurug (TSTJ), Kota Surakarta

PHKA, 2011). tertera pada Tabel 1. Besar nilai untuk


Skor Klasifikasi Kriteria
menentukan klasifikasi kesejahteraan satwa
Apabila pengelolaan tidak ada
Apabila pengelolaan ada, dihitung dengan observasi masing-masing
tetapi tidak sesuai variabel (keterangan) setiap prinsip pada
Apabila pengelolaan ada,
sesuai, tetapi tidak diterapkan Tabel 2.
Baik Apabila pengelolaan ada, Selanjutnya untuk memperoleh nilai
sesuai tetapi hanya sebagian
diterapkan tingkat kesejahteraan satwa diperoleh
Memuaskan Apabila pengelolaan ada, dengan menggunakan metode skoring
sesuai dan diterapkan
terhadap nilai terbobot dan skor akhir:
17.00 dengan interval waktu sebesar 2 1. Nilai terbobot = bobot skor prinsip x rataan
menit. Setelah melakukan pencatatan maka skor
ditentukan persentase frekusensi dan durasi
2. Skor akhir =
tingkah laku dengan rumus sebagai berikut:
banyak tingkah laku x 100% Penilaian status tingkat kesejahteraan
Persentase tingkah laku =
seluruh tingkah laku orangutan Kalimantan dibedakan menjadi
lama waktu tingkah laku empat kategori sesuai Keputusan DITJEN
Durasi tingkah laku =
seluruh waktu pengamatan PHKA No. 6 Tahun 2011, yakni Sangat Baik
Pengelompokkan perilaku orangutan (80-100), Baik (70-79.99), Cukup (60-69.99)
Kalimantan di TSTJ didasarkan pada 4 dan Perlu Pembinaan dan Pembenahan
kategori yaitu: (<60).
a. Feeding yang meliputi perilaku makan, Tabel 2. Skor prinsip kesejahteraan Orangutan
Kalimantan TSTJ (DITJEN PHKA,
minum dan membuang sisa metabolisme 2011)
(urinasi dan defekasi) Prinsip
Kesejahteraan Skor Keterangan
b. Moving yang meliputi perilaku Satwa
quadrupedal, bipedal, brakhiasi, Bebas dari rasa 30 Makan dan minum
lapar dan haus merupakan hal pokok dan
bermain sendiri, dan autogrooming. menjadi faktor pembatas
(Limiting factor) untuk
c. Resting yang meliputi tidur dan diam keberlanjutan hidup satwa
(tidak melakukan kegiatan), Bebas dari ke- 20 Pengaruh kondisi cuaca
tidaknyamanan bagi satwa dengan
d. Social yang meliputi allogrooming, suhu dan fisik tersedianya lingkungan
yang cocok dan tempat
seksual, bersuara, bermain bersama, berlindung
affiliatif dan agresif. Bebas dari rasa 20 Kesehatan penting untuk
sakit, penyakit mencegah, mengobati luka
2. Tingkat Kesejahteraan Orangutan dan luka dan penyakit agar satwa
dapat hidup
Kalimantan di Taman Satwa Taru Jurug
Bebas untuk 15 Adanya kebebasan di
Penentuan tingkat kesejahteraan berperilaku nor- dalam kandang dengan
mal mendapatkan kesempatan
orangutan Kalimantan di TSTJ dilakukan berperilaku normal seperti
melalui metode wawancara dan observasi di habitat alaminya untuk
meningkatkan kualitas
kemudian menentukan besar nilai untuk hidup satwa
setiap prinsip kesejahteraan satwa yang Bebas dari rasa 15 Kondisi mental
takut dan mempengaruhi daya juang
menderita satwa untuk bertahan
hidup
100

3
Gambar 1. Diagram perilaku keempat individu Orangutan Kalimantan di TSTJ.

Tabel 3. Informasi Orangutan Kalimantan di TSTJ.


No Nama Jenis kelamin Usia Lokasi
1 Didi Jantan 29 tahun Kandang
2 Yeti Betina 25 tahun Kandang
3 Tori Betina 21 tahun Lepas liar terbatas
4 Dustin Jantan 7 tahun Lepas liar terbatas

tambahan makanan karena terdapat 2 pohon


trembesi (Samanea saman) sehingga
mereka dapat memakan daun trembesi.
Dustin memiliki frekuensi tertinggi juga
dipengaruhi oleh usianya yang masih aktif
bermain sehingga membutuhkan asupan
pakan yang tinggi. Apabila perilaku makan
keempat orangutan di TSTJ dibandingkan
dengan orangutan yang ada di habitat
Gambar 2. Orangutan di TSTJ (kiri atas: alaminya, maka frekuensi dan durasinya
Didi, kanan atas: Yeti, kiri
bawah: Tori, kanan bawah: kurang sesuai dengan kondisi alaminya. Hal
Dustin) (Dokumentasi Pribadi, ini cukup berbeda dengan penelitian yang
2019).
dilakukan oleh Galdikas tahun 1984, bahwa
HASIL DAN PEMBAHASAN perilaku makan memiliki persentase
Perilaku Harian Orangutan di TSTJ frekuensi paling tinggi yang dilakukan
A. Feeding Orangutan Kalimantan liar yaitu sebesar
1. Perilaku makan 60,1 % dari total aktifitas hariannya,
Orangutan yang berada di pulau lepas aktivitas makan penting karena bertujuan
liar terbatas (Tori dan Dustin) mendapatkan untuk menggantikan energi yang hilang.

Orangutan tidak hanya memakan buah untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, oleh
sebab itu dapat dikatakan bahwa orangutan
yang rendah karena frekuensi perilaku
merupakan satwa tipe pengumpul atau
makannya tinggi. Orangutan mendapatkan
pencari makan yang oportunis yaitu dapat
air dari buah yang dimakannya (Sudarno,
memakan apa saja yang dapat diperolehnya
2010).
seperti buah-buahan, daun, kulit kayu,
3. Perilaku defekasi (mengeluarkan feses) dan
serangga kecil dll (Haddad et al., 2017).
urinasi (mengeluarkan urin)
Perilaku makan pada Didi dan Yeti
Pada penelitian ini, perhitungan
dilakukan dengan cara duduk atau tiduran di
persentase frekuensi untuk perilaku defekasi
tanah, sedangkan untuk mengambil pakan
dan urinasi dijadikan satu, karena keduanya
dengan lokomosi secara quadrupedal,
merupakan kegiatan mengeluarkan zat
sedangkan orangutan yang ada di pulau
metabolisme. Pola perilaku keempat
memanfaatkan lokomosi quadrupedal dan
orangutan tidak jauh berbeda, umumnya
bipedal untuk mengambil pakan. Perilaku
apabila orangutan hendak mengeluarkan
makan dapat dilihat pada Gambar 3.
urin atau feses, maka orangutan akan naik
ke atas pohon atau enrichment. Pada
penelitian diketahui bahwa orangutan betina
paling banyak melakukan perilaku defekasi,
namun hal ini sedikit berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sopiansah et
al (2018) yang menyebutkan bahwa
semakin tinggi aktivitas makan orangutan,
maka semakin sering melakukan aktivitas
defekasi. Namun, menurut penelitian
Kurniawan dkk (2015) menerangkan bahwa
aktivitas defekasi orangutan yang berada di
Taman Safari terjadi diduga karena lokasi
Gambar 3. Perilaku makan Orangutan penelitian berada di dataran tinggi bersuhu
Kalimantan di TSTJ. rendah sehingga orangutan Taman Safari
Cisarua sering melakukan aktivitas
2. Perilaku minum
defekasi.
Ketersediaan air minum untuk
B. Moving
orangutan yang ada di kandang disuplai
1. Lokomosi
dengan cara per oral (langsung diberikan ke
a. Lokomosi quadrupedal
mulut) dan orangutan yang ada di pulau
Tipe lokomosi quadrupedal biasa
dapat meminum langsung dari air danau.
ditemukan pada primata yang hidup
Apabila dibandingkan, frekuensi tersebut
secara arboreal maupun primata yang
sesuai dengan perilaku orangutan di habitat
bersifat terestrial (Schmitt, 2010).
alaminya. Yeti memiliki frekuensi minum
Lokomosi secara quadrupedal merupakan
pergerakan dengan memanfaatkan
keempat alat gerak yang dimiliki oleh

orangutan. Didi memiliki frekuensi yang paling rendah, karena Didi beberapa kali
menghabiskan waktunya di kandang
tidur. Hal tersebut dapat mempengaruhi
frekuensi pergerakan Didi. Perilaku
lokomosi quadrupedal dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 5. Perilaku lokomosi brakhiasi


Orangutan Kalimantan di TSTJ.
c. Lokomosi bipedal
Bipedal merupakan lokomosi yang
memanfaatkan kedua kaki orangutan
untuk bergerak. Faktor yang
Gambar 4. Perilaku lokomosi quadrupedal
mempengaruhi perbedaan tersebut sama
Orangutan Kalimantan di TSTJ.
dengan faktor yang mempengaruhi
b. Lokomosi brakhiasi lokomosi secara quadrupedal dan
Brakhiasi merupakan lokomosi yang brakhiasi. Umumnya, bipedal dilakukan
memanfaatkan otot brakialis pada kedua ketika orangutan sedang membawa
lengan untuk berayun atau berpindah dari pakan/objek mainan atau ketika berada di
satu pohon ke pohon lainnya. Brakhiasi pohon. Perilaku lokomosi bipedal dapat
umumnya dilakukan oleh primata dilihat pada Gambar 6.
arboreal dengan memanfaatkan batang
pohon atau memanfaatkan enrichment
kandang saat lokomosi brakhiasi. Kondisi
lingkungan dan ketersediaan pohon
diduga menjadi faktor yang paling kuat.
Dustin dan Tori memiliki frekuensi tinggi
karena terdapat pohon-pohon sebagai
media untuk brakhiasi di habitatnya. Pola
perilaku brakhiasi kedua orangutan
tersebut dapat terjadi apabila ingin
mengambil pakan, bermain, serta hendak Gambar 6. Perilaku lokomosi bipedal
Orangutan Kalimantan di TSTJ.
defekasi. Perilaku lokomosi brakhiasi
2. Bermain sendiri
dapat dilihat pada Gambar 5.
Dustin yang merupakan orangutan
yang paling muda aktif bermain sendiri,
umumnya memanfaatkan objek seperti

ranting, daun, pakannya untuk objek bermain. Objek tersebut umumnya dilempar
-lempar atau diketok-ketok ke pohon. Hal
2016, aktivitas grooming sering dilakukan
ini sesuai dengan penelitian Harteti (2009)
oleh individu dewasa karena telah mengerti
yang menyatakan bahwa perilaku istirahat
dalam merawat diri berbeda dengan juvenil
yang dilakukan oleh anak orangutan paling
yang lebih banyak melakukan aktivitas
sedikit karena anak orangutan mempunyai
bermain dibandingkan dengan aktivitas
usia yang sangat muda, sehingga sering
grooming, umumnya aktivitas grooming
melakukan aktivitas terutama bermain.
dilakukan saat istirahat pada siang dan sore
Bermain baik menggunakan atau tanpa
hari. Perilaku autogrooming dapat dilihat
menggunakan objek merupakan perilaku
pada Gambar 7.
sosial yang berfungsi meningkatkan kondisi
C. Resting
fisik, mengambangkan kemampuan dan
1. Perilaku diam
ikatan sosial, membantu hewan untuk
Didi memiliki persentase diam yang
belajar kemampuan spesifik (Altmann,
paling tinggi dan Dustin memiliki
1974).
persentase yang paling rendah. Hal ini
3. Autogrooming
sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Autogrooming atau menelisik
oleh Purnawan dkk (2016) bahwa orangutan
merupakan perilaku mengambil kotoran dan
dewasa lebih banyak melakukan aktivitas
membersihkan diri sendiri dengan berbagai
istirahat yang tinggi di antara individu
cara seperti menggaruk atau menjilat
lainnya karena pada orangutan dewasa lebih
rambut dan kulit yang hanya dilakukan oleh
dipengaruhi oleh kebutuhan pakan, faktor
diri sendiri.
ukuran tubuh dan daya dukung habitatnya.
Perilaku diam ini juga berkaitan dengan
sifat orangutan jantan yang soliter sehingga
jarang melakukan interaksi dengan individu
lainnya. Perilaku diam dapat dilihat pada
Gambar 8.

Gambar 7. Perilaku autogrooming


Orangutan Kalimantan di TSTJ.

Berdasarkan data, orangutan yang


berjenis kelamin betina yaitu Yeti dan Tori
memiliki frekuensi autogrooming yang
lebih tinggi dibandingkan orangutan jantan.
Gambar 8. Perilaku diam Orangutan
Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian Kalimantan di TSTJ.
yang dilakukan oleh Purnawan dkk tahun
2. Tidur siang
Orangutan yang ada di Pulau (Tori
dan Dustin) memiliki frekuensi tidur yang

lebih rendah dibandingkan dengan orangutan yang ada di kandang. Hal ini
diduga karena usia Didi dan Yeti yang lebih
hendak melakukan kopulasi, orangutan
tua sehingga lebih sering untuk melakukan
jantan dewasa yang bersifat soliter akan
istirahat dibandingkan aktivitas bergerak.
berinteraksi dengan orangutan betina
Selain itu, terdapatnya pohon di pulau
dewasa. Namun setelah selesai melakukan
diduga dapat membuat orangutan yang ada
kopulasi, Didi pergi dan kembali menjadi
di pulau lebih dapat mengekspresikan
soliter. Perilaku seksual dapat dilihat pada
perilakunya sebagai satwa arboreal.
Gambar 9.
Orangutan di TSTJ tidak membuat sarang/
menunjukkan perilaku bersarang ketika
ingin istirahat. Sarang bagi orangutan dapat
berfungsi sebagai tempat bermain, tempat
berlindung, melahirkan anak, melakukan
kopulasi dan aktifitas makan (Van Schaik et
al.,1994).
D. Social
1. Allogrooming
Perilaku allogrooming merupakan Gambar 9. Perilaku seksual Orangutan
Kalimantan di TSTJ.
kegiatan menelisik dan membersihkan
kotoran pada tubuh individu lain. 3. Bermain bersama
Allogrooming hanya dilakukan oleh dua Perilaku bermain bersama yakni
individu yaitu Tori dan Dustin yang hanya interaksi bermain bersama antar sesama
memiliki ikatan ibu dan anak. Sedangkan individu orangutan. Perilaku ini hanya
Didi merupakan orangutan jantan dewasa dilakukan oleh orangutan yang ada di pulau
yang sifatnya soliter, sehingga tidak pernah karena masih memiliki ikatan ibu dan anak.
melakukan kegiatan allogrooming dengan Pola bermain bersama antar kedua individu
Yeti. tersebut seperti memanjat pohon bersama,
2. Perilaku seksual bergelantungan beriringan dan terkadang
Perilaku seksual merupakan kegiatan Dustin mengikuti arah dan bentuk
kopulasi yang dilakukan orangutan jantan pergerakan induknya. Perilaku bermain
terhadap orangutan betina ataupun perilaku dapat dilihat pada Gambar 10.
memegang alat kelamin. Perilaku seksual
yaitu berupa kopulasi Didi terhadap Yeti,
sebelum melakukan kopulasi Didi terlebih
dahulu mengeluarkan suara panjang dan a b
mengejar Yeti. Sehingga perilaku bersuara
Gambar 10. Perilaku bermain (a) bersama
pun hanya dilakukan oleh Didi. Strategi dan (b) sendiri dari Orangutan
Kalimantan di TSTJ.
reproduksi jantan flanged adalah bersuara
panjang (long call) (Sujoko, 2015). Saat 4. Perilaku affiliatif
Perilaku affiliatif merupakan perilaku
friendly atau bersahabat antar sesama

individu orangutan ataupun sikap bersahabat yang ditunjukkan orangutan


kepada pengunjung TSTJ. Pola perilaku
berebut makanan, sedangkan perilaku
afiliatif seperti Tori dan Dustin yang saling
agresif Didi yaitu merebut makanan Yeti.
mengusap, memberikan makan satu sama
6. Perilaku unik
lain, atau memberikan mainan (ranting
Perilaku unik merupakan aktivitas
pohon). Hal tersebut karena Tori dan Dustin
yang dilakukan oleh orangutan namun di
masih memiliki ikatan ibu dan anak dan
luar perilaku yang sewajarnya dilakukan
tidak pernah terpisahkan.
oleh satwa perilaku ini dapat meliputi
5. Perilaku agresif
perilaku stereotype abnormal yang
Perilaku agresif merupakan interaksi
dilakukan oleh orangutan. Pola perilaku
konflik antara satu individu dengan individu
unik keempat orangutan seperti meminta
orangutan lainnya ataupun menunjukkan
makanan kepada pengunjung dan
tanda-tanda konflik kepada pengunjung.
bertepuk tangan apabila ada pengunjung.
Perilaku agresif pada Tori dan Dustin
Grafik korelasi jumlah pengunjung dan
kebanyakan dilakukan kepada pengunjung.
jumlah perilaku unik dijabarkan pada
Apabila pengunjung yang lewat tidak
Gambar 11.
memberi makanan, maka Tori dan Dustin
Berdasarkan grafik hubungan jumlah
terkadang akan melempar ranting pohon
pengujung dan frekuensi perilaku unik
kepada mereka. Perilaku agresif lainnya
didapatkan hasil yaitu Yeti adalah
yaitu Tori dan Dustin terkadang saling
orangutan yang perilaku uniknya paling
terpengaruh oleh jumlah pengunjung TSTJ
dan perilaku unik Didi tidak terpengaruh

Gambar 11. Grafik hubungan jumlah perilaku unik Orangutan TSTJ dan jumlah pengunjung
TSTJ (A: Didi, B: Yeti, C: Tori, D: Dustin).
oleh jumlah pengujung. Hasil tersebut dapat dilihat pada angka korelasi Yeti sebesar
0,6371 dan Didi sebesar 0,0903. Perilaku
unik Yeti disebabkan karena kondisi Tabel 3. Skoring aspek bebas dari rasa lapar
dan haus Orangutan di TSTJ.
lingkungan di kandang lebih mudah
Aspek Nilai
dijangkau oleh pengunjung dan pengunjung
Jenis dan Frekuensi 5
pun dapat melempar makanan ke kandang Pakan
orangutan Pada hari Sabtu dan Minggu Kebersihan Pakan 5

(akhir pekan), terjadi kenaikan perilaku Berat Pakan 4

unik yang diakibatkan oleh jumlah Kontrol Pakan 5


Peletakan dan 5
pengunjung yang meningkat pada kedua Penyimpanan pakan
hari tersebut. Hal ini diduga karena Ketersediaan Air 4
Minum
kebiasaan pengunjung yang kerap kali
melemparkan makanan ke kandang atau Rata-rata nilai 4.6

pulau. Orangutan pun akan mengkonsumsi Tabel 4. Jenis dan berat pakan Orangutan di
TSTJ.
makanan yang dilemparkan oleh
Berat per 1
pengunjung, karena hal ini terjadi terus Jenis Pakan individu Kategori
menerus maka menjadi kebiasaan bagi
Pisang 1 kg Utama
orangutan di TSTJ. Apabila pengunjung Nanas 1 kg Utama
tidak memberikan makanan, terkadang Pepaya 0,5 kg Utama
orangutan di TSTJ akan menunjukkan Buah musim 0,5 kg Utama
perilaku agresif seperti hendak Timun 0,25 kg Utama
melemparkan ranting pohon ke arah Kacang Panjang 0,1 kg Utama
pengunjung. Bengkoang 0,25 kg Utama
Wortel 0,05 kg Utama
Tingkat Kesejahteraan Orangutan Kangkung 0,15 kg Utama
Kalimantan di TSTJ Telur Rebus 1 butir Tambahan
A. Aspek bebas dari rasa lapar dan haus Tempe rebus 2 iris Tambahan

Aspek bebas dari rasa lapar dan haus Madu Secukupnya Tambahan

erat kaitannya dengan ketersediaan pakan


Pakan orangutan di TSTJ meliputi
dan minum bagi keempat orangutan. Aspek
pakan berupa buah dengan total berat 3,6
ini memiliki bobot 30 poin dikarenakan
kg, untuk pakan berupa sayuran total
tingkat urgensinya. Urgensi tersebut
beratnya yaitu 0,20 kg, untuk pakan
dikarenakan orangutan termasuk pencari
tambahan berupa telur beratnya dapat
makan yang oportunis yaitu dapat
mencapai 40-80 gram/butir (Campbell et
memakan apa saja yang dapat diperolehnya
al., 2003). Maka, total pakan perhari untuk
(Meijaard et al., 2001). Penjabaran aspek
tiap individu yaitu ±3.8 kg. Contoh
dan nilainya dapat dilihat pada Tabel 3 dan
enrichment pakan dapat dilihat pada
pakan orangutan dapat dilihat pada Tabel 4.
Gambar 12.
Hal ini untuk meningkatkan kognitif
dan rasa keingintahuan orangutan, juga
B. Aspek bebas dari rasa ketidaknyamanan
fisik dan suhu
Kandang orangutan di TSTJ memiliki
luas sebesar 10x20m yang meliputi
kandang tidur, Kandang tersebut dihuni dua
individu orangutan dewasa. Pulau lepas liar
terbatas memiliki luas 7,12 m2 dan
berdiameter 33 m. Pulau lepas liar terbatas
Gambar 12. Contoh enrichment pakan pun dihuni dua orangutan yang merupakan
Orangutan di TSTJ (a: Jagung
berisi madu yang dibalut daun induk dan anaknya. Suhu di kandang dan di
pandan, b: Bengkuang yang pulau tidak berbeda drastis yaitu ±25°C-
disisipi kuaci, c: Madu, d: Nanas
yang disisipi kuaci) 30°C.
(Dokumentasi Pribadi, 2019)
Tabel 5. Skoring aspek bebas dari rasa
ketidaknyamanan fisik dan suhu
untuk mencegah kebosanan. Pemberian orangutan di TSTJ.
enrichment pakan untuk orangutan di TSTJ
Aspek Nilai
dilakukan 2-3x dalam sepekan. Kebersihan
Luas kandang
pakan orangutan dikontrol oleh pihak Saluran kandang
TSTJ. Seluruh pakan yang hendak Kebersihan kandang
diberikan ke satwa dari supplier disortir di Kandang tidur
gudang pakan, apabila tidak bagus/rusak Kandang peraga

pihak TSTJ akan meminta untuk Rata-rata nilai

penggantian pakan pada hari yang sama. Namun hal tersebut dapat berbeda
Pakan yang lolos saat pemeriksaan kualitas apabila di musim penghujan karena suhu
maka akan didistribusikan menggunakan akan cenderung lebih rendah. Saat terjadi
kotak plastik dan dibawa oleh kendaraan hujan, orangutan dapat masuk ke dalam
menuju tempat satwa. Setelah didistribusi, kandang tidur atau menggunakan tempat
pakan akan diberikan kepada satwa melalui berlindung. Sedangkan untuk orangutan
penjaga hewan. yang di pulau dapat berlindung di
Maka kebersihan pakan mendapatkan enrichment berupa pipa beton berbentuk
poin memuaskan, karena terdapat tabung dengan diameter sebesar 1 m dan
pengelolaan dan sudah sesuai prosedur. panjang 1,6 m. Poin aspek luas kandang
Ketersediaan minum di kandang diberikan mendapatkan nilai memuaskan karena
langsung oleh penjaga menggunakan botol kandang telah memenuhi aspek luas
minum sebanyak 3 liter/individu dan dapat minimum. Selain itu, menurut Commission
meminum langsung dari bak air yang ada on Life Sciences National Research
di kandang peraga. Orangutan yang ada di Council (1996) untuk kelompok kera yang
pulau mencukupi kebutuhan minum dengan memiliki berat badan lebih dari 35 kg
meminum langsung air danau atau bak air. membutuhkan minimal luas kandang 1,35
m2 untuk satu individu satwa. Maka,

kandang orangutan di TSTJ telah memenuhi syarat. Gambar kandang dan


kondisi pulau dapat dilihat pada Gambar
ke dalam kandang, tetap saja terdapat
13.
beberapa sampah plastik yang masuk ke
Saluran air yaitu berupa pipa yang
dalam kandang karena perbuatan
mengarah ke belakang kandang, sedangkan
pengunjung. Beberapa kali ditemukan
sampah plastik, sampah botol, bungkus
makanan di dalam kandang peraga. Hal ini
dapat membahayakan orangutan itu sendiri.
Selain itu, tempat penyimpanan yang
terdapat di depan kandang tidur, belum
a diatur dengan baik karena banyak barang
yang kurang rapih. Usaha lainnya untuk
meminimalisir sampah plastik yang
dibuang ke dalam kandang yakni penjaga
hewan yang berjaga di sekitar kandang,
kecuali pada saat pembersihan kandang dan
istirahat. Kondisi kandang tidur dan tempat
b
penyimpanan dapat dilihat pada Gambar
14.

Gambar 13. (a) Kandang Orangutan di TSTJ


(b) Pulau Orangutan di TSTJ
(Dokumentasi Pribadi, 2019)

untuk saluran udara pada kandang tidur


berupa ventilasi yang terdapat di bagian
atas. Kebersihan kandang meliputi kandang a
tidur dan kandang peraga. Kandang peraga
dibersihkan apabila telah kotor (umumnya
2 kali dalam seminggu), sedangkan
kandang tidur dibersihkan setiap pagi oleh
penjaga hewan. Pembersihan meliputi sisa
makanan yang terdapat di lantai, kotoran
orangutan dan sebagainya menggunakan
sapu dan cairan desinfektan. Sebaiknya
kandang peraga atau kandang tidur
b
dibersihkan setiap hari terutama kandang
peraga yang dapat dijangkau oleh Gambar 14. (a) Pintu Kandang Tidur
pengunjung (berjarak ±1,5 m). Meskipun Orangutan di TSTJ, (b) Tempat
Penyimpanan di dalam Kandang
terdapat larangan untuk memberikan pakan Orangutan di TSTJ
ke satwa dan larangan membuang sampah (Dokumentasi Pribadi, 2019)

Menurut Setio dan Takandjandji (2007) bahwa tindakan yang dibutuhkan untuk
menjaga kebersihan kandang adalah:
alaminya, hal ini tentu akan berdampak
a. Mengeruk, menyikat dan menyapu
pada pola perilaku hariannya. Selain itu,
kotoran yang melekat pada bagian-
penggunaan jeruji untuk kandang tidur
bagian kandang untuk dibuang pada
satwa sebaiknya dihindari agar tidak
tempat pembuangan yang telah
melukai satwa.
disiapkan.
C. Aspek bebas dari rasa sakit dan terluka
b. Menyemprot atau menyiram dengan air
Penjabaran nilai untuk aspek tersebut
pada bagian kandang yang telah
dapat dilihat pada Tabel 6. Pemeriksaan
dibersihkan secara rutin.
kesehatan dilakukan sebanyak dua kali
c. Menyemprot kandang dengan
dalam 3-6 bulan. Pemeriksaan tersebut
desinfektan secara reguler satu bulan
meliputi pemeriksaan feses, pemeriksaan
sekali.
gigi pengukuran tubuh, pengambilan
Kandang peraga terletak di depan
sampel darah untuk cek hepatitis dan
kandang tidur, lantainya berupa tanah yang
pemeriksaan tuberkulosis (TBC). Kontrol
ditumbuhi rumput. Batas kandang peraga
kesehatan juga meliputi observasi terhadap
terbuat dari semen dan bagian atasnya
nafsu makan keempat orangutan. Apabila
dilengkapi dengan kawat. Pada dinding
terindikasi mengalami penurunan, maka
pembatas yang dapat dijangkau pengunjung
segera diperiksa oleh dokter hewan dan
terdapat petunjuk klasifikasi orangutan dan
penjaga hewan. Pemeriksaan sampel darah
tulisan larangan pemberian pakan dan
orangutan dilakukan di laboratorium. Data
membuang sampah di dalam kandang.
kesehatan (pengukuran tubuh dan
Namun, kawat yang mengelilingi pembatas
pemeriksaan feses) dilakukan oleh pihak
belum cukup tinggi sehingga pengunjung
TSTJ.
tetap dapat melempar makanan atau
sampah ke dalamnya. Kandang peraga Tabel 6. Skoring aspek bebas dari rasa sakit
memiliki beberapa enrichment seperti alat dan terluka orangutan di TSTJ.
bergelantung, tempat beristirahat, dan tali Aspek Nilai
Pemeriksaan kesehatan 4
untuk memanjat. Selain itu, terdapat
enrichment yang rusak dan perbaikannya Penanganan infeksi/luka 5

tidak segera dilakukan. Enrichment yang Pencegahan penularan penyakit 5


pada satwa
sekiranya rusak sebaiknya langsung diganti
Rata-rata nilai 4.6
demi keselamatan satwa itu sendiri.
Enrichment dapat menjaga hewan yang ada Kesehatan orangutan juga selalu
di kebun binatang dari rasa bosan dan dijaga dengan memberikan multivitamin
depresi serta dapat menstimulasi fisik dan yaitu sakatonik setiap hari Senin dan
psikologi (Shariman and Ruppert, 2017). Kamis. Namun, untuk pemberian vaksinasi
Kandang orangutan tidak memiliki terhadap orangutan belum dilakukan oleh
pohon yang menggambarkan habitat pengelola TSTJ. Secara keseluruhan
pemeriksaan kesehatan di TSTJ sudah ada
pengelolaannya, namun belum seluruhnya

terlaksana. Penanganan infeksi bergantung pada jenis penyakit, apabila luka di kulit
maka dapat diberikan obat oles atau
karena tidak terdapat pohon untuk melakukan
semprot. Apabila penyakit dalam,
aktivitas lokomosi brakhiasi. MacKinnon
penanganan dilakukan dengan memberikan
(1974) menyatakan orangutan merupakan
obat secara per oral (dicampur pakan atau
satwa arboreal, yakni satwa yang segala
minum). Secara keseluruhan, poin
aktivitasnya dilakukan di atas pohon. Maka,
penanganan terhadap luka/infeksi
seharusnya di dalam kandang ditanam pohon
orangutan di TSTJ sudah ada
untuk mendukung orangutan sebagai satwa
pengelolaannya dan diterapkan. Stres
arboreal yang membutuhkan pohon untuk
merupakan salah satu faktor yang
melakukan kegiatannya. Untuk pulau lepas
menyebabkan penurunan pada sistem
liar terbatas telah tertanam 2 pohon trembesi
imunitas tubuh.
yang masing-masing tingginya ±5-6 m. Poin
D. Aspek berperilaku secara normal
untuk aspek ini mendapatkan kategori baik,
Penjabaran nilai untuk aspek tersebut
karena sudah ada pengelolaan namun hanya
dapat dilihat pada Tabel 7. Kondisi
sebagian.
platform kandang dapat meliputi tempat
Perilaku abnormal dapat dilihat pula
bernanung dan segala fasilitas/enrichment
dari data perilaku harian orangutan. Jenis
yang ada. Fungsi enrichment kandang
perilaku stereotype abnormal berupa
adalah agar orangutan dapat melakukan
perilaku tepuk tangan, meminta-minta,
perilakunya dengan normal. Tempat
meludah, menjilat-jilat jemari/lengan,
bernaung terdapat 2 sisi yang dapat
minum air kencing sendiri, mengintip,
dimanfaatkan oleh Didi maupun Yeti.
mondar-mandir, menari, dan memegang
Tempat bernanung terbuat dari semen yang
kepala sendiri serta empat jenis perilaku
tampak kokoh. Menurut Anggraini (2015)
seksual abnormal meliputi masturbasi,
enrichment kandang harus cukup kuat dan
homoseksual, dan stimulasi kelamin
tahan lama untuk digunakan sehari-hari
(Sujoko, 2015). Dari data perilaku harian,
oleh orangutan.
orangutan di TSTJ yaitu Yeti, Tori dan
Namun apabila dilihat dari perilaku
Dustin kerap kali menunjukkan salah satu
hariannya Didi dan Yeti termasuk
perilaku abnormal yaitu bertepuk tangan
orangutan yang banyak menghabiskan
ketika meminta makanan kepada
waktunya secara terestrial. Hal ini diduga
pengunjung. Hal ini telah menjadi
kebiasaan untuk ketiga orangutan tersebut,
Tabel 7. Skoring aspek berperilaku secara
normal orangutan di TSTJ. karena pengunjung beberapa kali melempar
Aspek Nilai makanan ke dalam kandang/ke pulau.
Kondisi platform 4 Orangutan terbiasa untuk meminta
kandang
makanan, apabila tidak diberi makan
Menunjukan perilaku 3
abnormal orangutan kerap kali akan menunjukkan
perilaku agresif seperti melempar batu/
Rata-rata nilai 3.5
ranting pohon. Selain itu, perilaku
stereotype abnormal dilakukan oleh Yeti

seperti mengitari kandang berulang-ulang E. Aspek bebas dari rasa takut


yang dapat mengindikasikan stres. dan menderita
Penjabaran nilai untuk aspek tersebut
umumnya berasal dari peliharaan warga atau
dapat dilihat pada Tabel 8. Dustin
dari kebun binatang lainnya. Saat satwa
merupakan orangutan yang lahir di TSTJ.
diintroduksi ke dalam kandang, pihak TSTJ
Proses kelahirannya tidak dibantu oleh
akan melakukan pendataan mengenai umur,
penjaga hewan dan dokter hewan. Hal ini
jenis kelamin, pemeriksaan kesehatan dsb.
bertujuan untuk meningkatkan insting/
Kemudian, pengelola akan memastikan di
naluri Tori (induknya) sebagai ibu dan
kandang mana satwa tersebut diletakkan
dapat menyusui anaknya. Hal tersebut baik
sesuai dengan luas kandang yang tersisa.
untuk meningkatkan ikatan antara ibu dan
Apabila dirasa tidak memungkinkan
anak, karena di alam liar pun orangutan
diletakkan pada kandang peraga, maka satwa
tidak dibantu saat proses kelahirannya.
akan diletakkan di kandang karantina.
Namun kasus berbeda dialami Yeti saat
Namun, untuk subspecies orangutan yang ada
melahirkan. Berdasarkan wawancara
di TSTJ tidak diketahui karena tidak
dengan dokter hewan dan animal keeper,
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
nyawa bayi Yeti tidak terselamatkan
Saat pengamatan perilaku harian, Yeti
karena Yeti mengalami ketakutan berlebih
menunjukkan tanda-tanda orangutan
sehingga terlalu overprotective (seperti
mengalami ketakutan seperti mengitari
memeluk namun sebenarnya melukai
kandang berulang kali tanpa tujuan yang
bayinya). Walaupun proses melahirkan
jelas. Perilaku tersebut merupakan perilaku
secara alami baik bagi satwa, namun tetap
stereotype yang mengindikasikan satwa
butuh pengawasan secara intensif.
menunjukkan rasa takut. Ciri-ciri lain saat
Pengawasan secara intensif akan
orangutan mengalami stres atau takut dapat
menghindari kasus kematian bayi satwa
dilihat dari rambutnya, karena biasanya
dan trauma pada induk satwa.
orangutan yang mengalami stres rambutnya
Pada kasus satwa yang baru datang,
akan berdiri, konsumsi terhadap makanan
TSTJ selalu berkoordinasi dengan pihak
berkurang dan orangutan akan memukul-
BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya
mukul kandangnya (Anggraini, 2015).
Alam). Satwa yang diintroduksi ke TSTJ
Kelima aspek yang telah ditentukan
Tabel 8. Skoring aspek bebas dari rasa takut merupakan dasar untuk pengelolaan
dan menderita Orangutan di TSTJ. kesejahteraan satwa. Nilai total
Aspek Nilai kesejahteraan orangutan yang ada di TSTJ
Penanganan Satwa yang lahir/ dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan
3
baru datang
penelitian, secara garis besar perlu
Orangutan menunjukkan rasa
takut 4 ditingkatkan lagi kebersihan kandang,
peningkatan/sosialisai kepada pengunjung
Rata-rata Nilai 3,5
mengenai kesadaran untuk tidak mengusik
orangutan/membuang sampah ke dalam
kandang yang dapat mempengaruhi
perilaku nya (menjadi perilaku stereotype).
Tabel 9. Nilai Tingkat Kesejahteraan Orangutan di TSTJ.
Aspek Bobot Nilai Total Poin
Bebas dari rasa lapar dan haus 30 4,6 27,6
Bebas dari ketidaknyamanan fisik dan suhu 20 4,4 17,6
Bebas dari rasa sakit dan luka 20 4,6 18,4
Bebas berperilaku secara normal 15 3,5 10,5
Bebas dari rasa takut dan menderita 15 3,5 10,5
Nilai Tingkat Kesejahteraan 84,6

KESIMPULAN Ancrenaz, M., Gumal, M., Marshall, A.J.,


Perilaku yang paling banyak Meijaard, E., Wich, S.A., & Husson,
dilakukan orangutan yang tinggal di TSTJ S. (2016). Pongo pygmaeus (errata
yaitu perilaku istirahat dengan rata-rata version published in 2018). The IUCN
persentase sebesar 50,66%. Perilaku yang Red List of Threatened Species
paling sedikit dilakukan adalah 2016: e.T17975A123809220. http://
mengeluarkan suara yang mana hanya dx.doi.org/10.2305/
dilakukan oleh Didi dengan frekuensi 0,08%. IUCN.UK.20161.RLTS.T17975A1796
Perilaku bersarang tidak dilakukan oleh 6347.en.Downloaded on 19 March
keempat individu orangutan di TSTJ. Nilai 2019.
tingkat kesejahteraan orangutan di TSTJ Anggraini, H. (2015). Pengelolaan
berdasarkan penilaian 5 prinsip animal Kesejahteraan Dan Aktivitas Harian
freedom yaitu 84,6 dengan kategori sangat Orangutan Kalimantan (Pongo
baik. pygmaeus) Di Pusat Primata
Schmutzer. Skripsi. Bogor: IPB.
UCAPAN TERIMA KASIH Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell,
Ucapan terima kasih ditunjukkan L.G. (2003). Biologi Jilid 2 Edisi
kepada segenap pengelola Taman Satwa Taru Kelima. Alih Bahasa: Wasmen.
Jurug, Surakarta atas izin yang telah Jakarta: Penerbit Erlangga.
diberikan sehingga penulis dapat melakukan Commission on Life Sciences National
penelitian ini. Ucapan terima kasih kepada Research Council. 1996. Guide for the
Dr. Tetri Widiyani, M.Si atas masukan, saran Care and Use of Laboratory Animals.
dan bantuan dana selama publikasi artikel. Washington (US): National Academy
Penulis juga mengucapkan terima kasih Press.
kepada Gilang Dwi Nugroho, S.Si dan teman DITJEN PHKA (Direktorat Jenderal
-teman lainnya yang telah membantu dan Pelestarian Hutan dan Konservasi
mendukung penulis dalam melakukan Alam). (2011). Peraturan Direktur
penelitian. Jenderal Pelestarian Hutan dan
Konservasi Alam (PHKA) No. P.9/IV-
DAFTAR PUSTAKA SET/2011 Tentang Pedoman Etika dan
Altmann, J. (1974). Observational Study Of Kesejahteraan Satwa di Lembaga
Behavior: Sampling Methods. Konservasi. Jakarta (ID): Direktorat
Behaviour. 49(3): 227-267. Jenderal Pelestarian Hutan dan
Konservasi Alam.
M.S. (2016). Perilaku Harian
Fatimah, D. N. (2012). Aktivitas Harian dan
Orangutan (Pongo pygmaeus) di
Perilaku Menelisik (Grooming) Owa
YIARI, Ketapang, Kalimantan Barat.
Jawa (Hylobates moloch Audebert,
Jurnal Hutan Lestari. 4(4): 628-637.
1798) di Taman Nasional Gunung
Republik Indonesia. (1999). Peraturan
Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat.
Pemerintah Republik Indonesia No 7
Skripsi Departemen Konservasi
Tahun 1999 Tentang Pengawetan
Sumberdaya Hutan Dan Ekowisata
Tumbuhan dan Satwa Liar.
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang
Bogor
Republik Indonesia No 18 Tahun
Galdikas, B.M.F. (1984). Adaptasi Orangutan
12009 Tentang Kesejahteraan Hewan.
di Suaka Tanjung Puting, Kalimantan
Schmitt, D. (2010). Primate Locomotor
Tengah. Jakarta: Universitas Indonesia
Evolution: Biomechanical Studies of
Press.
Primate Locomotion and Their
Haddad, A.A., Prayogo, H. , & Anwari, M.S.
Implications for Understanding. Di
(2017). Perilaku Makan Dan Jenis
dalam Platt ML, Ghazanfar AA, editor.
Pakan Orangutan (Pongo pygmaeus)
Primate Neuroethology. Oxford:
Di Yayasan International Animal
Oxford Univ Pr.
Rescue Indonesia (YIARI) Kabupaten
Shariman, P.S.M.A. and Rippert, N. (2017).
Ketapang Kalimantan Barat. Jurnal
Effect of environmental enrichment on
Hutan Lestari. 5 (2): 300-306.
activities of captive orangutans at
Harteti, S. (2009). Perilaku Orangutan
Taiping Zoo, Malaysia. Malayan
Kalimantan di Taman Safari Indonesia.
Nature Journal. 69(4): 327-335.
Pusat Diklat Kehutanan.
Sopiansah, Y.E., Prayogo, H., dan Rifanjani,
Kurniawan, D., Master, J. &Rustiati, E.L.
S. (2018). Perilaku Harian Orangutan
(2015). Aktivitas Harian Orangutan
(Pongo pygmaeus) Setelah
Sumatera (Pongo abelii) Di Taman
Dilepasliarkan Di Hutan Lindung
Safari Indonesia, Cisarua, Bogor.
Gunung Tarak Kabupaten Ketapang
Prosiding Seminar Nasional
Kalimantan Barat. Jurnal Hutan
Swaembada Pangan. 526-532.
Lestari. 6(3):456-463.
MacKinnon, J.R. (1974). The behavior and
Sudarno, H. (2010). Distribusi Sarang Dan
ecology of wild orangutan (Pongo
Jelajah Harian Orangutan Sumatera
pygmaeus). Animal Behavior. 22:3-7.
Rehabilitan (Pongo abelii Lesson,
Meijaard, E., Rijksen, H.D., dan Kartikasari,
1827) Di Stasiun Reintroduksi
S.N. (2001). Di Ambang Kepunahan !,
Orangutan Sumatera Sungai Pengian
Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad
Kabupaten Tebo Provinsi Jambi.
ke-21. Penyunting S.N. Kartikasari.
Skripsi. Bogor: IPB.
Jakarta: The Gibbon Foundation
Setio, P. & Takandjandji, M. (2007).
Indonesia.
Konservasi ex-situ burung endemik
Purnawan, H., Prayogo, H., dan Anwari,
langka melalui penangkaran. Di dalam:

Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Prosiding


Ekspose Hasil-hasil Penelitian. Bogor
H.D., Seal, U.S., Faust,T.,
(ID): Pusat Litbang Hutan dan
Traylorholzer, K. & Tilson R., (1994).
Konservasi Alam Bogor. 47-61.
Estimates of Orangutan Distribution
Sujoko, H. (2015). Evaluasi Perilaku
and Status in Sumatera. New York:
Orangutan (Pongo Pygmaeus wurmbii,
Plenum Press. Warren, K.S., E.J.
Tiedmann 1808) Jantan Di Pusat
Verschoor, S. Langenhuijzen,
Rehabilitasi Dan Habitatnya. Tesis.
Heriyanto, R.A. Swan, R.A, L. Vigilant
Bogor: IPB.
& J.L. Heeney. 2001. Speciation and
Van Schaik, C.P., Poniran, S., Utami, S.,
Intra subspecific of Bornean
Griffiths, M., Djojosudharmo, S.,
Orangutans, Pongo pygmaeus
Mitrasetia, T.,Sugardjito,J., Rijksen,
pygmaeus. Molecular Biology and
Evolution. 18 (4): 472-480.

Anda mungkin juga menyukai