LP DAN LK Sindrom Nefrotik - Rhetiya Mekiza
LP DAN LK Sindrom Nefrotik - Rhetiya Mekiza
DISUSUN OLEH :
NAMA : RHETIYA MEKIZA
NIM : G1B221010
KELOMPOK : II
PERIODE : MINGGU KE-1
PEMBIMBING AKADEMIK :
Ns. Fadliyana Ekawaty, M. Kep., S. Kep. An
Ns. Suryati, S. Kep., M. Kep
PEMBIMBING LAPANGAN :
Ns. Yesika Yasan, M. Kep
2. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2016). Penyebab sindrom nefrotik yang pasti
belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit auto imun,
yaitu suatu reaksi antigen anti body. Umumnya etiologi dibagi menjadi:
1) Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autonom atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus.
Pernah dicoba pencangkokan ginjal pada neonates tetapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama
kehidupannya.
2) Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
a. Malaria quartana atau parasit lainnya
b. Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid
c. Glomerulo nefritis akut atau glomerulon efritis kronis, thrombosis vena
renalis
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, racun otak, air raksa. Amiloidosis, penyakit sel sabit,
hiperprolinemia, nefritis membrane proliferatif hipo komplemen temik.
3) Sindrom nefrotik idiopatik
Sindrom nefrotik adalah Sindrom yang tidak diketahui penyebabnya
ataujuga disebut sindrom nefrotik primer. Berdasarkan
histo patologis yang tampak pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan
mikroskopi biasa dan mikroskopi electron membagi dalam 4 golongan yaitu
kelainan minimal, nefropati membranosa, glomerulo nefritis proliferatif,
glomerulo sklerosis fokal segmental.
3. Klasifikasi
Secara klinis Nefrotik sindrom dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1) Nefrotik Sindrom Primer atau Idiopatik
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini
secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada
penyebab lain. Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan
sindrom nefrotik idiopatik. Termasuk dalam sindromnefrotik primer adalah
Nefrotik sindrom kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang
ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Penyakit ini
diturunkan secara resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal. Resisten
terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus.
Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya (Yuliandra,2018).
2) Nefrotik Sindrom Sekunder
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat
dari berbagai sebab lain yang nyata. Penyebab yang sering dijumpai antara
lain :
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,
sindrom Alport, miksedema
b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis,
streptokokus, AIDS
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid,racun
serangga, bisa ular
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosussistemik,
purpura Henoch-Schönlein, sarkoidosis (Yuliandra, 2018).
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya
bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan
cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata
(periorbital) yang tampak pada pagi hari, dan berlanjut ke abdomen terjadi
penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura, daerah
genitalia dan ekstermitas bawah yaitu pitting (penumpukan cairan) pada kaki
bagian atas, penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan
asites.
Menurut International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), pada
SNKM ditemukan 22% dengan hematuria mikroskopi, 15- 20% dengan
hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang
bersifat sementara. Pasien Nefrotik Sindrom biasanya datang dengan edema
palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan
edema skrotum (pada laki-laki). Kadang-kadang disertai oligouria dan gejala
infeksi, nafsu makan berkurang dan diare. Bila disertai sakit perut, hati-hati
terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis. Adapun tanda dan gejala lainnya
adalah:
1) Proteinuria
Proteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapilerterhadap
protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normalmembran
basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah
kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran
molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge
barrier). Pada Nefrotik Sindrom mekanisme barrier tersebut akan
terganggu. Selain itu konfigurasi molekul proteinjuga menentukan lolos
tidaknya protein melalui membran basal glomerulus (Kharisma, 2017).
2) Hipolbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukanoleh asupan protein, sintesis
albumin hati dan kehilangan protein melalui urin. Pada Nefrotik Sindrom
hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat
penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan
onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin.
Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya
hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin
hati akan tetapi dapat mendorongpeningkatan ekskresi albumin melalui urin
(Kharisma, 2017).
3) Edema
Edema pada Nefrotik Sindrom dapat diterangkan dengan teori
underfill dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia
merupakan faktor kunci terjadinya edema pada Nefrotik sindrom.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma dan
bergesernya cairan plasma sehingga terjadi hipovolemiadan ginjal
melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi air dan natrium.
Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume inravaskular tetapi
juga mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema
semakin berlanjut.
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal
utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler
meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasiglomerulus akibat
kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium dan edema.
Kedua mekanisme tersebut ditemukan pada pasien Nefrotik Sindrom.
Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat
gangguanfungsi ginjal, jenis lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan
penyakit jantung dan hati akan menentukan mekanisme mana yang lebih
berperan.
5. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan
intravaskular berpindah ke dalam interstisial. Perpindahan cairan tersebut
menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemia.
Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi
dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresihormon
ADH dan sekresi aldosteron yang kemudian terjaddi retensi natrium dan air.
Dengan retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasmaalbumin
atau penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari
meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena
kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin atau lipiduria.
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan
oleh karena hypoalbuminemia, hiperlipidemia (Kharisma, 2017).
6. Pathway
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Betz & Sowden (2017), pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1) Uji urine
a. Urinalisis: proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2g/m2/hari), bentuk
hialin dan granular, hematuria
b. Uji dipstick urine: hasilpositif untuk protein dan darah
c. Berat jenis urine: meningkat palsu karena proteinuria
d. Osmolalitas urine: meningkat
2) Uji darah
a. Kadar albumin serum: menurun (kurang dari 2 g/dl)
b. Kadar kolesterol serum: meningkat (dapat mencapai 450 sampai 1000
mg/dl)
c. Kadar trigliserid serum: meningkat
d. Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat
e. Hitung trombosit: meningkat (mencapai 500.000 sampai1.000.000/ul)
f. Kadar elektrolit serum: bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit
perorangan
3) Uji diagnostik
Biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin)
8. Komplikasi
1) Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein di dalam urin seperti
antithrombin III (AT III), protein S bebas, plasminogen dan α antiplasmin.
2) Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2.
3) Meningkatnya sintesis protein prokoagulan dan tertekannya fibrinolisis.
4) Aktivasi sistem hemostatik di dalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan
monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerolus yang
selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin danagregasi trombosit.
5) Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh streptococcus, staphylococcus,
bronkopneumonia, TBC. Erupsi erisipelas pada kulit perut atau paha
sering ditemukan. Pinggiran kelainan kulit ini batasnya tegas, tapi kurang
menonjol seperti erisipelas dan biasanya tidak ditemukan organisme apabila
kelainan kulit dibiakan.
6) Gangguan klirens renali pada pasien sindrom nefrotik mungkin disebabkan
kurangnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya
hantaran natrium dan air ke ansa henle tebal. Gangguan pengasaman urin
ditandai dengan ketidakmampuan menurunkan pH urinsesudah pemberian
beban asam.
7) Gagal ginjal akut terjadi bukan karena nekrosis tubulus atau fraksi filtrasi
berkurang, tapi karena edema interstisial dengan akibatnya meningkatnya
tekanan tubulus proksimalis yang menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).
8) Anemia yang disebabkan protein pengangkut Fe yaitu transferin serum
yang menurun akibat proteinuria. Anemia hipokrom mikrositik, karena
defisiensi besi yang tipikal, namun resisten terhadap pengobatan preparat
Fe. Universitas Sumatera Utara
9) Peritonitis karena adanya edema di mukosa usus membentuk mediayang
baik untuk perkembangan kuman-kuman komensal usus. Biasanya akibat
infeksi streptokokus pneumonia, E.coli.
10) Gangguan keseimbangan hormon dan mineral karena protein pengikat
hormon hilang melalui urin . Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG)
dalam urin pada beberapa pasien sindrom nefrotik dan laju ekskresi
globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinuria.
11) Hipokalsemia disebabkan albumin serum yang rendah, dan berakibat
menurunkan kalsium terikat, tetapi fraksi yang terionisasi normal dan
menetap. Disamping itu pasien sering mengalami hipokalsiuria, yang
kembali menjadi normal dengan membaiknya proteinuria. Absorbsi
kalsium yang menurun di GIT, dengan eksresi kalsium dalam feses lebih
besar daripada pemasukan. Hal-hal seperti di atas dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan serta mental anak pada fasa
pertumbuhan. Hubungan antara hipokalsemia, hipokalsiuria, dan
menurunnya absorpsi kalsium dalam GIT menunjukan kemungkinanadanya
kelainan metabolisme vitamin D namun penyakit tulang yang nyata pada
penderita sindrom nefrotik jarang ditemukan (Dr.Trihono, 2012).
9. Penatalaksanaan Medis
Menurut Wong (2016), Penatalaksanaan medis untuk Sindrom nefrotik
mencakup :
1. Pemberian kortikosteroid (prednison atau prednisolon) untuk
menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu
terapi. Kekambuhan diatasi dengan kortikosteroid dosis tinggi untuk
beberapa hari.
2. Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena)
3. Pengurangan edema
a. Terapi diuretic (diuretic hendaknya digunakaan secara cermat untuk
mencegah terjadinya penurunan volume intra vaskular, pembentukan
trombus, dan atau ketidakseimbangan elektrolit)
b. Pembatasan natrium (mengurangi edema)
4. Mempertahankan keseimbangan elektrolit
5. Pengobatan nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan
dengan edema dan terapi invasif)
6. Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agenslain)
7. Terapi imunosupresif (siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin)Untuk
anak yang gagal berespons terhadap steroid
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. 2017. Jakarta: Tim Pokja SDKI
DPP PPNI
I. IDENTITAS BAYI/KELUARGA
a. Klien
Nama : An. P
Tgl/umur : 10 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
b. Orang Tua
Nama ayah : Tn. P
Umur : 52 tahun
Pekerjaan : Petani
Suku Bangsa : Melayu
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SLTP
Alamat : Desa rantau alai, Kec.Batang Masumai, Kab. Merangin
No. Telp : 085213898005
I. ALASAN MASUK RS :
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bengkak seluruh badan, mata sembab.
II. KELUHAN UTAMA
Anak Mengeluh lemas, keadaan umum lemah
III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
Anak mengeluh lemas, keluarga mengatakan untuk ke kamar mandi anak masih dibantu. Saat
pengkajian anak terlihat lemah, tampak Ny. S membantu anaknya ke kamar mandi, badan lemah
saat berjalan.
MAKANAN
- Jenis Makanan : Nasi, Ikan, susu
- Nafsu makan : Baik
- Pola makan (jumlah/frekuensi) : 3 x sehari
- Makanan yang disukai : ayam
- Makanan yang tidak disukai : brokoli
ISTIRAHAT TUDUR
- Jam tidur malam : 21.00
- Jam tidur siang : 13.00
- Gangguan/hambatan tidur : Tidak ada hambatan tidur
- Kebiasaan sebelum tidur : Sebelum tidur anak sering bermain Smartphone
(perlu mainan, dibacakan cerita, benda yang dibawa tidur, dll)
a. Kepala
- Struktur : Simetris
- Rambut : Bersih, warna hitam
- Kulit kepala : Bersih
- Nyeri/pusing : Tidak Ada
- Haematum : Tidak Ada
- Lesi : Tidak Ada
- Lain-lain :-
b. Mata
- Kelopak mata : Normal
- Schelera : Ikterik (-)
- Pupil : Isokor
- Konjungtiva : Tidak Anemis
- Pergerakan bola mata : Normal
- Lapangan pandang : Baik, klien tidak menggunakan kaca mata
- Peradangan : Tidak
- Alat bantu : Tidak ada
- Keluhan : Tidak ada keluhan
c. Hidung
- Struktur : Simetris, tidak terdapat lesi, tidak ada polip
- Fungsi penciuman : Normal
- Membran mukosa : Lembab
- Perdarahan : Tidak ada
- Keluhan : Tidak ada keluhan
d. Telinga
- Struktur : Simetris
- Fungsi : Normal, Klien dapat mendengar dengan baik
- Cerumen : Tidak ada
- Cairan telinga : Tidak ada
- Nyeri telinga : Tidak ada
- Alat bantu : Tidak ada
- Keluhan : Tidak ada keluhan
f. Leher
- Struktur : Simetris
- Kelenjar thyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
- Vena jugularis : Tidak ada peningkatan JVP
- Kelenjar getah bening : Tidak ada
- Keluhan : Tidak ada keluhan
g. Dada
1) Struktur : Simetris kanan dan kiri, tidak ada lesi maupun massa
2) Payudara : Baik tidak benjolan
3) Aksila : Tampak bersih, tidak ada pembengkakan
4) Pernafasan
a) Pola nafas : Baik
b) Frekuensi nafas : 22 x/mnt
c) Kualitas nafas : Tidak sesak
d) Bunyi nafas : Vesikuler
e) Penggunaan otot pernafasan tambahan: Tidak ada
f) Batuk : (-)
g) Sputum : (-)
h) Keluhan lain : Tidak ada keluhan
5) Kardiovaskuler
a) Ukuran jantung : Tidak Kardiomegali
b) Denyut jantung : Normal
c) Bunyi jantung : S1/S2 Reg. Murmur(-), Gallop(-)
d) Palpitasi : Tidak ada
e) Edema : Tidak ada
f) Sianosis : Tidak ada
g) Jari-jari tabuh : Normal tidak ada clubbing finger
i) Keluhan lain : Tidak ada keluhan
H. Abdomen
- Struktur : Simetris
- Bising usus : 11 x/mnt
- Keadaan hepar : Tidak ada hepatomegali
- Keadaan lambung : Tidak ada nyeri lambung
- Keadaan ginjal : Terdapat protein dalam urin
- Kandung kemih : Kosong
- Nyeri tekan : Tidak ada
- Benjolan : Tidak ada
- Kembung : Tidak ada
- Ascites : Tidak ada
- Mual : Tidak ada
- Muntah : Tidak ada
- Keluhan lain : Tidak ada keluhan
I. Genetalia
1) Laki-laki
- Struktur :-
- Skrotum :-
- Penis :-
- Testis :-
- Keluhan lain :-
2) Wanita
- Struktur : Normal
- Vagina : Tidak ada keluhan
- Peradangan : (-)
- Keluhan lain : Tidak ada keluhan
B. Rectum
- Struktur : Normal
- Haemorrhoid : (-)
- Abses : (-)
- Kista/massa : (-)
- Lesi : (-)
- Keluhan : Tidak ada keluhan
C. Ekstremitas
1) Atas
- Struktur : Normal
- Kekuatan otot : 5/5
- Tonus otot : baik
- Kecacatan : (-)
- Nyeri : (-)
- Trauma/fraktur : (-)
- Deformitas : (-)
- Kejang : (-)
- Gangguan motorik (kelumpuhan) : (-)
- Pemasangan infuse : klien tidak terpasang infuse
- Lain-lain : Tidak ada
2) Bawah
- Struktur : Normal
- Kekuatan otot : 5/5
- Tonus otot : baik
- Keterbatasan gerak : (-)
- Kecacatan : (-)
- Nyeri : (-)
- Trauma/fraktur : (-)
- Deformitas : (-)
- Kejang : (-)
- Gangguan motorik (kelumpuhan) : (-)
- Pemasangan infuse : klien tidak terpasang infuse
- Lain-lain :-
D. Punggung
- Struktur : Normal
- Skar : (-)
- Pembengkakan : (-)
- Lesi : (-)
- Nyeri : (-)
- Lain-lain :-
E. Kulit
- Warna : sawo matang
- Turgor : baik
- Perasaan terhadap rangsangan
a. Nyeri : (+)
b. Suhu : (+)
c. Raba : (+)
d. Tekan : (+)
- Lesi : (-)
- Lain-lain : (-)
Anak lebih mandiri dalam aktivitas dan menggunakan kekuatan mental untuk menolak
✓
suatu keputusan, bersifat egosentris.
Anak merasa malu & ragu jika merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang dipilihnya
sendiri serta kurang support dari orang tua & lingkungan
✓ Anak menggunakan inisiatif dan banyak belajar serta mencoba hal-hal yang baru
Anak merasa bersalah jika melakukan tindakan yang tidak tepat atau melakuakn sesuatu
✓
yang berlawanan dengan perilaku yang diharapkan
✓ Anak memiliki keinginan untuk bekerja sama, berkompetisi dengan orang lain
1. Pre Natal
a. Berapa kali memeriksa kehamilan : 3 x pemeriksaan selama kehamilan
b. Tempat pemeriksaan kehamilan : bidan di puskesmas
c. Adakah dalam pengobatan
- Diet : Tidak ada
- Infeksi : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada
d. Pemeriksaan Rontgen : Tidak ada
e. Ketergantungan obat-obatan : Tidak ada
f. Adakah tanda-tanda pre-eklampsia : Tidak ada
g. Adakah masalah lain : Tidak ada
2. Natal
a. Usia kehamilan : 9 bulan (Aterm)
b. BB/PB Lahir :-
c. Jenis persalinan : Normal
d. Lama persalinan :-
e. Keadaan anak setelah lahir
- Segera menangis : (+)
- Resusitasi : Tidak ada
f. Masalah waktu persalinan : Tidak ada
a. Post Natal
• IBU
a. Perawatan pasca persalinan :-
b. Masalah pasca persalinan : Tidak ada
• Bayi
a. Apgar Score :
b. Kelainan kongenital :
c. Warna kulit
- Cyanosis :
- Pucat :
- Kuning :
d. Panas :
e. Kejang :
f. Kesulitan dalam menelan, :
mengisap/minum
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium Urinalisa
Hari Tgl Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Ket
04 – 10 -21 Urine rutin
Warna Kuning Muda Kuning Muda Normal
Kejernihan Jernih Jernih Normal
pH 6,5 4 – 8,5 Normal
Berat Jenis 1015 1005 - 1030 Normal
Protein +3 Negative TN
Glukosa Normal Normal Normal
Keton Negative Negative Normal
Bilirubin Negative Negative Normal
Eritrosit +1 Negative TN
Sedimen urin
Leukosit 2–4 0-3 TN
Eritrosit 4-6 0-2 TN
07 – 10 -21 Urine rutin
Warna Kuning Muda Kuning Muda Normal
Kejernihan Keruh Jernih TN
pH 7 4 – 8,5 Normal
Berat Jenis 1015 1005 - 1030 Normal
Protein +2 Negative TN
Glukosa Normal Normal Normal
Keton Negative Negative Normal
Bilirubin Negative Negative Normal
Eritrosit Negative Negative Normal
Sedimen urin
Leukosit 0–2 0-3 Normal
Eritrosit 0–2 0-2 Normal
08 – 10 - 21 Urine rutin
Warna Kuning Kuning Muda TN
Kejernihan Jernih Jernih Normal
pH 6,5 4 – 8,5 Normal
Berat Jenis 1015 1005 - 1030 Normal
Protein +1 Negative TN
Glukosa Normal Normal Normal
Keton Negative Negative Normal
Bilirubin Negative Negative Normal
Eritrosit Negative Negative Normal
Sedimen urin
Leukosit 1–2 0-3 Normal
Eritrosit 2–3 0-2 TN
CATATAN TAMBAHAN
(……...........................)
ANALISA DATA
DATA PENYEBAB MASALAH
DS : Anak mengeluh lemas, Kelemahan Intoleransi Aktivitas
keluarga mengatakan untuk ke berhubungan dengan
kamar mandi anak masih kelemahan
dibantu.
DO : Leukosit : 2- 4 (LPB)
DS : Keluarga mengatakan Glumerulonefritis Resiko Perfusi Renal Tidak
An.P pernah dirawat di rumah Efektif
sakit 1 bulan yang lalu dengan
penyakit yang sama
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TANGGAL NO DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF
DITEGAKKAN DX
06 Oktober 2021 1 Resiko Perfusi Renal Tidak Efektif berhubungan
dengan glumerulonefritis
P : hentikan intervensi
P : Lanjutkan intervensi