Kel 6
Kel 6
Disusun oleh:
Kelompok 6
Adevia Aprillia Riswana (1905114013)
Aura Dwi Sinta (1905110275)
Tri Sausan Pradita (1905155649)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Penulis ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan innayah-Nya kepada kita sampai saat ini, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah tentang Memahami Manusia sebagai Suatu
Dinamika dan Perilaku Sosial dan Kepribadian.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyelesaian makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis
i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Memahami Manusia sebagai Suatu Dinamika.......................................................................2
2.2 Perilaku Sosial dan Kepribadian…….....................................................................................7
2.3JurnalPenelitian..............................................................................................15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Didalam budaya atau kebudayaan (culture) terdapat tradisi, kebiasaan,
nilai-nilai, norma, bahasa, keyakinan dan berpikir yang telah terpola dalam suatu
masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi serta memberikan identitas
pada komuintas pendukungnya. Secara singkat budaya dapat juga dikatakan
pandangan hidup sekelompok orang.
1.2RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana memahami manusia sebagai suatu dinamika ?
2. Bagaimana perilaku sosial dan kepribadian ?
1
BAB II
KAJIAN TEORI
2
d) Menganggap perencanaan dan organisasi merupakan cara menjalankan
kehidupan,
e) Punya keyakinan bisa mempengaruhi, bukanya dipengaruhi oleh
lingkungan sekelilingnya,
f) Punya kepercayaan dalam diri bahwa sesuatu bisa diperhitungkan dan
bukannya ditentukan oleh tingkah laku orang perorang atau nasib-nasiban,
g) Orang yang menghargai dirinya dan nilai orang lain,
h) Punya keyakinan akan faedah ilmu pengetahuan dan teknologi dan
bukanya ramalan dan angan-angan, dan
i) Punya kepercayaan terhadap apa yang disebut distributive justice yaitu
hasil yang diperoleh semata-mata akibat dari jasa yang diberikan dan
bukan dari sebab lain.
3
Dengan memperhatikan uraian di atas, jelaslah bahwa dimasa yang akan
datang kita ditantang untuk mampu mewujudkan kualitas manusia- manusia yang
siap untuk menjadi subyek yang unggul dalam perjalanan memasuki jaman
globalisasi. Karakter-karakter yang telah disebutkan di atas, akan terwujud dalam
diri manusia-manusia yang mandiri dan percaya diri, serta berjiwa inovatif dan
kreatif. Manusia yang mandiri dan percaya diri mampu merencanakan perjalanan
hidupnya serta mewujudkannya secara efektif, Manusia yang inovatif dan kreatif
akan mampu menghasilkan berbagai buah karya yang lebih bermakna baik bagi
dirinya sendiri maupun bagi orang lain, masyarakat, bangsa dan negara. Berbagai
pakar menyebutkan bahwa untuk memperoleh kemajuan dan kelestarian di masa
depan diperlukan adanya kualitas "empowerment atau keberdayaan" (Aileen
Mitchell Stewart, 1994), "emotional intelligence atau kecerdasan emosional"
(Daniel Coleman, 1995), dan "mega skills atau keterampilan-keterampilan mega"
(Dorothy Rich, 1992).
4
Sementara ahli yang lain Daniel Goleman (1995) mengatakan
bahwa selama ini diyakini bahwa keberhasilan seseorang sangat ditentukan
oleh kualitas intelektualnya atau kecerdasannya, akan tetapi sesungguhnya
aspek emosional ikut serta sebagal faktor penentu. Menurut Goleman,
kecerdasan emosional seseorang akan menentukan kualitas kepribadiannya
termasuk keberdayaan nya dalam menghadapi berbagai tantangan.
Kecerdasan emosioanl didukung oleh lima kemampuan yaltu: (1)
mengenal emosi diri, (2) mengelola emosi, (3) memotivasi diri sendiri, (4)
mengenali emosi orang lain, dan (5) membina hubungan dengan orang
lain.
5
konseling yang menganggapnya tidak penting, dengan alasan bahwa yang paling
penting adalah situasi konseling. Pandangan ini menyatakan bahwa pada saat klien
memasuki situasi konseling, maka yang menjadi fokus adalah Individu, bukan
budayanya dan bahwa pada saat konseling, konselor tidak berurusan dengan
budaya klien, tidak juga budaya konselor, melainkan dengan Individu kilen
Konselor sangat percaya bahwa universalitas dan generalisasi teori-teori dan
prinsip-prinsip konseling yang dapat melintasi batas-batas kultural. Seperti telah
disinggung di atas, pandangan ini tidak dapat diterima karena secara sadar
mengabaikan kuatnya faktor-faktor budaya yang membentuk perilaku klien. Di
samping itu, pandangan ini berbahaya bagi proses konseling karena akan tampil
konselor yang tidak peka budaya (culturally insensitive counsellor), tidak em
phatik dan sangat mungkin untuk memaksakan nilai-nilai budayanya sendiri
kepada klien yang dilayaninya. Pandangan yang demikian terlalu menekankan segi
etic dalam konseling dengan mengabaikan aspek emic.
Pada titik ekstrem yang lain, ada kalangan yang terlalu percaya pada keunikan
klien dan budayanya yang berbeda satu sama lain, sehingga mengabaikan adanya
kesamaan (commonalities) di antara klien. Mereka terlalu menempatkan keunikan
budaya sebagai titik tolak dan lupa bahwa dalam hal hal tertentu sebagai manusia,
ada pola-pola peniaku yang di share oleh setiap individu dan memiliki "hight
degree of cross-cultural constancy", yakni tingkat ketetapan yang tinggi pada
konteks sosial budaya yang berbeda. Pandangan ini pun mengandung kelemahan,
karena terlalu menekankan segi emic dengan mengabaikan segi etic dalam
konseling.
Dalam situasi tertentu dan untuk klien dari latar belakang budaya tertentu,
mungkin keunikan budaya sangat menonjol sedangkan pada yang lain sebaliknya.
6
Pada saat konselor menghadapi klien dari suatu kelompok minoritas yang hidup
ditengah kelompok mayoritas (misalnya orang Batak yang hidup di Bandung),
maka penyesuaian autoplastik yang ditekankan sedangkan bila la berada dalam
komunitasnya sendiri dan mempunyai peran-peran sosial tertentu, maka
penyesuaian alloplastik yang di dorong. Intinya adalah perlunya keseimbangan
dengan memperhatikan konteksnya.
Perilaku sosial mengambil tempat dalam suatu konteks sosial dan buday yang
bervariasi luas dari satu tempat ke tempat lain. Dalam seksi ini, k bergelut dengan dua
matra penting dari variasi sosial dan budaya yang ditem lintas-budaya: keragaman
peran (role diversity) dan kewajiban peran.
Hak-hak universal dalam perilaku sosial, menurut Aberle, dkk. (195 dalam
Setiadi, B.N., 1993: 88) mengajukan seperangkat keltarusan fungsiona (functional
prerequisites) atau "segala sesuatu yang harus dilakukan dalan masyarakat mana pun
jika hendak terus memelihara kelar.gsungannya". Tuntut ini terdiri dari keinginan-
keinginan kerena mungkin dianggap berkualifika universal, mencakup aktivitas-
aktivitas (dalam satu atau lain bentuk) yar akan ditemukan dalam setiap budaya yang
hendak kita kaji. Sembilan hak-ha universal dalam perilaku sosial, yaitu antara lain:
7
a. Ketetapan tentang hubungan yang memadai dengan lingkungan (fisik maupun
sosial). Ini dibutuhkan untuk memelihara suatu populasi yang memadai demi
mempertahankan masyarakat dan budaya.
d. Orientasi kognitif yang saling dapat dibagi. Keyakinan, pengetahuan, dan kaidah
pemikiran logis perlu dikuasai orang-orang dalam suatu masyarakat secara umum
agar dapat bekerja bersama dengan pemahaman timbal-balik.
h. Sosialisasi, Semua anggota baru harus belajar tentang ciri-ciri pokok dan penting
mengenal kehidupan kelompok. Pandangan hidup kelompok perlu
dikomunikasikan, dipelajari, dan dalam arti tertentu, diterima semua individu,
8
i. Kendali atas perilaku yang mengerah pada perpecahan. Jika sosialisasi dan
pengaturan normatif gagal, ada kebutuhan sebagal "back-up" sehingga kelompok
mendapatkan kembali perilaku anggota yang sesual dan dapat diterima. Untuk
tujuan ini, koreksi perilaku atau malahan pemindahan (dengan pemecatan dan
eksekusi) mungkin dituntut.
9
Selanjutnya "Kepribadian" merupakan hasil proses interaksi seumur hidup
antara organisme dan lingkungan. Pengaruh faktor eksternal memungkinkan
perbedaan sistematis dalam perilaku khas perseorangan yang dibesarkan dalam
budaya yang berbeda. Oleh karena itu, banyak tradisi dalam penelitian kepribadian
meluas melintasi budaya-budaya. Suatu pembedaan global dapat dibuat di antara
teori 'psikodinamika, teori sifat (traif), dan teori pembelajaran sosial. Kebanyakan
penelitian tentang tradisi ini, terutama yang dikenal sebagai tradisi budaya dan
kepribadian, telah dilakukan para antropologi budaya.
Sifat kepribadian biasa diukur melalui angka rata-rata pelaporan diri (self
report) kuesioner kepribadian (untuk sifat khusus) atau penelusuran kepribadian
seutuhnya (personality inventory), serangkaian instrumen yang menyingkap
sejumlah sifat. Dukungan emperik terpenting dalam kesahihan sifat dalam
instrumen pelaporan diri diperoleh melalui kajian 'analisis faktor. Informasi dalam
butir-butir pertanyaan direduksi ke dalam sejumlah faktor yang terbatas, tanpa
kehilangan informasi penting. Setiap faktor diambil untuk mewakili suatu disposisi
psikologis yang penting.
10
a. Suatu perbedaan lintas-budaya dalam skor rata-rata merupakan cerminan yang
memadai dari suatu perbedaan dalam sifat pokok yang dalam anggapan tertentu,
sudah diukur.
b. Perbedaan itu disebabkan oleh adanya galat (error) dalarn penerjemahan, suatu
pemberian makna terhadap beberapa butir pertanyaan yang khusus bertalian den
buda dan faktor lain yang tidak berbicara apapun tentang sifat yang diukur skala.
c. Perilaku tak dapat dijelaskan dalam budaya yang berbeda dengan bantuan
seperangkat sifat yang sama. Artinya, seperangkat sifat yang berbeda harus
dipostulasikan dalam budaya lain.
Konsepsi India, menurut Paranjpe (1984, dalam Setiadi, B.N., 1993: 184)
mengemukakan bahwa konsep tentang ‘jiva' sama dengan konsep kepribadian.
Liva menggambarkan segala yang berkenaan dengan diri seorang individu,
termasuk semua pengalaman dan tindakan yang dilakukannya sepanjang daur
kehidupan.. Ada lima lapis lingkaran yang memusat, yaitu: lapisan pertama, yang
paling luar ialah badan; lapisan kedua, dinamakan 'nafas kehidupa menunjuk pada
proses-proses fisiologis; lapisan ketiga, berupa "indera da pikiran' yang
mengkoordinasikan fungsi-fungsi inderawi; lapisan keempa menggambarkan
intelek dan aspek kognitif seorang pribadi, termasuk citra dan representasi diri; dan
lapisan kelima, merupakan lingkaran yang terdapat dari `jiva' merupakan tempat
berlangsungnya pengalaman kebahagiaan.
11
yang paling dalam ini (antar-atman) merupakan suatu aza eternal yang selalu
merupakan Yang Esa dan melibatkan suatu pengalaman utuh dari-kebahagiaan
Atman in dapat direalisasikan dengan maksud maksud suatu pikiran yang
terkendali. Untuk mencapai kebahagiaan, seseorang haru mencapai suatu
keberadaan kesadaran tertentu.
12
yang bersangkutan; (c) dapat menjadi "self-fulfilling prophecy" bagi seseorang
yang terkena stereotipe - - ia melakukan sesuatu karena telah dicap demikian.
Prasangka adalah kebencian, kecurigaan, dan rasa tidak suka yang sifatnya
irasional terhadap kelompok etnik, ras, agama, atau komunitas tertentu. Seseorang
dilihat bukan berdasarkan apa yang dilakukannya, melainkan berdasarkan
karakteristik yang superfisial bahwa dia itu anggota suatu kelompok. Orang yang
mempunyal kecendrungan kuat untuk berprasangka akan sulit berubah sikapnya,
meskipun kepadanya telah diberikan informasi yang sebaliknya. Dalam hubungan
antar-etnik, ras, agama, dan kelompok masyarakat di dunia, prasangka masih
sangat tebal. Di Amerika Serikat, prasangka rasial kepada kelompok Kulit Hitam
tetap kental, meskipun usaha untuk menguranginya telah banyak dilakukan
(misalnya dengan mengubah sebutan Negro me Kulit Hitam kemudian menjadi
keturunan Afrika-Amerika), Irlandia Utara ma dihantul konflik yang penuh
kebencian antara kelompok Katolik dan Protest Karena prasangka rasial juga,
Jepang dan Korea sangat mudah terlibat perta diplomatik, hanya gara-gara sebuah
kapal ikan salah satu negara itu memasuki wilayah perairan negara lainnya. Di
13
Australia, semangat anti- Asla ditiupkan oleh politisi Pauline Hanson, tetapi gagal
meraih simpati public.
14
prinsip yang telah dikenal, yaitu menerima klien apa adanya dan tanpa syarat"
(inconditional positive regards).
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Memahami manusia sebagai suatu dinamika itu sangat penting sakali,
apalagi jika sebagai seorang konselor. Karena manusia sebagai suatu dinamika
merupakan titik-titik ekstrem dalam melakukan konseling khususnya konseling
lintas budaya yang perlu didasari oleh seorang konselor profesional. Yakni diantara
manusia sebagai suatu dinamika diantara lain : antarapersfektif etic dan emic,
anatara prinsip-prinsip yang berlaku secara universal untuk semua manusia
(humanly universal) dengan yang unik budaya (culturally unique) anatra tuntutan
antara autoplastik dengan alloplastik.
16
DAFTAR PUSTAKA
Adhiputra, Anak Agung Ngurah.2013.Modifikasi Perilaku.Yogyakarta:Graha
Ilmu
Subhi, Muhamad Rifa'I. "Konseling Lintas Budaya dan Agama di
Sekolah." Madaniyah 7.1 (2017): 75-96.
17